• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN 1940-2011.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN 1940-2011."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

No Daftar FPIPS: 5078/UN.40.2.3/PL/2015

SKRIPSI

KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS

TAHUN 1940-2011

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Departemen Pendidikan Sejarah

Oleh

DANY SEPTIANA 0901586

DEPATEMEN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS

TAHUN 1940-2011

Oleh Dany Septiana

Sebuah Skripsi yang Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Sejarah

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Dany Septiana

Universitas Pendidikan Indonesia Oktober 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

DANY SEPTIANA

NIM. 0901586

KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS

TAHUN 1940-2011

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

H. Didin Saripudin, Ph.D

NIP. 19700506 19972 1 001

Pembimbing II

Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si

NIP. 19630311 198901 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

Dr. Agus Mulyana, M.Hum

(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis Tahun 1940-2011”. Masalah utama yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana perkembangan Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis Tahun 1940-2011? Kemudian masalah utama ini dibagi menjadi empat pertanyaan penelitian, meliputi (1) Bagaimana latar belakang munculnya kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis? (2) Bagaimana perkembangan Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis? (3) Bagaimana kehidupan seniman Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis? (4) Bagaimana faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melestarikan Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis? Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode historis yaitu analisis kritis dari data-data masa lampau melalui empat tahapan, heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi, studi kepustakaan, dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian Ronggeng Gunung merupakan tari yang digunakan sebagai perwujudan balas dendam rasa sakit hati Dewi Siti Samboja terhadap bajak laut yang telah membunuh suaminya. Dalam perkembangannya Ronggeng Gunung banyak mengalami perubahan dari tahun ke tahunnya hal ini dilihat dari pementasan dan di dalam aturan keseniannya. Dilihat dari kehidupan ekonomi seniman Ronggeng Gunung berdasarkan aspek ekonomi bisa dikatakan sudah mencukupi karena selain menjadi seniman Ronggeng merangkap juga sebagai petani. Kesenian Ronggeng Gunung dalam perjalanannya mengalami pasang surut. Hal ini dilihat dari faktor penghambat yaitu kurangnya penikmat dari kesenian Ronggeng Gunung dan munculnya kesenian baru, sedangkan faktor pendukungnya yaitu mendapat dukungan penuh dari pelaku, pemerintah dan tokoh masyarakat untuk melestarikan kesenian ini.

(5)

Dany Septiana, 2015

ABSTRACT

This study entitled “Mountain Ronggeng Art in Ciamis Regency Year 1940-2011”. The main issue raised in this study was what the development of Mountain Ronggeng Art in Ciamis Regency Year 1940-2011?The main problems were then divided into four questions, namely: (1) What are the background of Mountain Ronggeng Art in Ciamis Regency? (2) What are the development of Mountain Ronggeng Art in Ciamis Regency? (3) How does the artist's life Mountain Ronggeng Art in Ciamis Regency? (4) What are factors supporting and inhibiting in preserving the Mountain Ronggeng Art in Ciamis Regency? The methodology is used in this study is the historical method, which analyze critical data and events of the past heritage by performing four steps namely heuristic research, criticism, interpretation and historiography. The research technique used in this study were documentation study and study of literature and interview. Based on my research of writer, mountain ronggeng art is a dance that it used as an embodiment of revenge hurt Siti Dewi Samboja against pirates who had killed her husband. In the development Mountain Ronggeng Art many changes from year to year, it is seen from the rules and in the grip arts. Judging from the artist's life Mountain Ronggeng based on the economic aspects can be said to be sufficient because in addition to being an artist Ronggeng doubles as well as farmers. Mountain Ronggeng Art experience the ups and downs. It is saw from an inhibiting factor is the lack of connoisseurs of Mountain Ronggeng Art and the emergence of new art, while the supporting factors that have the full support of actors, government and community leaders to preserve this art.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

UCAPAN TERIMAKASIH ...ii

ABSTRAK ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

1.3 Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1.4 Manfaat/Signifikansi Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined.

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

2.1 Kebudayaan Sunda ... Error! Bookmark not defined.

2.2 Kesenian Sunda di Kabupaten Ciamis ... Error! Bookmark not defined.

2.3 Fungsi Tari ... Error! Bookmark not defined.

2.4Bentuk Penyajian ... Error! Bookmark not defined.

2.5 Penelitian Terdahulu ... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

3.1 Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.2 Persiapan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian...Error! Bookmark not defined.

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ...Error! Bookmark not defined.

(7)

3.2.4 Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian ...Error! Bookmark not defined.

3.2.5 Proses Bimbingan ...Error! Bookmark not defined.

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.3.1 Heuristik (Pengumpulan Sumber) ...Error! Bookmark not defined.

3.3.2 Kritik Sumber ...Error! Bookmark not defined.

3.3.3 Interpretasi ...Error! Bookmark not defined.

3.3.4 Historiografi ...Error! Bookmark not defined.

BAB IV RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

1940-2011 ... Error! Bookmark not defined.

4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten

Ciamis ... Error! Bookmark not defined.

4.1.1 Kehidupan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Ciamis ..Error! Bookmark not defined.

4.1.2 Pendidikan Masyarakat Kabupaten Ciamis ...Error! Bookmark not defined.

4.1.3 Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Kabupaten CiamisError! Bookmark not

defined.

4.2 Latar Belakang Munculnya Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis..

Error! Bookmark not defined.

4.3Perkemabang Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten CiamisError! Bookmark

not defined.

4.3.1 Fungsi Ronggeng Gunung ... Error! Bookmark not defined.

4.3.2 Macam-Macam Ronggeng ...Error! Bookmark not defined.

4.4 Kehidupan Seniman Ronggeng Gunung di Kabupaten CiamisError! Bookmark not

defined.

4.4.1 Ekonomi ... Error! Bookmark not defined.

4.4.2 Sosial ... Error! Bookmark not defined.

4.5 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Dalam Melestarikan Kesenian Ronggeng

Gunung di Kabupaten Ciamis ... Error! Bookmark not defined.

4.5.1 Faktor Pendukung Dalam Melestarikan Kesenian Ronggeng Gunung ... Error!

(8)

4.5.2 Faktor Penghambat Dalam Melestarikan Kesenian Ronggeng Gunung ... Error!

Bookmark not defined.

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI .... Error! Bookmark not defined.

5.1. Simpulan ... Error! Bookmark not defined.

5.2. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional dengan tampilan seorang atau lebih penari, biasanya dilengkapi dengan gamelan, nyanyian dan kawih pengiring. Penari utamanya adalah seorang perempuan.

Hasil pemikiran, cipta, rasa dan karsa manusia merupakan kebudayaan yang berkembang pada masyarakat. Pikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi. Sejalan dengan adanya penyebaran agama, tradisi yang ada pada masyrakat dipengaruhi oleh ajaran agama yang berkembang. Hal itu misalnya, terjadi pada masyarakat

Jawa yang jika memulai suatu pekerjaan senantiasa diawali dengan membaca do’a

dan mengingat kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta meyakini adanya hal-hal yang bersifat gaib (Koentjaraningrat, 1997, hlm. 322).

Kesenian Ronggeng Gunung pada awalnya dipertunjukan untuk menyambut tamu yang berkunjung ke Kerajan Galuh. Setelah runtuhnya Kerajaan Galuh dan mulai berkembannya jaman Kesenian Ronggeng Gunung ini dipergelarkan untuk merayakan berbagai kesempatan diantaranya: pesta perkawinan, khitanan anak, sehabis panen, penghormatan atas kedatangan tamu. Akan tetapi seiring berjalannya waktu pementasan pun beralih fungsi menjadi kesenian tradisional masyarakat setempat. Bukti yang menyatakan keberadaan ronggeng gunung semisal seperti yang di uraikan oleh Nina Lubis yaitu:

Ronggeng Gunung ini diperkuat dengan ditemukannya bukti peninggalan Arca Nandi yang terletak di Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican dengan struktur bangunan candi terbuat dari batu yang menyerupai gong (Lubis, 2011, hlm. 157).

(12)

jaman dahulu, hingga sekarang Ronggeng Gunung masih tetap eksis walaupun dalam pementasannya jarang.

Kesenian sebagai unsur kebudayaan dalam perjalanannya mengalami perkembangan dari masa ke masa baik dalam bentuk penampilannya, alat-alat yang digunakan ataupun aturan-aturan pokok yang terkandung dalam suatu kesenian (pakem). Bila dilihat dari perkembangannya, ada yang dikenal sebagai seni tradisional yaitu suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya (Kasim, 1981, hlm. 36).

Dewasa ini, Kesenian Ronggeng Gunung mengalami pergeseran fungsi penyajian, dimana kini penyajian Kesenian Ronggeng Gunung lebih sering ditampilkan sebagai hiburan. Biasanya Kesenian Ronggeng Gunung ditampilkan pada acara-acara besar misalnya di Astana Gede Kawali untuk acara Nyiar Lumar, pada hari jadi di salah satu tempat pariwisata di kota Banjar, HUT Kabupaten Ciamis, dan sebagainya.

Pada periode tahun 1940 menjelang masuknya pemerintahan Jepang dan berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia, saat itu banyak terjadi pergeseran nilai-nilai budaya yang dapat mempengaruhi kebudayaan Bangsa Indonesia. Pergeseran nilai-nilai tersebut meresap pula ke dalam kelompok Kesenian Ronggeng Gunung ini dan secara tidak langsung turut mewarnai aturan maupun jalannya pertunjukan. Hal itu sejalan dengan ungkapan Herdiani, (2003, hlm. 140) sebagai berikut.

Sebuah bentuk kesenian yang hidup di masyarakat akan terus bergulir sejalan dengan arus perkembangan masyarakatnya. Bentuk-bentuk kesenian yang masih relevan dengan zamannya di masyarakat akan tetap hidup dengan berbagai penyesuaian, sedangkan bentuk kesenian yang tidak relevan lagi dengan masanya akan hilang di telan zaman.

(13)

sesuai dengan adat istiadat bangsa Indonesia, maka pemerintah daerah pada tahun 1948 melarang Kesenian Ronggeng Gunung dipertunjukan di tempat umum.

Memasuki tahun 1950, ketika macam-macam kesenian daerah mulai muncul kembali untuk memperkaya kebudayaan nasional, maka sejak itulah masyarakat Ciamis mencabut kembali larangan pertunjukan Kesenian Ronggeng Gunung. Untuk mencegah pandangan negatif dalam pertunjukan Kesenian Ronggeng Gunung yang hampir punah maka diterapkan peraturan-peraturan yang melarang penari dan pengibing melakukan kontak langsung. Beberapa adegan yang dapat menjurus kepada perbuatan negatif seperti mencium atau memegang penari. Dengan ditampilkannya kembali Kesenian Ronggeng Gunung ini disambut baik oleh para seniman, karena para seniman bisa menyalurkan bakatnya sebagai pecinta Kesenian Ronggeng Gunung.

Pada awal tahun 1980, daerah tatar Sunda diramaikan dengan munculnya tarian baru dengan nuansa dan warna gerak tari Ronggeng yang dikenal dengan sebutan Jaipongan (Caturwati.2006, hlm. 82).

Pada tahun 1980 Kesenian Ronggeng Gunung mulai terpengaruh oleh tarian-tarian pendatang baru yaitu tari Jaipongan, mulai saat itu percampuran kesenian mulai terlihat kembali, bukan hanya dari moral dan nilai budaya yang berpengaruh pada kesenian ini, akan tetapi dalam pelaksanaan tarian Kesenian Ronggeng Gunung bisa juga dipengaruhi oleh kesenian pendatang seingga dalam penampilan Kesenian Ronggeng Gunung banyak penari laki-lakinya yang menggunakan tarian Jaipong.

Bahwa merosot dan musnahnya seni tradisional serta munculnya kesenian asing baru, merupakan akibat dari berbagai faktor lainnya. Hal ini disebabkan karena kurang bahkan tidak adanya sumber daya manusia yang menjadi penengah antara kedua jenis kesenian tersebut dengan masyarakat. Maka salah satu upaya untuk menanggulangi berlarut-larutnya masalah tersebut dan mencegah hilangnya aset budaya yang sangat berharga itu ialah dengan pengadaan sumber daya manusia baik dalam kebudayaan baru maupun kebudayaan yang sifatnya tradisional.

(14)

sekarang sudah tidak begitu meminati akan Kesenian Ronggeng Gunung, bahkan kebanyakan dari mereka tidak mengetahui kesenian tersebut. Sehingga para seniman Ronggeng Gunung mengkhawatirkan akan tidak adanya generasi penerus dari Kesenian Ronggeng Gunung.

Pelestarian yang kurang terhadap Kesenian Ronggeng Gunung sangat berdampak bukan hanya bagi perkembangan kesenian saja tetapi berdampak pula kepada para seniman-seniman Ronggeng Gunung. Banyaknya kesenian modern ternyata membuat Kesenian Ronggeng Gunung semakin terlupakan. Padahal Kesenian Ronggeng Gunung merupakan salah satu kesenian khas dari daerah Ciamis Selatan tepatnya di daerah pesisir pantai Pangandaran.

Dulu, fungsi Kesenian Ronggeng Gunung bagi masyarakat Ciamis Selatan tidak hanya sebagai sarana hiburan saja tetapi juga sebagai acara ritual masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Narawati dan Soedarsono (2005, hlm. 223-225) bahwa :

Konon fungsi primer Kesenian Ronggeng Gunung adalah untuk upacara meminta hujan, upacara awal pembajakan sawah, awal upacara tanam padi di sawah, upacara panen, bahkan juga untuk upacara mapag Dewi Sri (menjemput Sri sang Dewi padi).

(15)

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji mengenai perkembangan ronggeng gunung yang menjadi salah satu kesenian khas yang ada di Ciamis Selatan tetapi pada perkembangannya adanya suatu perubahan dari berbagai aspek dalam kesenian ronggeng tersebut. Maka penulis mencoba membuat judul penelitaian yaitu “Kesenian Ronggeng Gunung Di Kabupaten Ciamis Tahun 1940-2011”.

Alasan penulis mengkaji kurun waktu dari periode tahun 1940, pada kurun waktu tersebut banyak terjadi perubahan nilai budaya maupun norma-norma dalam Kesenian Ronggeng Gunung, pada tahun 1940 banyak terjadi pergeseran nilai-nilai dalam tubuh Kesenian Ronggeng Gunung. Pada tahun 1948 Kesenian Ronggeng Gunung diberhentikan sementara, akan tetapi pada tahun 1950 ketika kesenian tradisional mulai di munculkan kembali yang menyebabkan Kesenian Ronggeng Gunung ditampilkan kembali. Pada tahun 1980 Kesenian Ronggeng Gunung terjadi perubahan-perubahan dikarenakan mulai bermunculan tarian-tarian baru yang mempengaruhi Kesenian Ronggeng Gunung, alasan penulis membatasi samapai tahun 2011 karena pada tahun tersebut adanya pemekaran dari Kabupaten Ciamis terbagi menjadi dua yaitu Kabupaten Ciamis sendiri dan Kabupaten Pangandaran. Dengan adanya pemekaran maka muncul klaim dari kedua Kabupaten ini yang menyatakan sebagai kesenian khas dari daerahnya msaing-masing.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas, terdapat beberapa permasalahan yang akan menjadi kajian dalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan pokoknya adalah “Bagaimana Kesenian Ronggeng Gunung Di Kabupaten Ciamis Tahun 1940-2011?”. Sementara untuk membatasi kajian penelitian ini, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1.Bagaimana latar belakang munculnya Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis?

2.Bagaimana perkembangan Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis?

(16)

4.Bagaimana faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melestarikan Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan latar belakang munculnya Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis.

2. Menganalisis perkembangan Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis.

3. Mendeskripsikan kehidupan seniman Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan budaya.

4. Memaparkan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melestarikan Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis.

1.4Manfaat/Signifikansi Penelitian

Manfaat dari pengajuan proposal ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memperkaya tulisan tentang Kesenian Ronggeng Gunung dalam khasanah sejarah lokal.

2. Dapat dijadikan acuan untuk penelitian dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam tentang kajian Kesenian Ronggeng Gunung.

3. Untuk memahami perubahan, perkembangan, dan fungsi Ronggeng Gunung dalam masyarakat, khususnya Ciamis Selatan.

1.5Struktur Organisasi Skripsi

Penulisan skripsi ini tersusun menurut struktur organisasi sebagai berikut:

(17)

penelitian ini. Pada akhir bab ini akan dimuat tentang metode dan teknik penelitian, juga sistematika penulisan yang akan menjadi kerangka dan pedoman penulisan karya ilmiah ini.

Bab II Kajian Pustaka, bab ini dipaparkan mengenai sumber-sumber buku dan sumber lainnnya yang digunakan sebagai referensi yang dianggap relevan.

Bab III Metode Penelitian, bab ini diuraikan mengenai serangkaian kegiatan serta cara-cara yang ditempuh dalam melakukan penelitian guna mendapatkan sumber yang relevan dengan permasalahan yang sedang dikaji oleh peneliti. Adapun metode yang telah digunakan adalah metode historis dan teknik yang digunakan adalah studi literatur dan wawancara.

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara umum bab III ini merupakan pemaparan mengenai metodologi yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang diangkat menjadi sebuah karya tulis, yaitu mengenai Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis tahun 1940-2011. Metode yang digunakan adalah metode historis dan teknik penelitian menggunakan studi literatur,adapun sistematikanya akan dijelaskan oleh uraian berikut.

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode historis dengan studi literatur dan studi dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data. Metode historis dipilih sebagai metodologi penelitian karena tulisan ini merupakan kajian sejarah yang data-datanya diperoleh dari jejak-jejak yang ditinggalkan dari suatu peristiwa masa lampau. Menurut Gottschalk (1986, hlm. 32) metode historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan dan menuliskannya berdasarkan fakta yang diperoleh.

Menurut Nugroho Notosusanto (Ismaun, 2005, hlm. 34) menguraikan ada empat prosedur/langkah dalam metode historis, yaitu: 1) Mencari jejak-jejak masa lampau, 2) meneliti jejak-jejak itu secara kritis, 3) berusaha membayangkan bagaimana gambaran masa lampau, berdasarkan informasi yang diperoleh dari jejak-jejak itu dan 4) menyampaikan hasil-hasil rekonstruksi imajinatif dari masa lampau itu sehingga sesuai dengan jejak-jejaknya maupun dengan imajinasi ilmiah.

Sementara Wood Gray (Sjamsuddin, 2007, hlm. 89) mengemukakan bahwa paling tidak ada enam langkah dalam metode historis, yaitu:

1. Memilih suatu topik yang sesuai.

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.

(19)

Dany Septiana, 2015

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber).

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya.

6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pemabaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.

Dari uraian beberapa pandangan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode historis sangat cocok karena sesuai dengan data dan fakta yang diperlukan yang berasal dari masa lampau, dengan demikian kondisi yang terjadi dalam permasalahan yang dikaji penulis dapat tergambarkan dengan baik.

Terdapat beberapa tahapan dalam penelitian sejarah menurut Ismaun (2005, hlm. 123-131), yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian karya ilmiah ini adalah:

1. Heuristik

Heuristik berasal dari bahasa Yunani heurishein yang berarti menemukan (Abdurrahman, 2007, hlm. 64). Heuristik merupakan upaya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian. Sumber sejarah adalah “segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu (past actuality) (Sjamsuddin, 2007, hlm. 95). Pada langkah ini penulis mengunjungi beberapa tempat yaitu; Perpustakaan kampus UPI Bandung, Perpustakaan Batu Api, Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Bapusipda) Jawa Barat, toko buku Gramedia, toko buku Toga Mas, toko buku Palasari, pedagang buku lesehan di jalan Dewi Sartika, serta melakukan browsing internet.

(20)

2. Kritik dan Analisis Sumber

Setelah mendapatkan berbagai sumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang penulis kaji, tahap berikutnya adalah melakukan kritik serta terhadap sumber-sumber yang telah ditemukan baik dari buku, dokumen, browsing internet, sumber tertulis, maupun dari penelitian serta sumber lainnya. Menurut Sjamsudin (2007, hlm. 131) seorang sejarawan tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber yang diperoleh. Melainkan ia harus menyaringnya secara kritis, terutama terhadap sumber pertama, agar terjaring fakta-fakta yang menjadi pilihannya. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua sumber relevan yang telah didapatkan penulis pada tahap heuristik tidak lantas dapat menjadi sumber yang digunakan oleh penulis, namun harus disaring dan dikritisi terlebih dahulu keontentikannya.

Abdurrahman (2007, hlm. 68), menjelaskan bahwa verifikasi atau kritik sumber ini bertujuan untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini, dilakukan uji keabsahan tentang keaslian (autentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern. Hal senada dikemukakan oleh Sjamsudin (2007, hlm. 105) bahwa fungsi kritik sumber bagi sejarawan erat kaitannya untuk mencari kebenaran. Pada tahap ini sejarawan dihadapkan pada benar dan salah, kemungkinan dan keraguan. Maka dengan demikian penulis perlu melakukan kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal menitikberatkan pada aspek-aspek luar sumber sejarah sedangkan kritik internal lebih menekankan pada isi (content) dari sumber sejarah.

(21)

kesaksian-Dany Septiana, 2015

kesaksian di dalam sumber dengan kesaksian-kesaksian dari sumber lain. Untuk menguji kredibilitas sumber (sejauh mana dapat dipercaya) diadakan penilaian intrinsik terhadap sumber dengan mempersoalkan hal-hal tersebut. kemudian dipungutlah fakta-fakta sejarah melalui perumusan data yang didapat, setelah diadakan penelitian terhadap evidensi-evidensi dalam sumber.

Dalam tahap ini penulis melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang telah ditemukan baik dari tulisan berupa buku, dokumen, browsing internet, maupun sumber lisan melalui hasil wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian skripsi penulis. Sehingga sumber-sumber yang telah ditemukan dalam tahap heuristik bisa menjadi sumber yang otentik dan relevan untuk digunakan oleh penulis.

3. Interpretasi

Setelah melalui kritik sumber, tahapan selanjutnya adalah Interpretasi. Interpretasi adalah melakukan penafsiran terhadap sumber yang sudah dilakukan kritik dan analisis sumber. Pada tahap ini penulis melakukan penafsiran keterangan yang diperoleh dari sumber sejarah berupa fakta-fakta yang terkumpul dari sumber-sumber primer maupun sekunder dengan cara menghubungkan dan merangkaikannya sehingga tercipta suatu fakta sejarah yang sesuai dengan permasalahan penelitian.

Gottschalk dalam Ismaun (2005, hlm. 56) mengemukakan bahwa interpretasi atau penafsiran sejarah itu memiliki tiga aspek penting, sebagai berikut:

Pertama, analisis-kritis yaitu menganalisis stuktur intern dan pola-pola hubungan antar fakta-fakta. Kedua, historis-substantif yaitu menyajikan suatu uraian prosesual dengan dukungan fakta-fakta yang cukup sebagai ilustrasi suatu perkembangan. Sedangkan Ketiga adalah sosial-budaya yaitu memperhatikan manifestasi insani dalam interaksi dan interrelasi sosial-budaya.

(22)

berarti menyatukan. Keduanya dipandang sebagai metode utama di dalam interpretasi (Kuntowijoyo, 2003, hlm. 100). Adapun pendekatan yang digunakan penulis untuk mengkaji permasalahan dalam skripsi ini adalah pendekatan interdisipliner dengan menggunakan konsep-konsep dari ilmu sosial dan ilmu ekonomi.

4. Historiografi

Historiografi menurut Ismaun (2005, hlm. 28) adalah usaha untuk mensintesiskan data-data dan fakta-fakta sejarah menjadi suatu kisah yang jelas dalam bentuk lisan maupun tulisan. Historiografi adalah usaha mensintesiskan seluruh hasil penelitian atau penemuan yang berupa data-data dan fakta-fakta sejarah menjadi suatu penulisan yang utuh, baik berupa karya besar ataupun hanya berupa makalah kecil (Sjamsudin, 2007, hlm. 156). Pada tahapan ini menulis menyajikan keseluruhan isi skripsi dalam uraian pola bahasa yang ilmiah dan sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (EYD).

Kebenaran seluruh fakta yang dijaring melalui metode kritik baru dapat dipahami hubungannya satu sama lain setelah semuanya ditulis dalam suatu keutuhan historiografi (Sjamsudin, 2007, hlm. 156). Peneliti mencoba memproses dan menyusun hasil penelitian yang telah diperoleh sehingga menjadi satu kesatuan sejarah yang utuh dalam bentuk skripsi dengan judul “Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis tahun 1940-2011”.

Teknik penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan teknik wawancara, kepustakaan dan dokumentsi. Teknik wawancara ini menggunakan (oral tradition) atau sejarah lisan karena kebanyakan sejarah mengenai Kesenian Ronggeng Gunung ini di ceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Mengenai sejarah lisan Kuntowijoyo mengemukakan bahwa:

(23)

Dany Septiana, 2015

selain sebagai metode, sejarah lisan juga digunakan sebagai sumber sejarah (Kuntowijoyo, 2003, hlm. 26-28).

Penulis berusaha mencari narasumber yang dianggap berkompeten untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Tanya jawab dilakukan dengan wawancara kepada tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama dan pengamat kebudayaan Kabupaten Ciamis mengenai Ronggeng Gunung. Penulis mendapatkan keterangan dan gambaran tentang permasalahan yang dikaji. Wawancara yang dilakukan adalah teknik wawancara perpaduan antara wawancara terstruktur dengan wawancara tidak terstruktur.

Wawancara terstruktur atau berencana adalah wawancara yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua responden yang diwawancarai diberi pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan tata urutan yang seragam. Sedangkan wawancara yang tidak terstruktur adalah wawancara yang tidak mempunyai persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang harus dipatuhi peneliti.Kebaikan dari penggabungan antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur adalah agar tujuan wawancara lebih terfokus. Selain itu agar data yang diperoleh lebih mudah diolah dan yang terakhir narasumber lebih bebas mengungkapkan apa saja yang dia ketahui.

Penggunaan teknik wawancara untuk memperoleh data juga dilengkapi dengan studi kepustakaan. Dalam penelitian skripsi ini, studi kepustakaan hanya digunakan sebagai penunjang dan pelengkap saja, karena belum ada buku yang membahas Ronggeng Gunung secara khusus. Studi literatur merupakan teknik yang mendukung serta relevan dengan permasalahan yang dikaji. Berkaitan dengan ini, dilakukan kegiatan kunjungan pada perpustakaan-perpustakaan di Bandung dan juga di Kabupaten Ciamis untuk mendukung penulisan ini. Setelah literature terkumpul dan cukup relevan sebagai acuan penulisan serta didukung dengan fakta-fakta yang telah ditemukan melalui sumber lisan, maka penulis mulai mempelajari, mengkaji dan mengidentifikasi serta memilih sumber yang relevan dan dapat dipergunakan dalam penulisan.

(24)

foto, rekaman video, rekaman kaset dan sebagainya (Kartodirjo dalam Koentjaraningrat, 1994, hlm. 46).

Studi dokumentasi adalah studi yang digunakan oleh penulis yaitu dengan mengumpulkan data-data dengan melihat video dan foto-foto yang telah di himpun oleh masyarakat ataupun oleh pemerintah untuk memberi gamabaran kepada penulis bahwa ada gambar audio visual atau visualnya saja sebagai bahan perbandingan karena tema yang di kaji oleh penulis di sini adalah pengaruh sebuah kebudayaan tehadap Kesenian Ronggeng Gunung itu sendiri.

3.2 Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian merupakan titik awal dalam suatu tahap penelitian yang harus benar-benar dipersiapkan dengan matang sebagai penentu keberhasilan peneliti pada tahap selanjutnya. Terdapat beberapa langkah yang telah dipersiapkan penulis pada tahapan ini, yaitu dengan melakukan penentuan dan pengajuan tema penelitian, penyusunan rancangan penelitian serta mengikuti proses bimbingan.

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Kuntowijoyo (2003, hlm. 91) berpendapat bahwa pemilihan topik sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual. Dua syarat ini dapat dipahami bahwa topik itu bisa ditemukan atas kegemaran tertentu atau pengenalan yang lebih dekat tentang hal yang terjadi di sekitarnya atau pengalaman penelitian serta keterkaitan peneliti dengan disiplin ilmu atau aktifitasnya dalam masyarakat. Pendapat tersebut menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan penelitian sesuai terhadap suatu permasalahan yang diinginkannya.

(25)

Dany Septiana, 2015

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan kegiatan penelitian. Rancangan penelitian merupakan sebuah rancangan berupa kerangka yang menjadi acuan dalam penyusunan skripsi. Dalam penelitian ini rancangan tersebut berupa proposal skripsi yang pada umumnya memuat judul penelitian, latar belakang masalah yang merupakan pemaparan mengenai deskripsi masalah yang akan dibahas, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penulisan.

Dalam tahap ini penulis terlebih dahulu mengumpulkan data mengenai tema yang akan dikaji. Pertama penulis melakukan diskusi dengan teman-teman. Selanjutnya penulis mencari dan membaca-baca sumber literatur yang relevan dengan tema penelitian. Maka setelah memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji, penulis menjabarkannya ke dalam bentuk proposal skripsi. Kemudian mendapat persetujuan dari ketua TPPS jurusan Pendidikan sejarah maka pengesahan penelitianpun ditetapkan melalui Surat Keputusan Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung No. 06/TPPS/JPS/PEM/2014. Dalam surat keputusan tersebut, ditentukan pula pembimbing I, yaitu H. Didin Saripudin, Ph.D dan Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si sebagai pembimbing II. Adapun rancangan penelitian yang diajukan meliputi (1) Judul penelitian, (2) Latar belakang masalah, (3) Rumusan masalah, (4) Tujuan Penelitian, (5) Manfaat penelitian, (6) Kajian pustaka (7) Metode penelitian, (8) Struktur Organisasi Skripsi (9) dan Daftar Pustaka.

3.2.3 Mengurus Perizinan Penelitian

Mengurus perizinan merupakan tahapan yang dilakukan penulis untuk mempermudah dan memperlancar penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis. Selain itu, tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini. adapun surat-surat perizinan penelitian penelitian tersebut ditujukan kepada lembaga atau perorangan sebagai berikut:

1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ciamis. 2. Kantor Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis.

(26)

3.2.4 Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian

Sebelum melaksanakan kegiatan penelitian langsung ke lapangan, peneliti mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam menyediakan perlengkapan yang diperlukan dalam penelitian. Perlengkapan penelitian tersebut merupakan alat penunjang untuk memperlancar penelitian, supaya hasil penelitian dapat sesuai dengan yang diharapkan. Adapun perlengkapan yang dibutuhkan dalam penelitian skripsi ini diantaranya sebagai berikut:

1. Surat izin penelitian dari dekan FPIPS 2. Pedoman wawancara

3. Alat perekam (Tape Recorder) 4. Kamera foto

5. Alat tulis, catatan lapangan

3.2.5 Proses Bimbingan

Bimbingan adalah suatu kegiatan konsultasi yang dilakukan oleh penulis dengan pembimbing I dan II. Proses bimbingan merupakan proses yang sangat penting, dikarenakan dalam proses tersebut penulis dapat berdiskusi berbagai masalah yang dihadapi, dan penulis akan mendapat arahan atau masukan berupa komentar untuk perbaikan penelitian skripsi dari kedua pembimbing tersebut. Selain itu proses bimbingan juga memberi manfaat bagi penulis yaitu agar dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam penelitian skripsi ini, serta diarahkan untuk konsisten kepada fokus kajian. Kegiatan bimbingan ini dilakukan setelah sebelumnya penulis menghubungi pembimbing dan kemudian dibuat kesepakatan jadwal pertemuan antara penulis dengan pembimbing.

(27)

Dany Septiana, 2015

Sejarah lantai dua gedung FPIPS, karena memang selain beliau sebagai dosen ajar, juga menjabat sebagai Sekertaris Jurusan Pendidikan Sejarah.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian adalah tahapan selanjutnya setelah penulis merancang dan mempersiapkan penelitian. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam rangkaian proses penelitian guna mendapatkan data dan fakta yang dibutuhkan. Dalam penelitian skripsi ini, penulis melakukan empat tahap penelitian, sebagai berikut.

3.3.1 Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Dalam tahapan heuristik ini, penulis berusaha melakukan pencarian, pengumpulan dan pengklasifikasian berbagai sumber yang berhubungan dengan masalah penelitian, sehingga dapat memberikan informasi untuk menjawab permasalahan yang sedang dikaji. Sumber sejarah adalah segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung memberitahukan kepada kita tentang sesuatu kenyataan kegiatan manusia pada masa lalu (Sjamsudin, 2007, hlm. 95). Kegiatan heuristik ini dimaksudkan sebagai usaha mencari dan menemukan sumber sejarah.

Penulis mencari dan mengumpulkan berbagai sumber sejarah berupa sumber tertulis dan sumber lisan. Sumber tertulis dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai rujukan, sedangkan sumber lisan digunakan apabila sumber tertulis kurang mengenai permasalahan yang dikaji dirasa masih kurang. Selanjutnya untuk lebih jelas lagi penulis akan paparkan di bawah ini.

1. Pengumpulan Sumber Tertulis

(28)

a) Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Di perpustakaan UPI peneliti mencari buku-buku yang berkaitan dengan kebudayaan sunda serta buku yang berkaitan dengan kesenian tradisional. Di Perpustakaan Daerah peneliti menemukan buku-buku yang bersifat umum tetapi dianggap penting karena dapat memberikan gambaran secara general mengenai tarian-tarian tradisional.

b) Penulis juga mengunjungi perpustakaan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) dari perpustakaan ini penulis menemukan skripsi yang mempunyai tema yang sama dengan yang dikaji penulis, yakni mengenai skripsi yang berjudul Keberadaan Tari Ronggeng Gunung Masa Sekarang di Daerah Kabupaten Ciamis (1996) skripsi ini ditulis oleh Nesri Kusmayadi.

c) Perpustakaan lain yang penulis kunjungi yaitu perpustakaan Batoe Api, dari perpustakaan Batoe Api ini penulis menemukan buku yang isinya mengenai asal usul Kabupaten Ciamis.

d) Penulis mengunjungi Lingkung Seni Panggugah Rasa Desa Ciulu Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis mendapatkan dokumen mengenai sejarah singkat ronggeng gunung.

e) Selain mengunjungi beberapa tempat yang telah disebutkan di atas, penulis juga berusaha mencari, mendapatkan dan meminjam buku koleksi dari kawan-kawan sesama mahasiswa.

f) Serta sebagai tambahan pengetahuan dan juga wawasan penulis mengenai penelitian yang dikaji, penulis melakukan browsing di internet. Selanjutnya sumber-sumber yang telah terkumpul kemudian dibaca, dipahami, dan dikaji untuk melihat kesesuaiannya dengan permasalahan dalam penelitian. Kemudian temuan-temuan sumber tersebut dicatat supaya lebih mudah dalam proses penulisan sejarah.

2. Pengumpulan Sumber Lisan

(29)

Dany Septiana, 2015

diungkapkan oleh Widja (1989, hlm. 3) bahwa ‘Sejarah lisan (oral history) dalam penyusunan ceritera sejarahnya terutama bertumpu pada sumber-sumber lisan (informasi lisan)”. Abdullah (2007, hlm. 22) memaparkan bahwa “Sejarah lisan adalah kesaksian yang diberikan oleh “aktor sejarah” atau mungkin juga saksi yang mempunyai firsthand knowledge tentang peristiwa yang dikisahkannya”.

Pada umumnya pelaksanaan wawancara ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu wawancara yang terstruktur dan wawancara yang tidak terstruktur. Wawancara yang terstruktur adalah wawancara yang berdasarkan pedoman wawancara yang terdapat dalam instrumen penelitian. Instrumen penelitian ini mencakup daftar pertanyaan penelitian yang telah direncanakan dan telah disusun sebelumnya dengan maksud untuk mengontrol dan mengukur isi wawancara agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari permasalahan pokok yang akan ditanyakan. Sedangkan wawancara yang tidak terstruktur adalah wawancara yang tidak terencana dan wawancara tersebut tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan yang diajukan dalam instrumen wawancara.

Sedangkan dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara gabungan antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara dilakukan secara individual, yaitu dilakukan berdua antara pelaku atau saksi dengan penulis. Sebelum wawancara dilaksanakan, penulis menyusun daftar pertanyaan terlebih dahulu. Daftar pertanyaan tersebut dijabarkan secara garis besar. Dalam pelaksanaannya, pertanyaan tersebut diatur dan diarahkan sehingga pembicaraan berjalan sesuai dengan pokok permasalahan. Apabila informasi yang diberikan narasumber kurang jelas, penulis mengajukan kembali pertanyaan yang masih terdapat dalam kerangka pertanyaan besar. Pertanyaan-pertanyaan itu diberikan dengan tujuan untuk membantu narasumber dalam mengingat kembali peristiwa sehingga informasi menjadi lebih lengkap. Proses wawancaranya pun dilakukan penulis dengan langsung mendatangi tempat tinggal narasumber. Adapun narasumber yang diwawancarai adalah sebagai berikut:

1. Para pelaku Ronggeng Gunung Kabupaten Ciamis di antaranya :

(30)

b. Bi Pejoh (60 tahun) sebagai sinden senior pada tahun 1954-2000 dari kesenian Ronggeng Gunung, Desa Panyutran Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran.

c. Hendi (70 tahun) pimpinan group Gending Lestari dari Desa Babakan dan merupakan penabuh kendang padan Ronggeng Tayub, memberikan informasi mengenai waditra yang mengiringi Ronggeng Gunung. Desa Babakan Jaya, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran.

d. Tarjo (71 tahun) penabuh kendang pada rombongan Panggugah Rasa, memberikan informasi mengenai pola iringan pada pertunjukan Ronggeng Gunung. Desa Ciulu, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Pangandaran. 2. Tokoh atau sesepuh Kesenian Ronggeng Gunung Kabupaten Ciamis a. Aki Sangkeh (65 tahun) sebagai sesepuh yang mengetahui tentang seluk

beluk kesenian ronggeng gunung di daerah Dusun Citembong Desa Cikalong Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran.

b. Pak Waskam (66 tahun) sebagai sesepuh yang mengetahui tentang kesenian ronggeng gunung di Desa Legok Pari Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran.

3. Kepala Dinas Kabupaten Pangandaran

DR. Erik Krisna Yudha Astawijaya Saputra, SS, M.Si, (56 tahun) merupakan Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Pangandaran yang mengetahui akan permasalahan pengakuan hak dari Ronggeng Gunung.

3.3.2 Kritik Sumber

(31)

Dany Septiana, 2015

meragukan. Kejelasan dan keamanan sumber-sumber tersebut dapat diperoleh melalui pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap sumber itu sendiri. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Sjamsudin (2007, hlm. 102-103) bahwa ada lima pertanyaan yang harus dijawab dengan memuaskan yaitu:

a. Siapa yang mengatakan itu?

b. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu bisa diubah?

c. Apakah sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya? d. Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang

kompeten, apakah ia mengetahui fakta itu?

e. Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu?

3.3.2.1 Kritik Eksternal

Kritik eksternal adalah cara pengujian sumber terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah secara terinci. Kritik eksternal merupakan suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak sala mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsudin, 2007, hlm. 134). Sumber kritik eksternal harus menerangkan fakta dan kesaksian bahwa:

 Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang itu atau pada waktu itu.  Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan,

atau penambahan dan penghilangan fakta-fakta yang substansial. Kritik eksternal bertujuan untuk menilai sejauh mana kelayakan sumber-sumber yang telah didapatkan, sebelum mengkaji isi sumber-sumber. Dalam proses pelaksanaan kritik eksternal ini peneliti melakukan penelusuran dan pengumpulan informasi mengenai penulis sumber sebagai salah satu cara untuk melihat karya-karya atau tulisan lain yang dihasilkannya hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir kesubjektivitasan. Keterangan dari narasumber perlu melalui proses kritik sumber agar nantinya fakta-fakta historis akan tampak lebih jelas baik dari sumber tertulis maupun sumber lisan.

(32)

Sumber tertulis yang penulis kritik diantaranya yaitu buku karangan S. Dloyana Kusumah yang berjudul Ronggeng Gunung Sebuah Kesenian Rakyat di Kabupaten Ciamis Jawa Barat (1981). Buku ini ditulis oleh S. Dloyana Kusumah dari tim Proyek Media Kebudayaan Jakarta, dari segi tampilan fisik, buku ini kondisinya sangat baik bahkan dalam penulisannya sudah menggunakan ejaan yang baik dan benar. Buku ini diterbitkan pada tahun 1981, tahun ini berada dalam kajian yang penulis kaji yaitu tahun 1940-2011 dengan kata lain dapat penulis simpulkan buku ini dijadikan sumber primer karena berada pada tahun kajian penulis. Kemudian dari tempat terbit buku ini sendiri diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lembaga ini merupakan lembaga yang tentunya kompeten karena merupakan lembaga negara yang langsung membawahi mengenai kebudayaan.

Skripsi yang berjudul Keberadaan Tari Ronggeng Gunung Masa Sekarang di Daerah Kabupaten Ciamis (1996). Skripsi ini ditulis oleh Nesri Kusmayadi. Penulis skripsi ini merupakan lulusan dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia, dari bentuk fisiknya skripsi ini sangat baik bahkan menggunakan ejaan yang baik dan benar. Skripsi ini merupakan terbitan tahun 1996, karena pada tahun 1996 termasuk pada kajian dari penulis teliti yaitu dari tahun 1940-2011, dari tempat terbit skripsi ini dapat dikatakan bisa di percaya karena merupakan salah satu sekolah tinggi seni yaitu Sekolah Tinggi Seni Indonesia.

Kritik internal yang selanjutnya yaitu dokumen Sejarah Singkat Ronggeng Gunung (2012). Dokumen ini ditulis oleh para tokoh dari Lingkung Seni Pangguggah Rasa Desa Ciulu Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis. Untuk penulis dari dokumen ini merupakan pelaku dari kesenian ronggeng gunung yang membuatnya menjadi dokumen. Dari bentuk fisiknya dokumen ini sangat baik dan memudahkan pembaca dalam membaca buku ini bahkan dalam segi tulisan sudah menggunakan ejaan yang baik dan benar. Dokumen ini terbit pada tahun 2012, tempat terbitnya Desa Ciulu Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis.

(33)

Dany Septiana, 2015

Raspi sendir berada di Desa Ciulu Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis yang merupakan tempat kajian penulis, disamping itu Bi Raspi sendiri merupakan pelaku (sebagai sinden sekaligus penari) dalam kesenian ronggeng gunung.

Narasumber yang kedua yaitu Bi Pejoh, beliau merupakan penari senior semenjak lulus dari Sekolah Dasar, dengan usia 60 tahun akan tetapi dalam proses wawancara penyampaian informasinya sangat jelas, Bi Pejoh merupakan sebagai sinden sekaligus penari dari kesenian ronggeng gunung yang bertempat tinggal di Desa Panyutran Kecamatan Padaherang Kabupatrn Pangandaran yang merupakan tempat kajain penulis.

Narasumber yang ketiga yaitu Hendi, beliau merupakan pelaku sekaligus pimpinan Group Gending Lestari, meskipun usianya sudah 70 tahun dalam penyampaian informasinya beliau sangat lantang dalam menjelaskan mengenai Ronggeng Gunung, yang bertempat tinggal di Desa Babakan Jaya, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran.

Narasumber yang keempat yaitu Tarjo, beliau merupakan penabuh kendang senior dari lingkung seni Panggugah Rasa, dengan usia yang sudah tua yaitu 71 tahun, tetapi beliau sangat antusias dalam menjelaskan mengenai Ronggeng Gunung, karena beliau mempunyai pengalaman dalam perjalanannya dengan lingkung seni Pangguggah Rasa juga dalam menyampaikan informasinya bisa dipahami dengan jelas. Yang bertempat tinggal di Desa Ciulu, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis.

Narasumber yang kelima yaitu Aki Sangkeh, beliau merupakan tokoh yang menyaksikan sekaligus pelaku dari kesenian ronggeng gunung, usia beliau yaitu 65 tahun. Tempat tinggal Aki Sangkeh ini di Desa Cikalong Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran yang merupakan tempat dari kajian penulis.

(34)

Narasumber yang selanjutnya yaitu DR. Erik Krisna Yudha Astawijaya Saputra, SS, M.Si, beliau merupakan Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Pangandaran. Dalam menyampaikan informarinya sangat jelas karena beliau merupakan lulusan S3 Universitas Pendidikan Indonesia. Karena sesuai dengan apa yang sedang di kaji oleh penulis yaitu perkembangan ronggeng gunung hingga tahun 2011.

Kritik eksternal yang dilakukan terhadap sumber tertulis bertujuan untuk melakukan penelitian asal-usul sumber terutama yang berbentuk dokumen. Peneliti juga melakukan pemilihan terhadap buku-buku yang dianggap berhubungan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Buku-buku yang digunakan memuat nama penulsi buku, penerbit, tahun terbit, dan tempat terbitnya. Selain melakukan kritik eksternal terhadap sumber tertulis, peneliti juga melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan, yaitu dengan mempertimbangkan usia narasumber yang disesuaikan dengan tahun kajian peneliti yaitu antara tahun 1940-2011, kemudian pendidikan, kedudukan, mata pencaharian, tempat tinggal, dan keberadaannya, terutama faktor kesehatan saat diwawancarai apakah daya ingatnya masih kuat atau tidak. Proses ini dilakukan dikarenakan semua data yang didapatkan peneliti baik dari sumber tertulis maupun sumber lisan tingkat keberadaannya tidak sama.

3.3.2.2 Kritik Internal

Kritik internal dilakukan terhadap aspek dalam sumber atau kesaksian sejarah dengan lebih menekankan pada isi yang terkandung dalam sumber sejarah. Kritik internal atau kritik dalam bertujuan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggung jawab dan moralnya (Ismaun, 2005, hlm. 50). Dalam tahapan ini penulis melakukan kritik internal baik terhadap sumber-sumber tertulis maupun sumber lisan.

(35)

Dany Septiana, 2015

gunung dari segi latar belakang persebaran ronggeng gunung bahkan disebutkan juga fungsi dari kesenian ronggeng gunung itu sendiri. Sehingga menurut penulis buku ini bagus untuk dijadikan sumber utama dalam penulisan karya ilmiah ini, karena berkaitan erat dengan apa yang sedang di kaji oleh penulis.

Kritik internal yang kedua yaitu skripsi yang berjudul Keberadaan Tari Ronggeng Gunung Masa Sekarang di Daerah Kabupaten Ciamis (1996), Skripsi ini ditulis oleh Nesri Kusmayadi. Dalam penulisan skripsi yang di teliti oleh Nesri Kusmayadi ini ada kaitannya dengan yang diteliti oleh penulis yaitu dari isi skripsinya yang memaparkan mengenai keberadaan kesenian ronggeng gunung dan memaparkan sumberdaya manusia sebagai pendukung kesenian tersebut, jadi menurut penulis skripsi ini sangat berkaitan erat dengan yang penulis kaji sekarang, karena isi dari skripsinya dapat dijadikan sumber utama dalam penulisan yang diteliti oleh penulis.

Kritik internal yang ketiga yaitu dokumen Sejarah Singkat Ronggeng Gunung (2012). Dokumen ini ditulis oleh para tokoh dari Lingkung Seni Pangguggah Rasa Desa Ciulu Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis. Dokumen yang ditelaah oleh penulis ini merupakan sejarah singkat dari ronggeng gunung yang di terbitkan oleh para tokoh kosenian ronggeng gunung, sehingga penulis menyimpuplkan bahwa dokumen ini sangan bermanfaat bagi penulis karena dalam isi dari dokumen tersebut menjelaskan mengenai asal usul kesenian ronggeng gunung yang berkaitan erat dengan apa yang sedang penulis kaji.

Kritik internal sumber lisan yaitu terhadap pelaku dari ronggeng gunung diantaranya Bi Raspi, dilihat dari segi usia Bi Raspi ketika di wawancara berusia 56 tahun, dalam pelaksanaan wawancara Bi Raspi hanya memaparkan sedikit mengenai keberlangsungan kesenian ronggeng gunung tersebut, selebihnya beliau memberikan dokumen sejarah singkat kesenian ronggeng gunung sebagai salah satu penunjang pembuatan karya ilmiah yang ditulis oleh penulis. Selain dari itu Bi Raspi merupakan pelaku dari kesenian ronggeng gunung sehingga penulis meyakinkan bahwa Bi Raspi bisa dijadikan sumber lisan.

(36)

sinden sekaligus penari dari kesenian ronggeng gunung yang bertempat tinggal di Desa Panyutran Kecamatan Padaherang Kabupatrn Pangandaran, beliau berlatar belakang sebagai anak dari petani, dengan jenjang pendidikan sampai Sekolah Dasar. Beliau dalam memaparkan kesenian ronggeng gunung ini bisa dikatakan sangat baik karena beliau memaparkan apa yang telah dialami oleh pelaku itu sendiri, sehingga penulis mengangkat Bi Pejoh sebagai sumber lisan dalam penelitian skripsi ini.

Kritik internal yang ketiga yaitu Hendi, beliau merupakan pelaku dari Ronggeng Tayub Sekaligus pimpinan dari ligkung seni Gending Lestari, sehingga beliau banyak tau mengenai Ronggeng Gunung karena Ronggeng Tayub itu hampir sama dengan Ronggeng Gunung, jadi menurut penulis Pak Hendi ini bisa dijadikan sumber lisan dalam penulisan skripsi. Meskipun usianya sudah tidak muda lagi yaitu 70 tahun, akan tetapi jiwa semangatnya dalam mengembangkan kesenian Ronggeng Gunung tidak memudar.

Kritik internal yang keempat yaitu Tarjo, beliau merupakan pelaku dari Ronggeng Gunung karena beliau merupakan penabuh kendang dari lingkung seni Panggugah Rasa, sehingga penulis beranggapan bahwa Pak Tarjo ini bisa dijadikan sumber lisan dalam penulisan skripsi.

Kritik internal yang kelima yaitu Aki Sangkeh, beliau merupakan tokoh yang menyaksikan sekaligus pelaku dari kesenian ronggeng gunung, usia beliau yaitu 65 tahun. Bertempat tinggal di Desa Cikalong Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran. Beliau merupakan orang yang disepuhkan dalam pementasan ronggeng gunung karena beliau sebagai tokoh yang ngikuti perkembangan-perkembangan dari kesenian ronggeng gunung, sehingga penulis mengambil langkah untuk menjadikan Aki Sangkeh ini sebagai sumber lisan yang di wawancarai oleh penulis.

(37)

Dany Septiana, 2015

Waskam ini sebagai narasumber yang di wawancarai oleh penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah.

Kritik internal yang ketujuh yaitu DR. Erik Krisna Yudha Astawijaya Saputra, SS, M.Si, beliau merupakan Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Pangandaran, berlatar belakang sebagai Kepala Dinas Budaya beliau bisa dijadikan sebagai narasumber bagi penulis. Pendidikan terakhirnya S3 di Universitas Pendidikan Indonesia.

Kritik internal untuk sumber tertulis dilaksanakan peneliti dengan melakukan konfirmasi dan membandingkan berbagai informasi dalam suatu sumber dengan sumber yang lain yang membahas masalah yang serupa. Untuk sumber lisan, peneliti melakukan perbandingan antar hasil wawancara narasumber satu dengan narasumber yang lain (cross checking) dengan tujuan untuk mendapatkan kesesuaian dari fakta-fakta yang ada untuk meminimalisasi kesubjektivitasan dari narasumber. Selain itu, penulis juga melakukan proses perbandingan antar sumber tetulis dan sumber lisan. Tahapan ini bertujuan untuk memilah-milah data dan fakta yang berasal dari sumber primer dan sekunder yang diperoleh sesuai dengan judul penelitian.

3.3.3 Interpretasi

Setelah melakukan kritik sumber, maka tahapan selanjutnya yaitu melaksanakan tahap interpretasi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mengolah, menyusun, dan menafsirkan fakta-fakta yang telah teruji kebenarannya baik yang diperoleh dari sumber tertulis, maupun dari sumber lisan. Tujuan dilakukannya tahapan ini adalah untuk menghubungkan satu fakta dengan fakta yang lainnya menjadi sebuah rangkaian peristiwa yang saling berhubungan. Untuk mempertajam analisis terhadap permasalahan yang penulis kaji, maka pada tahap ini digunakan pendekatan interdisipliner.

(38)

masyarakat, cara mempertahankan hidup, dan tingkat kesejahteraan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang dikaji dan mempermudah dalam proses menafsirkan.

Setiap fakta-fakta yang diperoleh oleh peneliti dari sumber primer yang diwawancarai dibandingkan dan dihubungkan dengan fakta lain yang diperoleh baik dari sumber tulisan maupun sumber lisan. Proses tersebut bertujuan untuk mengantisipasi sebagian data yang diperoleh tidak mengalami penyimpangan. Setelah fakta-fakta tersebut dapat diterima dan dihubungkan dengan fakta lainnya maka rangkaian fakta tersebut diharapkan dapat menjadi rekonstruksi yang menggambarkan Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis tahun 1940-2011.

3.3.4 Historiografi

Tahap terakhir dari penulisan skripsi ini adalah melaporkan seluruh hasil penelitian yang telah dilaksanakan seelumnya. Dalam metodologi sejarah lazimnya disebut dengan “historiografi”. Pada tahapan ini seluruh daya pikir dan kemampuan dikerahkan untuk menuangkan segala hal yang ada dalam penelitian sehingga dapat menghasilkan sebuah tulisan yang memiliki standar mutu dan menjaga kebenaran sejarahnya. Seperti yang dinyatakan Sjamsudin (2007, hlm. 156) yakni:

Penulis mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis pengguanaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan tetapi yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisis yang pada akhirnya menghasilkan sebuah sintesa dari seluruh hasil penelitian.

(39)

Dany Septiana, 2015

Untuk lebih sistematis, maka disusun kerangka tulisan dan pokok-pokok pikiran yang akan dituangkan dalam tulisan berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang telah diperoleh. Sedangkan tahap akhir penulisan dilakukan setelah materi atau bahan dan kerangka tulisan selesai dibuat. Penulisannya pun dilakukan bab demi bab sesuai dengan proses penelitian yang dilakukan secara bertahap. Masing-masing bagian atau bab mengalami proses koreksi dan perbaikan berdasarkan bimbingan dari dosen pembimbing skripsi. Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis membaginya ke dalam lima bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, pembahasan dan terakhir adalah kesimpulan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab yaitu :

Bab I Pendahuluan. Merupakan paparan penulis yang berisi latar belakang masalah, mengapa penulis memilih masalah mengenai Kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis tahun 1940-2011. Selain itu, dalam bab I ini terdapat pula rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Bab II Kajian pustaka. Pada bab ini dipaparkan mengenai tinjauan kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini. Tinjauan pustaka pada bab ini memaparkan mengenai berbagai referensi konsep yang berhubungan dan relevan dengan tema skripsi.

Bab III Metode penelitian. Dalam bab ini penulis menguraikan langkah-langkah, metode, dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, serta analisis dan cara penulisannya. Semua prosedur dalam penelitian ini dipaparkan secara rinci pada bab ini.

(40)

pendukung dan faktor penghambat dalam melestarikan kesenian Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis.

(41)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji. Selain berupa simpulan, dalam bab ini juga memberikan suatu rekomendasi untuk beberapa pihak yang mempunyai kepentingan dalam bidang yang penulis kaji dengan tujuan untuk memberikan suatu pemecahan masalah dalam pengambilan keputusan selanjutnya agar diharapkan lebih baik kedepannya.

5.1. Simpulan

Merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul “Kesenian

Ronggeng Gunung di Kabupaten Ciamis Tahun 1940-2011”. Kesimpulan tersebut merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis pada bab sebelumnya. Terdapat empat hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang dibahas, yaitu:

Pertama, latar belakang munculnya kesenian ronggeng gunung yaitu kesenian tradisional di Kabupaten Ciamis Selatan yang ada sejak jaman Kerajaan Galuh hingga sekarang masih tetap eksis, hal ini dapat dilihat pada jaman Kerajaan Galuh, Ronggeng Gunung merupakan suatu kesenian yang dipergunakan untuk menyambut Raja-raja serta dipergelarkan dilingkungan Kerajaan sedangkan pada jaman sekarang Kesenian Ronggeng Gunung dipergelarkan sebagai hiburan semata tanpa ada ritual-ritual.

(42)

merapatkan kedua tangan didada menjadi bersentuhan langsung bahkan dicium tangan dari ronggeng itu oleh penari laki-laki. Hal ini dianggap menyimpang dari ajaran agama Islam dan tidak sesuai dengan adat istiadat bangsa Indonesia, maka pemerintah daerah pada tahun 1948 melarang kesenian Ronggeng Gunung dipertunjukan di tempat umum.

Memasuki tahun 1950, ketika macam-macam kesenian daerah mulai muncul kembali untuk memperkaya kebudayaan nasional, maka sejak itulah masyarakat Ciamis mencabut kembali larangan pertunjukan kesenian Ronggeng Gunung. Pada tahun 1980 kesenian Ronggeng Gunung mulai terpengaruh oleh tarian-tarian pendatang baru yaitu tari Jaipongan. Ketika memasuki runtuhnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998, dimana krisis moneter mempengaruhi faktor ekonomi semua kalangan masyarakat yang mengakibatkan kesenian ronggeng gunung meredup kembali. Pada tahun 2011 wilayah Pangandaran memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis yang dapat menyebabkan perkembangan kesenian ronggeng gunung terabaikan oleh kedua Kabupaten dikarenakan semua pemerintahan terfokus pada pemekaran dari Kabupaten Pangandaran yang menyebabkan kesenian ronggeng gunung terabaikan.

(43)

Keempat, Faktor pendukung merupakan dukungan baik dari masyarakat maupun dari seniman bahkan dari pemerintah demi melestarikan kelestarian dari kesenian ronggeng gungung itu sendiri. Sedangkan faktor penghambat merupakan penurunan dari aktifitas ronggeng gunung baik dalam hal pemeliharaan yang kurang bahkan dari pementasan yang tidak ada. Faktor pendukung yang mempunyai pengaruh terhadap perkembangan ronggeng gunung ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah dukungan yang datang dari dalam, yaitu adanya kreativitas dari seniman sebagai pelaku seni dan dari masyarakat sebagai pendukungnya. Sedangkan faktor eksternal adalah dukungan yang datang dari luar karena adanya unsur politik, sosial, ekonomi, religi dan teknologi. Sedangkan Faktor yang dapat menghambat dari pelestarian kesenian ronggeng gunung adalah kurangnya penikmat dari kesenian ronggeng gunung, akan tetapi faktor yang paling berpengaruh dalam kelestarian kesenian ronggeng gunung yaitu seiring dengan berjalannya waktu kesenian di daerah Kabupaten Ciamis bagian selatan mulai terpengaruh oleh kesenian pendatang baru diantaranya yaitu calung, ronggeng amen, dangdut, Degung dan wayang golek.

5.2. Rekomendasi

Disamping itu selama penulis melakukan suatu penelitian terhadap Kesenian Ronggeng Gunung ini diketemukan beberapa hal yang menurut penulis perlu adanya tindak lanjut dari berbagai pihak yang antara lain adalah:

1.Seniman atau Pelaku

Bagi seniman rekomendasi dari penulis yaitu perlu adanya suatu tindak lanjut bagi penerus ronggeng gunung walaupun tidak menjadi suatu keharusan dari pihak keluarga. Hal ini dimaksudkan agar keberlangsungan kesenian ronggeng gunung terus berlangsung. Kesenian ronggeng gunung sendiri jangan sampai vakum apalagi berhenti, melihat dari sejarahnya keberadaan ronggeng gunung memiliki nilai budaya yang tinggi. Diharapkan kesenian ronggeng gunung menjadi kesenian yang terus berkembang ditengah kalangan masyarakat.

2. Pemerintah

(44)

Ronggeng gunung merupakan sebuah kesenian yang menjadi peninggalan sejak zaman Kerajaan Galuh, diperlukan bangunan tempat pementasan kesenian ronggeng gunung diharapkan agar keberadaan kesenian khas dari Kabupaten Ciamis Selatan tetap ada.

3. Peneliti Selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya yang tertarik dengan Kesenian Ronggeng Gunung perlu melakukan penelitian yang lebih mendalam lagi terutama mengenai perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam tubuh Kesenian Ronggeng Gunung. Hal ini yang menyebabkan kelangsungan dari Kesenian Ronggeng Gunung menjadi tidak terlihat akan kekhasannya. Dalam penelitian ini penulis hanya menyebutkan sekilas dari hal itu maka perlu diadakannya suatu penelitian lanjutan yang lebih spesifik dan mendalam. Dengan maksud untuk memperkaya penulisan keilmuan di dalamnya.

4. Pembelajaran di Sekolah

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Abdullah, T. (2007). “Di Sekitar Penelitian Sejarah Lokal”, dalam Sejarah Lokal Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah. Bandung: Salamina Press. Abdurahman M dan Muhidin S A. (2007). Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur

dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Alwi, H. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Caturwati, E. (2006). Perempuan dan Ronggeng. Bandung : Pusat Kajian Lintas

Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan.

Ekadjati, E. S. (2005). Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Gottschlak, L. (1985). Mengerti Sejarah .Jakarta: UI-Press.

Hadi, S, Y. (2005). Sosiologi Tari Sebuah Telaah Kritis yang Mengulas Tari dari zaman ke zaman: primitif; tradisional, modern hingga Kontemporer. Yogyakarta: PUSTAKA.

Harjasoemantri, K. (1995). Seni dan Pengayom. Jakarta: Kongres Kesenian Indonesia I.

Harsojo. (1984). Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta

Herdiani, E. (2003). Bajidoran di Karawang Kontinuitas dan Perubahan. Jakarta: Hasta Wahana.

Hidayat, R. (2006). Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan. Malang: Banjar Seni Gantar Gumelar.

Humardani. (1983). Kumpulan Kertas Tentang Tari Surakarta : STSI Press Ismaun. (2005). Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: Historia Utama press. Jazuli,M. (1994). Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Press.

(46)

Kasim,A. (1981). Mengenal Teater Tradisional Di Indonesia. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Kurdi, R, O. 1995. Materi Dasar Ilmu Budaya Sunda. Bandung: UNPAS.

Koentjaraningrat. (1997). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Koentjaraningrat. (2005). Pengantar Antropologi II. Jakarta: Rineka Cipta.

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah (edisi kedua).Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya.

Langer, S, K. (1988). Problematika Seni. Terjemahan F. X Widaryanto, Bandung: Akademi Seni Tari Indonesia.

Lubis, H. N. Dkk. (2011). Sejarah Provinsi Jawa Barat. Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Narawati, S. (2005). Tari Sunda Dulu, Kini, dan Esok. Bandung: P4ST

Poesponegoro, M. D. (1993). Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.

Rustopo. (1990). Gendhon Humardani (1923-1983) Arsitek dan Pelaksanaan

Pembangunan Kehidupan Seni Tradisi Jawa yang Moderen

Mengindonesia Suatu Biografi. Yogyakarta: Tesis, UGM. Said, S. (1995). Seni dan Pengayom. Jakarta: Kesenian Indonesia I

Santoso,S.P. (1980). Mewarisi dan Memperbaharui Warisan Budaya Nasional. Jakarta: Proyek Penulisan dan Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan Umum dan Properti Depdikbud.

Sedyawati, E. (1986). Pengantar Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Depdikbud.

Soedarsono. (1978). Pengantar Pengertian Tari. Yogyakarta: ASTI

Soekamto, S. (2005). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sujana, A. (1996). Pertumbuhan dan Perkembangan Ketuk Tilu di Jawa Barat.

(47)

Dany Septiana, 2015

Supardan, D. (2009). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Sjamsudin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Widja, I.G. (1989). Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Wildan, D. (2005). Sejarah Ciamis. Bandung : Humaniora.

__________ . (2000). Perempuan dan Seni Pertunjukan . Seni, Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni. Yogyakarta : BP ISI Yogyakarta.

Sumber Skripsi :

Kusmayadi.N. (1996). Keberadaan Tari Ronggeng Gunung Masa Sekarang di Daerah Kabupaten Ciamis. Skripsi Sarjana Fakultas Seni Tari Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan

Suhaeti.E. (2008). Pertunjukan Ronggeng Gunung Di Banjarsari Kabupaten Ciamis. Tesis Pascasarjana Institut Seni Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan

Sumber Jurnal :

Agus Deden. [online]. Tersedia:

http://budaya-indonesia.org/Tari-Ronggeng-Gunung-Ciamis-Jawa-Barat/[ 29 Agustus 2015]

Sumber Internet :

Gambar. [Online]. Tersedia:

https://resonansbulletin.files.wordpress.com/2007/11/f-01-bagendit-copy1.jpg[ 2 September 2015]

Gambar. [Online]. Tersedia:

https://fourrays.files.wordpress.com/2002/03/lnd_2096w.jpg[ 2 September

2015]

Gambar. [Online]. Tersedia:

http://ciamiskab.bps.go.id/publikasi/ciamis-dalam-angka-2011[1 September 2015]

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengertian sehari-hari istilah kebutuhan sering disamakan dengan keinginan. Seringkali terjadi seseorang mengatakan kebutuhan padahal sebetulnya yang dimaksud adalah

Berdasarkan kerangka pemikiran dapat diajukan hipotesa, bahwa diduga jenis bahan penstabil yang berbeda dan konsentrasi sukrosa yang berbeda, berpengaruh terhadap

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 17 dan pasal 19 sesuai dengan Peraturan Bupati

Dalam teks, muncul kata-kata tertentu yang dominan dan dinaturalisasikan kepada pembaca. Kata tersebut selalu diulang-ulang dalam berbagai peristiwa tutur. Kata-kata

 Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan dilakukan oleh birokrasi publik tentunya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan atau menekan saklar lampu, banyak faktor yang

Panduan Praktis Daftar Obat-Obatan Pada Pengobatan Massal FSKI Dosis : Diberikan selama 2 minggu, diminum pada pagi hari.

Kegiatan membersihkan tebu pada metode OWAS tidak berbahaya bagi sistem muskulos- keletal dan tidak perlu perbaikan, akan tetapi pada REBA kegiatan ini memiliki