perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pencemar Sungai Martapura.
1. Sumber Pencemar.
Sungai Martapura mempunyai peranan penting sebagai sumber kehidupan Orang Banjar dan pusat kinerja interaksi dalam berbagai sektor ekosistem perairan. Aktivitas kehidupan yang mendominasi Sungai Martapura adalah kegiatan domestik rumah tangga, industri, pertanian, perikanan yang pada akhirnya menurunkan kualitas dan kuantitas air sebagai bahan baku air minum dan air bersih.
Sungai yang secara terus menerus mendapatkan penambahan bahan buangan atau bahan pencemar akan mengakibatkan ketidakmampuan sungai tersebut dalam melakukan pemulihan. Pencemaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dan perbedaan karakter pencemar ini menyebabkan gangguan keseimbangan konsentrasi secara kimia, fisika dan biologi yang berdampak pada gangguan ekosistem.
Zoning penelitian ini berada di titik Sungai Bilu, karena Kelurahan Sungai Bilu dan Sungai Jingah adalah Kelurahan yang saling berhadapan dalam kawsaan Sungai Martapura.
Dari hasil diidentifikasi, dapat dikelompokkan dan diklasifikasikan sumber pencemar yang berada disekitar zona dan juga berasal dari sub DAS atau anak-anak sungai yang limbahnya menuju ke titik sumber untuk mempermudah inventarisasi sumber pencemar. Klasifikasi sumber pencemar dapat dilihat pada tabel 8 berikut .
Tabel 8. Klasifikasi Sumber Pencemar Air Sungai Martapura Pada Titik Sungai Bilu.
Karakteristik Limbah Sumber Tertentu (Point Sources)
Sumber Tak Tentu (Difuse Sources) Limbah Domestik Aliran limbah yang berasal dari
saluran dan sistem pembuangan limbah domestik terpadu (IPAL).
- Aliran limbah yang berasal dari permukiman dan penginapan.
- Aliran limbah rumah makan.
- Aliran limbah pasar.
Limbah Non Domestik Aliran limbah industri. - Aliran limbah pertanian.
- Aliran limbah peternakan dan perikanan.
- Aliran limbah dari kegiatan UKM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149 Berdasarkan tabel 8, sumber tertentu (point sources) merupakan sumber pencemar air sungai yang berasal dari sumber yang sudah jelas dan dapat diidentifikasi yaitu air limbah yang berasal dari pengolahan IPAL dan air buangan yang berasal dari limbah industri yang terolah. Sedangkan sumber tak tentu (Difuse Sources) adalah sumber-sumber pencemar yang tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat, pada umumnya terdiri dari sejumlah besar dari sumber-sumber yang relatif kecil. Biasanya sumber pencemar ini berasal dari kegiatan domestik, pertanian, perikanan dan industri kecil menengah yang terakumulasi dan berpotensi menghasilkan limbah yang besar.
Sungai Martapura tercemar domestik berdasarkan data dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Banjarmasin. Berdasarkan hasil identifikasi maka inventarisasi sumber-sumber pencemar domestik pada area penelitian dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini .
Tabel 9. Inventarisasi Sumber Pencemar Domestik.
Zona Area Sungai Bilu Sungai Jingah
Luas Area 1044,62 Ha 2045,33 Ha
Jumlah Penduduk 2364 jiwa 5336 jiwa
Sumber Limbah
- Pasar - Pasar Terminal Km.6
- Pasar Pandu - Pasar Achmad Yani - Pasar Kuripan - Pasar Batuah - Pasar Jahri Saleh
- Hotel
- Hotel 99 - Graha Fortuna - Global
- Home Stay Filips - Andika
- Andika 2 - Tambangan - Pandansari - Home stay Bintang - Widuri
- Teja
- Penginapan Melayu
- Save - Bee
- Wisma Aida - Mess Felbury
- Rumah Makan
- Warung Erna - Pempek Manoek - Warung Sate Mufakat
- Rumah Makan Padang Minang Maimbai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150 Lanjutan (Tabel 9)
Sumber Limbah Sungai Bilu Sungai Jingah
- Rumah Makan
- Warung Cak Wo - Warung Soponyono - Restaurant Arwana - Warung Mie Gardu Induk - Warung Yana
- Warung Pahlawan Sate - Warung Erna
- Pempek Manoek - Warung Sate Mufakat - Warung Cak Wo - Warung Soponyono - Restaurant Arwana - Warung Mie Gardu Induk - Warung Yana
- Warung Pahlawan Sate - Warung Yogya Chicken - Warung Lontong Orari
- Warung Nasi Kuning Cempaka
- Rumah Makan MutiaraPondok Ikan Bakar Asian
- Rumah Makan Ayam Goreng Kudus - Pondok Kemangi
- Soto Lamongan Cak Hari - Rumah Makan Fauzan 2 - Rumah Makan Rudi Hermanto - Rumah Makan Roda Baru - Rumah Makan Leto
- Rumah Makan Wong Solo A. Yani - Rumah Makan Dunia Laut
- Warung Ibu Sukini
- Rumah Makan Lampau Bulan - Warung Mie Dadang
- Bakso Teguh - Bakso Budi Hengki - Bakso Ayu
- Rumah Makan Padang Bungo Tanjung
- Rumah Makan Wong Solo Gatot Subroto
- Depot Madezo 3 - Pempek Citra 1 - Restaurant Lima Rasa - Tambak Yuda
- Warung Mie Goreng Yadi - Warung Mie Agung Bekasi - Warung Padang Doa Bundo - Rumah Makan Alam Sari - Soto Bawah Jembatan - Soto Bang Amat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151 Lanjutan (Tabel 9).
Zona Area Sungai Bilu Sungai Jingah
- Rumah Makan
- Rumah Makan Cianjur - Warung Bambu - Café La Coustic - Restaurant Day Avenue - Café Diamond
- Kedai Tantan - Ivanna Bakery
Soto Yana Yani
- Rumah Makan Padang Minang Maimbai
Data inventarisasi sumber pencemar yang teridentifikasi pada Sungai Martapura seperti yang ditampilkan pada tabel 9 terdapat 6 pasar, 16 hotel dan 62 rumah makan pada titik Sungai Bilu. Sumber pencemar yang berasal dari anak sungai pada Kelurahan Sungai Jingah terdiri dari 4 hotel atau penginapan dan 8 rumah makan dengan klasifikasi sumber pencemar domestik. Nilai terbesar disumbangkan oleh domestik rumah tangga, hotel dan rumah makan, sehingga dapat disimpulkan melalui identifikasi sumber pencemar yang berasal dari sumber tidak tentu tidak kalah besarnya memberikan sumbangan pada pencemaran domestik.
Kerapatan dan kepadatan permukiman serta jumlah penduduk menambah pencemaran domestik dari sumber yang tak tentu dengan aktivitas MCK yang tentunya meningkatkan pencemaran E.coli. Adapun pengujian kualitas air sungai pada titik Sungai Bilu dengan parameter domestik dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini .
Tabel 10. Kualitas Air Sungai Martapura Parameter Domestik Titik Sungai Bilu.
Parameter Satuan Baku Mutu Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
pH BOD COD DO TDS TSS Nitrat
Minyak dan Lemak Detergen
E.coli
- mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L MPN
6,0-9,0 2 10
6 1.000
50 10 0,05
600 MPN/100
sampel
6,00 1,87 17,0 4,2 - - - - - -
6,61 1,84 17,3 4,6 - - - - - -
5,80 2,79 25,6 33,45 71,7 80,0 -
<0,0010
<0.002 4940
6,10 44,9 68,4 4,80 112,5 80,0 - 710,0 203,5 7230
5,90 89,7 92,5 3,33 460 86,0 - 899,0 222,0 22600 Sumber : BLH Kota Banjarmasin Tahun 2015.
Sumber : Data Primer Tahun 2015-2016
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152 Tabel 11. Pengujian Kualitas Air Sungai Martapura Parameter Domestik Titik Sungai Bilu Tahun 2015-2016 (Musim Kemarau - Hujan)
Parameter Satuan Baku Mutu
Lokasi Titik Sampel Surgi Mufti Sungai
Bilu
Banua Anyar pH
BOD COD DO TDS TSS Nitrat
Minyak dan Lemak Detergen
E.coli
- mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L MPN
6,0-9,0 2 10
6 1000
50 10 0,05
600 MPN/100
sampel
5,8 29,80 75,91 4,77 3950 66,0 0,0630 1500 36,8 39000
5,68 149,34 127,3 4,60 1090 89,0 0,1332 1500 245,7 88000
7,67 5,90 10,79 5,02 787,0 22,0 0,1445 1000 124,8 67000
Tabel 10 dan 11 memperlihatkan terjadinya peningkatan pencemaran pada masing- masing parameter, namun terlihat meningkat dengan tajam adalah E.coli. Pertumbuhan permukiman dan jumlah masyarakat tepi air akan berbanding lurus dengan pertambahan jumlah limbah domestiik dan faeces yang dibuang ke sungai dan akan mempengaruhi tingkat kandungan Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) serta bakteri E.coli dalam sungai.
Sanitasi pada permukiman tepi air sangat buruk. Sebagian besar septictank terbuat dari kayu, sehingga ketika air pasang septictank terangkat dan air akan merembes keluar menuju ke sungai. Demikian pula dengan perumahan yang berada di daratan, walaupun konstruksi septictank terbuat dari beton, cairan dari septictank tetap akan menyebar keluar mengingat kondisi lahan rawa karena sistem septictank yang dipergunakan adalah sistem cubluk.
Pencemaran erat kaitannya dengan besaran atau volume limbah domestik yang bervariasi dan berhubungan dengan pola hidup masyarakat. Rata-rata air limbah yang berasal dari permukiman menurut Metalf dan Eddy dalam Sasongko (2006) dapat ditunjukkan oleh tabel 12 berikut.
Sumber : Data Primer Tahun 2015-2016
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153 Tabel 12. Rata-Rata Air Limbah Dari Daerah Pemukiman.
Sumber Satuan Jumlah Aliran (liter/unit/hari) Kisaran Rata-Rata
Apartemen orang 200-300 260
Hotel, penghuni tetap orang 150-220 190
Tempat tinggal keluarga - Rumah pada kondisi rata-rata - Rumah yang lebih baik - Rumah mewah - Rumah agak modern - Rumah pondok
orang orang orang orang orang
190-350 250-440 300-550 100-250 100-240
280 310 380 200 190
Rumah gandengan orang 120-200 150
Sumber : Metalf dan Eddy dalam Sasongko (2006)
Tabel 12 menunjukkan pencemaran limbah domestik merupakan pencemar terbesar yang disumbangkan dari kawasan hunian seperti apartemen, hotel, dan perumahan tepi air.
Tingkat konsumsi air di perkotaan adalah 138,5 liter/hari/orang sedang dipedesaan adalah 60 liter/hari/orang. Air tersebut sebagian akan kembali ke lingkungan dalam bentuk limbah.
Laju penghasilan air limbah biasanya antara 30 – 70 m³ per orang per tahun.
Air bekas cucian, kamar mandi, cuci perabot dan dapur dikategorikan sebagai limbah yang mengandung sabun atau deterjen dan mikroorganisme. Selain itu ada buangan tinja dan urine manusia yang dipandang berbahaya, karena mengandung bakteri E.coli dan mempengaruhi kualitas air (Soemirat dalam Sasongko,2006). Komposisi limbah rumah tangga menurut Johnsson dalam Khairuddin (2003) dapat dilihat pada tabel 13 berikut ini.
Tabel 13. Komposisi Limbah Cair Rumah Tangga.
Uraian Tinja Urin Mandi, Cuci dan Dapur
BOD 16,44 mg/hari 8,22 gr/hari 71-23 mg/hari
Fosfor 1,37 mg/hari 2,47 gr/hari 0,38-1,23 mg/hari
Nitrogen 3,84 mg/hari (tinja) 27,40 mg/hari 2,47 mg/hari
Kalium 2,47 mg/hari 6,30 mg/hari 1,37 mg/hari
Jumlah Air Kotor 25-40 kg/hari 60-100 kg/hari 250-500 kg/hari Sumber : Johnsson dalam Khairuddin (2003)
Asumsi : Tiap rumah tangga terdiri dari 2,5 orang.
Tabel 13 menunjukkan komposisi dari parameter BOD, Fosfor, Nitrogen dan Kalium yang terkandung dalam limbah domestik tanpa melalui proses pengolahan. Jika limbah ini langsung memasuki perairan, maka dapat dipastikan bahwa jumlah muatan limbah ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154 akan terakumulasi di sungai dan apabila dikalikan dengan jumlah masyarakat maka akan menurunkan kualitas sungai akibat pencemaran domestik.
Perilaku domestik masyarakat yang kurang memperdulikan lingkungan tidak hanya terjadi di Kota Banjarmasin dan kota-kota lain di Indonesia yang memiliki karakteristik wilayah dan budaya yang sama. Shittu et.al (2014) menyatakan bahwa perilaku domestik dan mercemari lingkungan juga terjadi di Nigeria. Lingkungan masyarakat miskin membuang sampah pada selokan terdekat dan belakang rumah. Lebih dari setengahnya tidak memiliki toilet, sehingga aktifitas MCK juga dilakukan di sungai. Demikian pula Chen (2013) menyatakan bahwa sumber utama pencemaran domestik di Sungai Jinjiang China berasal dari pertanian, pembuangan air limbah industri dan masyarakat tepi perairan Sungai Jinjiang yang memberikan limbah domestik diidentifikasi sebagai sumber pencemar utama.
Sumber pencemar berdasarkan hasil inventarisasi pada areal Sungai Bilu dan Sungai Jingah dapat dipetakan seperti yang ditunjukkan pada gambar 17. Sumber pencemar domestik domestik tidak hanya secara langsung memasuki DAS Martapura tetapi melalui sub-sub DAS yaitu berupa sungai-sungai kecil yang menyebar dan pada akhirnya menuju satu titik, adapun sungai kecil itu adalah Sungai Bilu dan Sungai Jingah yang terusan alirannya menuju sungai besar yaitu Sungai Martapura.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 17. Peta Sumber Pencemar Domestik Titik Sungai Bilu Zona Kelurahan Sungai Bilu dan Sungai Jingah. 155 Kota Banjarmasin
NIM : T731208001
Aliran Sungai Bilu Aliran Sungai Jingah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156 2. Kerusakan DAS Martapura.
Pencemaran Sungai Martapura di bagian hilir yaitu Kota Banjarmasin erat kaitannya dengan pencemaran dan kerusakan DAS Martapura di bagian hulu. Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan di DAS Martapura sudah mengarah pada taraf yang dapat mengancam keberlanjutan pasokan sumberdaya alam untuk pembangunan di masa mendatang.
Beberapa isu penting kerusakan sumber daya alam dan lingkungan di DAS Martapura dan dapat dijadikan indikator kerusakan adalah :
1. Penurunan kualitas dan kuantitas sungai Martapura yang sudah berada di bawah ambang batas ketentuan sungai yang lestari.
2. Konversi Lahan.
3. Kerusakan Lingkungan, meliputi penggundulan hutan, sedimentasi, permukiman liar di tepian perairan dan pencemaran air.
Kerusakan DAS Martapura di bagian hulu menurut Novitasari (2012) adalah karena adanya degradasi hutan, penebangan liar dan peningkatan jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) . Kawasan hutan daerah hulu Sungai Riam Kanan yang menjadi sub DAS sungai Martapura hanya berkisar 25% dari total seluruh wilayah hutannya yang masih asri.
Sedangkan hampir 75% kawasan hutan menjadi wilayah hutan kritis di hulu DAS.
Sungai Martapura bagain hilir mendapatkan sumbangan pencemaran yang berasal kerusakan DAS bagian hulu yang juga didominasi oleh dengan parameter domestik (E.coli) , maka aktivitas di sepanjang DAS Martapura dapat diilustrasikan pada gambar 18 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157 c
Gambar 18. Aktivitas Kehidupan di DAS Martapura pada Bagian Hulu dan Tengah.
HILIR HULU
Laut jawa
Pegunungan Meratus
Kota Banjarmasin Kabupaten Banjar
Pertambangan Batu Bara
Pertanian
Bahan galian B &C
Industri
PLTA
Padatnya permukiman dan toilet terapung dan aktivitas MCK di sepanjang DAS
c c
Intake Irigasi Martapura PDAM Intan Banjar
Penebangan pohon Penambangan emas dan intan
Sungai Barito
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158 Gambar 19. Aktivitas Kehidupan di DAS Martapura pada Bagian Hilir.
HILIR Kota Banjarmasin
Laut jawa
Keramba Jaring Apung
Rumah Makan
Pasar Indutri
Jasa Pariwisata
Pertamina Pelabuhan
Pemotongan kayu dan moulding
Intake Sungai Bilu PDAM Bandarmasih
Intake Sungai Lulut PDAM Bandarmasih
Padatnya permukiman dan toilet terapung dan aktivitas MCK di sepanjang DAS Kampung Sasirangan
Home Industry Saos dan Sirup Sungai Barito
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159 Sungai merupakan satu kesatuan ekologis yang pada sistem pengelolaannya terbagi dalam beberapa wilayah administratif seperti yang dijelaskan pada gambar 18 dan 19, bagian hulu dan tengah DAS berada pada Kabupaten Banjar dan bagian hilir mengaliri dan membelah Kota Banjarmasin. Aktivitas pada bagian hulu akan memberi dampak pada bagian hilir, begitu pula dengan pencemaran Sungai Martapura telah dimulai pada bagian hulu. Selain kegiatan regional, aktivitas domestik masyarakat menyumbangkan angka sangat besar. Ilustrasi tersebut memperlihatkan pertumbuhan permukiman yang semakin padat dan mendesak masuk ke badan perairan, bahkan hampir menutup separo dari badan aliran sungai. Aktivitas domestik tersebut menyumbangkan pencemaran domestik pada Sungai Martapura pada bagian hulu yang didominasi oleh parameter total coliform, detergen, minyak dan lemak. Novitasari (2012) menegaskan bahwa penambahan jumlah Rumah Tangga Miskin menyebabkan pertumbuhan permukiman liar pada lahan yang tidak semestinya. Pola kehidupan masyarakat banjar yang berorientasi pada sungai menyebabkan maraknya pertumbuhan permukiman. Aktivitas bagian hilir juga tidak terlalu jauh berbeda dengan aktivitas pada bagian hulu yang di sepanjang DAS ditumbuhi permukiman karena kurangnya ketersediaan lahan dan dukungan ekonomi.
Dampak dari pertambangan terbuka pun menambah daya rusak air pada bagian hulu.
Pertambangan liar batu bara, intan dan emas yang kini marak di Kabupaten Banjar tidak mempertimbangkan pencemaran pada Sungai Martapura, demikian pula dengan bahan galian B dan C.
Berdasarkan data Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih pada Tahun 2014 menghadapi kendala besar dalam operasional karena tingginya sedimentasi sehingga kesulitan untuk mendapatkan air baku pada perairan Sungai Martapura yang pada musim kemarau terhalang lumpur yang tebal di areal intake di Sungai Tabuk. Erosi juga disebabkan oleh penggundulan hutan di pegunungan meratus yang terbawa hingga terhilir.
Penambahan biaya yang sangat besar dengan investasi senilai 600 milyar rupiah adalah untuk melakukan pengerukan lumpur disekitar intake PDAM dengan kapasitas penyedotan 1.700 liter/detik. Identifikasi dari akar permasalahan kerusakan dan pencemaran DAS Martapura dapat dilihat pada tabel 14 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160 Tabel 14. Permasalahan pada Daerah Aliran Sungai Martapura.
Wilayah atau Area Permasalahan Akar Masalah
1. Hulu
- Pertambangan Batu Bara, Emas dan Intan.
- Bahan Galian B dan C.
- Penebangan liar.
- Degradasi dan konversi lahan.
- Pertanian.
- Padatnya Permukiman di Tepian Perairan.
- Lemahnya Penegakan Hukum.
- Lemahnya Pengawasan Lingkungan.
- Kurangnya sosialisasi tentang penggunaan bahan kimia pada pertanian.
- Rendahnya Tingkat Kesadaran Masyarakat.
- Pola Budaya Lokal Masyarakat
- Rendahnya Tingkat Pendapatan Masyarakat 2. Tengah
- Limbah Industri Lokal dan Industri Rumah Tangga.
- Limbah domestik.
- Padatnya Permukiman di Tepian Perairan
- Lemahnya Penegakan Hukum.
- Lemahnya Pengawasan Lingkungan.
- Rendahnya Tingkat Kesadaran Masyarakat.
- Pola Kehidupan Budaya Lokal Masyarakat - Degradasi tata guna lahan.
- Lemahnya Implementasi Penataan Ruang.
- Rendahnya Tingkat Pendapatan Masyarakat dan Kemiskinan.
3. Hilir
- Petani Ikan, Keramba Jaring Apung - Limbah Industri Lokal dan Industri Rumah
Tangga - Jasa Pariwisata.
- Jasa Pelabuhan.
- Limbah Domestik.
- Pertumbuhan Permukiman di Tepian Perairan
- Kurangnya Sosialisasi Pemberian dan Penggunaan Pakan.
- Lemahnya Penegakan Hukum.
- Lemahnya Pengawasan Lingkungan.
- Kurangnya Fasilitas Pendukung Untuk Penanganan dan Pengelolaan Limbah.
- Lemahnya Penegakan Hukum..
- Lemahnya Pengawasan Lingkungan - Rendahnya Tingkat Kesadaran Masyarakat.
- Pola Kehidupan Budaya Lokal Masyarakat.
- Degradasi tata guna lahan.
- Lemahnya Implementasi Penataan Ruang.
- Rendahnya Tingkat Pendapatan Masyarakat dan Kemiskinan.
Tabel 14 mengidentifikasikan permasalahan dan akar permasalahan kerusakan DAS Martapura mulai dari bagian hulu sampai pada bagian hilir. Permasalahan kerusakan dan pencemaran DAS Martapura ini secara mengakar adalah permasalahan yang umum dalam pengelolaan semua sungai di Indonesia, yaitu lemahnya pengawasan, sosialisasi, penegakan hukum, degradasi tata guna lahan, penggundulan hutan, kurangnya fasilitas publik untuk pengelolaan limbah serta kurangnya keperdulian masyarakat terhadap pelestarian sungai yang terlepas dari kendali pemerintah. Kerusakan dan pencemaran DAS bukanlah hal yang baru namun akan menjadi masalah besar jika tidak segera ditangani.
Sumber : Data Primer Tahun 2015-2016.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161 62
28
58
98 70 74 100
60
23 79
70 83
89 100
0 20 40 60 80 100
fungsi : sebagai tempat mandi dan mencuci
local wisdom : pelestarian kegiatan budaya sungai
permukiman : lokasi di daratan kawasan Sungai Martapura
tingkat pendidikan SMP sosial : hubungan kekerabatan
keluarga dekat pengelolaan sampah : dibuang
ke sungai
belum ada saluran ipal dan drainase
Kelurahan Sungai Bilu Kelurahan Sungai Jingah
Pencemaran yang terjadi pada Sungai Martapura menurut Sari, dkk (2014) ditunjukan dengan adanya parameter pencemar yang melebihi baku mutu yang diizinkan. Pengaruh penggunaan lahan pada masalah air terlihat pada penggunaan lahan antara lain permukiman, perdagangan, jasa atau industri di sekitar lokasi sumber air, sehingga segala aktivitas dan perubahan yang terjadi di kawasan tersebut memberi dampak pengaruh pada sumber air melalui jaringan aliran drainase.
B. Partisipasi Masyarakat Tepi Air Dalam Bentuk Kearifan Lokal.
Partisipasi adalah peran serta dari seluruh warga masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholder) untuk melaksanakan sebuah kegiatan dan bertanggung jawab dimulai dari proses perencanaan, pembangunan sampai pemeliharaan. Metode partisipatif berbasis masyarakat berfungsi untuk mendorong partisipasi masyarakat khususnya yang bermukin ditepian air Sungai Martapura dalam rangka pelestarian Sungai Martapura.
Kearifan lokal kehidupan masyarakat dengan atribut kesungaian menjadi salah satu daya tarik pariwisata Kota Banjarmasin.
Dalam mitigasi pencemaran Sungai Martapura, partisipasi atau peran serta masyarakat sangat diperlukan, mengingat pola permukiman dan kehidupan masyarakat sangat dekat dengan perairan. Partisipasi dibentuk dari suatu pemahaman yang utuh.
Konsistensi dari pemahaman akan membangkitkan partisipasi dan peran serta sebagai wujud dari sesuatu yang dipahami. Hasil dari persepsi dan pemahaman tersebut dapat dilihat pada gambar 20 berikut ini.
Gambar 20. Persepsi Terhadap Sungai Martapura.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162 1. Persepsi Masyarakat Tepi Air.
a. Fungsi Sungai Martapura.
Persepsi fungsi Sungai Martapura menurut responden pada Kelurahan Sungai Bilu dan Sungai Jingah adalah sebagai tempat mandi dan mencuci, disamping sebagai tempat untuk mencari nafkah dan rekresi. Nafkah dalam kondisi ini dapat diterjemahkan sebagai mencari penghasilan tidak hanya dari berdagang di sungai atau ditepian sungai, tetapi juga mendapatkan sesuatu atau hasil dari sungai berupa tangkapan ikan. Nafkah lainnya didapatkan dari usaha penyeberangan atau transportasi air, baik itu sebagai pengemudi kapal air atau kelotok. Sebagian kecil lainnya masih memanfaatkan Sungai Martapura sebagai tempat berdagang sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup walaupun pada kenyataannya sudah tidak mampu menopang perekonomian.
Tujuan pembangunan Kota Banjarmasin tentunya memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh apapun, terutama bahan pangan, sandang dan papan. Akses jalan dan jembatan yang dibangun memberikan kelancaran dalam beraktivitas. Setiap pembangunan pasti akan memberikan dampak positif dan negatif.
Pengaruh akses jalan di daratan mengalihkan perdagangan yang pada mulanya terjadi diperairan ke daratan. Pasar induk bahkan pasar-pasar lainnya mulai tumbuh didaratan.
Kemudahan masyarakat untuk mendapatkan bahan pangan beralih ke daratan, sehingga audensi dari perdagangan terapung sangat sedikit bahkan boleh digantikan dengan kata lain perdagangan dengan pasar terapung hampir punah. Kemudahan yang berikan pemerintah untuk mendapatkan bahan pangan di pasar daratan mengancam kestabilan dari budaya lokal yang konsistensi kepada perairan.
b. Kearifan lokal.
Sungai mempunyai peranan dan arti yang sangat penting bagi masyarakat Banjarmasin. Disampaikan oleh Marko (2009) bagi penduduk pribumi asli Kalimantan yaitu Orang Dayak, sungai adalah identitas diri. Orientasi hidup itu sendiri dipahami dengan segala aktifitas kehidupan dan permukiman di sungai. Kegiatan budaya sungai merupakan salah satu kearifan lokal yang dimiliki oleh Orang Banjar. Kegiatan tersebut meliputi upacara ritual adat penyembuhan yang dilakukan Orang Dayak, lomba dayung, lomba perahu hias dan lain sebagainya yang dilakukan di sungai. Pengaruh masuknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163 budaya Islam yang dibawa oleh pedagang arab dan india membawa perubahan pada budaya lokal. Kegiatan ritual sudah mulai ditinggalkan karena Orang Dayak sudah mulai masuk hutan bergabung dengan komunitasnya dan Orang Dayak yang menjadi muslim dinamakan Orang Banjar. Dampak dari degradasi budaya ini mengakibatkan kearifan lokal semakin lemah, sehingga sedikit sekali masyarakat yang mengikuti kegiatan budaya sungai. Selain itu, dorongan kebutuhan ekonomi mengakibatkan masyarakat harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga meninggalkan untruk melibatkan diri dalam kegiatan budaya sungai.
c. Permukiman.
Permukiman pinggir sungai juga merupakan bagian dari budaya sungai dan kesenangan untuk bermukim ini menjelaskan kuatnya budaya lokal masyarakat tepi air.
Kawasan permukiman masyarakat tepi air yang terus tumbuh pada masa sekarang dan sudah berusia lebih dari lima puluh tahun sudah sangat layak untuk dijadikan kawasan cagar budaya, seperti pada kawasan permukiman tua di sepanjang aliran sungai yaitu pada kelurahan Sungai Jingah dan Kelurahan Sungai Bilu.
Sebagian besar responden berkeinginan kuat untuk memiliki permukiman yang berada di kawasan Sungai Martapura. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 20 responden menginginkan tinggal di daratan yang masih berada dalam kawasan Sungai Martapura.
Suasana lingkungan permukiman yang nyaman dan sanitasi yang baik menjadi harapan responden.
Kepadatan permukiman secara langsung memberikan pengaruh psikologis bagi pemukim. Kondisi kenyamanan bermukim bukanlah merupakan pilihan, namun tekanan kondisi kehidupan memaksa untuk terus dipenuhi sehingga pertimbangan ekonomi selalu menjadi momok untuk mendapatkan permukiman yang layak.
Kondisi permukiman masyarakat tepi air Sungai Martapura tumbuh secara merebak dan tidak terkendali, rumah-rumah panggung seharusnya menjadi ikon budaya sungai Kota Banjarmasin tumbuh padat tidak beraturan di sepanjang aliran sungai. Fakta yang demikian membawa masalah baru bagi perkembangan kota. Selain menimbulkan kesan kumuh, juga memberikan lingkungan yang tidak sehat untuk dihuni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164 Permukiman masyarakat tepi air Sungai Martapura umumnya berbentuk rumah tradisional banjar dengan tipe rumah kayu, berkonstruksi panggung dan berderet mengikuti aliran sungai (line village). Chair (2002) menyebutkan bahwa berkembangnya permukiman pada DAS menandai adanya sebuah sejarah peradaban dan kebudayaan manusia sejak ribuan tahun yang lalu .
Peranan sungai yang sangat besar mendorong pertumbuhan permukiman di sepanjang aliran sungai dan daratan disekitar sungai. Orang Banjar membangun permukiman sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, kondisi sosial budaya dan kemampuan ekonomi. Karakteristik dan faktor yang mempengaruhi kondisi permukiman dikawasan sekitar aliran sungai adalah tingkat pendapatan yang rendah sehingga karakteristik dan kondisi fisik bangunan juga belum benar-benar layak sebagai rumah tinggal.
Berkembangnya berbagai kegiatan pembangunan memberikan tekanan yang sangat besar terhadap lahan kota. Penurunan atau degradasi kawasan secara fisik dapat terlihat dari kualitas lingkungan yang salah satu diantaranya adalah berkembangnya daerah kumuh, kondisi kualitas bangunan yang rendah sebagai akibat dari kualitas hidup yang rendah serta prasarana dan sarana lingkungan yang terbatas. Kelurahan Sungai Bilu dan Sungai Jingah merupakan salah satu dari kawasan yang mengalami kondisi tersebut di atas.
Ditinjau dari segi keamanan, permukiman kumuh di sepanjang DAS Martapura cukup rentan terpengaruh dengan naik-turun permukaan air atau pasang-surut. Masyarakat tepi air tidak menganggap hal ini sebagai permasalahan yang serius, karena kondisi yang demikian sudah terus menerus terjadi semenjak nenek moyang. Masyarakat tepi air dapat beradaptasi dengan melakukan pembelajaran atas situasi dan kondisi serta penyikapan yang bijaksana sehingga mampu menciptakan kearifan lokal untuk hidup bersama alam dengan menaklukkannya yaitu dengan membangun permukiman di sepanjang perairan dengan konstruksi panggung. Konstruksi ini juga menyesuaikan dengan kontur Kota Banjarmasin yang merupakan daerah rawa serta dilewati oleh sungai-sungai.
Berdasarkan hasil observasi dan identifikasi kondisi permukiman masyarakat tepi air Sungai Martapura dapat dilihat pada tabel 15 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165 Tabel 15. Kondisi Permukiman.
Identifikasi Kelurahan Sungai Bilu Kelurahan Sungai Jingah
Kepadatan Bangunan >80 unit per ha >80 unit per ha
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 50-75% 50-75%
Jumlah Lantai 1 lantai 1 lantai
Garis Sempadan Bangunan Tidak beraturan Tidak beraturan
Sumber : Data Primer Tahun 2015-2016.
Bahan bangunan yang dipergunakan adalah kayu ulin dengan kualitas yang paling baik, namun ada juga keberapa yang mempergunakan kayu jenis lain untuk menambah komponen bangunan dan juga mengatasi kemahalan dan kelangkaan kayu ulin. Masyarakat tepi air umumnya adalah masyarakat kelas bawah dengan perekomian yang sangat minim sehingga untuk konstruksi bangunan kayu yang dipergunakan adalah kayu galam dan meranti. Adapun bahan yang dipegunakan untuk konstruksi rumah masyarakat tepi air Sungai Martapura adalah sebagai berikut.
Tabel 16. Jenis Bahan Bangunan Yang Digunakan.
Komponen Jenis Konstruksi Jenis Bahan
Pondasi Kaca Puri Kayu ulin dan galam
Lantai / penutup Rangka / lembaran Kayu ulin atau meranti (papan) Dinding / penutup Rangka / lembaran Kayu ulin atau meranti (papan) Langit-langit / penutup Rangka / lembaran Kayu meranti atau plywood Atap / penutup Rangka / lembaran Kayu meranti, sirap atau seng
Tabel 16 menunjukkan bahwa konstruksi yang dipergunakan adalah kaca puri dengan bahan kayu ulin dan meranti. Berdasarkan identifikasi dan observasi lapangan dapat diinventarisasi kerusakan bangunan rumah pada permukiman masyarakat tepi air di Kelurahan Sungai Bilu dan Sungai Jingah. Adapun kerusakan komponen rumah yang terjadi secara umum sama di lima komponen, namun yang terparah kerusakan terjadi pada bagian pondasi karena pelapukan oleh lumut karena jenis kayu yang dipergunakan tidak seluruhnya mempergunakan kayu ulin karena harganya yang sangat mahal. Kerusakan komponen juga terjadi karena terendam sekian lama di sungai dan benturan perahu yang melintasi sungai. Adapun bagian dari komponen yang mengalami kerusakan dapat dilihat pada gambar 21 berikut ini.
Sumber : Data Primer Tahun 2015-2016
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166 Bagian yang mengalami kerusakan secara seperti yang ditampilkan pada gambar 21 adalah karena terendam air dan lumut. Tinggi permukaan air ketika pasang menenggelamkan badan rumah, sehingga tidak hanya rumah yang mengalami kropos tetapi juga memberi kerusakan pada peralatan rumah tangga.
Umumnya kawasan yang berada di tepian sungai merupakan bangunan ilegal, hanya sebagian yang sangat kecil merupakan bangunan legal Permukiman padat pada Kelurahan Sungai Bilu dan Kelurahan Sungai Jingah ditetapkan sebagai kawasan kumuh pada Studi Kumuh Kota Banjarmasin Tahun 2010 dengan kategori kumuh tinggi. Hal ini terkait dengan adanya kondisi geografis, yakni terjadinya abrasi sungai yang menggerus daerah pemukiman, dan pertumbuhan permukiman ke badan perairan.
Kawasan yang termasuk dalam kategori kumuh tinggi, cenderung mengalami kesulitan dalam jaringan drainase dan akses kawasan, sehingga ketika musim air pasang, terjadi genangan pada jalan akses kawasan permukiman. Jaringan akses yang ada, menjadi tidak memungkinkan lagi sebagai sarana pergerakan masyarakat sekitar kawasan tersebut.
Untuk keperluan air sehari-hari, masyarakat tepi air cenderung menggunakan air dari sungai yang mengalir. Beberapa yang memanfaatkan air PDAM sebagai air minum saja.
Kelurahan Sungai Bilu dan Kelurahan Sungai Jingah sebagai kawasan kumuh dapat dilihat pada peta kekumuhan gambar 22 dan 23 berikut ini.
1.00 m 2.00 m 3.00 m
tinggi permukaan air
permukaan air
Gambar 21. Komponen Kerusakan Bangunan Yang Terendam Air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 22. Studi Kumuh Kelurahan Sungai Bilu. 167
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 23. Studi Kumuh Kelurahan Sungai Jingah. 168
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169 d. Pendidikan Masyarakat Tepi Air.
Tingkat pendidikan memberi pengaruh pada sikap dan perilaku responden. Sebagian besar responden hanya menamatkan pendidikan 9 tahun. Tingkat pendidkan SMP sederajat ini memberi pengaruh pada tindakan responden dalam mengelola limbah domestik.
Perilaku responden selain dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap juga dipengaruhi oleh sistem sanitasi di permukiman tepian sungai. Tingkat pendidikan SMP juga memberikan pengaruh yang sangat besar pada pendapatan. Responden kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menunjang penghasilan. Rata-rata pekerjan yang dimiliki oleh responden adalah buruh, tukang bangunan dan serabutan, sehingga tidak dapat diprediksi bahwa jumlah penghasilan setiap bulannya tidak mencukupi kebutuhan hidup karena nilai penghasilan berada dibawah 1 juta rupiah per bulan dengan UMK 2 juta per bulan.
Perkembangan perekonomian Kota Banjarmasin yang pesat sebagai kota perdagangan dan jasa serta mulai merambah sektor pariwisata masih menyisakan masalah ekonomi dan sosial bagi kelompok masyarakat tertinggal yang berada bukan pada daerah pinggiran, namun berada di tengah perkembangan kota. Dengan fakta yang demikian, sebaiknya peningkatan pendidikan dapat tersentralisasi dalam zona kawasan tepian Sungai Martapura, dan dengan adanya peningkatan pendidikan baik secara formal maupun non formal terutama pada generasi selanjutnya diharapkan dapat mendongkrak sektor-sektor lainnya seperti ekonomi, sosial dan tujuan utama yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat serta peningkatan kenyamanan kawasan lingkungan dan terkendalinya pencemaran domestik.
e. Persepsi Terhadap Sosial Budaya.
Hubungan sosial responden ditandai dengan kedekatan hubungan kekerabatan yaitu kakek, nenek, ayah, ibu dan saudara bahkan kerabat dekat seperti paman, bibi ,saudara sepupu dan keponakan . Kehidupan sosial yang terbentuk pada masyarakat tepi air yang bermukim di sepanjang aliran sungai merupakan satu bentuk kekerabatan yang erat antar satu dengan yang lain sebagai satu rumpun pertalian Orang Banjar dalam keharmonisan interaksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170 f. Persepsi Terhadap Pengelolaan Sampah dan Layanan Persampahan.
Pengelolaan sampah pada permukiman tepi air belum dikelola dengan baik dan benar.
Responden mengumpulkan sampah ditempat sampah di rumah dan kemudian dibuang ke perairan Sungai Martapura selain dengan pembakaran. Tumpukan sampah yang dilarutkan di sungai menyebabkan kenaikan pencemaran dan peenyumbatan aliran pada Sungai Martapura. Beberapa faktor mempengaruhi perilaku masyarakat untuk membuang sampah ke sungai, diantaranya adalah pendidikan, ekonomi dan sosial. Menurut Yudidtira (2001) faktor pengetahuan dan budaya juga mendorong masyarakat dalam membuang sampah di sungai. Perilaku ini dianggap sebagai perilaku yang menyimpang karena jika suatu kawasan telah terpenuhi fasilitas dan layanan pengelolaan sampah.
Layanan persampahan dari pemerintah belum memasuki daerah tepian air. Pelayanan persampahan dari pemerintah disediakan berupa TPS per area masih terfocus pada kawasan tengah kota dan perumahan di daratan. Penyediaan layanan persampahan akan dilakukan secara bertahap, namun ternyata pilihan prioritas penyediaan layanan bukan pada tepian perairan.
Manajemen atau pengelolaan sampah yang ideal dan diinginkan menurut persepsi responden adalah bank sampah artinya secara pemahaman masyarakat tepi air telah mengerti bahwa metode bank sampah merupakan metode yang ideal untuk diterapkan.
Masyarakat tepi air berkeinginan untuk melakukan pengelolaan sampah dengan metode bank sampah, hanya saja keinginan ini belum diapresiasi pemerintah Kota Banjarmasin.
Kelurahan Sungai Bilu dan Kelurahan sungai Jingah dalam Studi Environment Health Risk Asassement (EHRA) Kota Banjarmasin Tahun 2012 memetakan area besiko tinggi sampah yang dapat dilihat pada gambar 24 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
171
Kelurahan Sungai Bilu Kelurahan Sungai Jingah
Gambar 24. Area Besiko Sampah Studi EHRA Kota Banjarmasin 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
172 Gambar 24 diperlihatkan Kelurahan Sungai Bilu dan Kelurahan Sungai Jingah adalah area beresiko tinggi untuk sampah. Kepadatan permukiman dan peningkatan pertumbuhan penduduk tentunya akan meningkatkan perumbuhan sampah, khususnya sampah rumah tangga. Area ini diidentifikasi beresiko tinggi sampah karena potensi sampah yang tinggi dan manajemen pengelolaan sampah masih sangat jelek serta layanan persampahan belum dapat dinikmati masyarakat tepi air.
g. Pengelolaan Limbah.
Limbah rumah tangga, deterjen, minyak dan faeces yang mengandung bakteri E.coli mendominasi parameter pencemaran Sungai Martapura. Limbah domestik berasal dari aktivitas pribadi (BAB) dan domestik masyarakat tepi air yang langsung memasuki perairan Sungai Martapura.. Kebiasaan yang telah berlangsung lama selama bertahun-tahun sudah memberikan kenyamanan secara psikologis. Masyarakat tepi air mempergunakan fasilitas toilet yang berada di dalam rumah dan toilet terapung untuk melakukan aktivitas pribadi. Sistem yang dipergunakan untuk septictank adalah sistem cubluk, yaitu septictank yang dilengkapi dengan closet leher angsa dan dihubungkan dengan pipa penyalur yang berdiameter minimal 9 cm yang ditanam di dalam tanah. Konstruksi septictank cubluk mempersatukan sistem pengolahan dan resapan yaitu air limbah langsung meresap kedalam tanah.
Kelurahan Sungai Bilu dan Kelurahan Sungai Jingah belum memiliki pengelolaan IPAL secara pribadi, komunal dan terpusat. Limbah yang dihasilkan oleh masyarakat tepi air langsung memasuki perairan tanpa melalui proses, sehingga berkonstribusi besar terhadap pencemaran Sungai Martapura.
Berdasarkan Studi EHRA yang dilakukan Pemerintah Kota Banjarmasin Tahun 2012 kawasan Sungai Bilu dan Sungai Jingah Kota Banjarmasin adalah kawasan besiko limbah yang dapat dipetakan pada gambar 25 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
173
Kelurahan Sungai Bilu Kelurahan Sungai Jingah
Gambar 25. Area Besiko Limbah Studi EHRA Kota Banjarmasin 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
174 2. Partisipasi Masyarakat Tepi Air.
Partisipasi masyarakat tepi air terhadap pengelolaan Sungai Martapura erat kaitannya dengan persepsi, sikap, perilaku dan keikutsertaan untuk melibatkan diri dalam memberikan perlindungan terhadap Sungai Martapura untuk mengendalikan pencemaran domestik. Berdasarkan hasil penelitian sosial persepsi masyarakat tepi air yang rendah memberi pengaruh pada pergerakan dan partisipasi. Membangun partisipasi bukanlah hal yang mudah. Ada banyak faktor yang menjadi pendukung maupun penghambat partisipasi.
Menurut Simatupang dalam Khairuddin (1992) partisipasi adalah :
a. Suatu usaha yang dilakukan bersama, bahu membahu untuk membangun masa depan bersama yang dilandasi rasa percaya, hak dan kewajiban.
b. Sumbangan moral dan spiritual yang berazaskan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial bukan hanya sekedar mengambil bagian dlam pelaksanaan pembangunan.
c. Pendorong yang konsisten ke arah pembangunan yang serasi dan martabat.
Tahapan partisipasi seperti yang dinyatakan oleh Hoofsteede dalam Khairuddin (1992) adalah sebagai berikut :
a. Partisipasi Inisisasi (Inisiation Participation) adalah partisipasi yang merupakan inisiatif dari kepala desa atau pun masyarakat secara formal maupun informal yang menyusun sebuah proyek pembangunan yang berasal dari kebutuhan masyarakat.
b. Partisipasi Legitimasi (Legitimation Participation) yaitu partisipasi yang berada pada tingkatan pembicaraan dan keputusan proyek tersebut.
c. Partisipasi Eksekusi (Execution Participation) yaitu partisipasi yang berada pada tingkat pelaksanaan.
Pembagian partisipasi meliputi :
a. Partisipasi Keseluruhan (Complete Participation) yaitu keterlibatan masyarakat maupun stake holder atau organisasi secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam semua tahapan pembangunan terencana.
b. Partisipasi Sebagian (Partial Participation) yaitu keterlibatan masyarakat maupun stake holder atau organisasi secara langsung maupun tidak langsung terlibat tidak dalam seluruh tahapan pembangunan terencana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175 Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi dari masyarakat tepi air dalam melakukan konservasi atau pengelolaan terhadap Sungai Martapura, yaitu :
a. Lemahnya pemahaman masyarakat akan penataan ruang, lingkungan hidup dan sanitasi serta kurangnya perangkat informasi yang memadai untuk diterima oleh masyarakat. Selebihnya kearifan lokal dan ketradisionalan yang berorientasi untuk menjaga keseimbangan interaksi dalam sebuah ekosistem sungai sudah mulai ditinggalkan oleh kemajuan tekhnologi, ekonomi dan sosial masyarakat.
b. Rendahnya tingkat kesadaran akan pentingnya sebuah pengelolaan sungai sebagai sumber daya yang pemanfaataannya secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk mendukung proses pembangunan.
c. Penitikberatan pada peranan aktif masyarakat dan rendahnya motivasi menjadi pemicu partisipasi belum mencapai taraf maksimal.
d. Kurangnya informasi dan motivasi dari pemerintah untuk menjangkau dan menggerakkan masyarakat tepi air dalam usaha pembangunan dan pengelolaan sungai.
e. Kegiatan-kegiatan dan program-program pengelolaan sungai hanya ditangani secara sepihak dan belum membuat suatu kerangka kerja logis yang berbasis masyarakat.
C. Peran Pemerintah Dalam Konservasi Sungai Martapura.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah salah satu kewenangan pemerintah yang dapat di desentralisasi berdasarkan urusan atau fungsi (function) dan kewenangan (authority). Agusalim dalam Raharja (2009) menyebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan atau pelimpahan kekuasaan dari pemerintah yang lebih tinggi kepada lembaga yang berada dalam tingkatan yang lebih rendah. Sungai adalah sumberdaya yang mengalir dan tidak mengenal batas wilayah secara teknis, namun menijau prinsip pengelolaan DAS dalam kerangka desentralisasi dan otonomi. Kerangka tersebut meliputi pembagian wilayah administratif sesuai dengan wilayah masing-masing untuk menghindari benturan kewenangan dan kepentingan. Konsekwensinya adalah tidak mungkin mengelola sungai secara sektoral atau mandiri oleh masing-masing organisasi dengan berkepentingan yang berada dalam lintasan aliran sungai tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
176 Merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 pengelolaan DAS terkotak-kotak terbagi atas kewenangan wilayah kabupaten dan kota. Sungai Martapura adalah sungai besar yang melintasi Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru, Kota Banjarmasin dan Kabupaten Batola. Berdasarkan klasifikasi kewenangan otomom, Pemerintah Kota Banjarmasin hanya mengurusi segala sesuatu yang berkaitan dengan sungai pada bagian hilir sesuai dengan batas-batas wilayah administratif. Sebagai hilir tentu saja pencemaran tidak hanya berasal dari bagian hilir saja, tetapi juga mendapatkannya dari bagian hulu, walaupun pada bagian hilir juga terjadi aktivitas pencemaran. Adapun Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran pada Sungai Martapura adalah sebagai berikut.
1. Regulasi.
a. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Sungai.
Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Sungai terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang larangan untuk melakukan pencemaran dan tindakan hukum atas pendirian bangunan di daerah sempadan sungai yaitu :
1) Pasal 2 (4) menyebutkan bahwa dilarang membuang benda berupa bahan padat, cair yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang dapat menurunkan kualitas air hingga membahayakan atau menurunkan kualitas air dan membahayakan pengguna air dan lingkungan.
2) Pasal 16 (1) Dihukum dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan atau denda paling tinggi Rp. 50.000.000,- terhadap perbuatan sebagai berikut.
a) Mendirikan bangunan diatas sempadan atau garis sungai.
b) Merusak tebing atau pinggiran bantaran sungai.
c) Membuang sampah, limbah organik atau non organik ke sungai, sempadan atau garis sungai.
d) Merubah atau menambah suatu bangunan yang sudah ada di bantaran sungai atau sempadan sungai sebelum perda ini diberlakukan.
Peraturan Daerah ini sangat jelas mengatur untuk pengendalian pencemaran sungai secara domestik maupun non domestik, begitu pula dengan penataan permukiman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
177 disepanjnag aliran sungai, walaupun pada kenyataannya pertumbuhan permukiman tidak terkendali dan terkesan dibiarkan saja oleh pemerintah. Ada beberapa kelemahan dalam Peraturan Daerah ini, diantaranya :
1) Belum ada pengaturan Rencana Tata Ruang untuk pemanfaatan sempadan sungai selain sebagai RTH.
2) Belum ada pengaturan pengelolaan sungai secara terintegrasi antara hulu dan hilir 3) Belum ada pengaturan tentang Konservasi Sungai untuk dijadikan acuan dalam penataan ruang.
4) Belum ada pengaturan keterlibatan masyarakat dalam konservasi sungai.
b. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 7 Tahun 2010 tentang Izin Pembuangan dan Pengolahan Limbah Cair.
Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 7 Tahun 2010 tentang Izin Pembuangan dan Pengolahan Limbah Cair mengatur tentang perizinan pembuangan limbah cair dan perlindungan Sumber Daya Air, meliputi :
1) Pasal 4 (2) menyebutkan bahwa setiap pengembang pemukiman dengan bangunan hunian minimal 20 (dua puluh) unit, wajib membuat pengolahan limbah cair berupa tangki septik komunal yang memenuhi persyaratan teknis.
2) Pasal 8 ayat 1 dan 2 melarang setiap usaha atau kegiatan membuang limbah cair ke badan air , air tanah yang tidak sesuai dengan baku mutu yang sudah menjadi ketetapan.
3) Pasal 19 adalah ketentuan pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan pada pasal 4 menjalani pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan pasal 8 pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Beberapa kelemahan yang ditemukan dalam Peraturan Daerah ini, diantaranya adalah :
1) Belum ada devinisi dan pengaturan untuk pembuangan limbah cair domestik bagi masyarakat yang bermukim disepanjang aliran sungai.
2) Belum ada devinisi dan pengaturan untuk pembuangan limbah cair domestik bagi UKM dan usaha lain yang melakukan pembuangan limbah ke aliran yang menuju sungai, seperti rumah makan dan hotel .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
178 c. Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Penetapan, Pengaturan dan Pemanfaatan Sempadan Sungai dan Bekas Sungai.
Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 31 Tahun 2012 tentang Penetapan, Pengaturan dan Pemanfaatan Sempadan Sungai dan Bekas Sungai terdapat 2 pasal yang dengan jelas mengatur garis sempadan sungai, yaitu :
1) Pasal 8 (2) menyebutkan penetapan Garis Sempadan Sungai mempertimbangkan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pada pasal ini dapat dijadikan landasan dalam penyusunan Peraturan Daerah baru untuk zonasi penataan kawasan pusaka , mengingat belum ada peraturan yang melindungi konservasi dan restorasi zona-zona kawasan pusaka.
2) Pasal 9 menjelaskan bahwa garis sempadan pada sungai bertanggul atau siring ditentukan berjarak 3 meter dari tepi luar tanggul sepanjang aliran sungai.
5) Pasal 10 menyatakan bahwa garis sempadan sungai tidak bertanggul ditentukan plaing sedikit berjarak 15 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang aliran sungai dengan kedalaman 3-20 meter.
6) Pasal 13 (1) memaparkan bahwa pemanfaatan sempadan sungai hanya dapat dilakukan untuk kepentingan tertentu :
a) Bangunan prasarana Sumber Daya Air.
b) Fasilitas Jembatan dan Dermaga dengan fasilitas pendukungnya.
c) Jalur pipa, gas dan air minum
d) Rentang kabel listrik dan telekomunikasi.
e) Fasilitas Umum , bangunan pemerintah.
7) Pasal 21 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam pasal 9,10, 13(2) dan 16 (6)
diancam pidana kurungan selama 6 (enam) bulan atau denda paling tinggi Rp. 50.000.000,-
Peraturan Daerah Kota Banjarmasin secara umum sudah mengatur pemanfaatan, pengelolaan dan pengaturan pembuangan limbah cair ke Sungai Martapura, walaupun terdapat beberapa kelemahan dalam peraturan tersebut. Bagiian terpenting dari peraturan ini adalah pengawasan, pengendalian dan penegakaan hukum yang dirasa masih sangat kurang dikarenakan SDM yang kurang memadai , eksistensi dan konsistensi dalam pelaksanaan regulasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
179 2. Program dan Kegiatan
Beberapa program dan kegiatan pemerintah yang dilaksankan secara kontinyu untuk mengendalikan pencemaran pada Sungai Martapura, diantaranya :
a) Pembangunan Siring di bantaran sungai di kawasan kota dan pusat kota untuk menahan luapan air ketika air sungai pasang dan menggenangi Kota Banjarmasin dengan konstruksi yang memberi penguatan pada tebing atau bibir sungai yang saat ini sudah dibangun sepanjang 10 kilometer.
b) Relokasi kampung ketupat, yang menjadi kampung wisata dalam zoning kota pusaka yang padat akan permukiman dengan segala atribut aktivitas domestik dalam membuat ketupat.
c) Melaksanakan kegiatan pengurukan dan normalisasi sungai besar dan sungai kecil untuk melancarkan arus sungai yang tersumbat oleh sampah yang bertujuan un tuk menggalakkan kembali transportasi air untuk mengembalikan fungsi dan budaya sungai serta mengurangi kemacetan lalu lintas secara kontintyu.
d) Membangkitkan partisipasi masyarakat untuk menjaga dan melindungi Sungai Martapura melalui lomba angkat-angkat lumpur yang dilaksankan setiap tahun.
e) Membangkitkan partisipasi masyarakat dalam budaya kesungaian dan kepariwisataan dengan melaksanakan lomba dayung dan tanglong di sungai pada setiap tahun.
Di bagian lain, usaha untuk memitigasi pencemaran domestik khususnya untuk menekan kuantitas bakteri E.coli yang mendominasi parameter pencemar pada Sungai Martapura , Pemerintah Kota Banjarmasin membangun suatu alat yang desain berbentuk tabung yang berfungsi sebagai septictank yang dinamakan Tripikon-S. Normasari (2016) menyebutkan bahwa selain berfungsi untuk mengendalikan pencemaran E.coli pada Sungai Martapura, Tripikon-S adalah salah satu usaha pemerintah dalam mengatasi sanitasi masyarakat tepi air yang memiliki lahan sempit dan berdaerah rawa. Tripikon-S sebagai sebuah konstruksi pengganti septictank mampu untuk melalukan proses penguraian sampai 90% hanya bersifat mengurangi namun tidak menghilangkan E.coli yang memasuki perairan Sungai Martapura. Efektifitas Tripikon-S dapat dilihat pada gambar 26 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
180 Gambar 26 . Efektifitas Tripikon-S dalam mengolah limbah E.Coli .
Tripikon-S yang berfungsi sebagai septictank secara efisiensi mampu menurunkan jumlah kadar limbah E.coli melalui proses aerob dan anaerob yang terjadi didalamnya.
Gambar 26 menjelaskan bahwa Tripikon-S mampu menurunkan jumlah kadar limbah E.Coli sebesar 90.31 % dengan syarat azas dalam kriteria volume Tripikon-S terpenuhi dengan baik dari perhitungan jumlah pengguna dan volume limbah sesuai dengan volume daya tampung pada Tripikon-S.
Peran pemerintah dalam mengatasi kerusakan lingkungan seperti halnya pencemaran pada Sungai Martapura menuntut manajemen pengelolaan yang lebih profesional dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen secara lebih komprehensif dan berkesinambungan.
Secara mendetail pemerintah harus dapat meruntut keterkaitan pengelolaan secara perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sebuah program dan kegiatan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dalam kerangka otonomi, pemerintah harus mampu menggali dan memanfatkan sumberdaya alam, manusia, sentra industri bahkan keuangan sebagai modal pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kodotie (2002) menterjemahkan pembangunan berkelanjutan sebagai suatu kehidupan sosial dan harmonis dengan pengelolaan yang berbasis keterpaduan. Pola keterpaduan ini sangat sulit diwujudkan karena keterpaduan sistem antara alam, ekonomi dan sosial yang sangat kompleks, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan dalam pengelolaan sangat besar.
Mengatasi masalah pencemaran Sungai Martapura, tidak bisa hanya memperdebatkan sistem dan cara pengelolaan pada bagian hilir, tetapi konstibusi bagian hulu harus dipertimbangkan untuk dibenahi. Dalam pembangunan secara makro Kota Banjarmasin,
limbah terolah limbah tidak terolah
90,31 % 9,69 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
181 Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar memiliki satu kesatuan dalam mewujudkan Banjar Bakula atau Banjar Bersaudara. Secara Eksternal dalam konsteks ini sangat dimungkinkan Pemerintah Kota Banjarmasin mempunyai keterkaitan dalam pengelolaan DAS Martapura bersama dengan Kota dan Kabupaten lainnya membuat sebuah konsep pengelolaan yang berkesinambungan. Penggunaan metode pengelolaan one river one manajemen sangat dimungkinkan untuk diwujudkan, asalkan dapat menselaraskan keragaman pola pikir dan program pada masing-masing kebijakan pemerintah dalam kewilayahan yang berbeda sesuai dengan porsi, sumberdaya dan dampak yang ditimbulkan dari pembangunan yang memberikan dampak pencemaran.
Adapun beberapa strategi dalam pengelolaan Sungai Martapura dengan manajemen dan berkonsep internal dengan tujuan untuk menangani pencemaran dari hulu ke hilir adalah sebagai berikut.
a. Menetapkan keseragaman kebijakan pengelolaan dan pengendalian pencemaran dengan memperhatikan masing-masing kepentingan.
b. Menetapkan pola pengelolaan dan pola pengendalian pencemaran.
c. Menetapkan rencana pengelolaan dan pengendalian pencemaran secara bertahap dan masing-masing menjadikan sebagai prioritas kegiatan dalam rencana jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
d. Mengatur dan menetapkan regulasi yang menetapkan pemberian izin terhadap penyediaan, peruntukkan dan pemanfaatan Sumber Daya Air Sungai Martapura.
e. Membentuk satu organisasi khusus yang dibentuk bersama yang bertugas untuk mengurus, mengawasi dan mengevaluasi program pengelolaan dan pengendalian pencemaran serta menjaga efektifitas, kualitas dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian pencemaran Sungai Martapura.
Proses suatu kebijakan salah satunya adalah langkah yang diambil setelah melakukan pilihan alternative atau solusi dari suatu permasalahan pembangunan yaitu menyangkut program yang akan dilaksanakan yang terdiri dari formula-formula yang menggabungkan pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia yang di dukung oleh anggaran untuk mencapai sasaran yang sudah ditetapkan. Masyarakat adalah modal penting dalam pembangunan,