• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan perkebunan sagu (Metroxylon spp) di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau: seleksi bibit sagu berdasarkan jenis, tinggi pohon induk dan bobot bibit sagu terhadap pertumbuhan bibit sagu di persemaian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan perkebunan sagu (Metroxylon spp) di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau: seleksi bibit sagu berdasarkan jenis, tinggi pohon induk dan bobot bibit sagu terhadap pertumbuhan bibit sagu di persemaian"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

SELEKSI BIBIT SAGU BERDASARKAN JENIS, TINGGI

POHON INDUK DAN BOBOT BIBIT SAGU TERHADAP

PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN

AGUNG MAULANA

A24061344

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

AGUNG MAULANA. Pengelolaan Sagu (

Metroxylon

spp) di PT.

National Sago Prima, Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi

Riau : Seleksi Bibit Sagu Berdasarkan Jenis, Tinggi Pohon Induk

dan Bobot Bibit Sagu Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu di

Persemaian. (Di bawah bimbingan M.H.BINTORO DJOEFRIE)

Kegiatan magang yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan keteram-pilan dan pengalaman kerja di sektor perkebunan sagu serta memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai tanaman sagu. Kegiatan magang dilaksanakan pada 18 Febuari 2010 hingga 18 Agustus 2010 yang bertempat di PT. National Sago Prima, Kab. Kep. Meranti, Provinsi Riau. Metode magang yang digunakan adalah metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilaksanakan dengan cara mengikuti kegiatan teknis di lapang seperti pembibitan, penyulaman dan perawatan. Perawatan yang dilakukan di perkebunan sagu meliputi pengenda-lian gulma, pemupukan, penjarangan anakan dan pengelolaan air. Metode tidak langsung dilaksanakan dengan melakukan studi pustaka serta diskusi dengan pengelola kebun yang terdapat di perusahaan.

Kegiatan khusus yang dilakukan yaitu seleksi bibit sagu berdasarkan jenis, tinggi pohon induk dan bobot bibit sagu terhadap pertumbuhan bibit sagu di persemaian. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi lebih lan-jut mengenai kriteria bibit yang memiliki pertumbuhan yang paling baik di persemaian. Bibit yang digunakan PT. National Sagu Prima untuk persemaian selama ini yaitu : bibit tua, daun berwarna hijau, bobot 2-4 kg, banir keras, perakaran cukup dan banir berbentuk ‘L’. Penentuan kriteria bibit yang tepat da-pat meningkatkan persentase bibit hidup baik dipersemaian maupun di lahan.

(3)

Height of Mother Plant sago and Weight of Seed In Nursery.

Abstract

Sago nursery is a special factor that performed during the internship activities at PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. The experiment was conducted to obtain information in a nursery on the effects of this type of sago, height of mother plant sago and weight of sucker. The type of sago used was spiny sago (S1) and sago without spiny (S2). Height of mother plant used was 3.3 m - 4.6 m (T1), 4.6 m - 6.6 m (T2), more than 6.6 m (T3) and mother plant that have been harvested (T4). Sucker Weight used was 0,5 kg 1,5 kg

(B1), 2 kg 3 kg (B2) dan 3,5 kg 4,5 kg (B3). The results shown sago without spiny is

better than spiny sago, height of mother plant is not effect significantly and sucker weight 3,5 kg 4,5 kg is better than two other sucker weight. During the internship activities, sago

cultivation activities conducted to obtain primary data. Secondary data were obtained by conducting interviews, discussions and reading of literature contained in the company.

(4)

SELEKSI BIBIT SAGU BERDASARKAN JENIS, TINGGI

POHON INDUK DAN BOBOT BIBIT SAGU TERHADAP

PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

AGUNG MAULANA A24061344

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

LAT PANJANG, RIAU : SELEKSI BIBIT SAGU

BERDASARKAN JENIS, TINGGI POHON INDUK

DAN BOBOT BIBIT SAGU TERHADAP

PER-TUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN.

Nama

: Agung Maulana

NRP

: A24061344

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr. NIP. 19480801 197403 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP.19611101.198703.1.003

(6)

Penulis lahir pada tanggal 10 Agustus 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan ayah A. Azis dan Ibu Ani Sutarsih.

Penulis menempuh pendidikan formal yaitu SDN 01 Kalibata pada 1994-2000, SLTPN 182 Jakarta pada 2000-2003 dan SLTA N 55 Jakarta pada 2003-2006. Pada tahun 2006, penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalus SPMB. Pada tahun 2007, penulis diterima di jurusan Agronomi dan Hortikutura, Fakultas Pertanian, IPB.

(7)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau : Seleksi Bibit Sagu Berdasarkan Jenis, Tinggi Pohon Induk dan Bobot Bibit Sagu Terhadap Pertumbuhan Bibit Persemaian”.

Penulis melakukan kegiatan magang sebagai salah satu pilihan tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Depar-temen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis baik selama magang maupun penu-lisan skripsi.

2. Seluruh Keluarga penulis atas doa dan dukungannya

3. Bapak Ir. V. Susilo Sugiarto selaku pembimbing lapang, Mas Juan Maragia, SP dan Mbak Ruri Kurnia, SP atas bantuannya selama kegiatan magang.

4. Pak Erwin, Pak Habib, Pak Setyo Budi, Pak Anas, Pak Pandu, Pak Budi Setiawan, Pak Kornelis dan Pak Albert atas bantuannya.

5. Ibu Sulis, Pak Harsono dan seluruh asisten PT. Prima Kelola IPB atas bantuannya dan masukkannya.

6. Seluruh penghuni camp 3 dan seluruh karyawan PT. National Sago Prima. 7. Seluruh teman-teman mahasiswa AGH 43 dan UKF

8. Seluruh rekan-rekan satu bimbingan.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan diterima bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2011

(8)

Halaman

Keadaan Iklim, Tanah dan Topografi ... 13

Latar Belakang Pengusahaan Perkebunan Sagu... 14

Pengambilan Anakan Sagu (Sucker) ... 18

(9)

Penjarangan anakan ... 29

Sensus Tanaman ... 30

Sensus Hidup-mati ... 30

Sensus Produksi ... 30

PEMBAHASAN ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN... 69

Kesimpulan... 69

Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA... 71

(10)

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh jenis sagu (S), tinggi indukan sagu (T), bobot bibit (B), interaksi SxT, SxB, TxB dan SxTxB terhadap prosentase kehidupan bibit, jumlah daun, panjang daun 1, panjang daun 2, panjang daun 3, jumlah anak daun 1, jumlah anak daun 2 dan jumlah anak daun 3... .... ...35 2. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit

sagu (B) terhadap persentase bibit hidup... 41 3. Interaksi antara jenis sagu (S) dengan tinggi pohon induk (T) terhadap

jumlah anak daun. ... 42 4. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit

sagu (B) terhadap panjang daun 1. ... 46 5. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit

sagu (B) terhadap panjang daun 2. ... 48 6. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit

sagu (B) terhadap panjang daun 3. ... 50 7. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit

sagu (B) terhadap jumlah anak daun 1. ... 53 8. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit

sagu (B) terhadap jumlah anak daun 2. ... 55 9. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit

(11)

Nomor Halaman

1. Rumpun sagu... 7

2. Bentuk bibit sagu dari kiri ke kanan ‘L’, Tapal Kuda, Keladi... 18

3. Letak anakan sagu (Flach, 1983)... 19

4. Perendaman sucker ke dalam larutan fungisida ... 21

5. Persemaian bibit sagu dalam rakit... 21

6. Label papan di pinggir kanal... 22

7. Pengukuran muka air tanah... 24

8. Penanaman bibit sagu ... 26

(12)

Nomor Halaman

1. Layout percobaan ... 74

2. Peta lokasi Kabupten Kepulauan Meranti Provinsi Riau... 75

3. Peta lokasi Kebun PT. National Sago Prima... 76

4. Blok tanaman sagu ... 77

5. Struktur Organisasi Kebun... 78

6. Data uji lanjut pengaruh jenis sagu (S)... 79

7. Data uji lanjut pengaruh tinggi pohon induk (T)... 80

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sagu (Metroxylonspp.) sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia se-bagai tanaman asli Indonesia. Sagu menjadi bahan pangan utama bagi sebagian masyarakat Indonesia sebelum masuk dan berkembangnya budidaya padi. Sagu saat ini tetap sebagai makanan pokok bagi sebagian masyarakat wilayah Indonesia Timur dan sebagian kecil daerah Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan, namun statusnya hanya menjadi bahan pangan pengganti jika bahan pangan utama (beras) sulit didapat. Pada sebagian masyarakat Indonesia, sagu hanya digunakan sebagai bahan baku industri. Pati sagu dapat dikonversi menjadi bioenergi (etanol), poli-laktat (bahan baku plastik), gula cair, glutamat dan bahan perekat (Bintoro, 2008)

Tanaman sagu dapat dibudidayakan pada daerah atau lahan marginal se-perti tanah gambut dan daerah tergenang atau rawa. Sagu masih dibudidayakan secara sederhana dan tidak intensif. Sagu umumnya tumbuh secara liar di alam sebagai hamparan hutan sagu (Haryanto & Pangloli, 1994). Sagu yang dibu-didayakan secara intensif akan memiliki produksi pati yang tinggi dibanding de-ngan yang hanya dibiarkan liar di alam tanpa perawatan. Menurut Bintoro (2008) bobot batang sagu tuni yang tidak dibudidayakan di Seram Barat sekitar 1.057 kg dengan kandungan pati 263 kg.

Pembudidayaan sagu secara intensif meliputi kegiatan pembukaan lahan, pembuatan kanal, pembuatan plot tanam, pembibitan, pemupukan, pemangkasan, pemisahan anakan dan pengendalian gulma. Perkebunan sagu agar berproduksi pati sagu yang tinggi baik kuantitas maupun kualitas, memerlukan manajemen pengelolaan yang baik. Pengelolaan perkebunan sagu meliputi aspek teknis dan manajerial.

(14)

dalam budidaya sagu. Pohon sagu yang menghasilkan pati sagu yang baik berasal dari tanaman yang baik dan awalnya dari bibit yang baik pula.

Karakteristik induk sagu dapat dijadikan sebagai acuan dalam mencari abut yang memiliki pertumbuhan dan produksi yang baik. Karakteristik pohon sa-gu yang dapat disa-gunakan sebagai acuan dalam memilih abut adalah jenis atau spe-sies sagu, umur induk sagu, umur abut, tinggi induk sagu dan bobot bibit.

Saat ini, petani sagu masih mengunakan bibit sagu (abut) sebagai bahan ta-nam yang baik dalam menata-nam sagu. Kriteria abut yang dapat dijadikan bibit oleh masyarakat yaitu berasal dari induk yang tua atau sudah dipanen, memiliki bobot antara 2-3 kg dan memiliki banir berbentuk ‘L’.

Tujuan Tujuan umum dari kegiatan magang adalah :

1. Mengetahui teknis budidaya sagu dalam skala perkebunan. 2. Memberikan pengalaman kerja dalam sektor perkebunan. 3. Memperoleh pengetahuan dan ilmu mengenai tanaman sagu.

Tujuan khusus dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Mengetahui karakteristik jenis, tinggi induk dan bobot bibit sagu yang digunakan yang memiliki pertumbuhan yang baik dalam persemaian. 2. Mengetahui perbedaan pertumbuhan yang didapat dari perbedaan

karak-teristik jenis, induk dan bobot bibit sagu.

(15)

Botani Sagu

Metroxylon berasal dari bahasa latin yang terdiri atas dua kata, yaitu

Metro/Metradan Xylon. Metra berarti pith (isi batang atau empulur) dan Xylon

berarti Xylem. Kata sago atau sagu memiliki arti pati yang terkandung dalam batang palma sagu (Flach, 1997). Di Indonesia, ada beberapa nama daerah untuk tanaman sagu seperti rumbia; kirai (Sunda); ambulung kersulu(Jawa) dan lapia

(Ambon). Di Malaysia sagu dikenal dengan nama rumbia dan balau, lumbia

(Philiphina), thagu bin (Myanmar), sakuu (Kamboja) dan sakhu (Thailand) (Ruddle.,et al1976).

Menurut Suryana (2007), dikenal dua jenis sagu, yaituMetroxylon sp dan

Arengasp.Metroxylonsp umumnya tumbuh pada daerah rawa dan lahan marginal sedangkanArengasp tumbuh pada daerah kering dan lahan kritis. Sagu merupa-kan tanaman monokotil dari Famili Palmae. Menurut Uhl dan Dransfield (1987)

dalam Flach (1997) tanaman sagu termasuk dalam Famili Palmae, subfamili Calamoideae, genus Metroxylon dan spesies Metroxylon sp. Batang sagu merupakan bagian yang mengandung pati. Sagu hanya memiliki satu batang dan tidak bercabang karena sagu adalah tanaman monokotil yang hanya mempunyai satu titik tumbuh. Batang sagu berbentuk silinder dengan diameter 50-90 cm (Haryanto dan Pangloli, 1992). Batang sagu bebas daun dapat mencapai tinggi 16-20 m pada saat masa panen.

Batang sagu digunakan sebagai tempat penyimpan pati sagu selama masa pertumbuhan, sehingga semakin berat dan panjang batang sagu semakin banyak pati yang terkandung di dalamnya. Pada umur panen 10-12 tahun, bobot batang sagu dapat mencapai 1.2 ton (Rumalatu, 1981). Bobot kulit batang sagu sekitar 17-25 % sedangkan bobot empulurnya sekitar 75-83 % dari bobot batang. Pada umur 3-5 tahun, empulur batang sagu sedikit mengandung pati, akan tetapi pada umur 11 tahun empulur sagu mengandung 15-20 % pati sagu.

(16)

sudah tua. Sagu memiliki daun sirip yang menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada atau pelepah (Haryanto dan Pangloli, 1992). Pohon sagu dewasa memiliki sekitar 18 pelepah daun dengan panjang 5-7 m. Dalam setiap pelepah terdapat 50 pasang anak daun dengan panjang 60-180 cm dan lebar 5 cm (Flach, 1983). Sagu mengeluarkan satu pelepah daun sekitar satu bulan dengan umur daun mencapai 18 bulan (Flach, 1983). Pelepah daun yang sudah tua akan jatuh dan meninggal-kan bekas pada batang. Apabila pertumbuhan dan perkembangan daun berlang-sung baik, maka secara keseluruhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan baik pula sehingga proses pembentukan pati dari daun yang disimpan dalam batang akan berlangsung secara maksimal (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Sagu dapat berbunga dan berbuah pada umur 10-15 tahun tergantung jenis dan kondisi lingkungan. Kemunculan bunga sebagai tanda bahwa sagu akan me-ngalami akhir dari siklus hidupnya. Bunga sagu berbentuk majemuk yang keluar dari pangkal atas. Bunga sagu berwarna coklat dan bercabang seperti tanduk rusa yang terdiri atas cabang-cabang primer, sekunder dan tersier (Flach dalam

Haryanto dan Pangloli, 1992). Pada cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan dan betina. Bunga jantan masak dan mengeluarkan serbuk sari lebih awal dari pada bunga betina pada pohon yang sama sehingga pembuahan terjadi secara silang. Putik bunga sagu memiliki 3 sel telur, tetapi hanya satu yang dapat berkecambah (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Buah sagu terbentuk setelah terjadi pembuahan. Buah sagu berbentuk bu-lat dan terdapat benih didalamnya. Waktu antara bunga muncul hingga fase pembentukan buah dan buah matang berlangsung selama 2 tahun. Sagu mengha-silkan pati tertinggi pada saat fase berbunga (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Ekologi Sagu

(17)

tumbuh pada berbagai kondisi hidrologi dari yang terendam sepanjang tahun sampai lahan yang tidak terendam (Bintoro, 2008).

Sagu di pesisir Timur Privinsi Riau, sebagian besar tumbuh di lahan gam-but. Lahan gambut merupakan areal yang cocok untuk pertumbuhan sagu karena terdapat banyak bahan organik. Pertumbuhan sagu pada tanah mineral dengan tanah gambut berbeda. Hal tersebut karena lahan gambut memiliki karakteristik yang berbeda baik fisik maupun kimia tanah dengan lahan mineral.

Gambut merupakan penumpukan bahan organik yang tertimbun dalam ke-adaan basah atau jenuh air, sehingga hanya sedikit sekali mengalami perombakan (Noor dalam Bintoro et al., 2010). Gambut memiliki karakteristik jenuh air kurang dari 30 hari/tahun dengan kandungan C-organik mencapai 20 % atau jenuh air lebih dari 30 hari/tahun dengan kandungan C-organik 18 %. Bobot isi gambut berkisar antara 0,01-0,02 g/cm3dan untuk wilayah kabupaten Meranti sekitar 0,05 g/cm3(Bintoroet al., 2010).

Lahan gambut umumnya memiliki tingkat keasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3-5 (Noor dalam Bintoro et al., 2010). Lahan gambut mengandung sedikit unsur hara yang dapat diserap tanaman. Rasio kadar karbon per nitrogen (C/N) pada lahan gambut >30 %. Jika C/N > 30 %, maka N dalam tanah akan termobilisasi oleh mikroorganisme sehingga meskipun banyak N da-lam tanah namun ketersediaanya untuk tanaman sangat sedikit. Pada tanah gambut, pohon sagu memperlihatkan gejala kahat hara yang ditandai dengan kurangnya jumlah daun (Notohadiprawiro dan Louhenapessy, 1992 ).

(18)

Jenis-Jenis Sagu

Keragaman sagu di Indonesia sangat luas. Menurut Flach dan Schuling (1985) Sagu yang cukup dikenal dua tipe yaiturumphii Mart, dan M saguRottb sisanya hasil dari persilangan tersebut Sagu digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sagu yang hanya berbunga dan berbuah sekali dalam fase hidupmya dan sagu yang berbunga dan berbuah dua kali atau lebih (Haryanto dan Pangloli, 1992). Tanaman Sagu yang berbunga dan berbuah sekali terdiri atas sagu berduri dan tidak berduri (Bintoro, 2008). Sagu berduri antara lain M rumphii Mart, M microcanthumMartM silvestreMart danM longispinumMart. Sagu tidak berduri adalah M sagu Rottb. Tanaman sagu yang berbunga dan berbuah dua kali atau lebih terdiri atas M filarae Mart dan M elatum Mart. Pada wilayah Indonesia bagian timur, sagu memiliki banyak jenis yang ditentukan berdasarkan ada tidaknya duri, panjang duri, banyaknya duri, tingkat kelenturan duri, panjang daun, lebar daun, warna daun dan rasa sagunya. (LubisdalamDjumadi 1989)

Jenis sagu berbunga sekali umumnya banyak dibudidayakan karena banyak mengandung pati sagu dibanding dengan yang berbuah dua kali. Saat ini terdapat sagu hasil persilangan dari spesies yang ada sehingga ditemukan jenis sagu yang lain. Persilangan tersebut terjadi secara alamiah yang terjadi dalam waktu yang lama. Pengarahan persilangan untuk tanaman sagu belum banyak dilakukan karena sulit untuk menyilangkan tanaman sagu.

Pembiakan Sagu

(19)

Gambar 1. Rumpun sagu (Flach, 1983)

Pembiakan generatif tanaman sagu mengunakan biji hasil fertilisasi, se-dangkan pembiakan vegetatif mengunakan anakan yang keluar dari pangkal ta-naman induk. Saat ini, pembiakan secara vegetatif banyak dilakukan, karena lebih efisien dan tidak lama dalam pengadaannya. Pembiakan sagu mengunakan anakan telah berkembang lebih pesat dibanding dengan cara generatif.

Pembiakan secara generatif masih belum banyak dilakukan karena benih sagu belum tentu dapat berkecambah dengan baik. Benih sagu dikumpulkan dari buah yang sudah tua atau telah matang. Buah didapat dari tanaman sagu yang telah berumur 10-12 tahun. Benih tersebut dikecambahkan, lalu setelah 2 bulan dipindahkan ke persemaian. Pembiakan dengan benih umumnya dilakukan seba-gai hasil dari proses persilangan dari beberapa jenis sagu. Benih hasil persilangan menjadi suatu jenis baru yang memiliki sifat yang berbeda.

(20)

Bibit sagu dibedakan berdasarkan bentuk dari bibit sagu tersebut dan tem-pat keluarnya anakan. Berdasarkan bentuk anakan, datem-pat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu keladi, tapal kuda dan bentuk ‘L’.Bentuk keladi merupakan anakan dengan posisi banir lurus dengan pucuk dan pelepah daun.Tapal kuda merupakan bentuk anakan dengan banir dan pucuk daun membentuk Sudut 90° sampai 180° dan bentuk ‘L’ merupakan bibit denganbanir dan pucuk membentuk Sudut ± 90°

Bibit sagu berdasarkan tempat tumbuhnya dibedakan menjadi anakan aerial dan basal. Anakan aerial adalah anakan yang tumbuh atau keluar dari ba-tang yang terdapat di atas permukaan tanah. Anakan jenis aerial, banir dan akar-nya dapat dilihat. Anakan basal adalah anakan yang tumbuh di bawah permukaan tanah dan banir tidak dapat dilihat.

Bobot bibit mempengaruhi pertumbuhan bibit selama di persemaian. Pada saat awal persemaian, jumlah dan ukuran daun bibit sagu masih sangat minim, oleh karena pati dalam banir diperlukan untuk pembentukan daun saat persemai-an. Pati tersebut berasal dari banir bibit sagu (WahiddalamBintoro.,et al.2008).

(21)

Waktu dan Tempat

Kegiatan magang ini dilakukan selama enam bulan, dimulai dari 18 Febu-ari 2010 sampai 18 Agustus 2010. Kegiatan magang bertempat di perkebunan sagu PT. National Sago Prima, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Metode Magang

Metode yang dilakukan meliputi metode langsung dan tidak langsung. Me-tode langsung yaitu kegiatan yang dilakukan berupa kegiatan teknis di lapang. Pelaksanaan kegiatan teknis budidaya yaitu dengan mengikuti seluruh kegiatan sebagai pakerja dan pengawas. Kegiatan teknis di lapang yang diikuti seperti pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Kegiatan teknis lapang dilakukan dengan terlebih dahulu mendapatkan instruksi dan arahan dari asisten divisi dan mandor. Seluruh teknis kegiatan magang yang dilakukan berdasarkan prosedur kerja yang diterapkan oleh perusahaan.

Pelaksanaan metode langsung dengan mengikuti kegiatan teknis budidaya dan memperoleh data primer. Data primer didapat setelah melaksanakan langsung seluruh kegiatan magang. Data primer berupa prestasi kerja dan hambatan yang terjadi selama kegiatan. Data primer akan dibandingkan dengan standar kerja yang berlaku di perusahaan.

Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan melakukan studi pustaka yang ada di perusahaan, diskusi dan wawancara kepada karyawan yang ada di per-usahaan. Kegiatan tersebut dilakukan baik saat jam kerja maupun di luar jam kerja para karyawan. Data yang didapat dari kegiatan tersebut berupa data sekunder yakni informasi tentang perusahaan. Informasi tersebut antara lain sejarah perusa-haan, lokasi, kondisi kebun, iklim, ketenagakerjaan dan informasi administrasi.

(22)

lebih lanjut mengenai kriteria bibit yang baik digunakan dalam persemaian, dilakukanlah suatu percobaan penyeleksian bibit selama di persemaian.

Percobaan ini mengunakan tiga faktor sebagai kombinasi percobaan, anta-ra lain jenis Sagu, tinggi pohon tnduk dan bobot bibit sagu. Jenis sagu yang digunakan antara lain sagu berduri (S1) dan sagu tidak berduri (S2). Pohon induk sagu yang digunakan dibedakan menjadi 3 kelompok tinggi pohon induk dan satu induk yang sudah dipanen, antara lain tinggi pohon induk 3,3–4,6 m (T1), 4,6– 6,6 m (T2), > 6,6 m (T3) dan Induk sudah dipanen (T4). Bobot yang digunakan antara lain bobot 0,5–1,5 kg (B1), bobot 2 - 3 kg (B2) dan bobot 3,5 – 4.5 kg (B3). Alat yang digunakan yaitu meteran, gunting atau golok, rakit persemaian, dan timbangan. Bahan yang digunakan adalah anakan sagu, pestisida, fungisida (Dithane M-45) dan label percobaan.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak-Petak Terbagi (Split-Split Plot) dimana Jenis sagu menjadi petak utama, tinggi pohon indukan menjadi anak petak dan bobot bibit menjadi anak-anak petak. Pada percobaan ini terdapat 24 kombinasi perlakuan dan 3 ulangan. Setiap kombinasi percobaan terdiri atas 10 bibit sagu. Percobaan ini mengunakan 720 bibit sagu yang diamati semua bibitnya. Percobaan dilakukan di dalam kanal dengan mengu-nakan rakit. Penyusunan letak abut dalam rakit yang sesuai dengan rancangan dapat dilihat dalam Lampiran 1.

(23)

11. Peubah yang diamati selama pengamatan antara lain Prosentase bibit hidup, jumlah daun, panjang daun 1, 2, 3 dan jumlah anak daun 1, 2, 3.

Analisis Data

Data yang didapat selma kegiatan magang baik data primer maupun data sekunder selanjutnya dianalisis dengan metode analisis deskriptif, yaitu pemapar-an data hasil kegiatpemapar-an magpemapar-ang ypemapar-ang menggambarkpemapar-an seluruh kegiatpemapar-an ypemapar-ang dila-kukan. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan standar kerja yang dimiliki oleh perusahaan.

(24)

Sejarah Kebun

PT. National Sago Prima dulu bernama PT National Timber and Forest Product. PT National Timber and Forest Product merupakan anak perusahaan PT. Siak Raya Group yang didirikan pada 4 September 1970 dan berkedudukan di Provinsi Riau. PT. National Timber and Forest Product mendapatkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) berdasarkan SK Menteri Pertanian No.135/ KPTS/ UM/3/1974 pada tanggal 14 Maret 1974 dengan luas areal 100 000 ha. PT. Natio-nal Timber and Forest Product mendapatkan ijin untuk membangun HTI Murni sagu di Hutan Teluk Kepau Kec. Tebing Tinggi Kab. Bengkalis Propvinsi Dati I Riau seluas 19.900 ha selama 20 tahun sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. 1083/ MENHUT-IV/1995 Tanggal 24 Juli 1995.

Pada tahun 1995, PT. National Timber and Forest Product mengajukan Izin Penebangan Kayu (IPK) dengan SK No.17/KTPS/HUT/1996. PT. National Timber and Forest Product mendapatkan IPK dengan syarat harus menanami lagi dengan Hutan Tanaman Industri seperti sagu (Metroxylonspp), tanaman unggulan setempat seperti Geronggang (Cratoxylonspp), tanaman kehidupan seperti kelapa (Cocos nucifera Linn.) dan mempertahankan hutan konservasi seluas 10% dari luasan yang diajukan. PT. National Timber and Forest Product mengajukan Rencana Kerja Tahunan (RKT) pada Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkalis.

PT. National Timber and Forest Product mengajukan Izin Usaha Pemanfa-atan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) berdasarkan surat permohonan Direk-tur Utama PT. National Timber and Forest Product No. 48/NTI/HPH-D/IX/1993 pada tanggal 6 September 1993 dan No. 135/NT/HTI-D/XII/2004. Pada tahun 2008, PT. National Timber and Forest Product mendapatkan Izin Usaha Pemanfa-atan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.353/MENHUT-II/2008. Luas wilayah PT. National Timber and Forest Product berdasarkan SK Menteri Kehutanan no.353/MENHUT-II/2008 seluas 21 620 Ha. Areal yang baru digunakan seluas 12 000 Ha.

(25)

No. SK 380/MENHUT-II/2009 Tanggal 25 Juni 2009. PT. National Sago Prima merupakan bagian dari Sampoerna Biofuel yang merupakan perusahaan yang akan mengembangkan biofuel dari berbagai komoditas. PT. Sampoerna Agro membeli seluruh saham perkebunan sagu tersebut.

Letak Geografis dan Administrasi

PT. National Sago Prima secara geografi terletak pada 0032’ –1008’ LU dan 101043’ – 103008’ BT. Secara administratif terletak di Desa Kepau Baru, Desa Teluk Buntal, Desa Sungai Tohor Desa Tanjung Gadai, Desa Tanjung Sari, Desa Kayu Ara, dan Desa Sungai Pulau, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau (Lampiran 2). Lokasi PT National Sago Prima berbatasan dengan PT. Lestari Unggul Makmur di Utara, dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Tanjung Gadai di Timur, dengan Desa Teluk Buntal dan Kampung Baru di Selatan dan PT. Unisraya di Barat.

Keadaan Iklim, Tanah dan Topografi

Wilayah perkebunan PT. National Sago Prima termasuk dalam wilayah hutan hujan tropis dengan curah hujan berkisar pada 2.200 mm/ tahun. Intensitas sinar matahari cukup tinggi, dan hari hujan tiap bulan antara 7-13 hari dengan intensitas curah hujan berkisar 16-17 mm/hari. Menurut Schmidt dan Fergusson (1951), areal PT. National Sago Prima termasuk type B dengan Q = 33,3 % (NTFP, 1997).

(26)

Latar Belakang Pengusahaan Perkebunan Sagu

Sagu merupakan penghasil karbohidrat yang merupakan sumber energi bagi manusia. Sagu yang merupakan tanaman asli Indonesia sudah lama dikenal dan dimanfaatkan patinya oleh sebagian masyarakat, salah satunya di daerah pesisir timur pulau Sumetera. Selain sebagai bahan makan pokok, sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri seperti bioetanal, lem dan plastik

Lahan gambut yang terdapat di Provinsi Riau terdapat pada bagian pesisir Timur dari wilayahnya. PT. National Sago Prima yang terletak di Pulau Tebing Tinggi, hampir seluruh wilayahnya merupakan tanah gambut dengan kedalaman berkisar antara 3-5 m. Pengusahaan lahan gambut untuk perkebunan sawit saat ini dilarang sedangkan untuk perkebunan sagu masih diperbolehkan.

Pemberian Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri (PHPHTI) bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kawasan hutan yang kurang produktif, mendu-kung industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan devisa, melestarikan lingkungan hidup melalui konservasi hutan serta memperluas lapangan kerja dan usaha. Lahan gambut atau rawa gambut menghasilkan gas CO2yang cukup tinggi.

Jika penebangan hutan dilakukan tanpa penanaman kembali akan menbuat gas CO2 akan menguap dan menjadi penyebab Global Warming. Sagu memiliki

kemampuan menyerap karbon dalam bentuk CO2 paling tinggi dibandingkan

dengan tanaman perkebunan lain. Hal tersebut karena dalam satu rumpun sagu terdapat banyak anakan yang memiliki kemampuan untuk menyerap CO2.

Berda-sarkan alasan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka PT. NTFP mengem-bangkan Hutan Tanaman Industri sagu yang saat ini beralih kepemilikannya pada PT. Nasional Sago Prima.

Kondisi Pertanaman

(27)

Jenis sagu yang ada di PT. National Sago Prima adalah jenis sagu yang memiliki duri seperti sagu tuni (Metroxylon rumphii Mart.) dan Sagu Ihur (Metroxylon sylvester Mart.), dan sagu tak berduri yaitu sagu Molat (Metroxylon sagusRotb.). Selain jenis sagu tersebut, terkadang dijumpai sagu yang memiliki duri yang sangat jarang atau sangat sedikit, sagu tersebut dikenal dengan sagu Sangka.

Sagu yang ditanam memiliki jarak tanam 15 m x 15 m, 10 m x 10 m, 9 m x 9 m atau 8 m x 8 m. Tiap blok terdapat 100-125 baris tanaman sagu, bergantung pada jarak tanam yang digunakan. Jalur lorong atau jalur angkut dibuat dengan arah Utara-Selatan dengan panjang lorong ± 500 m. Satu lorong terdiri atas 2 baris tanaman sagu. Tiap baris tanaman terdapat 50-70 rumpun tanaman sagu bergan-tung pada jarak tanam yang digunakan.

Manajerial Kebun

PT. National Sago Prima memiliki struktur organisasinya berbentuk garis. Stuktur organisasi tersebut umumnya masih sederhana dan pembagian spesialisasi belum mendalam serta karyawan yang bekerja sedikit. Keunggulan sistem organisasi tersebut adalah instruksi langsung diberikan oleh seorang pimpinan secara jelas dan tegas karena rantai komando pendek. Komando dapat diterima hingga level bawah dengan jelas. Kelemahan sistem tersebut adalah adanya kepemimpinan tunggal sehingga keputusan diambil berdasarkan kemauan pribadi.

Garis komando merupakan garis hubungan kerja dengan pola perintah atau instruksi. Garis komando menghubungkan pola kerja antara pimpinan atau atasan sebagai pemberi instruksi terhadap bawahan yang menerima dan menjalankan instruksi. Garis koordinasi merupakan garis hubungan kerja dengan pola kerjasama dan koordinasi dari setiap pihak yang terhubung. Garis koordinasi menghubungkan pola kerja antara pihak yang memiliki kedudukan yang sama dalam stuktur organisasi. Pihak-pihak yang terhubung dengan garis koordinasi memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain untuk melaksanakan suatu tugas.

(28)

Support, Kordinator Asissten, bagian External dan KTU. Karyawan yang terma-suk dalam bagian tersebut bekerja dalam ruang lingkup pusat, artinya mereka bekerja dalam tingkat perusahaan secara keseluruhan.

PT. National Sago Prima membagi beberapa wilayah kerja mereka menjadi beberapa divisi. Setiap divisi dikepalai oleh seorang Asisten Divisi yang bertanggung jawab kepada General Manager dan Asisten Divisi dibawah kendali Koordinator Asisten. Setiap Asisten Divisi membawahi seorang Administratur, Mandor I dan Pengawas.

Sistem Ketenagakerjaan

PT. National Sago Prima memiliki beberapa tipe karyawan yang bekerja di bagian administasi dan bagian kegiatan lapang. Pembagian tersebut berdasarkan jabatan dan lama bekerja dalam perusahaan.

Karyawan Tetap

Karyawan tetap adalah karyawan yang tercatat dalam perusahaan sebagai karyawan dan bekerja tetap. Karyawan tetap mendapatkan berbagai tunjangan seperti tunjangan kesehatan. Jam kerja karyawan tetap mulai pukul 07.00 hingga pukul 16.00 dengan istirahat pukul 11.00 hingga 13.00. Karyawan tetap terdiri atas karyawan harian tetap dan karyawan bulanan tetap.

Karyawan harian tetap adalah karyawan tetap yang upah/gaji kerjanya dihitung berdasarkan jumlah hari mereka bekerja. Setiap hari kerja mereka mendapatkan upah sebesar Rp. 40.600,00. Jika terdapat hari libur mereka tidak mendapatkan upah. Karyawan harian tetap berbeda dengan karyawan harian lepas karena karyawan harian tetap memiliki keterikatan dengan perusahaan. Contoh karyawan harian tetap di PT. National Sago Prima adalah operatorSpeedboad.

(29)

Karyawan Kontrak

Karyawan kontrak adalah pekerja atau karyawan suatu kontraktor yang memiliki kerjasama kerja dengan PT. National Sago Prima. Karyawan kontrak mandapat upah dari kontraktor tempat mereka bekerja. Setiap kontraktor memiliki target kerja yang telah disepakati dengan perusahaan. Jika target tersebut tidak terpenuhi maka akan ada denda dari perusahaan kepada kontraktor. Setiap kontraktor diawasi oleh pengawas yang diutus dan merupakan karyawan perusahaan.

Karyawan kontrak biasanya mengerjakan perkerjaan seperti pengimasan, pembuatan lorong, weeding dan pembersihan kanal. Karyawan kontrak selama masa kerjanya tinggal di dalam lokasi kebun dengan fasilitas yang diberikan perusahaan. Jam kerja mereka tidak dapat ditetapkan oleh perusahaan asalkan pekerjaan mereka sesuai target yang telah disepakati.

Karyawan Harian Lepas

Karyawan harian lepas (KHL) adalah karyawan atau buruh perusahaan tidak tetap dan tidak memiliki keterikatan dengan perusahaan. Mereka menerima upah berdasarkan jumlah hari mereka kerja. Tiap hari kerja mereka mendapat upah Rp. 40.600,00. Mereka tidak mendapatkan berbagai tunjangan dari perusahaan. Jam kerja karyawan harian lepas mulai jam 06.30-14.30 dengan istirahat pukul 12.00-13.00.

(30)

Pembibitan Pengambilan Anakan Sagu (Sucker)

Anakan sagu merupakan bahan tanam yang dapat diperoleh dari dalam kebun (Inhouse) ataupun dari kebun masyarakat (Outsource). Anakan sagu yang dijadikan bibit harus memiliki beberapa kriteria. Bibit yang digunakan sebaiknya diambil dari pohon induk yang memiliki potensi produksi tinggi, bibit masih segar dengan pelepah yang masih hijau, bibit tua dengan ciri banir (bonggol) yang keras, pelepah dan pucuk yang masih hidup, perakaran yang cukup, panjang pelepah minimal 30 cm, dan tidak terserang hama serta banir berbentuk L (Bintoro, 2008). Anakan sagu yang dijadikan bibit diambil dari anakan yang berada di bawah permukaan tanah (Abut Basal) karena bekas luka pada pohon induk dapat tertutup tanah.

Gambar 2. Bentuk bibit sagu dari kiri kekanan ‘L’, Tapal Kuda, Keladi

(31)

Pengambilan anakan sagu untuk dijadikan bibit harus berdasarkan Stan-dard Operating Procedure(SOP) pengambilan anakan. Pada umumnya SOP pengambilan anakan adalah sebagai berikut :

a. Jarak anakan dari pohon induk minimal 0.5 m

b. Diameter pelepah anakan minimal 2,5-3,0 cm dengan tinggi pelepah kurang lebih 1 m

c. Anakan mudah digoyangkan

d. Anakan sudah matang secara fisiologis

e. Dari jumlah anakan yang memenuhi kriteria seperti tersebut diatas, disisakan 4 anakan yang tidak diambil

f. Bibit diambil dengan cara memotongnya tepat pada bagian sucker yang agak menyempit dan keras

g. Anakan yang sudah diambil dipotong pelepahnya sehingga tersisa kurang lebih 0.5 m

h. Anakan tersebut ditimbang bobotnya, anakan yang akan diambil sebagai bibit adalah yang mempunyai bobot 2–3 kg

i. Anakan dikumpulkan untuk kemudian dipelihara dalam persemai-an, berupa rakit-rakit pada kanal-kanal yang telah tersedia

(32)

Anakan yang akan dijadikan bibit merupakan anakan sagu pada tingkat semai. Anakan tingkat semai yaitu anakan sagu yang masih kecil yang memiliki batang bebas daun 0,0-0,5 m. Pada Gambar 3, anakan semai ditunjukan pada anakan nomor 5. Setiap satu rumpun sagu terdapat 1-3 anakan semai tergantung jenis sagu, usia rumpun dan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya.

Pengambilan abut dilakukan oleh tenaga borongan yang dikontrak oleh perusahaan. Prestasi kerja para pekerja borongan sebesar 0,75 menit/bibit dan dapat mengambil 70-80 abut per hari. Mahasiswa dapat mengambil abut dalam waktu 5-10 menit/bibit. Cepat lambatnya pengambilan anakan ditentukan oleh beberapa faktor seperti posisi banir dalam tanah, kondisi piringan dan ketersedia-an ketersedia-anakketersedia-an dalam satu rumpun.

Bibit sagu yang berasal dari masyarakat dibeli oleh PT. National Sago Prima dengan harga Rp.1900-2500 per abut. Bibit sagu tersebut dibeli dari masyarakat sekitar kebun seperti Teluk Kepau, Kampung Baru, Teluk Buntal, Kepau Baru dan Sungai Pulau. Kriteria bibit yang akan dibeli umumnya sama dengan kriteria bibit dari dalam kebun.

Persemaian Bibit Sagu

Persemaian bibit sagu yang digunakan oleh PT. National Sago Prima adalah persemaian sistem kanal. Fungsi dari persemaian pada bibit sagu adalah untuk menyeleksi antara bibit baik dan buruk. Bibit yang baik biasanya akan memiliki 2-3 daun, perakaran yang kuat, memiliki akar nafas dan tidak kerdil setelah disemai selama 3 bulan.

(33)

Gambar 4. Perendaman sucker ke dalam larutan fungisida .

Bibit yang telah siap semai disusun dalam rakit berukuran 3 m x 1 m dengan ketinggian rakit 30-40 cm. Rakit terbuat dari pelepah daun yang telah mengering. Bibit disusun rapat dalam rakit agar tidak tumbang. Satu rakit biasa-nya dapat memuat 70-90 abut yang berukuran 2-3 kg (Gambar 5). Banir bibit sagu yang disemai harus terendam air saat di rakit persemaian. Pucuk daun atau titik tumbuh daun tidak boleh terendam karena akan menyebabkan kematian bibit.

(34)

Lokasi persemaian yang ideal yaitu di daerah subkanal yang airnya mengalir. Pemilihan lokasi subkanal agar bibit tidak terganggu oleh aktivitas kebun (Transportasi dan panen) dan air mengalir agar sirkulasi udara dan hara dalam air lancar. Lokasi persemaian juga sebaiknya cukup ternaungi oleh tajuk atau kanopi tanaman sagu yang terdapat dipinggir blok penanaman. Lokasi yang ternaungi dapat mengurangi transpirasi bibit sagu.

Pelabelan Rakit

Bibit yang telah disemai dalam rakit harus diberi label pada tiap rakitnya. Pemberian label dimaksudkan agar data dan informasi tentang bibit dapat diketa-hui dan dikontrol. Tiap label terdiri atas data dan informasi bibit seperti nomor rakit, jumlah bibit, sumber bibit, tanggal semai dan perkiraan tanggal tanam.

Label yang digunakan dapat terbuat dari kertas atau kayu. Label dari kertas atau plastik diletakkan pada tepi rakit atau salah satu pelepah abut dalam rakit. Label dari papan kayu diletakkan pada rakit atau tiang tempat bersandar tali rakit. Label dari papan kayu biasanya lebih tahan lama dibanding label kertas, namun lebih sulit dan mahal pembuatannya (Gambar 6).

(35)

Penyulaman (Replanting)

PT. National Sago Prima saat ini sedang mengadakan kegiatan penyulam-an atau penyisippenyulam-an tpenyulam-anampenyulam-an. Penyulampenyulam-an tpenyulam-anampenyulam-an dilakukpenyulam-an karena pada tiap blok tanaman terdapat rumpun sagu yang mati. PT. National Sago Prima bekerja sama dengan PT. Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri (PKAA) untuk melaksanakan kegiatan penyulaman. Kegiatan penyulaman untuk saat ini baru terfokus pada Divisi 1, 2, 3 dan 4. Setelah keempat Divisi tersebut selesai, akan dilakukan penyulaman pada divisi yang lain. Kegiatan penyulaman tanaman yang dilakukan meliputi :

Persiapan Bahan Tanam

Bibit sagu yang digunakan untuk penyulaman adalah bibit sagu yang telah disemai minimal 3 bulan dan menunjukkan pertumbuhan yang baik di persemai-an. Pengunaan bibit yang baik dan sehat dilakukan agar pertumbuhan tanaman sagu baik dan normal serta menghasilkan anakan yang baik. Bibit yang sehat memudahkan perawatan dari serangan hama dan penyakit.

Bibit sagu yang telah disemai ± 3 bulan dipilih atau diseleksi lagi sebelum ditanam. Bibit yang normal dan sehat dipisahkan dari bibit yang abnormal dan terserang penyakit. Bibit yang normal dan baik memiliki 3-4 pelepah daun sehat, banyak akar baru yang muncul, banyak akar nafas dan daun berwarna hijau tua. Bibit yang terpilih kemudian dipotong daunnya hingga menyisakan ½ hingga 1/4

daun. Pemangkasan daun dilakukan untuk mengurangi respirasi saat bibit ditanam dan mempercepat pertumbuhan tunas baru.

Persiapan Lahan (Blok) Tanam

Persiapan lahan tanam harus dilakukan untuk memudahkan kegiatan penanaman. Persiapan lahan dilakukan 1 bulan sebelum kegiatan penyulaman atau penananaman berlangsung. Persiapan lahan untuk penyulaman meliputi Peman-cangan, pelorongan, pembuatan piringan, pengukuran muka air tanah dan pem-buatan lubang tanam.

(36)

mengali lubang pada 3 titik berbeda di setiap blok. Titik-titik yang digali adalah sisi pinggir kiri, tengah dan pinggir kanan pada tiap blok. Lubang digali hingga menyentuh air atau air keluar di dalam lubang. Tinggi muka air dihitung dengan mengunakan meteran dari permukaan air hingga permukaan tanah (Gambar 7).

Gambar 7. Pengukuran muka air tanah

Data hasil pengambilan muka air tanah kemudian diolah oleh bagian tata kelola air. Bagian tata kelola air memberikan rekomendasi blok mana yang sesuai untuk dilakukan penyulaman. Blok yang telah dipilih untuk disulam kemudian dilakukan pembersihan lorong. Pembersihan tersebut dilakukan untuk memudah-kan mobilitas saat melakumemudah-kan penanaman. Pembuatan lorong biasanya dilakumemudah-kan oleh karyawan kontrak dengan penentuan harga per hektar bergantung pada tingkat kesulitannya. Untuk blok dengan tingkat kesulitan sedang, pembuatan lorong dapat dilakukan sekitar 1 bulan per blok dengan jumlah pekerja 7-8 orang. Pembuatan lorong dilakukan dengan cara manual, yaitu menebas pakis, ranting, pelepah dan kayu yang melintang di tengah lorongan. Tiap satu lorong dikerjakan oleh satu orang. Lorong yang dibuat harus memiliki lebar 1.5–2,0 m.

(37)

sensus, tapi ada juga yang dilakukan secara terpisah. Batang pancang dapat berupa pelepah atau kayu yang telah diberi tanda. Jumlah pancang pada tiap baris merupakan jumlah tanaman sagu yang mati dan nantinya menjadi jumlah bibit yang akan disulam.

Pembuatan piringan dilakukan untuk membersihkan areal yang akan dita-nam dari gulma dan serasah. Pembuatan piringan berdasarkan lokasi pancang tiap baris. Pembuatan piringan memudahkan dalam pembuatan lubang tanam dan pemancangan. Piringan dibuat dengan 2 cara yaitu mekanis dan dengan penguna-an bahpenguna-an kimia.

Pembuatan piringan secara mekanis yaitu dengan melakukan penebasan pakis dan ranting dengan mengunakan parang. Daerah di sekitar pancang diber-sihkan. Piringan dibuat dengan jari-jari 1 m dari titik pancang dengan batas maksimal ketinggian gulma 5 cm dari permukaan tanah. Pembuatan piringan secara kimia dengan mengunakan larutan herbisida yang disemprotkan di sekeliling piringan. Pembuatan piringan dengan cara kimia jarang digunakan, karena dikhawatirkan bahan kimia yang digunakan akan tertinggal di tanah dan saat penanaman terserap oleh akar bibit sagu.

Pembuatan lubang tanam dilakukan setelah piringan bersih dan terdapat pancang dalam piringan. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan mengunakan parang dan cangkul. Pekerjaan pembuatan lubang tanam dilakukan oleh karyawan kontrak. Setiap pekerja mampu membuat 140-150 lubang tanam perhari. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 x 30 cm dengan kedalaman 30 cm atau hingga menyentuh permukaan air tanah. Pembuatan lubang tanam diawali dengan mencabut pancang dari areal tanam. Tanah dibelah dengan mengunakan parang berbentuk persegi untuk memudahkan dalam pengalian. Tanah tersebut digali dengan mengunakan cangkul. Setelah selesai lubang diberi pancang lagi.

Penanaman Anakan Sagu

(38)

Gambar 8. Penanaman bibit sagu

Bibit ditanam dengan posisi banir menghadap arah baris pohon. Bibit dita-nam hingga menyentuh dasar tanah yang berair. Bibit kemudian diberi sampiang, yaitu dua buah kayu yang ditancapkan menyilang untuk menjaga agar bibit tetap tegak. Bibit ditutup dengan tanah bekas galian dengan batas tanah tidak boleh menutupi titik tumbuh. Tiap orang dapat menanam bibit 80-100 bibit perhari.

Pemeliharaan

Pemiliharanan perkebunan sagu merupakan kegiatan rutin yang harus dijalankan agar produktivitas tanaman tetap terjaga. Pemeliharaan tanaman sagu sebenarnya tidak terlalu intensif karena sagu merupakan tanaman hutan. Sagu dapat bersaing dengan tanaman lain disekitarnya jika telah dewasa, jadi pemeliharaan yang lebih intensif diperuntukan untuk sagu yang baru ditanam hingga usia minimal 2 tahun. Pemeliharaan dalam perkebunan sagu meliputi pengendalian gulma, hama dan penyakit, penjarangan anakan dan pengelolaan air.

Pengendalian Gulma

(39)

perawatan tanaman. Pengendalian gulma tidak perlu hingga keadaan gulma 0 %. Pengendalian gulma cukup hingga batas ambang ekonomi tanaman dan tanaman sagu dapat bersaing dengan gulma.

PT. National Sago Prima menerapkan 2 cara dalam pengendalian gulma yaitu pengendalian secara mekanis dan kimia. Keduanya memiliki keuntungan dan kerugian baik dari segi waktu, biaya maupun pengaruhnya terhadap pertum-buhan sagu itu sendiri. Pengendalian secara mekanis atau manual dilakukan dengan cara membabat gulma. Gulma yang ada di sekitar piringan dan lorongan ditebas dengan mengunakan parang. Gulma dibersihkan dari piringan hingga batas 5 cm dari permukaan tanah dengan jari-jari piringan 1,5 – 2,0 m dari rumpun sagu. Pengendalian gulma dipiringan bertujuan untuk memberikan ruang untuk anakan sagu agar tumbuh optimal dan mempermudah dalam kegiatan pemupukan. Penebasan lorong dilakukan untuk mempermudah mobilisasi pupuk, penyulaman maupun kegiatan sensus.

Pengendalian gulma secara kimia mengunakan herbisida. Herbisida yang digunakan adalah herbisida kontak dengan bahan aktif paraquat dan herbisida sistemik dengan bahan aktif metilsulfuron. Dosis yang digunakan yaitu 62.5 g metilsulfuron/ ha dan 1,5 l paraquat/ha, dengan volume semprot 400 l/ ha. Penyemprotan mengunakan alat Knapsack Sprayer dengan warna nozel semprot biru. Penyemprotan dilakukan oleh tenaga karyawan harian lepas. Penyemprotan dilakukan dengan terlebih dahulu pembuatan larutan dengan sesuai dosis. Penyemprotan dilakukan pada sekitar piringan dan lorong. Tinggi nosel seprot ke permukaan tanah 30 cm. Penyemprotan dilakukan dengan berjalan secara perla-han.

(40)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama yang menyerang tanam sagu yang ada di PT. National Sago Prima adalah kumbangOryctes rhinocerosL., belalang (Sexava), ulat api, kera dan babi hutan. Penyakit yang menyerang salah satunya karat daun. Umumnya pengendali-an hama dpengendali-an penyakit belum maksimal dpengendali-an belum menemukpengendali-an metode ypengendali-ang tepat. Sampai saat ini PT. National Sago Prima masih mencari cara terbaik mengendali-kanya. Pemeliharaan kebersihan perkebunan menjadi kunci dalam pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara mekanis, biologis, kimiawi dan sanitasi lingkungan (Harsanto, 1986 dalam

Bintoroet al., 2010).

Pengelolaan Air

Dalam suatu pengelolaan perkebunan sagu, pengelolaan tata air merupa-kan hal penting yang harus diperhatimerupa-kan terutama di lahan gambut. Ketersediaan air dibutuhnkan dalam pertumbuhan sagu. Lahan gambut memiliki laju kehilang-an air skehilang-angat cepat. PT. National Sago Prima membuat sistem kkehilang-anal-kkehilang-anal di lahkehilang-an perkebunan yang dimiliki.

PT. National Sago Prima memiliki kanal-kanal air yang memisahkan tiap blok. Kanal tersebut berfungsi sebagai sarana transportasi, jalur panen, menjaga ketersediaan air dan menjadi sumber air jika terjadi kebakaran. Terdapat tiga jenis kanal yang ada di PT. National Sago Prima yaitu kanal utama, subkanal (kanal cabang) dan kanal kolektor. Kanal utama berfungsi sebagai jalur transportasi dan jalur panen dengan lebar kanal utama ± 5 m dengan kedalaman ± 4 m. Subkanal berfungsi sebagai sarana transportasi bibit, tual dan sebagai barier jika terjadi kebakaran. Subkanal memiliki lebar 2-3 m dengan kedalaman 2-3 m. Kanal kolektor berfungsi sebagai penghubung antara kanal utama dan subkanal. Kanal kolektor memiliki lebar sekitar 3 m dengan kedalaman 2-3 m.

Kegiatan pencucian kanal dilakukan untuk membersihkan kanal dari sampah yang dapat menghambat aliran air dan membuat kanal menjadi dangkal. Kegiatan pencucian kanal mengunakan alat berat berupa excavator. Excavator

(41)

Pencucian kanal rutin dilakukan untuk menjaga kebersihan kanal dan kelancaran aliran air.

Pencucian kanal dilakukan oleh tenaga kontraktor. PT. National Sago Prima menyewa alat berat dan operatornya dalam kegiatan pencucian kanal. Satu alat berat biasanya dioperasikan oleh seorang operator dan dibantu seoarang

helper. Pengawasan dilakukan oleh PT. National Sago Prima dengan mengutus seorang pengawas untuk setiap satu alat berat. Hal ini dilakukan agar target yang telah disepakati dapat tercapai. Dalam satu hari satu alatexcavatordapat mencuci kanal sepanajang 180-200 m. Jam kerja alat 10 jam/hari dengan biaya sewa perjam Rp. 400.000,00.

Ketersediaan air dalam kanal perlu dijaga dari kekeringan dan kebanjiran. PT. National Sago Prima memiliki beberapa DAM dan pintu air yang terhubung langsung ke laut untuk mengatur ketersediaan air dalam kanal. Untuk mengetahui tinggi muka air kanal PT. National Sago Prima memasang alat water level

dibeberapa titik. Pengecekanwater level secara rutin dilakukan untuk mengetahui tingkat permukaan air kanal yang tersedia.

Penjarangan anakan

Penjarangan anakan adalah kegiatan pembuangan anakan secara selektif pada tiap rumpun sagu. Penjarangan anakan dilakukan untuk mengatur letak atau posisi anakan dan pohon induk agar tidak terjadi persaingan (Bintoro., et al

2010). Menurut Bintoro., et al (2010) anakan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu anakan untuk bibit, anakan calon induk dan anakan dibuang. Anakan yang dibuang adalah anakan yang tidak digunakan sebagai bibit maupun sebagai anakan calon induk. Anakan tersebut dibuang untuk mengatur pertumbuhan pohon induk.

(42)

keberlangsung-an hidup rumpun sagu. Pekerja dapat melakukkeberlangsung-an penjarkeberlangsung-angkeberlangsung-an keberlangsung-anakkeberlangsung-an 20-30 rumpun per hari bergantung dari kondisi rumpun dan medan yang ada.

Sensus Tanaman

Sensus merupakan kegiatan pendataan tanaman yang ada di lapang. Ke-giatan sensus dimaksudkan untuk mengetahui secara pasti keadaan tanaman yang nantinya digunakan sebagai bahan evaluasi perusahaan. Kegiatan sensus dilaku-kan setiap tahun sekali. Pada tahun 2010, PT. National Sago Prima melakudilaku-kan dua jenis sensus yaitu sensus hidup-mati dan sensus panen atau produksi.

Sensus Hidup-mati

Sensus hidup-mati merupakan kegiatan sensus atau pendataan persentase tanaman hidup atau mati. Data sensus hidup-mati digunakan sebagai data acuan dalam menentukan jumlah bibit yang diperlukan untuk menyulam suatu blok. Sensus dilakukan terhadap semua blok pada tiap divisi. Data sensus hidup-mati diambil dengan cara menyensus 50 % dari total baris tanaman dalam tiap satu blok. Sensus dapat dilakukan sendiri tiap tim jika blok atau lorong cukup bersih. Sensus dilakukan 2 orang jika lorong masih banyak kayu, ranting dan pelepah yang melintang di tengah lorong. Jika terdapat 2 orang dalam 1 team, satu orang bertugas sebagai pencatat sensus dan satu orang lagi sebagai perintis jalan.

Tiap tim masuk dalam lorong yang telah ditentukan ketua regu. Lorong yang telah disensus, kemudian diberi tanda berupa pelepah atau batang kayu pada ujung lorong. Pencatatan dalam sensus hidup mati meliputi nama blok, arah sensus, no baris, no pancang serta jumlah tanaman hidup dan mati. Karyawan per-usahaan dapat menyensus 4-8 lorong perhari tergantung pada kondisi kebersihan blok yang disensus. Untuk mahasiswa dalam satu hari dapat menyensus 3-6 lorong (1 lorong = 2 baris tanaman).

Sensus Produksi

(43)

hasil panen dapat dilihat dari tinggi tanaman, sedangkan prediksi waktu panen dilihat dari tinggi tanaman dan fase tanaman yang ada di lapang.

Sensus dilakukan dengan mengambil data sensus 50 % dari total baris tanaman dalam satu blok. Sensus produksi dalam teknis pelaksanaanya sama dengan sensus hidup-mati hanya data yang dicatat yang berbeda. Data yang dicatat meliputi tinggi tanaman dengan interval (0,00– 2,61 m), (2,61– 3,48 m), 3,34– 4,35 m), (4,35–5,22 m) (5,22– 6,09 m), dan (> 6,09 m). Fase pada induk sagu yang dicatat meliputi fase nyorong dan berbunga. Anakan yang dicatat adalah anakan yang memiliki bobot 3–5 kg, 5–10 kg dan > 10 kg.

(44)

Kegiatan teknis budidaya tanaman sagu meliputi, persiapan lahan, pembi-bitan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Kegiatan budidaya yang menja-di fokus PT. National Sago Prima saat ini adalah pembibitan dan penyulaman. Ke-dua kegiatan tersebut menjadi fokus kerja PT. National Sago Prima karena seba-gian besar blok-blok pertanaman memiliki persentase kehidupan yang rendah. Data prosentase sensus tanaman didapat setelah PT. National Sago Prima melaku-kan kegiatan sensus bersama pada tahun 2009 yang meliputi seluruh areal pertanaman sagu yang dimiliki. PT. National Sago Prima dalam melaksanakan kegiatan pembibitan dan penanaman bekerja sama dengan PT. Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB.

Pemeliharan rumpun sagu yang dilakukan PT. National Sago Prima meli-puti pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pengelolaan air dan penjarangan anakan. Pemeliharaan rutin dilakukan untuk menjaga produktivi-tas rumpun, baik produksi pati sagu maupun anakan sagu.

Pengendalian gulma dilakukan dengan dua cara, yaitu kimia dan mekanis. Pengendalian secara kimia mengunakan herbisida dengan dosis yang digunakan yaitu 62.5 g metilsulfuron/ ha dan 1.5 l paraquat/ ha, dengan volume semprot 400 l/ ha. Pengendalian secara mekanis mengunakan tenaga pekerja dengan menebas gulma yang ada di lorongan dan piringan. Pengendalian gulma dilakukan jika populasi gulma tersebut telah melewati batas ambang ekonomi. Batas ambang ekonomi yaitu batas penentuan tidakan pengendalian saat biaya kehilangan produksi panen lebih besar dibandingkan biaya pengendalian gulma tersebut. Pengendalian gulma sebaiknya tidak dilakukan hanya sampai batas ambang ekonomi karena gulma dapat membantu menjaga kelembaban lahan.

(45)

FerrugineusOliver) yang menyerang batang sagu. Ulat sagu merupakan larva dari kumbang ulat sagu. Kumbang tersebut meletakkan telurnya di banir anakan atau batang sagu yang terluka.

Pembibitan merupakan kegiatan pengadaan bahan tanam untuk kegiatan penyulaman atau penanaman. Pembibitan sagu dilakukan dengan cara mengambil anakan sagu yang kemudian disemai. Sistem persemaian yang banyak digunakan dan dianggap paling efisien adalah sistem pesemaian kanal. Anakan sagu yang akan dijadikan bibit oleh PT. National Sago Prima adalah anakan yang memiliki bobot minimal 2-4 kg yang diambil dari rumpun yang sudah pernah dipanen dan banirnya berbentuk L. Anakan sagu yang akan dijadikan bibit hendaknya memi-liki keragaman yang sama. Namun untuk mrncari bibit yang seragam sangat sulit dilakukan karena ketidakseragaman pertumbuhan pada tiap rumpun sagu mem-buat ketidakseragaman anakan yang dihasilkan.

Rumpun sagu yang ada di PT. National Sago Prima sebagian besar baru satu kali mengalami pemanenan, sebagian lagi belum pernah dipanen dan hanya sebagian kecil rumpun yang dipanen lebih dari satu kali. Anakan sagu yang diperlukan untuk dijadikan bibit sagu jika berdasarkan pada kriteria rumpun yang sudah dipanen, sedikit yang tersedia di kebun. PT National Sago Prima memerlukan bibit sagu yang sangat banyak dalam kegiatan penyulaman. PT. National Sago Prima dan PT. Prima Kelola membeli bibit dari masyarakat sekitar untuk menutupi kebutuhan jumlah bibit sagu. Rumpun sagu yang dimiliki masyarakat umumnya berumur lebih dari 15 tahun dan sudah dipanen lebih dari satu kali.

Persemaian bibit sagu segera dilakukan setelah bibit telah dipangkas dan direndam larutan fungisida. Anakan yang telah dipisahkan dari induknya sebaiknya segara disemai. Bibit yang terlalu lama dibiarkan dan tidak disemai akan mengalami penurunan daya hidup. Penurunan daya hidup disebabkan bibit tersebut mengalami kekurangan air karena bibit sagu berespirasi. Bibit sagu yang tidak segera disemai akan diserang hama seperti ulat sagu (R. Ferrugineus

(46)

Persemaian dilakukan minimal 3 bulan atau setelah bibit mengeluarkan 3 daun dan akar nafas. Persemain bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan vegetatif dan sebagai seleksi terhadap bibit yang akan ditanam. Selama di persemaian bibit mendapatkan hara dari air kanal, untuk itu kebersihan dari cendawan dan sirkulasi yang baik harus dijaga di subkanal yang menjadi tempat pembibitan.

Seleksi Bibit Berdasarakan Jenis, Tinggi Pohon Induk dan Bobot Bibit Sagu Selama di Persemaian

Hasil

Anakan sagu (Abut) merupakan bahan tanam yang digunakan untuk perbanyakan vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif akan menghasilkan anakan yang memiliki kesamaan secara fenotif dan genotif dengan induknya. Sagu yang berasal dari anakan sagu akan menghasilkan produktivitas pati sagu sama dengan induknya, baik kualitas maupun kuantitas. Pengunaan anakan sagu sebagai bahan perbanyakan sering dilakukan karena ketersediaan bibit untuk perbanyakan lebih banyak tersedia dibandingkan dengan mengunakan benih generatif. Benih genera-tif sulit didapat karena umumnya pohon sagu dipanen sebelum membentuk buah.

Pembibitan sagu yang dilakukan selama ini dengan sistem kanal memiliki presentase bibit hidup antara 70-90 %, baik selama masa persemaian maupun setelah ditanam di lahan. Presentase bibit hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cuaca, hama penyakit dan kondisi bibit. Kondisi bibit saat persemaian bergantung pada karakteristik bibit. Seleksi bibit yang baik berdasarkan pada pertumbuhan vegetatif bibit selama di persemaian.

(47)

3

5

Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh jenis sagu (S), tinggi indukan sagu (T), bobot bibit (B), interaksi SxT, SxB, TxB dan SxTxB terhadap prosentase kehidupan bibit, jumlah daun, panjang daun 1, panjang daun 2, panjang daun 3, jumlah

anak daun 1, jumlah anak daun 2 dan jumlah anak daun 3.

Peubah Minngu S (T) (B) S x T S x B T x B S x T x

(48)

3

6

Peubah Minngu S (T) (B) S x T S x B T x B S x T x

B KK(S) KK(T) KK(B)

Panjang Daun 1

1 tn tn tn tn * * * 17,84 37,54 40,29

2 tn tn tn tn * * * 13,83 41,32 33,14

3 tn tn tn tn * * * 20,38 39,30 30,70

4 tn tn tn tn tn tn tn 25,71 40,19 30,80

5 tn tn tn tn tn tn tn 27,88 38,80 28,40

6 tn tn tn tn tn tn tn 36,31 38,70 28,18

7 tn tn tn tn tn tn tn 41,54 39,96 27,79

8 tn tn tn tn tn tn tn 42,52 41,02 27,67

9 tn tn tn tn tn tn tn 46,38 41,93 27,38

10 tn tn tn tn tn tn tn 48,62 43,33 27,41

11 tn tn tn tn tn tn tn 52,01 43,74 27,58

Panjang Daun 2

1 tn tn tn tn tn tn * 27,26 50,62 24,20

2 tn tn tn tn tn tn * 133,73 158,55 103,50

3 tn tn tn * tn tn * 135,24 77,15 75,64

4 tn tn tn * tn tn * 96,08 64,64 64,19

5 tn tn tn * tn tn tn 77,31 49,00 55,80

6 tn tn tn * tn tn tn 53,89 36,05 50,12

7 tn tn tn tn tn tn tn 47,71 33,64 44,91

8 tn tn tn tn tn tn tn 44,60 31,40 41,35

9 tn tn tn tn tn tn tn 38,36 28,70 39,54

10 tn tn tn tn tn tn tn 31,76 27,23 37,16

11 tn tn tn tn tn tn tn 26,51 25,73 35,03

(49)

3

7

Peubah Minngu S (T) (B) S x T S x B T x B S x T x

B KK(S) KK(T) KK(B)

Panjang Daun 3

1 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

2 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

3 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

4 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

5 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

6 tn tn tn tn tn tn * 23,57 20,10 21,02

7 tn tn tn tn tn tn * 34,18 26,05 27,94

8 tn * tn tn tn tn * 20,49 71,24 55,32

9 tn * tn * tn * * 26,80 63,52 49,58

10 tn tn tn * tn * * 44,36 64,26 49,70

11 tn tn tn * tn * * 47,10 64,08 47,11

Jumlah Anak Daun 1

1 tn tn tn * tn * * 99,73 36,99 50,63

2 tn tn tn * tn * * 137,47 39,26 44,62

3 tn tn tn * tn * * 107,11 35,32 44,90

4 tn tn tn * tn * * 79,58 43,46 37,41

5 tn tn tn * tn * * 59,07 40,63 38,61

6 tn tn tn * tn * * 50,75 39,62 37,77

7 tn tn tn * tn * * 49,64 41,31 37,51

8 tn tn tn * tn * * 37,83 40,57 36,65

9 tn tn tn * tn * * 36,81 40,98 37,57

10 tn tn tn * tn * * 38,60 39,94 37,70

11 tn tn tn * tn * * 37,13 39,50 37,53

(50)

3

8

Peubah Minngu S (T) (B) S x T S x B T x B S x T x

B KK(S) KK(T) KK(B)

Jumlah Anak Daun 2

1 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

2 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

3 tn tn tn * tn tn tn 23,83 32,91 31,33

4 tn tn tn * tn * * 5,13 48,40 35,26

5 tn tn tn * tn * * 56,90 58,12 45,45

6 tn tn tn * tn * * 71,35 60,63 48,23

7 tn tn tn * tn * * 35,71 44,51 50,25

8 tn tn tn * tn * * 28,62 41,48 44,70

9 tn tn * * tn * * 3,73 37,30 37,74

10 tn tn * * tn * * 20,87 30,87 30,82

11 tn tn tn * tn * * 44,92 22,48 26,83

Jumlah Anak Daun 3

1 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

2 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

3 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

4 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

5 tn tn tn tn tn tn tn 0 0 0

6 tn tn tn tn tn tn tn 13,83 18,79 17,68

7 tn tn tn tn tn tn * 13,83 18,79 17,68

8 tn tn tn tn tn tn * 24,10 18,51 20,06

9 tn tn tn tn tn tn * 29,47 29,98 28,48

10 tn tn tn tn tn * * 27,45 36,04 29,89

11 tn tn tn tn tn * * 47,16 51,81 42,63

(51)

Persentase Bibit Hidup

Persentase bibit hidup merupakan jumlah bibit hidup di persemaian dari minggu ke-1 hingga minggu ke-11 pengamatan. Pada Tabel 2, ketiga faktor memberikan pengaruh nyata terhadap presentase bibit hidup dari minggu ke-1 hingga minggu ke-11. Pada perlakuan S2T2B2, persentase bibit hidup mencapai 100% dari minggu ke-1 hingga minggu ke-11. Perlakuan S2T2B2 merupakan perlakuan dengan bibit dari jenis tidak berduri (S2), tinggi induk 4,6 m-6,6 m (T2) dan bobot bibit 2-3 kg (B3) (Tabel 2). Perlakuan jenis sagu berduri, tinggi pohon induk 3,3 m-4,6 m dan bobot bibit 3,5-4,5 kg (S1T1B3), memiliki persentase bibit hidup terendah dengan 46,7%. (Tabel 2).

Pada jenis sagu berduri (S1) dengan tinggi pohon induk 3,3-4,6 m (T1), bobot bibit yang memberikan persentase bibit hidup terbesar adalah bobot bibit 0,5-1,5 kg (B1). Perlakuan S1T1B1 memiliki pesentase bibit hidup sebesar 76,7 % pada minggu ke-11. Bibit dengan bobot 3,5-4,5 (B3) seharusnya memiliki persentase bibit hidup terbesar pada sagu berduri dengan tinggi 3,3-4,6 m. Namun hal tersebut tidak terjadi, bibit dengan bobot terkecil yang memiliki persentase bibit hidup terbesar. Pada jenis sagu berduri (S1) dengan tinggi pohon induk 4,6-6,6 m (T2), bobot bibit yang memberikan persentase bibit hidup terbesar adalah bobot bibit 2-3 kg (B2) dan 3,5-4,5 kg (B3). Perlakuan S1T2B2 dan S1T2B3 memiliki persentase bibit hidup sama besar yaitu 70 % pada minggu ke-11. Bobot bibit B2 dan B3 tidak berbeda nyata dalam hal persentase bibit hidup pada sagu berduri dan tinggi pohon induk T2.

(52)

persentase bibit hidup terbesar adalah bobot bibit 3,5-4,5 kg (B3). Perlakuan S1T4B3 memiliki persentase bibit hidup sama besar yaitu 80 % pada minggu ke-11. Pada perrlakuan S1T4B3, bibit mengandung pati yang cukup banyak karena bobot bibit pada perlakuan tersebut merupakan yang terbesar.

(53)

4

1

Tabel 2. Interaksi antara jenis sagu (S), tinggi pohon induk (T) dan bobot bibit sagu (B) terhadap persentase bibit hidup (%).

Minggu S x T x B

S1

T1 T2 T3 T4

B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3

1 * 96.67a 86.67ab 86.67ab 86.67ab 80b 93.3ab 90ab 100a 93.3ab 93.3ab 86.67ab 93.3ab

2 * 96.67ab 86.67abc 86.67abc 86.67abc 86.67abc 90abc 90abc 100a 93.3abc 93.3abc 86.67abc 93.3abc

3 * 96.67ab 83.3ab 86.67ab 83.3ab 80b 90ab 90ab 96.67ab 93.33ab 93.33ab 83.3ab 93.33ab

4 * 96.67ab 73.3c 86.67abc 83.3abc 80bc 90abc 90abc 96.67ab 93.33ab 93.33ab 83.3abc 93.33ab

5 * 86.67abc 66.67c 83.3abc 76.67bc 80abc 90ab 90ab 96.67ab 93.33ab 93.33ab 83.3abc 90ab

6 * 86.67ab 63.33b 76.67ab 76.67ab 80ab 90a 86.67ab 96.67a 93.33a 90a 80ab 86.67ab

7 * 83.3abcd 63.3d 70cd 73.3bcd 76.7abcd 86.7abcd 76.7abcd 96.67ab 93.3abc 73.3bcd 80abcd 83.3abcd

8 * 80abcd 60d 60d 70bcd 76.7abcd 83.3abcd 76.7abcd 93.3abc 93.3abc 70bcd 73.3abcd 83.3abcd

9 * 80abc 60c 60c 70bc 73.3bc 76.67abc 73.3bc 90ab 93.33ab 70bc 73.3bc 83.3abc

10 * 80abcde 56.67ef 53.3f 66.67def 70cdef 70cdef 70cdef 90abcd 93.3abc 66.67def 70bcdef 83.3abcd

11 * 76.7abcdefg 56.7fgh 46.7h 63.3efgh 70cdefgh 70cdefgh 70cdefgh 90abcd 93.3abc 66.67defgh 70defgh 80abcdef

Minggu S x T x B

S2

T1 T2 T3 T4

B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B2 B3

1 * 96.67a 96.67a 100a 96.67a 100a 100a 90ab 93.3ab 100a 86.67ab 90ab 96.67a

2 * 96.67ab 96.67ab 100a 96.67ab 100a 100a 90abc 93.3abc 100a 86.67abc 90abc 93.3abc

3 * 96.67ab 93.33ab 100a 96.67ab 100a 100a 90ab 93.33ab 100a 86.67ab 90ab 93.33ab

4 * 96.67ab 93.33ab 100a 96.67ab 100a 100a 86.67abc 86.67abc 100a 86.67abc 90abc 93.33ab

5 * 96.67ab 93.33ab 96.67ab 96.67ab 100a 100a 86.67abc 86.67abc 100a 80abc 86.67abc 93.33ab

6 * 96.67a 93.33a 96.67a 96.67a 100a 100a 80ab 76.67ab 96.67a 76.67ab 86.67ab 83.33ab

7 * 86.7abcd 93.3abc 96.67ab 96.67ab 100a 96.67ab 80abcd 76.7abcd 93.3abc 70cd 86.7abcd 76.7abcd

8 * 86.7abcd 90abc 93.3abc 90abc 100a 96.67ab 76.7abcd 76.7abcd 93.3abc 66.7cd 80abcd 76.7abcd

9 * 86.67ab 86.67ab 86.67ab 90ab 100a 96.67ab 73.3bc 76.67abc 86.67ab 60c 73.3bc 73.3bc

10 * 86.67abcd 86.67abcd 83.3abcd 86.7abcd 100a 96.67ab 73.3bcdef 76.67abcdef 86.67abcd 56.67ef 73.3bcdef 73.3bcdef

(54)

Jumlah Daun

Daun yang dihasilkan rata-rata untuk sagu berduri sebanyak 1,86 daun, sedangkan sagu tidak berduri sebanyak 1,77 daun pada minggu ke-11 (Lampiran 6). Kombinasi ketiga faktor yang memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak adalah S1T4B1 dengan 2,079 daun, namun tidak berbeda nyata. Pada beberapa bibit, daun yang muncul hingga minggu ke-11 mencapai 4 daun. Daun ke-4 pada bibit tersebut belum mencapai bentuk sempurna.

Tabel 3. Interaksi antara jenis sagu (S) dengan tinggi pohon induk (T) terhadap jumlah anak daun.

Minggu S x T S1 S2

T1 T2 T3 T4 T1 T2 T3 T4

1 * 1.1ab 1a 1.13a 1.13a 1.13a 1.08ab 1.15a 1.04ab

2 * 1.15ab 1.05b 1.19ab 1.22ab 1.14ab 1.13ab 1.24a 1.1ab 3 * 1.26b 1.28ab 1.4ab 1.43ab 1.33ab 1.26b 1.52a 1.35ab 4 tn 1.31a 1.35a 1.43a 1.47a 1.35a 1.31a 1.53a 1.41a 5 tn 1.35a 1.42a 1.5a 1.51a 1.39 1.38a 1.57a 1.5a 6 tn 1.35a 1.42a 1.5a 1.52a 1.39a 1.38a 1.58a 1.5a 7 tn 1.39a 1.42a 1.55a 1.57a 1.4a 1.39a 1.63a 1.56a 8 tn 1.4a 1.44a 1.57a 1.60a 1.41a 1.41a 1.73a 1.65a 9 tn 1.4a 1.46a 1.62a 1.74a 1.41a 1.41a 1.74a 1.69a

10 tn 1.4a 1.46a 1.62a 1.98a 1.41a 1.41a 1.75a 1.69a 11 tn 1.73a 1.84a 1.86a 2.02a 1.65a 1.55a 1.94a 1.94a

Pengaruh dari ketiga faktor baik secara interaksi maupun tunggal hampir selalu tidak memberikan pengaruh nyata pada jumlah anak daun, hanya pada interaksi dua faktor yaitu jenis sagu (S) dan tinggi pohon induk (T) berpengaruh nyata. Pengaruh interaksi antara jenis sagu dan tinggi pohon induk (SxT) menu-njukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hanya dari minggu ke-1 hingga min ke-3. Pada minggu ke-1 hingga minggu ke-3, interaksi S2T3 memiliki jumlah daun terbanyak dengan 1,523 daun (Tabel 3).

Gambar

Gambar 1. Rumpun sagu (Flach, 1983)
Gambar 2. Bentuk bibit sagu dari kiri ke kanan ‘L’, Tapal Kuda, Keladi
Gambar 3. Letak anakan sagu (Flach, 1983)
Gambar 4. Perendaman sucker ke dalam larutan fungisida
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perkembangannya, secara budaya pembagian peran suami istri dalam keluarga mengalami pergeseran dari sudut pandang tradisional dimana laki-laki adalah sebagai penguasa

Rencana kerja yang memuat garis-garis besar suatu karangan dinamakan……… 5.. Perusahaan mebel itu akhirnya gulung tikar.Sinonim gulung tikar

Populasi paling banyak ditemukan pada kedalaman 20 cm (6,44x10 5 CFU/g), sedangkan pada kedalaman 5 cm terdapat paling banyak perbedaan karakter isolat

Hal t ersbut dilakukan dengan : penyediaan sarana prasarana, pemberi nasihat pada sisw a, , pem ilihan mat eri yang relevan, pemilihan m edia, pem ilihan met

1.Jawa tengah : karya musiknya campur sari, yang alat musiknya terdiri gamelan dan alat musik modern, untuk lagu-lagunya di modifikasi, dengan bahasa pergaulan

Hipotesis tindakan adalah penerapan model pembelajaran Imajinatif dapat meningkatkan keterampilan mengarang dalam Bahasa Indonesia siswa kelas V SDN Banyuagung II Surakarta

Another application area where grid representations are currently studied is (indoor) navigation, where routes are computed along which persons, robots, or drones are moving

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengukuran kinerja perbankan dengan menggunakan rasio keuangan untuk menilai profitabilitas perbankan antara lain: Hasil penelitian