PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE TTW (
THINK TALK WRITE
)
TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
N U R L A I L I NPM : 809171033
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE TTW (
THINK TALK WRITE
)
TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
N U R L A I L I NPM : 809171033
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
NURLAILI. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW (Think Talk Write).
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa, (2) mengetahui interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, (3) mengetahui peningkatan pemecahan masalah matematis siswa, dan (4) mengetahui interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap pemecahan masalah matematis siswa. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Dolok Batu Nanggar Tahun Pelajaran 2011/2012. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-B berjumlah 32 orang untuk kelas kontrol dan VII-C berjumlah 32 orang untuk kelas eksperimen yang dilakukan secara random. Penelitian dilakukan pada semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain faktorial 2 x 2, teknik analisis data menggunakan analisis varians dua jalur (Anava). Tes hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa menggunakan tes berbentuk essay masing-masing sebanyak 5 butir soal.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa: (1) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. Hal ini ditunjukkan oleh Fhitung > Ftabel yakni 10,307 > 4,00
pada taraf signifikan α = 0,05. (2) Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini ditunjukkan oleh Fhitung > Ftabel yakni 6,392 > 2,76 pada taraf signifikan α = 0,05.
(3) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. Hal ini ditunjukkan oleh Fhitung > Ftabel
yakni 10,867 > 4,00 pada taraf signifikan α = 0,05. (4) Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal ini ditunjukkan oleh Fhitung > Ftabel yakni 3,410 > 2,76 pada
taraf signifikan α = 0,05. Uji lanjut menggunakan uji Schffe yang membuktikan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW memperoleh hasil belajar lebih baik dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran biasa. Berdasarkan penemuan ini, maka peneliti menyarankan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe TTW dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa, sehingga dapat dijadikan masukan bagi guru dan kepala sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efek
ii
ABSTRACT
NURLAILI. Improved Communication Skills and Problem Solving Mathematical Students Using Cooperative Learning SMP Type TTW (Think Talk Write).
This study aims to: (1) determine students 'mathematical communication skills enhancement, (2) to study the interaction between the sexes mathematical communication skills of students, (3) determine students' mathematical problem solving improvement, and (4) determine the interaction between learning gender on students' mathematical problem solving. The experiment was conducted at SMP Negeri 1 Dolok Stone Nanggar Academic Year 2011/2012. As the samples in this study were students of class VII-B are 32 people for classes VII-C control and totaled 32 people for the class of experiments carried out at random. The study was conducted in the second semester of academic year 2011/2012. The research method used was quasi experiment with 2 x 2 factorial design, data analysis techniques using two lines of analysis of variance (Anova). The test results communication skills and mathematical problem solving of students use the essay form tests each matter as much as 5 grains.
The results of hypothesis testing showed that: (1) Increased mathematical communication skills of students using cooperative learning TTW type better than
students who use ordinary learning. This is shown by Fhitung > Ftable is
10.307 > 4.00 at significant level α = 0.05. (2) There is interaction between learning the gender of the students' mathematical communication skills. This is shown by Fhitung > Ftable is 6.392 > 2.76 at significant level α = 0.05. (3) The
increase in mathematical problem-solving skills of students using cooperative learning TTW type better than students who use ordinary learning. This is shown by Fhitung > Ftable is 10.867 > 4.00 at significant level α = 0.05. (4) There is
interaction between learning the gender of the students' mathematical problem solving ability. This is shown by Fhitung > Ftable is 3.410 > 2.76 at significant level
α = 0.05. Schffe further test using a test that proves that students who dibelajarkan
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam proses
penyelesaian tesis ini, penulis banyak menghadapi kendala dan keterbatasan,
berkat izin Allah SWT dan arahan, bimbingan, serta motivasi dosen pembimbing
dan narasumber, serta rekan-rekan mahasiswa pascasarjana akhirnya penulisan
tesis ini dapat diselesaikan. Semoga bantuan yang diberikan menjadi amal ibadah
bagi mereka dan mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas
Negeri Medan, Bapak Prof. Dr.Abdul Muin Sibuea,M.Pd selaku Direktur
Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan beserta semua staf yang telah
memberikan fasilitas dan pelayanan administrasi dengan baik.
2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Ketua Program Studi, Bapak
Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan
Matematika Bapak Dapot Tua Manullang,M.Si selaku staf Program Studi
Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr.
Asmin, M.Pd selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan
iv
4. Bapak Prof. Dr.Sahat Saragih, M.Pd, Prof. Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd, dan
Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku narasumber yang telah memberikan saran dan
kritik membangun untuk menjadikan tesis ini lebih baik, serta seluruh Bapak
dan Ibu dosen di lingkungan Program Studi pendidikan matematika yang telah
banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna bagi penulis.
5. Ibu Arimbi, S.Pd., M.Pd selaku Kepala Sekolah SMPN 1 Dolok Batu
Nanggar, yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan
penelitian di sekolah yang beliau pimpin, termasuk pemanfaatan sarana dan
prasarana sekolah, serta guru-guru dan staf administrasi sekolah yang telah
banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.
6. Khususnya kepada Ibunda tersayang Dra. Hj. Dahlina (alm) dan ayahanda
Drs.H.Ahmad Effendi (alm) yang telah mendahului kita semua dalam masa
hidupnya selalu mengingatkan untuk mencari ilmu sampai akhir hayat, kepada
Suami tercinta Sugiar, S.P dengan penuh kesabaran selalu memberi motivasi,
dalam menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini, kedua ananda tersayang
Mhd.Ikhsan dan Suhaimah yang menjadi semangat dalam penulisan tesis,
semoga ananda tercinta menjadi anak soleh serta mengikuti jejak Ibunda dalam
menuntut ilmu. Terutama kakanda tersayang Maryam, S.E., M.Pd dan abangda
Lahmuddin Harahap, S.H., M. HUM yang telah banyak memberikan
dukungan moral dan material serta motivasi dari awal perkuliahan hingga
selesainya tesis ini, penulis mendoakan semoga semua kebaikan mereka
dibalas oleh Allah SWT, juga kepada kakanda Nuradliani, S.Pd, adinda
v
7. Rekan-rekan seperjuangan khususnya mahasiswa PPs Prodi pendidikan
Matematika Sari Afriana, Feri Tiona, Dinda Putri, Khairunnisa, Siti Khoiroyah,
Sakinah, Siti Lisiani juga kepada rekan Erwin dan lain-lain yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu oleh penulis yang telah banyak memberikan
motivasi maupun konstribusi dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dari
tesis ini. Untuk itu penulis mengharapkan sumbangan pemikiran maupun kritik
demi kesempurnaannya. Terlepas dari kelemahan dan kekurangan yang ada,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan pendidikan dimasa kini dan yang
akan datang. Amin.
Medan, November 2012
Penulis,
Nurlaili
vi
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 77
4.1.1 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 78
4.1.2 Deskripsi Data Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 86
4.1.3 Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 94
4.1.4 Pengujian Hipotesis ... 95
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 101
4.3 Keterbatasan Penelitian ... 106
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 108
5.2. Implikasi ... 109
5.3. Saran ... 111
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Rapor Semester Ganjil T.P 2010/2011 ... 12
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Dengan Strategi TTW ... 39
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Biasa ... 43
Tabel 3.1 Distribusi Siswa Kelas VII SMPN 1 Dolok Batu Nanggar ... 56
Tabel 3.2 Randomized Control-Group Pree Test-Post Test Design ... 57
Tabel 3.3 Keterkaitan Variabel ... 58
Tabel 3.4 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 61
Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 62
Tabel 3.6 Indikator Pemecahan Masalah Matematis ... 63
Tabel 3.7 Skor Alternatif Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 63
Tabel 3.8 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 64
Tabel 4.4 Hasil Ujicoba Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis ... 68
Tabel 4.5 Hasil Ujicoba Instrumen Pemecahan Masalah Matematis ... 68
Tabel 4.1 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77
Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW ... 78
Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa ... 79
Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Pria ... 81
Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Wanita ... 82
Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Pria ... 83
Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Wanita ... 85
Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW ... 86
Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa ... 87
Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Pria ... 89
Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Jenis Kelamin Wanita ... 90
Deskripsi Data Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa Jenis Kelamin Pria ... 91
vii
Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas Data ... 94 Tabel 4.15 Hasil Uji Homogenitas Data ... 95
Anova Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Diajarkan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW dan Pembelajaran Biasa ... 96 Anova Interaksi Antara Pembelajaran Dengan Jenis Kelamin Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 96 Ringkasan Hasil Perhitungan Ujia Scheffe Untuk Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 97 Anova Hasil Pemecahan Masalah Matematis Siswa Diajarkan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW dan Pembelajaran Biasa ... 99 Anova Interaksi Antara Pembelajaran Dengan Jenis Kelamin Terhadap Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 99 Ringkasan Hasil Perhitungan Ujia Scheffe Untuk Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 100 Tabel 4.22 Peningkatan Kemampuan Komunikas Matematis Siswa ... 103
Peningkatan Interaksi Antara Pembelajaran Dengan Jenis Kelamin Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 104 Tabel 4.24 Peningkatan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 105
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Keterkaitan Antara Pemahaman Dengan Aspek Komunikasi ... 26 Gambar 2.2 Desain Pembelajaran Dengan TTW ... 38 Gambar 3.1 Skema Prosedur Penelitian ... 71
Diagram Histogram Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang Diajarkan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW ... 79 Diagram Histogram Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Menggunakan Pembelajaran Biasa ... 80 Diagram Histogram Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan sedang mengalami krisis, perubahan-perubahan yang
cepat di luar pendidikan menjadi tantangan-tantangan yang harus dijawab oleh
dunia pendidikan. Jika praktek-praktek pengajaran dan pendidikan di Indonesia
tidak diubah, bangsa Indonesia akan ketinggalan oleh negara-negara lain. Pada
abad 21 ini praktek-praktek pembelajaran di sekolah-sekolah perlu diperbaharui.
Peranan dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik agar optimal dalam
kehidupan bermasyarakat, maka proses dan model pembelajaran yang efektif
perlu ditemukan dan terus dilakukan. Upaya pembaharuan proses tersebut terletak
pada tanggung jawab guru, bagaimana pembelajaran yang disampaikan dapat
dipahami oleh anak didiknya secara benar. Dengan demikian, proses pembelajaran
ditentukan sampai sejauh mana guru dapat menggunakan metode dan model
pembelajaran yang baik. Banyak berbagai macam model pembelajaran yang
digunakan di sekolah-sekolah untuk meningkatkan mutu pengajaran yang baik
sehingga hasil pembelajaran yang diinginkan tercapai. Setiap model pembelajaran
sangat ditentukan oleh tujuan pembelajaran dan kemampuan guru dalam
mengelola proses pengajaran.
Pelajaran matematika merupakan mata pelajaran pokok dalam setiap
jenjang pendidikan. Selain itu, matematika sebagai ilmu dasar mempunyai
peranan penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Melihat pentingnya
2
matematika dan peranannya dalam menghadapi kemajuan IPTEK dan persaingan
global, maka peningkatan mutu pendidikan matematika disemua jenis dan jenjang
pendidikan harus selalu diupayakan. Upaya peningkatan mutu pendidikan
matematika telah banyak dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan
memperbaiki kurikulum 1994 dengan mengembangkan Kurikulum 2004 dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Pada KTSP dijelaskan
bahwa, pembelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan: (1)
memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4)
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yang memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa komunikasi sangat
berperan dalam pembelajaran matematika. Dengan komunikasi, siswa dapat
menjelaskan atau menyampaikan ide-ide dan konsep-konsep matematika,
3
akhirnya dapat membawa siswa pada pemahaman yang lebih mendalam tentang
konsep matematika yang telah dipelajari. Namun, pada kenyataannya guru selalu
mendominasi pembelajaran dan strategi pembelajaran yang klasikal telah menjadi
budaya. Guru menganggap matematika sebagai bahan siap jadi untuk diberikan
kepada siswa sehingga pembelajaran bermakna yang seharusnya diperoleh dari
matematika tidak ada.
Selain itu, kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu
dilatih dan dibiasakan kepada siswa sedini mungkin. Kemampuan ini sebagai
bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan hal itu, komunikasi dan pemecahan
masalah, daya nalar yang disertai sikap positif terhadap life skill menjadi sangat
penting sebanding dengan pentingnya kehadiran IPTEK di tengah kehidupan.
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek
penalarannya, mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan
teknologi. Untuk itu, matematika perlu difungsikan sebagai wahana untuk
menumbuhkembangkan kecerdasan, kemampuan, keterampilan serta untuk
membentuk kepribadian siswa. Namun isu gender akhir-akhir ini yang semakin
ramai dibicarakan juga mempengaruhi terhadap kemampuan siswa. Menurut
penelitian para antropolog, masyarakat primitif, menganut pola keibuan (maternal
system), perempuan lebih dominan daripada laki-laki di dalam pembentukan suku
dan ikatan kekeluargaan, pada masa kini terjadi keadilan sosial dan kesetaraan
gender. Penelitian terbaru menunjukkan perbedaan yang signifikan yang tersisa
4
namun laki-laki terus tampil di tingkat yang lebih tinggi berkaitan dengan ilmu
pengetahuan. Analisis hasil mengungkapkan bahwa laki-laki mengungguli
perempuan dalam prestasi sains (Nasaruddin Umar, 2007). Kemudian dalam
pengelompokan karakteristik yang berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin
dalam hal kemampuan matematika bahwa mulai masa remaja anak laki-laki lebih
unggul dibandingkan anak perempuan dalam tes mathematical reasoning.
Perbedaan paling besar terjadi pada murid-murid dengan prestasi tinggi lebih
banyak jumlah anak laki-laki yang nilainya baik dalam matematika (menurut
Laura E. Berk). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan antara laki-laki dan
perempuan berbeda. Berkaitan dengan hal tersebut mutu pendidikan di Indonesia
terutama dalam mata pelajaran matematika masih rendah.
Rendahnya nilai matematika siswa harus ditinjau dari lima aspek
pembelajaran umum matematika yang dirumuskan oleh National Council of
TeachesrsofMathematic (NCTM: 2000):
“Menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk mengaitkan ide; kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika”.
Sementara itu Pemerintah menggunakan Ujian Nasional (UN) sebagai
instrumen evaluasi hasil pembelajaran. Ujian Nasional adalah kegiatan
pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Ujian ini bertujuan untuk mengukur kompetensi
5
pengetahuan dan teknologi. Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu
pertimbangan untuk pemetaan mutu pendidikan, seleksi masuk jenjang
pendidikan berikutnya, serta sebagai penentuan kelulusan siswa. Ujian Nasional
(UN) adalah instrumen pengukur standar kompetensi lulusan dari segi aspek
kognitif. Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, UN hanya melakukan
evaluasi terhadap peserta didik. Padahal, menurut pasal 57 ayat 2 UU sisdiknas,
mutu pendidikan seharusnya didasarkan pada evaluasi yang mencakup peserta
didik, lembaga, dan program pendidikan.
Salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional yaitu
matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Beberapa tahun belakangan ini
prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matemátika cukup memprihatinkan,
terlebih-lebih jika kita melihat Nilai UN murni (NEM) Matemátika, baik di
tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) ataupun Sekolah
Menengah Atas (SMA) selalu saja menduduki tempat yang paling bawah dari
semua mata pelajaran yang di UNkan. Mata pelajaran Matematika perlu
diberikan kepada semua peserta didik mulai dari tingkat sekolah dasar untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan
agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,
6
Untuk tampil unggul pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini,
kita perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi,
kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan
kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara berpikir
seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika karena
matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya
sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir
rasional. Kemampuan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan baik dalam
permasalahan matematika maupun permasalahan dalam kehidupan nyata
merupakan kemampuan daya matematis (mathematical power). Oleh karena itu,
bagaimana pembelajaran matematika dilaksanakan sehingga dapat
menumbuhkembangkan daya matematis siswa. Istilah “daya matematis” tidak
tercantum secara eksplisit dalam kurikulum pembelajaran matematika di
Indonesia, namun tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum di Indonesia
menyiratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai yaitu: (1) Kemampuan
pemecahan masalah (problem solving), (2) Kemampuan berargumentasi
(reasonning), (3) Kemampuan berkomunikasi (communication), (4) Kemampuan
membuat koneksi (connection), dan (5) Kemampuan representasi
(representation). Kelima hal tersebut oleh NCTM (1999) dikenal dengan istilah
standar proses daya matematis (mathematical power process standards). Daya
matematis didefinisikan oleh NCTM (1999) sebagai: “Mathematical power
includes the ability to explore, conjecture, and reason logically; to solve
7
connect ideas within mathematics and between mathematics and other intellectual
activity”.
Lebih lanjut selain kemampuan untuk menggali, menyusun konjektur,
dan membuat alasan-alasan secara logis; untuk memecahkan masalah non rutin;
untuk berkomunikasi mengenai dan melalui matematika; dan untuk
menghubungkan berbagai ide-ide dalam matematika dan diantara matematika dan
aktivitas intelektual lainnya. Daya matematis juga meliputi pengembangan
kepercayaan diri dan disposisi untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan
informasi kuantitatif dan spesial dalam menyelesaikan masalah dan mengambil
keputusan. Pada umumnya pada matematika siswa harus memahami konsep,
tanpa adanya upaya untuk memahami konsep melalui pengalaman belajar lain
yang mengakibatkan siswa tidak memahami materi secara mendalam sehingga
hasil belajar matematika siswa cenderung rendah. Ini terbukti dari hasil
pengamatan penulis dalam kelas dengan memberikan soal kepada siswa seperti
8
Dari hasil jawaban di atas terlihat bahwa siswa belum memahami
masalah karena siswa tidak menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanya dan
dalam merencanakan pemecahan masalah siswa salah dalam menuliskan konsep
sehingga siswa salah dalam melakukan perhitungan. Dari beberapa atau tahapan
pemecahan masalah yang dikemukakan, pada prinsipnya pemecahan masalah
dilakukan secara teratur, logis, analitis, kritis, kreatif, sistimatis dan prosedural
9
miliki sebelumnya, termasuk penggunaan fakta-fakta (berupa konvensi yang
diungkapkan dengan simbol tertentu), konsep-konsep ( ide abstrak yang dapat
digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek),
operasi (proses pengerjaan perhitungan pengerjaan aljabar dan pengerjaan
matematika lainnya), dan prinsip (sekumpulan objek matematika yang kompleks,
prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta dan konsep yang dikaitkan oleh suatu
relasi ataupun operasi). Adapun kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
dalam hal ini merupakan suatu cara pembelajaran yang menghadapkan siswa
kepada suatu masalah kontekstual untuk dipecahkan atau diselesaikan.
Adapun langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan mengacu
pada langkah yang dikemukakan oleh Polya, yaitu aspek memahami masalah
diukur melalui menuliskan informasi yang diketahui dari soal dan
membandingkan soal mana yang lebih mudah, aspek merencanakan pemecahan
diukur melalui menuliskan model atau persamaan matematika, aspek
menyelesaikan masalah diukur melalui melaksanakan pemecahan sesuai dengan
teori atau metode yang dipilih, aspek memeriksa kembali diukur melalui
memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh. Karena kemampuan pemecahan
masalah matematika merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan
kognitif siswa dan mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Adapun inti
dari belajar memecahkan masalah adalah supaya peserta didik terbiasa
mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang baik saja,
tetapi peserta didik diharapkan dapat mengaitkan dengan situasi nyata yang
10
bereksplorasi dengan benda kongkrit, lalu akan mempelajari ide-ide matematika
secara informal, selanjutnya belajar matematika secara formal. Tetapi sebaliknya
hal tersebut tidak sesuai dengan hasil jawaban siswa di atas, hal ini mungkin
disebabkan beberapa faktor antara lain siswa tidak dibiasakan dengan soal-soal
non rutin, guru selalu memberikan soal disertai langkah-langkah penyelesaian
yang membuat siswa tidak dapat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Hal
ini mengakibatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah rendah
sehingga hasil belajar matematika siswa sampai saat ini masih belum
memperlihatkan hasil baik. Selanjutnya peneliti ingin mengetahui kemampuan
komunikasi matematika siswa antara lain dengan melihat hasil jawaban siswa
11
Dari hasil jawaban di atas terlihat bahwa siswa belum mampu mencapai
indikator komunikasi matematis, oleh karena siswa tidak membuat peristiwa
sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematik, dan siswa tidak merumuskan
defenisi yang merupakan salah satu dari kemampuan komunikasi matematis.
Adapun kemampuan komunikasi matematis sangat dipengaruhi oleh pemahaman
siswa tentang konsep, prinsip dan strategi penyelesaian. Semakin tinggi
kemampuan komunikasi matematika siswa, semakin tinggi pula pemahaman yang
dituntut pada siswa.
Komunikasi matematika memiliki peran antara lain sebagai kekuatan
sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika, juga
sebagai wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk
memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai
dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain. Siswa yang telah paham
dalam belajar matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang hal
apa yang mereka kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan
matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, berbicara
menyampaikan idenya, mendengarkan siswa lain ketika menyampaikan
ide/gagasan, berbagi ide, menyusun strategi dan solusi. Hal tersebut sesuai dengan
indikator komunikasi matematis menurut NCTM (1989) yaitu kemampuan
mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan dan
mendemonstrasikan serta menggambarkan secara visual, kemampuan memahami,
menginterpretasikan , dan mengevaluasikan ide-ide matematis baik secara lisan,
12
menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya
untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan
model-model situasi. Tetapi kenyataannya dalam menyelesaikan soal-soal atau masalah
matematika, siswa jarang diminta untuk mengungkapkan alasannya dan
menjelaskan secara lisan atau tertulis mengapa siswa memperoleh jawaban
tersebut sehingga terjadi kesalahan konsep pada siswa itu sendiri serta siswa
kurang terbiasa menyimpulkan materi yang telah dipelajari secara sistematis, yang
pada akhirnya kemampuan komunikasi siswa masih sangat terbatas hanya pada
jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Hal ini juga didukung dengan adanya data yang diperoleh dari sekolah
tentang rata-rata nilai matematika dilihat dari nilai rapor semester ganjil tahun
pelajaran 2010/2011 pada mata pelajaran matematika siswa kelas VII SMPN-1
Dolok Batu Nanggar terlihat pada Tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Rapor Semester Ganjil T.P 2010/2011
Kelas KKM Rata rata
13
Dari data-data di atas sudah saatnya guru matematika membuka paradigma
baru dalam pola pengajaran matematika di kelas. Menyadari akan pentingnya
kemampuan komunikasi matematik dirasakan perlu mengupayakan
pembelajarandengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dapat memberi
peluang dan mendorong siswa untuk melatihkan kemampuan komunikasi.
Kegiatan pembelajaran matematika dilakukan dengan mengaitkan antara
pengembangan diri dengan proses pembelajaran di kelas melalui
pengalaman-pengalaman belajar yang inovatif, menantang dan menyenangkan. Salah satu
model pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk
mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran adalah
model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Ide penting dalam
pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan kepada siswa keterampilan
kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena
pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara kelompok. Pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yaitu siswa belajar dalam
kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan
yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok terdapat peserta didik yang
berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Dalam menyelesaikan tugas, anggota
saling bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan pembelajaran. Belajar
14
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu memilih
pembelajaran yang tepat dan memperhatikan karakteristik siswa, materi pelajaran,
tujuan materi, dan waktu yang tersedia untuk menyampaikan materi tersebut.
Adapun pembelajaran yang efektif digunakan oleh guru dengan karakteristik yang
telah dipaparkan adalah melalui pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write
(TTW). Tipe TTW ini terdiri dari tiga tahapan yang dimulai dengan aktivitas
berfikir melalui membaca, mengomunikasikan dan menuliskan ide, serta
mendiskusikan permasalahan yang diberikan guru antar sesama siswa dengan
seluas-luasnya, sehingga siswa dapat membangun pemahaman sendiri sesuai
kemampuannya, kemudian belajar mengaktualisasikan pemahamannya dan
bersosialisasi dalam bentuk diskusi kelompok, kemudian pada tahap akhir siswa
mampu mengkomunikasikan idenya dengan menuliskan pemahaman yang
dibangunnya dalam bentuk tulisan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam
menyusun suatu pembelajaran untuk menumbuhkembangkan kemampuan
komunikasi matematika siswa adalah berpikir berdiskusi dan menulis. Ada suatu
mata rantai yang saling terkait antara kemampuan berpikir/membaca, diskusi dan
menulis. Seseorang yang rajin membaca, namun enggan menulis akan kehilangan
arah. Demikian juga sebaliknya, jika seseorang gemar menulis namun enggan
membaca, maka akan berkurang makna tulisannya. Oleh karenanya, diskusi dan
menulis adalah dua aspek yang penting dari komunikasi untuk semua jenjang
sekolah (NCTM,1989).
15
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Dalam proses pembelajaran kemampuan komunikasi dan pemecahan
masalah matematis siswa belum sepenuhnya dikembangkan seperti
kompetensi lainnya.
2. Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah, yaitu kemampuan untuk
menjelaskan ide matematika secara tertulis dengan grafik, aljabar dan
simbol matematika.
3. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa rendah, yaitu
kemampuan dalam memecahkan masalah matematika untuk menemukan
jalan penyelesaian dari suatu permasalahan matematis.
4. Proses pembelajaran yang dilakukan guru belum melibatkan aktivitas
siswa.
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini agar efektif, jelas dan terarah
maka penelitian ini dibatasi pada pembelajaran matematika materi skala suatu
peta dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW untuk mengetahui
peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa
16
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah dalam penelitian ini, maka permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan
dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
menggunakan pembelajaran biasa?
2. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin
terhadap kemampuan komunikasi matematis?
3. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik
dibandingkan dengan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang menggunakan pembelajaran biasa?
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis?
E. Tujuan Penelitian
Setiap rencana dari suatu aktivitas tentu memiliki tujuan khas
masing-masing, sesuai yang ingin dicapainya sehingga pelaksanaannya bisa terarah,
terpola, dan sistematik. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
17
dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
menggunakan pembelajaran biasa.
2. Mengetahui sejauh mana interaksi antara pembelajaran dengan jenis
kelamin terhadap kemampuan komunikasi matematis.
3. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik
dibandingkan dengan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.
4. Mengetahui sejauh mana interaksi antara pembelajaran dengan jenis
kelamin terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis.
F. Manfaat Penelitian
Menyimak uraian pada tujuan penelitian tersebut di atas, dan dengan
tercapainya tujuan tersebut dapat dipetik manfaat penelitian, yaitu:
(1) Bagi Siswa
Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan motivasi siswa
dalam belajar meningkatkan keaktifan siswa, mengembangkan jiwa kerja
sama saling menguntungkan, menghargai satu sama lain, membangun
kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika serta
sebagai metode yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan
18
(2) Bagi Guru
Membantu tugas guru dalam meningkatkan kemampuan komunikasi
matematika dan kemampuan pemecahan masalah siswa selama proses
kegiatan belajar mengajar dalam kelas.
(3) Bagi Peneliti
Untuk melatih kemampuan melaksanakan penelitian, dan memberikan
kesempatan pada peneliti yang sekaligus guru untuk meningkatkan inovasi
pembelajaran dan menarapkan strategi pembelajaran kooperaif tipe TTW
secara teoritis dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran
matematika.
(4) Bagi Dunia Pendidikan
Bahwa paradigma sekarang berubah dari pengajaran menjadi
pembelajaran, yang berarti bahwa siswa belajar tidak cukup dengan
memperhatikan, menulis, membaca, dan berlatih tetapi pembelajaran
adalah membelajarkan siswa (sebagai subjek) dengan cara melakukan,
108
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada
bagian terdahulu, dapat diambil kesimpulan yang berkaitan dengan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TTW untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
dan pemecahan masalah matematis siswa SMPN 1 Dolok Batu Nanggar pada
pokok bahasan skala suatu peta, sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan siswa yang
menggunakan pembelajaran biasa. Hal ini diperoleh dari hasil uji gain rerata
skor, dimana peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW sebesar 0,54 dengan
kategori sedang, dan 0,33 dengan kategori sedang untuk siswa yang
menggunakan pembelajaran biasa.
2. Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan jenis kelamin siswa
terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Berarti secara bersamaan
strategi pembelajaran (pembelajaran kooperatif tipe TTW dan pembelajaran
biasa) dan jenis kelamin siswa memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
109
3. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan
siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. Hal ini diperoleh dari hasil uji
gain rerata skor, dimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW
sebesar 0,69 dengan kategori sedang, dan 0,50 dengan kategori sedang untuk
siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.
4. Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan jenis kelamin siswa
terhadap pemecahan masalah matematis siswa. Berarti secara bersamaan
strtegi pembelajaran (pembelajaran kooperatif tipe TTW dan pembelajaran
biasa) dan jenis kelamin siswa memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap pemecahan masalah matematis siswa.
5.2. Implikasi
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, diharapkan peran
guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) mempunyai pengetahuan, pemahaman,
dan wawasan yang lebih luas dalam memilih dan menyusun strategi pembelajaran
yang lebih inovatif khususnya strategi pembelajaran yang diterapkan dalam
pembelajaran matematika. Dalam penguasaan pengetahuan, pemahaman, dan
wawasan tersebut, maka seorang guru diharapkan mampu merancang suatu desain
pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran yang lebih
efektif. Matematika adalah mata pelajaran yang memiliki konsep, skill dan
110
melihat luasnya cakupan objek matematika, maka dibutuhkan siswa yang mampu
membangun atau mengkonstruk sendiri pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah belajarnya. Disamping itu, siswa
harus menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan tersebut dan bukan
diberitahukan oleh gurunya. Siswa mampu belajar secara aktif dan mandiri
dengan mengembangkan atau menggunakan gagasan-gagasan dalam
menyelesaikan masalah pembelajaran. Penggunaan strategi pembelajaran
kooperatif tipe TTW sangat tepat untuk pembelajaran matematika, karena dengan
menggunakan strategi pembelajaran ini, pembelajaran berlangsung lebih efektif
dengan mengaitkan pengalaman belajar dengan pengalaman baru yang akan
diterima siswa dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang merangsang
untuk pembelajaran kreatif, sehingga pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan akan dapat diingat dan dipahami dalam memori jangka panjang
sewaktu-waktu dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
Dengan demikian, konsekuensinya apabila strategi pembelajaran yang
kurang tepat dalam pembelajaran maka tentu akan berakibat berkurang pula
partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Melalui penelitian ini menunjukan
bahwa secara rata-rata hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah
matematis siswa yang diajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran
biasa. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih efektif
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis
111
kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa berimplikasi
kepada tenaga pengajar untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TTW.
Oleh karena itu, implikasi hasil penelitian ini terhadap pendidikan adalah:
1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran kooperatif tipe TTW membawa dampak
positif terhadap kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis
siswa, dikarenakan pembelajaran dengan pembelajaran ini siswa dituntut
konsep atau prosedur yang termuat di dalamnya dan mampu bekerja serta
belajar secara maksimal dalam kelompok yang secara langsung akan
mempengaruhi hasil kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah
matematis siswa.
2. Bagi guru, penerapan pembelajaran kooperatif tipe TTW dalam pembelajaran
dapat dipergunakan guru sebagai acuan dalam meningkatkan hasil
kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa
5.3. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW
hendaknya dijadikan alternatif yang dapat digunakan guru-guru di
sekolah terutama untuk siswa sekolah peringkat sedang dan kurang
atau siswa dengan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah
sedang dan kurang dalam pembelajaran matematika dengan
topik-112
topik sebelumnya yang sudah dipelajari siswa, sehingga pembelajaran
matematika menjadi lebih bermakna.
2. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan
mereka dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dengan demikian
dalam pembelajaran matematika siswa menjadi lebih berani beragumentasi,
lebih percaya diri dan kreatif, serta dapat membangkitkan minat belajar dan
gairah siswa untuk belajar matematika.
3. Dalam mengimplementasikan pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif
tipe TTW, hal-hal penting yang perlu diperhatikan guru adalah: (a) guru harus
kreatif dan cermat dalam memilih strategi pembelajaran yang cocok untuk
mempresentasikan sebuah konsep, (b) bantuan yang diberikan guru
hendaknya minimal mungkin dan tidak perlu terburu-buru diberikan agar
perkembangan kecakapan potensial siswa dapat berkembang secara optimal,
(c) guru hendaknya memperhatikan setting pembelajaran, dimana siswa
diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil sehingga komunikasi
113
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak .(2001). Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi Dalam Peningkatan Kualitas dan Efektivitas Pembelajaran. Disampaikan pada Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Arikunto, S. (1999). Prosedur Suatu Penelitian Pendekatan Praktek, Jakarta: Rinneka Cipta.
Ansari, Bansu l. (2009. Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi,Jakarta: Pena.
Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning and Communicating, K-8.helping Children Think Mathematically. New York: Merril an inprint of Macmillan Publishing, Company.
Brooks, J.G & Brooks,M.G. (1999). The Case fo Constructivist Classrooms. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.
Dahar, Ratna W. (1998). Teori-teori Belajar, Jakarta: Depdikbud
Dewi. (1999). Penerapan Metode Pembelajaran Cooperative dengan Menggunakan Mini Lab Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Tesis: IKIP Surabaya.
Dewi. Profil Komunikasi Matematika Mahasiswa Calon Guru Ditinjau Dari Perbedaan Gender. Laporan Penelitian Perpustakaan Indonesia. Dikti.http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.
E.Berk, Laura. Development of Sex Differences and Gender Roles.Child Development 6th edition.
Greenes, C & Schulman, L. (1999). Communication Processes in Mathematical Explorations and Investigations.In P.C Elliot and M.J.Kenney (Eds) 1996 Yearbook.Communication in Mathematic, K-12 and Beyond.USA: NCTM
114
Hasanah, A. (2004). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representase Matematik. Tesis: UPI Bandung.
Hudojo, Herman. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: JICA –Universitas Negeri Malang.
Krulik. S and Jesse A.R. (1996). The New Sourcebook For Teaching Reasoning and Problem Solving in Junior and Senior High School, Allynand Bacon. Needham Heights, Massachussets
National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Author.
__________. (2000). Principles and Standards For School Mathematics. USA: NCTM, Inc.
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Tesis: UPI Bandung.
Shield.M & Swinson.K. (1996). The Link Sheet: Acommunication Aid for Clarifying and Developing Mathematical Ideas and Processes. In P.C. Elliott and M.J. Kenney (Eds). (1996) Yearbook Communication in Mathematics. K-12 and Beyond Reston,VA: NCTM
Silver, E.A. & Smith, MS. (1996). Building Discourse Communities in Mathematics Classrooms; A Worthwhile but Challenging Journey. In P.C. Elliott. M.J Kenney (Eds). (1996) Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Reston, V.A: NCTM
115
Slavin, R.E. (1995). Cooperatif Learning: Theory, Research and Practice. Boston Ally and Bacon
Sullivan, P & Mousley, J. (1996). Natural Communication in Mathematics Classroom: What Does it Look Like. In P.C Clarkson. (Ed). Technology in Mathematics Education. Melbourne: Merge
Sudjana. (1998). Metode Statistik, Bandung: Tarsito.
Sumarmo, U. (1992). Implementasi Kurikulum 1994 pada Sekolah Dasar dan
Sekolah Menengah. Laporan Penelitian Bandung: FPMIPA IKIP
Bandung.
Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian FPMIPA UPI.
Sumarmo, U. (2003). Pengembangan Keterampilan Membaca Matematika pada
Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah
Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA. FPMIPA UPI, Bandung, 25 Agustus 2003.
SWE-AWE-CASEE ARP Sumber Daya (2009)- Perbedaan Gender dalam Ilmu Kinerja.http://www.AWEonline.org