• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGURANGAN RISIKO BENCANA ERUPSI GUNUNG BROMO BERBASIS POLITICAL SECURITY DI KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGURANGAN RISIKO BENCANA ERUPSI GUNUNG BROMO BERBASIS POLITICAL SECURITY DI KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGURANGAN RISIKO BENCANA ERUPSI GUNUNG BROMO BERBASIS POLITICAL SECURITY DI KECAMATAN SUKAPURA

KABUPATEN PROBOLINGGO

Ratri Bayu Lesmana, Turniningtyas Ayu Rachmawati, Wara Indira Rukmi Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 -Telp (0341)567886 Email: bayupunch@yahoo.co.id

ABSTRAK

Gunung Bromo merupakan salah satu gunung api aktif di Pulau Jawa. Gunung Bromo memiliki siklus erupsi cukup singkat, antara 4 - 10 tahun. Erupsi terbesar terjadi pada tahun 2010 dan paling akhir terjadi pada tahun 2015.

Kecamatan Sukapura merupakan kecamatan terdampak terparah akibat erupsi Gunung Bromo. Dampak erupsi mengakibatkan kerusakan pada bangunan, infrastruktur, dan lahan pertanian. Keberadaan Gunung Bromo berpotensi mengguncang stabilitas kehidupan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura. Pendekatan pengurangan risiko bencana pada penelitian ini menggunakan konsep human security pada aspek political security. Langkah awal pada penelitian adalah melakukan kajian tingkat risiko bencana.

Langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian prioritas alternatif pada aspek political security menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) dengan pembobotan menggunakan metode Rank Order Centroid (ROC). Hasil penelitian menunjukkan tingkat risiko bencana Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura yang tinggi berada di Desa Sariwani, Sapikerep, dan Ngadirejo. Prioritas alternatif pada aspek political security sebagai upaya pengurangan risiko bencana meliputi: 1. Ketersediaan bantuan pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi; 2.

Kecukupan bantuan pemerintah untuk kebutuhan sehari-hari pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi; dan 3.

Kemudahan dalam mengurus aset bergerak-tidak bergerak akibat erupsi Gunung Bromo.

Kata Kunci: Erupsi-Gunung-Bromo, Pengurangan-Risiko-Bencana, Political Security, SAW-ROC.

ABSTRACT

Mount Bromo is one of the active volcanoes on Java Island. Mount Bromo has a fairly short eruption cycle, between 4 - 10 years. The largest eruption occurred in 2010 and the most recent occurred in 2015. Sukapura District is the worst affected district due to the eruption of Mount Bromo. The impact of the eruption caused damage to buildings, infrastructures, and agricultural lands. The existence of Mount Bromo has the potential to shake the stability of life for the people who live around it. Therefore, this study aims to make efforts to reduce the disaster risk of Mount Bromo in Sukapura District. Disaster risk reduction’s approach in this study uses the concept of human security in the political security aspect. The first step in this study asses of the disaster risk’s level. The next step asses of the alternative’s priority on the political security aspect using the Simple Additive Weighting (SAW) method with the weighting using the Rank Order Centroid (ROC) method. The results showed that the high level of disaster risk of Mount Bromo in Sukapura District was in Sariwani Village, Sapikerep Village, and Ngadirejo Village. The priority of alternatives in the political security aspect as an effort to reduce disaster risk include: 1. Availability of assistance during the rehabilitation and reconstruction period; 2. Sufficient government assistance for daily needs during the rehabilitation and reconstruction period; and 3. Ease of managing movable and immovable assets due to the eruption of Mount Bromo.

Keywords: Mount-Bromo-Eruption, Disaster-Risk-Reduction, Political Security, SAW-ROC.

PENDAHULUAN

Salah satu gunung api paling aktif di Pulau Jawa adalah Gunung Bromo. Gunung Bromo dikenal memiliki potensi daya tarik keindahan alam yang mampu mendatangkan wisatawan skala domestik hingga mancanegara. Di sisi lain, Gunung Bromo menyimpan potensi bahaya yang mampu mengancam kondisi keamanan manusia

(human security) bagi wilayah sekitarnya. Bahaya Gunung Bromo yakni sebagai gunung api aktif yang sewaktu-waktu dapat mengalami erupsi.

Gunung Bromo memiliki siklus erupsi tercepat yakni kurang dalam 1 (satu) tahun dan paling lama dalam 16 tahun (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi [PVMBG], 2020).

Dampak erupsi Gunung Bromo menimbulkan berbagai kerusakan di wilayah terdampak.

(2)

Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo merupakan wilayah terdampak paling parah akibat erupsi Gunung Bromo yang terjadi pada tahun 2010 dan 2015. Kerusakan utama disebabkan oleh abu vulkanik Gunung Bromo. Abu vulkanik erupsi Gunung Bromo mengakibatkan kerusakan pada rumah penduduk, gangguan aktivitas penerbangan, gangguan kesehatan pada pernapasan, rusaknya lahan pertanian yang mengakibatkan tanaman mati hingga gagal panen, kerusakan pada infrastruktur jalan, matinya sumber air bersih, dan terhentinya aktivitas pariwisata (Badan Penanggulangan Bencana Daerah [BPBD]

Kabupaten Probolinggo, 2017).

Dampak erupsi Gunung Bromo paling dirasakan oleh penduduk yang tinggal di sekitar Gunung Bromo. Permukiman terdekat dengan Gunung Bromo terletak di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.

Pada umumnya, wilayah di sekitar Gunung Bromo dihuni oleh penduduk asli Suku Tengger. Suku Tengger merupakan kelompok masyarakat adat yang memiliki ikatan dengan para leluhur dan hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup.

Suku Tengger dan Gunung Bromo telah menjadi suatu identitas yang masing-masing tidak dapat dipisahkan. Dalam kehidupan masyarakat adat Suku Tengger, terdapat tokoh adat yang memiliki peranan penting yakni seorang dukun adat.

Dukun adat memiliki kewenangan terhadap aturan-aturan adat terkait sistem budaya dan pranata sosial yang berlaku di masyarakat, termasuk dalam perihal kebencanaan (BPBD Kabupaten Probolinggo, 2017). Dukun adat memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan pada waktu terjadi bencana, dimana dukun adat berhak menentukan kapan masyarakat harus mengungsi atau tetap mendiami desa.

Penelitian ini dilandasi dengan melihat erupsi Gunung Bromo merupakan suatu gangguan keamanan manusia (human security) sehingga membentuk adanya risiko bencana bagi masyarakat di wilayah sekitar Gunung Bromo.

Pada konsep human security, gangguan keamanan yang dihadapi manusia mencakup ancaman terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik, pangan, kesehatan dan lingkungan, serta masyarakat dan keselamatan pribadi. Konsep human security memiliki keselarasan pada kaidah pengurangan risiko bencana, dimana konsep human security merupakan pendekatan yang berpusat pada manusia dan berorientasi pada

pencegahan, serta memiliki kesadaran dalam meningkatkan kapasitas (United Nations Trust Fund for Human Security [UN-TFHS], 2016).

Human security terdiri dari 7 (tujuh) elemen meliputi economic security, food security, health security, environmental security, personal security, community security, dan political security (United Nations Development Programme [UNDP], 1994).

Penelitian ini bermaksud menawarkan pendekatan pada aspek political security sebagai upaya pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Urgensi pembahasan mengenai political security yakni adanya ketidakpastian dalam penerapan konsep dan sangat jarang ditemui dalam tema pengurangan risiko bencana. Pembahasan mengenai political security pada penelitian ini dilatarbelakangi dari 2 (dua) kondisi yakni: 1) Pembelajaran atas kinerja pemerintah yang dinilai tidak siap dalam penanggulangan bencana tsunami pada tahun 2004, dimana pemerintah merupakan aktor yang paling bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana; 2) Suku Tengger memiliki kapasitas menghadapi bencana melalui pengetahuan, pengalaman, dan kearifan lokal.

Menurut UNDP (1994), political security memuat pembahasan yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan represi politik. Pada dasarnya manusia membutuhkan hak-hak dasar hidup agar dapat merasa aman. Terlebih pada masyarakat di Kecamatan Sukapura yang berada dalam kawasan rawan bencana, masyarakat sangat membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar agar kelangsungan hidup dan kegiatan sosial-ekonomi tetap berjalan pada saat terjadi bencana erupsi Gunung Bromo. Upaya pengurangan risiko bencana dinilai sangat diperlukan agar bencana tidak terjadi berlarut-larut dan menciptakan bencana baru. Melalui upaya pengurangan risiko bencana diharapkan masyarakat terdampak bencana memiliki daya lenting untuk bangkit menuju kondisi normal atau yang lebih baik sesegera mungkin.

Ruang lingkup wilayah pada penelitian ini berada di di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Kecamatan Sukapura memiliki luas wilayah sebesar 11.526,17 Ha. Wilayah administrasi Kecamatan Sukapura terdiri dari 12 desa yakni meliputi Desa Ngadisari, Sariwani, Kedasih, Pakel, Ngepung, Sukapura, Sapikerep, Wonokerto, Ngadirejo, Ngadas, Jetak, dan Wonotoro.

(3)

METODE PENELITIAN Analisis Risiko Bencana

Risiko bencana merupakan potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (BNPB, 2008). Secara umum, analisis risiko bencana merupakan hasil interaksi komponen bahaya, kerentanan, dan kapasitas (BNPB, 2012). Interaksi tersebut dijelaskan pada Persamaan (1).

𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎 (𝐻) × 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑉) 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 (𝐶)

... (1)

Penilaian tingkat bahaya

Penilaian tingkat bahaya erupsi Gunung Bromo dilakukan dengan overlay data spasial zona jatuhan dan zona aliran. Data spasial zona jatuhan dan zona aliran diperoleh melalui survei sekunder pada instansi terkait. Operasionalisasi hubungan zona jatuhan dan zona aliran dilakukan dengan penilaian matriks tabulasi silang pada Tabel 1. Operasionalisasi matriks dilakukan dengan cara overlay data spasial zona jatuhan dan zona aliran pada software ArcGIS. Hasil penilaian tingkat bahaya diklasifikasikan menjadi tingkat bahaya rendah, sedang, dan tinggi.

Tabel 1. Matriks Penilaian Tingkat Bahaya

ZonaAliran

Zona Jatuhan Tinggi Sedang Rendah

Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

Sedang Tinggi Sedang Sedang

Rendah Tinggi Sedang Rendah

Sumber: BNPB, 2012

Penilaian tingkat kerentanan dan kapasitas Penilaian tingkat kerentanan dan kapasitas dilakukan dengan menyusun nilai indeks komposit dari masing-masing indikatornya. Nilai indeks komposit indikator dihasilkan dari nilai indeks masing-masing parameternya. Indikator dan parameter kerentanan diuraikan pada Tabel 2, dimana data parameter diperoleh melalui survei sekunder pada instansi terkait. Indikator dan parameter kapasitas diuraikan pada Tabel 3, dimana data parameter diperoleh melalui survei primer menggunakan kuesioner yang ditujukan pada 361 responden di Kecamatan Sukapura.

Perhitungan indeks komposit kerentanan dan kapasitas dilakukan dengan Persamaan (2) hingga Persamaan (7). Hasil penilaian tingkat kerentanan

dan kapasitas diklasifikasikan menjadi tingkat rendah, sedang, dan tinggi. Langkah-langkah perhitungan penilaian tingkat kerentanan dan kapasitas dijelaskan sebagai berikut:

a. Perhitungan indeks parameter

𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑥 − min 𝑥 max 𝑥 − min 𝑥

... (2) Keterangan:

𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 : indeks parameter 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑥 : nilai parameter min 𝑥 : nilai parameter terkecil max 𝑥 : nilai parameter terbesar

b. Perhitungan indeks rata-rata

𝑥̅𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 = ∑(𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠!+ 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠"+. . . 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠#$) ... (3)𝑛 Keterangan:

𝑥̅𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 : nilai indeks rata-rata

∑(𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠!+ ⋯ ) : jumlah nilai indeks parameter

𝑛 : banyaknya parameter

c. Perhitungan indeks komposit

𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 =

𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 𝐹𝑖𝑠𝑖𝑘 + 𝑆𝑜𝑠𝑖𝑎𝑙 +𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 + 𝐿𝑖𝑛𝑔𝑘𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 ... (4) 4 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 =

𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑀𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎 + 𝐴𝑙𝑎𝑚 + 𝑆𝑜𝑠𝑖𝑎𝑙 + 𝐹𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 + 𝐹𝑖𝑠𝑖𝑘 ... (5) 5

d. Perhitungan nilai interval

𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 = (𝑁%!&− 𝑁%#')

... (6)𝐾 Keterangan:

𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 : jarak atau nilai interval 𝑁%!& : nilai indeks terbesar 𝑁%#' : nilai indeks terbesar

𝐾 : jumlah kelas = 3 (rendah, sedang, dan tinggi)

e. Klasifikasi interval tingkat kerentanan

𝑅𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ = (𝑁()*) − (𝑁%#'+ 𝑟𝑎𝑛𝑔𝑒)

𝑆𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 = (𝑁%#'+ 𝑟𝑎𝑛𝑔𝑒) − (𝑁%!&− 𝑟𝑎𝑛𝑔𝑒) 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = (𝑁%!&− 𝑟𝑎𝑛𝑔𝑒) − (𝑁%!&)

... (7) Keterangan:

𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 : jarak atau nilai interval 𝑁%!& : nilai indeks terbesar 𝑁%#' : nilai indeks terbesar

Tabel 2. Indikator dan Parameter Kerentanan

Indikator Parameter

Fisik Persentase Lahan Terbangun Persentase Kepemilikan Rumah Persentase Jalan Rusak

Ekonomi Persentase Penduduk Mata Pencaharian Rentan Persentase Kemiskinan

Persentase Lahan Produktif Sosial

Kepadatan Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk Persentase Usia Rentan

Persentase Tingkat Pendidikan Rentan Lingkungan Persentase Lahan Hutan

Persentase Lahan Konservasi TNBTS

Sumber: Sumekto (2011), BNPB (2012), Destriani (2013), Syiko (2014)

(4)

Tabel 3. Indikator dan Parameter Kapasitas

Indikator Parameter

Manusia

Rata-rata pengetahuan gejala atau tanda-tanda erupsi Gunung Bromo

Rata-rata pengetahuan kawasan rawan bencana Rata-rata keterlibatan pelestarian lingkungan Alam

Rata-rata kebermanfaatan Gunung Bromo Rata-rata kebermanfaatan hutan Rata-rata kemudahan akses air bersih

Sosial

Rata-rata intensitas pertemuan warga Rata-rata hubungan kekerabatan Rata-rata keterlibatan dalam organisasi Rata-rata kepercayaan tokoh masyarakat Rata-rata kepengaruhan tokoh masyarakat Rata-rata kegiatan keagamaan atau adat Rata-rata kepercayaan pada kegiatan keagamaan atau adat

Finansial

Rata-rata pendapatan masyarakat Rata-rata kepemilikan lahan pertanian Rata-rata luas kepemilikan lahan pertanian Rata-rata kepemilikan tabungan per bulan Rata-rata banyaknya kepemilikan tabungan Rata-rata kepemilikan ternak

Rata-rata kepemilikan kendaraan Rata-rata kemudahan kredit usaha Fisik Rata-rata kerusakan lahan pasca erupsi

Rata-rata durasi lahan pulih pasca erupsi Rata-rata jarak menuju sarana kesehatan Sumber: Saragih (2007), Tarigan (2015), Wijayanti (2016)

Penilaian tingkat risiko bencana

Penilaian tingkat risiko bencana erupsi Gunung Bromo dilakukan dengan cara penilaian matriks tabulasi silang antara bahaya (H), kerentanan (V), dan kapasitas (C).

Operasionalisasi penilaian tingkat risiko bencana dilakukan secara 2 (dua) tahap. Tahap pertama melakukan interaksi komponen bahaya dan kerentanan (H x V) yang dijelaskan pada Tabel 4.

Tahap kedua yakni hasil tahap pertama diinteraksikan dengan komponen kapasitas (H x V/ C) yang dijelaskan pada Tabel 5.

Operasionalisasi matriks dilakukan dengan cara overlay data spasial pada software ArcGIS. Hasil penilalian tingkat risiko bencana yakni berupa tingkat risiko bencana rendah, sedang, dan tinggi.

Tabel 4. Matriks Penilaian Bahaya dan Kerentanan

H

V Tinggi Sedang Rendah

Rendah Sedang Rendah Rendah

Sedang Tinggi Sedang Rendah

Tinggi Tinggi Tinggi Sedang

Sumber: BNPB, 2012

Tabel 5. Matriks Penilaian Tingkat Risiko Bencana

HxV

C Tinggi Sedang Rendah

Tinggi Sedang Rendah Rendah

Sedang Tinggi Sedang Rendah

Rendah Tinggi Rendah Sedang

Sumber: BNPB, 2012

Analisis Prioritas Alternatif

Analisis prioritas alternatif digunakan untuk menentukan arahan prioritas alternatif political security sebagai upaya pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.

Penentuan prioritas pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan metode Multi Criteria Decision Making (MCDM) dengan menggunakan analisis perangkingan (prioritas) Simple Additive Weighting (SAW) dan disertai pembobotan menggunakan Rank Order Centroid (ROC).

Multi criteria decision making (MCDM) adalah sub-bidang operasi penelitian yang berkaitan dengan merancang pendekatan matematis dan komputasi untuk mendukung evaluasi subjektif dari kriteria kinerja berdasarkan suatu keputusan. MCDM merupakan metodologi untuk membandingkan, memilih, atau memberi peringkat alternatif dari beberapa kriteria. Pada taksonomi keilmuan, metode MCDM diklasifikasikan menjadi 2 (dua) pendekatan yang berbeda yakni Multiple Objective Decision Making (MODM) dan Multiple Atribute Decision Making (MADM). Pada pendekatan MODM, alternatif tidak ditentukan sebelumnya, tetapi dilakukan sebagai suatu perangkat tujuan yang dioptimalkan, tunduk pada serangkaian kendala, dengan sejumlah alternatif yang tidak terbatas sehingga pemilihan keputusan solusi dipilih yang paling memuaskan (efektif dan efisien) (Castro, 2018). Pendekatan MADM merupakan salah satu metode pengambil keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari beberapa alternatif berdasarkan beberapa kriteria maupun sub- kriteria tertentu. Pendekatan MADM bertujuan mengevaluasi alternatif yang telah ditentukan terhadap sekumpulan kriteria, dimana setiap kriteria tidak saling bergantung satu dengan yang lainnya (Kusumadewi, 2006).

Simple Additive Weighting (SAW) merupakan salah satu perhitungan matematis dalam metode MCDM pada pendekatan MADM yang digunakan untuk menentukan prioritas alternatif. Konsep dasar pada metode SAW adalah mencari nilai hasil penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif terhadap semua kriteria (Kusumadewi, 2006). Sedangkan, Rank Order Centroid (ROC) merupakan salah satu perhitungan matematis dalam melakukan pembobotan. ROC memiliki konsep dasar memberikan nilai bobot berdasarkan tingkat kepentingan dari kriteria (Saputra, 2020).

(5)

Pembobotan ROC dapat menghasilkan nilai bobot sesuai proporsi yang tepat pada masing-masing kriteria. Nilai bobot setiap kriteria sesuai dengan ranking yang dinilai berdasarkan tingkat prioritas.

Tingkat prioritas setiap kriteria dilakukan berdasarkan pernyataan “prioritas peringkat 1 lebih penting dari peringkat 2, peringkat 2 lebih penting dari peringkat 3, dan seterusnya hingga peringkat ke-n” (Utami, 2016). Langkah-langkah dalam melakukan analisis SAW-ROC pada penelitian dijelaskan sebagai berikut:

a. Menentukan pakar atau ahli pengambil keputusan

Tabel 6. Penentuan Para Ahli

Ahli Nama Keterangan

1 M. Sachri Iskandar

S.T., M.M. BPBD Kab.

Probolinggo 2 Heri Mulyadi, S.STP,

M.Si Camat Kecamatan

Sukapura

3 Sri Wahayu Kepala Desa Ngadisari

b. Mengidentifikasi kriteria political security Tabel 7. Kriteria Political Security (K)

Kode Kriteria

K1 Good gorvernance K2 Represi politik K3 Hak asasi manusia

Sumber: UN-ISDR (2004), Davenport (2007), Adger (2014)

c. Mengidentifikasi sub-kriteria political security

Tabel 8. Sub-Kriteria Political Security (SK)

Kriteria Sub-Kriteria Kode

Good Governance Kepuasan SK1

Stakeholder SK2

Tanggung jawab SK3

Represi Politik Gangguan SK4

Partisipasi SK5

Hak Asasi Manusia Kebutuhan dasar SK6

Keadilan SK7

Sumber: UN-ISDR (2004), Davenport (2007), Adger (2014)

d. Mengidentifikasi alternatif political security

Alternatif political security pada penelitian ini diperoleh melalui kajian literatur yang selanjutnya diuraikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Alternatif Prioritas Political Security (A)

Kode Alternatif

A1 Kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menangani erupsi Gunung Bromo

A2 Tingkat kapabilitas stakeholder dalam menangani erupsi Gunung Bromo

A3 Ketersediaan mekanisme pertanggungjawaban dan kebijakan terkait bantuan

A4 Gangguan keamanan saat terjadi erupsi dan masa rehabilitasi dan rekonstruksi

Kode Alternatif

A5 Keterlibatan masyarakat pada proses pengambilan keputusan dalam menangani erupsi Gunung Bromo

A6 Ketersediaan bantuan pemerintah saat rehabilitasi dan rekonstruksi

A7 Kecukupan bantuan pemerintah untuk kebutuhan sehari-hari pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi

A8 Kemudahan dalam mengurus aset bergerak- tidak bergerak akibat erupsi Gunung Bromo A9 Ketimpangan pemerintah dalam memberikan

bantuan kepada setiap individu/kelompok masyarakat

Sumber: UN-ISDR (2004), Davenport (2007), Adger (2014)

e. Pemberian nilai/peringkat kriteria, sub- kriteria, alternatif oleh pakar atau ahli f. Perhitungan bobot kriteria dan sub-kriteria

Perhitungan bobot kriteria dan sub-kriteria menggunakan pembobotan ROC (Persamaan 8).

𝑊+= V1 𝐾X . Y V1

𝑖X

,

... (8)#-+

Keterangan:

W : bobot kriteria K : banyak kriteria ...K : kriteria ke-

g. Perhitungan matriks normalisasi pada alternatif

𝑅#$= 𝑋𝑖𝑗 𝑀𝑎𝑥 𝑋𝑖𝑗

... (9) Keterangan:

𝑅#$ : normalisasi matriks (rating kinerja ternormalisasi)

𝑀𝑎𝑥 : nilai maksimal dari setiap baris dan kolom 𝑋#$ : baris dan kolom dari matriks

h. Perhitungan nilai preferensi (V)

Perhitungan nilai preferensi (V) dilakukan dengan menjumlahkan hasil perkalian matriks normalisasi dengan nilai bobot pada tiap sub-kriteria (Persamaan 10).

𝑉#= Y 𝑊$𝑅#$

'

$-.

... (10) Keterangan:

𝑉# : nilai preferensi

𝑊$ : bobot yang telah ditentukan 𝑅#$ : normalisasi matriks

i. Perhitungan nilai V akhir (prioritas)

Nilai V akhir diperoleh dari penjumlahan hasil perkalian nilai preferensi dengan nilai bobot kriteria. Perhitungan matematis yakni pada Persamaan 10. Nilai Vi pada alternatif yang memiliki nilai lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai tersebut diprioritaskan (lebih terpilih).

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Bahaya

Penilaian tingkat bahaya dilakukan dengan inidikator zona jatuhan dan zona aliran. Data spasial zona jatuhan dan zona aliran diperoleh dari BPBD Kabupaten Probolinggo.

Zona jatuhan

Zona jatuhan menjelaskan daerah paparan jatuhan piroklastik erupsi Gunung Bromo. Zona jatuhan Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura yakni seluas 11.151,73 Ha (96,75 %). Zona jatuhan Gunung Bromo terdiri dari 3 (tiga) tingkat yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Zona jatuhan rendah

Berada dalam radius 10 - 15 Km. Luas zona ini sebesar 3.611,15 Ha (31,33 %). Terdapat di 6 (enam) desa yakni Desa Sariwani, Kedasih, Pakel, Ngepung, Sukapura, dan Sapikerep.

b. Zona jatuhan sedang

Berada dalam radius 5 - 10 Km. Luas zona ini sebesar 2.826,23 Ha (24,52 %). Terdapat di 8 (delapan) desa yakni Desa Ngadisari, Sariwani, Sapikerep, Wonokerto, Ngadirejo, Ngadas, Jetak, dan Wonotoro c. Zona jatuhan tinggi

Berada dalam radius 0 - 5 Km. Luas zona ini sebesar 4.714,35 Ha (40,90 %). Terdapat di 6 (enam) desa meliputi Desa Ngadisari, Sariwani, Ngadirejo, Ngadas, Jetak, dan Wonotoro.

Zona aliran

Zona aliran menjelaskan potensi daerah terdampak oleh aliran lahar dingin akibat erupsi Gunung Bromo. Zona aliran Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura yakni seluas 6.187,24 Ha (53,68 %). Zona aliran Gunung Bromo terdiri dari 3 (tiga) tingkat yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Zona aliran rendah

Zona aliran rendah Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura memiliki luasan sebesar 415,95 Ha (3,61 %). Zona aliran rendah melintasi beberapa desa seperti Desa Sariwani, Ngepung, Sukapura, dan Sapikerep.

b. Zona aliran sedang

Zona aliran sedang Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura seluas 2.581,20 Ha (22,39 %). Zona aliran sedang melintasi beberapa desa diantaranya Desa Ngadisari,

Sariwani, Sapikerep, Wonokerto, Ngadirejo, Ngadas, Jetak, dan Wonotoro.

c. Zona aliran tinggi

Zona aliran tinggi Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura memiliki luasan sebesar 3.190,09 Ha (27,68 %). Zona aliran tinggi melintasi beberapa wilayah desa meliputi Desa Ngadisari, Sariwani, Ngadirejo, dan Ngadas.

Penilaian tingkat bahaya

Hasil analisis tingkat bahaya menunjukkan bahwa Kecamatan Sukapura memiliki tingkat bahaya erupsi Gunung Bromo sebesar 11.221,54 Ha (97,36 %) (Tabel 10). Peta tingkat bahaya erupsi Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura secara spasial divisualisasikan pada Gambar 1.

a. Tingkat bahaya rendah (KRB I)

Tingkat bahaya rendah yakni pada rentang radius 10 - 15 Km dari pusat erupsi. Luas wilayah pada tingkat bahaya rendah seluas 3.495,28 Ha (30,32 %) yang tersebar pada 6 (enam) desa meliputi Desa Sariwani, Kedasih, Pakel, Ngepung, Sukapura, dan Sapikerep. Kawasan KRB I memiliki potensi terlanda lontaran batu berukuran maksimum 10 mm dan hujan abu vulkanik lebat (BNPB, 2019).

b. Tingkat bahaya sedang (KRB II)

Tingkat bahaya sedang yakni pada rentang radius 5 - 10 Km dari pusat erupsi. Luas wilayah pada tingkat bahaya sedang seluas 3.011,61 Ha (26,13 %) yang tersebar pada 8 (delapan) desa meliputi Desa Ngadisari, Sariwani, Sapikerep, Wonokerto, Ngadirejo, Ngadas, Jetak, dan Wonotoro.

Menurut BNPB (2019), kawasan KRB II memiliki potensi sedang terhadap aliran lava, lahar, dan lontaran batu pijar berukuran maksimum 64 mm, serta hujan abu vulkanik lebat.

c. Tingkat bahaya tinggi (KRB III)

Tingkat bahaya tinggi yakni pada rentang radius 0 - 5 Km dari pusat erupsi. Luas wilayah pada tingkat bahaya tinggi seluas 4.714, 65 Ha (40,90 %) yang tersebar pada 6 (enam) desa meliputi Desa Ngadisari, Sariwani, Ngadirejo, Ngadas, Jetak, dan Wonotoro. Kawasan KRB III memiliki potensi tinggi terlanda aliran lava, guguran lava, gas vulkanik beracun, lahar, lontaran batu (pijar), dan hujan abu vulkanik lebat (BNPB, 2019).

(7)

Tabel 10. Tingkat Bahaya di Kecamatan Sukapura

Desa

Luas Wilayah Tingkat Bahaya Tidak Terdampak Rendah Sedang Tinggi

(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

Ngadisari 1.037,25 0,00 0,00 0,10 1.037,15

Sariwani 2.354,29 0,00 477,98 704,23 1.172,08

Kedasih 977,27 99,67 877,61 0,00 0,00

Pakel 610,01 6,54 603,46 0,00 0,00

Ngepung 687,55 198,42 489,13 0,00 0,00

Sukapura 798,10 0,00 798,10 0,00 0,00

Sapikerep 1.322,76 0,00 248,99 1.073,78 0,00

Wonokerto 488,04 0,00 0,00 488,03 0,00

Ngadirejo 1.490,45 0,00 0,00 260,78 1.229,67

Ngadas 1.110,44 0,00 0,00 153,82 956,62

Jetak 258,20 0,00 0,00 150,54 107,66

Wonotoro 391,80 0,00 0,00 180,33 211,47

Total 11.526,17 304,63 3.495,28 3.011,61 4.714,65 Persentase 100,00 % 2,64 % 30,32 % 26,13 % 40,90 %

Gambar 1. Peta Tingkat Bahaya di Kecamatan Sukapura.

Tingkat Kerentanan

Kerentanan adalah sekumpulan kondisi atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana (Oxfam, 2012).

Penilaian tingkat kerentanan terdiri dari penilaian indikator kerentanan fisik, ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Kerentanan fisik

Kerentanan fisik merupakan kerentanan yang dimiliki oleh masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya erupsi Gunung Bromo.

Parameter penilaian indikator kerentanan fisik terdiri dari persentase lahan terbangun, kepadatan bangunan, dan kerusakan jalan. Lahan terbangun adalah lahan permukiman. Lahan permukiman di Kecamatan Sukapura seluas 225,38 Ha (1,96 %) dan persentase tertinggi berada di Desa Sukapura (7,32 %). Jumlah kepemilikan rumah di Kecamatan Sukapura pada

tahun 2019 sebanyak 6.377 unit dan persentase tertinggi berada di Desa Sukapura (18,96 %).

Kecamatan Sukapura memiliki jaringan jalan sepanjang 182,34 Km. Kondisi jaringan jalan rusak di Kecamatan Sukapura yakni sepanjang 74,70 Km (40,97 %) dan persentase tertinggi berada di Desa Sariwani (84,85 %).

Kerentanan ekonomi

Kerentanan ekonomi merupakan kerentanan terhadap ancaman bahaya yang sangat ditentukan oleh kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat. Parameter penilaian indikator kerentanan ekonomi terdiri dari persentase penduduk mata pencaharian rentan, kemiskinan, dan lahan produktif. Mata pencaharian rentan berada di sektor pertanian dan pariwisata. Jumlah penduduk di Kecamatan Sukapura yang memiliki mata pencaharian rentan pada tahun 2020 yakni mencapai 10.542 jiwa penduduk dan persentase tertinggi berada di Desa Ngadisari (79,21 %). Jumlah keluarga miskin di Kecamatan Sukapura pada tahun 2017 mencapai 1.972 KK dan persentase tertinggi berada di Desa Ngadirejo (58,51 %). Persentase lahan produktif di Kecamatan Sukapura sebesar 50,68 % (5.841,90 Ha) dan persentase tertinggi berada di Desa Pakel (93,08 %).

Kerentanan sosial

Kerentanan sosial merupakan kerentanan yang dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat.

Parameter penilaian kerentanan sosial terdiri dari kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase usia rentan, dan persentase tingkat pendidikan rentan. Kepadatan penduduk Kecamatan Sukapura pada tahun 2019 sebesar 1,68 Jiwa/Ha dan kepadatan tertinggi berada di Desa Sukapura (4,83 Jiwa/Ha). Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Sukapura selama tahun 2015 - 2019 sebesar -0,99 % dan laju pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Desa Ngadas (0,84 %). Usia rentan dinilai dari penduduk pada kelompok umur balita (0 - 4 tahun) dan lansia (60 - 75+ tahun). Jumlah penduduk usia rentan di Kecamatan Sukapura pada tahun 2019 sebanyak 3.671 jiwa penduduk dan persentase tertinggi berada di Desa Wonotoro (26,70 %). Tingkat pendidikan rentan dinilai dari tingkat pendidikan belum atau tidak tamat SD. Jumlah penduduk yang belum atau tidak tamat SD di Kecamatan Sukapura sebanyak 4.329 jiwa penduduk dan persentase tertinggi berada di Desa Sariwani (35,90 %).

(8)

Kerentanan lingkungan

Kerentanan lingkungan menunjukkan lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Parameter penilaian indikator kerentanan lingkungan terdiri dari persentase lahan hutan dan lahan konservasi TNBTS. Lahan hutan di Kecamatan Sukapura sebesar 3.368,85 Ha dan persentase tertinggi berada di Desa Sapikerep (56,27 %). Lahan konservasi TNBTS di Kecamatan Sukapura sebesar 3.446,31 Ha dan persentase tertinggi berada di Desa Ngadas (72,54 %).

Penilaian tingkat kerentanan

Hasil penilaian tingkat kerentanan di Kecamatan Sukapura menunjukkan bahwa terdapat 6 (enam) desa memiliki tingkat kerentanan rendah, 1 (satu) desa memiliki tingkat kerentanan sedang, dan 5 (lima) desa memiliki tingkat kerentanan tinggi (Tabel 11). Peta tingkat kerentanan di Kecamatan Sukapura divisualisasikan pada Gambar 2 dan dijelaskan sebagai berikut:

a. Tingkat kerentanan rendah

Nilai klasifikasi berada pada rentang nilai 0,28 - 0,36. Terdapat di 6 (enam) desa meliputi Desa Ngadisari, Ngepung, Wonokerto, Ngadas, Jetak, dan Wonotoro.

b. Tingkat kerentanan sedang

Nilai klasifikasi berada pada rentang nilai 0,36 - 0,44. Tingkat kerentanan sedang hanya terdapat di Desa Ngadirejo (0,43).

c. Tingkat kerentanan tinggi

Nilai klasifikasi berada pada rentang nilai 0,44 - 0,53. Terdapat di 5 (lima) desa meliputi Desa Sariwani, Kedasih, Pakel, Sukapura, dan Sapikerep.

Tabel 11. Tingkat Kerentanan di Kecamatan Sukapura

Desa

Kerentanan

Indeks Komposit Klasifikasi Fisik Ekonomi Sosial Lingkungan

Ngadisari 0,23 0,54 0,16 0,41 0,34 Rendah Sariwani 0,43 0,58 0,39 0,54 0,48 Tinggi Kedasih 0,40 0,76 0,41 0,43 0,50 Tinggi

Pakel 0,40 0,89 0,41 0,41 0,53 Tinggi

Ngepung 0,26 0,30 0,37 0,46 0,35 Rendah

Sukapura 0,69 0,32 0,40 0,45 0,47 Tinggi Sapikerep 0,56 0,57 0,27 0,50 0,47 Tinggi Wonokerto 0,28 0,54 0,22 0,19 0,31 Rendah Ngadirejo 0,41 0,70 0,14 0,45 0,43 Sedang

Ngadas 0,01 0,30 0,30 0,53 0,29 Rendah

Jetak 0,11 0,57 0,29 0,13 0,28 Rendah

Wonotoro 0,08 0,48 0,42 0,45 0,36 Rendah

Gambar 2. Peta Tingkat Kerentanan di Kecamatan Sukapura.

Tingkat Kapasitas

Kapasitas adalah sumber daya, pengetahuan, keterampilan, dan kekuatan yang dimiliki seseorang atau masyarakat yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah, dan memitigasi, menanggulangi dampak buruk, atau dengan cepat memulihkan diri dari bencana (BNPB, 2012). Penilaian tingkat kapasitas terdiri dari penilaian indikator kapasitas manusia, alam, sosial, finansial, dan fisik.

Kapasitas manusia

Kapasitas manusia mencakup kemampuan, pengalaman, keterampilan kerja, dan kesehatan.

Parameter indikator kapasitas manusia terdiri dari rata-rata pengetahuan gejala (tanda-tanda) erupsi Gunung Bromo, pengetahuan kawasan rawan bencana, dan keterlibatan pelestarian lingkungan. Gejala erupsi Gunung Bromo ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas vulkanik berupa gempa vulkanik, suara dentuman, dan keluarnya hembusan asap dari kawah (pusat erupsi). Beberapa desa yang berada dalam radius 0 - 5 Km seperti Desa Ngadisari, Sariwani, Ngadirejo, Ngadas, Jetak, dan Wonotoro cukup mengetahui gejala atau tanda-tanda erupsi Gunung Bromo. Penduduk pada desa tersebut juga rata-rata cukup mengetahui keberadaan lingkungan permukiman berada dalam kawasan rawan bencana erupsi Gunung Bromo.

Keterlibatan dalam pelestarian lingkungan penduduk ditandai oleh adat istiadat yang berlaku pada Suku Tengger, yakni adanya aturan dalam penggunaan sumber daya alam, dimana jika menebang satu pohon harus menanam dua pohon sejenisnya. Hal tersebut menandakan adat istiadat Suku Tengger memiliki peranan pada kondisi kapasitas manusia.

(9)

Kapasitas alam

Kapasitas alam mencakup cadangan sumber daya alam, dimana sumber daya tersebut dapat dikembangkan secara lebih lanjut dan berguna untuk mata pencaharian suatu masyarakat. Parameter indikator kapasitas alam terdiri dari rata-rata kebermanfaatan Gunung Bromo, kebermanfaatan hutan, dan kemudahan akses air bersih. Keberadaan Gunung Bromo cenderung lebih bermanfaat pada desa di sekitar Gunung Bromo. Keberadaan Gunung Bromo mampu memberikan peluang pekerjaan di sektor pariwisata. Peluang pekerjaan yang ditimbulkan yakni berupa jasa angkutan wisata, jasa penginapan, perdagangan, dan sebagainya.

Keberadaan hutan tersebar pada semua desa di Kecamatan Sukapura. Penduduk memanfaatkan hutan pada jenis hutan produksi di sekitar lingkungan permukiman. Sebagian besar penduduk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu bakar yang digunakan oleh untuk memasak, sedangkan ilalang, dedaunan, serta rerumputan sebagai pakan ternak.

Sumber air bersih di Kecamatan Sukapura berasal dari mata air yang tersebar di sekitar lereng pegunungan. Air bersih selanjutnya didistribusikan melalui pipa-pipa menuju tandon umum yang tersebar di beberapa permukiman penduduk. Kondisi sumber mata air di Kecamatan Sukapura akan terganggu pada musim kemarau dan akibat dampak erupsi Gunung Bromo.

Kapasitas sosial

Kapasitas sosial mengacu pada sumber daya sosial yang diandalkan individu untuk mencapai tujuan penghidupan. Parameter indikator kapasitas sosial terdiri dari rata-rata intensitas pertemuan warga, hubungan kekerabatan, keterlibatan dalam organisasi, kepercayaan tokoh masyarakat, kepengaruhan tokoh masyarakat, kegiatan keagamaan atau adat, dan kepercayaan pada kegiatan keagamaan atau adat. Intensitas pertemuan warga dimaksudkan pada seberapa sering penduduk mengadakan pertemuan dalam kegiatan tertentu. Bentuk pertemuan warga antara lain berupa kegiatan arisan warga, kerja bakti, upacara adat, sosialisasi, dan kegiatan lainnya.

Sebagian besar penduduk memiliki hubungan baik dengan tetangga di sekitarnya dan menyatakan tidak terlibat aktif dalam organisasi terkait penanggulangan bencana. Sebagian besar masyarakat Suku Tengger sangat mempercayai

dukun adat dalam keberlangsungan pranata sosial kehidupan Suku Tengger. Dukun adat memiliki kewenangan dalam keberlangsungan hukum, norma, nilai adat di kehidupan Suku Tengger. Kepengaruhan tokoh masyarakat ditunjukkan dengan fungsi yang dimiliki dukun adat. Suku Tengger memiliki berbagai kegiatan upacara yang merupakan tradisi adat (kepercayaan). Masyarakat Suku Tengger memiliki kepercayaan terhadap kegiatan keagamaan atau adat yang berkaitan dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Bromo.

Menurut masyarakat Suku Tengger, kegiatan keagamaan merupakan hal yang penting dalam menjalani kehidupan. Kegiatan keagamaan yang dilakukan masyarakat Suku Tengger merupakan wujud pendekatan diri kepada Sang Hyang Agung, dimana menganggap erupsi Gunung Bromo merupakan pembawa keberkahan.

Kapasitas finansial

Kapasitas finansial merujuk pada sumber daya keuangan, ketersediaan uang tunai atau yang setara, dimana memungkinkan orang untuk mengadopsi strategi mata pencaharian sesuai tujuan yang dikehendaki. Parameter indikator kapasitas finansial terdiri dari rata-rata pendapatan masyarakat, kepemilikan lahan pertanian, luas kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan tabungan per bulan, banyaknya kepemilikan tabungan per bulan, kepemilikan ternak, kepemilikan kendaraan, dan kemudahan kredit usaha. Rata-rata tingkat pendapatan penduduk Kecamatan Sukapura sebesar Rp.

2.026.053, pendapatan paling rendah sebesar Rp.

500.000 dan paling besar sebesar Rp. 8.300.000, dimana pada tahun 2017 nilai upah minimum regional Kabupaten Probolinggo sebesar Rp.

1.879.220. Beberapa aset yang dimiliki penduduk antara lain lahan pertanian, tabungan, ternak, dan kendaraan. Luas kepemilikan lahan pertanian penduduk berkisar antara 0,5 - 1 Ha. Jenis tabungan yang dimiliki penduduk berupa uang dan ternak (kuda, sapi, kerbau, kambing, dan ayam). Kepemilikan kendaraan memiliki fungsi sebagai alat transportasi penduduk dan sebagai penunjang kegiatan perekonomian dengan mengangkut hasil pertanian dan angkutan wisata.

Jenis kendaraan yang dimiliki penduduk antara lain sepeda motor, mobil, dan jeep. Lembaga kredit usaha rakyat yang sering digunakan penduduk antara lain bank dan koperasi.

Sebagian besar penduduk menilai mendapatkan kemudahan akses dalam melakukan kredit usaha.

(10)

Kapasitas fisik

Kapasitas fisik terdiri dari infrastruktur dasar dan barang - barang produksi yang dibutuhkan untuk mendukung mata pencaharian.

Parameter indikator kapasitas fisik terdiri dari rata-rata kerusakan lahan pasca erupsi, durasi lahan pulih pasca erupsi, dan jarak menuju sarana kesehatan. Durasi erupsi Gunung Bromo berlangsung secara berangsur - angsur dan tidak dapat diprediksi kapan berhentinya. Penduduk yang memiliki lahan pertanian menyatakan bahwa sebagian lahan pertanian mengalami kerusakan akibat abu vulkanik erupsi Gunung Bromo. Durasi lahan pertanian pulih kembali secara normal paling lama yakni dalam 1 (satu) tahun. Sarana fasilitas kesehatan (praktik dokter, bidan, posyandu, pustu) menjadi tempat pertolongan pertama penanggulangan bencana.

Rata-rata jarak rumah penduduk menuju sarana fasilitas kesehatan sejauh ± 1 (satu) Km.

Penilaian tingkat kapasitas

Hasil penilaian tingkat kapasitas menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) desa memiliki tingkat kapasitas rendah, 4 (empat) desa memiliki tingkat kapasitas sedang, dan 5 (lima) desa memiliki tingkat kapasitas tinggi (Tabel 12).

Peta tingkat kapasitas di Kecamatan Sukapura dapat dilihat pada Gambar 3. Tingkat kapasitas di Kecamatan Sukapura diuraikan sebagai berikut:

a. Tingkat kapasitas rendah

Nilai klasifikasi berada pada rentang nilai 0,31 - 0,44. Terdapat di 3 (tiga) desa yakni Desa Sukapura, Sapikerep, dan Wonokerto.

b. Tingkat kapasitas sedang

Nilai klasifikasi berada pada rentang nilai 0,44 - 0,57. Terdapat di 4 (empat) desa meliputi Desa Sariwani, Kedasih, Ngepung, dan Ngadas.

c. Tingkat kapasitas tinggi

Nilai klasifikasi berada pada rentang nilai 0,57 - 0,70. Terdapat di 5 (lima) desa meliputi Desa Ngadisari, Pakel, Ngadirejo, Jetak, dan Wonotoro.

Tabel 12. Tingkat Kapasitas di Kecamatan Sukapura

Desa

Kapasitas

Indeks Komposit Klasifikasi Manusia Alam Sosial Finansial Fisik

Ngadisari 0,48 0,81 0,47 0,60 0,60 0,59 Tinggi Sariwani 0,36 0,32 0,35 0,58 0,64 0,45 Sedang Kedasih 0,61 0,54 0,53 0,66 0,43 0,56 Sedang

Pakel 0,61 0,53 0,51 0,77 0,58 0,60 Tinggi

Ngepung 0,38 0,67 0,46 0,59 0,56 0,53 Sedang

Desa

Kapasitas

Indeks Komposit Klasifikasi Manusia Alam Sosial Finansial Fisik

Sukapura 0,51 0,56 0,17 0,33 0,00 0,31 Rendah Sapikerep 0,25 0,19 0,32 0,51 0,38 0,33 Rendah Wonokerto 0,53 0,30 0,44 0,51 0,40 0,44 Rendah Ngadirejo 0,85 0,50 0,66 0,70 0,73 0,69 Tinggi Ngadas 0,08 0,54 0,65 0,69 0,67 0,53 Sedang

Jetak 0,74 0,80 0,70 0,41 0,65 0,66 Tinggi

Wonotoro 0,88 0,85 0,48 0,28 1,00 0,70 Tinggi

Gambar 3. Peta Tingkat Kapasitas di Kecamatan Sukapura.

Tingkat Risiko Bencana

Analisis risiko bencana dilakukan dengan mengolah data spasial (bahaya, kerentanan, dan kapasitas) pada software ArcGIS. Hasil analisis risiko bencana menunjukkan bahwa tingkat risiko bencana erupsi di Kecamatan Sukapura sebesar 11.221,54 Ha (97,36 %) dan tidak terdampak sebesar 304,63 Ha (2,64 %) yang berada di sebagian Desa Kedasih, Pakel, dan Ngepung (Tabel 13). Peta risiko bencana erupsi Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura divisualisasikan pada Gambar 4. Tingkat risiko bencana di Kecamatan Sukapura diuraikan sebagai berikut:

a. Tingkat risiko bencana rendah

Luas wilayah yang berada pada tingkat risiko bencana rendah sebesar 4.560,09 Ha (39,56 %). Terdapat di 9 (sembilan) desa meliputi Desa Ngadisari, Kedasih, Pakel, Ngepung, Wonokerto, Ngadirejo, Ngadas, Jetak, dan Wonotoro.

b. Tingkat risiko bencana sedang

Luas wilayah yang berada pada tingkat risiko bencana sedang sebesar 2.664,27 Ha (23,11 %). Terdapat di 3 (tiga) desa yakni Desa Sariwani, Ngadirejo, dan Ngadas.

c. Tingkat risiko bencana tinggi

Luas wilayah yang berada pada tingkat risiko bencana tinggi sebesar 3.997,18 Ha (34,68 %). Terdapat di 3 (tiga) desa yakni Desa Sariwani, Sukapura, dan Sapikerep.

(11)

Tabel 13. Tingkat Risiko Bencana di Kecamatan Sukapura

Desa

Luas Wilayah Risiko Bencana Tidak Terdampak Rendah Sedang Tinggi

(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

Ngadisari 1.037,25 0,00 1.037,25 0,00 0,00

Sariwani 2.354,29 0,00 0,00 477,98 1.876,31

Kedasih 977,27 99,67 877,61 0,00 0,00

Pakel 610,01 6,54 603,46 0,00 0,00

Ngepung 687,55 198,42 489,13 0,00 0,00

Sukapura 798,10 0,00 0,00 0,00 798,10

Sapikerep 1.322,76 0,00 0,00 0,00 1.322,76

Wonokerto 488,04 0,00 488,03 0,00 0,00

Ngadirejo 1.490,45 0,00 260,78 1.229,67 0,00

Ngadas 1.110,44 0,00 153,82 956,62 0,00

Jetak 258,20 0,00 258,20 0,00 0,00

Wonotoro 391,80 0,00 391,80 0,00 0,00

Total 11.526,17 304,63 4.560,09 2.664,27 3.997,18 Persentase 100,00 % 2,64 % 39,56 % 23,11 % 34,68 %

Gambar 4. Peta Risiko Bencana Erupsi Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura.

Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Political Security

Kondisi political security di Kecamatan Sukapura Kondisi political security di Kecamatan Sukapura dapat diketahui melalui kondisi struktur sosial-politik masyarakatnya. Kecamatan Sukapura termasuk dalam wilayah bermukimnya Suku Tengger. Kehidupan masyarakat Suku Tengger memiliki struktur sosial-politik yang diketahui dengan adanya lembaga pemuka agama dan lembaga pemuka adat yang berpengaruh pada kehidupan sehari - hari.

Lembaga pemuka agama dan lembaga pemuka adat memiliki fungsi dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan nilai - nilai adat dan kepercayaan Suku Tengger. Nilai - nilai adat dan kepercayaan Suku Tengger merupakan warisan leluhur/nenek moyang. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa hak - hak masyarakat Suku Tengger dalam menentukan cara hidup masih terjaga dengan baik hingga saat ini.

Terwujudnya keamanan manusia (human security) di Kecamatan Sukapura dapat dibangun melalui strategi pemberdayaan (empowerment).

Pemberdayaan merupakan cerminan pembangunan yang didasari dengan pendekatan bottom-up. Pada upaya pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Bromo, pemberdayaan dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas berdasarkan pengetahuan, pengalaman, serta sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Masyarakat Suku Tengger dinilai memiliki kapasitas melalui pengetahuan, pengalaman, dan sistem sosial yang telah ada sejak dahulu sebagai kearifan lokal dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Bromo.

Bentuk kearifan lokal yang dimiliki Suku Tengger dapat digunakan sebagai kekuatan dan meningkatkan kapasitas dalam menghadapi erupsi Gunung Bromo. Kearifan lokal masyarakat Suku Tengger dalam menghadapi erupsi Gunung Bromo terjaga melalui kerjasama antara masyarakat, lembaga pemuka agama, dan lembaga pemuka adat dengan pemerintah dan lembaga terkait lainnya. Lembaga pemuka agama dan lembaga pemuka adat sangat dipercaya oleh masyarakat Suku Tengger, sehingga peran kedua lembaga tersebut sangat penting pada saat terjadinya erupsi Gunung Bromo. Keputusan evakuasi ataupun tetap tinggal (mendiami) di desa akan dilaksanakan sepenuhnya oleh masyarakat berdasarkan keputusan yang diberlakukan. Meskipun lembaga pemuka agama dan lembaga pemuka adat memiliki kapabilitas dalam membaca aktivitas Gunung Bromo melalui pengalaman, pengetahuan, dan kepercayaannya, kedua lembaga tersebut juga mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan kegunungapian dan bekerjasama dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dan lembaga terkait lainnya sebagai pertimbangan dalam menentukan keputusan.

Nilai-nilai kearifan lokal pada masyarakat Suku Tengger merupakan pengetahuan lokal warisan dari nenek moyang/leluhur yang bermanfaat dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Bromo, sehingga masyarakat Suku Tengger dapat menjalani kehidupan secara aman, nyaman, dan tenteram (human security).

Berkaitan dengan hal tersebut, kehidupan masyarakat Suku Tengger dapat dijadikan sebagai pusaka saujana (cultural landscape) yang apabila dibina dan dikelola dengan baik dan benar akan dapat memberi sumbangsih dalam menjalani hidup yang berdampingan dengan bencana.

(12)

Penentuan prioritas alternatif political security Penentuan prioritas alternatif political security pada penelitian ini digunakan sebagai upaya pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Pada konsep human security, khususnya pada elemen political security merupakan upaya penyelengaraan hidup dengan menghormati hak-hak hidup manusia. Hak-hak hidup manusia sangat dibutuhkan oleh masyarakat di Kecamatan Sukapura, sebagaimana hidup berdampingan dengan ancaman bencana erupsi Gunung Bromo. Melalui prioritas alternatif political security, dapat diketahui aspek - aspek yang dibutuhkan masyarakat Kecamatan Sukapura dalam upaya pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura.

Penentuan prioritas alternatif political security dilakukan dengan analisis prioritas menggunakan Simple Additive Weighting (SAW) dengan pembobotan Rank Order Centroid (ROC).

Terdapat 9 (sembilan) alternatif political security pilihan pada upaya pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Bromodi Kecamatan Sukapura.

Hasil penentuan prioritas alternatif political security dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 4. Prioritas Alternatif Political Security

Prioritas Kode Alternatif Nilai Akhir

1 A6 Ketersediaan bantuan

pemerintah saat rehabilitasi

dan rekonstruksi 0,5998

2 A7

Kecukupan bantuan

pemerintah untuk kebutuhan sehari-hari pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi

0,5600

3 A9

Ketimpangan pemerintah dalam memberikan bantuan

kepada setiap

individu/kelompok masyarakat

0,5517

4 A8 Kemudahan dalam mengurus asset bergerak-tidak bergerak

akibat erupsi Gunung Bromo 0,5457 5 A3 Ketersediaan mekanisme

pertanggungjawaban dan

kebijakan terkait bantuan 0,2173

6 A2

Tingkat kapabilitas

Stakeholder dalam

menangani erupsi Gunung Bromo

0,2095

7 A1

Kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menangani erupsi Gunung Bromo

0,2024

8 A5

Keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dalam menangani erupsi Gunung Bromo

0,1644

9 A4 Gangguan keamanan saat terjadi erupsi dan masa

rehabilitasi dan rekonstruksi 0,1587

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa 97, 36 % wilayah Kecamatan Sukapura berada dalam risiko bencana erupsi Gunung Bromo. Pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Bromo di Kecamatan Sukapura berbasis political security telah terwujud dalam kearifan lokal kehidupan Suku Tengger. Prioritas utama pada alternatif political security yang dibutuhkan masyarakat yakni ketersediaan bantuan, kecukupan bantuan, dan kemudahan dalam mengurus aset terdampak erupsi.

DAFTAR PUSTAKA

Adger, W. N. 2014.Human Security. New York.

Cambridge University Press.

BNPB. 2008).Peraturan Kepala BNPB No. 04 Th.

2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

Jakarta. BNPB.

BNPB. 2012.Peraturan Kepala BNPB No. 02 Th.

2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Jakarta.

BNPB.

BNPB. 2019.Modul Teknis Penyusunan Kajian Risiko Bencana Letusan Gunung Api.

Jakarta. Direktorat Pengurangan Risiko Bencana (BNPB).

Castro, D. M. 2018.A Review on Multi-Criteria- Decision-Making for Energy Efficiency in Automotive Engineering.

Davenport, K. 2007.State Repression and the Domestic Democratic Peace. New York. Cambridge University Press.

Kusumadewi, S. 2006.Fuzzy Multi-Attribute Decision Making. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Oxfam. 2012. Analisis Kerentanan dan Kapasitas Partisipastif. Jakarta. Oxfam.

PVMBG. 2020.Gunung Api Indonesia dan Karateristik Bahayanya. Jakarta. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Saputra, I. M. 2020.Penentuan Lokasi Stup Menggunakan Pembobotan Rank Order Centroid (ROC) dan Simple Additve Weighting (SA). Jurnal Sistem Informatika (JSI).

UNDP. 1994.Human Development Report. New York. Oxford University Press.

UN-TFHS. 2016. Human Security Handbook. New York. United Nations.

Referensi

Dokumen terkait

.bureaucracy. The gov~~nment seems' reluctant to see violence precipitated by religion intolerance as criminal. It in action makes many people argue for incre;;l.Sed

Diketahui terdapat hubungan faktor dukungan keluarga dan masyarakat dengan keaktifan kader pada kegiatan posyandu di Desa Purwojati. Tujuan khusus.. a) Mengetahui

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Kompensasi

Berdasarkan hal di atas penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara empirik apakah ada hubungan antara iklim organisasi dan motivasi kerja intrinsik dengan kualitas

maksimal, dimana masih ada karyawan yang belum memanfaatkan portal web tersebut sesuai dengan tujuan awal dibuat intranet ini, sehingga akhirnya menyebabkan kasus

Persepsi siswa terhadap kinerja guru diambil dari lembar pengamatan yang dicatat oleh guru pengamat. Persepsi siswa pada kinerja guru dikatakan baik bila mencapai

Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,

kromatogra8 kolom dan kromatogra8 lapis tipis. Pemisahan kromatogra8 adsorbsi biasan$a menggunakan "ase normal dengan menggunakan "ase diam silika gel dan alumina,