KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK COCA COLA
(Studi Kasus Pada Wilayah Blur u, Sidoar jo)
SKRIPSI
Dia jukan Kepa da Fa kulta s Ekonomi
Univer sitas Pembanguna n Nasional ″Veter an″ J awa Timur Untuk Menyusun Skr ipsi S-1 Pr ogram Studi Ma najemen
Diajukan oleh :
MICHAEL A KATENDE 0912015023 / FE / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
SKRIPSI
KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK COCA COLA
(Studi Kasus Pada Wilayah Blur u, Sidoar jo)
Yang Diajukan :
MICHAEL A KATENDE 0912015023 / FE / EM
Telah disetujui untuk diseminar kan oleh
Pembimbing Utama
Dr . Pr a setyo Hadi, SE,MM Tangga l : ... NIP. 19600804199030001
Pembimbing Pendamping
Dr s. Ec. Agoeng Soepr ijono, MM Tangga l : ... NIP. 196201031989031001
Mengetahui
Ketua Pr ogr am Studi Manajemen
SKRIPSI
KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK COCA-COLA
(Studi Kasus Pada Wilayah Blur u,Sidoar jo)
Disusun Oleh :
MICHAEL A KATENDE 0912015023 / FE / EM
Telah Diper tahana kan Dihadapa n Dan Diter ima Oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usa n Ma najemen Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembanguna n Nasional ” Vetera n” J awa Timur Pada Tanggal, 13 Desember 2013
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Dr . Pr a setyohadi,SE, MM Dr a. Ec. Nur Mahmudah, MS
Pembimbing Pendamping Sekreta r is
Dr s.Ec. Agoeng Soepr ijono,MM Dr . Pr a setyohadi,SE, MM
Anggota
Dr s. Ec. Bowo Santoso, MM
Mengetahui Dekan Fa kulta s Ekonomi
Univer sitas Pemba ngunan Nasional ”Veter an” J awa Timur
KATA PENGANTAR
Salam Seja hter a,
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yesus atas segala rahmat dan
HidayahNya telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna
memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan
Manajemen dalam jenjang strata satu Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur dengan judul “KEPUTUSAN PEMBELIAN
PRODUK COCA COLA “ (Studi Kasus Pada Wilayah Blur u, Sidoar jo).
Dalam menulis skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak yang telah memberikan motivasi , bimbingan , saran serta dorongan moril yang
baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya penyusunan skripsi ini. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir Teguh Soedartono, MP selaku Rektor Universitas Pembagunan
Nasional ‘Veteran” Jawa Timur
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Pembagunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, SE, MM selaku Ketua Program Studi Manajemen
Universitas Pembagunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Dr. Prasetyo Hadi, SE, MM selaku pembimbing utama yang dengan
memberikan bimbingan dan petunjuk serta pikirannya dalam penyelesaian
5. Bapak Drs.Ec. Agoeng Suprijono, MM selaku pembimbing pendamping yang
dengan memberikan bimbingan dan petunjuk serta pikirannya dalam penyelesaian
penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembagunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur
7. Bapak/Ibu tercinta serta keluarga yang selalu memberikan restu, dukungan dan
doanya selama penulis menempuh kuliah sampai dengan menyelesaikan skripsi.
Semoga Allah Bapa senantiasa memberikan limpahan berkah, rahmat dan
hidayahNya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini ,
untuk itu penulis menghargai segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membagun
karena hal tersebut. Sangat membantu menghantarkan pada kesempurnaan skripsi ini.
Surabaya, 13 Desember 2013
DAFTAR ISI
Halaman persetujuan seminar usulan penelitian
Halaman persetujuan penyusunan skripsi
Halaman persetujuan ujian lisan
Abstraksi
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan masalah 4
1.3 Tujuan penelitian 5
1.4 Manfaat penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu...6
2.2 Tinjauan teori 7
2.1.1 Merek 7
2.1.2 Ekuitas Merek 8
2.1.3 Marketing Mix 13
2.1.4 Promosi 14
2.2 Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Keputusan Pembelian 16
2.5 Kerangka konseptual 18
2.6 Hipotesis...19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi operasional dan pengukuran variabel 20
3.1.1 Variabel Dependent 20
3.1.2 Variabel Independent 21
3.2 Teknik penentuan data 21
3.2.1 Populasi 21
3.2.2 Sampel 22
3.3 Teknik pengumpulan data 23
3.3.1 Jenis data 23
3.3.2 Sumber data 23
3.3.3 Pengumpulan data 23
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 24
3.4.1 Teknik Analisa 24
3.4.2 Model indikator reflektif dan indikator formatif 26
3.4.2.1Model indikator reflektif 26
3.4.2.2Model indikator formatif 28
3.4.3 Kegunaan Metode Partial Least Square (PLS) 30
3.4.4 Pengukuran Metode Partial least Square (PLS) 31
3.4.5 Langkah-langkah PLS 31
3.4.7 Ukuran Sampel 33
3.4.8 Uji Validitas dan Reliabilitas 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian 36
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 36
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian 37
4.2.1 Deskripsi Karakteristik Responden 37
4.2.2 Deskripsi Variabel Ekuitas Merek (X1)...37
4.2.3 Deskripsi Variabel Promosi (X2)...40
4.2.4 Deskripsi Variabel Keputusan pembelian (Y)...41
4.3 Analisa dan Pengujian Hipotesis 42
4.3.1 Evaluasi Outlier 43
4.3.2 Average Varian Extracted (AVE) 46
4.3.3 Composite Reability 47
4.3.4 Outer Weights 48
4.3.5 Inner Model (Pengujuian Model Struktural) 49
4.4 Pembahasan 50
4.4.a Ekuitas Merek terhadap Keputusan Pembelian...51
4.4.b Promosi terhadap Keputusan Pembelian...52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Saran 54
Kuisioner
Daftar pustaka
KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK COCA-COLA
(Studi Kasus Pada Wilayah Blur u,Sidoar jo)
Oleh :
MICHAEL A KATENDE
Abstraksi
Di dalam penelitian ini merek produk yang diangkat adalah produk minuman bersoda Coca-Cola seperti yang diketahui banyak orang merupakan merek minuman terpopuler dan laris dipasaran, namun pada saat ini kompetisi begitu ketat di pasar, merek yang kuat merupakansatu-satunya hal yang dimiliki oleh perusahaan yang membedakan dirinya, namun akhir-akhir ini kinerja produk Coca-Cola menurun masih kalah dengan Fanta, sehingga penulis mengangkat permasalahan tersebut
Populasi dalam penelitian ini adalah agen di Bluru,Sidoarjo yang membeli produk minuman bersoda Coca-Cola. Sampel yang diambil adalah sebesar 60 responden. Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang berdasarkan kuisioner hasil jawaban responden. Sedangkan analisis data yang dipergunakan adalah Partial Least Square .
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan telah didapatkan bahwa : 1).Faktor Ekuitas merek berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian signifikan (positif). 2). Faktor Promosi terhadap Keputusan Pembelian non signifikan (positif).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Coca-Cola merupakan merek minuman ringan terpopuler dan paling laris dalam
sejarah hingga saat ini. Minuman ini tidak hanya dikonsumsi pada saat acara penting saja,
tetapi juga dapat dikonsumsi pada saat-saat santai atau berkumpul dengan keluarga.
Coca-Cola diciptakan pertama kali di Atlanta, Georgia oleh Dr. John S. Pemberton.
Coca-Cola diperkenalkan sebagai minuman fountain dengan mencampurkan sirup rasa Cola
dan air berkarbonasi. Coca-cola terdaftar sebagai merek dagang di tahun 1886, pada tahun
1892 Coca-Cola telah terjual di seluruh wilayah Amerika Serikat, serta saat ini telah tersedia
di seluruh dunia (sumber: www.coca-colabottling.co.id). Pada mulanya badan usaha
menggunakan kata Coke, namun pada tahun 1941, perusahaan mengikuti selera populer pasar
dan nama dagang Coke memperoleh pengakuan periklanan yang sama dengan Coca-Cola.
Pada tahun 1945, Coke resmi menjadi merek dagang terdaftar. Badan usaha Coca-Cola di
Indonesia bernama PT. Cola Bottling Indonesia, yang dikenal memproduksi
Coca-Cola, Fanta, Sprite, Frestea, Diet coke, Sunfil, dan Ades.
Strategi pemasaran Coca-Cola mempunyai ciri khas tersendiri, unik dan
kreatif dalam berinovasi untuk meningkatkan produknya. Berbagai program promosi
diadakan sesuai dengan acara yang sedang berlangsung, baik melalui konser musik, pameran,
promo penukaran tutup botol, hadiah kejutan, maupun iklan TV.
Merek minuman yang sudah ada di dunia sejak tahun 1886 ini merupakan pemenang
merek paling berharga di dunia versi Interbrand untuk tahun 2009. Badan usaha konsultasi
valuasi merek global terkenal, memperkirakan nilai merek dari Coca-Cola mencapai US$
Coca-cola yang fantastis ini dibangun dengan pengertian yang mendalam akan pelanggan
sehingga perkiraan badan usaha selalu relevan dengan pasar. (sumber: SWA 16/XXV/27
juli-5 agustus 2009).
Ketika kompetisi begitu ketat di pasar, merek yang kuat merupakan satu-satunya hal
yang dimiliki oleh sebuah perusahaan untuk membedakan dirinya. Sebuah merek berfungsi
sebagai navigasi, jaminan dan komunikasi. Merek merupakan alat yang dapat membantu
konsumen dalam navigasi untuk memilih pilihannya, merek merupakan jaminan kualitas
yang dijanjikan. Dalam menghadapi persaingan yang begitu ketat, setiap badan usaha dalam
industri minuman ringan ini harus mampu membangun ekuitas merek dari produk-produk
badan usaha tersebut yang dijual di pasaran.Saat ini penguasa pasar minuman ringan bersoda
di Indonesia ada beberapa, yaitu Coca-Cola, Fanta, Sprite, Big Cola. Berikut ini tampilan
tabel dari Kinerja Produk Personal 2011-2012.
Tabel 1
Kategori minuman bersoda
Merek Brand value ($M)
2011 2012
Fanta 62,6 50,2
Coca-Cola 56,5 47,9
Sprite 55,7 42,1
Big Cola - 27,9
Sumber :majalah swa 20/XXVIII/20 September -3 Oktober 2012
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa merek Coca-Cola dalam kategori minuman ringan
bersoda mempunyai Brand value ($M) di tahun 2012 sebesar 47,9. Brand value Coca-Cola
tiga dengan Brand value sebesar 42,1 dan yang terakhir adalah minuman Big Cola sebesar
27,9. Dari data diatas menurut sumber (majalah swa 20/XXVIII/20 September-3 Oktober
2012) Brand value Coca-Cola masih berada dibawah produk Fanta itu juga dialami oleh
Coca-Cola pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2011,dimana pada tahun 2012 juga mengalami
penurunan dari Brand value tersebut. Brand value adalah nilai kinerja suatu produk. Namun
pada saat beberapa tahun terakhir ini kinerja produk minuman bersoda cenderung menurun.
Metodologi penilaian yang digunakan dalam Best Brand merupakan pengembangan dari
konsep Brand Equity (brand awareness, brand loyalty, brand association, perceived quality
dan other asstes) yang diperkaya dengan dimensi, gain index dan trust, sehingga ada tujuh
dimensi yang digunakan dalam pengukuran.
Dengan mempunyai image yang baik, pihak Coca-cola juga harus mampu
membangun sebuah komunikasi yang baik untuk para pelanggan sehingga kedua hubungan
itu bisa seimbang dan menciptakan hasil yang baik. Diketahui daripada berkomunikasi
dengan cara biasa, menjalin sebuah kerjasama dengan berbagai komunitas terbukti lebih
ampuh untuk membuat sebuah merek sukses dan solid. Komunitas mempunyai pengaruh
yang sangat besar bagi preferensi merek yang digunakan oleh anggota komunitasnya, karena
komunitas sesungguhnya adalah channel pemasaran dan bisa membentuk word of mouth
(WOM) bagi anggota-anggotanya. Pada saat WOM bekerja secara kuat maka loyalitas yang
tinggi juga akan terbentuk. Coca-Cola merupakan salah satu Brand of Choise by Community
pada tahun 2009. (sumber: SWA 24/XXV/12-25 November 2009).
Badan usaha Coca-cola dalam menunjang ekuitas merek dalam hal brand association
adalah dengan membangun brand connection yang mampu mengingatkan masyarakat jika
mendengar tentang piala dunia maka akan juga mengingat Coca-cola, dan begitu juga
sebaliknya. Coca-cola merupakan official partner (mitra resmi) FIFA World Cup sejak 1978
aktif dalam kegiatan marketing yang berkaitan dengan event akbar empat tahunan tersebut.
Tidak ada perbedaan harga dan distribusi untuk produk-produk promo tematik (PD 2010)
dengan produk nonpromo. (sumber: MARKETING 07/X/Juli 2010).
Salah satu hal yang dapat juga menunjang ekuitas merek Coca-Cola adalah dari segi
perceived quality yang meliputi kualitas produk dan layanan. Dalam kualitas produk tidak
perlu diragukan lagi karena menawarkan beberapa macam kemasan yang dapat dinikmati
kapan saja dan dimana saja oleh pelanggan setianya. Diantaranya kemasan kaleng (250 ml &
330 ml), kemasan botol (193 ml, 295 ml & 1000 ml) dan kemasan pet (500 ml, 1000 ml,
1500 ml & 2000 ml). (sumber: www.coca-colabottling.co.id). Sehingga dari berbagai jenis
kemasan dan ukuran yang ditawarkan tersebut diharapkan dapat memberikan alternatif
pilihan bagi pelanggan Coca-cola. Di wilayah Bluru Sidoarjo pada tahun-tahun sebelumnya
banyak masyarakatnya membeli Coca-cola digunakan sebagai konsumsi minuman dalam
suatu acara namun pada saat sekarang masyarakat mulai beralih keminuman bersoda merek
lain sebagai contoh Fanta,Pepsi blue,Big Cola. Untuk merek terakhir banyak masyrakat
membeli minuman merek Big Cola dikarenakan harga yang terjangkau dengan isi yang lebih
banyak.Tempat-tempat penjualan di Wilayah Bluru Sidoarjo juga semakin beragam apalagi
banyak berdiri minimarket-minimarket yang menyediakan banyak minuman-minuman
bersoda dengan berbagai merek
1.2 Perumusan Masalah
Dengan demikian dapat diteliti Pengaruh Ekuitas merek dan Promosi terhadap
Keputusan Pembelian Minuman Merek Coca-cola di Sidoarjo.
Berdasarkan Fakta dan gejala yang dapat dilihat diidentifikasi masalah, dengan
1. Apakah ada pengaruh Ekuitas Merek terhadap keputusan pembelian minuman
ringan bersoda Coca-Cola di wilayah Bluru Sidoarjo?
2. Apakah ada pengaruh promosi terhadap keputusan pembelian minuman ringan
bersoda Coca-Cola di wilayah Bluru Sidoarjo?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menguji pengaruh Ekuitas Merek terhadap keputusan pembelian minuman
bersoda Coca-Cola
2. Untuk menguji pengaruh promosi terhadap keputusan pembelian minuman
bersoda Coca-Cola
1.4 Manfaat Penelitian
a) Bagi penulis. Penelitian ini membantu penulis untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
Ekuitas Merek dan promosi terhadap keputusan pembelian konsumen di Sidoarjo
b) Bagi pihak Coca-Cola. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan evaluasi
bagi pihak badan usaha sehubungan dengan Ekuitas Merek minuman Coca-Cola dan
pengaruh promosi terhadap keputusan pembelian yang telah dilakukan, sehingga berguna
untuk mempertahankan dan selalu meningkatkan kualitas yang telah dihasilkan.
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Pada penelitian terdahulu menurut Rinta Niary yang berjudul pengaruh ekuitas merek
terhadap keputusan pembelian Indomie goreng (studi pada mahasiswa reguler jurusan
manajeman Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang). Penelitian ini dilakukan di
Malang kepada mahasiswa reguler jurusan FE UM dengan jumlah sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah 255 orang, dengan teknik pengambilan sampel berdasarkan
stratified proportionate random sampling. Adapun sampel dikelompokkan menurut program
studi dan tahun angkatannya. Data yang diperoleh melalui responden dengan menggunakan
alat pengukur berupa kuesioner tertutup dan diukur dengan skala likert. Ekuitas merek
berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian Indomie goreng dengan F hitung sebesar
74,661 dan sig F adalah 0,000
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bekti Setiawan (2006) tentang Pengaruh Kualitas
Produk dan Promosi terhadap Keputusan pembelian krupuk rambak “DWIJOYO” . Penelitian
ini dilakukan di Desa Penanggulan. Kec Pengadon. Kab Kendal pada tahun 2006, dengan
jumlah populasi sebanyak 3420 orang, sampel yang diambil adalah sebagian dari populasi
menggunakan teknik Simple Random Sampling (pengambilan sampel secara acak sederhana
melalui daftar bilangan random). Hasil pengujian regresi berganda membuktikan semua
variabel independen (promosi) mempunyai pengaruh positif terhadap variabel dependen
(keputusan pembelian) secara simultan variabel kualitas produk dan promosi berpengaruh
secara bersama-sama terhadap variabel keputusan pembelian sebesar 24%.
Menurut Kholifah, Apriatni Endang Prihartini,Widayanto dalam jurnal “Pengaruh Ekuitas
SMA Negeri 5 Purwokerto JL.Gereja No. 20, Purwokerto ) , dengan menggunakan teori
Donald R Cooper dan C William Emory, diambil 100 responden untuk dijadikan sampel dan
teknik sampling yang digunakan adalah dengan accidental sampling. Dari hasil analisis data
diketahui bahwa kategori Ekuitas Merek sebesar 62 % menyatakan cukup. Kategori promosi
diketahui sebesar 53% menyatakan cukup menarik. Variabel ekuitas merek berpengaruh
terhadap keputusan pembelian sebesar 46,6%. Variabel Promosi berpengaruh terhadap
keputusan pembelian sebesar 44,6%, variabel ekuitas merek dan promosi berpengaruh
terhadap keputusan pembelian sebesar 51,2%.
2.2 Tinjauan Teori
2.2.1 Merek
Sebagai suat u ident ifikasi, suat u merek (brand) t erdiri dari unsur nama (brand
name), yait u bagian yang dapat diucapkan dan bagian meerk yang t idak dapat diucapkan
dan bagian desain at au suat u pengepakan yang unik. Aaker (1997:9) mendefinisikan merek
sebagai nama at au simbol yang bersifat membedakan (sepert i sebuah logo, cap, at au
kemasan) dengan mengident ifikasikan barang at au jasa dari seorang penjual at au sebuah
kelompok penjual t ert ent u unt uk membedakannya dari barang dan jasa yang dihasilkan
oleh para kompet it or. Suat u merek pada gilirannya memberi t anda pada konsumen maupun
produsen dari para kompet it or yang berusaha memberikan produk yang ident ik.
Sebuah merek yang baik (Kot ler, 1997:70) harus mempunyai karakt erist ik, yait u:
a. Harus mengisyarat kan manfaat dan kualit as produk.
Produk harus mengisyarat kan manfaat dan kualit as produk t ersebut misalnya dari
nama produknya.
M erek yang singkat t ent u lebih mudah unt uk diingat dan diucapkan.
c. Harus mempunyai ciri yang khas.
Nama yang khas akan lebih menjadi pembeda dari nama yang bersifat umum dan
karenanya akan lebih berpeluang menonjolkan produk yang menyandang nama
t ersebut .
d. Harus t idak berart i buruk di negara dan bahasa lain.
M erek harus mudah dit erjemahkan ke dalam bahasa lain dan mudah diucapkan
dalam sebuah bahasa, t idak mengandung art i negat if bagi masyarakat t ert ent u.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahw a sebuah merek t idak hanya sekedar nama
at au simbol, t et api merek pada dasarnya mencerminkan janji penjual unt uk konsist en
memberikan feat ure, benefit s, services, dan jaminan kualit as kepada pembeli.
2.2.2 Ekuitas Merek
Menurut Aaker dalam buku Durianto (2001:4), ekuitas merek adalah seperangkat aset
dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, dan simbol yang mampu
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa yang baik
kepada badan usaha atau para pelanggan badan usaha tersebut. Agar aset dan liabilitas
mendasari brand equity, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau
sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa
semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar brand equity akan berubah pula.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008, p.216): “Brand equity is the positive differential
effect that knowing the brand has on customer response to the product or service”. Ekuitas
merek adalah perbedaan positif yang memberikan dampak sehingga konsumen menjadi tahu
Menurut Schiffman and Kanuk (2007, p.224) menyatakan: “The term brand equity
refers to the value inherent in a well known brand name”. Definisi tersebut dapat
dikemukakan bahwa ekuitas merek merupakan nilai yang melekat pada merek dari produk
yang terkenal dan konsumen mempersepsikan ekuitas merek sebagai nilai tambah pada merek
dari produk yang dimilikinya.
Aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek akan berada antara satu konteks
dengan konteks yang lainnya, namun pada keduanya dapat dikelompokkan dalam lima
dimensi yang menurut Aaker dalam buku Durianto (2001:4) yaitu: (1) Brand Awareness
(kesadaran merek), (2) Brand Loyalty (kesetiaan merek), (3) Perceived Quality (kualitas yang
dipersepsikan), (4) Brand Association (asosiasi merek), (5) Other Proprietary Brand Asset
(aset-aset merek lainnya). Menurut Aaker dalam Sri Wahjuni & I Gde Cahyadi (2007), Brand
awareness adalah kekuatan keberadaan sebuah merek dalam pikiran pelanggan. Kekuatan
tersebut ditunjukkan oleh kemampuan pelanggan mengenal dan mengingat sebuah merek.
Kesadaran merek dapat membantu mengaitkan merek dengan asosiasi yang diharapkan oleh
perusahaan, menciptakan familiarity pelanggan pada merek, dan menunjukkan komitmen
kepada pelanggan. Peran dari kesadaran merek atas ekuitas merek bergantung pada konteks
dan pada tingkat mana kesadaran itu dicapai. Menurut Durianto (2001) brand awareness
adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembeli suatu merek
sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. bagian dari suatu kategori yang kuat
antara kategori produk dengan merek yang dapat dilibatkan.
Pengukuran brand awareness didasarkan kepada pengertian dari brand awareness
yang mencakup tingkatan brand awareness menurut David A. Aaker, yaitu: a. Top of the
mind adalah nama merek yang disebut pertama kali untuk kategori tertentu, dalam pengertian
sederhana merek tersebut menjadi pimpinan dari berbagai merek yang ada di dalam pikiran
merek yang disebut untuk kelas produk tertentu. c. Brand recognition adalah tingkat
minimum dalam proses menciptakan kesadaran terhadap suatu merek, dimana pelanggan
mungkin dapat mengingat kembali lewat bantuan tentang nama merek tetapi ingatan
pelanggan tersebut tidak terlalu kuat. d. Unaware of a brand merupakan kebalikan dari top of
mind, dimana pelanggan tidak pernah menyebut nama merek produk untuk kategori produk
tertentu.Seorang pelanggan tentu telah memiliki asosiasi (keterkaitan) terhadap sebuah merek
produk yang sudah dikenal dalam ingatan mereka. Asosiasi merek yang tepat selalu
dipelihara dan akan memberikan manfaat yang optimal bagi sebuah badan usaha. Menurut
Durianto (2004, p.69) Brand Association adalah segala kesan yang muncul di benak
seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.
Tipe asosiasi merek dapat memiliki bentuk yang berbeda-beda dan salah satu cara
untuk membedakan diantara asosiasi merek adalah pada tingkat abstraksinya, yaitu dengan
berapa banyak informasi yang terangkum atau termasuk dalam asosiasi. Menurut Keller
(1991) dalam Palupi (2002), asosiasi merek dapat digolongkan dalam 3 kategori utama, yaitu:
(a) Atribut adalah asosiasi yang dikaitkan dengan atribut-atribut dari merek tersebut baik
yang berhubungan langsung terhadap produknya (prduct related atributes), ataupun yang
tidak berhubungan langsung terhadap produknya (non product related atributes) yang
meliputi price, user imager, usage imagery, feelings experience, dan brand personality. (b)
Manfaat adalah asosiasi suatu merek dikaitkan dengan manfaat dari merek tersebut, baik itu
manfaat secara fungsional , manfaat secara simbolik dari pemakaiannya, dan pengalaman
yang dirasakan dari penggunanya. (c) perilaku adalah asosiasi yang dikaitkan dengan
motivasi diri sendiri yang merupakan bentuk perilaku yang bersumber dari bentuk-bentuk
punishment, reward, learning, dan knowledge. Perceived quality akan membentuk persepsi
suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh
secara langsung kepada keputusan pembelian dan loyalitas terhadap merek.
Menurut Durianto (2004, p.96), perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa
yang diharapkan oleh pelanggan. Perceived quality tidak bisa ditetapkan secara obyektif
karena merupakan persepsi dari pelanggan dan juga melibatkan apa yang penting bagi
pelanggan, sehingga dapat dikatakan bahwa membahas perceived quality berarti akan
membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan. Perceived quality merupakan suatu
perasaan yang tidak nampak dan menyeluruh mengenai suatu merek (kesan kualitas suatu
merek).
Menurut David A. Garvin dalam Durianto (2004), ada 7 dimensi kualitas produk yang
terdiri dari: a. Performance (kinerja) yang meliputi karakteristik operasi utama dari suatu
produk. Contoh: karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi,
serta kenyamanan. b. Feature merupakan elemen dari produk sebagai tambahan untuk
menjadi pembeda penting ketika ada dua produk atau lebih tampak sama. c. Conformance
with specification merupakan kesesuaian dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji
dan sesuai yang diharapkan oleh pelanggan (tidak ada cacat produk). d. Reliability adalah
kehandalan atau konsistensi kinerja dari suatu pembelian hingga pembelian berikutnya. e.
Durability (ketahanan), mencerminkan umur ekonomis suatu produk. f. Service (layanan),
kemampuan untuk memberikan layanan purna jual kepada pelanggan atau kemampuan untuk
melakukan perbaikan apabila terjadi kerusakan. g. Fit and finish (hasil akhir), menunjuk pada
kualitas keseluruhan yang secara nyata dirasakan oleh pelanggan.
Pengertian loyalitas pada dasarnya adalah bentuk perilaku pelanggan yang setia
terhadap merek dan tidak berganti merek. Loyalitas merek dari kelompok pelanggan
merek, dan membeli kerena karakteristik produknya, harga dan kenyamanan dengan sedikit
memperdulikan merek, maka kemungkinan ekuitas mereknya kecil.
Menurut Asael (1995) dalam Sri Wahjuni & I Gde Cahyadi (2007), loyalitas merek
didasarkan atas perilaku konsisten pelanggan untuk membeli sebuah merek sebagai bentuk
proses pembelajaran pelanggan atas kemampuan merek memenuhi kebutuhannya. Aaker
dalam Sri Wahjuni & I Gde Cahyadi (2007) menyatakan bahwa loyalitas merek tidak terjadi
tanpa melalui tindakan pembelian dan pengalaman menggunakan suatu merek.
Ukuran perasaan senang atau kesukaan pelanggan terhadap suatu merek tertentu.
Menurut Durianto (2004, p.132-134) Terdapat beberapa pendekatan untuk mengukur brand
loyalty antara lain: (a) behavior measures (pengukur perilaku) yaitu secara langsung
menentukan pola pembelian aktual pelanggan terhadap produk atau jasa. Pengukuran perilaku
yang umum dipakai adalah: 1. Repurchase rates, yaitu persentase pelanggan yang membeli
merek produk atau jasa yang sama pada pembelian berikutnya ; 2. percent of purchase, yaitu
persentase pembelian suatu merek produk atau jasa dalam beberapa bulan terakhir ; 3.
member of brand purchased, yaitu persentase pelanggan yang hanya membeli satu merek,
dua merek, dan seterusnya. (b) Switching cost, yaitu biaya yang ditanggung pelanggan untuk
pindah ke merek lain. Apabila biaya yang ditanggung pelanggan untuk pindah ke merek lain
lebih besar dari manfaat yang diterima pelanggan dalam mengkonsumsi produk atau jasa
merek sebelumnya, maka pelanggan akan tetap memakai merek sebelumnya. (c) Measuring
satisfaction (mengukur kepuasan), pengukuran kepuasan merupakan kepuasan merupakan
diagnose kunci untuk semua tingkatan brand loyalty. (d) Linking of the brand (kesukaan
terhadap merek) orang bisa menyukai merek, dan rasa suka tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh persepsi dan keyakinan orang tentang atribut merek. Rasa suka lebih
cenderung dicerminkan oleh pernyataan rasa suka secara umum seperti suka, percaya,
equity yang tinggi, akan memiliki banyak pelanggan setia. Komitmen yang tinggi akan
menunjukkan pelanggan semakin setia terhadap suatu merek. Komitmen pelanggan untuk
tetap setia terhadap suatu merek diwujudkan melalui berbagai tindakan, salah satunya adalah
merekomendasikan dan menceritakan kepada orang lain mengenai kebaikan atau keunggulan
produk.
2.2.3 Marketing Mix
M erupakan variabel-variabel yang dipakai oleh perusahaan sebagai sarana unt uk
m em enuhi at au m elayani kebut uhan dan keinginan konsumen. M enurut Sw ast ha (1979
: 42) market ing mix adalah kombinasi dari em pat variabel at au kegiat an yang m erupakan
int i dar i sist em pem asaran perusahaan yang t erdiri dari :
a. Produk
Dalam pengelolaannya perlu adanya perencanaan dan pengembangan produk
at au jasa unt uk dipasarkan, selain it u keput usan-keput usan yang perlu diam bil
m enyangkut m asalah pem belian m erek, pem bungkusan, w arna dan bent uk
produk lainnya.
b. Harga
Dalam kebijaksanaannya m anajemen harus m enent ukan harga dasar dari
produknya, kemudian menent ukan kebijaksanaan m enyangkut pot ongan harga,
pem bayaran ongkos kirim dan hal-hal lain yang berhubungan dengan harga.
c. Prom osi
Prom osi ini dipakai unt uk m em beri t ahu dan m em pengaruhi pasar bagi produk
perusahaan yang t erm asuk kegiat annya adalah periklanan, personal selling,
d. Dist ribusi
Tugas dari dist ribusi adalah m em ilih perant ara yang akan digunakan dalam
saluran dist ribusi, sert a mengem bangkan sist em dist ribusi secara fisik menangani
dan mengangkut produk supaya dapat mencapai pasar yang dit uju t epat pada
w akt unya.
M arket ing mix merupakan int i dari sist em pemasaran perusahaan yang mana
keem pat variabel t ersebut saling berhubungan at au saling mempengaruhi agar perusahaan
t ersebut dapat melakukan t ugas pemasarannya seefekt if mungkin. Jadi perusahaan t ersebut
t idak hanya sekedar memilih kombinasi yang t erbaik saja, t et api juga harus mengkoordinir
berbagai m acam variabel dari market ing mt x t ersebut unt uk melaksanakan program
pemasaran secara efekt if.
2.2.4 Pr omosi
Promosi adalah ramuan khusus dari iklan pribadi, promosi penjualan dan hubungan
masyarakat yang diperlukan perusahaan untuk mencapai tujuan iklan dan pemasaran
(Kotler,2009) dan menurut lupioadi dan A. Hamdani (2006) “Promosi merupakan salah satu
variable dalam bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam
memasarkan produk dan jasa, kegiatan promosi bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi
antara perusahaan dengan konsumen, melainkan juga sebagai alat untuk mempengaruhi
konsumen dalam kegiatan pembelian atau penggunaan jasa sesuai dengan kegiatan pembelian
atau penggunaan jasa sesuai dengan keingian dan kebutuhannya”.
Promosi merupakan bauran pemasaran yang digunakan untuk mengadakan
komunikasi dengan pasarnya. Promosi sering disebut sebagai proses berlanjut, karena dapat
jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa.
Seluruh kegiatan promosi bertujuan untuk mempengaruhi perilaku pembelian, tetapi tujuan
promosi yang utama adalah memberitahukan, membujuk dan mengingatkan.
Ada beberapa jenis promosi yang sering digunakan, yaitu :
1. Advertising (iklan)
Iklan merupakan bentuk peromosi menggunakan media cetak dan elektonik.
Iklan selama ini dipandang sebagai bentuk promosi paling efektif. Iklan merupakan
pesan – pesan diutarakan yang paling persuasive yang diarahkan kepada calon
pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa yang dijual dengan biaya
semurah-murahnya. Iklan mempengaruhi dua parameter keputusan konsumen, yaitu :
a. Iklan dapat membentuk perceived quality, yang kemudian akan mempengaruhi
penilaian terhadap kualitas secara keseluruhan dan pengaruh iklan semakin besar
bila konsumen tidak dapat mengevaluasi kualitas sesungguhnya.
b. Iklan dapat mempengaruhi perceived best, yaitu keyakinan bahwa merek suatu
produk adalah terbaik dikelasnya.
1. Personal selling (penjualan pribadi)
Komunikasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak bersifat individual, dalam
hal ini penjual dituntut memiliki kecakapan dan keterampilan dalam mempengaruhi
atau memotivasi pembelian dengan cara mengemukakan manfaat yang akan diperoleh
pembeli sehingga terjadi penyesuaian keuntungan. Manfaatnya adalah adanya
hubungan langung dengan calon pembeli sehingga dapat megamati secara dekat
karakterisik dan kebutuhan calon pembeli, membina macam hubungan dengan
pembeli, mulai dengan hubugan pedangangan sampai hubungan persahabatan yang
erat, dan mendapatka tanggapan dari calon pembeli.
Promosi penjualan pada dasarnya memberikan insentif kepada konsumen
untuk membeli produk-produk yang ditawarkan. Bentuk insentifnya meliputi
pemberian diskon atau potongan harga dan hadiah langusng serta mengikutsertakan
pembelian kedalam suatu undian yang hadiah besar.
3. Publisitas
Publisitas yang digunakan bersama dengan cara mendukung kegiatan-kegiatan
tertentu dalam masyarakat seperti olah raga dan kesenian. Walaupun efektivitas sering
dipertanyakan, namun dapat digunakan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada
masyarakat atau konsumen.
2.3 Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Keputusan Pembelian
Aaker (1991) dalam Sri Wahjuni & I Gde Cahyadi (2007) mengatakan “Brand equity
can affect customer’s confidence in the purchase decision”. Dari definisi tersebut dapat
diketahui bahwa ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan dalam
keputusan pembelian. Karena ekuitas merek merupakan nilai yang melekat pada merek dari
produk yang terkenal dan memiliki nilai positif, sehingga dapat mempengaruhi evaluasi
terhadap merek secara positif pula, sikap yang positif atas merek tersebut selanjutnya dapat
menciptakan rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembeliannya, dan mengurangi
keraguan pelanggan atas keputusannya.
Kesadaran merek mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan
pembelian dengan mengurangi tingkat risiko yang dirasakan atas suatu merek yang
diputuskan untuk dibeli. Semakin kecil tingkat risiko yang dirasakan atau dihasilkan dalam
suatu merek, semakin besar keyakinan pelanggan atas keputusan pembeliannya, dengan
demikian besar keyakinan pelanggan atas keputusan pembelian yang dihasilkan. Aaker
Menurut Aaker (1991) dalam Sri Wahjuni & I Gde Cahyadi (2007) mengatakan
bahwa kesan kualitas menunjukkan keunikan tertentu suatu merek dibanding merek produk
pesaing. Dengan keunikan inilah pelanggan memiliki alasan pembelian dan membuat yakin
dan percaya diri atas keputusan pembeliannya.
Aaker dalam jurnal Sri Wahjuni & I Gde Cahyadi (2007) menyatakan asosiasi merek
dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian melalui
penciptaan kredibilitas merek yang baik di benak pelanggan. Merek dengan kredibilitas yang
baik juga dapat menciptakan kepercayaan yang besar atas merek tersebut. Asosiasi merek
juga dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian melalui
penciptaan asosiasi tambahan yang positif dibenak pelanggan. Positive benefit association
mampu memberikan reason to buy yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan
atas keputusan pembelian. (Assael (1992) dalam Sri Wahjuni & I Gde Cahyadi 2007).
Schiffman & Kanuk (2000:141) menambahkan bahwa brand association yang positif mampu
menciptakan citra merek yang sesuai dengan keinginan pelanggan, sehingga dapat
menciptakan rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian merek tersebut.
Aaker (1991) dalam Sri Wahjuni & I Gde Cahyadi (2007) menyatakan bahwa tingkat
brand loyalty yang tinggi, yaitu komitmen pelanggan yang kuat atas merek dapat
menciptakan rasa percaya diri yang besar pada pelanggan saat pengambilan keputusan
pembelian. Maka dalam penelitian ini diusulkan hipotesis sebagai berikut :
H1 = Variabel ekuitas merek (X1) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian
2.4 Pengaruh Pr omosi terhadap Keputusan Pembelian
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran.
yakin bahwa produk itu tidak akan berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan pernah
membelinya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bekti Setiawan (2006) mengenai pengaruh
kualitas produk dan promosi terhadap keputusan pembelian, hasil penelitiannya kerupuk
rambak “DWIJOYO” di desa Penanggulan kab Kendal menunjukkan bahwa promosi ternyata
berpengaruh positif dalam keputusan pembelian. Dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya tersebut, maka dalam penelitian ini diusulkan hipotesis sebagai berikut:
Koefisien regresi secara parsial untuk variabel promosi sebesar 0,124 dan bertanda positif.
Hal ini berarti semakin gencarnya promosi yang dilakukan maka semakin tinggi keputusan
pembelian konsumen pada produk kerupuk rambak “DWIJOYO”
H2 = Variabel promosi (X2) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian
2.5 Kerangka Konseptual
Berdasarkan telaah pustaka diatas terhadap variabel-variabel yang dibahas dalam
penelitian ini mengenai Ekuitas Merek dan Promosi terhadap Keputusan Pembelian produk
minuman bersoda merek Coca-Cola,maka dapat ditampilkan pemikiran teoritis sebagai
berikut :
Ekuit as merek (X1)
Promosi
(X2)
Keput usan
2.6 Hipotesis
Berdasarkan pada tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu seperti yang telah
diuraikan diatas , maka hipotesis yang akan dikembangkan seperti berikut :
a. Semakin tinggi ekuitas merek maka akan meningkatkan keputusan pembelian
minuman bersoda merek Coca-Cola
b. Semakin sering melakukan promosi maka akan meningkatkan keputusan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi opr asional dan opr asional Variabel
3.1.1 Var iabel dependent (Y)
a. Keputusan Pembelian (Y)
Keputusan pembelian adalah proses pengkombinasian pengetahuan untuk menyeleksi terhadap
dua atau lebih pilihan, untuk mendapatkan solusi dari masalah yang dihadapinya.
Menurut Philip kotler ( 1998) adapun indikatornya adalah:
1. Keputusan merek
2. Keputusan pemasok atau tempat pembelian
3. Keputusan waktu pembelian
3.1.2 Var iabel independent (X)
a. Ekuitas Merek / Brand Equity (X1)
Ekuitas merek adalah seperangkat aset atau liabilitas merek yang terkait
dengan suatu merek, nama, dan simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan oleh sebuah produk atau jasa yang baik kepada badan usaha atau para pelanggan
badan usaha.
Indikator ekuitas merek menurut Soehadi (2005) adalah sebagai berikut :
1. Leadership : kemampuan untuk mempengaruhi pasar
2. Stability : kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan
3. Market :kekuatan merek untuk meningkatkan kinerja toko
5. Trend :merek menjadi semakin penting dalam industri
6. Support :besarnya dana yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi merek
7. Protection :merek tersebut mempunyai legalitas
b. Promosi (X2)
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program
pemasaran. Betapapun kualitasnya suatu produk, bila konsumen belum pernah mendengarnya
dan tidak yakin bahwa produk itu tidak akan berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan
pernah membelinya.
Indikator Promosi dalam penelitian ini menurut Sethi (2001) adalah sebagai berikut:
1. Media pomosi
2. Frekuensi promosi
3.2 Teknik Penentuan Data
3.2.1 Populasi
Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa, hal atau
orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang menjadi pusat perhatian, karena itu
dipandang sebagai sebuah semesta penelitian (Augusty Tae Ferdinand, 2006).Populasi dalam
penelitian ini adalah agen yang menjual minuman bersoda produk Coca-Cola di wilayah
Bluru Sidoarjo.
3.2.2 Sampel
Penulis menggunakan non-probability sampling yaitu bentuk purposive sampling atau
tertentu (Jogiyanto, 2005).Sampel dalam penelitian ini adalah orang atau agen yang menjual
minuman bersoda Coca-cola di Wilayah Bluru Sidoarjo.
Setelah menentukan jumlah sampel yang akan diggunakan, maka langkah berikutnya
adalah menentukan bagaimana cara menarik 30-100 responden untuk dijalankan sebagai
sampel. Cara penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu
menggunakan pertimbangan dengan cara sengaja dalam meneliti anggota populasi yang
dianggap dapat memberikan informasi yang diperlukan oleh penulis (sugiyono, 2001).
Peneliti mempertimbangkan kriteria sendiri dalam memilih responden yang akan dipilih.
Responden yang dipilih penelitian ini adalah orang atau agen yang menjual minuman bersoda
Coca-cola di Bluru Sidoarjo dengan kriteria maksimal 2 thn menjadi agen atau penjual.
Karena populasi dalam penelitian ini sangat banyak, maka diambil beberapa sampel untuk
mewakili populasi tersebut. Jenis penagambilan sampel didasari oleh asumsi PLS dengan
pedoman yang ditulis oleh Ferdinand (2002) seperti dibawah ini:
a. Sebanyak 100-200 sample untuk Maximum Likerlihood Estimation.
b. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomanya 5-10 kali jumlah
parameter yang diestimasi.
c. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variable laten.
Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5 sampai 10. Bila terdapat 13
indikator/parlementer, berdasarkan hal tersebut peneliti mengambil jumlah smpel
sebesar 65-130 data responden (13X5 = 65 responden sampai 13x10 = 130
responden).
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer didapatkan dari penyebaran kuesioner kepada para responden sesuai target dan
karakteristik yang telah ditentukan. Kuesioner berisi daftar pertanyaan tertulis tentang
tanggapan responden terhadap pengaruh ekuitas merek dan promosi dari minuman ringan
bersoda coca cola. Untuk memudahkan responden dalam melakukan pengisian kuesioner ,
maka diberikan batasan jawaban atau alternatif jawaban yang sudah disediakan sehingga
responden hanya tinggal memilih satu alternatif jawaban yang dianggap sesuai.
3.3.2 Sumber Data
Data penelitian ini diambil dari hasil kuesioner terhadap para responden secara
langsung dilapangan sesuai target dan karakteristik yang telah ditentukan
3.3.3 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau
bisa disebut angket/kuisoner/ daftar pertanyaan untuk menjelaskan identitas dan petanyaan
tertutup, yaitu pertanyaan yang diminta responden untuk memilih salah satu jawaban yang
tersedia dari setiap pertanyaan. Pengukuran pertanyaan dalam kuisoner dibuat dengan
menggunakan dengan skala Likert’s. Skala Likert’s digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang tentang fenomena social, dimana sekala ini menghasilkan
jawaban sangat setuju sampai sangat tidak setuju dalam rentang nilai 1 sampai 5.
Sekala pengukuran ini dipilih agar memudahkan pilihan dalam memberi penilaian
yang sesuai dengan persepsi dan kondisi yang telah masyarakat alami. Berikut ini contoh
jawaban kuisoner yang diberikan kepada responden, yaitu :
a. Sangat setuju skor 5
c. Ragu - ragu skor 3
d. Tidak setuju skor 2
e. Sangat tidak setuju skor 1
Melakukan metode observasi dengan melakukan pengamtan langsung pada objek
penelitian dan juga metode wawancara secara langsung kepada respoden untuk keterangan
yang lebih mengenai hal-hal yang diperlukan dalam penelitian.
Pengukuran variabel dilakukan dengan skala Likert yang menggunakan metode scoring.
Kuesioner ini menggunakan sistem tertutup, yaitu bentuk pertanyaan yang disertai alternatif
jawaban dan responden tinggal memilih salah satu dari alternatif jawaban tersebut. Data yang
dikumpulkan meliputi:
1. Identitas responden
2. Data mengenai tanggapan responden terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi
keputusan pembelian
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1 Teknik Analisa
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode SEM berbasis komponen
dengan menggunakan PLS dipilih sebagai alat analisis pada penelitian ini. Teknik Partial
Least Square (PLS) dipilih karena perangkat ini banyak dipakai untuk analisis kausal –
prediktif yang rumit dan merupakan teknik yang sesuai untuk digunakan dalam aplikasi
prediksi dan pengembangan teori seperti pada penelitian ini.
PLS merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal ini terutama
pada kondisi dimana indikator bersifat formatif. Dengan variable laten berupa kombinasi
sehingga prediksi nilai terhadap variable laten yang dipengaruhinya juga dapat dengan mudah
diperoleh supaya prediksi terhadap varianel laten yang dipengaruhinya juga dapat mudah
dilakukan.
PLS tidak membutuhkan banyak asumsi. Data tidak harus distribusi normal
multivariate dan jumlah sampel tidak harus besar (Ghozali merekomendasikan 30 -100).
Karena jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini kecil (<100) maka digunakan
PLS sebagai alat analisanya. Untuk melakukan pengujian dengan SEM berbasis komponen
atau PLS digunakan dengan bantuan SmartPLS. PLS mengenal dua macam komponen dalam
model kausal yaitu model pengukuran (measurement models) dan model skruktual (structural
model).
Melalui pendekatan ini, diasumsikan bahwa semua varian yang dihitung merupakan
varian yang berguna untuk penjelasan. Pendekatan pendugaan variable laten dalam PLS
adalah sebagai extract kombinasi linier dari indikator, sehingga mampu menghindari masalah
indeterminacy dan menghasilkan skor komponen yang tepat. Dengan menggunakan
alogaritma iterative yang terdiri dari beberapa analisis dengan metode kuardrat kecil biasa
(ordinary least square) maka persoalan identifikasi tidak menjadi masalah, karena model
bersifat rekursif.
Pendekatan PLS didasarkan pada pergeseran analisis dari pengukuran estimasi
parameter model menjadi pengukuran prediksi yang relevan. Sehingga focus analisis bergeser
dari hanya estimasi dan penafsiran signifikan parameter menjadi validitas dan akurasi
prediksi.
Didalam PLS variable laten bisa berupa hasil pencerminan indikatornya, diistilahkan
dengan indikator reflektif (reflective indikator). Disamping itu juga bisa konstruk dibentuk
3.4.2 Model Indikator Reflektif dan Indikator For matif
3.4.2.1Model Indikator Reflektif
Dikembangkan berdasarkan pada classical test theory yang mengasumsikan bahwa
variasi skor pengukuran konstruk merupakan fungsi dari mengasumsikan bahwa variasi skor
pengukuran konstruk merupakan fungsi dari true score ditambah error. Jadi konstruk laten
seolah – olah mempengaruhi variasi pengukuran dan asumsi hubungan kausalitas dari
konstruk ke indikator. Model reflektif sering juga disebut principal factor model dimana
kovarian pengukuran indikator seolah – olah dipengaruhi oleh konstruk laten atau
mencerminakan variasi dari konstruk laten.
Pada model reflektif, konstruk (unidimensional) digambarkan dengan bentuk ellips
dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator. Model ini menghipotesiskan bahwa
perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada indikaor. Model
indikator reflektif harus memiliki internal konsistensi karena semua indikator diasumsikan
mengukur atau konstruk, sehingga dua indikator yang sama reabilitasnya dapat saling
dipertukarkan. Walaupaun reabilitas (Cronbach Alpha) suatu konstruk akan rendah jika
hanya ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu indikator
dihilangkan.
Contoh model indikator reflektif adalah konstruk yang berkaitan dengan sikap
(attitude) dan niat membeli (purchase intention). Sikap umumnya dipandang sebagai jawaban
dalam bentuk favorable (positif) atau unfavorable (negatif) terhadap suatu obyek dan
biasanya diukur dengan skala multi item dalam bentuk semantic differences seperti,
good-bad, like-dislike, dan favorable, unfavorable. Sedangkan niat membeli umumnya diukur
Gambar 3.1
Pr incipal Factor (Reflective) Model
Sumber: Prof. Dr. Imam Ghozali, M.Com, Akt., “Structural Equation
Modeling-Metode Alternatif dengan Partial Least Square, Jan 2004, hal 9
Ciri ciri model indikator reflektif adalah :
• Arah hubungan kausulitas seolah –olah dari konstruk ke indikator
• Antara indikator dirapikan saling berkorelasi (memiliki internal Consistency
Reliability)
• Menghilangkan satu indikator dari model pengukuran tidak akan mengubah makna
dan arti konstruk.
• Menghitung adanya kesalahan pengukuran (error) pada tingkat indikator.
3.4.2.2Model Indikator For matif
Konstruk dengan indikator formatif mempunyai karakteristik berupa komposit, seperti
yang digunakan dalam literature ekonomi yaitu index of sustainable economice welfare, the
human development index, dan the quality of life index. Asal usul model formatif dapat
ditelusuri kembali pada “Oprational Definition”, dan berdasarkan definisi operational, maka Principal
Fact or
X1
X2
X3
e1
e2
dapat dinyatakan tepat menggunakan model formatif atau reflektif. Jika η menggambarkan
suatu variable laten dan x adalah indikator , maka η = x
Oleh karena itu, pada formatif variabel komposit seolah –olah dipengaruhi
(ditentukan) oleh indikatornya. Jadi arah antara hubungan kausalitas seolah – olah dari
indikator ke variabel laten. Dalam model formatif, perubahan pada indikator dihipotesakan
mempengaruhi peruahan dalam konstruk (variabel laten). Tidak seperti pada model reflektif,
model formatif tidak mengasumsikan bahwa indikator dipengaruhi oleh konstruk tetapi
mengasumsikan bahwa indikator mempengaruhi single konstruk. Arah hubungan kausalitas
seolah –olah mengalir dari indikator ke konstuk laten dan indikator sebagai group secara
besama- sama menentukan konsep, konstruk atau laten. Oleh karena diasumsikan bahwa
indikator seolah –olah mempengaruhi konstruk laten, mala kemungkinan atara indikator
saling berkolerasi, tetapi model formatif tidak mengasumsikan perlunya kolerasi antara
indikator secara konsisten. Sebagai missal komposit konstruk status Sosial Ekonomi diukur
dengan indikator antara lain pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal.
Oleh karena diasumsikan bahwa antar indikator tidak saling berkorelasi maka ukuran
internal konsistensi reliabilitas (Alpha Cronbach) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas
konstruk formatif. Kausalitas hubungan antar indikator tidak menjadi rendah nilai
validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi yang rendah. Untuk menilai validitas
konstruk perlu dilihat vaiabel lain yang mempengaruhi konstruk laten. Jadi untuk menguji
validitas dari konstruk laten, peneliti harus menekankan pada nimological dan atau
criterion-related validity.
Implikasi lainnya dari model formatif adalah dengan menghilangkan (dropping) satu
indikator dalam model akan menimbulkan persoalan serius. Menurut para ahli psikometri
indikator formatif memerlukan semua indikator yang membentuk konstruk. Jadi
merubah makna dari konstruk. Komposit variabel laten memasukkan error term dalam model,
hanya error term diletakkan pada konstruk laten dan bukan pada indikator.
Model formatif memandang (secara matematis) indikator seolah-olah sebagai variabel
yang mempengaruhi variabel laten, dalam hal ini memang berbeda dengan model analisis
faktor, jika salah satu indikator meningkat, tidak harus diikuti oleh peningkatan indikator
lainnya dalam satu konstruk, tapi jelas akan meningkatkan variabel latennya.
Model reflektif mengasumsikan semua indikator seolah-olah dipengaruhi oleh
variabel konstruk, oleh karena itu menghendaki antar indikator saling berkorelasi satu sama
lain. Dalam hal ini konstruk diperoleh menggunakan analis faktor. Sedangkan, model
formatif (konstruk diperoleh melalui analisis komponen utama) tidak mengasumsikan
perlunya korelasi antar indikator, atau secara konsisten berasumsi tidak ada hubungan antar
indikator. Oleh karena itu, internal konsisten (Alpha Cronbach) kadang-kadang tidak
diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif.
Gambar 3.2
Composite Latent Variable (For mative) Model
Sumber: Prof. Dr. Imam Ghozali, M.Com, Akt., “Structural Equation Modeling –
Metode Alternatif dengan Partial Least Square, Jan 2004, hal 11.
Ciri-ciri model indikator formatif adalah:
Zet a X2
Composit e
Fact or
X1
• Arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk.
• Antara indikator diasumsikan tidak berkorelasi (tidak diperlukan uji konsistensi
internal atau cronbach alpha ).
• Menghilangkan satu indikator berakibat merubah makna dari konstruk
• Kesalahan pengukuran diletakkan pada tingkat konstruk (zeta)
• Konstruk mempunyai makna “surplus”
• Skala skor tidak menggambarkan konstruk
3.4.3 Kegunaan Metode Partial Least Square (PLS)
Kegunaan PLS adalah untuk mendapatkan model struktural yang powerfull untuk
tujuan prediksi. Pada PLS, penduga bobot (weight estimate) untuk menghasilkan skor
variabel laten dari indikatornya dispesifikasikan dalam outer model, sedangkan inner model
adalah model struktural yang menghubungkan antar variabel laten.
3.4.4 Pengukuran Metode Partial Least Square (PLS)
Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :
1. Weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten.
2. Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan
estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.
3. Means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator
dan variabel laten.
Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap
dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta). Pada dua tahap
pertama proses iterasi dilakukan dengan pendekatan deviasi (penyimpangan) dari nilai means
(rata-rata). Pada tahap ketiga, estimasi bisa didasarkan pada matriks data asli dan taua hasil
penduga bobot dan koefisien jalur pada tahap kedua, tujuannya untuk menghitung means dan
lokasi parameter.
3.4.5 Langkah-langkah PLS
1. Langkah Pertama: Merancang Model Struktural (inner model)
Inner model atau model stuktural menggambarkan hubungan antar variabel laten
Berdasarkan pada substantive theory perancangan model struktural hubungan antar
variabel laten didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitihan.
2. Langkah Kedua: Merancang Model Pengukuran (outer model)
Outer Model atau model pengukuran mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator
berhubungan dengan variabel latenya. Perancangan model menentukan sifat indikator
dari masing-masing variabel laten, apakah refleksi atau formatif, berdasarkan devinisi
oprasional variabel.
3. Langkah Ketiga: Mengkonstruksi Diagram Jalur
a. . Model persamaan dasar dari inner model dapat di tulis sebagai berikut:
N = β0 + β ŋ + Γ + ξ
Nj = ∑i βji ŋi + ∑i yjb b + ξj
b. . Model persamaan dasar Outer Model dapat di tulis sebagi berikut:
Χ = Λ x + ɛ x Y = Λy ŋ + ɛ y
4. Langkah Keempat: Estimasi: Weight, koofesien jalur, dan loading
Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat terkecil
iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi kenvargen. Penduga parameter di
dalam PLS meliputi 3 hal , yaitu:
• Weight estimasi yang digunakan untuk menghitung data variabel laten.
• Path estimasi yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading
antara variabel laten dan indikatornya.
• Means dan Parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator
dan variabel laten.
5. Langkah Keenam: Goodness of Fit
Goodness of Fit Model diukur menggunakan R2 variabel laten dipenden dengan
interpretasi yang sama dengan regresi. Q2 predictive relevance untuk model struktural
mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi
parameternya.
Q2 = 1-(1-R22) (1-R22)...(1-Rp2)
Besarnya memiliki nilai dengan rentang 0 <> 2 pada analisis jalur ( Path Analisis ).
6. Langkah Ketujuh: Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping)
Pengujian hipotesi (β, Y, dan Λ ) dilakukan dengan metode resampling boostrap yang
dikembangkan oleh geisser dan stone statistik uji yang digunakan adalah statistik t
atau uji t. Penerapan metode resampling, memungkinkan berlakunya data terdistribusi
bebas (distribution free) tidak memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak
memerlukan sampel yang besar (direkomendasikan sampel minimum 30). Pengujian
dilakukan dengan t-test, bila mana diperoleh p-value <>
3.4.6 Asumsi PLS
Asumsi pada PLS hanya berkait dengan pemodelan persamaan struktural,
1) Hubungan antar variabel laten dalam inner model adalah linier dan aditif
2) Model struktural bersifat rekursif.
3.4.7 Ukuran Sampel
Dasar yang digunakan untuk pengujian hipotesis pada PLS adalah resampling dengan
Bootstrapping yang dikembangkan oleh Geisser & Stone. Ukuran sampel dalam PLS dengan
perkiraan sebagai berikut:
1. Sepuluh kali jumlah indikator formatif (mengabaikan indikator reflektif)
2. Sepuluh kali jumlah jalur struktural (structural paths) pada inner model
3. Sample size kecil 30 – 50 atau sampel besar lebih dari 200
Adapun alasan penulis memilih dan menggunakan PLS adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan PLS tidak mengharuskan jumlah sampel besar, karena ada keter batasan
jumlah sampel yang akan didapatkan sebagai respondenp ada penelitian maka
pendekatan model PLS lebih bisa diterapkan.
2. Pada penelitian ini akan mengembangkan model untuk tujuan prediksi
3. Pada PLS tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu, data berupa nominal,
ordinal, interval danrasio.
3.4.8 Uji Validitas Dan Reliabilitas
Hasil pengumpulan data yang di dapat dari kuesioner harus diujikan validitas dan
reliabilitasnya. Hasil penelitian dikatakan valid, bila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Menurut
Sugiyono (2008, 348) instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument dapat digunakan untuk
outer-model yang menggunakan indikator reflektif di evaluasi dengan convergent dan
diskriminan validity.
Sedangkan outer - model dengan formatif indikator di evaluasi berdasarkan pada
substantive contentnya yaitu dengan membandingkan besarnya relatif weight dan melihat
signifikansi dari ukuran weight tersebut berdasarkan pada Chin dalam (Ghozali, 2008, 24).
Convergent validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai
berdasarkan korelasi antara item score/ component score dengan construst score yang
dihitung dengan PLS. ukuran reflektif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari
0,07 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian menurut Chin (Ghozali, 2008, 24)
untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,05 sampai
0,6 dianggap cukup.
Sedangkan discriminant validity dinilai berdasarkan crossloading, jika korelasi
konstruk dengan item pengukuran lebih besar dari pada ukuran konstruk lainnya, maka hal ini
menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok. Mereka lebih baik dari
pada blok lainnya. Bisa juga dinilai dengan Square Root Of Average Extracted (AVE), jika
nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk lebih besar dari pada nilai korelasi antar konstruk
dengan konstruk lainnya dalam model maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity
yang baik. (Fornell dan lacker dalamGhozali, 2008, 25)
Hasil penelitian dikatakan reliable bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang
berbeda, artinya instrumen yang memiliki reliabilitas adalah instrumen yang bila digunakan
beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang samajuga
(Sugiyono, 2008, 348).
Instrumen yang baik tidak bersifat mengarahkan responden untuk memilih jawaban
tertentu sebagaimana yang dikehendaki oleh peneliti. Untuk menguji apakah instrumenter
konstruk dan juga nilai cronbach alpha. Jika nilai composite reliability maupun cronbach
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskr ipsi Obyek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Coca-cola merupakan merek minuman ringan bersoda sejak pertama kali
diciptakan oleh Dr. John S. Pemberton. Coca-cola diperkenalkan sebagai
minuman fountain dengan mencampurkan sirup rasa Cola dan air
berkarbonasi.Pada mulanya badan usaha menggunakan Coke ,namun pada tahun
1941, perusahaan mengikuti selera populer pasar dan nama dagang Coke
memperoleh pengakuan periklanan yang sama dengan Coca-cola.Ketika
kompetisi begitu ketat di pasar , merek yang kuat merupakan satu-satunya hal
yang dimiliki oleh perusahaan umtuk membedakan dirinya. Sebuah merek
berfungsi sebagai navigasi, jaminan, komunikasi. Merek merupakan alat yang
dapat membantu konsumen dalam navigasi untuk memilih pilihannya, merek
merupakan jaminan kualitas yang dijanjikan. Salah satu hal yang dapat juga
menunjang ekuitas merek Coca-Cola adalah dari segi perceived quality yang
meliputi kualitas produk dan layanan. Dalam kualitas produk tidak perlu
diragukan lagi karena menawarkan beberapa macam kemasan yang dapat
dinikmati kapan saja dan dimana saja oleh pelanggan setianya. Diantaranya
kemasan kaleng (250 ml & 330 ml), kemasan botol (193 ml, 295 ml & 1000 ml)
dan kemasan pet (500 ml, 1000 ml, 1500 ml & 2000 ml). (sumber:
www.coca-colabottling.co.id). Sehingga dari berbagai jenis kemasan dan ukuran yang
pelanggan Coca-cola.
4.2Deskr ipsi Hasil Penelitian
Kuisioner disebar untuk mendapatkan sampel dengan menggunakan
purposive sampling yang anggota populasinya selama periode pengumpulan data
yang dijadikan sebagai sampel penelitian, Sampel diambil sebanyak 60 responden.
Tanggal penyebaran kuisioner 28 September– 4 Oktober 2013.
4.2.1 Deskr ipsi Karakteristik Responden
Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban responden
dari pertanyaan – pertanyaan yang diajukan dalam kuisoner yang telah diberikan.
Dari penyebaran kuisioner yang telah disebar dapat diketahui bahwa di daerah
Bluru Sidoarjo terdapat banyak agen-agen penyedia minuman bersoda Coca-cola
dengan kriteria menjadi agen maksimal 2 tahun belakangan. Dari hasil kuisioner
agen yang dilakukan dapat diketahui bahwa yang menjadi agen banyak yang
sudah menggeluti menjadi agen selama 1 tahun keatas sebanyak 42 responden
atau dengan persentase sebanyak 70% sedangkan sisanya yang menjadi agen
dibawah 1 tahun sebanyak 18 responden atau dengan prosentase sebanyak 30%
4.2.2 Deskr ipsi Variabel Ekuitas Merek (X1)
Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner yang diberikan kepada responden
Tabel 4.3
Hasil J awaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Ekuitas Merek
(X1)
No Pernyataan Skor Jawaban Total
1 2 3 4 5