• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

49

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah Penelitian

Kabupaten Demak merupakan salah satu wilayah yang terletak di Provinsi Jawa Tengah pada koordinat 6ᴼ 43’ 26” - 7ᴼ 09’ 43” Lingkar Selatan dan 110ᴼ 27’

58” - 110ᴼ 48’ 47” Bujur Timur. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Jepara dan Laut Jawa pada sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobogan, kemudian sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang, serta sebelah barat berbatasan dengan Kota Semarang. Jarak dari barat ke timur adalah sepanjang 49 kilometer, kemudian dari utara ke selatan adalah sepanjang 41 kilometer.

Gambar 4.1

Peta Administrasi Kabupaten Demak

Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP3D) Kabupaten Demak (2016)

(2)

50 Secara administratif, luas wilayah Kabupaten Demak adalah 89,743 ha, terdiri atas 14 kecamatan, 243 desa dan 6 kelurahan. Kabupaten Demak dikenal dengan daerah agraris yang kebanyakan penduduknya hidup di sektor pertanian, hal ini nampak dari Kabupaten Demak yang terdiri atas lahan sawah yang mencapai luas 51.799 ha (57,72 %), dan selebihnya adalah lahan kering (BPS Kabupaten Demak 2016).

4.2 Kondisi Ekonomi Wilayah Penelitian 4.2.1 Kondisi Ekonomi Masyarakat

Kondisi perekonomian Kabupaten Demak ditunjukkan oleh data PDRB kian mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga tahun 2015, dimana berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Demak (2016) pada tahun 2015 PDRB Kabupaten Demak mencapai Rp 14.913.681.850.000,- naik sekitar Rp 2.637.979.160.000,- bila dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya mencapai Rp 12.275.702.690.000,-. Nilai ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 21,49 %. Hingga tahun 2012, struktur ekonomi masih didominasi oleh sektor pertanian, dimana pada tahun 2011 sektor pertanian mendominasi sebesar 27,49 % dan pada tahun 2012 sebesar 26,75 %. Namun, pada tahun 2013 struktur ekonomi mulai didominasi oleh sektor Industri Pengolahan, dimana pada tahun 2013 sektor Industri Pengolahan mendominasi sebesar 26,9 % sedangkan sektor Pertanian hanya sebesar 25,8 %. Kemudian, peran sektor Pertanian kian menurun pada tahun 2014 dan 2015, dimana perannya hanya sebesar 23,92 %, sedangkan peran sektor Industri Pengolahan sebesar 27,77 % dan 27,75 %.

(3)

51 4.2.2 Kondisi Umum Komoditas Ayam Pedaging di Kabupaten Demak

Berdasarkan Rasyaf (2002) peternakan merupakan kegiatan memelihara hewan ternak guna dibudidayakan dan memperoleh benefit dari kegiatan tersebut. Subsektor peternakan di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok besar, ialah ternak besar dan ternak kecil. Ternak besar terdiri dari kerbau, kuda dan juga sapi. Sementara itu, ternak kecil terdiri dari babi, domba, kambing, serta ternak unggas (ayam, itik, dan burung puyuh).

Komoditas ayam pedaging merupakan kegiatan usaha yang menarik untuk dikaji dari sub-sektor peternakan. Hal ini disebabkan karena ayam pedaging atau yang biasa disebut dengan ayam broiler merupakan salah satu komoditi peternakan yang menjanjikan sebab produksinya yang cepat untuk memenuhi kebutuhan pasar dibandingkan dengan ternak ayam lainnya. Selain itu, pertumbuhannya juga cepat dengan bobot badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, konversi pakan kecil, siap potong pada usia muda serta menghasilkan kualitas daging berserat lunak.

Kabupaten Demak merupakan daerah yang mengembangkan peternakan ayam pedaging, sebab berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Center for Micro and Small Enterprises Dynamics Universitas Kristen Satya Wacana (CEMSED UKSW) Salatiga (2016) ayam pedaging merupakan produk andalan dan produk unggulan yang dimiliki oleh Kabupaten Demak, yang berpotensi untuk meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Demak.

(4)

52 Tabel 4.1

Jumlah Peternak Ayam Pedaging dan Populasi Ayam Pedaging di Kabupaten Demak

NO KECAMATAN

JUMLAH PETERNAK (orang) POPULASI AYAM PEDAGING (ekor) Bermitra Tidak

Bermitra TOTAL Bermitra Tidak

Bermitra TOTAL

1 DEMAK 7 3 10 78.000 25.000 103.000

2 WONOSALAM 0 5 5 0 23.500 23.500

3 DEMPET 4 6 10 63.800 19.000 82.800

4 BONANG 12 0 12 64.000 0 64.000

5 MIJEN 31 10 41 210.000 0 210.000

6 GAJAH 1 0 1 3.000 0 3.000

7 KARANGANYAR 0 17 17 0 113.000 113.000

8 KARANGTENGAH 5 0 5 32.000 0 32.000

9 GUNTUR 3 0 3 24.000 0 24.000

10 SAYUNG 1 4 5 10.000 108.000 118.000

11 KARANGAWEN 0 0 0 0 0 0

12 MRANGGEN 3 2 5 62.000 34.000 96.000

13 KEBONAGUNG 9 1 10 74.500 14.000 88.500

TOTAL 76 49 125 621.300 336.500 957.800

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Demak (Maret 2017)

Berdasarkan observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa keberadaan perusahaan kemitraan diperkiraan mulai pada awal tahun 2003. Sejak perusahaan kemitraan mulai masuk, para peternak perlahan-lahan beralih untuk bermitra dengan perusahaan, sehingga peternak yang menggunakan kerjasama dengan kemitraan perseorangan jumlahnya kian berkurang. Padahal, bentuk kerjasama peternak dengan kemitraan perseorangan (bakul) ini merupakan pola yang telah dilakukan oleh peternak sejak tahun 1997. Peternak yang dimaksud melakukan kerjasama dengan pedagang pengumpul (bakul) atau kemitraan perseorangan. Hal tersebut nampak pada Tabel 4.1 yang terlihat jelas bahwa 60 % dari 125 peternak ayam pedaging di Kabupaten Demak memilih untuk bermitra dengan perusahaan, seperti PT. Ciomas Adisatwa, PT. Citra Jaya Agung Lestari, Bima Unggas Jaya, PT. Mustika Jaya Lestari, PT. Sido

(5)

53 Agung Agro Prima, PT. Sumber Sekawan Sejati (S3) Farm, CV. Bina Usaha Ternak (BUT), PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk., UD. Karya Kencana, PT. Samsung, PT. Arjuna Unggas Jaya, PT. SBS, dan juga PT. Cemerlang Unggas Lestari. Sementara itu, jumlah peternak yang tidak bermitra hanya 40 % dari 125 peternak ayam pedaging di Kabupaten Demak. Kemudian, jumlah produksi dari peternak bermitra juga jauh lebih banyak, dengan total 611.300 ekor pada bulan Maret 2017. Sedangkan, peternak tidak bermitra hanya memproduksi sejumlah 346.500 ekor pada periode yang sama.

Banyaknya jumlah produksi dari peternak bermitra disebabkan oleh adanya kontrak perjanjian antara peternak dan juga perusahaan mitra dimana peternak diwajibkan memproduksi ayam pedaging sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Terdapat satu kecamatan yang tidak memproduksi ayam pedaging sama sekali, yaitu Kecamatan Karangawen. Hal ini sesuai dengan temuan Center for Micro and Small Enterprises Dynamics Universitas Kristen Satya Wacana (CEMSED UKSW) Salatiga (2016) yang ditunjukkan oleh Gambar 1.2 bahwa Kecamatan Karangawen tidak mampu memproduksi ayam pedaging karena kondisi geografisnya yang tidak memungkinkan ayam pedaging untuk dapat hidup.

Pola kemitraan yang digunakan di Kabupaten Demak adalah Pola Inti Plasma, dimana dalam pola ini perusahaan ternak ayam bertindak sebagai inti dan peternak bertindak sebagai plasma. Perusahaan ternak ayam yang bertindak sebagai inti bertugas untuk membina dan mengembangkan peternak yang menjadi plasma, seperti : penyediaan dan penyiapan Sarana Produksi Peternakan (DOC, Pakan dan Obat-obatan), memberikan teknis manajemen usaha dan produksi, serta pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Namun, peternak hanya bertugas sebagai pemelihara ayam pedaging selama satu siklus hidup. Setelah siap panen, maka ayam pedaging harus diserahkan kepada perusahaan mitra dengan jumlah ekor yang telah disepakati.

(6)

54 Melihat informasi yang umumnya bersifat homogen dan tidak banyak berbeda satu dengan yang lain, maka peneliti mendapatkan 4 informan kunci, yaitu peternak ayam pedaging, pedagang/pengepul ayam pedaging, pengusaha industri ayam pedaging dan konsumen ayam pedaging, dan 3 informan pendukung yang telah memenuhi kriteria. Kriteria untuk menjadi informan kunci yaitu informan sudah terlibat dalam rantai nilai pada komoditas terkait selama minimal 5 tahun, lalu informan memiliki pengetahuan dan keahlian seputar usaha tani/ternak dan pengolahan komoditas terkait secara mikro, serta bersedia untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan dan bersedia untuk diwawancarai dengan metode wawancara. Kemudian, kriteria untuk menjadi informan pendukung adalah aparat pemerintahan bekerja di Dinas Peternakan Kabupaten Demak selama minimal 10 tahun, lalu kriteria yang lain adalah informan pendukung harus menjadi Kepala/Anggota Bidang Peternakan, serta Kepala/Anggota Bidang Agribisnis sehingga informan pendukung yang digunakan memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai usaha tani/ternak dan pengolahan komoditas terkait secara makro.

(7)

55 4.3 Rantai Nilai Komoditas Ayam Pedaging dari Peternak Bermitra di

Kabupaten Demak

Berdasarkan hasilwawancara mendalam yang telah dilakukan, maka diperoleh alur rantai nilai ayam pedaging dari peternak bermitra di Kabupaten Demak yang nampak pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2

Alur Rantai Nilai Ayam Pedaging dari Peternak Bermitra di Kabupaten Demak

Sumber : Data Primer (2017)

Berdasarkan hasil rekomendasi dari Ibu Dyah Purwantini selaku Kepala Bidang Peternakan Dinas Peternakan Kabupaten Demak dan Bapak Ahmad Syukur selaku Kepala Bidang Agribisnis Dinas Peternakan Kabupaten Demak, maka

(8)

56 peneliti memilih 1 orang peternak bermitra yang berasal dari Desa Surodadi, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Beliau ialah Bapak Sudarmadi. Peneliti memilih Bapak Sudarmadi sebagai narasumber sebab dari 5 peternak di Kecamatan Sayung, pria berusia 53 tahun tersebut merupakan satu-satunya peternak yang mau bermitra dengan perusahaan dimana beliau mampu memproduksi ± 10.000 ekor ayam setiap bulannya (lihat Tabel 4.1). Selain itu, menurut penuturan pihak Dinas Peternakan Kabupaten Demak, Bapak Sudarmadi dan istri cukup aktif dalam mengikuti program sosialisasi dan penyuluhan yang diadakan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Demak.

Bapak Sudarmadi merupakan peternak ayam pedaging yang memulai usahanya sejak tahun 1999. Bermodalkan Rp 270.000.000,- untuk membuat kandang ukuran 10 x 60 meter persegi, beliau sudah mampu berternak sejumlah 6.000 ekor. Sejak tahun 2004, beliau sudah bermitra dengan berbagai perusahaan, seperti BLW dan UMI. Saat ini, Bapak Sudarmadi bermitra dengan PT. Ciomas Adisatwa regional Jawa Tengah, yang memiliki kantor pusat di Jalan Tawes Raya No. 13, Kabupaten Semarang.

Pada Gambar 4.2 panah nomor 1 menunjukkan bahwa setiap periodenya PT.

Ciomas Adisatwa menyediakan segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh peternak, seperti Day Old Chick (DOC), Pakan (Pre-Starter, Starter, Finisher) dan juga obat- obatan. Menurut pemaparan Bapak Sudarmadi, setiap periodenya pihak PT. Ciomas Adisatwa datang ke rumah beliau yang terletak di Desa Surodadi untuk memberikan 10.000 DOC, 3 ons per ekor Pre-Starter, 13 ons per ekor Starter, dan 14 ons per ekor Finisher. Kemudian, Bapak Sudarmadi memberikan seluruh ayam pedaging yang dipanen kepada PT. Ciomas Adisatwa regional Jawa Tengah dengan bobot rata-rata 1,6 kilogram, yang ditunjukkan oleh panah nomor 2 pada Gambar 4.2. Namun, jika ada ayam pedaging yang melebihi bobot yang disyaratkan maka peternak diperbolehkan untuk menjual kepada pedagang pengepul (bakul) dengan syarat pedagang pengepul (bakul) tersebut harus merupakan mitra atau langganan dari PT. Ciomas Adisatwa. Hal ini ditunjukkan oleh garis panah nomor 4.

(9)

57 PT. Ciomas Adisatwa yang berdiri pada tahun 1987 ini beroperasi pada bidang pengembangbiakan ayam broiler, ayam layer dan ayam ras; bergerak di bidang industri peternakan, pertanian, penanaman, hortikultur serta perdagangan dan pendistribusian produk perusahaan kepada pasar lokal dan ekspor. Perusahaan ini beroperasi sebagai anak perusahaan PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Kegiatan bisnis inti meliputi pembuatan pakan ternak, pembibitan ayam, pengolahan unggas serta budidaya perikanan. Unit pertama kali yang beroperasi ialah PT. Ciomas Adisatwa Unit Sidoarjo yang sebelumnya bernama PT. Suri Tani Pramuka (STP) yang berlokasi di Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto.

Mulanya, merek dagang PT. Ciomas Adisatwa merupakan Suri Chicken, namun harus berubah menjadi PT Ciomas Adisatwa pada bulan Februari 2005. Setelah memasuki masa panen, yaitu pada hari ke 32, petugas lapangan dari perusahaan akan datang ke peternak mitra dan mengambil ayam pedaging yang sehat dan memenuhi syarat, dimana ayam tersebut harus berbobot sekitar 1,6 kilogram hingga 1,8 kilogram, tidak boleh kurang ataupun lebih. Kemudian ayam yang dipanen akan dibesarkan selama 3 hari untuk mencapai bobot 2 kilogram. Mengingat PT. Ciomas Adisatwa yang merupakan anak perusahaan dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk, maka PT. Ciomas Adisatwa menyerahkan 40% dari ayam yang diperoleh kepada PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk (Panah Nomor 5 pada Gambar 4.2), sedangkan 60% nya dijual ke Pedagang Pengepul (bakul) dengan selisih harga Rp 2.000,- per kilogram (Panah Nomor 3 pada Gambar 4.2). PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk kemudian akan mendistribusikan ayam pedaging tersebut ke PT. So Good Food Manufacturing untuk dikemas dan dijadikan produk So Good Ayam Potong (dapat dilihat pada Gambar 4.3) yang dijual seharga Rp 47.000,-/pcs (harga ADA Swalayan, Semarang per tanggal 26 September 2017). Berdasarkan pengamatan peneliti, PT. So Good Food Manufacturing khusus menggunakan ayam pedaging dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk untuk produk tersebut dan tidak menggunakan produk dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk untuk produk olahan yang lain, seperti Chicken Nugget dan Chicken Karage.

(10)

58 Gambar 4.3

Produk So Good Ayam Potong

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

Gambar 4.4

Harga Produk So Good Ayam Potong (Harga ADA Swalayan, Kota Semarang per 26 September 2017)

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

(11)

59 Gambar 4.5

Kesepakatan Kerjasama antara PT. Ciomas Adisatwa dengan Peternak

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

Dalam Gambar 4.5 nampak bahwa telah terjadi kesepakatan sapronak, dimana DOC dihargai sebesar Rp 6.595,- per ekor, Pre-Starter dihargai sebesar Rp 7.815,- per kilogram, Starter dihargai sebesar Rp 7.490,- per kilogram, Finisher dihargai sebesar Rp 6.940,- per kilogram, dan obat-obatan yang mengikuti harga distribusi.

(12)

60 Dari pemaparan tersebut, diketahui bahwa rata-rata harga pakan (Pre-Starter, Starter dan Finisher) ialah Rp 7,415,- per kilogram. Telah disepakati pula mengenai Nilai Ayam Hidup antara peternak dan PT. Ciomas Adisatwa. Jika PT.

Ciomas Adisatwa menerima rata-rata 1,6 kg, maka ayam hidup tersebut dihargai sebesar Rp 16.115,- per kilogram. Kemudian, apabila Indeks Performa yang diperoleh peternak memenuhi kriteria yang diberikan oleh PT. Ciomas Adisatwa, maka nilai ayam hidup tersebut nantinya akan dikalikan dengan Indeks Nilai, sesuai dengan Feed Convertion Ratio (FCR) yang diperoleh pada Tabel Indeks Performa.

FCR dijadikan patokan dalam membuat kesepakatan karena FCR merupakan hal yang sangat mempengaruhi dalam beternak. Feed Convertion Ratio (FCR) ialah perbandingan antara jumlah pakan yang digunakan dengan jumlah bobot ayam pedaging yang dihasilkan. Semakin kecil nilai FCR, menunjukkan kondisi usaha ternak ayam pedaging semakin baik, sebab penambahan sejumlah pakan dapat menghasilkan penambahan bobot ayam pedaging dengan proporsi yang lebih besar (Suwarta 2015). Selain itu, FCR juga dapat digunakan untuk mengetahui Indeks Performa (IP). FCR dapat diperoleh dengan rumus :

𝑭𝑪𝑹 =𝑯𝒂𝒃𝒊𝒔 𝑷𝒂𝒌𝒂𝒏 (𝒌𝒈) 𝑻𝒐𝒏𝒂𝒔𝒆 (𝒌𝒈)

Menurut Bapak Sudarmadi, setiap periodenya beliau membutuhkan pakan sebanyak 478 zak (23.900 kg) dengan total bobot ayam (tonase) ialah 15.205 kg.

Sehingga, FCR yang diperoleh ialah :

FCR = 23.900

15.205 FCR = 1,57

dengan FCR sebesar 1,57 itu berarti untuk memproduksi 1 kilogram daging dibutuhkan 1,57 kilogram pakan.

Setelah diketahui nilai FCR nya, maka dapat diketahui Indeks Performa (IP).

Indeks Performa (IP) merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pemeliharaan ayam pedaging. Semakin besar nilai Indeks Performa (IP),

(13)

61 maka semakin baik prestasi ayam dan semakin efisien penggunaan pakan (Fadilah 2007). Sehingga, angka Indeks Performa (IP) ini dapat digunakan untuk menentukan bonus tambahan untuk peternak dari perusahaan. Menurut Kamara (2009), nilai Indeks Performa (IP) dihitung berdasarkan bobot rata-rata (kg), FCR, Umur panen dan daya hidup. Indeks Performa (IP) dapat diperoleh dengan rumus :

𝑰𝒏𝒅𝒆𝒌𝒔 𝑷𝒆𝒓𝒇𝒐𝒓𝒎𝒂 =𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒓𝒂𝒕𝒂 − 𝒓𝒂𝒕𝒂 (𝒌𝒈)𝒙 𝑫𝒂𝒚𝒂 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑 (%)

𝑭𝑪𝑹 𝒙 𝑼𝒎𝒖𝒓 𝒙 𝟏𝟎𝟎

Berdasarkan informasi yang diperoleh, diketahui bahwa bobot rata-rata yang dihasilkan ialah 1,6 kilogram dengan jumlah panen sebanyak 9.503 ekor ayam. Itu berarti, daya hidup ayam pedaging yang dipelihara Bapak Sudarmadi pada periode Juni 2017 adalah sebesar 95,03 %. Kemudian dengan FCR sebesar 1,57 dan Umur 32 hari. Sehingga diperoleh Indeks Performa sebesar :

𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎 (𝐼𝑃) = 1,6𝑥 95,03

1,57 𝑥 32 x 100 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎 (𝐼𝑃) = 152,05

50,24 x 100 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎 (𝐼𝑃) = 302,65

Setelah nilai Indeks Performa (IP) diperoleh, maka nilai akan dibandingkan dengan standar. Kriteria nilai Indeks Performa (IP) nampak pada Tabel 4.2 berikut.

(14)

62 Tabel 4.2

Kriteria Nilai Indeks Performa (IP) di PT. Ciomas Adisatwa Regional Jawa Tengah

Indeks Performa (IP) Nilai

< 300 Kurang

301 – 325 Cukup

326 – 350 Baik

351 – 400 Sangat Baik

>400 Istimewa

Sumber : PT. Ciomas Adisatwa Regional Jawa Tengah (2017)

Sesuai dengan kesepakatan antara peternak dan PT. Ciomas Adisatwa, peternak akan memperoleh bonus jika memenuhi kriteria Indeks Performa (IP) yang ditargetkan, yaitu dalam kategori Baik, Sangat Baik dan Istimewa. Itu berarti, Indeks Performa (IP) yang diperoleh Bapak Sudarmadi termasuk dalam kategori Cukup dan hanya memperoleh tambahan bonus minimal FCR dari PT. Ciomas Adisatwa, yaitu sebesar FCR kali 1.000.000.

(15)

63 Tabel 4.3

Rata-Rata Pendapatan Peternak Bermitra (Bapak Sudarmadi) per periode

NO. URAIAN

SKALA JUMLAH

(RP) %

Total Cost (TC)

1. Biaya Variabel (VC)

a. DOC 45.950.000 25,82%

b. Pakan 110.775.000 62,25%

c. Obat-obatan 3.000.000 1,69%

d.

Tenaga Kerja Laki-

laki (2 orang) 4.800.000 2,70%

e. Tenaga Kerja

Perempuan (3 orang) 9.000.000 5,06%

f. Pulsa Telepon 50.000 0,03%

g. Transportasi 100.000 0,06%

h. Pemanas 568.276 0,32%

i. Sekam 751.000 0,42%

J Perawatan Kandang 75.000 0,04%

k. Penerangan 150.000 0,08%

l. Serbuk 50.000 0,03%

m. Solar 60.000 0,03%

n. Oli 40.000 0,02%

2. Biaya Tetap (FC)

a. Listrik dan Air 1.000.000 0,56%

b. Sewa Tanah 200.000 0,11%

c. Penyusutan 1.385.417 0,78%

TOTAL PENGELUARAN (TC) 177.954.693 100%

BIAYA PER KILOGRAM 11.657

Total Revenue (TR)

1. Pendapatan Penjualan

a. 9.200 ekor berat 1,6 kg 237.212.800 89,96%

b. 303 ekor berat 1,8 kg 11.325.474 4,30%

2. Penjualan Karung

a. Penjualan Karung 5.832.470 2,21%

b. Penjualan Kotoran

Ayam 6.750.000 2,56%

c. Penjualan Gabah 500.000 0,19%

3. Bonus FCR 1.570.000 0,60%

(16)

64

4. Bonus Mortalitas 495.000 0,19%

TOTAL PENDAPATAN

PENJUALAN 263.685.744 100%

TOTAL PENDAPATAN KOTOR

(TR) 263.685.744

NILAI PRODUK AKHIR PER

KILOGRAM 17.273

KEUNTUNGAN BERSIH (π) 85.731.051 KEUNTUNGAN BERSIH PER

KILOGRAM 5.616

Sumber : Data Primer (2017)

Tabel 4.3 menunjukkan rata-rata Total Revenue (TR), Total Cost (TC) serta Keuntungan (π) yang diperoleh Bapak Sudarmadi untuk setiap periode produksinya (32 hari). Terlihat bahwa pendapatan yang diperoleh Bapak Sudarmadi tidak 100%

berasal dari PT. Ciomas Adisatwa, dimana 4,3 % diperoleh dari pedagang pengepul (bakul). Hal ini disebabkan karena terdapat sebanyak 303 ekor ayam pedaging yang berlebihan bobot (overweight), sehingga tidak sesuai dengan syarat yang diminta oleh perusahaan, yaitu sebesar 1,6 kilogram. Dalam Gambar 4.5 nampak bahwa PT.

Ciomas Adisatwa memperbolehkan untuk menjual ke pedagang pengepul (bakul), namun pedagang pengepul (bakul) tersebut harus merupakan mitra atau langganan dari PT. Ciomas Adisatwa. Sehingga Bapak Sudarmadi harus menjual sebanyak 303 ekor ayam pedaging ke pedagang pengepul (bakul) langsung.

(17)

65 Gambar 4.6

Kandang Ayam yang Dimiliki Bapak Sudarmadi

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha yaitu faktor lahan, modal untuk membeli bibit, obat-obatan, tenaga kerja serta aspek manajemen (Soekartawi 1989). Dalam Tabel 4.3 nampak bahwa biaya tetap terdiri dari listrik dan air, sewa tanah, serta penyusutan kandang ayam serta penyusutan aksesoris kandang. Dengan jumlah populasi 10.000 ekor ayam hidup, beliau memiliki kandang seluas 1.000 meter persegi yang dengan nilai awal sebesar Rp 270.000.000 dengan umur ekonomis 10 tahun (lihat Gambar 4.6). Apabila nilai sisa saat ini ialah Rp 135.000.000,-; itu berarti biaya penyusutan kandang ayam yang dikeluarkan ialah Rp 1.125.000,-. Sementara itu, untuk 10.000 ekor ayam hidup beliau membutuhkan 250 wadah pakan dan 250 wadah minum yang memiliki nilai awal sebesar Rp 25.000,- setiap wadahnya dengan umur ekonomis 2 tahun, dan memiliki nilai sisa Rp 12.500,- setap wadahnya. Sehingga, biaya penyusutan aksesoris kandang yang dikeluarkan ialah Rp 260.417,-. Sedangkan, biaya tidak tetap terdiri dari Sapronak (DOC, Pakan

(18)

66 dan Obat-obatan), tenaga kerja, pulsa telepon, transportasi, pemanas, sekam, perawatan kandang, penerangan, serbuk, solar dan oli. Walaupun perusahaan inti menyediakan Sapronak yang dibutuhkan, namun Bapak Sudarmadi diminta untuk membeli Sapronak tersebut dengan potongan harga sebesar Rp 2.000,-, dimana Bapak Sudarmadi diberi harga DOC sebesar Rp 4.595,- per ekor, Pre-Starter seharga Rp 5.815,- per kilogram, Finisher seharga Rp 5.490,- per kilogram dan obat-obatan seharga Rp 300,- per kilogram. Terlihat pula sebagian besar pengeluaran Bapak Sudarmadi dalam usaha ternak digunakan untuk membayar Tenaga Kerja. Beliau memiliki 2 orang tenaga kerja laki-laki yang berasal dari penduduk Desa Sidodadi dimana mereka bertugas untuk mengangkut ayam-ayam jika masa panen tiba, menebar benih, serta memberi makan ayam tersebut. Selain itu, beliau juga memiliki 3 orang tenaga kerja perempuan yang juga berasal dari Desa Sidodadi yang bertugas untuk menjaga kebersihan dan kesehatan kandang ayam dari segala kotoran maupun virus. Setiap harinya Bapak Sudarmadi memberi upah sebesar Rp 80.000,- untuk peternak laki-laki dan Rp 100.000,- untuk peternak perempuan. Menurut penjelasan dari Bapak Sudarmadi, perbedaan upah tersebut disebabkan adanya beban sosial, dimana 3 perempuan yang bekerja di peternakannya merupakan ibu rumah tangga yang harus meninggalkan suami dan anak-anaknya demi rezeki halal yang diperoleh melalui Bapak Sudarmadi. Selain itu, tenaga kerja laki-laki yang bekerja di peternakannya juga masih berusia 20 tahun dan 21 tahun, yang berarti mereka belum berkeluarga dan belum memiliki tanggungan keluarga. Pada Tabel 4.3 nampak bahwa rata-rata pengeluaran yang dikeluarkan oleh Bapak Sudarmadi sebanyak 39,39 % dan digunakan untuk membayar Tenaga Kerja Perempuan dan 21,01 % pengeluaran yang dikeluarkan oleh Bapak Sudarmadi digunakan untuk membayar Tenaga Kerja Laki-Laki. Dengan Total Cost (TC) yang sebesar Rp 18.229.693,- dan Total Revenue (TR) sebesar Rp 252.435.744,-; maka keuntungan bersih (π) rata-rata yang diperoleh Bapak Sudarmadi ialah Rp 234.206.051,-. Sehingga, jika Bapak Sudarmadi menghasilkan ayam pedaging sebanyak 15.265 kilogram setiap bulannya, maka diperoleh biaya per kilogramnya Rp 11.657,-; nilai produk akhir per kilogram sejumlah Rp 17.273,- serta keuntungan bersih per kilogramnya ialah Rp 5.616,-.

(19)

67 Gambar 4.7

Tampak Depan Rumah Pemotongan Ayam yang Dimiliki Ibu Sa’adah

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

(20)

68 Gambar 4.8

Tampak Dalam Rumah Pemotongan Ayam yang Dimiliki Ibu Sa’adah

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

Salah satu Pedagang Pengepul (bakul) yang sudah menjadi mitra dari PT.

Ciomas Adisatwa dan kerap menerima ayam pedaging dari Bapak Sudarmadi yang berlerlebihan bobot (overweight) ialah Ibu Sa’adah seorang pedagang pengepul (bakul) di Pasar Bangetayu, Kota Semarang. Wanita berusia 49 tahun tersebut sudah memulai usahanya sejak tahun 2003. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sa’adah, setiap harinya beliau membuka Rumah Pemotongan Ayam (RPA) di Jalan Banget Prasetya 7 (Pasar Bangetayu) dari pukul 03.00 WIB hingga 08.00 WIB dan saat ini beliau mampu menjual sebanyak 1 ton ayam pedaging per harinya ke pelanggannya yang merupakan pedagang pasar (Panah Nomor 6 pada Gambar 4.2) dan Industri Ayam Goreng (Fried Chicken) (Panah Nomor 8 pada Gambar 4.2), dengan jumlah pelanggan sebanyak 20 orang yang bekerja sebagai pedagang pasar dimana setiap orang mengambil rata-rata 10 ekor ayam setiap harinya seberat 2 kilogram dan 10 orang yang bekerja sebagai pedagang ayam goreng (fried chicken) yang rata-rata 10 ekor setiap harinya seberat 2 kilogram. Ibu Sa’adah mengakui

(21)

69 hanya mengambil selisih harga atau nilai tambah sebanyak Rp 2.000,- dari harga awal untuk ayam pedaging yang sudah potong dan selisih Rp 1.500,- dari harga awal untuk ayam pedaging yang masih dalam kondisi utuh, hal tersebut dilakukan oleh Ibu Sa’adah untuk menjaga pelanggan agar tidak pergi ke pedagang pengepul (bakul) lain. Jika pada harga ayam pedaging yang diberikan oleh perusahaan adalah Rp 18.000,- per kilogram maka Bu Sa’adah menjualnya seharga Rp 20.000,-. Setiap harinya Ibu Sa’adah mengambil rata-rata 500 ekor ayam pedaging dari berbagai perusahaan, termasuk PT. Ciomas Adisatwa, namun pada saat kondisi dimana permintaan akan ayam pedaging meningkat secara drastis, seperti hari raya, maka beliau akan menambah sejumlah 100 ekor.

(22)

70 Tabel 4.4

Rata-rata Pendapatan dari Pedagang Pengepul (Bakul) Ibu Sa’adah per periode

NO. URAIAN SKALA

JUMLAH (Rp) % Total Cost (TC)

1. Biaya Variabel (VC) a. Biaya Tenaga Kerja +

Transportasi 15.250.000 2,72%

b. Pembelian Ayam 540.000.000 96,47%

c. Pulsa Telepon 100.000 0,02%

d. Penerangan 100.000 0,02%

2. Biaya Tetap (FC)

a. Biaya Penyusutan Tempat

Pemotongan Ayam 2.916.667 0,52%

b. Biaya Penyusutan

Peralatan 74.167 0,01%

c. Biaya Penyusutan Armada 800.000 0,14%

d. Listrik 500.000 0,09%

TOTAL PENGELUARAN (TC) 559.740.833 100%

BIAYA PER KILOGRAM 18.658

Total Revenue (TR)

1. Pendapatan Penjualan Ayam Potong a. Pendapatan dari 20

Pedagang Pasar 360.000.000 60,61%

b. Pendapatan dari 10

Pedagang Fried Chicken 117.000.000 19,70%

2. Pendapatan Penjualan Ayam Utuh a. Pendapatan dari 20

Pedagang Pasar 117.000.000 19,70%

TOTAL PENDAPATAN KOTOR

(TR) 594.000.000 100%

NILAI PRODUK AKHIR PER

KILOGRAM 19.800

KEUNTUNGAN BERSIH 34.259.167 KEUNTUNGAN BERSIH PER

KILOGRAM 1.142

Sumber : Data Primer (2017)

(23)

71 Pada Tabel 4.4 menampilkan rata-rata Jumlah Pengeluaran (TC), Jumlah Pendapatan (TR) dan Keuntungan Bersih (π) yang diperoleh Ibu Sa’adah per periode produksinya (32 hari). Untuk Biaya Variabel (VC) terdiri dari Biaya Tenaga Kerja + Transportasi, Biaya Pembelian Ayam, Biaya Pulsa Telepon dan Biaya Penerangan (Lampu). Terlihat bahwa sebesar 95,73 % dari Jumlah Pengeluaran (TC) Ibu Sa’adah digunakan untuk membeli 500 ekor ayam pedaging setiap harinya di berbagai perusahaan, salah satunya PT. Ciomas Adisatwa. Hanya saja beliau mengakui bahwa harga yang diberikan oleh PT. Ciomas Adisatwa lebih mahal dibandingkan dengan harga yang diberikan perusahaan lain. Kemudian, pengeluaran terbesar kedua ialah untuk Biaya Tenaga Kerja dan Transportasi. Ibu Sa’adah memiliki 5 orang tenaga kerja laki-laki yang setiap harinya diupah Rp 100.000,- per hari, dimana upah tersebut sudah termasuk biaya transportasi untuk mengambil ayam dari perusahaan.

Tak lupa, beliau juga memberikan bonus sebesar Rp 50.000,- per bulannya kepada kelima tenaga kerjanya. Sehingga setiap bulannya per orang memperoleh Rp 3.050.000,-. Itu berarti jika Ibu Sa’adah memiliki 5 tenaga kerja, maka untuk biaya tenaga kerja dan transportasi yang dikeluarkan adalah Rp 15.250.000,-. Sementara itu, untuk Biaya Tetap (FC) terdiri dari Biaya Penyusutan Rumah Potong Ayam (RPA), Biaya Penyusutan Peralatan Rumah Potong Ayam (RPA), Biaya Penyusutan Armada dan Biaya Listrik. Untuk Rumah Potong Ayam (RPA) seharga Rp 150.000.000,- dengan umur ekonomis 2 tahun dan nilai sisa Rp 80.000.000,-; maka Biaya Penyusutan Rumah Potong Ayam (RPA) adalah sebesar Rp 2.916.667,-.

Sedangkan, Peralatan Rumah Potong Ayam (RPA) yang terdiri dari 20 kontainer ayam dengan nilai Rp 115.000,-; 2 buah pisau senilai Rp 60.000,- dan 1 buah timbangan ayam senilai Rp 250.000,- dengan umur ekonomis 3 tahun, maka Biaya Penyusutan Peralatan Rumah Potong Ayam (RPA) yang dikeluarkan tiap bulannya ialah Rp 74.167,-. Kemudian, untuk 1 buah Mitsubishi Pick Up T 120 SS 1,5 L 3 Way Wide Deck seharga Rp 108.000.000,- dengan umur ekonomis 5 tahun dan nilai sisa seharga Rp 60.000.000,-; maka terdapat Biaya Penyusutan Armada sebesar Rp 800.000,-. Dengan Pendapatan Kotor (TR) sebesar Rp 594.000.000,- dan Jumlah Pengeluaran (TC) sebesar Rp 559.740.833,-; maka rata-rata keuntungan yang diperoleh Ibu Sa’adah sebesar Rp 34.259.167.

(24)

72 Gambar 4.9

Ibu Wito saat memotong Ayam Pedaging

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

Pada Gambar 4.2 ditunjukkan oleh Panah Nomor 6 bahwa Pedagang Pengepul (bakul) menjual ayam pedagingnya ke Pedagang Pasar. Salah satu pedagang pasar yang menjadi langganan Ibu Sa’adah ialah Ibu Wito yang setiap harinya berjualan di Pasar Tlogosari, Kota Semarang. Ibu berusia 48 tahun ini mengakui bahwa usahanya ini tidak memiliki tenaga kerja, bersama dengan suami dan dibantu dengan anaknya beliau mampu menjalankan usaha ini. Adanya hubungan kekerabatan antara beliau dan Ibu Sa’adah yang menjadi penyebab Ibu Wito mau berlangganan dengan Ibu Sa’adah, dimana Ibu Wito dan Ibu Sa’adah sudah bertetangga sejak tahun 2005.

Setiap harinya beliau membeli 20 ekor ayam pedaging dengan rata-rata berat 2 kilogram ke Ibu Sa’adah, dimana pada tanggal 15 Agustus 2017 beliau membeli dengan harga Rp 20.000,- per kilogram. Kemudian, beliau menjualnya lagi ke konsumen rumah tangga dengan harga Rp 32.000,- per kilogram, dimana beliau

(25)

73 mampu menjual rata-rata 18 ekor dengan berat 2 kilogram setiap harinya. Itu berarti terdapat selisih sebesar Rp 12.000,-. Ibu Wito mengaku bahwa hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dari para konsumen rumah tangga akan harga ayam pedaging di Rumah Pemotongan Ayam (RPA), sehingga para pedagang bebas menetapkan harga.

Tabel 4.5

Rata-Rata Pendapatan dari Pedagang Pasar (Ibu Wito) per periode

NO. URAIAN

SKALA JUMLAH

(Rp) %

Total Cost (TC)

1. Biaya Variabel (VC)

a. Pembelian Ayam 24.000.000 97,14%

b. Pulsa Telepon 50.000 0,20%

c. Kantong Plastik 40.000 0,16%

d. Transportasi 200.000 0,81%

2. Biaya Tetap (FC)

a. Sewa Kios + Pajak 200.000 0,81%

b. Listrik 50.000 0,20%

c. Retribusi Pasar 100.000 0,40%

d. Penyusutan Peralatan 4.722 0,02%

e. Penyusutan Armada 62.500 0,25%

TOTAL PENGELUARAN (TC) 24.707.222 100%

BIAYA PER KILOGRAM 22.877

Total Revenue (TR)

1. Pendapatan Penjualan

a. 18 ekor ayam pedaging dengan

berat rata-rata 2 kilogram 34.560.000 100%

TOTAL PENDAPATAN KOTOR (TR) 34.560.000 100%

NILAI PRODUK AKHIR PER

KILOGRAM 32.000

KEUNTUNGAN BERSIH (π) 9.852.778 KEUNTUNGAN BERSIH PER

KILOGRAM 9.123

Sumber : Data Primer (2017)

(26)

74 Tabel 4.5 menunjukkan rata-rata Jumlah Pengeluaran (TC), Jumlah Pendapatan (TR) dan Keuntungan Bersih (π) yang diperoleh Ibu Wito untuk setiap periode produksinya (32 hari). Biaya Variabel (VC) terdiri dari Biaya Pembelian Ayam Pedaging, Biaya Pulsa Telepon, Biaya Pembelian Kantong Plastik dan Biaya Transportasi. Terlihat jelas bahwa 96,63 % dari Jumlah Pengeluaran (TC) digunakan untuk Pembelian Ayam Pedaging, dimana Ibu Wito rata-rata mengeluarkan Rp 24.000.000,-; yang mana Ibu Wito membeli ayam dari Ibu Sa’adah seharga Rp 20.000,- per kilogramnya. Sementara itu, Biaya Tetap (FC) terdiri dari Biaya Sewa Kios dan Pajak di Pasar Tlogosari, Biaya Listrik di Pasar Tlogosari, Biaya Retribusi Pasar Tlogosari, Biaya Penyusutan Peralatan dan Biaya Penyusutan Armada. Untuk kios dengan ukuran 2,5 x 2 meter, Ibu Wito dikenai biaya sewa kios seharga Rp 200.000,- setiap bulannya, yang mana biaya tersebut sudah termasuk pajak.

Kemudian, Ibu Wito juga dikenai Biaya Listrik sejumlah Rp 50.000,- dan juga Biaya Retribusi Pasar sebesar Rp 100.000,-. Jadi, total biaya yang Ibu Wito keluarkan unuk Pasar Tlogosari adalah Rp 350.000,-. Kemudian, peralatan yang dimiliki oleh Ibu Wito ialah 2 buah pisau nilai awal Rp 60.000,- dengan nilai sisa Rp 30.000,- dan 1 buah timbangan ayam pedaging nilai awal Rp 250.000,- dengan nilai sisa Rp 140.000,- dan umur ekonomis 3 tahun, sehingga Biaya Penyusutan Peralatan yang dikeluarkan setiap bulannya adalah Rp 4.722,-. Sementara itu, armada yang setiap harinya digunakan Ibu Wito untuk mengambil ayam pedaging dari Pasar Bangetayu adalah 1 buah sepeda motor Honda Revo Injeksi keluaran tahun 2014 dengan nilai awal Rp 9.000.000,-; nilai sisa Rp 6.000.000,- dan umur ekonomis 4 tahun, sehingga Biaya Penyusutan Armada ialah Rp 62.500,-.

Dalam Tabel 4.5 nampak pula bahwa Pendapatan Ibu Wito 100 % diperoleh dari Pendapatan Penjualan, dengan rata-rata 18 ekor per hari beliau mampu memperoleh total Rp 34.560.000,-. Dengan Jumlah Pengeluaran (TC) sebesar Rp 24.707.222,- maka rata-rata Keuntungan Bersih (π) yang diperoleh ialah Rp 9.852.778,- .

(27)

75 Gambar 4.10

Ayam Super Fried Chicken milik Mas Sholeh

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

Dalam Gambar 4.2 nampak bahwa Ibu Sa’adah juga menjual ayamnya ke pedagang ayam goreng (fried chicken) (Panah Nomor 7). Salah satu pedagang ayam goreng (fried chicken) tersebut ialah Mas Sholeh yang setiap harinya berjualan di Jalan Anyar, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang (Sebelah Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedung Pane Semarang) yang dapat dilihat pada Gambar 4.10. Mas Sholeh ialah anak dari sang pemilik usaha yang diminta untuk melanjutkan usaha ayam goreng (fried chicken), yaitu Bapak Suroto. Usaha ayam goreng (fried chicken) yang dimiliki oleh Mas Sholeh ini bernama Ayam Super Fried Chicken yang sudah dirintis oleh ayahnya sejak tahun 2005. Setiap harinya Mas Sholeh mengambil 10 ekor ayam pedaging di Ibu Sa’adah dengan berat rata-rata 2 kilogram, kemudian setiap ekornya akan dibagi menjadi 2 potong dada ayam, 2 potong paha atas, 2 potong paha bawah dan 2 potong sayap; dengan harga 1 potong dada ayam dihargai Rp 7.500,-; kemudian 1 potong paha atas dihargai Rp 7.500,-;

lalu 1 potong paha bawah dihargai Rp 6.000,-; dan 1 potong sayap dihargai Rp 6.000,-; dimana Mas Sholeh mengaku setiap harinya beliau mampu menjual rata-rata

(28)

76 20 potong dada ayam, 18 potong paha atas, 17 potong paha bawah dan 15 potong sayap. Untuk mengatasi ayam sisa sebanyak 2 potong paha atas, 3 potong paha bawah dan 5 potong sayap, Mas Sholeh mengaku tidak ambil pusing sebab beliau akan memberikan ayam sisa tersebut kepada orang sekitar.

Tabel 4.6

Kalkulasi Harga 1 Ekor Ayam Pedaging (2 Kilogram)

NO BAGIAN JUMLAH SATUAN

HARGA SATUAN

(Rp)

TOTAL (Rp)

1 Dada 2 potong 7.500 15.000

2 Paha Atas 2 potong 7.500 15.000

3 Paha

Bawah 2 potong 6.000 12.000

4 Sayap 2 potong 6.000 12.000

HARGA 1 EKOR AYAM 54.000

Sumber : Olahan Pribadi (2017)

Dari harga-harga tersebut maka dalam Tabel 4.7 menunjukkan bahwa 1 ekor ayam pedaging dihargai sebesar Rp 54.000,- seberat 2 kilogram oleh Mas Sholeh. Itu berarti beliau menghargai ayam pedaging sebesar Rp 27.000,- per kilogramnya.

Sehingga terdapat selisih sebesar Rp 7.000,- dari harga beli ayam pedaging. Mas Sholeh mengaku bahwa harga tersebut sudah mampu mengatasi masalah fluktuasi harga ayam pedaging yang ditakuti oleh para pedagang.

(29)

77 Tabel 4.7

Rata-Rata Pendapatan dari Ayam Super Fried Chicken (Mas Sholeh) per periode

NO. URAIAN

SKALA JUMLAH

(Rp) %

Total Cost (TC)

1. Biaya Variabel (VC)

a. Ayam Pedaging 12.000.000 87,60%

b. Tepung Bumbu 400.000 2,92%

c. Minyak Goreng 300.000 2,19%

d. Gas LPG 3 kilogram 150.000 1,09%

e. Saus 50.000 0,36%

f. Kantung Plastik 60.000 0,44%

g. Transportasi 50.000 0,36%

h. Pulsa 50.000 0,36%

2. Biaya Tetap (FC) a. Biaya Penyusutan

Gerobak 33.333 0,24%

b. Biaya Penyusutan

Peralatan 22.222 0,16%

c. Biaya Penyusutan

Armada 83.333 0,61%

d. Sewa Tempat 500.000 3,65%

TOTAL PENGELUARAN (TC) 13.698.889 100%

BIAYA PER KILOGRAM 22.831 Total Revenue (TR)

1. Pendapatan Penjualan

a. 20 potong dada ayam

(Rp 7.500,- per potong) 4.500.000 31,45%

b. 18 potong paha atas (Rp

7.500,- per potong) 4.050.000 28,30%

c. 17 potong paha bawah

(Rp 6.000,- per potong) 3.060.000 21,38%

d. 15 potong sayap (Rp

6.000,- per potong) 2.700.000 18,87%

(30)

78 TOTAL PENDAPATAN

KOTOR (TR) 14.310.000 100%

NILAI PRODUK AKHIR PER

KILOGRAM 23.850

KEUNTUNGAN BERSIH (π) 611.111 KEUNTUNGAN BERSIH PER

KILOGRAM 1.019

Sumber : Data Primer (2017)

Tabel 4.7 menampilkan rata-rata Jumlah Pengeluaran (TC), Jumlah Pendapatan (TR) dan Keuntungan Bersih (π) yang diperoleh Ayam Super Fried Chicken per periode produksinya (32 hari). Biaya Variabel (VC) terdiri dari Biaya Pembelian Ayam Pedaging, Biaya Pembelian Tepung Bumbu, Minyak Goreng, Gas LPG 3 kilogram, 5 Bungkus Saus Sambal (50 pieces per bungkus), Kantung Plastik, Biaya Transportasi dan Biaya Pulsa. Terlihat bahwa 86,41% dari Jumlah Pengeluaran (TC) digunakan untuk Pembelian Ayam Pedaging, yaitu sebesar Rp 12.000.000,-, yang mana Mas Sholeh membeli ayam dari Ibu Sa’adah seharga Rp 20.000,- per kilogramnya. Sementara itu, Biaya Tetap (FC) terdiri dari Biaya Penyusutan Gerobak, Biaya Penyusutan Peralatan, Biaya Penyusutan Armada serta Biaya Sewa Tempat.

Pengeluaran terbesar kedua adalah untuk sewa tempat, dimana Mas Sholeh setiap bulannya membayar sejumlah Rp 500.000,- untuk menyewa tempat kepada seorang pemilik ruko yang terasnya digunakan untuk berjualan. Beliau mengaku bahwa pemilihan lokasi berjualan ini merupakan keputusan yang tepat sebab lokasinya yang strategis serta biaya sewanya yang murah, sebab jika ia memilih di teras supermarket maka akan dikenai biaya lebih mahal, yaitu Rp 750.000,-. Kemudian, armada yang digunakan oleh Mas Sholeh untuk mengambil ayam pedaging dari Ibu Sa’adah ialah1 unit sepeda motor Honda Vario dengan nilai awal Rp 12.000.000,-; nilai sisa Rp 8.000.000,- dan umur ekonomis 4 tahun, sehingga Biaya Penyusutan Armada sebesar Rp 83.333,-. Kemudian, dengan gerobak yang memiliki nilai awal Rp 3.000.000,-; nilai sisa Rp 1.000.000,- dengan umur ekonomis 5 tahun beliau sudah mampu mendirikan usaha, itu berarti biaya penyusutan gerobak adalah sebesar Rp 33.333,-. Setelah itu terdapat pula Biaya Penyusutan Peralatan, yaitu Panci dan

(31)

79 Kompor seharga Rp 1.000.000,- dengan umur ekonomis 3 tahun, maka dari itu terdapat Biaya Penyusutan Peralatan sebesar Rp 27.778,-.

Dalam Tabel 4.7 nampak pula bahwa Pendapatan Mas Sholeh 100 % diperoleh dari Pendapatan Penjualan, dengan pendapatan dari penjualan 20 potong dada ayam sebesar Rp 4.500.000,- (31,45 %), pendapatan dari penjualan 18 potong paha atas sebesar Rp 4.050.000,- (28,30 %), pendapatan dari penjualan 17 potong paha bawah sebesar Rp 3.060.000,- (21,38 %), serta rata-rata pendapatan dari penjualan 15 potong sayap sebesar Rp 2.700.000,- (18,87%). Dengan Jumlah Pengeluaran (TC) sebesar Rp 13.698.889,- dan Pendapatan Kotor (TR) sebesar Rp 14.310.000,- maka rata-rata Keuntungan Bersih (π) yang diperoleh ialah Rp 611.111,-.

(32)

80 4.4 Rantai Nilai Komoditas Ayam Pedaging dari Peternak Tidak Bermitra di

Kabupaten Demak

Dari wawancara mendalam yang telah dilakukan, maka diperoleh alur rantai nilai ayam pedaging dari peternak tidak bermitra di Kabupaten Demak yang nampak pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11

Alur Rantai Nilai Ayam Pedaging dari Peternak Tidak Bermitra di Kabupaten Demak

Sumber : Data Primer (2017)

Berdasarkan hasil rekomendasi yang diberikan oleh Bapak Sudarmadi selaku peternak yang bermitra dengan perusahaan, bahwa terdapat peternak ayam pedaging yang saat ini masih menjalankan usahanya tanpa bermitra dengan perusahaan. Beliau adalah Ibu Sri Utami atau yang biasa dipanggil dengan Bu Tami asal Desa Banjarsari,

(33)

81 Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Peneliti memilih Bu Tami sebagai narasumber karena di saat banyak perusahaan inti yang menawarkan kontrak kemitraan, namun usaha Bu Tami masih tetap jalan. Wanita berusia 45 tahun ini mengaku pada tahun 2013 sempat bermitra dengan perusahaan inti, namun tidak bertahan lama karena perusahaan yang dimaksud selalu berusaha meminimalisir biaya sehingga memberikan pakan dengan kualitas yang rendah. Selain itu, kurangnya pengawasan dari pihak perusahaan juga membuatnya enggan untuk bermitra dengan perusahaan. Namun, adanya pasar bebas dalam komoditas ayam pedaging membuat para peternak mandiri merasa dirugikan, sebab banyak perusahaan yang berusaha untuk memainkan harga pasar dengan berbagai cara, seperti memanfaatkan media untuk menyebarkan isu flu burung sehingga harga ayam pedaging menjadi jatuh.

(34)

82 Gambar 4.12

Salah satu Kandang Ayam Pedaging Milik Bu Tami

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

(35)

83 Bu Tami merupakan peternak ayam pedaging yang memulai usahanya sejak tahun 1997. Walaupun memiliki usaha yang tidak bermitra dengan perusahaan inti, namun Bu Tami memiliki 5 buah kandang dengan jenis open house yang terletak di belakang rumahnya dimana setiap kandang berisi 2.000 ekor ayam pedaging, yaitu 1 kandang berukuran 9 meter x 28 meter, 2 kandang berukuran 7 meter x 30 meter, dan 2 kandang ukuran 8 meter x 30 meter (Gambar 4.12), sehingga rata-rata setiap bulannya Bu Tami mampu memproduksi sebanyak 10.000 ekor ayam pedaging dengan berat rata-rata 1,7 kilogram. Bu Tami mengaku selalu mengambil DOC dan Pakan dari PT. Wonokoyo Jaya Corporindo (Panah Nomor 1 pada Gambar 4.11) yang terletak di Jalan Taman Bungkul Nomor 1 – 7, Kota Surabaya. Beliau menyampaikan bahwa ia biasa membeli DOC sebanyak 100 boks untuk 10.000 ekor dimana 1 boks berisi 100 ekor ayam pedagang dihargai sebesar 500.000,-; itu berarti per ekornya dihargai sebesar Rp 5.000,-. Kemudian, ia juga membeli pakan di PT.

Wonokoyo Jaya Corporindo, dimana pre-starter yang dibutuhkan sebanyak 6 ons per ekor yang diputuhkan selama 14 hari pertama yang dihargai, kemudian finisher sebanyak 1,5 kilogram per ekornya hingga masa panen. Itu berarti, untuk 10.000 ekor dibutuhkan pre-starter sebanyak 6.000 kilogram seharga Rp 337.500,- per zak nya, jika 1 zak = 50 kilogram itu berarti Bu Tami membutuhkan sebanyak 120 zak pre-starter. Kemudian, ia juga membutuhkan membutuhkan 15.000 kilogram finisher seharga Rp 332.500,- setiap zaknya itu berarti Bu Tami membutuhkan 300 zak finisher. Lalu, Bu Tami akan menjual ayam pedagingnya di Pedagang Pengepul (bakul) di wilayah Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus, Kabupaten Demak, dan Kota Semarang. yang ditunjukkan oleh panah Nomor 2 pada Gambar 4.11 dan juga menjual ke konsumen langsung secara eceran yang ditunjukkan oleh Nomor 3 pada Gambar 4.11. Namun, Bu Tami mengaku menyamakan harga dengan perusahaan.

Hal tersebut dilakukan karena adanya persaingan pasar yang terjadi antar perusahaan, jika Bu Tami menetapkan harga yang lebih tinggi dari harga perusahaan maka Bu Tami terancam tidak memperoleh pembeli karena pembeli akan membeli barang yang lebih murah, namun jika Bu Tami menetapkan harga yang lebih rendah dari harga perusahaan maka perusahaan akan melakukan cara untuk memainkan harga pasar, seperti membuat isu flu burung sehingga harga ayam pedaging menjadi jatuh

(36)

84 Tabel 4.8

Rata-Rata Pendapatan dari Peternak Tidak Bermitra (Ibu Sri Utami) per periode

NO. URAIAN

SKALA JUMLAH

(Rp) %

Total Cost (TC)

1. Biaya Variabel (VC)

a. DOC 50.000.000 25,09%

b. Pre-Starter 40.500.000 20,32%

c. Finisher 99.750.000 50,05%

d. Obat-obatan 3.250.000 1,63%

e. Tenaga Kerja (Rp

35.000,- per hari) 2.100.000 1,05%

f. Pulsa Telepon 50.000 0,03%

g. Ongkos Kirim (Rp 60,-

per ekor) 600.000 0,30%

h. Pemanas 500.000 0,25%

i. Sekam 600.000 0,30%

j. Penerangan 150.000 0,08%

k. Serbuk 50.000 0,03%

l. Formalin 45.000 0,02%

m. Minyak Tanah 350.000 0,18%

2. Biaya Tetap (FC)

a. Penyusutan 5 Kandang

Ayam 833.333 0,42%

b.

Penyusutan Peralatan

Kandang 25.000 0,01%

c. Listrik dan Air 500.000 0,25%

TOTAL PENGELUARAN (TC) 199.303.333 100%

BIAYA PER KILOGRAM 11.634 Total Revenue (TR)

1. Pendapatan Penjualan

a.

5.030 ekor ayam dengan berat rata-rata 1,7 - 1,79 kilogram

137.585.590 48,79%

b.

2.600 ekor ayam dengan berat rata-rata 1,8 - 1,89 kilogram

74.926.800 26,57%

(37)

85

c.

1.000 ekor ayam dengan berat rata-rata 1,9 - 1,99 kilogram

30.362.000 10,77%

d. 1.000 ekor ayam dengan

berat rata-rata 2 kilogram 31.900.000 11,31%

2. Pendapatan Sampingan

a. Penjualan Kotoran Ayam 6.715.000 2,38%

b. Penjualan Gabah 500.000 0,18%

TOTAL PENDAPATAN KOTOR

(TR) 281.989.390 100%

NILAI PRODUK AKHIR PER

KILOGRAM 16.461

KEUNTUNGAN BERSIH (π) 82.686.057 KEUNTUNGAN BERSIH PER

KILOGRAM 4.827

Sumber : Data Primer (2017)

Tabel 4.8 menunjukkan rata-rata Total Revenue (TR), Total Cost (TC) serta Keuntungan (π) yang diperoleh Bu Tami untuk setiap periode produksinya (32 hari).

Terlihat bahwa pendapatan yang diperoleh Bu Tami terdiri dari Pendapatan Penjualan dan Pendapatan Sampingan. Dengan angka kematian sebesar 3,7 %, Bu Tami mampu memproduksi ayam pedaging sebanyak 9.630 ekor dengan 5.030 ekor seberat 1,7 – 1,79 kilogram dengan harga Rp 16.090,- per kilogram, kemudian 2.500 ekor ayam pedaging dengan berat 1,8 – 1,89 kilogram seharga Rp 16.010,- per kilogram, 1.000 ekor ayam pedaging yang dihargai Rp 15.980,- setiap kilogramnya dengan berat 1,9 – 1,99 kilogram serta 1.000 ekor ayam pedaging dengan berat 2 kilogram seharga Rp 15.950,- per kilogram. Sementara itu, Pendapatan Sampingan terdiri dari Penjualan Kotoran Ayam dan juga Penjualan Gabah. Penjualan Kotoran Ayam yang nantinya dijual ke produsen pupuk, dengan rata-rata total pendapatan Rp 6.715.000,- atau 2,38 % dari Pendapatan Kotor (TR). Kemudian Penjualan Gabah yang mampu menghasilkan Rp 500.000,- atau 0,18% dari Pendapatan Kotor (TR).

Sehingga, rata-rata Pendapatan Kotor (TR) yang Bu Tami peroleh ialah Rp 281.989.390,-.

(38)

86 Kemudian, dalam Tabel 4.8 nampak bahwa Biaya Variabel (VC) terdiri dari DOC, Pre-Starter, Finisher, Obat-Obatan, Tenaga Kerja, Pulsa Telepon, Ongkos Kirim Sapronak kepada PT. Wonokoyo Jaya Corporindo, Pemanas, Sekam, Penerangan, Serbuk, Formalin dan Minyak Tanah.Terlihat bahwa sebagian besardari Jumlah Pengeluaran (TC) Bu Tami terdiri dari pembelian sapronak, dimana 50,05 % merupakan pengeluaran untuk pembelian finisher, 25,09 % ialah pengeluaran untuk pembelian DOC dan 20,32 % adalah pengeluaran guna pembelian Pre-Starter.

Nampak pula bahwa PT. Wonokoyo Jaya Corpindo membebani pembeli dengan ongkos kirim dimana setiap ekornya dikenai biaya Rp 60,-; sehingga setiap periodenya Bu Tami perlu membayar biaya ongkos kirim tambahan sebesar Rp 600.000,- untuk 10.000 ekor. Kemudian, Bu Tami juga memperkerjakan 2 orang tenaga kerja perempuan untuk mengerjakan semua aktivitas kandang seperti persiapan pembibitan, memberi makan, menjaga kesehatan ayam, menjaga kebersihan kandang, panen, sampai cuci kandang jika sudah selesai diambil dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB dengan upah Rp 35.000 per harinya. Itu berarti setiap bulannya Bu Tami mengeluarkan Rp 2.100.000,- untuk biaya tenaga kerja.

Sementara itu, Biaya tetap (FC) terdiri dari Penyusutan 5 buah Kandang Ayam, Penyusutan Peralatan Kandang, serta Listrik dan Air. 1 buah kandang berukuran 9 meter x 28 meter mampu menampung ayam pedaging sebanyak 2.000 ekor yang masing-masing memiliki nilai awal sebesar Rp 25.000.000,- dan memiliki nilai sisa Rp 15.000.000,-. Jika Bu Tami memiliki 5 buah kandang ayam pedaging, yaitu 1 buah kandang berukuran 9 meter x 28 meter, 2 buah kandang berukuran 7 meter x 30 meter, dan 2 buah kandang ukuran 8 meter x 30 meter, dengan umur ekonomis 5 tahun, maka biaya penyusutan kandang ialah Rp 833.333,-. Kemudian, untuk 10.000 ekor ayam pedaging, Bu Tami memiliki 200 buah wadah pakan dan 200 buah wadah minum dengan umur ekonomis 2 tahun yang memiliki nilai awal Rp 20.000,- per wadah dengan nilai sisa Rp 5.000,- untuk setiap wadahnnya, sehingga terdapat biaya penyusutan peralatan kandang sebesar Rp 25.000,-.

Dengan rata-rata Pendapatan Kotor (TR) sebesar Rp 281.989.390,- dan juga rata-rata Jumlah Pengeluaran (TC) sebesar Rp 199.303.333,-; Bu Tami mendapatkan

(39)

87 Keuntungan Bersih (π) sebesar Rp 82.686.067,-. Bu Tami mengaku bahwa tidak ada kepastian seputar keuntungan bersih yang ia peroleh pada setiap periodenya, ia mengaku bahwa ia juga pernah mengalami kerugian sebesar Rp 1.000.000.000,- karena jatuhnya harga pasar saat itu, sehingga beliau mengalami penurunan pendapatan sementara Jumlah Pengeluaran yang ia keluarkan tetap.

Dalam Gambar 4.11 ditunjukkan oleh Panah Nomor 2 bahwa Bu Tami menjual ayam pedagingnya kepada Pedagang Pengepul (bakul). Salah satu pedagang pengepul (bakul) yang menjadi langganan Bu Tami ialah Bapak Suradi. Usaha yang sudah didirikan sejak tahun 1997 oleh pria berusia 60 tahun ini sekarang dijalankan oleh anak sematawayangnya, yaitu Mas Ari. Sejak tahun 1997 hingga tahun 2013, usaha milik Bapak Suradi ini berlokasi di Pasar Rejomulyo (Pasar Kobong) yang terletak di Jalan Bundel, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang. Namun, sejak masa kepemimpinan Soemarmo Hadi Saputro sebagai Walikota Semarang pada tahun 2010 hingga munculah kebijakan untuk memindah pasar tersebut karena dianggap mengganggu keberlangsungan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kota Semarang. Hal inilah yang membuat Pasar Kobong harus direlokasi ke tempat lain. Sehingga, lokasi usaha harus pindah ke Pasar Kubro Merah Putih yang terletak di Jalan Komdor Laut Yos Sudarso, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Sama seperti pedagang pengepul (bakul) yang lain, Mas Ari mengambil ayam pedaging dari berbagai sumber, baik itu dari perusahaan maupun peternak yang tidak bermitra, sejumlah 2 ton per hari dengan harga sekitar Rp 16.090,- per kilogram dari perusahaan atau peternak yang tidak bermitra. Mas Ari mengakui bahwa saat ini keberadaan peternak yang tidak bermitra semakin jarang ditemui sebab sudah banyak peternak ayam pedaging yang diajak bermitra sebagai plasma di atas kontrak oleh perusahaan inti. Ia juga mengakui bahwa terdapat perbedaan signifikan antara pembelian ayam pedaging di perusahaan dan pembelian ayam pedaging di peternak tidak bermitra, perbedaan tersebut ialah terdapat kebebasan dalam pembayaran jika membeli di peternak tidak bermitra atau dengan kata lain Mas Ari dapat berhutang dengan mereka. Namun, jika membeli di perusahaan, maka para pedagang pengepul (bakul) harus membayar maksimal 3 hari

(40)

88 setelah pengambilan barang. Oleh sebab itulah, Mas Ari lebih senang membeli di Bu Tami daripada harus ke perusahaan. Setelah ayam diambil, maka Mas Ari menjual kembali ayam tersebut dalam keadaan sudah disembelih dan dicabuti bulunya (Ayam Potong) dan juga masih utuh (Ayam Hidup), dimana terdapat selisih sebesar Rp 3.000,- untuk Ayam Potong dari harga asal dan terdapat selisih sebesar Rp 2.000,- untuk Ayam Utuh. Seperti yang ditunjukkan oleh Panah 4 dan 5 pada Gambar 4.11, nampak bahwa Mas Ari menjual produknya ke Pedagang Ayam Pedaging yang berlokasi di pasar dan keliling serta Pedagang Industri Ayam Goreng (Fried Chicken). Saat ini Mas Ari sudah memiliki 40 orang pelanggan Pedagang Ayam Pedaging yang setiap harinya membeli 25 ekor ayam pedaging dengan berat rata-rata 1,7 kilogram dan juga memiliki 18 orang pelanggan Pedagang Industri Ayam Goreng (Fried Chicken) yang membeli 10 ekor ayam pedaging dengan berat rata-rata 1,8 kilogram.

(41)

89 Tabel 4.9

Rata-Rata Pendapatan Pedagang Pengepul (Bakul) Bapak Suradi dan Mas Ari per periode

NO. URAIAN

SKALA JUMLAH

(Rp) %

Total Cost (TC)

1. Biaya Variabel (VC)

a. Pembelian Ayam Pedaging 965.400.000 94,19%

b. Tenaga Kerja 22.500.000 2,20%

c. Solar 1.000.000 0,10%

d. Jagung 20.700.000 2,02%

e. Pulsa Telepon 100.000 0,01%

f. Penerangan 100.000 0,01%

2. Biaya Tetap (FC)

a. Sewa Kios 12.000.000 1,17%

b. Listrik 400.000 0,04%

c. Biaya Penyusutan Peralatan 250.000 0,02%

d. Biaya Penyusutan Armada 2.500.000 0,24%

TOTALPENGELUARAN (TC) 1.024.950.000 100%

BIAYA PER KILOGRAM 17.083

Total Revenue (TR)

1. Pendapatan Penjualan Ayam Potong

a.

Pendapatan dari 800 ekor ayam potong untuk

Pedagang Ayam Pedaging

775.200.000 43,56%

b.

Pendapatan dari 180 ekor ayam potong untuk Pedagang Industri Fried Chicken

820.800.000 46,12%

2. Pendapatan Penjualan Ayam Utuh

a.

Pendapatan dari 200 ekor ayam potong untuk

Pedagang Ayam Pedaging

183.600.000 10,32%

TOTQL PENDAPATAN KOTOR

(TR) 1.779.600.000 100%

(42)

90 NILAI PRODUK AKHIR PER

KILOGRAM 29.660

KEUNTUNGAN BERSIH (π) 754.650.000 KEUNTUNGAN BERSIH PER

KILOGRAM 12.578

Sumber : Data Primer (2017)

Dalam Tabel 4.9 menunjukkan rata-rata Jumlah Pengeluaran (TC), Jumlah Pendapatan (TR) dan Keuntungan Bersih (π) yang diperoleh usaha milik Bapak Suradi dan Mas Ari dalam setiap periode produksinya (32 hari). Untuk Biaya Variabel (VC) terdiri dari Biaya Pembelian Ayam Pedaging, Biaya Tenaga Kerja, Biaya Transportasi (Solar), Biaya Pembelian Jagung, Biaya Pulsa Telepon dan Biaya Penerangan (Lampu). Terlihat bahwa sebesar 94,11 % dari Jumlah Pengeluaran (TC) yang digunakan untuk membeli 2 ton ayam pedaging setiap harinya di berbagai perusahaan, seperti PT. Ciomas Adisatwa dan PT. Malindo Feedmil, Tbk, serta peternak ayam pedaging yang tidak bermitra. Kemudian, pengeluaran terbesar kedua ialah untuk Biaya Tenaga Kerja. Beliau saat ini memiliki 12 orang tenaga kerja yang bertugas mengurus ayam hidup, mulai dari pengambilan ayam pedaging hingga menjaga kebersihan dan kesehatan ayam pedaging yang masih hidup, serta 8 orang tenaga kerja yang bertugas di bagian pemotongan ayam pedaging yang setiap harinya diupah Rp 50.000,- per hari. Bapak Suradi dan Mas Ari mengaku menerapkan peraturan jaga kandang bagi pekerjanya, dimana setiap harinya mereka mewajibkan 10 orang tenaga kerja kandang dan 5 orang tenaga kerja pemotongan yang siap di tempat. Itu berarti setiap harinya terdapat 15 orang tenaga kerja yang masuk, sehingga untuk biaya tenaga kerja yang dikeluarkan adalah Rp 22.500.000,- per bulan atau sebesar 2,19 % dari Jumlah Pengeluaran (TC). Pengeluaran terbesar ketiga adalah untuk pembelian jagung yang digunakan untuk pemberian pakan kepada ayam pedaging selama belum dipotong. Setiap harinya dibutuhkan 3 buah zak jagung untuk 2 ton ayam pedaging, dimana 1 zaknya dihargai Rp 230.000,-. Itu berarti, setiap bulannya dikeluarkan biaya Rp 20.700.000,- atau sebesar 2,02 % dari Jumlah Pengeluaran (TC). Sementara itu, untuk Biaya Tetap (FC) terdiri dari Biaya Sewa Kios, Biaya Listrik, Biaya Penyusutan Peralatan, dan Biaya Penysutan Armada.

Penyewaan 1 buah lapak di Pasar Kubro Merah Putih diberikan seharga Rp

(43)

91 1.500.000,- (Gambar 4.13 dan Gambar 4.14); jika Bapak Suradi dan Mas Ari menyewa 8 lapak kios maka mereka harus membayar sebesar Rp 12.000.000,- kepada pengelola Pasar Kubro Merah Putih, yaitu Yayasan Nasima. Kemudian jika ingin menambah listrik maka setiap lapaknya dikenai biaya Rp 50.000,-; sehingga jika Bapak Suradi dan Mas Ari menyewa 8 buah lapak maka dikenai biaya listrik sebesar Rp 400.000,-. Sementara itu, Peralatan yang digunakan terdiri dari 50 buah wadah makan dan 50 buah buah wadah minum senilai Rp 20.000,- per wadahnya, 50 buah kontainer ayam senilai Rp 120.000,- per buah, 5 buah pisau senilai Rp 50.000,- dan 3 buah timbangan ayam senilai Rp 250.000,- dengan umur ekonomis 3 tahun, maka Biaya Penyusutan Peralatan ialah Rp 250.000,-. Kemudian, untuk 4 unit Mitsubishi L300 1,5 Pick Up Flatbed yang memiliki nilai awal Rp 105.000.000,- dan memiliki nilai sisa Rp 40.000.000,- untuk setiap unitnya dengan umur ekonomis 10 tahun, terdapat Total Biaya Penyusutan Armada sebesar Rp 2.500.000,-. Dengan rata-rata Pendapatan Kotor (TR) sebesar Rp 1.779.600.000,- dan rata-rata Jumlah Pengeluaran (TC) sebesar Rp 1.024.950.000,-; maka Pak Suradi dan Mas Ari memperoleh keuntungan sebesar Rp 754.650.000,-. Berdasarkan pemaparan dari Mas Ari, besar atau kecilnya keuntungan bersih yang diperoleh bergantung pada tinggi atau rendahnya permintaan pasar.

(44)

92 Gambar 4.13

Kios Penjualan Ayam Pedaging yang Disewa Bapak Suradi dan Mas Adi

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

(45)

93 Gambar 4.14

Kios Penjualan Ayam Pedaging yang Disewa Bapak Suradi dan Mas Adi

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bapak Suradi, bahwa salah satu Pedagang Ayam Pedaging ialah Bapak Harno. Sejak tahun 1999, pria berusia 65 tahun ini setiap harinya menggunakan motor Honda Astrea Grand Impressa keluaran tahun 1997 untuk keliling berjualan ayam pedaging di sekitar Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Berdasarkan penuturan dari Bapak Harno, setiap harinya ia membeli 20 buah ayam potong dengan berat rata-rata 1,7 kilogram di Bapak Suradi sebab lokasinya yang berdekatan dengan rumahnya. Dalam setiap ekorya dibaginya menjadi 4 bagian yaitu dada, 2 buah paha atas, 2 buah paha bawah dan 2 buah sayap, dimana dada dihargai sebesar Rp 6.000,- per buah, paha atas dan paha bawah dihargai sebesar Rp 5.000,- per buah, sedangkan sayap dihargai sebesar Rp 4.000,- per buah. Pembeli juga diperbolehkan membeli ayam potong dalam bentuk utuh yang dihargai sebesar Rp 31.000,- per kilogram (Harga 3 Oktober 2017). Beliau

(46)

94 mengaku bahwa rata-rata setiap harinya terdapat 10 ekor ayam potong yang terjual dalam bentuk utuh, kemudian terjual pula rata-rata 10 buah dada ayam, 18 buah paha atas, 15 buah paha bawah, dan 12 buah sayap.

Tabel 4.10

Rata-Rata Pendapatan Peternak Ayam Keliling (Bapak Harno) per periode

NO. URAIAN

SKALA JUMLAH

(Rp) %

Total Cost (TC)

1. Biaya Variabel (VC)

a. Pembelian Ayam Pedaging 20.520.000 98,09%

b. Pulsa Telepon 50.000 0,24%

c. Kantong Plastik 40.000 0,19%

d. Bensin 250.000 1,20%

2. Biaya Tetap (FC)

a. Penyusutan Armada 50.000 0,24%

b. Penyusutan Peralatan 10.000 0,05%

TOTAL PENGELUARAN (TC) 20.920.000 100%

BIAYA PER KILOGRAM 19.370

Total Revenue (TR)

1. Pendapatan Penjualan

a. 10 buah ayam potong utuh 15.810.000 65,88%

b. 10 buah dada ayam per hari 1.800.000 7,50%

c. 18 buah paha atas per hari 2.700.000 11,25%

d. 15 buah paha bawah per hari 2.250.000 9,38%

e. 12 buah sayap per hari 1.440.000 6,00%

TOTAL PENDAPATAN KOTOR

(TR) 24.000.000 100%

NILAI PRODUK AKHIR PER

KILOGRAM 22.222

KEUNTUNGAN BERSIH (π) 3.080.000 KEUNTUNGAN BERSIH PER

KILOGRAM 2.852

Sumber : Data Primer (2017)

Referensi

Dokumen terkait

Titik-titik tersebut memiliki tingkat kebisingan yang tinggi karena untuk titik 2, 3, dan 4 berada di pinggir jalan dan di tandai dengan kontur berwarna merah, dan titik 6 dan 9

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta analisis data yang telah diuraikan dalam bab terdahulu, dapat disimpulkan bahwa, hasil penelitian pengembangan buku ajar

menyiapkan bahan penyusunan dan perumusan program kerja dan rencana kegiatan pada lingkup tugasnya sesuai dengan rencana strategis dan kebijakan yang telah ditetapkan

Kasir menyimpan data transaksi pada sistem untuk mencatat setiap setiap pembayaran yang sudah dilakukan oleh pelanggan agar selanjutnya pelanggan mengetahui angsuran

Maka mau tidak maun, pendidikan Islam harus meninggalkan paradigma lama menuju paradigma baru, berorientasi pada masa depan, merintis kemajuan, berjiwa demokratis,

Masker, menjadi hal yang sangat identik dengan masa pandemi ini, karena masker merupakan salah satu senjata ampuh dalam menjaga sesorang dari paparan virus

Pada pasien gagal jantung yang disertai penyakit jantung koroner terdapat peningkatan mortalitas pasca perawatan dibandingkan pasien tanpa penyakit jantung

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini ialah terdapat pengaruh motivasi belajar, cara belajar dan kemampuan sosial- ekonomi orang tua secara bersama-sama