• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode wawancara dalam penelitian sejarah (studi non dokumenter) samsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode wawancara dalam penelitian sejarah (studi non dokumenter) samsi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user i

METODE WAWANCARA

DALAM PENELITIAN SEJARAH

(STUDI NON DOKUMENTER)

Samsi Haryanto

(2)

commit to user ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena atas berkat

dan rahmat-Nya, buku ini dapat tersusun.

Buku berjudul “Metode Wawancara dalam Penelitian Sejarah (Studi Non

Dokumenter)” ini disusun dengan maksud agar menjadi referensi bagi para

mahasiswa jurusan ilmu sejarah dalam mengembangkan pembelajaran metode

penelitian sejarah, bagi para mahasiswa pendidikan sejarah dalam upaya

mengembangkan atau menyusun bahan ajar muatan lokal pembelajaran sejarah

sebagai pelaksanaan kurikulum muatan lokal, dan bagi para mahasiswa lain yang

tertarik mengungkap peran tokoh dalam masa ketokohannya dalam suatu organisasi/

lembaga/pergerakan seperti Ketamansiswaan misalnya. Tidak menutup kemungkinan,

buku ini bisa dimanfaatkan oleh para pihak yang tertarik pada sejarah, khususnya

pada pengungkapan peran pelaku sejarah yang kini masih hidup.

Disadari oleh penyusun bahwa banyak pihak telah membantu demi

tersusunnya buku ini. Oleh sebab itu kepada pihak-pihak tersebut disampaikan

ucapan terima kasih.

Semoga kehadiran buku ini benar-benar bermanfaat.

(3)

commit to user iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

BAB I SEJARAH LISAN SEBAGAI SUATU METODE ...

A. Mengapa Sejarah Lisan ...

B. Pengertian dan sasaran studi sejrah lisan ...

C. Beberapa contoh hasil studi sejarah non dokumenter ...

BAB II WAWANCARA DALAM PENELITIAN SEJARAH ...

A. Wawancara: Teknik Pengumpulan Informasi yang bersifat

pelengkap ...

B. Persialan untuk wawancara...

C. Pelaksanaan Wanwancara ...

BAB III KREDIBILITAS INFORMASI HASIL WAWANCARA ...

A. Konsep-konsep Reliabilitas, Validitas, dan Kredibilitas ...

B. Kemampuan untuk memberikan informasi yang kredibel ...

C. Kemauan untuk memberikan informasi yang kredibel ...

D. Triangulasi ...

BAB IV MERENCANAKAN KEGIATAN PENELITIAN ...

A. Menyusun rancangan penelitian pada umumnya ...

(4)

commit to user 1

BAB I

SEJARAH LISAN SEBAGAI SUATU METODE

A. MENGAPA SEJARAH LISAN

Pada dasarnya suatu kelompok masyarakat atau suatu bangsa memulai

jaman sejarahnya sejak masyarakat atau bangsa yang bersangkutan mengenal

tulisan. Melalui jejak peninggalan masa lampaunya yang memuat informasi

tertulis, kita dapat mengungkap sejarah mereka. Jejak peninggalan masa lampau

yang berupa tulisan dalam istilah umum disebut dokumen, dan di dalam meneliti

sejarah dokumen tersebut merupakan sumber utama atau sumber pokok.

Namun demikian peneliti kerap kali sangat sulit menemukan sumber yang

berupa dokumen dalam rangka kegiatan melakukan penelitian sejarah. Hal yang

demikian dapat terjadi oleh karena beberapa kemungkinan sebagai penyebabnya

(Lembaran Berita Sejarah Lisan, No. 7, tahun 1981). Dalam masa-masa yang

penuh kekacauan dan perubahan yang sangat cepat, sejumlah besar informasi

yang telah ditulis dan bahkan mungkin ada yang telah diterbitkan, dengan sengaja

atau tidak sengaja dimusnahkan oleh karena pertimbangan-pertimbangan politik,

militer, dan keamanan. Oleh sebab itu amat sedikit atau hampir tidak ada

dokumen-dokumen yang berasal dari masa-masa tersebut yang dapat ditemukan.

Dalam sejarah Indonesia, masa-masa yang penuh kekacauan tersebut dapat

disebutkan yakni masa pendudukan Jepang 1942-1945 dan masa revolusi phisik

1945-1950.

Kemungkinan lain yang menjadi penyebab sangat sulitnya menemukan

jejak masa lampau yang berupa dokumen adalah adanya perkembangan perhatian

para sejarawan dalam hal obyek studi yang ingin diungkapnya. Sejak sejarawan

terkemuka, Sartono Kartodirdjo, memperkenalkan pendekatan multi-dimensional

dalam penelitian dan penulisan sejarah, munculah gejala lain dalam

(5)

commit to user 2

Pertama, sejarah politik yang berkisar pada dinamika dan sistem

kekuasaan, yang secara praktis bersifat elitis dengan memfokus pada sejarahnya

raja-raja, orang besar, atau tokoh terkemuka, tidak lagi menjadi monopoli

perhatian sebagai “wilayah” penelitian dan pengkajian. Sejarah sosial, yang sering

mewujudkan dirinya dalam sejarah lokal, sejarah agraris, dan sejarah perkotaan

(urban-history) makin mendapat perhatian. Bahkan perkembangan lebih lanjut,

tidak saja perhatian tertuju ke sejarah sosial (social-history) namun berkembang

ke sejarah masyarakat (societal-history). Pergeseran terjadi dari sejarah sosial

sebagai suatu pendekatan kepada sejarah masyarakat sebagai sasaran penelitian.

Di satu pihak pergeseran ini menyebabkan sejarawan makin mendekati

pendukung dinamika sejarah yang sesungguhnya yakni “orang kecil dalam

peristiwa kecil”, dan pihak lain, sifat komparatif yang secara implisit telah

menjadi bagian dari ilmu sejarah, makin dengan sadar dilakukan.

Kedua, makin intimnya sejarawan dengan cabang-cabang ilmu sosial lain.

Sejarawan makin membiasakan dirinya dengan berbagai konsep-konsep yang

telah lebih dahulu diperkembangkan oleh disiplin-disiplin ilmu lain. Argumen

yang bertolak dari wawasan teori telah makin kerap mendasari kisah sejarah yang

ditulis. Bersamaan dengan semakin biasanya menerapkan konsep-konsep maupun

teori dari ilmu sosial lain (misalnya dari sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi,

antropologi, psikologi), semakin biasa pula para sejarawan memilih masalah

untuk diungkap mengambil dari masalah-masalah yang biasa dipilih oleh

ilmu-ilmu lain. Sebagai contoh dapat disebutkan bahwa masalah-masalah yang selama

ini digeluti oleh sosiologi, seperti cultural-group, social-group, dan community

yang masing-masing mencakup dua aspek yakni aspek struktural dan aspek

fungsional, semakin menarik minat para sejarawan untuk dipilihnya.

Gejala yang muncul dalam perkembangan ilmu sejarah tersebut

menunjukkan adanya kecenderungan baru dalam panorama penulisan sejarah

yang sekaligus menunjukkan peralihan kecenderungan teoritis dan metodologis

(6)

commit to user 16

BAB II

WAWANCARA DALAM PENELITIAN SEJARAH

A. WAWANCARA: TEKNIK PENGUMPULAN INFORMASI YANG

BERSIFAT PELENGKAP

Wawancara yakni percakapan seseorang dengan orang lain dengan tujuan

tertentu, yaitu mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari yang

diwawancara, adalah suatu teknik pengumpulan data yang amat penting dalam

penelitian survey, disamping teknik utama yakni observasi. Oleh sebab itu dalam

penelitian survey, teknik wawancara merupakan pembantu utama dari metode

observasi. Kecuali untuk mengumpulkan keterangan dan data dalam rangka suatu

penelitian survey atau penelitian masyarakat secara umum, teknik wawancara

juga dipergunakan untuk banyak hal lain, misalnya oleh wartawan untuk

mendapatkan keterangan bagi suatu berita yang akan dimuat dalam surat

kabarnya, oleh pimpinan perusahaan untuk menyaring karyawan baru, oleh

psiko-analis untuk diaknosa dan terapi, dan sebagainya.

Dalam penelitian sejarah yang memiliki kekhususan tersendiri diantara

penelitian-penelitian sosial lainnya, teknik pengumpulan data atau informasi

utama yang digunakan adalah teknik pengumpulan data yang berasal dari sumber

tertulis yang termuat dalam dokumen. Oleh karena ciri utama studi sejarah adalah

menyangkut peristiwa atau keadaan masa lalu, maka teknik pengumpulan data

melalui observasi kiranya amat sulit dilakukan, kalau tidak boleh dikatakan amat

naif. Dengan demikian dalam penelitian sejarah teknik pengumpulan data dan

informasi yang dikumpulkan dengan cara wawancara merupakan teknik atau

metode pengumpulan informasi yang sifatnya penunjang atau pendukung

terhadap informasi yang diperoleh dari sumber dokumen. Apabila ternyata dalam

(7)

commit to user 17

data dari sumber dokumen oleh karena memang masalah yang ditelitinya tidak

meninggalkan jejak masa lalu yang berupa dokumen, maka barulah informasi

yang diperoleh dari hasil wawancara bisa dipandang sebagai bahan yang amat

penting. Hal yang demikian mengisyaratkan bahwa dalam penelitian sejarah,

peneliti pertama-tama wajib berusaha untuk mencari bahan atau informasi dari

sumber dokumen.

Apabila seorang peneliti sejarah “terpaksa” melakukan pengumpulan data

atau informasi melalui wawancara, maka sebagaimana peneliti-peneliti ilmu

sosial lainnya, seorang peneliti sejarah juga perlu mempersiapkan diri sebelum

memulai wawancara. Sebelum peneliti berhadapan muka dengan orang yang

diwawancara untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan, ada beberapa hal

yang harus dipersiapkan terlebih dahulu yakni: (1) seleksi individu untuk

diwawancara, (2) pendekatan terhadap orang yang telah dipilih untuk

diwawancara, (3) pengembangan suasana lancar dalam wawancara termasuk di

dalamnya adalah usaha untuk menimbulkan pengertian dan bantuan sepenuhnya

dari orang yang diwawancara (Koentjaraningrat, ed., 1977), dan (4)

mempersiapkan pokok-pokok masalah yang akan diwawancarakan.

B. PERSIAPAN UNTUK WAWANCARA

1. Seleksi individu untuk diwawancara

Dalam rangka penelitian sosial pada umumnya ada dua macam

wawancara yang pada dasarnya berbeda sifatnya, yakni (1) wawancara

terhadap informan, dan (2) wawancara terhadap responden. Wawancara

terhadap informan dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan dan data

mengenai individu tertentu (bukan mengenai individu si informan) untuk

keperluan informasi, sedangkan wawancara terhadap responden dimaksudkan

untuk mendapatkan keterangan tentang diri pribadi, pendirian atau pandangan

dari individu yang diwawancara, untuk keperluan komparatif

(8)

commit to user 35

BAB III

KREDIBILITAS INFORMASI HASIL WAWANCARA

A. KONSEP-KONSEP RELIABILITAS, VALIDITAS, DAN KREDIBILITAS

Dalam bidang penelitian dikenal banyak istilah-istilah teknis yang arti

dan penerapannya berkaitan erat dengan jenis-jenis penelitian tertentu. Oleh sebab

itu hal itu memerlukan pemahaman yang jelas dan tajam, agar tidak timbul

kerancuan. Dalam kaitannya dengan data atau informasi yang dikumpulkan dan

cara perolehannya, pada jenis penelitian kuantitatif dikenal adanya istilah

reliabilitas dan validitas. Reliabilitas sering dianggap sama dengan konsistensi

atau stabilitas (Azwar, 1986), yang menunjuk sejauh mana suatu pengukuran

dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran

kembali terhadap subyek yang sama. Dengan demikian sesungguhnya reliabilitas

menyangkut pada persoalan alat-ukur, menyangkut masalah kecermatan atau

ketepatan pengukuran (Wertz, 1986). Hal yang demikian dikenal dalam jenis

penelitian kuantitatif adalah wajar, mengingat dalam jenis penelitian tersebut

perolehan data dilakukan dengan alat pengumpul data yang sering disebut

instrumen pengumpulan data dan biasanya berwujud angket atau pedoman

wawancara terstruktur. Jadi tegasnya konsep reliabilitas berkaitan erat dengan

instrumen penelitian, terutama mempersoalkan keajegan dan kecermatan

pengukuran. Adapun konsep validitas atau kesahihan mempersoalkan ketepatan

suatu alat ukur yang dipakai untuk mengukur suatu aspek atau gejala yang ingin

diukur. Nunnaly menandaskan (Nunnaly 1978) bahwa suatu alat ukur dikatakan

valid jika ia mengukur apa yang hendak diukur. Dengan demikian pengertian

validitas berkaitan erat dengan data yang diperoleh berdasarkan kriteria tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti atau berdasarkan tujuan apa yang ingin diukur.

(9)

commit to user 36

dikenal pula tiga jenis uji validitas yakni validitas isi, validitas bertalian dengan

kriteria, dan validitas konstrak.

Penelitian jenis kualitatif tidak mengenal adanya instrumen penelitian

seperti angket dan yang lain sebagaimana dikenal dalam penelitian kuantitatif.

Dalam penelitian kualitatif, si peneliti itu sendirilah merupakan instrumen

penelitiannya (Moleong, 2002). Oleh sebab itu dalam penelitian kualitatif tidak

biasa dipakai istilah reliabilitas dan validitas. Terhadap data atau informasi yang

dikumpulkan dilakukan pemeriksaan untuk menetapkan keabsahan data. Ada

empat kriteria yang digunakan oleh penelitian kualitatif untuk menetapkan

keabsahan data, yakni kriteria derajat-keterpercayaan, keteralihan,

ketergantungan, dan kepastian (Moleong, 2002). Kriteria derajat-keterpercayaan

pada dasarnya menggantikan konsep validitas-internal dari penelitian kuantitatif,

kriteria keteralihan meskipun tidak tepat benar agak mirip dengan konsep

validitas eksternal atau setidak-tidaknya keduanya memiliki arah berpikir yang

sama yakni menuju kepada upaya generalisasi hasil penelitian, kriteria

ketergantungan merupakan substitusi dari istilah reliabilitas dalam penelitian

kuantitatif, dan kriteria kepastian menunjuk pada konsep objektivitas menurut

penelitian kuantitatif.

Kriteria derajad keterpercayaan atau kredibilitas data menurut penelitian

kualitatif bisa dicapai melalui berbagai teknik atau cara, seperti: perpanjangan

keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan triangulasi yang meliputi triangulasi

sumber metode peneliti dan teori.

Dari uraian singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa konsep

reliabilitas dan validitas biasa dipakai dalam model penelitian kuantitatif;

sedangkan dalam model penelitian kualitatif biasa dipakai konsep-konsep

keabsahan data, keterpercayaan atau kredibilitas, triangulasi, dan lain-lain

(10)

commit to user 54

BAB IV

MERENCANAKAN KEGIATAN PENELITIAN

A. MENYUSUN RANCANGAN PENELITIAN PADA UMUMNYA

1. Prosedur Sistematik

Salah satu cara untuk memecahkan masalah dalam rangka mencari

kebenaran adalah melalui penelitian (research), yakni kegiatan yang

didasarkan pada pemikiran ilmiah melalui pengumpulan dan penafsiran

fakta-fakta (Penny, 1975). Oleh karena penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah,

maka dalam melakukan penelitian sudah tentu harus mengikuti prosedur

sistematik menurut metode keilmuan tertentu. Kalau prosedur tersebut

ditinggalkan, demikian Mercado menandaskan, kemungkinan akan

menurunkan bobot karya penelitian yang bersangkutan (Mercado, 1982).

Prosedur sistematik yang bagaimana yang perlu diikuti seseorang

dalam melakukan penelitian tidak lain akan menunjuk pada langkah-langkah

yang perlu diikuti yang menjadi pegangan si peneliti dalam menyusun rencana

penelitian yang akan dilakukan. Uraian berikut ini akan menguraikan

bagaimana menyusun rencana suatu penelitian dan memilih pendekatan yang

akan dipakainya.

2. Menentukan Pendekatan (approach) dalam suatu penelitian

Dalam khasanah pustaka ilmu-ilmu sosial banyak dijumpai pemakaian

istilah “pendekatan” (approach) berkaitan dengan upaya menjelaskan objek

yang distudi oleh ilmu-ilmu sosial tersebut. Namun dari banyak pemakaian

istilah tersebut tidak berarti akan diperoleh kejelasan mengenai pengertian

konsep “pendekatan” itu sendiri. Dalam banyak tulisannya, Sartono

Kartodirdjo selalu memakai istilah “pendekatan” dikaitkan dengan disiplin

(11)

commit to user 55

pada dimensi. Seperti: pendekatan sosiologis, pendekatan antropologis, dan

pendekatan politikologis (Sartono K, 1992). sedangkan dalam sumber pustaka

pustaka ilmu-ilmu sosial lainnya dijumpai pemakaian istilah “pendekatan”

dikaitkan dengan cara pandang terhadap objek, sehingga muncul pendekatan

kualitatif dan pendekatan kuantitatif (Moleong, 2002). Bahkan bisa

ditambahkan bahwa dijumpai pula pemakaian istilah “pendekatan” dikaitkan

dengan focus analisis terhadap objek, sehingga muncul pendekatan structural

dan pendekatan prosesual, maupun pendekatan sinkronik dan pendekatan

diakronik.

Uraian sekilas di atas menunjukkan kepada kita betapa beragamnya

penekanan yang diberikan dalam mempergunakan istilah “pendekatan” oleh

para ilmuwan, dan barangkali juga betapa kaburnya makna “pendekatan” itu

sendiri. Namun demikian betapapun “kaburnya”, pemakaian yang beragam di

atas bisa memberi rambu-rambu kepada kita dalam pemakaiannya terkait

dengan kegiatan penelitian.

Dalam penelitian khususnya atau dalam metodologi keilmuan

umumnya, masalah pendekatan merupakan permasalahan inti (Sartono K,

1992), oleh karena hasilnya akan sangat ditentukan oleh jenis pendekatan

yang dipakai: bagaimana cara kita memandang (holistic atau partikularistik),

dimensi mana yang kita pakai untuk memandang (sosiologis, historis,

antropologis, dan sebagainya), atau bagaimana kita menganalisa (prosesual

atau structural). Hal yang demikian bisa dimaklumi oleh karena sesungguhnya

pendekatan mana yang dipilih dalam merancang suatu penelitian akan sangat

menentukan orientasi teoritik yang akan dipakai, metodologi penelitian yang

akan dipilih, maupun jenis dan sumber data yang akan diperlukan. Dengan

demikian kecuali pemilihan pendekatan yang mana yang akan dipakai perlu

dilakukan atau ditetapkan sejak awal, juga dalam memilih itu sendiri sudah

harus mendasarkan pada kemungkinan bisa dilakukannya berbagai hal yang

(12)

commit to user 64

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin, Reliabilitas dan Validitas, Interpretasi dan Komputasi, Liberty, Yogyakarta, 1986.

Buddy Prasadja, Pembangunan Desa dan Masalah Kepemimpinannya, Rajawali Press, Jakarta, 1980.

Chusnus Hajati, “Aktivitas Aisyiyah dalam Meningkatkan Peranan Wanita di Indonesia”, makalah dihadirkan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta, 16-19 Desember 1985.

Darban, Ahmad Adabi, “Sejarah Bambu Runcing dari Parakan”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah pada Revolusi Tahun 1945-1949 di Yogyakarta, 22-23 Agustus 1988.

Fontana, Andrea & James H Frey, “Wawancara Seni Ilmu Pengetahun”, dalam Denzin, Vomank, dan Yyonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research, terj. Dariyatno, dkk., Pstaka Pelajar, Yogyakarta, 2009.

Gottchalk, Louis, Mengerti Sejarah, U.I. Press, Jakarta, 1975.

Harsya W. Bachtiar, “Proyek Sejarah Lisan Arsip Nasional Republik Indonesia, dalam Lembaran Berita Sejarah Lisan, No. 7, Tahun 1981.

International Journal of Oral History, Volume 8 No. 1, February 1987, Keckler Publishing Corporation, Westport, 1987.

Koentjaraningrat, ed., Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1977.

Lembaran Berita Sejarah Lisan, No. 7, tahun 1981.

Moleong, Lexy Y., Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.

(13)

commit to user 65

Okihara, Gary Y., “Oral History and The Writing of Ethnic History”; A reconnaissance into Method and Theory”, dalam The Oral History Review, vol. 9, 1981.

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

_________ , “Suasana Situasi Salatiga Semasa Revolusi”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah pada Revolusi Tahun 1945-1949, di Yogyakarta, 22-23 Agustus 1988.

Sudikan, Metode Penelitian Sastra Lisan, Citra Wacana, Surabaya, 2001.

Soegijanto Padmo, “Kabupaten Klaten pada Masa Perjuangan Kemerdekaan”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta, pada 16-19 Desember 1985.

Suripan Sadi Hutomo, “Tukang Kentrung sebagai Penutur Sejarah”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta, pada 16-19 Desember 1985.

________ , Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan, HISKI Komisariat Jawa Timur, Surabaya, 1991.

Taufik Abdullah, “Pengalaman yang Berlaku, Tantangan yang Mendatang: Ilmu Sejarah di Tahun 1970-an dan 1980-an”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta 16-19 Desember 1985.

The Oral History Review, Volume 9, 1981, The Oral History Association, California, 1981.

Vansina, Jan, Oral Tradition as History, The University of Wisconsin Press, Wisconsin, 1985.

(14)

commit to user 66

TENTANG PENULIS

Penulis buku ini, Samsi Haryanto, dilahirkan di Klaten, 4 April 1944, adalah

seorang guru besar dalam bidang ilmu Metodologi Penelitian Sejarah, yang diangkat

dalam jabatan tersebut sejak 1 Agustus 2004 di lembaga tempat bekerja yakni di

Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Jurusan Ilmu Sejarah.

Pernah menjadi peserta di Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial di FIS-UI

selama 1 tahun (tahun 1980). Sewaktu menempuh studi S3 di IKIP – Jakarta dalam

bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, penulis terpilih menjadi peserta Program

Sandwich di University of Houstan (USA) selama 6 Bulan.

Pada tahun 2006-2009, penulis dipercaya untuk memimpin Pusat Penelitian

Pedesaan dan Pengembangan Daerah (Pushlitdesbangda) – Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat (LPPM) U.N.S

Banyak penelitian yang telah dihasilkan antara lain: Pengembangan Model

Pengukuran Modernitas Individu Manusia Indonesia (Disertasi, 1992), Tenaga Kerja

Wanita ke Luar Negeri: Antara Manfaat dan Problema (1993), Kompleksitas

Masyarakat Pesisir (Kasus Desa Ujung Watu Jepara, 1994), Memudarnya Masyarakat

Adat di Bali (1993), Desentralisasi dan Otonomi Desa (2006), dan Evaluasi Struktur

Referensi

Dokumen terkait

Saran yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Guru sejarah sebaiknya mengubah paradigma mengajar yang sebelumnya kegiatan penyampaian materi menjadi

Peneliti menggunakan metode sejarah dalam penelitian skripsi yang berjudul Pemikiran Fazlur Rahman (1919-1918) tentang Metodologi Memahami Alquran dan Pengaruhnya di

Proses reduksi data dalam penelitian ini terdiri dari pemilihan hal- hal yang berhubungan dengan aspek-aspek penting di dalam kegiatan pembelajaran yang dapat menunjang

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian sejarah, yang mana dalam penelitian tentu adanya teknik pengumpulan data (heuristik) baik berupa

menit  sumber Sejarah Buku SMA – (hal 83 – 88)  Peta konsep  OHP  Prinsip- prinsip dasar dalam penelitian sejarah lisan  Melakukan penelitian mengenai

Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan pihak yang menjadi objek penelitian yang terkait diantaranya pihak yang melakukan, Arifah selaku kepala desa,

Yaitu dapat dilakukan dengan mengumpulkan variabel-variabel berupa catatan-catatan, dokumen-dokumen, data-data dari sumber data dalam hal ini adalah Statistik Pasar

Pengumpulan data berupa dokumen dilakukan guna mendapatkan data yang benar mengenai keberadaan nilai-nilai karakter bangsa dalam buku teks pelajaran sejarah wajib SMA kelas X di