• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesinambungan Topik dalam Kaba Klasik Minangkabau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kesinambungan Topik dalam Kaba Klasik Minangkabau"

Copied!
417
0
0

Teks penuh

(1)

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara

Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K)

dipertahankan pada tanggal 25 Maret 2010

di Medan, Sumatera Utara

D E L I A N A

NIM 058107001/LNG

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul :

Kesinambungan Topik dalam Kaba Klasik

Minangkabau

Nama Mahasiswa : Deliana NIM : 058107001 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. T.Silvana Sinar, M.A.,Ph.D Promotor

Dr. Berlin Sibarani, M.Pd Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd Ko-Promotor Ko-Promotor

Ketua Program Studi Linguistik Direktur Sekolah Pascasarjana

(3)

HASIL PENELITIAN DISERTASI INI TELAH DISETUJUI UNTUK SIDANG TERBUKA TANGGAL 25 MARET 2010

Oleh Promotor

Prof. T.Silvana Sinar, M.A.,Ph.D

Ko-Promotor

Dr. Berlin Sibarani, M.Pd Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd

Mengetahui

Ketua Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

(4)

Diuji pada Ujian Disertasi ( Promosi )

Tanggal 25 Maret 2010

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. T.Silvana Sinar, M.A.,Ph.D

Anggota :

1. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd

2. Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd 3. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D 4. Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd 5. Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP

6. Dr. Drs. Muhammad Yusdi, M.Hum

Dengan Surat Keputusan

(5)

TIM PROMOTOR

Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D

Dr. Berlin Sibarani, M.Pd

(6)

TIM PENGUJI LUAR KOMISI

Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D

Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd

Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP

(7)

PERNYATAAN

KESINAMBUNGAN TOPIK DALAM

KABA KLASIK MINANGKABAU

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Disertasi ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Disertasi ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 25 Maret 2010

(8)

Karya ini saya persembahkan untuk :

Bapak dan Ibu

Alm. Ismail Piliang

Alm. Rakiah Marzuki

Keluarga Besar Ismail Piliang

Suami, Anak-anak, Menantu dan Cucu :

Hady Suyono

Citra Hadiana

Agung Hadiana

Aris Hadiana

Safrul Azhar

Kanaya Shaqueena Azhar

(9)

ABSTRACT

This dissertation deals with a study of the grammatical devices, such as zero-anaphora, third-person, possessive pronoun, relative pronoun, definite pronouns, and indefinite pronoun which are used to express topics in discourse especially in classic kaba of Minangkabau language named Anggun Nan Tongga. The goal of this study to find out : a) the degree of topic continuity in the sixth pronouns, b) the degree of topic continuity in grammatical function, c) the degree of topic continuity in humanness factor, d) the role of each topics to create topic continuity, and e) the degree of topic continuity in classic kaba of Minangkabau language.

This research used the quantitative approached, pioneered by Givon (1983). He declares a) the greater the distance, the less continuous the topic, b) the more persistence a referent, the more topic continuous it is, c) the less potential interference, the more topic continuity.

The method of research was qualitative-descriptive methods. Collecting the data was used documentation method and the technique was note-taking technique.

The results are as follows : 1) zero-anaphore encode the most continuous topic and indefinite pronoun the less continuous topic, 2) topic function as subject is the most continuous and topic function as others is the less continuous, ) 3) topic [human] is more continuous than topic [non-human], 4) the topics which is functioned as introducing topic are definite pronoun, indefinite pronoun and relative pronoun and the topics which is functioned as connecting topic are zero-anaphora, possessive pronoun, and third person pronoun, 5) The highest degree of topic hierarchy are started from zero-anaphora, third person pronoun, possessive pronoun, relative pronoun, definite pronoun, and the lowest hierarchy is indefinite pronoun.

(10)

ABSTRAK

Disertasi ini berhubungan dengan perangkat-perangkat gramatikal, seperti pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif, pronomina relatif, pronomina posesif, pronomina definit dan pronomina indefinit yang terdapat dalam teks kaba klasik bahasa Minangkabau, yang berjudul Anggun Nan Tongga. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan a) tingkat kesinambungan keenam bentuk topik, b) menemukan tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik, c) menemukan tingkat kesinambungan faktor keinsanan topik, d) menemukan peran setiap bentuk topik dan e) menemukan derajat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dipelopori oleh Givon (1983). Dia menyatakan a) semakin jauh jarak rujuk topik, semakin rendah kesinambungannya, b) semakin berlanjut keberterusan topik, semakin tinggi kesinambungannya, dan c) semakin sedikit gangguan dari topik lain, semakin tinggi kesinambungan topik.

Metode penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca-catat.

Hasil penelitian adalah 1) pronomina kosong memiliki tinggkat kesinambungan topik yang paling tinggi dan pronomina tak takrif memiliki tingkat kesinambungan topik yang paling rendah. 2) topik yang berfungsi sebagai subjek memiliki kesinambungan topik tertinggi dan topik yang berfungsi sebagai Dan lain-lain memiliki kesinambungan topik terendah. 3) topik [+insan] memiliki kesinambungan topik lebih tinggi daripada topik [-insan]. 4) topik yang berperan sebagai alat pembuka adalah pronomina takrif, pronomina tak takrif, pronomina relatif dan topik yang berperan sebagai alat penghubung adalah pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif. 5) derajat kesinambungan topik tertinggi (hirarki paling atas) dimulai dari pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif, pronomina relatif, pronomina takrif dan terakhir (hirarki paling bawah) pronomina tak takrif.

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya, disertasi ini pada akhirnya dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada sejumlah pihak yang telah ikut berpatisipasi mulai dari proses pendidikan sampai pada tahap penyelesaian disertasi ini.

Pertama sekali terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada promotor penulis, Prof. DR.Tengku Silvana Sinar MA., Ph.D yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran dan kelembutan dalam penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Dr. Berlin Sibarani, M.Pd selaku ko-promotor 1 dan Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd selaku ko-promotor 2, yang ditengah-tengah kesibukan mereka masih menyempat diri memberi masukan-masukan yang sangat berarti bagi kesempurnaan disertasi ini.

(12)

fasilitas yang ada selama penulis menjalani pendidikan S-3; Dekan Fakultas Sastra yang telah memberi peluang kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S-3 hingga selesai.

Ucapan terima kasih yang teramat dalam juga penulis sampaikan kepada para penguji disertasi, Prof. Amrin Saragih, M.A.,Ph.D, Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd, Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP dan Dr. Drs. Muhammad Yusdi, M.Hum, yang telah bersedia memberikan penilaian, mengkoreksi dan menambah masukan-masukan yang sangat berharga untuk perbaikan disertasi ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada para dosen Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU, yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada penulis, para sejawat angkatan pertama di Program Studi Linguistik USU, yang senantiasa memberi semangat dan selalu membantu setiap kesulitan dalam penulisan disertasi ini, semoga Allah s.w.t memberikan ganjaran yang setimpal, Amin ya Rabbal Alamin.

(13)

pendidikan penulis, semoga terus diberi kesehatan dan kebahagiaan lahir dan batin oleh Allah SWT.

Terima kasih yang teramat dalam penulis sampaikan kepada suami tercinta Drs. Hady Suyono, M.Pd. atas kesabaran dan perhatian yang diberikan selama proses pendidikan yang penulis jalani. Kepada anak-anak tersayang Citra Hadiana, S.S., Agung Hadiana, Aris Hadiana, serta menantu Ir. Safrul Azhar dan cucunda Kanaya Shaqueena Azhar, terima kasih atas dukungan, perhatian dan kesabaran atas penantian yang sangat lama, sebelum semua ini dapat bunda wujudkan kepada kalian. Hanya keberhasilan ini yang dapat bunda hadiahkan kepada kalian sekaligus pemicu bagi kalian untuk bisa lebih berhasil lagi dari bunda. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayahnya buat kita semua. Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL... xv

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7

1.6 Sejarah Perkembangan Kaba... 8

1.6.1 Daerah Penyebaran... 11

1.6.2 Perkembangan Cerita ... 12

1.7 Profil Masyarakat Minangkabau ... 13

1.7.1 Keadaan Kebahasaan ... 15

1.7.2 Letak Geografis dan Wilayah... 16

1.8 Klarifikasi Istilah ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 20

2.1 Pendahuluan ... ... 20

(15)

2.1.2 Konsep Topik ... 23

2.1.3 Properti Topik ... 25

2.1.4 Jenis-jenis Topik ... 28

2.1.5 Konsep Kesinambungan Topik ... 30

2.1.6 Analisis Wacana... 32

2.1.7 Konsep Informasi Lama vs Baru... 33

2.1.8 Konsep Keteridentifikasian... 35

2.1.9 Konsep Tema-Rema... 36

2.2 Penelitian Terdahulu ... 38

BAB III KERANGKA TEORITIS... 44

3.1 Pendahuluan .... ... 44

3.2 Tataurutan Kata KKM ... 44

3.3 Parameter Kesinambuangan Topik ... ... 47

3.3.1 Parameter Faktor Penentu Kesinambungan Topik ... 47

3.3.1.1 Parameter Keinsanan ... .. 48

3.3.1.2 Parameter Fungsi Gramatikal Topik ... ... 49

3.3.2 Ukuran Kesinambungan Topik ... ... 50

3.3.2.1 Jarak Referensi ... ... 50

3.3.2.2 Kemungkinan Gangguan ... 52

3.3.2.3 Keberterusan Topik ... 54

3.3.3 Penghitungan Klausa ... .... 56

3.3.3.1 Jarak Referensi ... ... .... 56

3.3.3.2 Kemungkinan Gangguan ... 59

3.3.3.3 Keberterusan Topik ... .... 61

3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Topik ... 64

3.5 Fungsi Topik Utama dalam Paragraf Tematik ... ... 66

3.6 Skala Kesinambungan Topik ... ... ... 67

(16)

3.7.1 Pronomina Kosong ... ... 69

3.7.2 Pronomina Orang Ketiga ... ... 69

3.7.3 Pronomina Takrif ... 70

3.7.4 Pronomina Posesif ... .... 71

3.7.5 Pronomina Relatif ... 71

3.7.6 Pronomina Tak Takrif ... 71

BAB IV METODE PENELITIAN ... 72

4.1 Pendekatan ... 72

4.2 Data dan Sumber Data ... .. 72

4.3 Pengumpulan Data ... .. 73

4.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... .. 73

4.3.2 Instrumen Penelitian ... .. 74

4.4 Teknik Analisis Data ... .. 74

4.5 Prosedur Penelitian ... 76

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 77

5.1 Temuan ... .... 77

5.1.1 Hasil Pengukuran Masing-masing Topik ... 78

5.1.1.1 Pronomina Kosong... 78

5.1.1.1.1 Jarak Referensi ... 79

5.1.1.1.2 Kemungkinan Gangguan ... 81

5.1.1.1.3 Keberterusan Topik ... 82

5.1.1.2 Pronomina Orang Ketiga ... 85

5.1.1.2.1 Jarak Referensi ... 87

5.1.1.2.2 Kemungkinan Gangguan ... 88

5.1.1.2.3 Keberterusan Topik ... 89

5.1.1.3 Pronomina Takrif ... 91

(17)

5.1.1.3.2 Kemungkinan Gangguan ... 94

5.1.1.3.3 Keberterusan Topik ... 96

5.1.1.4 Pronomina Taktarif ... 98

5.1.1.4.1 Jarak Referensi ... 100

5.1.1.4.2 Kemungkinan Gangguan ... 101

5.1.1.4.3 Keberterusan Topik ... 103

5.1.1.5 Pronomina Posesif ... 105

5.1.1.5.1 Jarak Referensi ... 107

5.1.1.5.2 Kemungkinan Gangguan ... 108

5.1.1.5.3 Keberterusan Topik ... 109

5.1.1.6 Pronomina Relatif ... 112

5.1.1.6.1 Jarak Referensi ... 114

5.1.1.6.2 Kemungkinan Gangguan ... 115

5.1.1.6.3 Keberterusan Topik ... 116

5.1.2 Tingkat Kesinambungan Perangkat Gramatikal yang Digunakan . 119 5.1.2.1 Jarak Referensi ... 120

5.1.2.2 Kemungkinan Gangguan ... 126

5.1.2.3 Keberterusan Topik ... 133

5.1.2.4 Tingkat Kesinambungan Masing-masing Topik ... 138

5.1.2.5 Tingkat Ksenambungan Keseluruhan Bentuk Topik ... 140

5.1.3 Tingkat Kesinambungan Fungsi Gramatikal Topik ... 141

5.1.3.1 Jarak Referensi ... 142

5.1.3.1.1 Fungsi Topik Sebagai Subjek ... 142

5.1.3.1.2 Fungsi Topik Sebagai Objek Langsung ... 145

5.1.3.1.3 Fungsi Topik Sebagai Dan Lain-Lain ... 148

5.1.3.2 Kemungkinan Gangguan ... 150

5.1.3.2.1 Fungsi Topik Sebagai Subjek ... 151

5.1.3.2.2 Fungsi Topik Sebagai Objek Langsung ... 154

(18)

5.1.3.3 Keberterusan Topik ... 159

5.1.3.3.1 Fungsi Topik Sebagai Subjek ... 159

5.1.3.3.2 Fungsi Topik Sebagai Objek Langsung ... 162

5.1.3.3.3 Fungsi Topik Sebagai Dan Lain-Lain ... 165

5.1.3.4 Tingkat Kesinambungan Keseluruhan Fungsi Gramatikal Topik. 167 5.1.4 Tingkat Kesinambungan Topik Pada Faktor Keinsanan ... 168

5.1.4.1 Jarak Referensi ... 169

5.1.4.2 Kemungkinan Gangguan ... 170

5.1.4.3 Keberterusan Topik ... 172

5.1.5 Peran Topik Dalam KKM ... 176

5.1.5.1 Alat Pembuka Topik ... 176

5.1.5.1.1 Pronomina Tak Takrif ... 177

5.1.5.1.2 Pronomina Relatif ... 179

5.1.5.1.5 Pronomina Takrif ... 180

5.1.5.2 Alat Penyambung Topik ... 184

5.1.5.2.1 Pronomina Kosong ... 184

5.1.5.2.2 Pronomina Orang Ketiga ... 187

5.1.5.2.3 Pronomina Posesif ... 191

5.1.6 Derajat Kesinambungan Topik KKM ... 195

5.2 Pembahasan ... 200

5.2.1 Hasil Pengukuran Masing-masing Topik ... 200

5.2.2 Tingkat Kesinambungan Topik ... 201

5.2.3 Tingkat Kesinambungan Fungsi Gramatikal Topik ... 202

5.2.4 Tingkat Kesinambungan Faktor Keinsanan ... 204

5.2.5 Peran Topik ... 204

(19)

BAB VI PENUTUP ... 208

6.1 Kesimpulan ... .. 208

6.2 Saran ... 212

DAFFTAR PUSTAKA ... 214

LAMPIRAN 1. Hasil Pengukuran Pronomina Kosong ... 221

LAMPIRAN 2. Hasil Pengukuran Pronomina Orang Ketiga... 284

LAMPIRAN 3. Hasil Pengukuran Pronomina Takrif... 288

LAMPIRAN 4. Hasil Pengukuran Pronomina Tak Takrif... 319

LAMPIRAN 5. Hasil Pengukuran Pronomina Posesif... 388

LAMPIRAN 6. Hasil Pengukuran Pronomina Relatif ... 397

LAMPIRAN 7. Teks Anggun Nan Tongga ... 405

LAMPIRAN 8. Daftar Riwayat Hidup ... 443

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Interpretasi Ukuran... 63

4.1 Distribusi Topik ... 73

5.1 Pronomina Kosong... 79

5.2 Pronomina Orang Ketiga ... 86

5.3 Pronomina Takrif ... 92

5.4 Pronomina Tak Takrif ... 99

5.5 Pronomina Posesif... 106

5.6 Pronomina Relatif ... 113

5.7 Jarak Referensi ... 120

5.8 Kemungkinan Gangguan... 127

5.9 Keberterusan Topik... 133

5.10 Ketiga ukuran Kesinambungan Topik Dalam Keseluruhan Bentuk Topik ... 140

5.11 Faktor Keinsanan ... 174

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

5.1 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Kosong ... 84

5.2 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Orang Ketiga ... 90

5.3 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Definit ... 97

5.4 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Indefinit ... 104

5.5 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Posesif ... 111

5.6 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Relatif... 118

5.7 Grafik Jarak Referensi... 121

5.8 Grafik Kemungkinan Gangguan ... 128

5.9. Grafik Keberterusan Topik ... 135

5.10. Grafik Tingkat Kesinambungan Seluruh Bentuk Topik ... 138

5.11. Grafik Jarak Referensi pada Subjek... 143

5.12. Grafik Jarak Referensi pada Objek Langsung ... 145

5.13. Grafik Jarak Referensi pada Dan Lain-lain... 148

5.14. Grafik Kemungkinan Gangguan pada Subjek... 151

5.15. Grafik Kemungkinan Gangguan pada Objek Langsung ... 154

5.16. Grafik Kemungkinan Gangguan pada Dan Lain-lain... 157

5.17. Grafik Keberterusan Topik pada Subjek... 160

(22)
(23)

DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL

Singkatan

AKT : Aktif J : Jumlah

N : Nilai

OL : Objek Langsung Sub : Subjek DLL : Dan Lain-lain

P : Purata

PAS : Pasif

PK : Pronomina kosong POK : Pronomina Orang Ketiga PP : Pronomina Posesif PT : Pronomina Takrif PTT : Pronomina Tak Takrif PR : Pronomina Relatif PRO : Pronomina POS : Posesif JR : Jarak Referensi

(24)

3JM : Orang Ketiga Jamak KKM : Kaba Klasik Minangkabau Top : Topikal

Simbol

> simbol yang menunjukkan ' lebih dari '. < simbol yang menunjukkan ' kurang dari '.

[ ] Kata/bentuk yang diapit simbol ini bersifat opsional. ( ) Kata/bentuk yang diapit simbol ini bersifat opsional.

→ Simbol yang bermakna ' menjadi '.

Ø Simbol yang menunjukkan unsur yang dilesap.

</> Simbol yang menunjukkan lebih sedikit atau lebih banyak.

Simbol yang menunjukkan kesinambungan tertinggi (arah atas) dan kesinambungan terendah (arah bawah).

0+ Penghitungan klausa tidak terbatas, dimulai dari angka 0

+ Tidak terbatas

Angka kecil/besar (misal; Ø

³

) menunjukkan pronomina kosong mendapat nilai 3 berdasarkan kemunculannya dalam urutan klausa.

(25)

ABSTRACT

This dissertation deals with a study of the grammatical devices, such as zero-anaphora, third-person, possessive pronoun, relative pronoun, definite pronouns, and indefinite pronoun which are used to express topics in discourse especially in classic kaba of Minangkabau language named Anggun Nan Tongga. The goal of this study to find out : a) the degree of topic continuity in the sixth pronouns, b) the degree of topic continuity in grammatical function, c) the degree of topic continuity in humanness factor, d) the role of each topics to create topic continuity, and e) the degree of topic continuity in classic kaba of Minangkabau language.

This research used the quantitative approached, pioneered by Givon (1983). He declares a) the greater the distance, the less continuous the topic, b) the more persistence a referent, the more topic continuous it is, c) the less potential interference, the more topic continuity.

The method of research was qualitative-descriptive methods. Collecting the data was used documentation method and the technique was note-taking technique.

The results are as follows : 1) zero-anaphore encode the most continuous topic and indefinite pronoun the less continuous topic, 2) topic function as subject is the most continuous and topic function as others is the less continuous, ) 3) topic [human] is more continuous than topic [non-human], 4) the topics which is functioned as introducing topic are definite pronoun, indefinite pronoun and relative pronoun and the topics which is functioned as connecting topic are zero-anaphora, possessive pronoun, and third person pronoun, 5) The highest degree of topic hierarchy are started from zero-anaphora, third person pronoun, possessive pronoun, relative pronoun, definite pronoun, and the lowest hierarchy is indefinite pronoun.

(26)

ABSTRAK

Disertasi ini berhubungan dengan perangkat-perangkat gramatikal, seperti pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif, pronomina relatif, pronomina posesif, pronomina definit dan pronomina indefinit yang terdapat dalam teks kaba klasik bahasa Minangkabau, yang berjudul Anggun Nan Tongga. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan a) tingkat kesinambungan keenam bentuk topik, b) menemukan tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik, c) menemukan tingkat kesinambungan faktor keinsanan topik, d) menemukan peran setiap bentuk topik dan e) menemukan derajat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dipelopori oleh Givon (1983). Dia menyatakan a) semakin jauh jarak rujuk topik, semakin rendah kesinambungannya, b) semakin berlanjut keberterusan topik, semakin tinggi kesinambungannya, dan c) semakin sedikit gangguan dari topik lain, semakin tinggi kesinambungan topik.

Metode penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca-catat.

Hasil penelitian adalah 1) pronomina kosong memiliki tinggkat kesinambungan topik yang paling tinggi dan pronomina tak takrif memiliki tingkat kesinambungan topik yang paling rendah. 2) topik yang berfungsi sebagai subjek memiliki kesinambungan topik tertinggi dan topik yang berfungsi sebagai Dan lain-lain memiliki kesinambungan topik terendah. 3) topik [+insan] memiliki kesinambungan topik lebih tinggi daripada topik [-insan]. 4) topik yang berperan sebagai alat pembuka adalah pronomina takrif, pronomina tak takrif, pronomina relatif dan topik yang berperan sebagai alat penghubung adalah pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif. 5) derajat kesinambungan topik tertinggi (hirarki paling atas) dimulai dari pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif, pronomina relatif, pronomina takrif dan terakhir (hirarki paling bawah) pronomina tak takrif.

(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan pengamatan peneliti kajian tentang kesusastraan dan budaya masyarakat Minangkabau sangat jarang dilakukan akhir-akhir ini. Para peneliti Minang saat ini jauh lebih berminat pada bidang sosiologi, antropologi dan kepariwisataan daripada kajian tentang kesusastraan Minangkabau. Terlebih lagi yang berhubungan dengan teks-teks klasik, peribahasa, pantun, pidato-pidato pada upacara tradisional hampir tidak tersentuh sama sekali. Media masa terutama surat kabar setempat tidak pernah lagi memuat teks-teks klasik Minangkabau. Selain semakin kurangnya peminat, juga kurangnya usaha dari pemerintah setempat untuk melestarikan nilai budaya yang sangat berharga tersebut.

(28)

Peneliti tertarik mengangkat cerita rakyat dalam bentuk kaba klasik sebagai objek penelitian, selain upaya untuk melestarikan karya sastra Minangkabau juga karena kaba klasik memiliki ciri khas tersendiri. Dilihat dari tatanan kalimat, kaba berbeda dari bahasa yang biasa dipakai sehari-hari karena lebih banyak menggunakan kalimat komplek. Selain itu, cenderung menempatkan anak kalimat sebelum induk kalimat. Keunikan lain dari bahasa ini adalah dalam suatu rangkaian kalimat yang relatif panjang digunakan tanda koma yang berulang-ulang sebagai penanda jeda. Bahkan dalam satu paragraf, mulai dari awal sampai pada akhir kalimat, rata-rata menggunakan 5 - 20 tanda baca koma.

Penelitian ini mengkaji tentang perangkat gramatikal seperti bentuk-bentuk pronomina, yang digunakan untuk mengekspresikan bentuk-bentuk topik dalam wacana. Istilah topik sudah sering digunakan para linguis dengan penafsiran yang berbeda-beda. Pada umumnya, setiap paragraf memiliki satu topik utama tetapi adakalanya memiliki beberapa sub topik lainnya. Pada tataran kalimat, istilah topik biasanya menjadi permasalahan yang sangat mendasar. Secara tradisional, istilah ini hanya dikaitkan dengan subjek gramatikal sebuah kalimat, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Setiap kalimat bisa saja memiliki lebih dari satu topik, salah satunya diberikan penonjolan melalui struktur sintaksis. Dalam kaba klasik Minangkabau, penonjolan topik dilakukan dengan struktur dislokasi-kiri, seperti kutipan ini ‘lorong kapado Sutan Balun, urang arif bijaksano’. Dalam kalimat ini, urang didislokasikan

(29)

pertama. Oleh karena itu, Sutan Balun adalah topik karena berada pada posisi pertama dan urang adalah subjek karena menempati posisi kedua. Struktur disokasi-kiri merupakan salah satu upaya penulis kaba klasik Minangkabau untuk menonjolkan topik-topik yang dianggap penting.

Sehubungan dengan permasalahan topik, Givon (1983) telah mengembangkan suatu pendekatan kuantitatif terhadap topik-topik wacana. Dengan pendekatan kuantitatif ini, keterjalinan topik dalam suatu urutan klausa dapat terukur secara akurat dan pengidentifikasian topik dapat dilakukan dengan cara yang lebih objektif.. Istilah topik yang digunakan tidak merujuk pada subjek, tema, pelaku, agen dan lain sebagainya tetapi topik merujuk pada bentuk-bentuk referensi pronomina yang digunakan sebagai penanda kesinambungan dalam wacana. Selanjutnya, topik dapat dilihat dari skala keterprediksian atau ketersinambungannya. Skala keterprediksian ini dikembangkan dengan menggunakan pengukuran yang akurat sehingga properti topikalisasi dalam suatu urutan klausa dapat terprediksi dengan baik. Paremeter yang dikemukakan oleh Givon (1983) tersebut sangat bermanfaat untuk menentukan ketersinambungan suatu entitas dalam berbagai macam tipe wacana.

(30)

Bertolak dari fenomena ini, timbul pertanyaan, kiat-kiat apa yang dilakukan seorang penulis agar pembaca dapat mengikuti alur pemikiranya dan apa yang menyebabkab seorang penulis menggunakan berbagai macam ‘penghubung’ agar pembaca dapat memahaminya. Setiap bahasa memiliki cara yang berbeda saat merujuk pada suatu entitas khususnya yang mengekpresikan bentuk-bentuk referensi pronomina. Bagaimana cara merujuk entitas tersebut, baik dari bentuknya, posisinya maupun fungsi gramatikalnya dalam kalimat, secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh peran entitas itu sendiri. Selanjutnya, bagaimana mengkarekteristikkan peran tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh merupakan kajian utama dalam analisis wacana sekaligus menjadi konsep dasar dalam penelitian ini.

(31)

Penelitian tentang kesinambungan topik sudah banyak dilakukan, data yang dipakai juga berasal dari berbagai ragam bahasa baik lisan maupun tulisan. Kajian bahasa Minangkabau juga sudah dilakukan dalam berbagai aspek linguistik. Sejauh ini, penelitian tentang kesinambungan topik khususnya dalam kaba klasik Minangkabau yang menggunakan pendekatan kuantitatif belum pernah dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

1. Bagaimanakah hasil pengukuran masing-masing perangkat gramatikal yang digunakan dalam kaba klasik Minangkabau ?

2. Bagaimanakah tingkat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau?

3. Bagaimanakah tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik sebagai subjek, sebagai objek langsung dan sebagai Dan lain-lain dalam kaba klasik Minangkabau ?

4. Bagaimanakah tingkat kesinambungan topik pada faktor keinsanan dalam kaba klasik Minagkabau ?

(32)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan hasil pengukuran masing-masing perangkat gramatikal yang digunakan dalam kaba klasik Minagkabau.

2. Untuk mendeskripsikan tingkat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau

3. Untuk mendeskripsikan tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik sebagai subjek, sebagai objek langsung dan sebagai Dan lain-lain berdasarkan dalam kaba klasik Minangkabau.

4. Untuk mendeskripsikan tingkat kesinambungan faktor keinsanan topik dalam kaba klasik Minangkabau

5. Untuk mendeskripsikan peran setiap bentuk topik dalam kaba klasik Minangkabau.

6. Untuk mendeskripsikan derajat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau.hubungan.

1.4 Manfaat Penelitian

(33)

1. Pengetahuan tentang konsep kesinambungan topik akan membantu seseorang untuk memilah atau menentukan bentuk-bentuk frasa nama yang sesuai dengan konteksnya. Dengan demikian akan meningkatkan mutu atau kemahiran karang-mengarang mereka.

2. Pemahaman tentang konsep kesinambungan topik membantu seseorang memahami dan memperlihatkan keterjalinan topik yang dibicarakan dalam suatu teks sehingga dalam proses penterjemahan, memungkinkan seseorang membuat tafsiran teks dengan lebih akurat.

3. Dalam proses pembelajaran bahasa, pemahaman tentang konsep kesinambungan topik akan membantu untuk melihat keterpautan antar topik dalam wacana sehingga dapat memudahkan penafsiran teks secara tepat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(34)

mengemukakan sembilan bentuk topik untuk mengukur kesinambungan topik dalam bahasa Inggeris, yaitu :

1. anafora kosong (zero anaphora),

2. pronomina tak bertekanan (unsressed pronoun),

3. pronomina bertekanan/bebas (stressed/independent pronouns), 4. dislokasi kanan frasa nomina definit (R-dislocated DEF-NP’s), 5. susunan netral frasa nomina takrif (neutral-ordered DEF-NP’s), 6. dislokasi kiri frasa nomina tak takrif (L-dislocated DEF-NP’s), 7. pergeseran frasa nomina Y (Y-moved NP’s),

8. konstruksi terpisah/fokus (clef/focus construction)

9. referensial frasa nomina indefinite (referential indefinite NP’s).

Dalam penelitian ini hanya enam bentuk topik yang digunakan, yaitu 1) pronomina kosong, 2) pronomina Orang ketiga, 3) pronomina takrif, 4) pronomina tak takrif 5), pronomina posesif, dan 6) pronomina relatif. Keenam bentuk topik ini lazim digunakan dalam bahasa Indonesia pada umumnya dan Bahasa Minangkabau pada khususnya. Selain mengukur derajat kesinambungan topik dari keenam bentuk topik tersebut, juga dibahas bagaimana peranan setiap bentuk topik saat menjalin hubungan antara satu klausa dengan klausa lainnya.

1.6 Sejarah Perkembangan Kaba

(35)

masih hidup dan dipertahankan oleh masyarakat Minangkabau adalah jenis cerita klasik dalam bentuk kaba. Kaba merupakan salah satu ragam klasik yang memberi andil bagi pertumbuhan sastra nasional. Kaba tergolong cerita rakyat, cerita yang terus tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat Minangkabau dan disampaikan secara turun temurun.. Selain itu, kaba tergolong cerita pelipur lara yang mengandung pendidikan moral dan nilai-nilai budaya. Sebagaimana layaknya cerita pelipur lara, kaba pada mulanya selalu mengisahkan peristiwa-peristiwa yang menyedihkan, pengembaraan, dan penderitaan kemudian berakhir dengan kebahagiaan.

Menurut Abdullah (1974) kata “kaba” berasal dari khabar (arab) yang artinya ‘pesan’, ‘kabar’ atau ‘berita’. Dalam sastra klasik Minangkabau, kaba disebut juga curito yang artinya ‘cerita’. Pendapat lain mengatakan asal kata kaba berasal dari

langit yang kemudian jatuh ke bumi, seperti terungkap dalam pantun berikut ini; kaik bakaik rotan sago

Pilin bapilin aka baha

Mulo di langik tabarito

Jatuah ka bumi jadi kaba

‘ kait berkait rotan saga Pilin berpilin akar bahar

Mula di langit terberita Jatuh ke bumi jadi kaba ’

(36)

Kaba sebagai cerita klasik Minangkabau memiliki tata-kalimat yang panjang, berlirik pantun,bernuansa kias dan sarat dengan petatah petitih, seperti dalam berikut ini,

Manolah tuan Anggun Nan Tongga, manga ambo ditinggakan, tuan pai ambo lah surang, jo siapo ambo ditinggakan, apolah tenggang badan denai, namonyo di tangah rimbo gadang, tak tantu jalan ka dituruik, jalan mano ka ditampuah, lurah mano ka dituruni, tuan Tongga lah hilang sajo, hilang dibalik awan sajo, hilang dibaliak awan putiah, lanyok dibalik langik biru, ka mano tuan ka ambo sigi, dahulu kito pai batigo, kini babaliak ambo surang.(203:2)

‘ Wahai tuan Anggun Nan Tongga, mengapa saya ditinggalkan, tuan pergi saya sendiri, dengan siapa saya ditinggalkan, apalah daya badan saya, namanya di tengah rimba besar, tak tahu jalan yang dituju, jalan mana yang akan ditempuh, lurah mana yang dituruni, tuan Tongga sudah hilang saja, hilang dibalik awan putih, lenyap dibalik langit biru, kemana tuan akan saya cari, dahulu kita pergi bertiga, sekarang saya pulang sendiri ’.

Sesuai dengan hakikatnya sebagai fiksi, berbentuk prosa liris, berirama dan bermatra, kaba mampu mengungkapkan berbagai masalah manusia dengan teknik penyampaian yang spesifik. Cerita disampaikan dengan membawa suatu misi yang berupa pesan atau amanat. Supaya lebih menarik, pesan atau amanat ini dikemas dalam nyanyian atau ‘dendang’ sambil diiringi dengan seperangkat musik tradisional seperti, rebab, salung, bansi, kecapi, dan korek api. Biasanya seorang tukang kaba atau pedendang menyampaikan cerita menurut irama musik tradisional tersebut. Pada saat itu, tukang kaba atau pedendang duduk bersila di atas tikar. Sambil bertopang dagu ia mulai berdendang di tengah kerumunan pendengarnya.

(37)

persembahan disampaikan sebelum memulai cerita dengan tujuan untuk menarik pendengar, membangunkan perhatian, dan menghidupkan suasana dengan cara membangkitkan kelucuan. Pantun persembahan tidak dijumpai dalam kaba tertulis karena audiensnya pembaca bukan pendengar atau penonton. Dengan demikian, dalam kaba tertulis hanya terdapat pantun pembuka, pantun dalam cerita, dan pantun penutup. Dan yang paling menjadi ciri khas kaba adalah kaba selalu dibuka dengan pantun dan ditutup dengan pantun pula baik dalam kaba lisan maupun kaba tulisan.

1.6.1 Daerah Penyebaran

Awal beredarnya kaba adalah di daerah pesisir barat (daerah pantai) Minangkabau. Kemudian kaba menyebar ke daerah Luhak atau daerah pedalaman (daerah darat). Hal ini sejalan dengan perkembangan bandar-bandar dagang yang kebanyakan didatangi oleh pedagang Arab dan Persia termasuk juga Aceh. Oleh karena kata kaba berasal dari bahasa Arab maka kata kaba sering dikaitkan dengan pengaruh Islam. Pada saat itu Aceh merupakan kerajaan Islam yang terkuat di pantai utara Sumatera sehingga daerah pesisir pantai Minangkabau adalah daerah pertama penyebaran kaba tersebut.

(38)

menyaksikan karya-karya sastra yang disampaikan secara lisan. Hal ini akan lebih terasa di daerah perkotaan. Oleh sebab itu, dalam upaya agar sastra lisan tetap hidup dan terus berkembang di tengah masyarakat Minangkabau, maka diwariskanlah sastra lisan tersebut dalam bentuk tulisan. Sekarang ini sastra lisan yang tadinya hanya dapat dinikmati melalui pertujukan, sudah dapat dinikmati melalui cetakan, kaset, bahkan VCD.

1.6.2 Perkembangan Cerita

Berdasarkan isi cerita, kaba dapat dikelompokkan menjadi : 1. Kaba Klasik Minangkabau

Jenis kaba ini menceritakan kehidupan masyarakat Minangkabau pada zaman dahulu kala dengan pola-pola kebudayaan lama.

Ciri penanda kaba klasik sebagai berikut :

a. Bercerita tentang kehidupan raja, putra-putri raja dengan berbagai kehidupan pengembaraan melawan tantangan kehidupan

b. Si pelaku dalam karangan raja ini mengembara mencari kesaktian. Bermodalkan kesaktian ini, si pelaku kembali menegakkan kebenaran dan kewibawaannya. c. Kehidupan sangant dipengaruhi yang gaib-gaib dan kekuatan sakti. Percaya pada

tukang tenung dan kesaktian benda-benda yang dapat mendatangkan semua yang diminta. Kesaktian seseorang dapat melumpuhkan kekuatan alam.

(39)

Garang. Tempat dan nama negeri selalu samar tak jelas letak lokasinya, misalnya negeri Nilam Cahayo, Kualo Koto Tanau dan Binuang Sati

e. Tampilnya pelaku mambang dan peri. Penampilan itu sesuai dengan kepercayaan pada kekuatan gaib dan unsur kesaktian.

2. Kaba Baru Minangkabau

Jenis kaba ini berorientasi pada kehidupan pelaku-pelaku sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan realitas.

Ciri penanda kaba baru sebagai berikut: a. Cerita tentang suka duka kehidupan manusia biasa

b. Masalah yang dicari dan ditegakkan adalah kebenaran menurut logika praktis. Kepercayaan pada unsur sakti dan hal-hal gaib tidak lagi kelihatan.

c. Pemberian nama pelaku biasa-biasa saja. Untuk wanita sering disebut “ Siti “, pria disebut “Sutan“ karena mereka dari kalangan bangsawan. Tempat peristiwa dan nama negeri sudah dikenal lokasinya, misalnya, Padang, Pariaman, Padang Panjang, Bukit Tinggi, Betawi dan Medan.

1.7 Profil Masyarakat Minangkabau

(40)

Indonesia. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia terutama Negeri Sembilan dan Singapura. Di seluruh Indonesia, bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini populer dengan sebutan masakan Padang.

Masyarakat Minangkabau menempatkan perempuan pada kedudukan yang istimewa. Tidak seperti sebagian besar suku di Indonesia yang menganut sistim kekerabatan patrilineal (garis keturunan ayah), masyarakat Minangkabau menganut sistim matrilineal (garis keturunan ibu). Masyarakat Minangkabau di Sumatera barat merupakan suku dengan budaya matrilineal terbesar di dunia. Secara ekonomi dan sosial seorang anak menjadi anggota suku ibunya. Peran ayah dalam hal tanggung jawab, beralih pada mamak ’paman’, yaitu saudara laki-laki dewasa dari pihak ibu. Orang Minang yang sesuku dianggap bersaudara dekat dan mereka tidak boleh saling mengawini. Oleh karena itu, jodoh harus dicarikan dari luar suku. Biasanya menjodohkan anak dengan anak mamak ’kemenakan’ merupakan kebiasaan dalam masyarakat Minangkabau. Seorang anak harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari mamaknya sebelum dia memutuskan untuk melangsungkan pernikahan.

(41)

1.7.1 Keadaan Kebahasaan

Bahasa Minangkabau, bila digabungkan dengan bahasa-bahasa Polinesia dan Melanesia termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Penutur bahasa Minangkabau menyebar diseluruh pelosok tanah air. Sebagaimana lazimnya, setiap bahasa memiliki ragam bahasa yang dapat ditinjau dari status, kedudukan dan situasi penggunaan bahasa. Dalam bahasa Minangkabau ragam bahasa dibedakan atas 1) ragam bahasa surau, digunakan dalam situasi yang bersifat keagamaan, seperti di Mesjid, Surau, dan Madrasah; kekhasan ragam ini ditandai dengan kosa kata yang telah dipengaruhi oleh bahasa Arab, 2) ragam bahasa Adat, digunakan pada pertemuan atau musyawarah para penghulu, baik pada situasi perkawinan, mendirikan penghulu, kematian, dan situasi adat yang bersifat formal lainnya. Kekhasan ragam bahasa ini ditandai dengan keteraturan pilihan kata yang mengandung nilai-nilai sastra yang tinggi, 3) ragam bahasa Parewa, digunakan pada saat bersenda gurau, seperti guyonan, ejekan dan biasanya ditemukan di warung-warung kopi, pos-pos ronda, di tempat mandi kaum wanita, dan gubuk-guibuk di sawah pada saat panen tiba. Kekhasan ragam bahasa ini ditandai dengan kosa kata yang berbau porno dan kasar, dan 4) ragam bahasa biasa, digunakan pada situasi percakapan sehari-hari.

(42)

intonasi dan gaya bahasa tersendiri yang menjadi ciri khas daerahnya. Apabila dua orang penutur bahasa Minangkabau berbicara dan mereka berasal dari daerah yang berbeda biasanya mereka akan menggunakan dialek standar atau dialek umum. Dan dari sekian banyak dialek bahasa Minangkabau yang ada, dialek Padang yang dianggap paling umum.Dialek Padang, sebagai dialek yang digunakan di ibu kota provinsi bukan hanya digunakan di kota Padang saja tetapi di luar Sumatera Barat pun orang Minang sepakat menggunakan dialek ini. Dialek Padang, yang lazim disebut bahaso awak, muncul sebagai bahasa pemersatu masyarakat yang utama, berbeda dengan dialek-dialek lain yang lebih mengutamakan hubungan dalam kelompok tertentu daripada hubungan antarkelompok. Sejak seabad yang lalu, semua linguis terbentur pada variasi dialek ini karena tidak adanya model tunggal untuk memerikan bahasa tersebut terutama untuk masalah transkripsi bahasa Minangkabau, Hidayat (1998).

1.7.2 Letak Geografis dan Wilayah

(43)

baru yang terletak di pesisir pantai barat dan Timur Sumatera. Daerah darat memiliki tiga luhak (wilayah), yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota. Daerah rantau meliputi rantau Tanah Datar, rantau Agam, rantau Lima Puluh Kota, dan rantau Kubuang Tigo Baleh.

1.8 Klarifikasi Istilah

Istilah yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan istilah-istilah yang biasa digunakan dalam kajian wacana. Namun begitu, untuk menghindari kesalah pahaman tentang istilah-istilah yang dipakai, perlu dilakukan klarifikasi istilah.

1. Derajat kesinambungan topik adalah gradasi kesinambungan topik mulai dari yang paling mudah terprediksi sampai kepada yang paling sulit terprediksi

2. Fungsi gramatikal topik adalah topik yang berfungsi secara gramatikal, yakni sebagai subjek, objek dan lain sebagainya.

3. Faktor keinsanan adalah topik sebagai [+insan] dan [-insan]

4. Jarak referensi adalah jarak antara penyebutan pertama suatu referensi dengan penyebutan selanjutnya

5. Kemungkinan gangguan adalah munculnya topik lain dalam lingkungan tiga klausa secara berturut-turut.

(44)

7. Kesinambungan topik adalah keterhubungan kata ganti diri dengan benda atau partisipan yang telah disebutkan sebelum dan sesudahnya. Kesinambungan topik berfungsi menciptakan dan mempertahankan koherensi linear suatu wacana. Koherensi linear adalah keterhubungan semantis antara jalinan proposisi secara berurutan.

8. Klasik adalah sesuatu yang dianggap terbaik dan terbukti bernilai karena telah teruji oleh perjalanan waktu.

9. Kaba adalah cerita klasik Minangkabau yang artinya pesan, kabar, atau cerita. 10. Perangkat gramatikal adalah unsur-unsur tatabahasa, yang digunakan sebagai

topik.

11. Parameter kesinambungan topik adalah tolok ukur yang menjadi pedoman dalam menentukan tinggi rendahnya kesinambungan topik.

12. Peran topik adalah peran yang dimiliki topik dalam upaya menjalin kesinambungan wacana Sastra Klasik adalah karya yang memberikan gambaran tentang kebudayaan pada waktu itu. Tentang adat istiadat, lebih penting lagi tentang pandangan hidup

13. Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan partisipan atau argumen dalam suatu proposisi.

(45)

15. Ukuran kesinambungan topik adalah tolok-ukur yang digunakan untuk pengukuran topik, yakni jarak referensi, kemungkinan gangguan, dan keberterusan topik.

16. Alat pembuka topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai pembuka wacana, topik baru diperkenalkan pertama sekali atau topik-topik yang kemunculannya melewati jarak rujuk yang sudah ditentukan.

(46)

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Pada bab ini, diuraikan konsep-konsep yang melatari penelitian ini. Pertama, adalah tentang konsep topik-tema. Dalam konsep ini, pembahasan meliputi topik sebagai unsur tematik, topik sebagai gabungan unit gramatikal, dan topik sebagai acuan. Kedua, konsep topik, meliputi properti topik dan jenis-jenis topik. Ketiga, konsep kesinambungan topik. Keempat, konsep skala kesinambungan topik. Kelima, konsep keteridentifikasian. Keenam, konsep tema-rema.

2.1.1 Konsep Topik - Tema

(47)

Kemudian penelitian tentang tema dilakukan oleh Halliday (1985) yang terkenal dengan tata-bahasa sistemik. Halliday (1967b;1976) memperlakukan tema bukan sebagai titik awal ujaran tetapi sebagai unsur klausa yang sebagian dari klausa tersebut adalah predikat. Selanjutnya, Dijk (1978) dengan teori tata-bahasa fungsionalnya menggunakan kedua istilah topik dan tema sekaligus. Menurutnya, dalam satu kalimat terdiri dari tema dan topik. Sebuah tema adalah unsur ekstra-klausa yang dipraposisikan pada ekstra-klausa itu sendiri, sekaligus menunjukkan keuniversalan wacana sehubungan dengan predikat berikutnya yang dianggap relevan. Tema yang dikemukakan Dik diilustrasikan dengan penempatan adverbia As for pada awal kalimat, seperti contoh berikut ini :

As for Professor Smith, she’s always helpful to students

Adverbia praposisi (As for) adalah tema yang mencirikan keuniversalan wacana (Professor Smith) terhadap predikat yang dianggap relevan (always helpful to students). Dalam tata-bahasa fungsional, istilah topik memiliki pemahaman yang

berbeda. Sebuah topik menunjukkan entitas yang predikatnya mempredikasi sesuatu dalam konteks yang ada. Jadi, jawaban untuk pertanyaan berikut ini adalah tentang John, yang dimulai dengan John sebagai topiknya.

To whom did John give the book ?

JOHN gave the book to MARY TOPIK FOKUS

(48)

As for shusi, my favorite is made with fresh tuna TEMA TOPIK

Tema praposisi As for menspesifikan keuniversalan wacana my favorite dan predikat yang relevan is made with tuna. Topik tersebut menunjukkan entitas tertentu, yaitu apa yang dibicarakan predikasi.

Chafe (1976, 1980a; 1994) membahas topik dengan menggunakan istilah topik sebagai titik awal ‘starting point’. Menurutnya topik merupakan awal informasi konseptual yang terdapat dalam wacana.

Istilah topik digunakan secara luas untuk membuat ide-ide yang sama dengan tema pada level klausa, seperti tiga pemahaman topik yang berbeda berikut ini : 1. Topik sebagai unsur tematik.

Dalam beberapa tulisan, pada tingkat klausa topik sama dengan tema. Kedua istilah ini dianggap bersinonim. Dari sekian banyak pendapat yang sama, diantaranya dapat dilihat pada Sgall (1987) dan Dahl (1969).

2. Topik sebagai gabungan unit gramatikal.

Istilah topik digunakan untuk membuat kata keterangan yang ekstra klausa, umumnya dipraposisikan dalam klausa tersebut. Dalam model wacana yang mengadopsi strategi ini, sebuah topik menunjukkan suatu penggabungan antara tema dalam pengertian pragmatik dengan struktural yang merefleksikan pengertian tersebut, biasanya pada posisi awal. Oleh karena itu, sebuah topik dapat dibedakan dari tema atau subjek.

(49)

3. Topik sebagai referensi.

Pemaknaan istilah topik secara lebih luas dapat dilihat dalam literatur tentang kesinambungan topik yang ditulis oleh Givon (1983; 1989). Menurutnya, istilah topik berkaitan erat dengan keteraksesan suatu referensi dalam sebuah representasi konseptual. Semakin terakses suatu referensi, semakin tinggi topikalitasnya. Selama topikalitas ditentukan oleh suatu skala maka seluruh unsur-unsur referensial dalam ujaran pada prinsipnya dapat diarahkan pada suatu jenis nilai topikalitas.

2.1.2 Konsep Topik

Istilah topik dapat didefinisikan dalam beberapa pengertian yang berbeda, yaitu a) frasa dalam satu klausa yang terpahami, b) frasa dalam satu wacana yang terpahami, c) memiliki posisi khusus dalam satu wacana (sudut paling kanan atau sudut kiri klausa). Secara umum dapat dikatakan topik sama dengan subjek, seperti contoh berikut ini :

1. Kucing itu mencuri ikan semalam.

2. Ikan dicuri kucing itu semalam.

Kedua kalimat di atas memiliki makna yang sama, berfungsi sebagai subjek. Tetapi memiliki topik yang berbeda. Kalimat pertama, yang menjadi topik adalah kucing sedangkan pada kalimat kedua yang menjadi topik adalah ikan.

(50)

topik atau tema utama, bahkan mungkin memiliki beberapa subtopik lagi. Dan secara keseluruhan, wacana memiliki banyak topik, salah satunya ada yang diutamakan, yaitu topik atau tema. Pada tingkat kalimat, istilah ini selalu merujuk pada masalah subjek kalimat dan secara tradisional dihubungkan dengan tatabahasa. Tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Kalimat bisa saja memiliki lebih dari satu topik, meskipun salah satunya diberikan penonjolan lebih dari yang lainnya, melalui struktuk sintaksis.

Givon (1983) menyatakan topikalisasi adalah sesuatu yang agak samar, bernosi skala, dan dihirarkikan berdasarkan derajatnya dalam kalimat. Hal ini akan jelas terlihat dalam kalimat yang mengandung subjek, objek langsung, dan objek tidak langsung. Bentuk-bentuk datif ini mengalami pergeseran sehingga objek tidak langsung dipromosikan menjadi objek utama dan objek langsung mengalami penurunan posisi. Masing-masing entitas ini merupakan topik kalimat dengan derajat masing-masing dan urutan derajat setiap entitas dapat berubah misalnya melalui proses pergeseran datif ini, seperti berikut ini :

a. NetraL : we saw John yesterday Top Sub

b. Dislokasi-kiri : John, we saw him, yesterday Top Sub

c. Dislokasi-kanan : we saw him, yesterday, John

Top primer & Sub Topik sekunder d. Pergeseran-datif : John gave Mary the book

(51)

Pada contoh (a), we adalah topik sekaligus sebagai subjek kalimat, pada (b), we turun posisi menjadi subjek dan John menjadi topik. Pada (c), we naik posisi menjadi topik sekaligus topik kalimat sedangkan John turun posisi menjadi topik sekunder. Pada (d), John sebagai topik utama, lalu bergeser ke Marry sebagai topik kedua dan the book sebagai topik ketiga. Dalam penelitian ini, istilah topik tidak mengacu pada tema atau subjek dalam kalimat, paragraf ataupun wacana, tetapi merujuk pada entitas-entitas yang terdapat dalam wacana yang dikodekan melalui pronomina persona.

2.1.3 Properti Topik

Topik sebagai sesuatu yang dibicarakan dan ditonjolkan memiliki beberapa properti sebagai berikut, yaitu :

Properti 1. :

Topik adalah suatu kesinambungan yang tidak terpisahkan atau suatu skala yang multi poin. Bisa saja dalam satu klausa terdapat lebih dari satu topik.

Contoh :

a. Posisi netral :

manolah tuan Nangkodoh Baha, jan disabuik aja maaja...(30: 7) topik & subjek

‘ wahai tuan Nangkodoh Baha, jangan disebut ajar mengajar...’

b. Pergeseran ke kiri:

mandeh kanduang ambo, iyo mandeh Ganto ambo lahia, baliau bapulang. (88:1) topik subjek

(52)

c. Pergeseran ke kanan :

ambo cari mamak nan baduo, iyo mamak Patiah Mangkudun jo Mamak Katik top primer & subjek top kedua

‘ saya cari kedua paman, paman Patiah Mangkudun dengan paman Katik’(89:4) Properti 2. :

Sejumlah topik lebih mudah terakses atau terprediksi daripada yang lainnya. Contoh :

Mandanga curito nantun, lalu manangih pulo Nan Gondoriah, buah tangih baibo-ibo, janji lah ungkai dek Nan Tongga, satiah lah babukak dek Nan Tongga, bungo kambang lah diambiaknyo, ayia nan janiah lah diminumnyo, urak janji dek Nan Tongga, dek Gondo baitu pulo. (135;2)

‘Mendengar cerita itu, lalu menangis pula Nan Gondoriah, tangisnya beriba-iba, janji sudah dilanggar oleh Nan Tongga, sumpah sudah dilanggar oleh Nan Tongga, bunga kembang sudah diminumnya, air jernih sudah diminumnya, ingkar janji oleh Nan Tongga, Gondo pun begitu juga’.

Topik Nan Gondoriah sebagai kata nama tentu lebih mudah terakses/terprediksi karena tidak memiliki material linguistik lainnya dalam lingkungan klausa tersebut. Sedangkan topik Nan Tongga memiliki material linguistik lain, yaitu nyo sehingga lebih sulit terprediksi.

Properti 3

Topik yang lebih mudah terakses/teridentikasi dinyatakan dengan material linguistik yang lebih sedikit. Sedangkan topik yang lebih sulit terakses/teridentifikasi dinyatakan dengan material linguistik yang lebih banyak.

(53)

tahulah urang maso nantun, tuan jurumudi alah khianat, Ø alah mangguntiang dalam lipatan, Ø alah manuhuak kawan sairiang, parentahnyo tidak diikuti lagi, dikatakanyo Tongga lah mati, kironyo Tongga lah pulang pulo.(143:4)

tahulah orang waktu itu, tuan jurumudi sudah berkhianat, dia sudah menggunting dalam lipatan, dia sudah menusuk kawan seiring, perintahnya tidak diikuti lagi, dia mengatakan Tongga sudah mati, rupanya Tongga sudah kembali pula’.

Topik tuan jurumudi memiliki material linguistik yang lebih banyak,yaitu pronomin kosong (Ø), posesif nyo, orang ketiga nyo.

Properti 4

Topik umumnya mengandung informasi lama dan informasi baru, tetapi terdapat juga kekecualian.

Contoh :

Tuan Tongga lah duduak ateh kasua, di ateh kasua manggalo (187:2) informasi lama informasi baru

‘Tuan Tongga sudah duduk di atas kasur, di atas kasur manggalo’. Properti 5

Topik primer selalu dinyatakan dalam bentuk subjek suatu kalimat. Contoh :

Tongga lahgilo buruang ameh,tidak takana Tiku Pariaman, lah lupo sajo Gondoriah. Top.primer & subjek (127:2)

‘Tongga sudah tergila-gila dengan burung nuri, tidak teringat Tiku Pariaman, Gondo sudah terlupakan’

(54)

2.1.4 Jenis-jenis Topik

Pemahaman istilah topik sering menjadi perdebatan. Sampai saat ini tidak satupun definisi yang memuaskan untuk istilah ini. Pernyataan yang diangap paling umum mengatakan, suatu topik mengatur suatu konteks yang didalamnya mengandung predikat, Chafe (1976). Selanjutnya, Myhill (1992) mengklasifikasikan

topik menjadi tiga, yaitu topik yang lazim (unmarked topic), topik yang tidak lazim (marked topic) dan topik yang berkontras (contrastive topic). Setiap tipe dicirikan oleh properti wacana tertentu.

1. Topik yang tidak lazim

Topik yang tidak lazim merujuk pada suatu entitas yang tidak muncul sebelumnya dalam wacana terdekat tetapi entitas tersebut hanya ada dalam arsip wacana yang tidak aktif ‘inactive discourse file’. Dalam hal ini pembaca/pendengar sadar akan kemunculannya, tetapi mengabaikannya untuk sesaat. Biasanya entitas ini berada pada posisi awal dan selalu diikuti dengan nada jeda. Dalam bahasa Inggeris, topik yang tidak lazim diwujudkan dalam konstruksi dislokasi kiri (left-dislocation).

Contoh :

a. ….That guy, I just can’t stand him. He’s always doing thing like that

(55)

2. Topik yang lazim

Topik yang lazim merujuk pada entitas yang sudah muncul dalam wacana sebelumnya. Pada umumnya merujuk pada bentuk-bentuk pronomina termasuk zero-pronomina yang dianggap sudah dapat dipahami keberadaannya dalam konteks. Topik yang lazim ‘unmarked’ tidak sama dengan topik yang tidak lazim ‘marked’ atau topik yang kontrastif, yang kemunculannya selalu dalam posisi awal kalimat. Topik yang berada pada posisi normal kalimat. Kemunculannya dikaitkan dengan peran sintaksisnya dalam kalimat tersebut. Entitas-entitas tidak lazim yang dirujuknya tidak akan terpisah dari wacana terdekat sebelumnya sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan lagi terhadap entitas tersebut, seperti contoh berikut ini;

b. That guy, I just can’t stand him. He’s always doing things like that.

‘Orang itu, saya tidak dapat mencegahnya. Dia selalu melakukan hal-hal seperti itu’

Pada contoh (b) he langsung merujuk pada that guy, dan perannya sebagai pronomina orang ketiga.

3. Topik yang berkontras

(56)

c. I had fish and vegetables. The fish was good. The vegetables were terrible. ‘Saya mempunyai ikan dan sayur-sayuran. Ikan rasanya enak. Sayur-sayuran tidak enak’

Pada (c), terlihat dua konstruksi topikalisasi yang berkontras. Pertama, antara ikan sebagai topik, yang kedua sayur-sayuran sebagai topik. Ikan diberi nilai enak sedangkan sayur-sayuran diberi nilai tidak enak.

Istilah topik pada umumnya merujuk pada topik-topik yang tidak lazim bukan pada topik-topik yang lazim atau topik-topik yang berkontras. Oleh karena itu, suatu frasa nomina yang dianggap memiliki topikalitas tinggi, sudah disebutkan sebelumnya dalam wacana terdekat. Sedangkan frasa nomina yang memiliki topikalitas rendah, belum disebutkan sebelumnya dalam wacana terdekat.

2.1.5 Konsep Kesinambungan Topik

(57)

mencakup unit wacana yang lebih luas, karena merujuk pada tema utama dalam suatu paragraf. Kesinambungan tindakan mencakup sejumlah urutan kejadian dalam suatu paragraf. Pada umumnya, urutan kejadian ditandai dengan subsitem kala-aspek-modalitas. Kesinambungan topik merujuk pada topik-topik yang dibicarakan dalam suatu urutan klausa. Dari ketiga jenis kesinambungan di atas, kesinambungan topik yang dianggap paling konkrit, sekaligus menjadi acuan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, dia mengatakan dalam suatu paragraf tematik, urutan perlakuannya melibatkan satu topik sebagai penanda kesinambungan dan topik dalam suatu paragraf tematik berkaitan erat dengan ‘tema’ paragraf itu sendiri. Selanjutnya konsep kesinambungan topik dapat dilihat sebagai berikut :

1. Konteks : Once there was a wizard Ganti nama anaforik : he lived in Africa

2. Konteks : Once there was a wizard. He was married to a beautiful witch. They had two sons. The first was tall and brooding, he spent his days in the forest hunting snails, and his mother was afraid of him. The second was short and vivacious, a bit crazy but always game.

Ganti nama anaforik : *he lived in Africa

(58)

the son, dari kedua contoh di atas ditemukan bahwa pada kalimat (1) terdapat

kesinambungan topik sedangkan pada kalimat (2) tidak terdapat kesinambungan topik.

2.1.6 Analisis Wacana

Konsep analisis wacana pertama sekali diperkenalkan oleh Zellig S.Harris (1952). Dikatakannya bahwa analisis wacana adalah pemenggalan satu-satu wacana terhadap unsur-unsur dasar atau bagian-bagian komponennya melalui kaidah penyebaran baku. Maksudnya, unsur-unsur dasar ini mengandung kalimat-kalimat inti atau dasar yang sejajar dengan kandungan proposisi murni suatu wacana. Pendekatan analisis wacana digunakan untuk mengkaji bahasa melalui peringkat kalimat. Urutan kalimat dalam bentuk lisan maupun tulisan merupakan azas kajian analisis wacana. Selain itu kajian analisis wacana tidak terlepas dari peranan suatu unsur bahasa dalam suatu struktur serta hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya.

Selanjutnya, Stubbs (1983) mengatakan analisis wacana merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas klausa dan kalimat, dan karenanya juga mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau bahasa tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, khususnya interaksi antara penutur dan petutur.

(59)

kronologis dan berorientasi pada tokoh. Wacana narasi dalam bahasa Minangkabau, memiliki ciri yang sama dengan wacana narasi dalam bahasa pada umumnya, Pertama, ciri wacana narasi dapat dilihat pada proposisi-proposisinya yang berorientasi pada tokoh. Kedua, ciri wacana narasi dapat dilihat pada proposisi-proposisinya yang memiliki hubungan kronologis atau hubungan rangkaian waktu. Ketiga, ciri wacana narasi dapat dilihat pada strukturnya yang disebut struktur stimulus-respon, yaitu ada proposisi yang mengungkapkan ’rangsangan’ terhadap tindakan tokoh dan ada proposisi yang mengungkapkan ’tanggapan’ terhadap rangsangan itu. Keempat, ciri wacana narasi dapat dilihat pada wujudnya yang bervariasi, seperti cerita pendek, novel, kisah, riwayat, dan dongeng Sumadi (1998).

2.1.7 Konsep Informasi Lama vs Baru

(60)

atau ide tertentu tidak dimanifestasikan secara persis setiap kali dipergunakan. Kalaupun hal ini terjadi, jarak klausa pastilah terlalu panjang sehingga tidaklah praktis untuk mentransfer ide-ide secara efisien dan akurat. Bahasa-bahasa diorganisir agar penutur dapat merujuk pada informasi lama tanpa menghabiskan banyak waktu dan tenaga

Halliday (1967) menggunakan istilah ketercakupan “recoverability“ untuk informasi lama dan keterprediksian “predictability” untuk informasi baru. Istilah ‘baru’ diinterpretasikan sebagai ‘kontrastif’. Menurutnya, informasi lama adalah apa yang diharapkan dalam konteks tertentu sedangkan informasi baru adalah apa yang tidak diharapkan, meskipun sudah disebutkan sebelumnya dalam wacana.

Chafe (1974) mendefinikan istilah lama sebagai informasi yang dianggap pembicara sudah ada dalam pikiran pendengar pada saat informasi itu disebutkan. Informasi baru adalah informasi yang dianggap penutur baru diperkenalkannya pada pendengar saat dia berbicara. Selain itu dia menggunakan istilah sudah aktif already activated untuk informasi lama dan baru aktif “newly activated” untuk informasi

baru. Selanjutnya dalam tulisannya terakhir, Chafe (1987) mengkategorikan status lama-baru dalam tiga istilah yaitu; 1) aktif, 2) semi- aktif, dan 3) tidak aktif. Konsep

aktif (lama) mengacu pada sesuatu yang ada dalam pemikiran pendengar sedangkan konsep tidak aktif (baru) mengacu pada sesuatu yang tidak aktif dalam pemikiran pendengar. Konsep semi-aktif mengacu pada sesuatu yang dianggap kurang penting dalam pemikiran pendengar.

(61)

adalah apa yang sudah diketahui pendengar dan informasi baru apa yang belum diketahui pendengar.

Ketiga persepsi (Halliday, Chafe, Haviland dan Clark) tentang Informasi Lama dan Informasi Baru di atas, diilustrasikan dalam suatu pertanyaan dalam suatu percakapan “Bagaimana pendapatmu tentang SBY ?” Dalam hal ini, meskipun yang ditanya sudah sangat terbiasa dengan Presiden Indonesia, dia bisa saja tidak sedang memikirkan SBY pada saat pertanyaan itu diberikan. Menurut Haviland dan Clark, SBY merepresentasikan informasi lama (pengetahuan terpisah), tetapi Chafe dan Halliday mengatakannya informasi baru. Meskipun pengetahuan itu tersimpan cukup lama dalam ingatan pendengar, pembicara tidak dapat mengasumsikan pengetahuan pendengar tentang presiden tersebut bisa aktif dalam waktu yang singkat, apalagi dapat terprediksi.

2.1.8 Konsep Keteridentifikasian

(62)

keteridentifikasian ini berhubungan erat dengan difinisi pengetahuan terbagi “shared knowledge” tentang informasi lama yang dikemukakan oleh Haviland dan Clark

(1971). Tidak dapat disangkal lagi, kedefinitan atau keteridentifikasian cenderung sama dengan informasi lama.Chafe (1976), sedangkan tidak definit atau tidak teridentikasi cenderung sama dengan informasi baru.

2.1.9 Konsep Tema-Rema

Halliday (1985) mengemukakan suatu model struktur tema yang berbasis pada teori LSF (linguistics sistemic functional). Dalam komponen fungsi tekstual terdapat tiga jenis tema, yaitu tekstual, interpersonal dan topikal. Klausa dapat memiliki salah satu atau semua unsur tema di atas. Tema tekstual terdiri atas kata seru, seperti ya, tidak, baiklah, dan kata penghubung, seperti dan, atau, tetapi dan lainnya. Selain itu, kata penghubung juga menghubungkan antar klausa, seperti dengan kata lain, contohnya, sebagai penutup, sebenarnya dan lain sebagainya.

Tema interpersonal mempunyai tiga unsur, pertama unsur modalitas, seperti menurut pendapat saya, biasanya, kemungkinan dan lainnya. Kedua, unsur kata tanya

(63)

The theme is the element which serves as the point of departure of messages, it is which the clause is concerned. The remains of the messages, the part in which the theme is developed is called in Praque School terminology the rheme. As a messages structure, therefore, a clause of Theme accompanied by a Rheme;The structured is expressed by order – whatever is chosen as the Theme is put first.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tema merupakan bahagian yang penting dalam sebuah klausa karena mengandung sejumlah pesan. Oleh karena itu, posisi tema ditempatkan pada awal kalimat. Selanjutnya, tema dapat diperluas lagi dan perluasan tersebut disebut rema.

Syall (1975) menggunakan istilah topik-komentar atau topik-fokus untuk tema-rema. Dia mengatakan, faktor konteks tidak musti ko-tekstual saat mengklasifikasi suatu konstituen sebagai pesan lama dalam kalimat karena konstituen tersebut dapat menjadi bahagian teks yang sebelumnya.

Sementara itu Kirkwood (1969, 1970) sependapat dengan Firbaus (1966) bahwa tema tidak harus menjadi titik awal sebuah klausa. Walaupun dalam bahasa Inggeris dan padanannya dalam bahasa Jerman la disebut tema, secara sistemik memang menjadi titik awal klausa dan secara prosodi ditandai dengan tanda (’).

Lakoff (1971) menyatakan topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Predikat menghubungkan topik dengan hal yang dibicarakan tersebut. Adanya hubungan topik-predikat yang mengonotasi sesuatu hal ‘concerning’, misalnya concerning this violion, sonates are easy to play on it.

(64)

meeting went out forefer. Outside it was snowing. Kata meeting adalah tema atau topik sedangkan kalimat outside it was snowing tidak bermakna atau tidak relevan ....

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang sejalan dengan penelitian ini, telah dilakukan oleh Sumadi (1998) dengan judul Pengedepanan dan Kesinambungan Topik dalam Wacana Narasi Bahasa Jawa. Dalam penelitiannya, dia mengidentifikasi topik yang mengisi

fungsi subjek dalam wacana narasi bahasa Jawa. Pangkal tolak pengidentifikasian tersebut bermuara pada dua asumsi. Pertama, karena sentral kedudukannya, topik dalam suatu wacana ditonjolkan penampilannya dengan cara tertentu. Kedua, karena sentral kedudukannya, topik dalam suatu wacana dipertahankan dan diacu oleh seluruh bagian wacana itu.

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukannya dapat dikemukakan bahwa cara yang digunakan untuk menonjolkan topik dalam wacana narasi bahasa Jawa adalah pengedapanan (foregrounding). Menurutnya, dengan meletakkan topik pada bagian depan suatu wacana, topik akan kelihatan mencolok di antara unsure-unsur wacana yang lain, sehingga topik akan mudah diketahui oleh penerima atau pembaca wacana.

Berikut diberikan contoh penonjolan topik yang dilakukakan dengan pengedepanan, dikutip dari penelitian Sumadi :

(65)

Mangkono uga banjur pamitan mulih marang Supini, Wartini, Ian Karnani, (d) Harjito ora ndadak banjur mlebu Ian lungguh maneh. (e) Dheweke terus nyengklak sepedhane.

‘(a) Harjito meminta keterangan kepada Pak Parijan berkaitan dengan tidak hadirnya Waris di kelurahan. (b) Setelah memperoleh keterangan yang sangat tidak memuaskan hatinya, Harjito lalu berpamitan pulang kepada Pak Parijan. (c) Begitu pula, lalu berpamitan pulang kepada Supini, Wartini, dan Karnani.(d) Harjito tidak usah masuk (ke rumah) dan duduk lagi. (e) Dia terus menaiki sepedanya’.

Pada contoh di atas, pengedepanan topik Harjito dilakukan pada awal kalimat. Kalimat pertama, Harjito bertindak sebagai topik, dan miterang marang Pak Parijan magepokan karo ora tekone Waris ing kelurahan ‘meminta keterangan kepada Pak

Parijan berkaitan dengan tidak hadirnya Waris di kelurahan’ sebagai komen. Konstituen Harjito yang menjadi topik kalimat (1a) sekaligus menjadi topik kalimat (1b)-(1e). Kalimat (1b)-(1e) merupakan penjabaran terhadap topik kalimat (1a).

Sehubungan dengan asumsi kedua, yakni pemertahanan dan pengacuan topik oleh seluruh bagian wacana, dimaksudkan untuk menciptakan kesinambungan topik wacana. Menurutnya, terdapat tiga alat untuk menciptakan kesinambungan topik dalam wacana narasi bahasa Jawa, yaitu (1) pelesapan, (2) penyulihan, dan (3) pengulangan.

Berikut dikutip contoh kesinambungan topik yang tercipta dengan pelesapan, penyulihan dan pengulangan, yang dikemukakan Suriadi :

a. Pelesapan

Gambar

Tabel berikut ini meringkaskan ketiga ukuran yang digunakan, dengan
Tabel  4.1. Distribusi Topik
Tabel 5.1 Pronomina Kosong
Gambar 5.1  Skema Hasil Pengukuran Pronomina Kosong
+7

Referensi

Dokumen terkait