dari material baja yang dicampur dengan komposisi bahan kimia tertentu dan dibuat dengan bentuk tertentu. Penggunaan material ini bisa dipakai pelat lantai, balok, kolom, serta komponen gedung yang lainnya. Pada umumnya bangunan jenis ini telah diaplikasikan pada bangunan-bangunan seperti gedung perkantoran, gudang, hotel, stadion, dan lain sebagainya.
2.1.2 Struktur Baja Tahan Gempa
Struktur tahan gempa sendiri adalah sebuah struktur yang direncanakan dan diperhitungkan termasuk di dalamnya perencanaan kombinasi pembebanan dan pemilihan jenis material sehingga diharapkan ketika struktur tersebut terkena beban gempa mampu merespons dengan baik. Respons tersebut bisa diperlihatkan dengan mampu bertahannya bangunan tersebut terhadap keruntuhan setelah menerima beban gempa sebelumnya.
Dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa pemilihan jenis material merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung daya tahan bangunan. Pemilihan jenis material yang akan digunakan nantinya direkomendasikan dapat mendukung suatu struktur sehingga nantinya struktur tersebut memiliki bobot bangunan yang ringan. Material jenis baja sendiri dapat dikatakan material yang lebih ringan dibandingkan dengan material jenis beton sehingga cocok digunakan untuk struktur bangunan tahan gempa. Selain itu material baja juga memiliki tingkat daktilitas yang tinggi sehingga ketika gempa terjadi, struktur akan mampu mempertahankan kekuatan dan kekakuan dengan baik.
2.1.2.1 Sistem Portal Pemikul Momen a. Special Moment Frames
Pada kondisi ini struktur direncanakan memiliki tingkat daktilitas yang sangat tinggi dikarenakan sistem rangka ini digunakan pada zona risiko gempa tinggi. Sehingga struktur diharapkan dapat memiliki ketahanan yang tinggi ketika menerima beban gempa. Perencanaan detail rangka pada sistem ini harus memenuhi prinsip strong column weak beam.
b. Intermediate Moment Frames
Penerapan sistem rangka ini pada struktur bangunan bertingkat yang umumnya tidak terlalu tinggi dengan zona risiko gempa sedang.
c. Ordinary Moment Frames
Desain rangka struktur yang digunakan pada sistem dikhususkan agar rangka hanya bekerja secara elastis saja.
Penerapannya bisa digunakan pada bangunan yang umumnya tidak bertingkat dan memiliki bentang panjang dan lebar.
2.1.2.2 Sistem Rangka Batang Silang
a. Special Concentrically Braced Frames
Struktur rangka yang menerapkan penggunaan sistem rangka ini dirancang agar bracing bekerja sebagai komponen yang menghubungkan aksi tekuk pada saat elemen mengalami tekan atau leleh pada saat elemen mengalami tarik ketika gempa besar terjadi.
b. Ordinary Concentrically Braced Frames
Sistem rangka ini dapat dikatakan sebagai sistem rangka yang tidak bergoyang, dikarenakan konfigurasi sistem ini membuat struktur relatif lebih kaku. Hal tersebut dikarenakan pada sistem ini mengandalkan perilaku tarik dan tekan pada elemen strukturalnya.
Struktur komposit adalah sebuah struktur yang menggabungkan minimal 2 jenis material konstruksi yang yang memiliki sifat bahan berbeda sehingga diharapkan ketika penggabungan kedua material tersebut dapat menciptakan sifat gabungan yang baik. Pada struktur komposit beton - baja, material yang digabungkan adalah jenis material beton dan baja. Beton memiliki sifat yang kuat terhadap tekan namun kurang terhadap tarik, sedangkan baja memiliki sifat yang kuat terhadap tekan dan tarik namun harus diperhatikan terhadap sifat tekuknya
Gambar 2.1. Macam Struktur Komposit
Secara umum struktur komposit berupa :
1. Kolom dan balok baja yang terbungkus beton (a, c) 2. beton yang dibungkus oleh kolom baja (b)
3. Balok baja yang menahan pelat beton (d)
2.2 Konsep Pembebanan
Dalam merencanakan sebuah struktur baik itu gedung maupun jenis struktur yang lainnya langkah awal yang harus dipersiapkan adalah mengetahui jenis beban apa saja yang akan bekerja pada struktur yang akan dibangun.
2.2.1 Beban Gravitasi
Jenis beban ini dipengaruhi karena adanya gaya gravitasi bumi yang mempengaruhi struktur. Beban-beban tersebut dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya
a. Beban Hidup (Live Load)
Jenis beban ini terjadi karena adanya penggunaan fungsi tertentu terhadap suatu gedung. Perencanaan pembebanan ini telah diatur dalam “SNI 1727:2013 Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain”.
b. Beban Mati (Dead Load)
Yang termasuk jenis beban ini adalah keseluruhan bagian dari gedung yang bersifat tetap. Yang dimaksud dari tetap adalah bagian dari gedung tersebut tidak pernah berpindah posisinya, seperti pada contohnya kolom, balok, dan yang lainnya. Pembebanan ini telah diatur dalam Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983.
d. Beban Hujan (Rain Load)
Jenis beban ini terjadi karena pengaruh air hujan yang terkumpul sehingga turut serta membebani struktur. Menurut “SNI 1727:2013” terkait dengan pembebanan air hujan pada atap gedung dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
2.2.2 Beban Gempa (Earthquake Load) 2.2.2.1 Kategori Resiko Struktur Bangunan
Berdasarkan SNI 1726-2019 pemilihan kategori risiko bangun dipengaruhi oleh jenis pemanfaatan gedung tersebut. Berikut adalah pemilihan jenis kategori risiko bangunan berdasarkan SNI.
Gambar 2.2 SS Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCER)
Gambar 2.3 S1 Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCER)
2.2.2.3 Kelas Situs
Kelas situs ditentukan berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah pada tempat dimana bangunan akan dikerjakan.
2.2.2.4 Kategori Desain Seismik
Sedangkan nilai SDS dan SD1 ditentukan melalui persamaan:
Dengan :
2.2.2.5 Gaya Geser Dasar Akibat Gempa Ditentukan melalui persamaan:
2.2.2.6 Koefisien Respon Gempa
Ditentukan melalui persamaan :
2.2.2.7 Distribusi Vertikal Gaya Gempa Ditentukan melalui persamaan :
Dengan :
2.2.3 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan ini diambil dari SNI 1727-2013 sebagai berikut:
1. 1.4D
2. 1.2D + 1.6L + 0.5(Lr atau S atau R)
3. 1.2D + 1.6(Lr atau S atau R) + (L atau 0.5W) 4. 1.2D + 1.0W + L + 0.5(Lr atau S atau R) 5. 1.2D + 1.0E + L + 0,2S
6. 0.9D + 1.0W 7. 0.9D + 1.0E
Keterangan :
D = beban mati L = beban hidup Lr = beban hidup atap W = beban angin R = beban hujan E = beban gempa S = beban salju
2.3 Metode Perhitungan Statika
Dalam memperoleh gaya dalam yang ada akibat beban dalam maupun luar dibantu dengan menggunakan aplikasi komputer analisa struktur SAP2000.
2.4 Perencanaan Struktur
2.4.1 Load Resistance and Factor Design Method
Metode ini merupakan metode keluaran AISC (American Institue of Steel Construction) yang digunakan untuk perencanaan konstruksi baja, berdasarkan ketahanan kekuatan ultimate (Metode Plastis). Dengan metode ini sebuah gedung sengaja direncanakan ketika ketahanan strukturnya mengalami kondisi understrength struktur tersebut masih mampu menahan beban bangunan yang mengalami overweight (kelebihan muatan).
a. Kondisi Batas
Menunjukkan kemampuan batas struktur agar bisa menahan beban yang bekerja. Dalam perencanaannya harus dapat dipastikan bahwa kondisi ini tidak dapat atau paling tidak kecil kemungkinannya terlampaui. Terdapat dua jenis kondisi batas diantaranya:
1. Kondisi batas kekuatan 2. Kondisi batas layan
Penerapan kondisi batas ini sesuai dengan rumus :
Keterangan :
b. Ketentuan SNI 03-1729-2015
Dianggap telah memenuhi syarat apabila nilai dari kuat perlu (Ru)kurang dari nilai dari kuat rencana (ϕRu). Sedangkan ϕ sendiri merupakan faktor reduksi kuat rencana yang memiliki nilai tergantung dari perilaku aksi komponen tinjau. Konsep dasar ketentuan LRFD adalah :
Ru ≤ ϕ Rn ... (2.11) Kuat perlu (Ru) adalah nilai maksimum dari beban yang bekerja dan telah dikali dengan faktor pembesaran beban serta telah dikombinasikan dengan beban yang lainnya. Nilai ini dapat diperoleh dengan bantuan program komputer analisis struktur.
Hasil analisis struktur tersebut kemudian digunakan sebagai acuan untuk memperoleh nilai kuat rencana (ϕRn) minimum
2.4.2 Dasar Perencanaan Beton Komposit 2.4.3.1 Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan pembangunan struktur komposit khususnya pada komponen lentur dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya tumpuan sementara atau perancah. Apabila perancah tidak ada maka profil baja berlaku sebagai perletakan dari dek baja gelombang pada saat proses pengecoran. Pada fase ini baja harus mampu menahan beban yang ada termasuk berat sendiri baja. Proses komposit sendiri akan mulai bekerja setelah pelat beton mulai mengeras, sehingga pada fase ini semua beban akan ditahan oleh suatu sistem struktur komposit.
2.4.3.2 Lebar Efektif
Lebar efektif dari suatu pelat beton komposit dapat dicari melalui ketentuan sebagai berikut :
Gambar 2.4 Lebar efektif balok komposit
Lebar efektif tidak diperbolehkan melebihi ketentuan sebagai berikut:
bE ≤ 𝐿
4 ... (2.13) bE = b0 ... (2.14) 2.4.3.3 Balok Komposit dengan Angkur Steel Headed Stud atau Angkur
Kanal Baja
1. Kuat Lentur Positif
Kuat lentur nominal desain (∅Mn) dan kuat lentur izin (Mn) ditentukan dengan keadaan sebagai berikut:
a. Apabila
Mn ditentukan melalui distribusi tegangan plastis penampang komposit terkait pada saat kondisi batas leleh (momen plastis). ∅ = 0,90.
b. Apabila
Mn ditentukan melalui superposisi tegangan elastis efek penopangan untuk keadaan batas leleh (momen leleh). ∅ =
0,90.
Posisi sumbu netral plastis pada saat mencari nilai momen plastis tergantung pada perbandingan nilai C dan T. Nilai C dan T tersebut dicari dengan menggunakan persamaan :
a. Nilai T ≤ C
Gambar 2.5 Distribusi tegangan plastis kondisi a
Apabila nilai T ≤ C maka sumbu netral plastis jatuh pada pelat beton.
Apabila nilai a < tc, maka hal tersebut membuktikan bahwa asumsi sumbu netral plastis berada pada pelat beton benar.
Gambar 2.6 Distribusi tegangan plastis kondisi b
Apabila nilai T > C maka sumbu netral plastis jatuh pada pelat baja bagian sayap. Hal tersebut dibenarkan ketika nilai tf
> y > 0. Nilai-nilai tersebut dapat dicari dengan persamaan:
c. Nilai T > C
Gambar 2.7 Distribusi tegangan plastis kondisi c
Apabila nilai T > C maka sumbu netral plastis jatuh pada pelat baja bagian badan. Hal tersebut dibenarkan ketika nilai T-C-Csf > 0. Nilai-nilai tersebut dicari dengan persamaan:
2. Kuat Lentur Negatif
SNI 03-1729-2015 mengatur bahwa penggunaan sistem komposit pada daerah momen negatif harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1. Balok baja mempunyai penampang kompak yang diberi pengaku memadai
2. Pelat beton dan balok baja di daerah momen negatif harus disatukan dengan penghubung geser
3. Tulangan pelat yang sejajar dengan balok baja di sepanjang daerah lebar efektif pelat beton harus disambung dengan baik
Apabila fungsi tulangan pada pelat beton akan diperhitungkan kontribusinya, maka gaya yang muncul pada tulangan harus ditransfer oleh penghubung geser.
Apabila Cmaks > Tsr, maka sumbu netral plastis berada pada profil baja, sehingga kesetimbangan gaya dapat dicari dengan persamaan:
Tsr + Ts = Cmaks – Ts ... (2.36) 2Ts = Cmaks – Tsr ... (2.37) Ts = 𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠 – 𝑇𝑠𝑟
2 ... (2.38) Gaya pada sayap, Tf = bf . tf . Fy ... (2.39) Gaya pada badan, Tw = Ts - Tf ... (2.40) aw = 𝑇𝑤
𝐹𝑦 × 𝑡𝑤 ... (2.41) d1 = Yc – 𝑡𝑐
2 ... (2.42) d2 = 𝑎𝑤
2 ... (2.43) d3 = d. ½ ... (2.44) Mn = Tsr (d1 + d2) + Cmaks (d3 - d2) ... (2.45)
Gambar 2.8 Distribusi tegangan akibat momen negatif
3. Penghubung Geser Angkur Baja
Kuat geser nominal satu angkur steel headed stud dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
Qn = 0,5. Asa . √𝑓𝑐′𝐸𝑐 ≤ Rg . Rp . Asa . Fu ... (2.46) Keterangan :
Asa = luas penampang dari angkur steel headed stud Ec = modulus elastisitas beton
Fu = kekuatan tarik minimum yang diisyaratkan dari suatu angkur steel headed stud (MPa)
Sedangkan untuk kuat geser nominal satu angkur kanal canai panas menggunakan persamaan:
2.4.3.4 Dek Baja Gelombang
Penggunaan dek baja gelombang merupakan salah satu syarat dalam pembualan pelat lantai komposit, hal tersebut dikarenakan dek baja gelombang memiliki peran diantaranya:
- Sebagai bekisting saat proses pengecoran pelat lantai.
- Sebagai tulangan positif untuk plat lantai.
Untung pemasangannya sendiri yaitu dengan pemasangan secara satu arah dikarenakan bentuknya yang bergelombang mengakibatkan pelat gelombang baja lebih dominan menahan beban berupa momen lentur pada bentang satu arah saja. SNI 03-1729-2015 pasal I3.2c. mengatur mengenai persyaratan dek baja gelombang serta penghubung gesernya agar bisa digunakan dalam komponen struktur komposit diantaranya:
1. Tinggi maksimum dek baja, hr ≤ 75 mm
2. Lebar rata-rata minimum dari dek gelombang, wr > 50 mm 3. Pelat beton harus disambungkan ke balok baja dengan angkur
steel headed stud (diameter stud maksimum 19 mm) 4. Tebal pelat beton tidak boleh kurang dari 50 mm 5. Jarak pengangkuran tidak lebih dari 460 mm.
Gambar 2.9 Penampang melintang dek baja gelombang
2.4.3 Dasar Perencanaan Batang Tarik 2.4.4.1 Batas Kelangsingan
Secara teoritis sebenarnya batang tarik tidak mengalami tekuk, sehingga penggunaan L/r ≤ 300 hanya digunakan sebagai saran saja.
2.4.4.2 Kuat Tarik Nominal
Kuat tarik rencana (ϕPn) diambil dari nilai terkecil dari batas keruntuhan yang ada pada saat penampang utuh dan saat berlubang (tempat sambungan).
Untuk penampang utuh dicari menggunakan persamaan:
Gambar 2.11 Profil penampang utuh
Sedangkan pada penampang berlubang dicari dengan menggunakan persamaan:
2.4.4 Dasar Perencanaan Batang Tekan
Gambar 2.13 Diagram hubungan tekanan dengan rasio kelangsingan
2.4.5.1 Tekuk dan Parameter Penting Batang Tekan
Pada batang tekan parameter yang menentukan kuat batang tekan hanya Fy saja.
2.4.5.2 Klasifikasi Penampang dan Tekuk Lokal
Agar suatu struktur yang kita bangun memiliki tingkat optimalisasi yang tinggi, maka risiko terhadap tekuk lokal harus dihindari. Hal tersebut dikarenakan apabila sebuah struktur yang kita bangun mengalami tekuk
lokal maka penyelesaiannya tidak akan sederhana, selain itu pemakaian penampangnya yang kita rencanakan juga akan tidak efisien karena terjadi saat kondisi beban elastis (belum leleh). Untuk itu dibuat klasifikasi yang dapat memisahkan apakah penampang tersebut merupakan penampang yang tidak langsing dan penampang yang langsing. Hal tersebut dilakukan dengan cara melakukan evaluasi terhadap rasio lebar-tebal (b/t) dari tiap- tiap elemen. Nilai tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai batas rasio b/t.
2.4.5.3 Panjang Efektif Kolom (KL)
Panjang efektif kolom atau KL merupakan cara sederhana namun memiliki tingkat keefektifan yang sangat tinggi dalam memprediksi kekuatan kolom.
Gambar 2.14 Tabel Nilai K
`
Pn = Fcr . Ag ... (2.52) Tegangan kritis (Fcr) dicari dengan menggunakan persamaan:
a. Apabila nilai 𝐾𝐿
𝑟 ≤ 4,71 √𝐸
𝐹𝑦 atau 𝐹𝑦
𝐹𝑒 ≤ 2,25 , maka Fcr = (0,658𝐹𝑦𝐹𝑒) . Fy ... (2.53)
b. Apabila nilai 𝐾𝐿
𝑟 > 4,71 √𝐹𝑦𝐸 atau 𝐹𝑦
𝐹𝑒 > 2,25 , maka Fcr = 0,877. Fe ... (2.54) Dimana nilai Fe dicari dengan menggunakan persamaan:
Fe = 𝜋
2𝐸 (𝐾𝐿
𝑟)2
... (2.55)
2. Tekuk Torsi dan Tekuk Lentur-Torsi
Hal ini biasanya terjadi pada penampang yang memiliki kekakuan torsi relatif kecil. Kapasitas tekan nominalnya sendiri dicari menggunakan persamaan:
Pn = Fcr . Ag ... (2.56) Tegangan kritis (Fcr) dicari dengan menggunakan persamaan:
a. Untuk penampang siku ganda atau T
Fcr = (𝐹𝑐𝑟𝑦+ 𝐹𝑐𝑟𝑧
2𝐻 ).[1 − √1 − 4𝐹𝑐𝑟𝑦.𝐹𝑐𝑟𝑧.𝐻
(𝐹𝑐𝑟𝑦+ 𝐹𝑐𝑟𝑧)2] ... (2.57)
b. Untuk penampang lain, nilai Fcr tetap dicari dengan persamaan pada tekuk lentur, namun nilai Fe dicari dengan memasukkan pengaruh kekakuan torsi batangnya sesuai dengan persamaan:
- Untuk profil dengan sumbu simetri ganda menggunakan persamaan:
Fe = (𝜋2𝐸𝐶𝑤
(𝐾𝑧𝐿)2 + 𝐺𝐽) . 1
𝐼𝑥+𝐼𝑦 ... (2.58) - Sedangkan untuk profil dengan sumbu simetri
tunggal menggunakan persamaan:
Fe = (𝐹𝑒𝑦+𝐹𝑒𝑧
2𝐻 ) . [1 − √1 −(𝐹4𝐹𝑒𝑦𝐹𝑒𝑧𝐻
𝑒𝑦+𝐹𝑒𝑧)2] .... (2.59) 2.4.5 Dasar Perencanaan Batang Portal (Balok-Kolom)
Perencanaan batang baja yang hanya mempertimbangkan gaya aksialnya saja baik itu tarik maupun tekan hanya cocok digunakan untuk perencanaan struktur rangka batang (truss). Sedangkan perencanaan batang baja yang mempertimbangkan momen lentur hanya cocok untuk struktur balok. Sehingga pada struktur yang elemen batangnya menahan kombinasi antara gaya aksial baik itu tarik maupun tekan sekaligus menahan momen harus direncanakan melalui perhitungan batang portal (balok-kolom).
Dalam melakukan perencanaan batang portal ini hal yang harus dilakukan adalah melakukan tinjauan terhadap kuat tekan dan juga kuat lenturnya. Dari tinjauan tersebut kemudian akan dihubungkan dengan persamaan interaksi antara kuat tekan dan kuat lentur dengan menggunakan persamaan:
memperhitungkan efek orde kedua.
𝑀𝑛𝑥 = tahanan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu x
∅𝑏 = faktor reduksi tahanan lentur = 0,90
𝑀𝑢𝑦 = sama dengan 𝑀𝑢𝑥, namun dengan acuan sumbu y 𝑀𝑛𝑦 = sama dengan 𝑀𝑛𝑥, namun dengan acuan sumbu y
Untuk struktur tak bergoyang
𝑀𝑢 = 𝐵1 . 𝑀𝑛𝑡 ... (2.62) 𝐵1 = 𝐶𝑚
1−𝑃𝑢 𝑃𝑒1
... (2.63)
Nilai 𝐶𝑚 sendiri dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
1. Pada komponen struktur tak bergoyang dengan beban transversal diantara kedua tumpuannya, 𝐶𝑚 ditentukan berdasarkan :
𝐶𝑚 = 1,00 untuk komponen struktur dengan ujung sederhana 𝐶𝑚 = 0,85 untuk komponen struktur dengan ujung kaku
2. Sedangkan untuk komponen struktur tak bergoyang tanpa beban transversal di antara kedua tumpuannya, namun mempunyai momen ujung 𝑀1 dan 𝑀2 (𝑀1 < 𝑀2), maka 𝐶𝑚 akan mengkonvarsikan momen lentur yang bervariasi secara linier menjadi momen lentur seragam 𝑀𝐸 = 𝐶𝑚 . 𝑀2
𝐶𝑚 = 0,6 − 0,4 . (𝑀1
𝑀2) ... (2.64) Rasio 𝑀1/ 𝑀2 bernilai positif untuk kelengkungan ganda dan negatif untuk kelengkungan tunggal
Sedangkan pada struktur bergoyang
𝑀𝑢 = 𝐵1 . 𝑀𝑛𝑡+ 𝐵2 . 𝑀𝑙𝑡 ... (2.65) 𝐵2𝑦 = 1
1−∑ 𝑃𝑢
∑ 𝑃𝑒2
... (2.66)
2.4.6 Dasar Perencanaan Sambungan Struktur
Salah satu yang membedakan struktur baja dengan yang lainnya terletak pada perencanaan sambungannya. Sambungan tersebut tidak bisa dibuat sekaligus dan juga harus melalui proses perakitan elemen-elemen lepas agar dapat menjadi suatu kesatuan sambungan.
Gambar 2.15 Mekanisme friksi pada sambungan
Merupakan sambungan yang direncanakan tidak akan mengalami slip. Sambungan jenis ini direncanakan terhadap sebuah struktur yang akan menerima beban dinamik.
Rn = 𝜇 . 𝐷𝑢 . ℎ𝑓 . 𝑇𝑏 . 𝑛𝑠 ... (2.67)
2. Mekanisme Tumpu Baut
Gambar 2.16 Mekanisme tumpu baut
Pada sambungan jenis ini direncanakan akan mengalami slip.
Apabila sambungan mengalami slip tidak berarti bahwa kondisinya akan mengakibatkan bangunan akan runtuh, namun karena tahanan friksinya sudah tidak lagi dapat bekerja dengan baik.
a. Kuat Tumpu Baut
Pada perencanaan ini salah satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa sambungan akan memperhitungkan pengaruh dari deformasi yang terjadi.
Pengaruh tersebut dapat dicari dengan dengan memilih nilai terkecil menggunakan persamaan:
Apabila deformasi dianggap tidak akan mempengaruhi fungsi struktur, maka nilai kuat tumpu dapat dicari dengan dengan memilih nilai terkecil menggunakan persamaan:
Sedangkan untuk kuat tumpu dengan lubang baut tipe slot panjang yang arah slotnya tegak lurus arah gaya, maka kuat tumpu ini dapat dicari dengan dengan memilih nilai terkecil menggunakan persamaan:
Rn = 1,0 . 𝑙𝑐 . 𝑡 . 𝐹𝑢 ≤ 2,0 . 𝑑 . 𝑡 . 𝐹𝑢 ... (2.70)
c. Kuat Blok
Digunakan untuk sambungan yang memiliki jumlah baut banyak dan penempatannya yang berkelompok sehingga dapat menyebabkan keruntuhan blok. Nilai kuat blok geser pelat ini dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
Keterangan :
d. Kekuatan Sambungan
Untuk mendapatkan nilai kekuatan sambungan hal yang harus dilakukan sebelumnya adalah mengidentifikasi mekanisme keruntuhan yang memungkinkan akan terjadi.
Keruntuhan ini bisa berupa kuat tumpu (geser) pelat, kuat geser baut, dan kuat geser blok. Kemudian setelah nilai tersebut diketahui diambil nilai terkecil karena menunjukkan nilai yang tercapai terlebih dahulu.
2.4.7.2 Sambungan End-Plate
Gambar 2.17 Sambungan end-plate pada balok
Gambar 2.18 Sambungan end-plate pada portal
a. Kapasitas Pelat Ujung
Hal yang mempengaruhi kekuatan sambungan ini ada pada mutu dari pelat ujung ini sendiri dan bautnya.
Gambar 2.19 Pola garis leleh pelat tipe flush-end-plate
• Tanpa pengaku
• Berpengaku
Gambar 2.20 Pola keruntuhan berdasarkan garis leleh pelat tipe extended- end-plate
• Tanpa Pengaku Mpl = 𝐹𝑝𝑦 𝑡𝑝2 [(𝑏𝑓
2 ( 1
𝑝𝑓 ,𝑖+ 1
𝑠) + (𝑝𝑓 ,𝑖+ 𝑠)2
𝑔) (ℎ − 𝑝𝑡) +𝑏𝑓
2 ( ℎ
𝑝𝑓 ,0+ 1
2)]
... (2.80) Apabila nilai s = ½(𝑏𝑓. 𝑔)1/2 dan Mu ≤ ∅ Mpl maka tebal pelat minimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
tp ≥ [ 𝑀𝑢 /∅𝐹𝑝𝑦
(𝑏𝑓2( 1
𝑝𝑓 ,𝑖+ 1𝑠)+(𝑝𝑓 ,𝑖+𝑠)2𝑔)(ℎ−𝑝𝑡)+𝑏𝑓2( ℎ 𝑝𝑓 ,0+ 12)
]
1 2
... (2.81)
• Berpengaku
Kasus (1), jika s < de
Mpl = 𝐹𝑝𝑦 𝑡𝑝2 [𝑏𝑓
2(1
𝑝𝑓 + 1
𝑠) + (𝑝𝑓+ 𝑠)2
𝑔] [(ℎ − 𝑝𝑡) + (ℎ + 𝑝𝑓)]
... (2.82)
Jika s = ½(𝑏𝑓. 𝑔)1/2 dan Mu ≤ ∅ Mpl maka tebal pelat minimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
tp ≥ [ 𝑀𝑢 /∅𝐹𝑝𝑦
[𝑏𝑓2(1
𝑝𝑓 + 1𝑠)+(𝑝𝑓+𝑠)2𝑔][(ℎ−𝑝𝑡)+(ℎ+𝑝𝑓)]
]
1 2
... (2.83) Kasus (2), jika s > de
Mpl = 𝐹𝑝𝑦 𝑡𝑝2 [𝑏𝑓
2(1
𝑝𝑓 + 1
2𝑠) + (𝑝𝑓+ 𝑑𝑒)2
𝑔] [(ℎ − 𝑝𝑡) + (ℎ + 𝑝𝑓)]
... (2.84) Jika s = ½(𝑏𝑓. 𝑔)1/2 dan Mu ≤ ∅ Mpl maka tebal pelat minimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
tp ≥ [ 𝑀𝑢 /∅𝐹𝑝𝑦
[𝑏𝑓2(1
𝑝𝑓 + 2𝑠1)+(𝑝𝑓+𝑑𝑒)𝑔2][(ℎ−𝑝𝑡)+(ℎ+𝑝𝑓)]
]
1 2
... (2.85)
b. Kapasitas Baut
Salah satu hal yang mempengaruhi gaya tarik baut kinerja pada pelat ujung. Jika pelat ujung mengalami deformasi, makan akan terjadi sebuah penambahan gaya tarik di baut (prying). Namun, apabila deformasinya relatif kecil maka efek prying ini juga kan mengikuti. Untuk kuat sambungan baut tanpa efek prying dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
Gambar 2.21 Momen kopel baut terhadap sayap tekan
2.4.7.3 Sambungan Base-Plate
Jenis sambungan ini diperlukan untuk menyambungkan bagian atas sebuah struktur baja dengan bagian bawah (pondasi) yang umumnya dibuat dengan struktur beton.
Gambar 2.22 Konfigurasi base-plate kolom umumnya
1. Kuat Tumpu Beton
Kuat tumpu nominal Pp dicari dengan menggunakan persamaan:
a. Jika Luas beton sama dengan luas pelat landasan
Mnp = 2𝑝𝑡 (𝑑1+ 𝑑2) ... (2.88) Atau dalam format tegangan tumpu nominal maka
fp(maks) = ϕc 0,85 . fc’ ... (2.89) b. Luas beton > luas pelat landasan yang besarnya merata pada
semua sisi.
Gambar 2.23 Base-plate terhadap beban tekan konsentris
Untuk kondisi batas leleh, tebal minimum pelat landasan dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
tp ≥ √4𝑀∅𝐹𝑝𝑙
𝑦 = 𝑙√2𝑓∅𝐹𝑝
𝑦 = 𝑙√∅𝐹2𝑃𝑢
𝑦𝐵𝑁 ... (2.99)
3. Tegangan beton segitiga – elastis a. Momen kecil tanpa angkur
Dalam mencari nilai e ini terdapat dua kondisi, diantaranya:
1. Kecil, jika e = 𝑀𝑢
𝑃𝑢 ≤ 𝑁
6
2. Menengah, jika 𝑁
6 ≤ 𝑒 ≤ 𝑁
2
Gambar 2.24 Distribusi tegangan segitiga akibat eksentrisitas kecil
b. Momen besar dengan angkur
Gambar 2.25 Distribusi tegangan segitiga akibat eksentrisitas besar
Nilai Tu dan A dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
Tu + Pu = 1
2𝑓𝑝𝐴𝐵 ... (2.100) Pu (𝑁
2− 𝑥) + 𝑀𝑢 = 1
2𝑓𝑝𝐴𝐵 (𝑁 − 𝑥 −𝐴
3) ... (2.101)
A =
𝑓′±√𝑓′2−23𝑓𝑝𝐵(𝑃𝑢𝐴′+𝑀𝑢) 1
3𝑓𝑝𝐵 ... (2.102) Apabila nilai A ≤ N’, maka ukuran pelat tumpu sesuai.
Tu = 1
2𝑓𝑝𝐴𝐵 − 𝑃𝑢 ... (2.103)
4. Tegangan beton persegi
a. Momen Kecil tanpa Angkur
Pada perencanaan ini diasumsikan distribusi tegangan berbentuk persegi.
Gambar 2.26 Distribusi tegangan persegi akibat eksentrisitas kecil
b. Momen Besar dengan Angkur
Jika e = Mu/Pu > ekritis maka diperlukan baut angkur.
Gambar 2. 27 Distribusi tegangan persegi akibat eksentrisitas besar
Apabila nilai m < Y
Untuk nilai m > Y
Gambar 2.28 Lebar efektif pelat pemikul baut angkur