• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Algoritma Flood-Fill dengan Algoritma Backtracking dalam Pencarian Jalur Terpendek pada Robot Micromouse T1 612009009 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Algoritma Flood-Fill dengan Algoritma Backtracking dalam Pencarian Jalur Terpendek pada Robot Micromouse T1 612009009 BAB IV"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PENGUJIAN DAN ANALISIS

Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil

pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah untuk mengetahui seberapa besar

tingkat keberhasilan dari sistem yang telah dirancang serta untuk mengetahui

kinerja dari masing – masing algoritma yang diterapkan melalui sistem.

4.1. Pengujian Sensor Dinding (Photodiode dan LED)

Pengujian sensor dinding dilakukan dengan cara memberikan sebuah objek

/ halangan berwarna dasar putih pada sensor dinding. Dengan memvariasikan

jarak antara sensor dinding dengan objek, maka akan didapatkan grafik perubahan

nilai ADC keluaran sensor dinding terhadap jarak objek.

Gambar 4.1. Grafik Perubahan Nilai Keluaran Sensor Dinding

Pada Gambar 4.1 menunjukan sebuah grafik perubahan antara nilai keluaran

sensor dinding terhadap jarak objek. Terlihat bahwa nilai keluaran ADC dari

sensor dinding pada jarak antara 0 – 6 cm dari objek mengalami perubahan nilai

yang kecil dari 1001 menjadi 978. Sedangkan pada jarak 6 – 20 cm dari objek,

nilai keluaran ADC dari sensor dinding mengalami perubahan nilai yang besar

dari 978 sampai 145. Dengan demikian sensor bekerja dengan sangat efektif pada

(2)

jarak 6 – 20 cm dari objek karena perubahan nilai ADC-nya besar sehingga

perhitungan nilai error pada motor dapat lebih mudah untuk ditentukan.

Pada penerapannya, robot hanya memiliki sedikit ruang terbuka di dalam

tiap – tiap sel pada peta labirin. Jarak antara sensor dinding dengan dinding labirin

sangatlah dekat yaitu berada pada jarak antara 0 – 4 cm. Berdasarkan garfik di

atas, sensor dinding pada robot akan memiliki perubahan nilai ADC yang kecil

sehingga koreksi nilai error pada motor menjadi tidak sensitif dan menyebabkan

rentang gerak robot ke samping menjadi bertambah besar sejauh 2 cm dari garis

perpotongan titik tengah pada tiap – tiap sel di dalam peta labirin.

4.2. Pengujian Kompas Digital HMC5983L

Pengujian HMC5983L dilakukan dengan cara diputar sejauh 360° secara

perlahan pada bidang datar. Dengan demikian akan didapatkan nilai digital dari

masing – masing sumbu X dan Y pada tiap satuan derajat yang diukur. Tiap titik

koordinat yang dihasilkan dari sumbu X dan Y akan dipetakan dan ditarik garis

antar titik sehingga membentuk garis melingkar. Selain itu, kompas digital akan

diukur berdasarkan busur derajat untuk setiap perubahan 10° sehingga dapat

diketahui apakah kompas digital yang dipakai memiliki keakuratan yang tepat.

Gambar 4.2. Grafik Hasil Keluaran Sensor Magnet HMC5983L -100

(3)

Pada gambar 4.2 menunjukkan gambar sebuah grafik hasil keluaran sensor

magnet HMC5983L. Pada grafik di atas, nilai dari masing – masing sumbu X dan

Y yang dihasilkan oleh sensor magnet mengalami perubahan skala yang berbeda – berbeda pada tiap satuan derajat yang diukur. Perubahan skala yang berbeda – beda tersebut bisa disebabkan oleh noise pada sensor magnet HMC5983L dimana

dipengaruhi oleh medan magnet yang ada disekitar sensor. Oleh karena itu,

penempatan sensor magnet HMC5983L harus benar – benar jauh dari gangguan

medan magnet dan area uji coba robot harus benar – benar bebas dari gangguan

medan magnet.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Arah pada Kompas Digital

0⁰ 0⁰ 0⁰ 0⁰ 190⁰ 179,4⁰ 10,6⁰ 0,2⁰

berdasarkan referensi dari busur derajat. Menurut hasil pengujian di atas, kompas

digital HMC5983L yang digunakan memiliki nilai ralat maksimal dari sudut

(4)

yang berbeda 10° sebesar -3,6⁰ / +2,9⁰. Melihat nilai ralat maksimal dan error

maksimal yang begitu besar, kompas digital ini sebenarnya tidak cocok digunakan

sebagai penentu arah pada robot micromouse karena sewaktu – waktu dapat

mengacaukan sistem navigasi pada robot.

4.3. Pengujian Rotary Encoder

Pengujian rotary encoder dilakukan dengan cara menggerakkan robot

secara lurus pada suatu permukaan datar sehingga roda piringan dapat berputar.

Untuk mengetahui seberapa besar keakuratan rotary encoder dalam menentukan

suatu jarak tempuh tertentu, maka akan dilakukan 20 kali pengujian dengan

menetapkan jarak yang akan tempuh sejauh 18 cm. Dengan demikian akan

didapatkan seberapa besar ralat yang dimiliki oleh rotary encoder tersebut. Ralat

tersebut ditentukan dari hasil selisih antara jumlah penghitungan seharusnya

dengan jumlah penghitungan yang dihasilkan oleh rotary encoder. Berdasarkan

spesifikasi dari rotary encoder yang dipakai, tiap 1 hitungan memiliki nilai jarak

tempuh sebesar 0,082 cm. Dengan demikian jarak tempuh sejauh 18 cm akan

memiliki jumlah penghitungan tepatnya 219 hitungan. Hasil pengujian jumlah

penghitungan pada rotary encoder dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Jumlah Penghitungan pada Rotary Encoder

1 215 4 1,8 11 217 2 0,9

Berdasarkan dari hasil pengujian yang didapat, rotary encoder yang dipakai

(5)

rata – rata sebesar ± 1,04 %. Hal tersebut membuktikan bahwa rotary encoder

yang digunakan masih kurang akurat sehingga dapat menyebabkan kesalahan

dalam menentukan jarak yang akan ditempuh oleh robot. Ketidak-akuratan

tersebut terjadi karena roda piringan pada rotary encoder terkadang sedikit

mengalami selip saat berputar sehingga jumlah hitungan yang terbaca menjadi

tidak tepat. Dengan jumlah penghitungan yang tidak tepat, robot dapat sewaktu –

waktu melakukan kesalahan dalam memperhitungkan jarak antar sel di dalam peta

labirin.

4.4. Pengujian Algoritma Pencarian Jalur Terpendek

Pengujian algoritma pencarian jalur terpendek akan dilakukan secara

bertahap dimana algoritma yang akan diuji pertama kali adalah algoritma

flood-fill dan kemudian selanjutnya adalah algoritma backtracking. Pengujian dilakukan

dengan menghitung total sel yang dilewati oleh robot hingga mencapai tujuan

akhir serta menghitung total waktu penyelesaiannya di dalam peta labirin baik saat

perjalanan berangkat maupun perjalanan kembali. Dalam pengujian ini, ada 3

variasi bentuk susunan peta labirin yang telah dirancang untuk dijadikan sebagai

tempat uji coba robot micromouse. Pada tiap – tiap tempat uji coba, akan

dilakukan run-test sebanyak 3 kali sehingga dapat dilihat bagaimana proses robot

dalam mempelajari peta labirin hingga menemukan lokasi tujuan akhir melalui

penerapan sistem kerja dari masing – masing algoritma. Bentuk – bentuk susunan

peta labirin yang akan dijadikan sebagai tempat uji coba dapat dilihat pada

Gambar 4.3.

a b c

(6)

4.4.1. Pengujian Algoritma Flood-Fill

Berikut adalah tabel – tabel hasil pengujian algoritma flood-fill dimana

Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengujian algoritma pada maze 1, Tabel 4.4

menunjukkan hasil pengujian algoritma pada maze 2, dan Tabel 4.5

menunjukkan pengujian algoritma pada maze 3.

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Algoritma Flood-Fill pada Maze 1

Berangkat Kembali Berangkat Kembali

Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik)

Jarak Terpendek

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Algoritma Flood-Fill pada Maze 2

Berangkat Kembali Berangkat Kembali

Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik)

Jarak Terpendek

Tabel 4.5. Hasil Pengujian Algoritma Flood-Fill pada Maze 3

Berangkat Kembali Berangkat Kembali

Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik)

Jarak Terpendek

Berdasarkan ketiga tabel hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa

algoritma flood-fill yang diterapkan pada robot mampu memberikan solusi

dalam pencarian jalur terpendek secara bertahap mulai dari run-test pertama

(7)

yang semakin dekat yaitu dari 41 sel menjadi 37 sel dan waktu penyelesaian

yang semakin cepat yaitu dari 56,83 detik menjadi 52,46 detik. Pada maze 2,

robot mampu mencari jalur terpendek dengan jarak yang semakin dekat yaitu

dari 31 sel menjadi 17 sel dan waktu penyelesaian yang semakin cepat yaitu dari

45,02 detik menjadi 23,63 detik. Pada maze 3, robot mampu mencari jalur

terpendek dengan jarak yang semakin dekat yaitu dari 30 sel menjadi 17 sel dan

waktu penyelesaian yang semakin cepat yaitu dari 47,61 detik menjadi 26,54

detik.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan di dalam peta labirin, akan

dijelaskan proses kerja dari algoritma flood-fill melalui beberapa gambar yang

ada di bawah ini. Gambar – gambar tersebut menampilkan pergerakan robot dari

awal robot berangkat hingga akhir robot kembali serta menampilkan proses

pembangkitan niai sel berdasarkan informasi dinding labirin yang didapat oleh

robot. Untuk maze 1, run-test pertama ditunjukkan pada Gambar 4.4, run-test

kedua ditunjukkan pada Gambar 4.5, dan run-test ketiga ditunjukkan pada

Gambar 4.6. Kemudian untuk maze 2, run-test pertama ditunjukkan pada

Gambar 4.7, run-test kedua ditunjukkan pada Gambar 4.8, dan run-test ketiga

ditunjukkan pada Gambar 4.9. Sedangkan untuk maze 3, run-test pertama

ditunjukkan pada Gambar 4.10, run-test kedua ditunjukkan pada Gambar 4.11,

dan run-test ketiga ditunjukkan pada Gambar 4.12.

(8)

Gambar 4.5. Run-Test Kedua Algoritma Flood-Fill pada Maze 1

Gambar 4.6. Run-Test Ketiga Algoritma Flood-Fill pada Maze 1

(9)

Gambar 4.8. Run-Test Kedua Algoritma Flood-Fill pada Maze 2

Gambar 4.9. Run-Test Ketiga Algoritma Flood-Fill pada Maze 2

(10)

Gambar 4.11. Run-Test Kedua Algoritma Flood-Fill pada Maze 3

Gambar 4.12. Run-Test Ketiga Algoritma Flood-Fill pada Maze 3

Berdasarkan gambar – gambar di atas, lingkaran merah dan lingkaran

kuning masing – masing menunjukkan posisi awal dan akhir robot pada peta

labirin. Kemudian garis biru menunjukkan proses perjalanan robot pada peta

labirin dari awal hingga mencapai akhir. Garis hitam tebal menunjukkan dinding – dinding labirin yang telah dideteksi oleh robot pada saat melakukan perjalanan. Angka – angka yang ada pada masing – masing sel pada peta labirin

menunjukkan suatu nilai hasil pembangkitan nilai sel berdasarkan informasi

dinding labirin yang didapat saat robot selesai melakukan perjalanan menuju sel

tujuan akhir dimana merepresentasikan suatu jarak berdasarkan jumlah sel yang

(11)

Agar lebih jelas mengenai proses kerja algoritma flood-fill di dalam peta

labirin, maka akan dijelaskan secara detail melalui gambaran tahap demi tahap

bagaimana robot berjalan dengan merespon nilai pada tiap – tiap sel hasil

pembangkitan nilai sel berdasarkan dinding – dinding labirin yang telah

dideteksi hingga mencapai sel tujuan akhir. Di sini akan dipilih salah satu hasil

pengujian untuk dijelaskan proses kerja dari algoritma flood-fill, yaitu hasil

pengujian pada maze 1 khususnya untuk run-test 1 dan run-test 2 dimana banyak

terjadi proses pembaharuan nilai sel saat robot melakukan perjalanan berangkat

dari start mencapai finish dan perjalanan kembali dari finish mencapai start.

Gambaran tahap – tahap proses kerja tersebut dapat dilihat pada lampiran A

halaman 60.

4.4.2. Pengujian Algoritma Backtracking

Berikut adalah tabel – tabel hasil pengujian algoritma backtracking dimana

Tabel 4.6 menunjukkan hasil pengujian algoritma pada maze 1, Tabel 4.7

menunjukkan hasil pengujian algoritma pada maze 2, dan Tabel 4.8

menunjukkan pengujian algoritma pada maze 3.

Tabel 4.6. Hasil Pengujian Algoritma Backtracking pada Maze 1

Berangkat Kembali Berangkat Kembali

Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik)

Jarak Terpendek

Tabel 4.7. Hasil Pengujian Algoritma Backtracking pada Maze 2

Berangkat Kembali Berangkat Kembali

Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik)

(12)

Tabel 4.8. Hasil Pengujian Algoritma Backtracking pada Maze 3

Run-Test Total Sel yang Dilewati Total Waktu Penyelesaian (detik)

Jarak Terpendek

Berdasarkan ketiga tabel hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa

algoritma backtracking yang diterapkan pada robot juga mampu memberikan

solusi dalam pencarian jalur terpendek secara bertahap mulai dari run-test

pertama hingga ketiga. Pada maze 1, robot mampu mencari jalur terpendek

dengan jarak yang semakin dekat yaitu dari 43 sel menjadi 37 sel dan waktu

penyelesaian yang semakin cepat yaitu dari 61,32 detik menjadi 52,56 detik.

Pada maze 2, robot mampu mencari jalur terpendek dengan jarak yang semakin

dekat yaitu dari 125 sel menjadi 43 sel dan waktu penyelesaian yang semakin

cepat yaitu dari 161,59 detik menjadi 64,17 detik. Pada maze 3, robot mampu

mencari jalur terpendek dengan jarak yang semakin dekat yaitu dari 92 sel

menjadi 54 sel dan waktu penyelesaian yang semakin cepat yaitu dari 145,41

detik menjadi 84,34 detik.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan di dalam peta labirin, akan

dijelaskan proses kerja dari algoritma backtracking melalui beberapa gambar

yang ada di bawah ini. Gambar – gambar tersebut menampilkan pergerakan

robot dari awal robot berangkat hingga akhir robot kembali serta menampilkan

nilai pada tiap – tiap sel sebagai tanda khusus. Untuk maze 1, run-test pertama

ditunjukkan pada Gambar 4.13, run-test kedua ditunjukkan pada Gambar 4.14,

dan run-test ketiga ditunjukkan pada Gambar 4.15. Kemudian untuk maze 2,

run-test pertama ditunjukkan pada Gambar 4.16, run-test kedua ditunjukkan

pada Gambar 4.17, dan run-test ketiga ditunjukkan pada Gambar 4.18.

Sedangkan untuk maze 3, test pertama ditunjukkan pada Gambar 4.19,

run-test kedua ditunjukkan pada Gambar 4.20, dan run-run-test ketiga ditunjukkan pada

(13)

Gambar 4.13. Run-Test Pertama Algoritma Backtracking pada Maze 1

Gambar 4.14. Run-Test Kedua Algoritma Backtracking pada Maze 1

(14)

Gambar 4.16. Run-Test Pertama Algoritma Backtracking pada Maze 2

Gambar 4.17. Run-Test Kedua Algoritma Backtracking pada Maze 2

(15)

Gambar 4.19. Run-Test Pertama Algoritma Backtracking pada Maze 3

Gambar 4.20. Run-Test Kedua Algoritma Backtracking pada Maze 3

(16)

Berdasarkan gambar – gambar di atas, lingkaran merah dan lingkaran

kuning masing – masing menunjukkan posisi awal dan akhir robot pada peta

labirin. Kemudian garis biru menunjukkan proses perjalanan robot pada peta

labirin dari awal hingga mencapai akhir. Garis hitam tebal menunjukkan dinding – dinding labirin yang ada di dalam peta labirin tersebut. Angka – angka yang ada pada masing – masing sel pada peta labirin menunjukkan suatu nilai hasil

pemetaan berdasarkan proses eksplorasi robot. Sel dengan nilai 1

merepresentasikan bahwa sel tersebut merupakan jalur terbuka menuju sel

tujuan akhir. Kemudian sel dengan nilai 0 merepresentasikan bahwa sel tersebut

merupakan jalur buntu / jalur yang tidak perlu dilewati. Sedangkan sel dengan

nilai -1 merepresentasikan bahwa sel tersebut belum pernah dilewati.

Agar lebih jelas mengenai proses kerja algoritma backtracking di dalam

peta labirin, maka akan dijelaskan secara detail melalui gambaran tahap demi

tahap bagaimana robot menjelajahi peta labirin dan melakukan proses

runut-balik hingga mencapai sel tujuan akhir. Di sini akan dipilih salah satu hasil

pengujian untuk dijelaskan proses kerja dari algoritma backtracking, yaitu hasil

pengujian pada maze 1 khususnya untuk run-test 1 saat robot berangkat

menjelajahi peta labirin hingga mencapai finish dimana robot mulai menandai

tiap – tiap sel dengan nilai khusus. Gambaran tahap – tahap proses kerja tersebut

dapat dilihat pada lampiran B halaman 66.

4.4.3. Perbandingan Kinerja Algoritma

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan pada masing – masing

algoritma di dalam peta labirin, didapatkan tabel hasil perbandingan kinerja

antara kedua algoritma tersebut dimana dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Hasil Perbandingan Kinerja Algoritma

Maze 1 Maze 2 Maze 3 Maze 1 Maze 2 Maze 3

Flood-Fill 37 17 18 52,46 23,63 26,54

Backtracking 37 43 54 52,56 64,17 84,34 Total Sel Terpendek Total Waktu Penyelesaian

(17)

Berdasarkan dari hasil perbandingan kinerja antara kedua algoritma,

didapatkan bahwa algoritma flood-fill kinerjanya lebih unggul daripada

algoritma backtracking. Pada maze 1 dimana memiliki tingkat kesulitan rendah,

kedua algoritma memiliki kinerja yang sama efisiennya dengan total sel

terpendek sama banyaknya dan total waktu penyelesaian yang hampir mendekati

satu sama lain dimana hanya terpaut selama 0,1 detik. Pada maze 2 dimana

memiliki tingkat kesulitan sedang, sudah mulai terlihat bahwa algoritma

flood-fill memiliki kinerja yang lebih efisien dari pada algoritma backtracking dengan

total sel terpendek yang terpaut sebanyak 26 sel dan total waktu penyelesaian

yang terpaut selama 40,54 detik. Pada maze 3 dimana memiliki tingkat kesulitan

tinggi, algoritma flood-fill juga memiliki kinerja yang lebih efisien dari pada

algoritma backtracking dengan total sel terpendek yang terpaut sebanyak 36 sel

dan total waktu penyelesaian yang terpaut selama 57,8 detik.

Berdasarkan susunan bentuk peta labirin, maze 1 merupakan labirin

sempurna (perfect maze) karena tidak ada jalur sirkuler yang membatasi jalur

menuju sel tujuan akhir. Sedangkan maze 2 dan maze 3 merupakan labirin tidak

sempurna (imperfect maze) karena ada jalur sirkuler yang membatasi jalur

menuju sel tujuan akhir. Hal tersebut membuktikan bahwa algoritma flood-fill

mampu menangani segala macam bentuk susunan peta labirin secara efisien baik

itu perfect maze ataupun imperfect maze karena langsung mengarah ke sel tujuan

akhir pada peta labirin. Sedangkan algoritma backtracking kurang efisien dalam

menangani imperfect maze karena terlalu lama menelusuri peta labirin dimana

selalu mencoba semua kemungkinan yang ada hingga mencapai jalur awal lagi,

baru setelah itu kembali menelusuri jalur lain yang belum pernah dilewati hingga

Gambar

Grafik Perubahan Nilai Keluaran Sensor Dinding
Grafik Hasil Keluaran Sensor Magnet HMC5983L
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Arah pada Kompas Digital
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Jumlah Penghitungan pada Rotary Encoder
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada peta ini algoritma A* lebih baik dari pada Algoritma Dijkstra dalam hal Efisiensi dan Efektifitas Algoritma, yang ditandai dengan waktu proses pencarian

Pada paper ini diimplementasikan algoritma flood fill pada line follower robot untuk melakukan pencarian jalur dari tempat awal menuju tempat tujuan dalam

Algoritma flood fill akan “mewarnai” node-node pada connected area yang ditemukan sehingga dapat ditentukan luas dari connected area tersebut.. Algoritma Flood Fill

Tahapan penelitian pada Gambar 2, dapat dijelaskan sebagai berikut. 3) Tahap keempat: Pembuatan Aplikasi/Program pengujian, sekaligus pengujian algoritma dan analisis hasil

Yang pertama adalah kemampuan algoritma tersebut untuk menemukan jalur yang paling cepat dan tepat, hasil dari pengujian terhadap variabel ini dapat dilihat dari total graf atau

Setelah dilakukan beberapa percobaan pada proses pencarian jalur terpendek dengan menggunakan metode artificial bee colony, pada Gambar 14 dapat dilihat grafik perbedaan populasi yang

Pada gambar 1, yang merupakan gambar peta dari jalur penelurusan game, maka penulis membuat graf jalur penelusuran untuk pencarian jalur terpendek dengan menggunakan algoritma greedy