• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

dari material baja yang dicampur dengan komposisi bahan kimia tertentu dan dibuat dengan bentuk tertentu. Penggunaan material ini bisa dipakai pelat lantai, balok, kolom, serta komponen gedung yang lainnya. Pada umumnya bangunan jenis ini telah diaplikasikan pada bangunan-bangunan seperti gedung perkantoran, gudang, hotel, stadion, dan lain sebagainya.

2.1.2 Struktur Baja Tahan Gempa

Struktur tahan gempa sendiri adalah sebuah struktur yang direncanakan dan diperhitungkan termasuk di dalamnya perencanaan kombinasi pembebanan dan pemilihan jenis material sehingga diharapkan ketika struktur tersebut terkena beban gempa mampu merespons dengan baik. Respons tersebut bisa diperlihatkan dengan mampu bertahannya bangunan tersebut terhadap keruntuhan setelah menerima beban gempa sebelumnya.

Dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa pemilihan jenis material merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung daya tahan bangunan. Pemilihan jenis material yang akan digunakan nantinya direkomendasikan dapat mendukung suatu struktur sehingga nantinya struktur tersebut memiliki bobot bangunan yang ringan. Material jenis baja sendiri dapat dikatakan material yang lebih ringan dibandingkan dengan material jenis beton sehingga cocok digunakan untuk struktur bangunan tahan gempa. Selain itu material baja juga memiliki tingkat daktilitas yang tinggi sehingga ketika gempa terjadi, struktur akan mampu mempertahankan kekuatan dan kekakuan dengan baik.

(2)

2.1.2.1 Sistem Portal Pemikul Momen a. Special Moment Frames

Pada kondisi ini struktur direncanakan memiliki tingkat daktilitas yang sangat tinggi dikarenakan sistem rangka ini digunakan pada zona risiko gempa tinggi. Sehingga struktur diharapkan dapat memiliki ketahanan yang tinggi ketika menerima beban gempa. Perencanaan detail rangka pada sistem ini harus memenuhi prinsip strong column weak beam.

b. Intermediate Moment Frames

Penerapan sistem rangka ini pada struktur bangunan bertingkat yang umumnya tidak terlalu tinggi dengan zona risiko gempa sedang.

c. Ordinary Moment Frames

Desain rangka struktur yang digunakan pada sistem dikhususkan agar rangka hanya bekerja secara elastis saja.

Penerapannya bisa digunakan pada bangunan yang umumnya tidak bertingkat dan memiliki bentang panjang dan lebar.

2.1.2.2 Sistem Rangka Batang Silang

a. Special Concentrically Braced Frames

Struktur rangka yang menerapkan penggunaan sistem rangka ini dirancang agar bracing bekerja sebagai komponen yang menghubungkan aksi tekuk pada saat elemen mengalami tekan atau leleh pada saat elemen mengalami tarik ketika gempa besar terjadi.

b. Ordinary Concentrically Braced Frames

Sistem rangka ini dapat dikatakan sebagai sistem rangka yang tidak bergoyang, dikarenakan konfigurasi sistem ini membuat struktur relatif lebih kaku. Hal tersebut dikarenakan pada sistem ini mengandalkan perilaku tarik dan tekan pada elemen strukturalnya.

(3)

Struktur komposit adalah sebuah struktur yang menggabungkan minimal 2 jenis material konstruksi yang yang memiliki sifat bahan berbeda sehingga diharapkan ketika penggabungan kedua material tersebut dapat menciptakan sifat gabungan yang baik. Pada struktur komposit beton - baja, material yang digabungkan adalah jenis material beton dan baja. Beton memiliki sifat yang kuat terhadap tekan namun kurang terhadap tarik, sedangkan baja memiliki sifat yang kuat terhadap tekan dan tarik namun harus diperhatikan terhadap sifat tekuknya

Gambar 2.1. Macam Struktur Komposit

Secara umum struktur komposit berupa :

1. Kolom dan balok baja yang terbungkus beton (a, c) 2. beton yang dibungkus oleh kolom baja (b)

3. Balok baja yang menahan pelat beton (d)

(4)

2.2 Konsep Pembebanan

Dalam merencanakan sebuah struktur baik itu gedung maupun jenis struktur yang lainnya langkah awal yang harus dipersiapkan adalah mengetahui jenis beban apa saja yang akan bekerja pada struktur yang akan dibangun.

2.2.1 Beban Gravitasi

Jenis beban ini dipengaruhi karena adanya gaya gravitasi bumi yang mempengaruhi struktur. Beban-beban tersebut dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya

a. Beban Hidup (Live Load)

Jenis beban ini terjadi karena adanya penggunaan fungsi tertentu terhadap suatu gedung. Perencanaan pembebanan ini telah diatur dalam “SNI 1727:2013 Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain”.

b. Beban Mati (Dead Load)

Yang termasuk jenis beban ini adalah keseluruhan bagian dari gedung yang bersifat tetap. Yang dimaksud dari tetap adalah bagian dari gedung tersebut tidak pernah berpindah posisinya, seperti pada contohnya kolom, balok, dan yang lainnya. Pembebanan ini telah diatur dalam Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983.

d. Beban Hujan (Rain Load)

Jenis beban ini terjadi karena pengaruh air hujan yang terkumpul sehingga turut serta membebani struktur. Menurut “SNI 1727:2013” terkait dengan pembebanan air hujan pada atap gedung dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

(5)

2.2.2 Beban Gempa (Earthquake Load) 2.2.2.1 Kategori Resiko Struktur Bangunan

Berdasarkan SNI 1726-2019 pemilihan kategori risiko bangun dipengaruhi oleh jenis pemanfaatan gedung tersebut. Berikut adalah pemilihan jenis kategori risiko bangunan berdasarkan SNI.

(6)
(7)

Gambar 2.2 SS Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCER)

Gambar 2.3 S1 Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCER)

2.2.2.3 Kelas Situs

Kelas situs ditentukan berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah pada tempat dimana bangunan akan dikerjakan.

(8)

2.2.2.4 Kategori Desain Seismik

(9)

Sedangkan nilai SDS dan SD1 ditentukan melalui persamaan:

Dengan :

(10)

2.2.2.5 Gaya Geser Dasar Akibat Gempa Ditentukan melalui persamaan:

2.2.2.6 Koefisien Respon Gempa

Ditentukan melalui persamaan :

2.2.2.7 Distribusi Vertikal Gaya Gempa Ditentukan melalui persamaan :

Dengan :

(11)

2.2.3 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebanan ini diambil dari SNI 1727-2013 sebagai berikut:

1. 1.4D

2. 1.2D + 1.6L + 0.5(Lr atau S atau R)

3. 1.2D + 1.6(Lr atau S atau R) + (L atau 0.5W) 4. 1.2D + 1.0W + L + 0.5(Lr atau S atau R) 5. 1.2D + 1.0E + L + 0,2S

6. 0.9D + 1.0W 7. 0.9D + 1.0E

Keterangan :

D = beban mati L = beban hidup Lr = beban hidup atap W = beban angin R = beban hujan E = beban gempa S = beban salju

(12)

2.3 Metode Perhitungan Statika

Dalam memperoleh gaya dalam yang ada akibat beban dalam maupun luar dibantu dengan menggunakan aplikasi komputer analisa struktur SAP2000.

2.4 Perencanaan Struktur

2.4.1 Load Resistance and Factor Design Method

Metode ini merupakan metode keluaran AISC (American Institue of Steel Construction) yang digunakan untuk perencanaan konstruksi baja, berdasarkan ketahanan kekuatan ultimate (Metode Plastis). Dengan metode ini sebuah gedung sengaja direncanakan ketika ketahanan strukturnya mengalami kondisi understrength struktur tersebut masih mampu menahan beban bangunan yang mengalami overweight (kelebihan muatan).

a. Kondisi Batas

Menunjukkan kemampuan batas struktur agar bisa menahan beban yang bekerja. Dalam perencanaannya harus dapat dipastikan bahwa kondisi ini tidak dapat atau paling tidak kecil kemungkinannya terlampaui. Terdapat dua jenis kondisi batas diantaranya:

1. Kondisi batas kekuatan 2. Kondisi batas layan

Penerapan kondisi batas ini sesuai dengan rumus :

Keterangan :

(13)

b. Ketentuan SNI 03-1729-2015

Dianggap telah memenuhi syarat apabila nilai dari kuat perlu (Ru)kurang dari nilai dari kuat rencana (ϕRu). Sedangkan ϕ sendiri merupakan faktor reduksi kuat rencana yang memiliki nilai tergantung dari perilaku aksi komponen tinjau. Konsep dasar ketentuan LRFD adalah :

Ru ≤ ϕ Rn ... (2.11) Kuat perlu (Ru) adalah nilai maksimum dari beban yang bekerja dan telah dikali dengan faktor pembesaran beban serta telah dikombinasikan dengan beban yang lainnya. Nilai ini dapat diperoleh dengan bantuan program komputer analisis struktur.

Hasil analisis struktur tersebut kemudian digunakan sebagai acuan untuk memperoleh nilai kuat rencana (ϕRn) minimum

(14)

2.4.2 Dasar Perencanaan Beton Komposit 2.4.3.1 Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan pembangunan struktur komposit khususnya pada komponen lentur dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya tumpuan sementara atau perancah. Apabila perancah tidak ada maka profil baja berlaku sebagai perletakan dari dek baja gelombang pada saat proses pengecoran. Pada fase ini baja harus mampu menahan beban yang ada termasuk berat sendiri baja. Proses komposit sendiri akan mulai bekerja setelah pelat beton mulai mengeras, sehingga pada fase ini semua beban akan ditahan oleh suatu sistem struktur komposit.

2.4.3.2 Lebar Efektif

Lebar efektif dari suatu pelat beton komposit dapat dicari melalui ketentuan sebagai berikut :

(15)

Gambar 2.4 Lebar efektif balok komposit

Lebar efektif tidak diperbolehkan melebihi ketentuan sebagai berikut:

bE𝐿

4 ... (2.13) bE = b0 ... (2.14) 2.4.3.3 Balok Komposit dengan Angkur Steel Headed Stud atau Angkur

Kanal Baja

1. Kuat Lentur Positif

Kuat lentur nominal desain (∅Mn) dan kuat lentur izin (Mn) ditentukan dengan keadaan sebagai berikut:

a. Apabila

Mn ditentukan melalui distribusi tegangan plastis penampang komposit terkait pada saat kondisi batas leleh (momen plastis). ∅ = 0,90.

b. Apabila

Mn ditentukan melalui superposisi tegangan elastis efek penopangan untuk keadaan batas leleh (momen leleh). ∅ =

0,90.

(16)

Posisi sumbu netral plastis pada saat mencari nilai momen plastis tergantung pada perbandingan nilai C dan T. Nilai C dan T tersebut dicari dengan menggunakan persamaan :

a. Nilai T ≤ C

Gambar 2.5 Distribusi tegangan plastis kondisi a

Apabila nilai T ≤ C maka sumbu netral plastis jatuh pada pelat beton.

Apabila nilai a < tc, maka hal tersebut membuktikan bahwa asumsi sumbu netral plastis berada pada pelat beton benar.

(17)

Gambar 2.6 Distribusi tegangan plastis kondisi b

Apabila nilai T > C maka sumbu netral plastis jatuh pada pelat baja bagian sayap. Hal tersebut dibenarkan ketika nilai tf

> y > 0. Nilai-nilai tersebut dapat dicari dengan persamaan:

c. Nilai T > C

Gambar 2.7 Distribusi tegangan plastis kondisi c

(18)

Apabila nilai T > C maka sumbu netral plastis jatuh pada pelat baja bagian badan. Hal tersebut dibenarkan ketika nilai T-C-Csf > 0. Nilai-nilai tersebut dicari dengan persamaan:

2. Kuat Lentur Negatif

SNI 03-1729-2015 mengatur bahwa penggunaan sistem komposit pada daerah momen negatif harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1. Balok baja mempunyai penampang kompak yang diberi pengaku memadai

2. Pelat beton dan balok baja di daerah momen negatif harus disatukan dengan penghubung geser

3. Tulangan pelat yang sejajar dengan balok baja di sepanjang daerah lebar efektif pelat beton harus disambung dengan baik

Apabila fungsi tulangan pada pelat beton akan diperhitungkan kontribusinya, maka gaya yang muncul pada tulangan harus ditransfer oleh penghubung geser.

(19)

Apabila Cmaks > Tsr, maka sumbu netral plastis berada pada profil baja, sehingga kesetimbangan gaya dapat dicari dengan persamaan:

Tsr + Ts = Cmaks – Ts ... (2.36) 2Ts = Cmaks – Tsr ... (2.37) Ts = 𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠 – 𝑇𝑠𝑟

2 ... (2.38) Gaya pada sayap, Tf = bf . tf . Fy ... (2.39) Gaya pada badan, Tw = Ts - Tf ... (2.40) aw = 𝑇𝑤

𝐹𝑦 × 𝑡𝑤 ... (2.41) d1 = Yc𝑡𝑐

2 ... (2.42) d2 = 𝑎𝑤

2 ... (2.43) d3 = d. ½ ... (2.44) Mn = Tsr (d1 + d2) + Cmaks (d3 - d2) ... (2.45)

Gambar 2.8 Distribusi tegangan akibat momen negatif

(20)

3. Penghubung Geser Angkur Baja

Kuat geser nominal satu angkur steel headed stud dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

Qn = 0,5. Asa . √𝑓𝑐𝐸𝑐 ≤ Rg . Rp . Asa . Fu ... (2.46) Keterangan :

Asa = luas penampang dari angkur steel headed stud Ec = modulus elastisitas beton

Fu = kekuatan tarik minimum yang diisyaratkan dari suatu angkur steel headed stud (MPa)

Sedangkan untuk kuat geser nominal satu angkur kanal canai panas menggunakan persamaan:

(21)

2.4.3.4 Dek Baja Gelombang

Penggunaan dek baja gelombang merupakan salah satu syarat dalam pembualan pelat lantai komposit, hal tersebut dikarenakan dek baja gelombang memiliki peran diantaranya:

- Sebagai bekisting saat proses pengecoran pelat lantai.

- Sebagai tulangan positif untuk plat lantai.

Untung pemasangannya sendiri yaitu dengan pemasangan secara satu arah dikarenakan bentuknya yang bergelombang mengakibatkan pelat gelombang baja lebih dominan menahan beban berupa momen lentur pada bentang satu arah saja. SNI 03-1729-2015 pasal I3.2c. mengatur mengenai persyaratan dek baja gelombang serta penghubung gesernya agar bisa digunakan dalam komponen struktur komposit diantaranya:

1. Tinggi maksimum dek baja, hr ≤ 75 mm

2. Lebar rata-rata minimum dari dek gelombang, wr > 50 mm 3. Pelat beton harus disambungkan ke balok baja dengan angkur

steel headed stud (diameter stud maksimum 19 mm) 4. Tebal pelat beton tidak boleh kurang dari 50 mm 5. Jarak pengangkuran tidak lebih dari 460 mm.

(22)

Gambar 2.9 Penampang melintang dek baja gelombang

2.4.3 Dasar Perencanaan Batang Tarik 2.4.4.1 Batas Kelangsingan

Secara teoritis sebenarnya batang tarik tidak mengalami tekuk, sehingga penggunaan L/r ≤ 300 hanya digunakan sebagai saran saja.

2.4.4.2 Kuat Tarik Nominal

Kuat tarik rencana (ϕPn) diambil dari nilai terkecil dari batas keruntuhan yang ada pada saat penampang utuh dan saat berlubang (tempat sambungan).

Untuk penampang utuh dicari menggunakan persamaan:

Gambar 2.11 Profil penampang utuh

Sedangkan pada penampang berlubang dicari dengan menggunakan persamaan:

(23)

2.4.4 Dasar Perencanaan Batang Tekan

Gambar 2.13 Diagram hubungan tekanan dengan rasio kelangsingan

2.4.5.1 Tekuk dan Parameter Penting Batang Tekan

Pada batang tekan parameter yang menentukan kuat batang tekan hanya Fy saja.

2.4.5.2 Klasifikasi Penampang dan Tekuk Lokal

Agar suatu struktur yang kita bangun memiliki tingkat optimalisasi yang tinggi, maka risiko terhadap tekuk lokal harus dihindari. Hal tersebut dikarenakan apabila sebuah struktur yang kita bangun mengalami tekuk

(24)

lokal maka penyelesaiannya tidak akan sederhana, selain itu pemakaian penampangnya yang kita rencanakan juga akan tidak efisien karena terjadi saat kondisi beban elastis (belum leleh). Untuk itu dibuat klasifikasi yang dapat memisahkan apakah penampang tersebut merupakan penampang yang tidak langsing dan penampang yang langsing. Hal tersebut dilakukan dengan cara melakukan evaluasi terhadap rasio lebar-tebal (b/t) dari tiap- tiap elemen. Nilai tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai batas rasio b/t.

2.4.5.3 Panjang Efektif Kolom (KL)

Panjang efektif kolom atau KL merupakan cara sederhana namun memiliki tingkat keefektifan yang sangat tinggi dalam memprediksi kekuatan kolom.

Gambar 2.14 Tabel Nilai K

`

(25)

Pn = Fcr . Ag ... (2.52) Tegangan kritis (Fcr) dicari dengan menggunakan persamaan:

a. Apabila nilai 𝐾𝐿

𝑟 ≤ 4,71 √𝐸

𝐹𝑦 atau 𝐹𝑦

𝐹𝑒 ≤ 2,25 , maka Fcr = (0,658𝐹𝑦𝐹𝑒) . Fy ... (2.53)

b. Apabila nilai 𝐾𝐿

𝑟 > 4,71 √𝐹𝑦𝐸 atau 𝐹𝑦

𝐹𝑒 > 2,25 , maka Fcr = 0,877. Fe ... (2.54) Dimana nilai Fe dicari dengan menggunakan persamaan:

Fe = 𝜋

2𝐸 (𝐾𝐿

𝑟)2

... (2.55)

2. Tekuk Torsi dan Tekuk Lentur-Torsi

Hal ini biasanya terjadi pada penampang yang memiliki kekakuan torsi relatif kecil. Kapasitas tekan nominalnya sendiri dicari menggunakan persamaan:

Pn = Fcr . Ag ... (2.56) Tegangan kritis (Fcr) dicari dengan menggunakan persamaan:

a. Untuk penampang siku ganda atau T

Fcr = (𝐹𝑐𝑟𝑦+ 𝐹𝑐𝑟𝑧

2𝐻 ).[1 − √1 − 4𝐹𝑐𝑟𝑦.𝐹𝑐𝑟𝑧.𝐻

(𝐹𝑐𝑟𝑦+ 𝐹𝑐𝑟𝑧)2] ... (2.57)

(26)

b. Untuk penampang lain, nilai Fcr tetap dicari dengan persamaan pada tekuk lentur, namun nilai Fe dicari dengan memasukkan pengaruh kekakuan torsi batangnya sesuai dengan persamaan:

- Untuk profil dengan sumbu simetri ganda menggunakan persamaan:

Fe = (𝜋2𝐸𝐶𝑤

(𝐾𝑧𝐿)2 + 𝐺𝐽) . 1

𝐼𝑥+𝐼𝑦 ... (2.58) - Sedangkan untuk profil dengan sumbu simetri

tunggal menggunakan persamaan:

Fe = (𝐹𝑒𝑦+𝐹𝑒𝑧

2𝐻 ) . [1 − √1 −(𝐹4𝐹𝑒𝑦𝐹𝑒𝑧𝐻

𝑒𝑦+𝐹𝑒𝑧)2] .... (2.59) 2.4.5 Dasar Perencanaan Batang Portal (Balok-Kolom)

Perencanaan batang baja yang hanya mempertimbangkan gaya aksialnya saja baik itu tarik maupun tekan hanya cocok digunakan untuk perencanaan struktur rangka batang (truss). Sedangkan perencanaan batang baja yang mempertimbangkan momen lentur hanya cocok untuk struktur balok. Sehingga pada struktur yang elemen batangnya menahan kombinasi antara gaya aksial baik itu tarik maupun tekan sekaligus menahan momen harus direncanakan melalui perhitungan batang portal (balok-kolom).

Dalam melakukan perencanaan batang portal ini hal yang harus dilakukan adalah melakukan tinjauan terhadap kuat tekan dan juga kuat lenturnya. Dari tinjauan tersebut kemudian akan dihubungkan dengan persamaan interaksi antara kuat tekan dan kuat lentur dengan menggunakan persamaan:

(27)

memperhitungkan efek orde kedua.

𝑀𝑛𝑥 = tahanan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu x

𝑏 = faktor reduksi tahanan lentur = 0,90

𝑀𝑢𝑦 = sama dengan 𝑀𝑢𝑥, namun dengan acuan sumbu y 𝑀𝑛𝑦 = sama dengan 𝑀𝑛𝑥, namun dengan acuan sumbu y

Untuk struktur tak bergoyang

𝑀𝑢 = 𝐵1 . 𝑀𝑛𝑡 ... (2.62) 𝐵1 = 𝐶𝑚

1−𝑃𝑢 𝑃𝑒1

... (2.63)

Nilai 𝐶𝑚 sendiri dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

1. Pada komponen struktur tak bergoyang dengan beban transversal diantara kedua tumpuannya, 𝐶𝑚 ditentukan berdasarkan :

𝐶𝑚 = 1,00 untuk komponen struktur dengan ujung sederhana 𝐶𝑚 = 0,85 untuk komponen struktur dengan ujung kaku

(28)

2. Sedangkan untuk komponen struktur tak bergoyang tanpa beban transversal di antara kedua tumpuannya, namun mempunyai momen ujung 𝑀1 dan 𝑀2 (𝑀1 < 𝑀2), maka 𝐶𝑚 akan mengkonvarsikan momen lentur yang bervariasi secara linier menjadi momen lentur seragam 𝑀𝐸 = 𝐶𝑚 . 𝑀2

𝐶𝑚 = 0,6 − 0,4 . (𝑀1

𝑀2) ... (2.64) Rasio 𝑀1/ 𝑀2 bernilai positif untuk kelengkungan ganda dan negatif untuk kelengkungan tunggal

Sedangkan pada struktur bergoyang

𝑀𝑢 = 𝐵1 . 𝑀𝑛𝑡+ 𝐵2 . 𝑀𝑙𝑡 ... (2.65) 𝐵2𝑦 = 1

1−∑ 𝑃𝑢

∑ 𝑃𝑒2

... (2.66)

2.4.6 Dasar Perencanaan Sambungan Struktur

Salah satu yang membedakan struktur baja dengan yang lainnya terletak pada perencanaan sambungannya. Sambungan tersebut tidak bisa dibuat sekaligus dan juga harus melalui proses perakitan elemen-elemen lepas agar dapat menjadi suatu kesatuan sambungan.

(29)

Gambar 2.15 Mekanisme friksi pada sambungan

Merupakan sambungan yang direncanakan tidak akan mengalami slip. Sambungan jenis ini direncanakan terhadap sebuah struktur yang akan menerima beban dinamik.

Rn = 𝜇 . 𝐷𝑢 . ℎ𝑓 . 𝑇𝑏 . 𝑛𝑠 ... (2.67)

(30)

2. Mekanisme Tumpu Baut

Gambar 2.16 Mekanisme tumpu baut

Pada sambungan jenis ini direncanakan akan mengalami slip.

Apabila sambungan mengalami slip tidak berarti bahwa kondisinya akan mengakibatkan bangunan akan runtuh, namun karena tahanan friksinya sudah tidak lagi dapat bekerja dengan baik.

a. Kuat Tumpu Baut

Pada perencanaan ini salah satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa sambungan akan memperhitungkan pengaruh dari deformasi yang terjadi.

Pengaruh tersebut dapat dicari dengan dengan memilih nilai terkecil menggunakan persamaan:

Apabila deformasi dianggap tidak akan mempengaruhi fungsi struktur, maka nilai kuat tumpu dapat dicari dengan dengan memilih nilai terkecil menggunakan persamaan:

Sedangkan untuk kuat tumpu dengan lubang baut tipe slot panjang yang arah slotnya tegak lurus arah gaya, maka kuat tumpu ini dapat dicari dengan dengan memilih nilai terkecil menggunakan persamaan:

Rn = 1,0 . 𝑙𝑐 . 𝑡 . 𝐹𝑢 ≤ 2,0 . 𝑑 . 𝑡 . 𝐹𝑢 ... (2.70)

(31)

c. Kuat Blok

Digunakan untuk sambungan yang memiliki jumlah baut banyak dan penempatannya yang berkelompok sehingga dapat menyebabkan keruntuhan blok. Nilai kuat blok geser pelat ini dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

Keterangan :

(32)

d. Kekuatan Sambungan

Untuk mendapatkan nilai kekuatan sambungan hal yang harus dilakukan sebelumnya adalah mengidentifikasi mekanisme keruntuhan yang memungkinkan akan terjadi.

Keruntuhan ini bisa berupa kuat tumpu (geser) pelat, kuat geser baut, dan kuat geser blok. Kemudian setelah nilai tersebut diketahui diambil nilai terkecil karena menunjukkan nilai yang tercapai terlebih dahulu.

2.4.7.2 Sambungan End-Plate

Gambar 2.17 Sambungan end-plate pada balok

(33)

Gambar 2.18 Sambungan end-plate pada portal

a. Kapasitas Pelat Ujung

Hal yang mempengaruhi kekuatan sambungan ini ada pada mutu dari pelat ujung ini sendiri dan bautnya.

Gambar 2.19 Pola garis leleh pelat tipe flush-end-plate

(34)

• Tanpa pengaku

• Berpengaku

(35)

Gambar 2.20 Pola keruntuhan berdasarkan garis leleh pelat tipe extended- end-plate

• Tanpa Pengaku Mpl = 𝐹𝑝𝑦 𝑡𝑝2 [(𝑏𝑓

2 ( 1

𝑝𝑓 ,𝑖+ 1

𝑠) + (𝑝𝑓 ,𝑖+ 𝑠)2

𝑔) (ℎ − 𝑝𝑡) +𝑏𝑓

2 (

𝑝𝑓 ,0+ 1

2)]

... (2.80) Apabila nilai s = ½(𝑏𝑓. 𝑔)1/2 dan Mu ≤ ∅ Mpl maka tebal pelat minimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

tp ≥ [ 𝑀𝑢 /∅𝐹𝑝𝑦

(𝑏𝑓2( 1

𝑝𝑓 ,𝑖+ 1𝑠)+(𝑝𝑓 ,𝑖+𝑠)2𝑔)(ℎ−𝑝𝑡)+𝑏𝑓2( 𝑝𝑓 ,0+ 12)

]

1 2

... (2.81)

• Berpengaku

Kasus (1), jika s < de

Mpl = 𝐹𝑝𝑦 𝑡𝑝2 [𝑏𝑓

2(1

𝑝𝑓 + 1

𝑠) + (𝑝𝑓+ 𝑠)2

𝑔] [(ℎ − 𝑝𝑡) + (ℎ + 𝑝𝑓)]

... (2.82)

(36)

Jika s = ½(𝑏𝑓. 𝑔)1/2 dan Mu ≤ ∅ Mpl maka tebal pelat minimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

tp ≥ [ 𝑀𝑢 /∅𝐹𝑝𝑦

[𝑏𝑓2(1

𝑝𝑓 + 1𝑠)+(𝑝𝑓+𝑠)2𝑔][(ℎ−𝑝𝑡)+(ℎ+𝑝𝑓)]

]

1 2

... (2.83) Kasus (2), jika s > de

Mpl = 𝐹𝑝𝑦 𝑡𝑝2 [𝑏𝑓

2(1

𝑝𝑓 + 1

2𝑠) + (𝑝𝑓+ 𝑑𝑒)2

𝑔] [(ℎ − 𝑝𝑡) + (ℎ + 𝑝𝑓)]

... (2.84) Jika s = ½(𝑏𝑓. 𝑔)1/2 dan Mu ≤ ∅ Mpl maka tebal pelat minimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

tp ≥ [ 𝑀𝑢 /∅𝐹𝑝𝑦

[𝑏𝑓2(1

𝑝𝑓 + 2𝑠1)+(𝑝𝑓+𝑑𝑒)𝑔2][(ℎ−𝑝𝑡)+(ℎ+𝑝𝑓)]

]

1 2

... (2.85)

b. Kapasitas Baut

Salah satu hal yang mempengaruhi gaya tarik baut kinerja pada pelat ujung. Jika pelat ujung mengalami deformasi, makan akan terjadi sebuah penambahan gaya tarik di baut (prying). Namun, apabila deformasinya relatif kecil maka efek prying ini juga kan mengikuti. Untuk kuat sambungan baut tanpa efek prying dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

(37)

Gambar 2.21 Momen kopel baut terhadap sayap tekan

2.4.7.3 Sambungan Base-Plate

Jenis sambungan ini diperlukan untuk menyambungkan bagian atas sebuah struktur baja dengan bagian bawah (pondasi) yang umumnya dibuat dengan struktur beton.

(38)

Gambar 2.22 Konfigurasi base-plate kolom umumnya

1. Kuat Tumpu Beton

Kuat tumpu nominal Pp dicari dengan menggunakan persamaan:

a. Jika Luas beton sama dengan luas pelat landasan

Mnp = 2𝑝𝑡 (𝑑1+ 𝑑2) ... (2.88) Atau dalam format tegangan tumpu nominal maka

fp(maks) = ϕc 0,85 . fc’ ... (2.89) b. Luas beton > luas pelat landasan yang besarnya merata pada

semua sisi.

(39)

Gambar 2.23 Base-plate terhadap beban tekan konsentris

(40)

Untuk kondisi batas leleh, tebal minimum pelat landasan dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

tp ≥ √4𝑀∅𝐹𝑝𝑙

𝑦 = 𝑙√2𝑓∅𝐹𝑝

𝑦 = 𝑙√∅𝐹2𝑃𝑢

𝑦𝐵𝑁 ... (2.99)

3. Tegangan beton segitiga – elastis a. Momen kecil tanpa angkur

Dalam mencari nilai e ini terdapat dua kondisi, diantaranya:

1. Kecil, jika e = 𝑀𝑢

𝑃𝑢𝑁

6

2. Menengah, jika 𝑁

6 ≤ 𝑒 ≤ 𝑁

2

Gambar 2.24 Distribusi tegangan segitiga akibat eksentrisitas kecil

b. Momen besar dengan angkur

(41)

Gambar 2.25 Distribusi tegangan segitiga akibat eksentrisitas besar

Nilai Tu dan A dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

Tu + Pu = 1

2𝑓𝑝𝐴𝐵 ... (2.100) Pu (𝑁

2− 𝑥) + 𝑀𝑢 = 1

2𝑓𝑝𝐴𝐵 (𝑁 − 𝑥 −𝐴

3) ... (2.101)

A =

𝑓′±√𝑓′223𝑓𝑝𝐵(𝑃𝑢𝐴+𝑀𝑢) 1

3𝑓𝑝𝐵 ... (2.102) Apabila nilai A ≤ N’, maka ukuran pelat tumpu sesuai.

Tu = 1

2𝑓𝑝𝐴𝐵 − 𝑃𝑢 ... (2.103)

(42)

4. Tegangan beton persegi

a. Momen Kecil tanpa Angkur

Pada perencanaan ini diasumsikan distribusi tegangan berbentuk persegi.

Gambar 2.26 Distribusi tegangan persegi akibat eksentrisitas kecil

b. Momen Besar dengan Angkur

Jika e = Mu/Pu > ekritis maka diperlukan baut angkur.

(43)

Gambar 2. 27 Distribusi tegangan persegi akibat eksentrisitas besar

Apabila nilai m < Y

Untuk nilai m > Y

(44)

Gambar 2.28 Lebar efektif pelat pemikul baut angkur

Gambar

Gambar 2.1. Macam Struktur Komposit
Gambar 2.2 S S  Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCE R )
Gambar 2.4 Lebar efektif balok komposit
Gambar 2.5 Distribusi tegangan plastis kondisi a
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan harus membuat fungsi yang khusus menangani program CSR di dalam perusahaan ataupun diluar perusahaan sehingga kebijakan-kebijakan CSR yang dibuat tidak

Bedasarkan data diatas peneliti melatarbelakangi untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Aktivitas Fisik, Kebiasaan Merokok dan Pola Konsumsi Dengan Hiperkolesterolemia

Kasubdit Kemitraan Pemerinatah &amp; Lembaga Negara, Direktorat Kemitraan Komunikasi, Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Fungsional Umum pada

Gambar 3. Sikat dan kuas. Minyak mesin atau bila tidak ada dapat diganti dengan campuran minyak kelapa dan minyak tanah dengan perbandingan 1:1.. 23 Cara pemeliharaan mesin jahit

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pemangku kepentingan yang telah berproses bersama dan mendukung tersusunnya Rencana Aksi Daerah-Pengurangan

[r]

Berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik (2007), rumah tangga petani pisang ambon di Desa Padang Cermin Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran yang masuk kedalam

Berdasarkan data di atas akan diuraikan pada pembahasan sebagai berikut: (1)Faktor Ambisi Dari 42 responden, yang merasa berambisi dalam mengikuti pembelajaran