• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seni Pertunjukan Topeng Dalang Madura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Seni Pertunjukan Topeng Dalang Madura"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Mata Kuliah Seni Pertunjukan

Seni Pertunjukan Topeng Dalang Madura

Makalah

Oleh

Gunawan Sujana Promed D2 NIM 8410118053

Produksi Media Informasi Publik Diploma II Sekolah Tinggi Multi Media MMTC Yogyakarta

2011

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pulau Madura merupakan pulau kecil yang berada di sebelah Pulau Jawa, yang menyimpan banyak kebudayaan dan seni tradisional dengan ciri khas yang sangat unik, meskipun pengaruh budayanya dipengaruhi oleh budaya jawa namun dalam perkembangannya budaya madura, menemukan karakteristiknya sendiri.

Banyak kesenian yang mulanya mengadopsi dari budaya Jawa, namun berevolusi dan memiliki karakteristik yang berbeda, bahkan telah menghilangkan karakter dasarnya.

Salah satunya adalah kesenian topeng dalang, yang sebenarnya merupakan kesenian yang populer saat kejayaan kerajaan majapahit. Menurut beberapa literature, tari topeng memang kerap ditarikan para raja Jawa yang salah satunya adalah Hayam Wuruk yang konon menari di depan kaum perempuan.

Mulanya Seni Topeng yang ada hanya berbentuk tarian yang hanya berisi gerak saja namun di Madura berkembang menjadi sebuah seni pertunjukan yang memliki alur cerita.

(3)

Dengan adanya dalang membuat tari topeng menjadi sebuah pertunjukan yang mirip dengan pertunjukan wayang kulit, sehingga menjadi menjadi media penyampaian pesan.

Pada dasarnya tari topeng dari madura ini hampir sama dengan tari topeng Malang, mengingat kedua daerah ini pada abad ke 13 memiliki latar belakang sejarah yang sama yakni menjadi bagian dari kerajaan Singosari. Yang membedakan keduanya mungkin hanya pada sisi cerita dan setting panggung saja.Kalau tari topeng Malang unsur penceritaannya merupakan tentang kisah hidup Panji, maka cerita yang dianggit oleh tari Topeng Madura ini lebih kepada cerita Ramayana dan Mahabarata dengan penekanan cerita kepada tokoh Pandawa dan Kurawa yang selalu berselisih sebelum kemudian akhirnya terjadi perang baratayudha jaya binangun.

Dalam Makalah ini penulis mencoba memaparkan bagaimana Seni Topeng Dalang mulai dari awal perkembangannya hingga saat ini, dihrapkan menambah wawasan bagi siapapun terutaman generasi muda untuk terus mengembangkan dan mencintai budaya, khusunya madura yang menyimpan banyak keunikan yang selama ini belmu banyak di ekspose.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Topeng Madura dan Perkembangannya.

a. Sejarah Topeng Madura

Topeng merupakan sebagai bentuk kesenian yang paling tua, karena sejak masa lalu topeng dipergunakan oleh parana nenek moyang kita yang penganut animesme dan Hinduisme.

Biasanya mereka mempergunakan untuk media topeng untuk berhubungan dengan alam ghaib, dengan para penguasa alam lain, dengan roh-roh nenek moyang, untuk meminta bantuan bila mengalami bencana alam ataupun penyakit. Pementasan Topeng pada jaman itu dimaksudkan agar mampu berdamai sekaligus mengusir roh-roh jahat yang mengganggu kehidupan mereka.

Seperti halnya ludruk, topeng juga merupakan bentuk teater rakyat yang paling populer di dataran pulau Madura. Menurut babad Madura yang ditulis pada abad 19, topeng dalang pertama kali dikembangkan pada abad ke-15 di desa Proppo, kerajaan Jambwaringin, Pamekasan pada masa pemerintahan Prabu Menak Senaya.

(5)

Menurut cerita bahwa Prabu Menak Senaya, merupakan tokoh pertama kali menumbuhkan topeng di wilayah Madura, karena bukti-bukti keberadaan topeng di daerah Proppo banyak diketemukan.

Topeng yang dimadura (tatopong – bahasa Madura) adalah figur tokoh- tokoh pewayangan. Hal itu dikarenakan secara historis Kerajaan Madura memilikin hubungan yang mesra dengan kerajaan Majapahit dan Singosari, jadi tak dapat dipungkiri bahwa topeng dalang Madura merupakan kelanjutan dari teater topeng di kedua kerajaan Jawa Timur tersebut.

Dalam perkembangannya, topeng di Madura menempuh jalan sendiri, lebih-lebih ketika agama Islam mulai masuk ke pulau Madura. Unsur-unsur cerita yang dipentaskan, banyak menyelipkan penjabaran nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai moral, nilai filosofi yang berlandaskan ajaran Islam.

Bentuk-bentuk penggarapan topeng pun mulai dihubungkan dengan hasil modifikasi topeng yang dirancang pada era para wali, terutama dalam hal kesederhanannya.

b. Perkembangan Topeng Madura

Pada abad ke-18 topeng dalang yang semula merupakan teater rakyat, kemudian diangkat menjadi kesenian istana. Di dalam lingkungan istana, ragam hias topeng yang sederhana dimodifikasi kembali. Bentuk dan kehalusan ukirannya diperindah, begitu pula dengan seni karawitannya, seni pedalangan sekaligus pemanggungan/pementasan.

(6)

Sehingga pada masa itu, merupakan masa berkembangnya sastra Madura.

Apalagi hubungan antara raja Madura dengan kerajaan Mataram semakin erat, sehingga pengaruh Mataram tak dapat dielakkan lagi.

Perkawinan antara seorang keluarga kerajaan Mataram dengan keluarga Madura, yaitu Pangeran Buwono VII (1830-1850) dengan salah satu putri raja Madura (Bangkalan), semakin mengokohkan jalinan kekeluargaan. Karena mertuanya senang dengan topeng dalang, Paku Buwono VII memberikan hadiah seperangkat topeng lengkap dengan busana dan perlengkapannya.

Kehadiran topeng hadiah dari Solo ini sedikit banyak berpengaruh pada seni topeng Madura, terutama kehalusan ukiran-ukirannya.

Pada abad ke-20, setelah kerajaan-kerajaan mulai hilang dari bumi Madura, topeng dalang kembali menjadi kesenian rakyat dan mencapai puncak kesuburannya sampai tahun 1960.

Memasuki dekade 1960-an, topeng dalang mengalami masa surut. Hal ini disebabkan banyaknya tokoh-tokoh topeng yang meninggal dunia, sedangkan tokoh-tokoh muda belum muncul dan menguasai seni topeng dalang, baru Pada tahun 1970-an topeng dalang kembali bangkit dan itu tidak terlepas dari jasa dalang tua Sabidin (dari Sumenep), yang tetap bertahan dan eksis dalam menggeluti topeng dalang sekaligus mendidik kader-kader muda yang berasal dari beberapa daerah di wilayah Sumenep.

(7)

Pengkaderan diprioritaskan pada penguasaan materi pedalangan maupun mendidik penari-penari topeng. Kerja keras dalang Sabidin membuahkan hasil, murid-murid hasil didikannya mampu menguasai dan melestarikan kembali seni topeng dalang.

B. Karakteristik Topeng Madura

Adapun bentuk topeng yang dikembangkan di Madura, berbeda dengan topeng yang ada di Jawa, Sunda dan Bali. Contoh konsep karakter tokoh-tokoh wayang Madura dengan konsep karakter topeng Jawa Tengah agak berbeda.

Salah satu adalah, di lingkungan Astina, Suyudana sang Raja, ternyata oleh orang Madura dicitrakan sebagai raja yang lemah lembut, dan topeng nya diberi warna hijau sahdu. Di Jawa Tengah dan Solo, Suyudana adalah raja yang citranya keras dan cenderung kasar.

Selain itu, Topeng Madura pada umumnya lebih kecil bentuknya. Kecuali Semar, hampir semua topeng itu diukir pada bagian atas kepala dengan berbagai ragam hias. Ragam hias yang paling populer ialah hiasan bunga

(8)

melati. Sedangkan untuk tokoh-tokoh penguasa zalim, digunakan ragam hias badge, yaitu lambang yang dipakai para penguasa kolonial Belanda.

Topeng dalang Madura yang dikenakan para pemain, terkesan cukup sederhana, bersahaya dan agak kaku ukirannya, inilah salah satu hal yang membedakan dengan topeng Yogjakarta, Solo, Bali ataupun daerah Jawa lainnya. Barangkali karakteristik topeng Madura, diidentikkan dengan pembawaan dan karakter orang Madura yang terkenal keras, kaku tetapi polos dan jujur.

Konsep karakter tokoh topeng madura juga dipengaruhi oleh daerah, dimana para dalang memodifikasi sesuai dengan karakter daerah dimana topeng itu tumbuh dan berkembang.

Seperti yang terjadi dalam perkembangan Topeng Dalang di Kabupaten Sumenep. Topeng Dalang Madura yang ada di Sumenep ini dibagi menjadi 2 versi, yaitu versi Salopeng dan versi Kaliangaet. Tentu saja diantara 2 versi itu terdapat perbedaannya. Adapun perbedaannya, dapat dilihat dibawah ini:

(9)

Versi kalianget Versi Salopeng Tarian ekstranya berupa tarian

Branyak dan Puteri Kembar

Tarian ekstranya berupa Klono Tonjung Seto (tari tunggal) dan Puteri Kembar Rape’nya lurus Rape’nya memanjang ke kiri dan ke

kanan Warna topeng (tokop) tertentu

berbeda, misalnya Gatotkaca berwarna merah

Warna topeng (tokop) tertentu berbeda, misalnya Gatotkaca berwarna putih

Penggunaan gungseng pada pemain kasar hanya di kaki kanan

Penggunaan gungseng pada pemain kasar di kudua kakinya (kanan dan kiri)

Tariannya relatif lebih mudah Tariannya lebih bervariasi

Punakawa: Semar dan Bagong Punakawan: Semar, Bagong, Petrok, Garing

Kumisnya cukup dicat berwarna hitam

Kumis dibuat dari ijuk hitam (seperti sikat)

a. Pewatakan Topeng Madura Berdasarkan Warna Topeng

Adapun penggambaran karakter pada topeng Dalang selain nampak pada bentuk muka juga tampak pada pemilihan warna. berukut merupakan jenis warna yang digunakan untuk menggambarkan watak dari masing-masing tokoh pada Topeng Madura

(10)

1. Warna Putih untuk tokoh yang berjiwa bersih dan suka berterus terang.

2. Warna Merah, digunakan untuk tokoh-tokoh tenang dan penuh kasih sayang (tokoh Yudistira),

3. Warna Hitam untuk tokoh yang arif bijaksana, bersih dari nafsu duniawi (tokoh wayang Krisna).

4. Warna Kuning Emas/ paradha : untuk penggambaran tokoh anggun dan berwibawa, digunakan warna (tokoh wayang Subadra).

5. Sedangkan Warna Kuning penggambaran tokoh yang pemarah, licik dan sombong memakai.

b. Gungseng (Giring-giring)

Ciri khas yang paling spesifik dan unik dari topeng dalang Madura adalah dipakainya ghungseng (giring-giring) dipergelangan kaki penari.

Pemakaian gungseng (giring-giring) tersebut bukan hanya sekedar hiasan, bunyi giring-giring yang selalu terdengar setiap kaki penari bergerak menjadi

(11)

alat bantu yang ekspresif sekaligus menjadi media komunikasi para penari, karena para penari sepatah pun tak boleh berdialog (dialog dilakukan sang dalang, dan tokoh Semar).

Di samping itu, ghungseng dipergunakan sebagai kode perubahan gerakan dalam cerita, diataranya :

1. Bunyi sreng (panjang) berarti aserek.

2. Bunyi kroncang-kroncang berarti para pemain sedang berjalan.

c. Perlengkapan Topeng Dalang:

Selain Topeng dan Gungseng dalam pementasan topeng dalang para aktor juga dilengkapi berbagai perlengkapan diataranya

1. Tokop (topeng) 2. Mahkota

3. Rape’ (diikat di pinggang) 4. bang-bang

5. Kalabbau 6. kalong (kalung) 7. Gellang (gelang)

8. siyet/obu’ (rambut palsu) 9. Rambai

10. ponjung/sampur

11. Gungseng (ada di kaki pemain kasar)

(12)

C. Prosesi Pertunjukan

Seperti hal nya Ludruk, salah satu jenis kesenian di Jawa Timur, yang mengawali setiap pementasannya dengan “ngremo”, topeng Dalang juga membuka pagelaran dengan penampilan tarian.

Dalam setiap pementasan, biasanya yang ditampilkan adalah jenis tarian sakral. Setelah tari pembukaan, yakitu tari Ksatria Kelana Tunjungseta yang membawa serta empat raksasa pengiring, Cerita yang terkandung dalam tari pembuka ini sendiri adalah tentang dewa Siwa yang sedang mengirim Kelana Tanjungseta beserta anak buahnya untuk mengawasi keadaan serta perilaku manusia di bumi. Tarian tersebut juga irinngi percakapan Dalang untuk membuka pemetasan topeng dalang pemaparan prolog/panorama.

Kemudian disusul tembang-tembang Suluk, alunan tembang ini mengantarkan para penonton untuk memasuki inti cerita yang akan dipentaskan. Suluk dan dialog dalam topeng dalang Madura memakai bahasa Madura halus. Untuk suluk pembukaan menggunakan bahasa Jawa kuno, hal ini membuktikan bahwa topeng awalnya berasal dari satu sumber.

Dalam setiap pertunjukan, tokoh utama yang menggerakkan semua pemeran adalah dalang. Ki dalang sebagai pemimpin orkestra gamelan, menyajikan suluk, narasi dan mengucapkan dialog. Dengan suaranya yang lembut, kadang menghentak keras ki dalang memimpin penari-penari yang

(13)

bergerak di belakang topeng. Semua pemeran lakon/penari tidak berbicara, kecuali Semar.

Dialog dan nyanyian seluruhnya diucapkan oleh Dalang yang duduk di belakang layar. Pada layar tersebut dibuat lubang kecil, dari lubang berbentuk segi empat inilah Dalang mengisahkan lakon sesuai dengan cerita. Di depan layar, para pemain lakon menyesuaikan dengan gerakan-gerakan tari setiap alur cerita yang dikisahkan Dalang.

Adapun dalam setiap pementasan seluruh pemain topeng Dalang serta para penari didominasi pemain laki-laki. Setiap pementasan dibutuhkan penari sebanyak 15 sampai 25 orang dalam setiap lakon, yang dipentaskan semalam suntuk.

Setiap lakon yang dibawakan, selalu sarat dengan gaung cinta, adegan heroik ataupun beragam petuah bermakna filosofis kehidupan yang kental.

Ditambah dengan gerak tarian, terangkai dalam gerak yang kompleks.

Kadang-kadang gerakan tarinya halus, lemah lembut dan melankonis, lalu berubah kasar, kaku dan sedikit naif, namun dibawakan dengan penuh emosi yang ekspresif.

Dalam setiap pementasan, penampilan para penari sangat sederhana, tetapi ekspresif. Sekalipun setiap gerak tari agak naif dan sedikit kaku, tetapi mengandung nilai spiritual yang tinggi. Dan itu merupakan salah satu nilai

(14)

plus, karena nilai-nilai yang terkandung dalam setiap gerakan masih brilian, bersih dan otentik.

Adapun gerakan/gaya tarian yang dipakai dalam pertunjukan topeng Dalang ada beberapa macam, diantaranya:

1. Tandhang Alos (tari halus),

2. Tandhang baranyak (tari sedang),

3. Tandhang ghalak (tari kasar) dan putri ( gerak penari perempuan).

asing-masing tandhang ini diiringi oleh gending-gending tersendiri:

1. Tandhang Alos diiringi gending-gending Puspawarna, Tallang, Rarari, dan lain-lainnya.

2. Tandhang Baranyak diiringi gending-gending, Calilit, Pedat dan Lembik.

3. Sedangkan tandhang Ghalak diiringi gending-gending Gagak, Pucung, Kwatang Serang dan Gunungsari.

(15)

Alat-alat musik yang dipakai adalah gamelan, ditambah crek-crek yang dipakai oleh dalang.

Nilai plus pada topeng Dalang Madura adalah suasana dengan nuansa magis yang dibangun oleh bunyi gemerincing gongseng.. Seolah-olah getaran gongseng menyebar ke seluruh arena membentuk suasana yang diperlukan, baik suasana sedih, gembira ataupun tegang.

Apalagi ketika penari menghentak-hentakkan kaki, sepanjang pertunjukan tak sepi dari suara ghungseng, apabila disimak memang suara satu dan lainnya memberikan ekspresi tersendiri.

Pada masa lalu, lakon yang dimainkan dalam Topeng Dalang banyak mengambil kisah Panji atau kisah-kisah seperti Damar Wulan. Namun dalam perkembangannya, kisah-kisah yang dipentaskan saat ini banyak mengambil cerita dari epik Ramayana dan Mahabharata, dengan ditambah cerita-cerita carangan yang tokoh-tokohnya tetap merupakan tokoh-tokoh Ramayana atau Mahabharata.

Dalam setiap pementasan kisah Mahabharata lebih sering ditampilkan.

Karena kisah-kisah dalam Mahabharata terdapat lebih banyak pertentangan, perseteruan dan konflik. Konflik multi dimensi, dari masalah cinta, perang saudara, perebutan tahta, ideologi maupun pertentangan antara anak dengan orang tua, murid dengan guru, saudara dengan saudara.

(16)

Konflik-konflik tersebut dibumbui dengan adu kedigdayaan, baik berupa senjata mustika maupun kesaktian yang dimiliki oleh para ksatria.

E. Topeng Sebagai Media Dakwah.

Sebagai media dakwah, ceritera dalam epik Mahabharata telah dimodifikasi demikian rupa. Tokoh-tokoh dan alur cerita tetap sama. Namun isi maupun filosofinya diubah menjadi cerita yang bernuansa dan bernafaskan nilai-nilai Islam. Hal ini dapat dibuktikan dalam cerita Mustakaweni atau Hilangnya Jimat Kalimosodo. Jimat Kalimosodo adalah sebuah senjata pusaka yang berkekuatan istimewa yang dapat digunakan untuk maksud apa saja sesuai dengan kehendak pemiliknya.

Cerita jimat Kalimosodo adalah asli buatan Demak. Maksudnya ‘ Azimah

= Jimat (sesuatu yang bertuah/sakti). Sada = Syahadat (Persaksian, bukti diri), jimat Kalimosodo berarti Azimah Kalimat Syahadah, mempunyai kesaktian luar biasa dan dimiliki oleh keluarga-keluarga yang baik seperti Pandawa.

Sedangkan Pandawa Lima, ada yang mengartikan Rukun Islam yang lima, atau Lima Waktu Sholat dan lain-lain.

Topeng merupakan bentuk kesenian teater rakyat tradisional yang paling kompleks dan utuh. Hal tersebut disebabkan dalam kesenian topeng mengandung unsur cerita, unsur tari, unsur musik, unsur pedalangan dan unsur kerajinan. Sehingga bentuk kesenian ini, dianggap paling pas untuk digunakan sebagai media dakwah.

(17)

Oleh para Sunan dan dalang yang inovatif dan kreatif, tokoh-tokoh baru diciptakan dan alur cerita mengalami perubahan, dari cerita yang syarat dengan bobot filsafat dan filosofi Hindu, diganti dengan tokoh-tokoh dan alur cerita yang mengandung bobot nilai-nilai moral dan nilai-nilai filosofi Islami. Tanpa mengubah tema cerita, yaitu pertentangan dan konflik antara tokoh antagonis dan protagonis. Bahwa kebajikan akan selalu menang melawan kebatilan, kebenaran selalu menang melawan kejahatan.

Sebagai media dakwah, kesenian topeng telah menjelajahi hampir semua wilayah nusantara, dan telah mengalami perubahan. Oleh sutradara-sutradara yang kreatif dan inovatif, cerita-cerita baru, tokoh-tokoh baru diciptakan sesuai dengan karakter daerah dimana topeng itu dipentaskan. Sehingga tidak mengherankan, apabila alur cerita dalam pementasan topeng tidak murni lagi menjalankan alur cerita yang bersumber dari kisah Ramayana dan Mahabarata.

Melalui tokoh-tokoh yang dimainkan, nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral ditanamkan kepada para penganutnya. Hal itu dilakukan dengan jalan menciptakan bait-bait, gending-gending maupun jalinan kisah (cerita), yang mengandung nilai-nilai moral, nilai-nilai filosofi Islami.

Sebagai seni pertunjukan rakyat, teater Topeng Dalang dipentaskan untuk memeriahkan berbagai acara, misalnya upacara perkawinan, selamatan desa dan laut,khaul (peringatan yang berhubungan dengan meninggalnya seseorang/tokoh), serta ritual rokat. Adapun kisah-kisah yang dimainkan

(18)

disesuaikan dengan suasana hajatan. Misalnya ruwatan untuk anak bungsu, mengambil kisah Pandawa Bungsu.

F. Teater Tradisional Masyarakat Pinggiran

Teater Topeng Dalang Madura, satu-satunya teater tradisional yang mampu menaikkan pamor seni tradisi. Di era tahun 80 sampai 90-an, topeng Dalang Sumenep (Madura) melanglang buana ke belahan benua, Amerika, Asia dan Eropa. Kota-kota besar dunia yang disinggahi pada waktu itu adalah, kota London, Amsterdam, Belgia, Perancis, Jepang dan New York. Penampilan seni tradisional tersebut ternyata mampu memikat, memukau, meng-hipnotis dan menimbulkan decak kagum para penonton. Begitu hangat sambutan masyarakat internasional terhadap teater tradisional ini.

Sangatlah disayangkan Kekaguman yang pernah dibangun oleh para Dalang di masa itu, saat ini mulai pudar. Hal itu disebabkan karena teater Topeng Dalang telah dijauhi oleh para penikmatnya. Kesenian ini lambat laun mulai berkurang, terutama di kalangan masyarakat kota.

(19)

Hal ini berdasarkan anggapan bahwa teater tradisional ini sudah ketinggalan jaman. Saat ini pementasan topeng Dalang masih sering diundang oleh masyarakat pinggiran, yang masih peduli dan mencintai teater topeng Dalang.

Saat ini masih ada beberapa kelompok komunitas teater Topeng Dalang, kelompok-kelompok ini masih eksis melestarikan topeng Dalang. Baik sebagai komunitas tetap ataupun hanya kelompok insidentil. Kelompok ini menyebar di beberapa wilayah kecamatan, diantaranya desa Slopeng, Dasuk, desa Leggung, Batang-Batang, kecamatan Gapura, kecamatan Kalianget dan kecamatan Kota Sumenep.

(20)

BAB III

KESIMPULAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Kesenian Topeng madura merupakan sebuah bentuk seni pertunjukan yang dipengaruhi dari berbagai unsur budaya, terutama kerajaan Majapahit dan Mataram hal terebut dikarenakan secara historis Kerajaan Madura memiliki kedekatan dengan 2 kerajan besar yang berpusat di Pulau Jawa.

Seni Pertunjukan Topeng Dalang Madura memiliki ciri khas tersendiri disesuaikan dengan kebudayaan yang ada di Pulau Garam tersebut, dari hasil evolusi tersebut maka menghasilkan seni pertunjukan baru yang semakin memperkaya khasanah budaya negeri ini.

Seni pertujujukan ini tidak hanya menjadi sebuah media hiburan semata karena ternyata juga menjadi media dakwah, media pendidikan dimana dalam alur ceritanya sarat nilai-nilai kehidupan yang bisa memberikan perbaikan nilai moral bagi masyarakat, bahkan dengan masuknya budaya islam, ceritanya pun dimodifikasi sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam, hal tersebutlah yang membuat islam tumbuh pesat di Pulau Madura.

B. Saran

Nilai Budaya yang terkandung dalam seni pertunjukan Topeng Dalang sudah seharunya dilestarikan, terutama generasi muda agar seni pertujukan yang pernah mengharumkan bangsa ini di dunia internasional tidak punah.

(21)

Peran serta Pemerintah daerah pun harus ditingkatkan sehingga seni pertujukan Topeng Dalang didak hanya menjadi seni pinggiran saja namun menjadi sebuah seni tradisional yang memiliki nilai dan dapat dipromosikan di bidang pariwisata.

(22)

Nara Sumber dan Daftar Pustaka

Nara Sumber

Wawancara dengan budayawan Madura, Edy Setiawan, SH, tokoh topeng dalang (ketua perkumpulan topeng dalang “Pewaras””, Mas’idi. Penilik Budaya Moh. Hasanuddin serta beberapa pemain/pelaku kesenian Topeng Dalang.

Daftar Pustaka

Artikel, “Topeng Dalang Sumenep Populer Di Luar Negeri”, oleh M. Syamsul Arif, harian Surya,

Artikel, “Topeng Dalang Madura Brilian dan Otentik, Kata Orang Perancis”, oleh Abdul Hadi W.M,

Artikel, “Suara Dalang di Antara Bunyi Gongseng”, oleh Sal Murgiyanto, majalah Tempo, 17 Maret 1984,

Unsur Islam dalam Pewayangan, oleh Drs. H. Effendi Zarkasi/ penerbit Alfa Daya, Jakarta,

Skripsi, Aspek Religius Yang Terdapat Dalam Tembang Macopat di Kabupaten Sumenep, Mustofa, 2002,

Lebur ! Seni Musik dan pertunjukan dalam Masyarakat Madura, Helena Bouvier, 2002, Forum Jakarta – Paris. Yayasan Asosiasi Tradisi lisan , Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Asmoro. M. Wiryo, 1950, Panyedda Djugdjakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dan analisis sebelumnya menunjukkan bahwa teori retribusi / pembalasan/ absolut paling dominan digunakan oleh hakim dalam perkara tindak

Terminologi ankih}u> dalam ayat ini adalah indikator kuat perintah bagi para wali, orang tua, atau bahkan majikan untuk menikahkan laki-laki atau perempuan

Karakteristik dari FGD, antara lain : (1) format diskusi; (2) jumlah peserta antara 6-12 orang; (3) panjang/lama diskusi antara 1,5-2 jam tiap sesi; (4) peserta diseleksi

Menurut Halim (1987:45) menyatakan bahwa salah satu faktor penentu suatu sistem perkawinan disebut sebagai endogami salah satunya adalah sistem perkawinan antara

Sedangkan pada pesisir pantai terdapat hutan mangrove yang tumbuh cukup baik pada bagian utara, barat, hingga ke selatan, namun daerah timur pulau ini sudah banyak mangrove

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa aktivitas guru ketika proses pembeljaran menggunakan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement

Chiffon cake adalah salah satu jenis sponge cake / foam type cake yang memiliki tekstur ringan, lembut disertai pori-pori yang relatif lebih besar dibanding cake

Pada tugas akhir ini akan dianalisis tentang performansi antara kedua protokol mewakili dari dua jenis protokol yang ada pada jaringan MANET, yaitu protokol hybrid yang