• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA MUSLIM KOTA MEDAN TERHADAP RIBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA MUSLIM KOTA MEDAN TERHADAP RIBA"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

MUSLIM KOTA MEDAN TERHADAP RIBA

OLEH

SELLY SELVIANI SIREGAR 130501068

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

MEDAN TERHADAP RIBA

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Muslim Kota Medan terhadap riba. Metode penelitian menggunakan penelitian deskriptif kualitatif untuk menganalisis pengetahuan mahasiswa Muslim terhadap riba, adapun faktor yang menjadi penilaian yaitu, Pengetahuan mahasiswa Muslim terhadapriba, pengaruhribaterhadapprilakumahasiswa Muslim, dan upaya yang dilakukan untuk menghindaririba.

Untuk pengambilan sampel menggunakan teknik purposive random sampling, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, data primer diperoleh melalui pembagian kuisioner kepada mahasiswa Muslim serta wawancara, dan data skunder diperoleh melalui situs pemerintah yang menyajikan data yang dibutuhkan, analisis data menggunakan tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata mahasiswa Muslim dari segi pengetahuan menyatakan telah mengetahui mengenaibahaya, dampak, dandosa yang ditimbulkan dari transakasi riba, dan responden rata-rata menyatakan setuju mengenai opsi yang disediakan oleh peneliti. Dari segi pengaruh terhadap perilaku, riba tidak terlalu mempengaruhi prilaku mahasiswa Muslim, hal ini dapat diketahui dari jawaban mahasiswa yang di dalam nya lebih banyak menyatakan bahwa mereka merasa tidak merasakan dampak yang nya dari transaks iriba di bank konvensional, dan kebanyakan responden menyatakan netral mengenai opsi pengaruh riba terhadap prilaku mahasiswa. Dari segi upaya, mahasiswa Muslim berupaya maksimal untuk menghindari hal-hal yang berkaitan dengan riba, hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang rata-rata menyatakan setuju mengenaiopsi yang diberikan dalam kuisioner baik itu dari segi transaksi, motivasi dari orang lain untuk lebih memilih bagi hasil, tidak bekerja di lembaga yang menerapkan sistem riba, dan tidak meminjam uang kepada rentenir.

Kata Kunci :Mahasiswa Muslim, Riba, Bank Konvensional.

(6)

This research was conducted to determine the level of understanding of Medan Muslim students. The research method used descriptive qualitative research to analyze the understanding of Medan Muslim students towards usury, as for the factors that were assessed, namely, the understanding of Muslim students towards usury, the influence of usury on Muslim student behavior, and efforts made to avoid usury.

For sampling using purposive random sampling technique, the type of data used in this study are primary and secondary data, primary data obtained through the distribution of questionnaires to Medan City Muslim students as well as interviews, and secondary data obtained through government sites that present required data, analysis data uses frequency distribution tables and cross tabulations.

The results showed that the average Muslim city of Medan in terms of understanding stated that they understood the dangers, impacts, and sins caused by usury transactions, and the average respondent agreed to the options provided by the researcher. In terms of influence on behavior, usury does not really affect the behavior of Muslim students, it can be seen from the answers of students who stated more that they felt they did not feel the real impact of usury transactions in conventional banks, and most respondents stated neutral about the choice of usury towards student behavior. In terms of efforts, Muslim students in Medan City are trying their best to avoid things related to usury, this can be seen from the answers of respondents who on average stated that they agreed on the options given in the questionnaire both in terms of transactions, motivation from others to Prefer profit sharing, do not work in institutions that apply the usury system, and do not borrow money from moneylenders.

Keywords: Muslim students, usury, conventional banks.

(7)

dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Analisis Pemahaman Mahasiswa Muslim Kota Medan Terhadap Riba”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir penulis untuk melengkapi persyaratan untuk menyelesaikan perkuliahan pada jenjang pendidikan Strata-1 dalam rangka meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu baik dalam hal moril maupun materil selama penyusunan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara .

2. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier Hsb, MP selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Inggrita Gusti Sari Nst, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan bimbingan , saran, petunjuk, dan

(8)

5. Ibu Ilyda Sudardjat, S.Si, M.Si, selaku dosen pembanding penulis yang telah banyak memberikan saran, masukan, dan kritik yang baik bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Inggrita Gusti Sari Nst, SE, M.Si, selaku dosen pembanding penulis yang telah banyak memberikan saran, masukan, dan kritik yang baik bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis selama menjalani masa perkuliahan.

8. Seluruh Staf dan Karyawan Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam hal kelengkapan administrasi penulis.

9. Orang tua penulis yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemahaman ... 9

2.1.1 Definisi Riba ... 10

2.1.2 Macam-Macam Riba ... 13

2.1.3 Hukum Riba ... 16

2.1.4 Tahapan Riba Dalam Al-quran ... 20

2.1.5 Pandangan Kaum Modern Tentang Riba ... 22

2.1.6 Pandangan Islam Terhadap Riba ... 23

2.2 Penelitian Terdahulu ... 26

2.3 Kerangka Konseptual ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 29

3.3.1 Populasi ... 30

3.3.2 Sampel ……… 30

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ………. 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.4.1 Wawancara ... 30

3.4.2 Kuisioner ………... 31

3.5 Metode Analisis Data ……….. 33

3.5.1 Analisis Deskriptif ……… 33

(10)

4.1.4 Suku ... 38

4.1.5 Partisipasi Responden Dalam Mengikuti Kuliah /Ceramah Tentang Riba... 39

4.1.6 Sumber Pengetahuan ... 40

4.1.7 Peran Memotivasi Orang Lain ... 41

4.1.8 Pengalaman Mendapat Nasehat ... 42

4.1.9 Golongan Yang Disiksa Karena Riba ... 42

4.2 Analisis Pengetahuan Mahasiswa Muslim Kota Medan Terhadap Riba ... 44

4.3 Analisis Pengaruh Riba Terhadap Prilaku Mahasiswa Muslim di Kota Medan ... 48

4.4 Analisis Upaya Mahasiswa Muslim Untuk Menghindari Riba ... 53

4.5 Tabulasi Silang atau Crosstab antara Jenis Kelamin dengan Jawaban Responden Tentang Bunga Bank Konvensional adalah Jenis Riba……… 57

4.6 Tabulasi Silang atau Crosstab antara Jenis Kelamin dengan Jawaban Responden Tentang Riba Merupakan Perbuatan yang Dilarang Agama……….. 58

4.7 Tabulasi Silang atau Crosstab antara Jenis Kelamin dengan Jawaban Responden Tentang Pinjaman kepada Rentenir Merupakan Transaksi Riba……….. 59

4.8 Tabulasi Silang atau Crosstab antara Jenis Kelamin dengan Jawaban Responden Tentang Bank Konvensional adalah Lembaga yang Banyak Melakukan Riba…………. 60

4.9 Tabulasi Silang atau Crosstab antara Usia dengan Jawaban Responden Tentang Riba Menimbulkan Perasaan Bersalah atau Berdosa……… 61

4.10 Tabulasi Silang atau Crosstab antara Usia dengan Jawaban Responden Tentang Riba dapat Menimbulkan Perasaan Tertekan atau Stres………... 62

4.11 Tabulasi Silang atau Crosstab antara Usia dengan Jawaban Responden Tentang Riba dapat Menimbulkan Sifat Tidak Mau Rugi/ Egois……… 63

4.12 Tabulasi Silang atau Crosstab antara Usia dengan Jawaban Responden Tentang Bunga atau Riba dari Bank Konvensional Menyebabkan Ketergantungan………. 64

(11)

Agar Memilih Sistem Bagi Hasil……….. 66 4.15 Tabulasi Silang atau Crosstab antara Asal Universitas

dengan Jawaban Responden Tentang Arahan atau Motivasi Agar tidak Berkecimpung di Perbankan atau Lembaga

yang Menganut Kebijakan Riba……… 68 4.16 Tabulasi Silang atau Crosstab antara Asal Universitas

Dengan Jawaban Responden Tentang Arahan tidak

Meminjam Uang Kepada Rentenir………. 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 71 5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN

(12)

1.1 Perbandingan Riba dan Bagi Hasil... 5

1.2 Jumlah Mahasiswa di Kota Medan... 7

3.1 Daftar Jumlah Mahasiswa Muslim Berdasarkan Universitas... 28

3.2 Kategori Penelitian Skala Likert... 32

3.3 Kriteria Interpretasi Skor... 33

4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di USU... 35

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di UMN... 36

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di UNIVA... 36

4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 37

4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Universitas... 38

4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku... 39

4.7 Pengalaman Mahasiswa Muslim Kota Medan Mengikuti Ceramah/ Kuliah Riba... 39

4.8 Sumber Pengetahuan Tentang Riba... 40

4.9 Peran Mahasiswa Memotivasi agar Menghindari Riba... 41

4.10 Pengalaman Mendapat Nasehat dari Orang Lain Tentang Riba... 42

4.11 Golongan yang Disiksa Kerena Riba... 43

4.12 Jawaban Responden Tentang Bunga dari Bank Konvensional Merupakan Jenis Riba... 44

4.13 Jawaban Responden Tentang Riba Perbuatan Dilarang Agama... 45

4.14 Jawaban Responden Tentang Pinjaman Kepada Rentenir Termasuk Riba... 46

4.15 Jawaban Responden Tentang Bank Konvensional adalah Lembaga yang Banyak Melaksanakan Riba... 47

4.16 Jawaban Responden Tentang Beban Biaya Riba Menimbulkan Perasaan Bersalah... 49

4.17 Jawaban Responden Tentang Riba Menyebabkan Tertekan Atau stres... 50

4.18 Jawaban Responden Tentang Riba Menimbulkan Sifat Tidak Mau Rugi/ Egois... 51

4.19 Jawaban Responden Tentang Keuntungan Bunga Menyebabkan Ketergantungan... 52

4.20 Pemilihan Transaksi di Bank Syariah Dibanding Bank Konvensional... 53

4.21 Mahasiswa Muslim di Arahkan Ke Sistem Bagi Hasil... 54

(13)

Konvensional Merupakan Jenis Riba... 57 4.25 Gambaran Jawaban Responden Tentang Riba Merupakan Perbuatan yang Dilarang Agama... 58 4.26 Gambaran Jawaban Responden Tentang Pinjaman Kepada Rentenir Termasuk Transaksi Riba... 59 4.27 Gambaran Jawaban Responden Tentang Bank Konvensional Merupakan Lembaga yang Banyak Melakukan Riba...60 4.28 Gambaran Jawaban Responden Tentang Riba Menimbulkan Perasaan Bersalah atau Berdosa... 61 4.29 Gambaran Jawaban Responden Tentang Beban Riba

Menyebabkan Tertekan atau Stres... 62 4.30 Gambaran Jawaban Responden Tentang Riba Menimbulkan Sifat Tidak Mau Rugi/ Egois... 63 4.31 Gambaran Jawaban Responden Tentang Bunga dari Bank Konvensional Menyebabkan Ketergantungan... 64 4.32 Gambaran Jawaban Responden Tentang Upaya Memilih

Bertransaksi di Bank Syariah Dibanding Bank Konvensional...66 4.33 Gambaran Jawaban Responden Tentang Arahan/ Motivasi

Untuk Memilih Sistem Bagi Hasil...67 4.34 Gambaran Jawaban Responden Tentang Arahan Agar Tidak Berkecimpung di Perbankan atau Lembaga yang Menerapkan Kebijakan Riba...68 4.35 Gambaran Jawaban Responden Tentang Arahan Agar Tidak Meminjam Uang ke Rentenir...69

(14)

2.1 Kerangka Konseptual ... ... 27 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 37 4.2 Golongan yang Disiksa Karena Riba ... 44 4.3 Jawaban Mahasiawa Muslim Mengenai Bank Konvensional Lembaga Paling Banyak Menjalankan Riba ... 48 4.4 Pernyataan Bahwa Beban Riba Akan Menimbulkan Perasaan Bersalah ... 49 4.5 Arahan Terhadap Mahasiswa Muslim Agar Tidak

Berkecimpung di Lembaga Yang Ada Unsur Riba... 56

(15)

1 Kuisioner Penelitian 2 Data Jawaban Responden 3 Hasil Analisis Output SPSS

(16)

1.1. Latar Belakang

Riba merupakan salah satu jenis transaksi ekonomi yang sudah ada dari dulu hingga sekarang. Riba merupakan ziyadah (tambahan). Artinya pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual- beli maupun pinjam- meminjam yang dilakukan secara Bathil, atau bertentangan dalam prinsip Muamalah dalam Islam. Transaksi riba mencerminkan ketidakseimbangan dalam menanggung resiko di antara pihak peminjam (debitur) yang akan menanggung resiko atas kerugian, sementara pihak pemberi pinjaman (kreditur) bebas menanggung resiko atas kerugian ( Huda, 2010: 30).

Di dalam Islam mendapat keuntungan dari transaksi riba hukumnya haram. Hal ini juga dipertegas dalam Al- Qur’an surah A l- Baqarah ayat 275- 278 yang membahas mengenai riba. Namun bukan hanya Islam saja yang membahas pelarangan riba, pada kalangan Yahudi, Yunani, Romawi, dan Kristen ternyata juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba. Riba di kalangan Yahudi terdapat dalam kitab suci agama Yahudi, baik dalam perjanjian lama maupun undang – undang Talmud. Dikalangan Yunani dan Romawi , alasan yang mendasari pengecaman riba karena terdapat unsur bunga yang akan menyebabkan perpecahan pada masyarakat, dan di kalangan Kristen terdapat pembahasan menarik terkait hukum riba yang berlangsung kurang lebih 16 abad.

(17)

Meskipun larangan riba tidak tertulis secara jelas di Al-Kitab perjanjian baru, namun di sebagian kalangan Kristen menganggap ayat tersebut merupakan larangan praktik riba.

Fenomena yang terjadi pada saat ini yaitu sedikitnya masyarakat khususnya mahasiswa yang kurang paham mengenai riba sehingga sering sekali mereka tanpa sadar terjebak dalam perbuatan riba, seperti menabung maupun meminjam di Bank yang tidak berbasis syariah karena terdapat unsur riba didalamnya yaitu bunga bank yang dikenakan oleh pihak Bank, sering menggadaikan barang yang mereka miliki karena dorongan ekonomi ketempat yang mengenakan bunga pada saat pengambilan barang, dan meminjamkan uang kepada orang yang sangat membutuhkan dengan syararat pada saat dikembalikan harus lebih dari pada saat dipinjam.

Sebaiknya pemahaman mengenai riba harus di perdalam oleh masyarakat khususnya mahasiswa, hal yang paling mudah untuk memahami riba yaitu ada atau tidaknya bunga yang dikenakan pada saat kita akan meminjam, menabung, dan menggadaikan barang pada lembaga yang menyediakan jasa, apabila lembaga tersebut mengenakan suku bunga maka dipastikan terdapat riba didalam transaksi tersebut.

Di Indonesia, dimana masyarakat yang mayoritas Muslim pun masih banyak yang menjalankan aktivitas riba, contohnya menjalankan praktek riba jenis utang piutang yaitu riba qardh dengan riba jahiliyah dan riba jenis jual beli yaitu riba fadhl dengan riba nasi’ah, jenis jenis riba itu sendiri pun mempunyai pengertian yang berbeda.

(18)

Riba qardh yaitu meminjamkan uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan pengembalian bagi si pemberi pinjaman, sedangkan riba jahiliyah yaitu pinjaman yang dibayar lebih dari pokok awal karena si peminjam tidak mampu membayar hutang pada jangka waktu yang telah disepakati di awal. Riba Fadhl juga mempunyai artian yaitu apabila terjadi pertukaran antar barang sejenis dengan takaran berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk barang ribawi, sedangakan riba nasi’ah yaitu adanya penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan barang ribawi lainnya.

Dari penjelasan di atas, riba juga dapat berakibat buruk apabila tidak ditangani secara menyeluruh, misalnya akan menimbulkan ketidakadilan distribusi pendapatan dan juga kekayaan, karena pada dasarnya prinsip riba itu sendiri lebih memberikan hasil yang tetap hanya kepada satu pihak yakni pemodal atau yang lebih sering dikatakan pemberi pinjaman, dan kepada pihak peminjam akan lebih cenderung dirugikan karena hasil yang diterima si peminjam cenderung tidak tetap.

Dapat dilihat dari dampak riba tersebut baik dari segi ekonomi, kehidupan masyarakat maupun agama tidak ada dampak positif nya sama sekali. Oleh karena itu salah satu upaya yang dilakukan untuk mengubah sistem riba tersebut ke sistem Syariah yang juga sesuai dengan ketentuan agama, maka dikembangkan yang disebut dengan sistem bagi hasil. Sistem riba dan sistem bagi hasil mempunyai beberapa perbandingan, berikut tabel beberapa perbandingan antara system riba dengan bagi hasil.

(19)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada bulan Desember 2003 sudah mengeluarkan fatwa mengenai riba. Isinya yang paling penting yaitu bunga bank adalah haram, karena bunga model ini telah memenuhi syarat-syarat riba yang diharamkan oleh Al Qur’an. Poin yang kedua, di daerah yang belum terdapat Lembaga Keuangan Syari’ah, maka Lembaga Keuangan Konvensional tetap dibolehkan atas dasar darurat. Poin yang ketiga, orang yang bekerja di Lembaga Keuangan Konvensional tetap dibolehkan sepanjang ia belum mendapatkan pekerjaan yang baru yang sesuai dengan Syari’ah.”Jadi masih ada kelonggaran,namun tidak bisa selamanya dianggap darurat,” menurut pakar Hadist Prof. Dr. KH Ali Musthafa Ya’kub.

Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin mengungkapkan; ada sebuah penelitian di NEF (New Economic Foundation) yang menyatakan karena sistem ekonomi sekarang ini adalah sistem ribawi, bergerak kepada kesenjangan yang semakin melebar. Dari pengamatan yang dilakukan selam 20 tahun, ternyata dari setiap 100 Euro yang dinikmati dhuafa Cuma 0,6 persen. Berarti orang kaya menikmati 99,4 persen.Untuk itulah, apabila sistem ekonomi ribawi masih dijalankan, tidak akan pernah bisa meningkatkan ekonomi masyarakat. Landasan Bank Syariah dengan Bank Konvensional sangat berbeda. Kalau Bank Konvensional komersial, sedangkan Bank Syariah sektoral. Kalau semakin berkembang Bank Syariah, maka sektor riil akan semakin berjalan. Kalau di Bank Syariah bukan semata boleh dan tidak boleh, tetapi juga akhlaknya serta etikanya.

(20)

Tabel 1.1

Perbandingan Riba dan Bagi Hasil

Riba Bagi Hasil

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung

Penetuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi

Besarnya presentasi bungan didasarkan pada jumlah uang yang ditanamkan atau dipinjamkan

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan atau pendapatan usaha yang diperoleh

Pembayaran bunga adalah tetap, seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah usaha yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Bagi hasil tergantung pada keuntungan atau pendapatan usaha yang dijalankan.

Bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkatkan jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang marak dan juga tidak menurn ketika usaha merugi

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan dan bisa menurun ketika usaha merugi

Sumber : lia Indrasari, Perbedaan Riba dengan Bagi Hasil

(21)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa perbedaan antara sistem riba dengan bagi hasil terletak pada penentuan besaran bunganya, besaran presentasi bunga, hingga jumlah pembayarannya.

Dalam kenyataannya masih banyak masyarakat melakukan kegiatan ekonomi yang termasuk kedalam riba, ini dapat di lihat dalam kegiatan perekonomian sehari-hari seperti yang terjadi dalam kegiatan sehari-hari di masyarakat adalah jual beli dan utang piutang antar warga masyarakat.

Mahasiswa Muslim adalah anggota masyarakat juga harus berkewajiban untuk memperhatikan masalah riba. Karena sudah seharusnya khususnya mahasiswa Muslim lebih memahami tentang riba dibandingkan masyarakat awam.

Seperti yang telah diketahui mahasiswa hanya diberikan sedikit pelajaran keagamaan dibandingkan pelajaran umum lainnya, oleh karena itu pengetahuan dan kepedulian tentang riba itu masih sangat rendah meskipun jumlah mahasiswa masih sangat banyak. Berikut adalah data mahasiswa yang berasal dari Perguruan Tinggi baik itu Negeri maupun Swasta seperti Universitas, Institusi, Sekolah Tinggi, Akademi.

(22)

Tabel 1.2

Jumlah Mahasiswa di Kota Medan, Sumatera Utara

Nama Universitas Jumlah Mahasiswa Jumlah Mahasiswa Muslim

USU 33.000 18.865

UMN AL-WASHLIYAH 9.448 9.025

UNIVA 1.864 1.864

Jumlah 29.754

Sumber: PD dikti (2017) Biro Rektor bagian Akademik Kemahasiswaan USU,UMN,UNIVA

Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa jumlah mahasiswa paling tinggi berasal dari Universitas Sumatera Utara. Maka dalam penelitian ini sampel terbanyak akan diambil dari Universitas Sumatera Utara. Penulis mengambil sampel dari ketiga universitas tersebut karena USU merupakan salah satu kampus terbesar di Sumatera Utara yang memiliki banyak mahasiswa Muslim, penulis juga memilih UMN dan UNIVA karena berdasarkan pandangan penulis UMN merupakan salah satu kampus yang mahasiswa/i nya memiliki pemahaman agama yang lebih daripada kampus lain.

Peneliti memilih mahasiswa Muslim di Kota Medan karena peneliti menganggap mahasiswa Muslim lebih mampu dalam memberikan alasan mengapa riba itu dilarang untuk diperaktikan, karena mahasiswa muslim sejatinya telah mempelajari tentang riba baik di bangku sekolah maupun di Universitas.

Peneliti juga memilih mahasiswa Muslim karena peneliti menganggap mahasiswa Muslim lebih paham dan peduli terhadap permasalahan riba.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis memandang perlu untuk meneliti masalah tersebut dengan judul Analisis Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Muslim Kota Medan Terhadap Riba.

(23)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

 Bagaimana tingkat pengetahuan mahasiswa Muslim terhadap riba?

 Bagaimana pengaruh riba terhadap perilaku mahasiswa Muslim ?

 Upaya apa yang dilakukan mahasiswa Muslim untuk menghindari riba?

1.3. Tujuan Penelitian

 Untuk mengkaji tingkat pengetahuan mahasiswa Muslim terhadap riba

 Untuk mengetahui bagaimana pengaruh riba terhadap perilaku mahasiswa

 Untuk mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan mahasiswa Muslim untuk menghindari riba.

1.4. Manfaat Penelitian

● Sebagai masukan kepada pemerintah, untuk mengurangi adanya unsur riba didalam kegiatan perekonomian.

● Sebagai masukan terhadap masyarakat atau Mahasiswa Muslim agar dalam memenuhi kebutuhan sehari - hari terlepas dari hal- hal yang mengandung riba.

● Sebagai data atau info MUI untuk mengambil kebijakan ke arah kehidupan bermasyarakat tanpa riba.

 Sebagai sumbangan pemikiran untuk menambah khasanah keilmuan tentang Islam, terutama yang berkenaan dengan perekonomian Islam.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemahaman

Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia pemahaman adalah sesuatu yang dipahami dan dimengerti dengan benar. Jadi pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, memperluas, menyimpulkan, memberikan contoh, menulis kembali, dan memperkirakan.

Pengertian pemahaman menurut Sudijono adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Hasil belajar pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan. Sudijono menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu :

1). Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip,

2). Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok, dan

3). Tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ektrapolasi. Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang

(25)

tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya.

2.1.1 Definisi Riba

Pengertian riba secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu dari kata riba yarbu, rabwan yang berarti az-ziyadah (tambahan) atau al-fadl (kelebihan).

Sebagaimana pula yang disampaikan didalam Alqur’an: yaitu pertumbuhan, peningkatan, bertambah, meningkat, menjadi besar, dan besar selain itu juga di gunakan dalam pengertian bukti kecil. Pengertian riba secara umum berarti meningkat baik menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.

Sedangkan menurut istilah teknis, riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil, riba adalah memakan harta orang lain tanpa jerih payah dan kemungkinan mendapat resiko, mendapatkan harta bukan sebagai imbalan kerja atau jasa, serta mengorbankan kaum miskin, dan mengabaikan rasa prikemanusiaan demi menghasilkan materi.

Dalam kaitanya dengan pengertian al batil, Ibnu Al- Arabi Al- Maliki dalam kitabnya Ahkam Alquran menjelaskan pengertian riba secara bahasa adalah, tambahan namun yang di maksud riba dalam ayat qur’ani, yaitu setiap penambahan yang di ambil tanpa adanya transaksi pengganti atau penyeimbang yang di banarkan syari’ah.

Selain itu bunga Bank dapat di artikan sebagai balas jasa yang di artikan oleh bank yang berdasarkan prinsip Konvensional kepada nasabah yang membeli

(26)

atau menjual produknya. Bunga bagi bank dapat di artikan sebagai harta yang harus di bayar oleh nasabah (yang memiliki simpanan) dan harga yang harus di bayar oleh nasabah kepada bank (nasabah) yang memperoleh pinjaman (Kasmir, 2011).

Dalam pengertian bahasa, riba berarti tambahan (azziyadah). Makna tambahan dalam riba adalah tambahan yang haram yang merugikan salah satu pihak dalam suatu transaksi. Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

Pengertian riba di dalam kamus adalah kelebihan atau peningkatan atau surplus. Tetapi dalam ilmu ekonomi, riba merujuk pada kelebihan dari jumlah uang pokok yang dipinjamkan oleh si pemberi pinjaman dari si peminjam. Dalam Islam, riba secara khusus menunjuk pada kelebihan yang diminta dengan cara yang khusus.

Kata riba dalam bahasa Arab dapat berarti tambahan meskipun sedikit di atas jumlah uang yang dipinjamkan, hingga mencakup sekaligus riba dan bunga.

Riba dalam hal ini semakna dengan kata usury dalam bahasa Inggris yang dalam penggunaan modern berarti suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik. Kamus Lane memberikan makna komprehensif yang mencakup sebagian besar definisi autentik awal dari kata riba. Menurut Lane, istilah riba bermakna meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan “terlarang”, menghasilkan lebih dari asalnya, mempraktikkan peminjaman dengan bunga atau

(27)

yang sejenis, kelebihan atau tambahan, atau tambahan di atas jumlah pokok yang dipinjamkan atau dikeluarkan.

Dalam fiqih muamalah, riba berarti tambahan yang diharamkan yang dapat muncul akibat utang atau pertukaran. Menurut Wahid Abdus Salam Baly, riba adalah tambahan (yang disyaratkan) terhadap uang pokok tanpa ada transaksi pengganti yang diisyaratkan. Terjadi perbedaan dalam pendefinisian riba oleh para ulama fiqh. Berikut ini adalah definisi riba oleh para ulama dari 4 golongan madzhab:

a. Golongan Hanafi

Definisi riba adalah setiap kelebihan tanpa adanya imbalan pada takaran dan timbangan yang dilakukan antara pembeli dan penjual di dalam tukar menukar.

b. Golongan Syafi’i

Riba adalah transaksi dengan imbalan tertentu yang tidak diketahui kesamaan takarannya maupun ukurannya waktu dilakukan transaksi atau dengan penundaan waktu penyerahan kedua barang yang dipertukarkan salah satunya.

c. Golongan Maliki

Golongan ini mendefinisikan riba hampir sama dengan definisi golongan Syafi’i, hanya berbeda pada illat-nya. Menurut mereka illat-nya ialah pada transaksi tidak kontan pada bahan makanan yang tahan lama.

d. Golongan Hambali

Riba menurut syara’ adalah tambahan yang diberikan pada barang tertentu.

Barang tertentu tersebut adalah yang dapat ditukar atau ditimbang dengan jumlah

(28)

yang berbeda. Tindakan semacam inilah yang dinamakan riba selama dilakukan dengan tidak kontan.

Menurut al-Arabi al-Maliki dalam kitabnya Ahkam Al-Qur’an menjelaskan makna riba sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio, adalah sebagai berikut:

“Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.”

Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa riba adalah suatu kegiatan pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari akad perekonomian, seperti jual beli atau utang piutang, dari penjual terhadap pembeli atau dari pemilik dana kepada peminjam dana, baik diketahui bahkan tidak diketahui, oleh pihak kedua. Riba dapat pula dipahami hanya sebatas pada nilai tambah dari nilai pokok dalam suatu akad perekonomian.

2.1.2. Macam-Macam Riba

Riba pada dasarnya adalah sejumlah uang atau nilai yang dituntut atas uang pokok yang dipinjamkan. Uang tersebut sebagai perhitungan waktu selama uang tersebut dipergunakan. Perhitungan tersebut terdiri dari tiga unsur, yaitu:

a. Tambahan atas uang pokok.

b. Tarif tambahan yang sesuai dengan waktu.

c. Pembayaran sejumlah tambahan yang menjadi syarat dalam tawar- menawar.

(29)

Riba tidak hanya terdiri satu macam, melainkan bermacam-macam yang disesuaikan dengan sifat dan tujuan transaksi. Umumnya terjadi karena adanya tambahan dalam pertukaran, baik karena penundaan atau barang serupa. Secara garis besarnya riba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba yang berkaitan dengan utang piutang dan riba yang berhubungan dengan jual beli. Pada kelompok utang piutang, riba terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Riba Qard

Riba qard adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang diisyaratkan terhadap yang berutang (muqtarid)

Riba qard atau riba dalam utang piutang sebenarnya dapat digolongkan dalam riba nasi’ah. Riba semacam ini dapat dicontohkan dengan meminjamkan uang Rp 100.000,- lalu disyaratkan untuk memberikan keuntungan ketika pengembalian.

Dalam kitab al-Mughni, Ibnu Qudamah mengatakan Ibnu Qudamah, Al-Mughni

“para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan utang mensyaratkan kepada orang yang berutang agar memberikan tambahan atau hadiah, lalu dia pun memenuhi persyaratan tadi, maka pengembalian tambahan tersebut adalah riba.

b. Riba Jahiliyah

Riba jahiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Adapun pembagian riba pada kelompok kedua atau riba jual beli juga terdiri atas dua macam, yaitu:

(30)

1). Riba Fadl

Riba fadl adalah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang atau komoditi ribawi. Komoditi riba terdiri atas enam macam, yaitu emas, perak, gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum), kurma dan garam, sebagaimana disebutkan dalam hadis di bawah ini:

“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa” (HR.

Muslim).

Para ulama bersepakat bahwa enam komoditi tersebut dapat diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi dua persyaratan yaitu transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai) pada saat terjadinya akad dan barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya walaupun terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.

2). Riba Nasi’ah

Riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian. Jika sebelumnya disebutkan bahwa riba qardh

(31)

dapat digolongkan dalam riba nasi’ah. Riba nasi’ah terkenal dan banyak berlaku di kalangan Arab Jahiliyah, sehingga terkadang ada pula yang menyebutnya dengan riba jahiliyah. Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, Ibnu Hajar al- Haitami berkata sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio:

“Riba itu terdiri atas tiga jenis: riba fad, riba al-yad, dan riba anna si’ah. Al- Mutawally menambahkan jenis keempat, yaitu riba al-qardh. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma berdasarkan nash Al- Qur’an dan hadist Nabi.”

Sebelumnya telah disebutkan bahwa riba adalah uang atau nilai tambah yang diambil dari nilai pokok dan nilai tambah tersebut adalah sesuatu yang memberatkan salah satu pihak yang bertransaksi. Walaupun terbagi menjadi beberapa macam, riba tetaplah riba yang diharamkan dalam setiap transaksi ekonomi, seperti jual beli dan utang piutang.

2.1.3. Hukum Riba

Riba bukan hanya menjadi permasalahan dalam agama Islam saja melainkan juga menjadi permasalah dalam agama dan/atau kepercayaan lainnya.

Masalah riba telah menjadi bahan pembahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen pun dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.

Riba pada agama Samawi telah dinyatakan haram, sebagaimana tersebut dalam Pasal 22 ayat 25 Perjanjian Lama Keluaran: “Bila kamu menghutangi seseorang di antara warga bangsamu uang, maka janganlah kamu berlaku laksana seorang pemberi hutang, jangan kamu meminta keuntungan padanya untuk

(32)

pemilik uang”. Tetapi Islam menganggap bahwa ketetapan yang mengharamkan riba hanya berlaku pada golongan tertentu yang tercantum dalam Perjanjian Lama merupakan ketetapan yang telah dipalsukan (Abu Sura’i, 2010 : 22).

Para ahli filsafat Yunani dan Romawi menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang hina dan keji. Kenyataan bahwa bunga merupakan praktik yang tidak sehat dalam masyarakat, merupakan akar kelahiran pandangan tersebut.

Dalam agama Budha, riba dianggap sebagai perbuatan yang menjijikkan dan bertentangan dengan nilai-nilai persaudaraan dalam masyarakat. Pada Jatakas dibahas adanya larangan bagi kasta Brahmana dan Khastriya untuk meminjamkan uang dengan memungut bunga. Di kalangan pendeta Kristen, penerapan konsep bunga adalah dilarang. Selama berabad-abad lamanya setelah itu, berkembanglah suatu perdebatan yang sengit di antara kalangan gereja dengan para pedagang Eropa mengenai penerapan konsep bunga.

Larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap. Empat tahap tersebut adalah:

a. Menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahir-nya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan taqarrub kepada Allah, sebagaimana tersebut dalam surat ar-Ruum ayat 39 :

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”

(33)

Sebagian orang beranggapan bahwa dengan meminjamkan sejumlah uang kepada sesama adalah suatu bentuk ibadah atau interaksi terhadap sesame manusia sebagaiman yang telah diperintahkan Allah. Akan tetapi, dalam kesempatan ibadah tersebut muncul praktik riba yang diniatkan untuk menambahkan nilai kekayaan yang dimiliki. Kekayaan yang dimiliki oleh pemberi pinjaman memang akan bertambah, namun, tidak ada keberkahan dalam kekayaannya tersebut.

b. Riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam akan memberi balasan yang kepada orang Yahudi yang memakan riba. Hal ini tercantum dalam surat an-Nisaa’ ayat 160-161:

“Maka, disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

Dapat dipahami dari ayat tersebut bahwa seseorang yang mengetahui jika praktik yang mengandung riba adalah hal yang tidak disukai atau dilarang oleh Allah

(34)

akan tetapi justru melakukan kesalahan tersebut maka Allah akan memberikan siksaan yang amat pedih.

c. Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Pengembalian bunga dengan tingkat tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Hal ini dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat130:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Praktik riba dipahami sebagai praktik menggandakan nilai dari nilai pokok di saat transaksi. Allah menjanjikan sebuah keberuntungan kepada umat-Nya yang benar- benar bertakwa, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

d. Tahapan terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan riba sesuai dengan periode larangan, sampai akhirnya datang larangan yang tegas pada akhir periode penetapan hukum riba. Hal ini tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 278:

(35)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”

Pelarangan riba dalam Islam tidak hanya merujuk pada Al-Qur’an, melainkan juga pada hadist. Hal ini sebagaimana posisi umum hadist yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui Al-Qur’an, pelarangan riba dalam hadist lebih terinci.

Dari temuan yang telah disebutkan dapat diketahui bahwa riba tidak hanya dilarang atau diharamkan dalam Islam melainkan juga dalam agama lain bahkan agama atau kepercayaan terdahulu. Adanya praktik utang piutang yang dibarengi dengan riba sebetulnya tidak diterima oleh agama yang dianut oleh para pelakunya.

2.1.4. Tahapan Larangan Riba Dalam Al-Qur'an

Sudah jelas diketahui bahwa Islam melarang riba dan memasukkannya dalam dosa besar. Tetapi Allah SWT dalam mengharamkan riba menempuh metode secara perlahan. Metode ini ditempuh agar tidak mengagetkan mereka yang telah biasa melakukan perbuatan riba dengan maksud membimbing manusia secara mudah dan lemah lembut untuk mengalihkan kebiasaan mereka yang telah mengakar, mendarah daging yang melekat dalam kehidupan perekonomian

(36)

jahiliyah. Ayat yang diturunkan pertama dilakukan secara temporer yang pada akhirnya ditetapkan secara permanen dan tuntas melalui empat tahapan, yaitu : a. Tahap pertama, dalam surat Ar-Rum ayat 39 Allah menyatakan secara nasehat bahwa Allah tidak menyenangi orang yang melakukan riba. Dan untuk mendapatkan hidayah Allah ialah dengan menjauhkan riba. Di sini Allah menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang mereka anggap untuk menolong manusia merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Berbeda dengan harta yang dikeluarkan untuk zakat, Allah akan memberikan barakah-Nya dan melipat gandakan pahala-Nya. Pada ayat ini tidaklah menyatakan larangan dan belum mengharamkannya.

b. Pada tahap kedua, Allah menurunkan surat An-Nisa' ayat 160-161. Riba digambarkan sebagai sesuatu pekerjaan yang dhalim dan batil. Dalam ayat ini Allah menceritakan balasan siksa bagi kaum Yahudi yang melakukannya. Ayat ini juga menggambarkan Allah lebih tegas lagi tentang riba melalui riwayat orang Yahudi walaupun tidak terus terang menyatakan larangan bagi orang Islam. Tetapi ayat ini telah membangkitkan perhatian dan kesiapan untuk menerima pelarangan riba. Ayat ini menegaskan bahwa pelarangan riba sudah pernah terdapat dalam agama Yahudi. Ini memberikan isyarat bahwa akan turun ayat berikutnya yang akan menyatakan pengharaman riba bagi kaum Muslim.

c. Tahap ketiga, dalam surat Ali Imran ayat 130, Allah tidak mengharamkan riba secara tuntas, tetapi melarang dalam bentuk lipat ganda. Hal ini menggambarkan kebijaksanaan Allah yang melarang sesuatu yang telah mendarah daging, mengakar pada masyarakat sejak zaman jahiliyah dahulu, sedikit demi

(37)

sedikit, sehingga perasaan mereka yang telah biasa melakukan riba siap menerimanya.

d. Tahap keempat, turun surat al-Baqarah ayat 275-279 yang isinya tentang pelarangan riba secara tegas, jelas, pasti, tuntas, dan mutlak mengharamannya dalam berbagai bentuknya, dan tidak dibedakan besar kecilnya. Bagi yang melakukan riba telah melakukan kriminalisasi. Dalam ayat tersebut jika ditemukan melakukan kriminalisasi, maka akan diperangi oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

2.1.5. Pandangan Kaum Modern Terhadap Riba

Kaum modern memandang riba lebih menekankan pada aspek moralitas atas pelarangannya. Menurut Asad “Garis besarnya, kekejian riba dalam arti di mana istilah digunakan dalam al-Qur'an dan dalam banyak ucapan Nabi SAW terkait dengan keuntungan-keuntungan yang diperoleh melalui pinjaman- pinjaman berbunga yang mengandung eksploitasi atas orang-orang yang berekonomi lemah orang-orang kuat dan kaya.

Dengan menyimpan definisi ini di dalam benak disadari bahwa persolan mengenai jenis transaksi keuangan mana yang jatuh ke dalam kategori riba, pada akhirnya, adalah persoalan moral yang sangat terkait hubungan timbal-balik antara si peminjam dan pemberi pinjaman.

Menurut pemikir modern yang lain Abdullah Yusuf Ali, beliau mendefiniskan riba adalah:

Tidak dapat disangsikan lagi tentang pelarangan riba. Pandangan yang biasa saya terima seakan-akan menjelaskan, bahwa tidak sepantasnya memperoleh

(38)

keuntungan dengan menempuh jalan perdagangan yang terlarang, di antaranya dengan pinjam meminjam terhadap emas dan perak serta kebutuhan bahan makanan meliputi gandum, gerst (seperti gandum yang dipakai dalam pembuatan bir), kurma, dan garam. Menurut pandangan saya seharusnya larangan ini mencakup segala macam bentuk pengambilan keuntungan yang dilakukan secara berlebih-lebihan dari seluruh jenis komoditi, kecuali melarang pinjaman kredit ekonomi yang merupakan produk perbankan modern.

Sedangkan Fazlur Rahman berpendapat bahwa riba: Mayoritas kaum muslim yang bermaksud baik dengan bijaksana tetap berpegang teguh pada keimanannya, menyatakan bahwa al-Qur'an melarang seluruh bunga bank.

(menanggapi penjelasan tersebut) sedih rasanya pemahaman yang mereka dapatkan dengan cara mengabaikan bentuk riba yang bagaimanakah yang menurut sejarah dilarang, mengapa al-Qur'an mencelanya sebagai perbuatan keji dan kejam mengapa menganggapnya sebagai tindakan eksploitatif serta melarangnya, dan apa sebenarnya fungsi bunga bank pada saat ini.

Bagi kaum modernis tampak dengan jelas bahwa apa yang diharamkan adalah adanya eksploitasi atas orang-orang miskin, bukan pada konsep bunga itu sendiri (legal-form) menurut hukum Islam, apa yang diharamkan adalah tipe peminjaman yang berusaha mengambil untung dari penderitaan orang lain.

2.1.6. Pandangan Islam terhadap Riba

Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, riba telah dikenal pada saat turunnya ayat-ayat yang menyatakan larangan terhadap transaksi yang mengandung riba sesuai dengan masa dan periode turunnya ayat tersebut sampai ada ayat yang

(39)

melarang dengan tegas tentang riba. Bahkan istilah dan persepsi tentang riba begitu melekat di dunia Islam. Oleh karena itu, terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas agama Islam.

Kegiatan transaksi yang mengandung riba merupakan kegiatan transaksi yang secara tegas pengharamannya. Riba merupakan transaksi yang mengandung unsur diharamkan bahkan eksploitasi terhadap para peminjam (debitor) bahkan merusak akhlak dan moral manusia. Pengharaman ini tidak hanya berlaku pada agama Islam saja, akan tetapi dalam agama-agama samawi juga melarangnya bahkan mengutuk pelaku riba. Plato (427-347 SM) misalnya termasuk orang yang mengutuk para pelaku pelipat gandaan uang.

Sedikit atau banyaknya riba, memang masih menjadi perdebatan, hal ini dikerenakan bahwa riba Jahiliyah yang dengan jelas dilarangnya riba adalah yang berlipat ganda (ad'afan mudha'afah). Landasan dari riba dalam al-Qur'an surat al- Imran ayat 130 yang artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan"

Tetapi bila ditinjau dari keseluruhan ayat-ayat riba, seperti al-Baqarah ayat 275 (mengharamkan riba), ayat 276 masih dalam surat al-Baqarah menyatakan bahwa Allah menghapus keberkahan riba dan demikian pula dalam surat al-Baqarah ayat 278-279, yang menegaskan tentang pelarangan riba, meskipun sedikit pengambilan bunga (tambahan) tersebut tetap dilarang, hal ini menunjukkan bahwa tujuan ideal al-Qur'an adalah menghapus riba sampai membersihkan unsur- unsurnya.

(40)

Dalam surat al-Baqarah ayat 278-279 menjelaskan secara tegas terhadap pelarangan pelaku riba. Dalam ayat ini Allah menganjurkan hamba-Nya yang beriman supaya menjaga dirimu dalam taqwa, dalam tiap gerak, langkah, tutur kata dan amal perbuatan supaya benar-benar dijalan Allah dan tinggalkan sisa hartamu (riba) yang masih ada ditangan orang, selebihnya dari apa yang kalian berikan kepada mereka, jika kalian benar-benar beriman, percaya syari'at tuntunan Allah dan melakukan segala yang diridha'i-nya dan menjauh dari semua yang dilarang dan dimurkakan-Nya.

Ahli-ahli tafsir menyebut di sini adalah kejadian pada Bani Amr bin Umar dari suku Tsaqief dan Bani al-Mughirah dari suku Makhzum, ketika di masa Jahiliyah terjadi hutang piutang riba, kemudian ketika Islam datang, suku Tsaqief akan menuntut kekurangan riba yang belum dilunasi tetapi banul Mughirah berkata, "Kami tidak akan membayar riba dalam Islam, maka gubernur Makkah Attab bin Usaid menulis surat kepada Rasulullah saw, surat tersebut berisi mengenai kejadian hutang piutang antara Bani Amr bin Umar dari suku Tsaqief dengan Bani Mughirah dari suku Makhzum, maka turunlah ayat 278-279 dari surat al-Baqarah ini, maka Bani Amr bin Umar berkata, "Kami tobat kepada Allah dan membiarkan sisa riba itu semuanya.

Tampaknya pelarangan riba dalam al-Qur'an datang secara bertahap seperti larangan minum khamar. Dalam surat al-baqarah merupakan ayat riba yang terakhir dan para ahli hukum Islam dan ahli tafsir tidak ada yang membantahnya. Berbagai riwayat yang dikutip oleh mufassir ketika mereka menjelaskan sebab turunnya kelompok ayat ini menyebutkan bahwa ayat tersebut

(41)

merupakan ketegasan atas praktek riba yang ditampilkan antara penduduk Makkah dan penduduk Taif.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang peneliti ambil adalah sebagai berikut :

a. Nanang Nofanda (2007) dari Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang fakultas Ekonomi dan Bisnis. Dalam Skripsinya yang berjudul “Keharaman Bunga Bank menurut Fatwa Majelis Tarjih Muhamaddiyah no.08 tahun 2006”.

Hasilnya adalah : 1) Haram hukumnya bagi seorang Muslim berhubungan dengan Bank-bank ribawi (Konvensional), di dalam maupun luar negeri, selama memungkinkan baginya untuk berhubungan dengan bank Islam (Syariah ) karena tidak ada alasan baginya, setelah ada alternative Islami. 2) Semua harta kekayaan yang bersumber dari riba Bank adalah harta yang haram menurut syariat, yang tidak boleh dimanfaatkan oleh seorang Muslim mendepositokan uangnya untuk dirinya atau \ keluarganya dalam urusan dirinya.

b. Nastuti (2013) dari UIN Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru dalam skripsinya yang berjudul “ Riba dan Fenomena Sosial Masyarakat pedagang air tiris ( studi analisis pemahaman pedagang emas tentang implikasi riba)”. Pemahaman pedagang emas Air Tiris tentang riba dalam kajian ekonomi Islam bahwa apa yang dipahami oleh pedagang tentang implikasi riba pada emas berbeda dengan konsep Islam tentang sebab dikenakannya riba pada jual beli emas, kekurang pahaman tentunya akan berdampak pada kesalahpahaman pedagang tentang ajaran Islam.

(42)

c. Annisa Widyastuti ( 2010 ) dari Universitas Islam Majapahit dalam skripsinya yang berjudul “ Pemahaman Masyarakat Tentang Riba dalam kegiatan Perekonomian ( Studi Kasus desa Dinoyo kecamatan Jati Rejo Kabupaten Mojokerto). Hasilnya masyarakat banyak yang tidak mengetahui tentang apa itu riba. Yang mereka ketahui bahwa riba hanya terdapat dalam hutang- piutang yaitu mengambil tambahan dalam pinjaman dan mereka mencontohkan seperti yang dilakukan Bank Konvensional.

2.3 Kerangka Konseptual

Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, sedangkan kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting ( Sugiyono, 2012 : 47 ).

Gambar 2.1 Kerangka konseptual

Mahasiswa Muslim

Riba

Pengetahuan Tentang Riba

Upaya Menghindari Riba

Pengaruh Terhadap Perilaku

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam pelaksanaannya akan menganalisis tingkat pengetahuan mahasiswa Muslim Kota Medan terhadap riba, yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Muslim yang berasal dari beberapa Universitas. Dari seluruh Perguruan Tinggi yang ada, untuk mempermudah dan mempersingkat waktu pengerjaan, Peneliti hanya mengambil mahasiswa Muslim sebagai Responden dari 3 Universitas USU,UMN, dan UNIVA.

Tabel 3.1

Daftar Jumlah Mahasiswa Muslim Berdasarkan Universitas di Kota Medan

Nama Universitas Jumlah Mahasiswa Jumlah Mahasiswa Muslim

USU 33.000 18.865

UMN AL-WASHLIYAH 9.448 9.025

UNIVA 1.864 1.864

Jumlah

29.754

Sumber : Biro Rektor Bagian Akademik Kemahasiswaan USU,UMN,UNIVA PD dikti (2017)

Alasan peneliti memilih 3 Universitas tersebut adalah:

Karena 3 Universitas tersebut mayoritas mahasiswa nya rata-rata beragama Muslim, sehingga memudahkan peneliti di dalam melakukan penelitian, dan juga

(44)

mahasiswa Muslim lebih memahami tentang agama Islam, hukum, serta larangan- larangan dalam Islam.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsng tanpa melalalui perantara. Sumber data yang akan digunakan oleh peneliti adalah dengan wawancara dan menyebarkan kuisioner kepada mahasiswa Muslim.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah yang terdiri dari subyek/ obyek yang dihitung secara keseluruhan. Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa dari 3 Universitas yang sudah ditulis oleh peneliti. Data yang diperoleh peneliti dari sumber Pd Dikti tidak ada penjelasan berapa jumlah mahasiswa Muslim, oleh karena itu Peneliti melakukan penelitian dengan menanyakan jumlah presentasi mahasiswa yang beragama Muslim langsung ke Biro Rektor bagian akademik di 3 Universitas yang telah ditentukan peneliti sebelumnya.

3.3.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Jumlah sampel yang ditarik harus representative agar hasilnya bisa dianalisis dengan tepat. Untuk memenuhi syarat tersebut maka diambil dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh (Soeratno, 2010 : 78).

(45)

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel atau elemen secara acak, dimana setiap elemen atau anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Dikatakan simple atau sederhana karena pengambilan populasinya dengan cara keseluruhan mahasiswa dari 3 Universitas yang telah disebutkan penulis sebelumnya.

n= (1+𝑁.𝑀𝑜𝑒𝑁 2

n = (1+29.754.(0,1)29.754 2

n = (1+29.754.(0,01)29.754

n = 99,665 / 100 Responden

Dengan demikian, peneliti mengelompokkan 100 Responden ke dalam 3 bagian yaitu:

USU : 18.86529.754 x 100 % = 0,63403 x 100% = 63,40/ 63 orang UMN : 29.7549.025 x 100 % =0,30332 x 100% =30,33/ 30 orang UNIVA : 29.7541.864 x 100 % =0,06264 x 100% = 6,26/ 6 orang 3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan tanya jawab atau pertanyaan antara si penanya dan responden. Teknik wawancara ini dilakukan peneliti sebelum memberikan kuisioner kepada responden.

(46)

3.4.2. Kuisioner

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada responden. Disini kuisioner diberikan kepada responden yang dituju yaitu mahasiswa Muslim setelah responden tersebut diwawancara sebelumnya. Data yang telah di dapat lalu dikelompokan ke dalam skala likert.

Skala likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur persepsi, sikap atau pendapat seseorang atau kelompok tentang fenomena sosial, berdasarkan defenisi operasional yang ditetapkan peneliti.

Adapun penilaian yang di berikan atas jawaban dari responden yaitu:

1. Sangat Setuju (SS) skor 5 2. Setuju (S) skor 4 3. Netral (N) skor 3 4. Tidak Setuju (TS) skor 2 5. Sangat Tidak Setuju (STS) skor 1

Teknik ini digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan mahasiswa Muslim Kota Medan terhadap riba. Langkah yang akan dilakukan peneliti adalah dengan mempresentasikan jawaban pada setiap hasil kuisioner yang di dapat dari skala likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan perspektif seseorang atau kelompok tentang fenomena sosial. Adapun penilaian untuk jawaban kuisioner yang diberikan kepada responden adalah:

(47)

Tabel 3.2

Kategori Penelitian Skala Likert Kategori Bobot Pernyataan Positif

Bobot Pernyataan Negatif

Sangat Setuju 5 1

Setuju 4 2

Netral 3 3

Tidak Setuju 2 4

Sangat Tidak Setuju 1 5

Sumber : Riduan, Skala Pengukuran Variabel- variabel Penelitian

Langkah selanjutnya adalah mempresentasikan jawaban tersebut dengan rumus sebagai berikut:

𝑃 =𝑁𝑓X 100 % Dimana P = Persentase

F = Frekuensi yang diperoleh

N = Jumlah Responden

Setelah hasilnya diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah mencari rata- rata dari hasil presentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑀 =Σ𝜒

Ν

Dimana M = Mean

Ʃx = Jumlah dari skor yang ada N = Banyaknya skor

Hasil presentasi tersebut di kelompokkan ke dalam kriteria interpretasi skor sebagai berikut:

(48)

Tabel 3.3

Kriteria Interpretasi Skor

Kategori Nilai

Tidak Baik 0%

Kurang Baik 21%-40%

Cukup 41%-60%

Baik 61%-80%

Sangat Baik 81%- 100%

Sumber : Ridwan, Kriteria Skor

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data adalah upaya atau cara mengolah data menjadi informasi sehingga karakteristik data tersebut bisa dipahami dan bermanfaat di dalam penelitian atau juga biasanya digunakan dalam pengambilan kesimpulan. Adapun tujuan dari analisis data ialah untuk mendeskripsikan data sehingga mudah dipahami, dan juga untuk membuat kesimpulan mengenai karakteristik populasi berdasarkan data yang di dapat dari sampel. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.5.1. Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif merupakan statistika deduktif yang membahas tentang cara merangkum sekumpulan data dalam bentuk yang mudah dipahami dan cepat dalam memberikan informasi, yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik nilai pemusatan dan penyebaran. Analisis deskriptif ini dapat diolah melalui aplikasi SPSS.

Analisis deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.

Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau

(49)

masalah aktual. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara tabulasi silang (crosstab), tabel frekuensi, gambar (grafik), dan tabel perbandingan.

a. Tabel Frekuensi

Merupakan tabel untuk memuat jumlah suatu pengamatan dan

presentasinya misalnya untuk jenis kelamin, total responden, dan presentasi responden pria dan wanita.

b. Tabulasi Silang/ Crosstab

Digunakan untuk menampilkan tabulasi silang dan untuk

menunjukkan suatu distribusi bersama, misalnya untuk melihat kecendrungan seseorang terhadap tingkat pemahaman terhadap riba.

c. Gambar / Grafik

Gambar/ Grafik berfungsi untuk membantu penyajian data sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan diagram batang dan diagram lingkaran.

d. Tabel Perbandingan

Merupakan tabel yang disajikan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dari uji analisis yang telah disajikan di atas.

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan judul penelitian ini Analisis Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Muslim Kota Medan terhadap Riba, yang dipilih menjadi responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa USU berjumlah 63 orang, mahasiswa UMN berjumlah 30 orang dan mahasiswa UNIVA berjumlah 6 orang. Responden yang terpilih dikelompokkan kedalam 3 Universitas, adapun karakteristik dalam penelitian ini yaitu Jenis Kelamin, Usia, Asal Universitas dan Suku.

4.1.1 Jenis Kelamin

a. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Klamin di Universitas Sumatera Utara

No Jenis Klamin Jumlah (orang)

1 Laki-laki 34 2 Perempuan 28 Total 63 Sumber : Data Diolah (2018)

Berdasarkan data pada tabel di atas, terdapat jumlah responden Laki-Laki lebih besar dibandingkan dengan responden Perempuan, yakni terdiri atas 34 responden berjenis kelamin Laki-Laki dari keseluruhan responden dan 28 responden berjenis kelamin Perempuan atau sebesar 34% dari jumlah keseluruhan responden.

(51)

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di UMN

No Jenis Klamin Jumlah (orang)

1 Laki-laki 17

2 Perempuan 13

Total 30

Sumber : Data Diolah (2018)

Berdasarkan data pada tabel di atas, terdapat jumlah responden Laki-Laki lebih besar jika dibandingkan dengan responden Perempuan, yakni terdiri atas 17 responden berjenis kelamin Laki-Laki dari keseluruhan responden dan 13 responden berjenis kelamin Perempuan atau sebesar 44% dari jumlah keseluruhan responden.

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di UNIVA

No Jenis Klamin Jumlah (orang)

1 Laki-laki 4

2 Perempuan 2

Total 6

Sumber : Data Diolah (2018)

Berdasarkan data pada tabel tersebut, terdapat jumlah responden Laki-Laki lebih besar jika dibandingkan dengan responden Perempuan, yakni terdiri atas 4 responden berjenis kelamin Laki-Laki dari keseluruhan responden dan 2 responden berjenis kelamin Perempuan dari jumlah keseluruhan responden.

(52)

Gambar 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dari Ketiga Universitas

4.1.2 Usia

b. Berdasarkan usia, jumlah responden pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah Persen (%)

1 18 3 3

2 19 14 14

3 20 18 18

4 21 47 47

5 22> 18 18

Jumlah 100 100

Sumber : Data Diolah (2018)

Pada perhitungan distribusi frekuensi responden di atas, diperoleh bahwa responden berusia 18-22 tahun yang berpartisipasi dalam penelitian ini, dari tabel di atas dapat di ketahui responden terbanyak yang bersedia berpartisipasi yaitu

56%

44% Laki-laki

Wanita

Laki-Laki Wanita

(53)

mahasiswa dan mahasiswi yang berumur 21 tahun yaitu sebanyak 47% kemudian diikuti oleh mahasiswa dan mahasiswi berumur 20 dan 22 tahun yaitu sama-sama 18%, kemudian yang paling sedikit berpartisipasi dalam penelitian ini yaitu mahasiswa dan mahasiswi berusia 18 tahun yaitu 3%.

4.1.3 Asal Universitas

c. Berdasarkan asal Universitas jumlah responden pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5

Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Universitas

No Universitas Jumlah Persen (%)

1 USU 63 63

2 UNIVA 6 6

3 UMN 30 30

Jumlah 100 100

Sumber: Data Diolah (2018)

Berdasarkan tabel di atas dapat di ketahui bahwa responden di ambil dari ketiga Universitas yaitu 63 responden dari USU yang merupakan tempat peneliti malangsungkan pendidikan, kemudian peneliti mengambil 6 responden dari UNIVA dan 30 responden dari UMN, peneliti memilih kedua Universitas tersebut karena kedua Universitas tersebut dinilai memiliki mayoritas mahasiswa dan mahasiswi Muslim.

4.1.4 Suku

d. Berdasarkan suku, jumlah responden pada penilitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

(54)

Tabel 4.6

Karakteristik Responden Berdasarkan Suku

No Suku Jumlah Persen (%)

1 Jawa 37 37

2 Batak 35 35

3 Melayu 3 3

4 Lainnya (minang, banjar, aceh)

25 25

Jumlah 100 100

Sumber: Data Diolah (2018)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden terbanyak berasal dari suku Jawa yaitu sebanyak 37%, responden terbanyak kedua berasal dari suku Batak yaitu sebanyak 35% responden, responden terbanyak ke tiga diduduki oleh Suku lainnya ( Minang, Aceh, dan Banjar) yaitu sebanyak 25% responden, sementara Suku Melayu menempati posisi paling sedikit yaitu sebanyak 3% .

4.1.5 Partisipasi Responden Mengikuti Kegiatan / Kuliah Tentang Riba.

Kepada responden (mahasiswa) telah di berikan pertanyaan apakah mahasiswa pernah atau tidak berpartisipasi mengikuti kegiatan/ kuliah tentang riba, berikut tabel hasil pengalaman Mahasiswa Muslim mengikuti ceramah / kuliah tentang riba.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti pengaruh, keadilan prosedural, dan stres kerja terhadap variabel dependen lainnya, seperti retensi kerja, dukungan

Implementasi hubungan hukum antara peserta dengan BPJS bidang kesehatan, tidak tunduk sepenuhnya pada hukum perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH.Perdata, oleh

Pada tahapan ini peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan di SITS Dishub Kota Surabaya, setelah didapatkan izin tahapan berikutnya adalah

Erti juga memahami, sebagai guru yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam mengurusi studi pascasekolah siswa, UNAIR merupakan salah satu kampus favorit yang diidamkan

Tesis ini disusun sebagai bagian dari persyaratan mencapai gelar Magister pada Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas

Soeharto disebutkan pula beberapa jenis paduan suara, antara lain paduan suara campuran anggota terdiri dari pria maupun wanita, paduan suara acapella yaitu

Jaya Bersama Poultry Farm Desa Sei Merahi, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di

Lulusan Teknik Elektro Universitas Kristen Maranatha memiliki kemampuan yang integratif akan penerapan teknologi dalam bidang sistem kontrol, telekomunikasi, robotika,