5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Simpang
Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan, jalan.di suatu daerah perkotaan biasanya banyak memiliki simpang, dimana pengendara atau pengemudi harus memutuskan untuk berjalan lurus atau berbelok dan bahkan berpindah jalan untuk mencapai satu tujuan. Menurut Khisty, 2005 Simpang dapat didefinisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan atau lebih bersimpangan atau bergabung, yang didalamnya termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalulintas di dalamnya.
Menurut Direktorat Jendral Bina Marga dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), pemilihan jenis simpang untuk suatu daerah sebaiknya berdasarkan pertimbangan ekonomi, pertimbangan keselamatan lalu lintas, dan pertimbangan lingkungan. Menurut Morlok (1988), jenis simpang berdasarkan cara pengaturannya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Simpang jalan tanpa sinyal, merupakan suatu simpang yang tidak menggunakan lampu sinyal lalu lintas pada simpangnya. Pada simpang ini pemakai jalan atau pengemudi harus memutuskan sendiri apakah mereka cukup aman untuk melewati simpang atau harus berhenti dahulu sebelum melewati simpang tersebut.
2. Simpang jalan dengan sinyal, yaitu merupakan suatu simpang yang diatur oleh lampu pengatur lalu lintas. Pemakai jalan atau pengendara melewati simpang diatur sesuai dengan pengoperasian sinyal lalu lintas. Jadi pemakai jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu lintas menunjukkan warna hijau pada lengan simpangnya.
2.2 Istilah Dan Definisi Dalam Simpang Tak Bersinyal
Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal ada beberapa istilah yang digunakan. Notasi, istilah dan defenisi dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Kondisi geometrik b. Kondisi lingkungan c. Kondisi Lalulintas.
Tabel 2.1 Notasi, Istilah dan Definisi pada simpang tak bersinyal
NOTASI ISTILAH DEFINISI
Kondisi Geometrik
Lengan Bagian simpang jalan
dengan pendekat masuk atau keluar
Jalan utama Adalah jalan yang paling penting pada simpang jalan, misalnya dalam hal klasifikasi jalan. Pada suatu simpang 3 jalan yang menerus selalu ditentukan sebagai jalan utama.
ABCD pendekatan Tempat masuknya
kendaraan dalam suatu lengan simpang jalan.
Pendekat jalan utama notasi B dan D dan jalan simpang A dan C.
Dalam penulisan notasi
sesuai dengan perputaran arah jarum jam
Wx Lebar masuk pendekat X (m)
Lebar dari bagian
pendekat yang
diperkeras, diukur dibagian tersempit, yang digunakan oleh lalu lintas yang bergerak. X adalah nama pendekat.
Wi Lebar Pendekat
Simpang Rata-Rata
Lebar efektif rata-rata dari seluruh pendekat pada simpang
WAC
WBD
Lebar Pendekat Jalan Rata-Rata (m)
Lebar rata-rata pendekat ke simpang dari jalan
Jumlah lajur Jumlah lajur ditentukan dari lebar masuk jalan dari jalan tersebut Kondisi Lingkungan
CS Ukuran kota Jumlah penduduk
dalam suatu daerah perkotaan
SF Hambatan samping Dampak terhadap
kinerja lalu lintas akibat kegiatan sisi jalan Kondisi Lalu Lintas
PLT Rasio Belok Kiri Rasio kendaraan belok kiri PLT = QLT/Q
Qtot Arus Total Arus kendaraan
bermotor total di simpang dengan menggunakan satuan veh, pcu dan AADT PUM Rasio Kendaraan Tak
Bermotor
Rasio antara kendaraan tak bermotor dan kendaraan bermotor di simpang
QMI Arus Total Jalan
Simpang/minor
Jumlah arus total yang masuk dari jalan simpang/minor (veh/h atau pcu/h)
QMA Arus total jalan
utama/ mayor
Jumlah arus total yang masuk dari jalan utama/mayor (yeh/h
atau pcu/h Sumber : MKJI 1997
2.3 Lebar Pendekat Jalan Rata-rata, Jumlah Lajur Dan Tipe Simpang 2.3.1 Lebar Pendekat Jalan Rata-rata
Menurut MKJI 1997 Lebar pendekat jalan rata-rata dapat dihitung dengan rumus :
WAC = (WA+ WC) / 2 dan WBD = (WB + WD) /2 ………( 1 ) Pada Lebar pendekat rata-rata untuk seluruh simpang adalah :
W1=(WA+WC+WB+WD ) / Jumlah lengan simpang…………. ( 2 ) Gambar 2.1 Lebar rata rata pendekat jalan
Sumber : MKJI 1997 Lebar rata rata pendekat W1,
WI= (a/2 + b + c/2 + d/2)/4 (Pada lengan B ada median) Jika A hanya untuk ke luar, maka a=0:
WI = (b + c/2 + d/2)/3
Lebar rata-rata pendekat minor dan utama (lebar masuk) WAC = (a/2 + c/2)/2 WBD = (b + d/2)/2
2.3.2 Jumlah Lajur
Jumlah lajur yang digunakan untuk keperluan perhitungan ditentukan dari lebar rata-rata pendekat jalan untuk jalan simpang dan jalan utama sebagai berikut:
Tabel 2.2. Lebar Pendekat dan Jumlah Lajur
Sumber MKJI 1997 2.3.3 Tipe simpang
Pada tipe simpang/intersection type (IT) ditentukan atau dipengaruhi oleh banyaknya lengan simpang dan banyaknya lajur pada jalan minor dan jalan maor di simpang tersebut dengan adanya kode tiga angka seperti terlihat di tabel 2.3 di bawah ini. Jumlah lengan adalah banyaknya lengan dengan lalu lintas masuk atau keluar atau keduanya.
Tabel 2.3. Kode Tipe Simpang (IT)
Sumber: MKJI 1997 2.4 Pengendali Lalu Lintas
Pengendalian lalu lintas meliputi pemberian arahan atau petunjuk serta bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban
Lebar pendekatan rata-rata, WAC, WBD (m)
Jumlah lajur (total) untuk kedua arah
WBD = (b+d/2)/2 <5,5 ≥5,5 WAC= (a/2+c/2)/2 <5,5 ≥5,5
2 4 2 4
Kode IT Jumlah Lengan Simpang
Jumlah Lajur Jalan Minor
Jumlah Lajur Jalan Major 322
324 342 422 424
3 3 3 4 4
2 2 4 2 2
2 4 2 2 4
masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban lalu lintas. Prasarana berupa jalur jalan dibatasi oleh ketentuan lebar jalur jalan, perlengkapan jalan (marka), dan kelas jalan, serta banyaknya lajur (warpani,2002).
Cara mengatur dan mengendalikan kelancaran arus lalu lintas adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan moda (lajur khusus) b. Belok kiri langsung
c. Larangan belok kanan d. Arus pasang
e. Arus searah
Sedangkan cara pengendalian lalu lintas pada persimpangan adalah : a. Rambu STOP (berhenti) atau rambu YIELD (beri jalan/give way) b. Rambu pengendalian kecepatan
c. Kanalisasi di simpang d. Bundaran
e. Lampu pengatur lalu lintas 2.5 Kinerja Lalu Lintas
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) ukuran atau parameter kinerja lalu lintas diantaranya adalah Level of Performace (LoP). LoP berarti ukuran kwantitatif yang menjelaskan tentang kondisi operasional dari fasilitas lalu lintas seperti yang dinilai oleh pembina jalan (pada umumnya di nyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan rata-rata, waktu tempuh, tundaan, peluang antrian, panjang antrian dan rasio kerndaraan terhenti). Ukuran- ukuran kinerja simpang tak bersinyal berikut dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu sehubungan dengan kondisi geometrik, kondisi lingkungan dan kondisi lalu lintas adalah :
1. Kapasitas (C)
2. Derajat kejenuhan (DS) 3. Tundaan (D)
4. Peluang antrian (QP %).
2.6 Kapasitaas Simpang Tak Bersinyal
Pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) menjelaskan bahwa kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu dinyatakan dalam satuan kendaraan/jam atau smp/jam. Kapasitas total suatu persimpangan dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian antara kapasitas dasar (Co) dan faktor-faktor penyesuaian (F). Rumusan kapasitas simpang menurut MKJI 1997 dituliskan sebagai berikut :
C = Co x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI……….. ( 3 ) keterangan ;
C = Kapasitas aktual (sesuai kondisi yang ada) Co = Kapasitas Dasar
FW = Faktor penyesuaian lebar masuk
FM = Faktor penyesuaian median jalan utama FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor.
FLT = Faktor penyesuaian rasio belok kiri FRT = Faktor penyesuaian rasio belok kanan FMI = Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor.
2.6.1 Kapasitas Dasar
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia MKJI 1997, penentuan kapasitas dasar bisa dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Kapasitas dasar
Tipe simpang IT Kapasitas dasar smp/jam
322 342
324 atau 344 422
424 atau 444
2700 2900 3200 2900 3400
Sumber MKJI 1997
2.6.2 Penyesuaian lebar pendekat, (Fw), diperoleh dari tabel 2.5 Tabel 2.5 Penyesuaian Lebar Pendekat
Sumber MKJI 1997
2.6.3 Faktor penyesuaian median jalan utama
Tabel 2.6 Faktor penyesuaian median jalan utama
Kondisi Simpang Tipe Median Faktor Koreksi FM Tidak ada median di jalan mayor
Ada median di jalan mayor dengan lebar < 3m
Ada median di jalan mayor dengan lebar > 3m
Tidak ada Median
sempit Median lebar
1 1,0
1,20
Sumber MKJI 1997
2.6.4 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Faktor penyesuaian Ukuran Kota dilihat pada tabel 2.7 Tebel 2.7 Faktor penyesuaian ukuran kota
Ukuran Kota CS
Penduduk (juta)
Faktor Penyesuaian FCS
Sangat kecil Kecil Sedang
Besar Sangat Besar
< 0,1 0,1 - 0,5 0,5 - 1,0 1,0 - 3,0
> 3,0
0,82 0,88 0,94 1,00 1,05 Sumber MKJI 1997
2.6.5 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping, dan Kendaraan Tak bermotor
Dapat dihitung dengan menggunakan tabel 2.8
Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping, dan Kendaraan Tak bermotor
sumber MKJI 1997
2.6.6 Faktor Penyesuaian Belok Kiri
Faktor penyesuaian belok kiri ditentukan dari Tabel 2.9 Tabel 2.9 faktor penyesuaian belok kiri
Sumber MKJI 1997
2.6.7 Faktor Penyesuaian Belok Kanan
Faktor penyesuaian belok kanan ditentukan dari Tabel 2.10 Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Belok Kanan
Sumber MKJI 1997
2.6.8 Faktor Penyesuaian Rasio Arus Jalan Minor (FMI)
Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor ditentukan dari Tabel 2.5 dan Tabel 2.11
Tabel 2.11 Rasio Arus Jalan Minor PMI
Sumber MKJI 1997
Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Rasio Arus Jalan Minor (FMI)
Sumber MKJI 1997 2.7 Derajat Kejenuhan
Pengertian Derajat kejenuhan (DS) merupakan rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam), dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut:
DS = 𝑸𝒕𝒐𝒕
𝑪
………. (4)
keterangan ;
DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas (smp/jam) 2.8 Tundaan
Tundaan simpang dihitung sebagai berikut D = DG + DTI (det/smp)………. (5) dimana :
DG = Tundaan geometrik simpang DTI = Tundaan lalu-lintas simpang a. Tundaan geometrik simpang (DG)
Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh kendaraan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dari rumus berikut
Untuk DS < 1,0
DG = (1- DS) × (PT × 6 + (1- PT) × 3) + DS × 4 (det/smp)………..(6) Untuk DS ≥ 1,0:
DG = 4 Dimana
DG = Tundaan geometrik simpang DS = Derajat kejenuhan
PT = Rasio belok total.
b. Penentuan tundaan lalu-lintas jalan minor (DTMI)
Tundaan lalu-lintas jalan minor rata-rata, ditentukan berdasarkan tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata
DTMI = ( QTOT × DTI - QMA × DTMA)/QMI……….(7) Dimana
DTMI = Tundaan lalu lintas jalan minor QMI = Arus kendaraan Jalan Minor Q tot = Arus Total kendaraan QMA = Arus kendaraan Jalan utama DTMA = Tundaan lalu lintas jalan utama c. Tundaan lalu-lintas jalan-utama (DTMA)
Tundaan lalu-lintas jalan-utama adalah tundaan lalu-lintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan-utama. DTMA ditentukan dari kurva empiris antara Tundaan lalu lintas jalan utama DTMA dengan Derajat kejenuhan DS, lihat Tabel 2.13
Tabel 2.13 Tundaan lalu-lintas jalan-utama (DTMA)
Sumber MKJI 1997
d. Tundaan lalu-lintas simpang (DTI)
Tundaan lalu-lintas simpang merupakan tundaan lalu-lintas rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk simpang. DT, ditentukan dari kurva empiris antara DT, clan DS, lihat Gambar 2.7
Tabel 2.14 Tundaan lalu-lintas simpang (DTI)
Sumber MKJI 1997
2.9 Peluang Antrian
Rentang-nilai peluang antrian ditentukan dari hubungan empiris antara peluang antrian dan derajat kejenuhan, lihat Tabel 2.8
Batas atas : QPa = (47,71 x DS) – (24,68 x DS2) + (56,47 x DS3)…….. ( 8 ) Batas Bawah :QPb = (9,02 x DS) + (20,66 x DS2) + (10,49 x DS3) …....( 9 )
Tabel 2.15 Peluang Antrian
Sumber MKJI 1997