• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Cair Pemindangan Ikan

Pengelolaan ikan dengan cara pemindangan merupakan salah satu cara untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan yang dapat mudah menurunkan mutu kesegarannya. Pemindangan adalah perebusan ikan yang dilakukan bersama-sama dengan penggaraman, sedangkan ikan yang direbus dengan garam disebut dengan ikan pindang. Pemindangan adalah suatu teknik pengolahan dan pengawetan dengan cara memasak atau merebus ikan dalam suasana bergaram selama jangka waktu tertentu di dalam wadah, kemudian melakukan pengurangan air sampai batas waktu tertentu. Pada proses pemindangan ikan membutuhkan air yang cukup banyak untuk proses pencucian dan perebusan. Air bekas cucian ikan dan perebusan tentunya dapat menyebabkan limbah air yang dapat mecemari lingkungan (Sahubawa & Ustadi, 2014)

Limbah merupakan suatu benda yang mengandung zat yang bersifat berbahaya atau tidak membahayakan kehidupan manusia, hewan, serta lingkungan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk industrialisasi (Ichtiakhiri & Sudarmaji, 2015). Limbah dapat dikategorikan menjadi gas, limbah padat, dan juga limbah cair. Limbah cair dapat di definisikan air buangan yang berasal dari aktivitas manusia yang mengandung senyawa polutan yang berbahaya baik secara langsung maupun jangka panjang. Limbah cair bisa berasal dari air limbah dometik seperti air buangan kamar mandi, dapur, dan air bekas pencuci pakaian, sedangkan air limbah industri berasal dari kegiatan klinis seperti limbah pada rumah sakit, limbah pada industi pabrik besar dan limbah labolatorium yang beroperasi terus menerus akan berdampak negatif pada lingkungan termasuk perairan. Menurut Arief, (2016) cairan limbah yang masuk ke sungai akan mencemari air dengan virus penyakit yang nantinya dapat berdampak seperti banyak ikan mati dan juga manusia akan jarang mengkonsumsi atau menggunakan air untuk

(2)

kegiatan sehari-hari, oleh sebab itu manusia pasti akan terkena danpak limbah baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.1.1 Kandungan Limbah Cair Pemindangan Ikan

Limbah perikanan atau khususnya limbah cair biasanya langsung dibuang ke sungai. Limbah yang di buang disungai tentunya dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan lingkungan seperti merancang pertumbuhan tanaman pengganggu, munnculnya toksisitas terhadap kehidupan air, menurunkan kadar DO (Oxygen demand) pada lingkungan perairan, dapat mengganggu kesehatan manusia dan juga dapat menimbulkan bau yang tidak sedap. Menurut Sugiharto, (1987) bahan organik yang terkandung dalam limbah cair dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam limbah, serta menimbulkan bau yang tidak sedap dan akan berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan yang beracun. Pada proses pengolahan ikan tentunya akan menghasilkan cairan yang berasal dari pencucian, pemotongan dan juga pengolahan ikan atau produk lainnya. Menurut Pamungkas, (2016) cairan pada pengolahan ikan banyak mengandung darah, potongan daging ikan, kulit serta isi perut.

Proses dari pengolahan ikan dapat menghasilkan limbah cair yang mengandung banyak protein dan lemak yang dapat mengakibatkan kandungan nilai nitrat dan amonia yang cukup tinggi. Menurut Saputra et al., (2016) limbah kegiatan industri pengolahan ikan terutama pencucian ikan umumnya berupa air dan darah ikan yang mengandung karbohidrat, protein, garam mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan, sehingga kegiatan dalam pencucian bagian luar dan dalam tubuh ikan mengandung senyawa amoniak, nitrit dan nitrat yang tinggi sehingga dapat menyebabkan efek negatif bagi lingkungan. Kadar pada amonia yang cukup tinggi dapat bersifat racun bagi ikan karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen dalam darah. Sifat racun dari amoniak berhubungan dengan konsentrasi dari bentuk tak terionisasi (NH3) (Zulfikri, 2019). Limbah yang berasal dari air bekas pencucian ikan berwarna kecoklatan, keruh, dan berbau amis. Selain itu limbah pencucian ikan juga

(3)

mengandung bahan organik, lemak dan nutrien yang tinggi yang dapat mencemari lingkungan perairan.

2.1.2 Baku Mutu Limbah Cair

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomer 06 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Berikut Tabel 2.1 tentang Baku Mutu Limbah Air Bagi Kawasan Industri Perikanan yang Melakukan Pengolahan Air Limbah Secara Terpusat:

Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Air

(Sumber Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI)

Parameter Satuan Kadar

pH - 6-9 TSS mg/L 100 Sulfida mg/L 1 Amonia mg/L 5 Klor bebas mg/L 1 BOD mg/L 100 COD mg/L 200 Minyak-Lemak mg/L 15 2.2 Tanaman Tebu

2.2.1 Klasifikasi dan Identifikasi Tanaman Tebu

Tanaman tebu merupakan tanaman penghasil bahan baku gula yang tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan dalam famili seperti bambu, padi, jagung dan sebagainya. Berikut merupakan klasifikasi botani tanaman tebu menurut Rahma, et al., (2020):

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Super Divis : Spermathophyta (tumbuhan yang menghasilkan biji) Divisi/ Fillum : Magnolophyta (tumbuhan memiliki bunga)

Kelas : Liliopsida (tumbuhan dengan biji berkeping satu atau monokotil) Ordo : Poales

Family/suku : Graminae atau Poaceae Genus : Saccharum

(4)

Tanaman tebu menjadi sumber pemanis utaman yaitu mencapai 70%, sedangkan sisanya bersasal dari bit gula. Menurut badan gula statistik kebutuhan gula per tahun indonesia mencapai 4.039,2 juta ton gula untuk memenuhi kebutuhan gula lebih dari 260 juta jiwa penduduk indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman ini sangat dibutuhkan seiring dengan bertambahan jumlah penduduk dan peningkatan produksi gula. Pada proses produksi tebu menjadi gula menghasilkan limbah berupa ampas tebu (Rahma et al., 2020).

2.2.2 Ampas Tebu

Ampas tebu merupakan residu dari proses penggilingan tanaman tebu

(Saccharum oicinarum )setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya Rahma, (2020).

Ekstrak yang dikeliarkan diperoleh dari hasil samping sejumlah besar produk limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse) Sutiyani & Sukarnen, (2015). Ampas tebu bisa di dapatkan dari limbah industri gula maupun pembuatan minuman dari air tebu. Ampas tebu jarrang sekali utuk dimanfaatklan secara optimal, oleh sebab itu ampas tebu dapat membawa masalah bagi industri gula dan ligkungan karena dapat dianggap sebagai limbah. Menurut Nurhayati, (2015) pemanfaatan ampas tebu sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar tambahan pada boiler, media tanam, bahan tambahan pupuk dan yang tidak termanfaatkan dibuang tanpa mengalami pengolahan sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan yang pada akhirnya menyebabkan lingkungan menjadi tidak sehat serta berkurang nilai estetikanya.

2.2.3 Kandungan Ampas Tebu

Ampas tebu memiliki kandungan air, gula dan serat. Serat ampas tebu segaian besar terdiri dari lignoselulosa (lignin, selulosa dan hemiselulosa). Lignoselulosa merupakan biomassa yang bersal dari tanaman dengan bahan utama penyusun dinding sel pada tumbuhan. Menurut hidayati (2016) ampas tebu merupakan biomassa lignoselulosa yang memiliki kadar karbon (C) sangat tinggi. Kandungan tersebut merupakan turunan hidrokarbon yang berpotensi untuk diubah menjadi karbon hitam. Selulosa memiliki rumus struktur (C6H10O5) merupakan

(5)

polimer berantai panjang polisakarida karbohidrat dari beta-glikosa. Selulosa merupakan senyawa berserat dengan daya tegangan tarik yang tinggi dan tidak dapat larut dalam air. Hemiselulosa merupakan senyawa sejenis polisakarida yang mengisi ruang antara serat selulosa dan mudah larut dalam alkali dan mudah terhidrolisis oleh asam mineral menjadi gula dan senyawa lain. Sedangkan lignin merupakan zat yang sama dengan selulosa tanaman tebu akan tetapi struktur lignin berbeda dengan polisakarida karena terdiri dari sistem aromatik Rahma, (2020). Menurut Tasanif et al.,(2020) komposisi kimiawi ampas tebu mengandung selulosa sekitar 45%, mengandung air 48 – 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Selulosa yang terkandung pada ampas tebu yaitu memiliki gugus karboksil (-COO-) dan hidroksil (-OH) (Li et al., 2016). Selulosa pada ampas tebu yang memiliki gugus –OH yang bersifat reaktif,sehingga selulosa sering digunakan sebagai adsorben dalam proses absorbsi (Ranur et al., 2020).

2.3 Metode Adsorbsi

Adsorbsi merupakan proses pemindahan fasa yang banyak digunakan untuk menyisihkan suatu komponen dari fasa fluida yang berupa gas atau cair. Pada adsorbsi molekul hanya melekat pada permukaan saja dan pada proses adsorpsi terdapat 2 zat yang berinteraksi yaitu adsorbat dan adsorben. Adsorben merupakan zat yang mengadsorpsi, yaitu fasa padat yang berperan sebagai lokasi berpindahnya zat terlarut dari larutan. Adsorpsi dipengaruhi oleh karakteristik struktur pori, yang meliputi distribusi ukuran pori, bentuk pori, volume pori, dan sifat kimia permukaan adsorben Setianingsih, (2018). Menurut Sutiyani & Sukarnen, (2015) adsorbsi merupakan serangkaian proses yang terdiri atas reaksi-reaksi permukaan zat padat (adsorben) dengan zat pencemar (adsorbat), baik pada fase cair maupun gas.

Adsobsi kimia menghasilkan pembentukan lapisan monomolekuler adsorbat pada permukaan melalui gaya dari valensi sisa dari molekul-molekul pada permukaan. Menurut Syauqiah,et al.,(2011) pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui pembentukan ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke

(6)

permukaan adsorben melalui gaya van der waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen) dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat. Adsobsi fisika di akibatkan kondensasi molekuler dalam kapiler-kapiler dari padatan. Secara umum unsur-unsur dengan berat molekul yang lebih besar akan lebih mudah di adsorbsi. Pada adsorbsi terjadi pembentukan yang cepat sebuah kesetimbangan konsentrasi yang diikuti oleh difusi lambat ke dalam partikel karbon. Laju adsobsi keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari molekul zat terlarut dalam pori kapiler dari partikel karbon. Morris dan Weber menemukan bahwa laju adsorpsi bervariasi seiring dengan akar pangkat dua dari waktu kontak dengan adsorben. Kecepatan ini juga meningkat dengan menurunnya pH sebab perubahan muatan pada permukaan karbon. Kapasitas adsorpsi dari karbon terhadap suatu zat terlarut tergantung pada dua-duanya, karbon dan zat terlarutnya. Kebanyakan limbah cair adalah kompleks dan bervariasi dalamhal kemampuan adsopsi dari campuran-campuran yang ada. Struktur molekul, kelarutan, dsb, semuanya berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi (Widayatno, et al., 2017).

2.3.1 Faktor yang mempengaruhi Adsorbsi

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi. Menurut Syauqiah et al., (2011) sebagai berikut:

1. Luas permukaan

Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben.

2. Jenis adsorbat

Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampu-an adsorpsi molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki kemampuan tarik menarik terhadap molekul lain dibdaningkan molekul yang tidak dapat

(7)

membentuk dipol (non polar); Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi. Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diadsorbsi dibandingkan rantai yang lurus.

3. Struktur molekul adsorbat

Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan penyisihan sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan.

4. Konsentrasi Adsorbat

Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.

5. Temperatur

Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga kemampuan penyerapannya menurun.

6. pH

pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.

7. Kecepatan pengadukan

Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal.

8. Waktu Kontak

Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum terjadi pada waktu kesetimbangan.Kemampuan karbon aktif ampas tebu sebagai adsorben dalam penurunan kadar amonia bisa menggunakan waktu kontak dan juga berat pada adsorben.

Waktu kontak merupakan parameter penting dalam proses adsorbsi. Waktu kontak dapat mempengaruhi banyaknya adsorbat yang terserap, yang dapat di sebabkan oleh perbedaan kemampuan adsorben dalam menyerap adsorbat yang

(8)

berbeda-beda. Penentuan waktu kontak digunakan untuk penentuan waktu optimum dalam proses adsorpsi dengan menggunakan variasi waktu pengadukan secara batch sehingga dapat diketahui batas maksimal adsorpsi dalam penyisihan adsorbat. Menurut Fauzi, (2020) proses penyerapan berlangsung cepat dan meningkat sampai dengan waktu 90 menit akan tetapi setelah di kontakkan selama 90 menit efisiensi adsorpsi cenderung tidak terlalu banyak menyerap lagi dikarenakan bahwa semakin lama waktu kontak antara adsorbat semakin tinggi pula amonia yang dapat diserap oleh absorben. Sedangkan pada waktu kontak 120 menit dengan jumlah berat adsorben 0,8 gram dapat mencapai kondisi optimum.

9. Waktu kesetimbangan dipengaruhi oleh beberapa diantaranya; Tipe biomasa (jumlah dan jenis ruang pengikatan), ukuran dan fisiologi biomasa (aktif atau tidak aktif), dan ion yang terlibat dalam sistem biosorpsi.

2.3.2 Berat Adsorben

Konsentrasi berat adsorben merupakan suatu banyaknya materi yang terkandung dalam suatu benda. Berat adsorben dapat mempengaruhi penurunan kadar NH3 pada limbah cair.Menurut Solikhah et al., (2018) berat adsorben yang paling optimum terjadi pada berat 4 gram dengan kedalaman 500 ml limbah cair persampel. Pengaruh penurunan dengan variasi 2 gram, 3 gram, dan 4 gram menunjukkan bahwa terdapat penurunan amonia pada berat 4 gram sehingga dapat memenuhi syarat baku mutu yang ditetapkan. Sedangkan menurut Suyata, (2009) berat adsorben 0,2 gram dihasilkan data yang optimum. Berat absorben juga dapat mempengaruhi banyaknya materi yang terkandung dalam suatu benda (Fitri, et al., 2017). Sebagaimana menurut Syauqiah et al., (2011) bahwa semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah subtansi yang terkumpul pada permukaan adsorben. Hal tersebut terjadi dikarenakan semakin banyak media berarti semakin bertambah jumlah karbon aktif ampas tebu dan juga dapat menyebabkan bertambahnya jumlah partikel dan luas permukaan material karbon aktif ampas tebu, sehingga semakin bertambah besarnya daya serap terhadap adsorbat.

(9)

2.3.3 Adsorben

Adsorben merupakan suatu zat yang memiliki kemampuan daya serap komponen atau senyawa tertentu dari suatu fluida. Menurut Mu’in,et al.,(2017) adsorben merupakan bahan yang memiliki pori-pori penyerapan dan juga daya adsorbsi yang berlangsung pada dinding pori dan juga di suatu tempat khusus didalam partikel. Karakteristik yang dimiliki oleh adsorben menurut Mu’in, et al., (2017) yaitu memiliki daya serap yang tinggi, memiliki luas permukaan penyerapan yang besar, tidak boleh larut dalam zat yang di adsorbsi, tidak boleh terjadi reaksi kimia dengan bahan yang akan dimurnikan, tidak beracun dan tidak meninggalkan residu, misalnya gas yang berbau. Adsorben merupakan suatu bahan yang dapat menyerap zat-zat atau senyawa tertentu yang tidak diinginkan khusunya di dalam limbah cair.

Macam-macam adsorben terdiri dari 3 jenis diantaranya silica gel, zeolit, dan karbon aktif. Silica jel cenderung mengikat adsorbat dengan energi yang relatif lebih kecil dan membutuhkan temperatur yang rendah untuk proses desorpsi, silika gel terbuat darisilika dengan ikatan kimia mengandung air kurang lebih 5%. Pada umumnya temperatur kerja silika gel sampai pada suhu 200°C. Sedangkan zeolit mengandung kristal zeolit yaitu mineral aluminosilicate yang disebut sebagai penyaring molekul. Menurut Meisrilestari, et al.,(2013) karbon aktif merupakan suatu bahan padatan berpori-pori yang dihasilkan dari pembakaran bahan yang memiliki kandungan karbon, sedangkan arang aktif merupakan arang yang telah melalui proses aktivasi dengan menggunakan berbagai metode aktivasi seperti kimia, fisika dan gabungan fisika kimia. Pada umumnya proses aktivasi menggunaka aktivasi kimia. Aktivasi kimia merupakan pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan memanfaatkan larutan larutan kimia. Aktivasi dengan larutan kimia memiliki keunggulan yakni memperoleh luas permukaan pori-pori penyerapan yang lebih besar (Meisrilestari, et al., 2013). Sedangkan aktivasi fisika merupakan proses pemurusan rantai karbon dari senyawa organik dengan memanfaatkan kolar atau panas, gas CO2, hal tersebut dapat menyebabkan permukaan pori-pori menyerap, sedangkan pada panas berfungsi untuk

(10)

menghilankan zat pengotor yang mudah menguap dan membuang hidrokarbon pada arang (Aryani, et al.,2019).

Proses pembuatan arang aktif diawali dengan dehidrasi atau proses pengurangan kandungan air pada bahan dasar, hal tersebut bertujuan untuk menyempurnakan proses karbonisasi. Proses karbonisasi merupakan proses pembakaran bahan organik yang memiliki kandungan karbon, proses ini akan mendorong zat-zat pengotor pada bahan pembuat karbon terjadi dekomposisi dan keluar, proses pengeluaran zat pengotor ini menyebabkan terbentuknya pori-pori penyerapan (Lempang, 2014). Menurut Ridhuan & Suranto, (2016) konversi dari zat organik menjadi karbon atau residu yang mengandung karbon dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pirolisis dan karbonasi (destilasi kering). Pirolisis dapat dilakukan dengan pemanasan bahan secaar langsung pada tungku, pada proses ini terjadi penguraian suatu bahan baku pada suhu yang relatif tinggi dengan adanya oksigen. Proses ini dilakukan pada suatu reaktor dan diikuti dengan kondensasi. Produksi akhir pada proses ini yaitu berupa gas (metana CH4, karbon dioksida CO2, dan lain lain), padat (karbon), dan cairan berupa tar dan beberapa cairan lainnya (Ridhuan & Suranto, 2016). Karbonasi dilakukandengan pemanasan tidak langsung yang dilakukan dengan bantuan oksigen pada alat bernama furnace dengan suhu 300°C-900°C, kemudian bahan didinginkan dan dicuci untuk menghilangkan bahan pengotor dan mendapatkan lagi bahan pengaktif setelah itu dilakukan proses penyaringan dan pengeringan (Setyoningrum, et al., 2018).

Bentuk dari karbon aktif dapat digolongkan menjadi 3 yaitu karbon aktif granular yang memiliki ukuran 0,2-5 mm, karbon ini memiliki bentuk yang tidak beraturan, selanjutnya karbon aktif bentuk pellet yang memiliki ukuran kurang kecil dari granular dan memiliki bentuk silinder kecil, yang terakhir yaitu karbon aktif berbentuk serbuk yang saat ini digunakan, yaitu berasal dari proses penghalusan yang meiliki ukuran kurang dari 0,18 mm (< 80 mess) (Ridhuan & Suranto, 2016). Menurut Hintingo & Martin, (2014) karbon aktif berbentuk serbuk dapat

(11)

mengadsorpsi methanol atau amonia sampai dengan 30%, bahkan karbon aktif super dapat mengadsorpsi sampai dua kalinya.

2.3.4 Arang Aktif Ampas Tebu

Ampas tebu dapat digunakan sebagai karbon aktif yang dapat meningkatkan kualitas pada air. Menurut Sarah, (2018) adsorben yang paling potensial adalah arang aktif sebab memiliki luas permukaan yang tinggi sehingga kemampuan adsorbsinya besar. Menurut Syauqiah et al.,(2011) Adanya kandungan selulosa dan lignin menjadikan ampas tebu berpotensi menjadi sumber karbon yang dapat dimanfaatkan dalam proses adsorpsi, arang atau karbon adalah hasil pembakaran tanpa oksigen (karbonisasi) yang berupa residu padat hitam dan berpori yang dihasilkan melalui penguraian bahan organik dengan menghilangkan air dan komponen volatine. Proses adsorbsi ini dengan menggunakan arang ampas tebu sebagai adsorben yangberkemampuan sebagai biomassa dan dapat ditingkatkan dengan cara aktivasi secara karbonisasi. Menurut Yoseva, et al.,(2015) adsorben dapat menjerap berbagai polutan baik senyawa organik maupun anorganik dengan mekanisme adsorbsi, filtrasi penukar ion, dan endapan. Biomaterial pada adsorben ampas tebu mengandung gugus fungsi antara lain karboksil, amino, sulfat, polisakarida, lignin dan sulfihidril yang mempunyai penyerapan yang baik. Karbon aktif dari ampas tebu dengan suhu pembakaran 350°C menghasilkan karbon aktif yang berkualitas SNI (Nurhayati et al., 2015).

2.3.5 Manfaat Menggunakan Adsorben Ampas Tebu

Manfaat menggunakan adsorben ampas tebu sangat efisien dan mudah di dapatkan di lingkungan sekitar. MenurutRina et al.,(2018)penggunaan alternatif menggunakan ampas tebu sebagai adsorben sangat rendah biaya karena material ampas tebu sangat mudah di dapatkan. Penggunaan ampas tebu sebagai material adsorben dapat dipertimbangkan. Setiap produksi pembuatan gula, tentunya akan dihasilkan limbah berupa ampas tebu (baggase), blontong dan tetes. Limbah inilah yang dapat menimbulkan masalah lingkungan disekitar lingkungan masyarakat. Pemanfaatan limbah ampas tebu ini biasanya sebagai pakan ternak, bahan baku

(12)

pembuatan pupuk, untuk bahan bakar boiler dipabrik gula, dan bahan baku industri kanvas. Namun disisilain ampas tebu juga dapat digunakan sebagai adsorben dan dapat memperbaiki kualitas perairan.

2.4 Parameter Pengukuran Limbah Pemindangan Ikan

Parameter pengukuran dilihat dari 2 aspek yaitu aspekkimia yang meliputi NH3 dan ph serta aspek fisika yang meluputi bau, dan warna air.

2.4.1 Parameter Pengukuran Limbah Pemindangan Ikan Aspek Kimia 2.4.1.1 Kadar Amonia (NH3)

Amonia dapat diindikatorkan sebagai pencemaran udara pada bentuk kebauan. Amonia merupakan senyawa kimia dengan rumus NH3 yang diperlukan sebagai sumber energi dalam proses nitrifikasi bakteri aerobik yaitu amonia bebas atau tidak terionisasi (NH3). Amonia yang tidak terionisasi bersifat racun dan akan menurunkan kadar oksikan dalam perairan. Menurut Harahap, (2013) amonia berdampak negatif bagi organisme perairan dan manusia apabila berjumlah berlebihan. Amonia dapat bersifat racun pada manusia jika jumlah yang masuk tubuh melebihi jumlah yang dapat didetoksifikasi oleh tubuh. Pada manusia, resiko terbesar adalah dari penghirupan uap amonia yang berakibat beberapa efek diantaranya iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Pada tingkat yang sangat tinggi, penghirupan uap amonia sangat bersifat fatal menurut (Azizah & Humairoh, 2015).

Amonia (NH3) merupakan senyawa nitrogen pada bentuk cairan, amonia terdapat dalam 2 bentuk. Perbandingan amonia dalam kedua bentuk tersebut sangat dipengaruhi oleh pH dan suhu. Menurut Alaerts, (1986) standar kualitas air menggunakan bentuk total amonia ini, untuk menyatakan batas amonia dalam air bersih maksimal 2 mg/L pada pH sama atau lebih besar dari 8. Pada pH tersebut konsentrasi amonia tidak terionisasi pada air sungai bersuhu 20°C adalah 0,074 mg/L. Pada perairan alami, suhu dan tekanan normal pada amonia berada dalam bentuk gas dan membentuk dengan gas kesetimbangan amonium. Amonia dalam air

(13)

mudah terdekomposisi menjadi ion ammonium dengan persamaan sebagai berikut: NH3 + H2O NH4+ + OH-

Amonium bereaksi dengan basa karena adanya pasangan bebas yang aktif dari nitrogen, sehingga menarik ikatan elektron pada molekul amonia ke arahnya dan akan membetuk ammonium hidroksida. Adapun sifat-sifat amonia menurutAfrianto, (1989) sebagai berikut:

1) Memiliki titik didih 33,3°C 2) Memiliki bau yang tajam

3) Mempunyai daya kelarutan yang tinggi di dalam air 4) Tidak bereaksi dengan sebagian besar ;

5) Logam, akan tetapi jika dicampur dengan air akan bereaksi dengan tembaga atau kuningan.

6) Dapat menimbulkan ledakan apabila di udara mencapai 16%

2.4.1.2 pH

Derajat keasaman atau pH (Potensial Hydrogen) digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan suatu larutan. Skala pH bukan absolut melainkan bersifat relatif terhadap suatau kumpulan larutan standart persetujuan internasional. Nilai pH merupakan ukuran untuk konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Secara umum nilai pH air menggambarkan keadaan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilaii pH=7 berarti kondisi air bersifat netral, pH7 berarti kondisi air bersifat basa (Pamungkas, 2016). Menurut Solikhah et al.,(2018) adsorpsi dapat dipengaruhi oleh pH, adsorpsi yang sempurna dilakukan pada pH asam karena mampu membersihkan pengotor yang dapat menempel pada pori-pori adsorben.

2.4.2 Parameter Pengukuran Limbah Pemindangan Ikan Aspek fisika

Parameter yang digunakan pada penurunan NH3 yaitu menggunakan parameter fisika diantarnya seperti warna air, dan bau. Menurut Hapsari, (2015) bau dan warna dapat diukur langsung dengan bantuan organoleptik yaitu dilakukan oleh 2 orang responden untuk mencium bau dan melihat warna suatu sampel. kekeruhan

(14)

merupakan suatu keadaan terbalik dari kecerahan suatu perairan. Kekeruhan pada perairan merupakan salah satu indikator yang dapat mengetahui tingkat kejernihan pada perairan. Menurut Maturbongs, (2015) kekeruhan perairan merupakan suatu keadaan perairan di saat zat berupa lumpur, pasir, tanah liat dan partikel yang tersuspensi dalam air dan berupa komponen biotik.

2.5 Mekanisme Karbon Aktif Ampas Tebu Terhadap Penurunan Amonia

Ampas tebu memilikikandungan selulosa dengan gugus –OH sehingga diyakini dapat digunakan sebagai adsorben.Menurut Susilawati & Andriyanie, (2019) adanya gugus –OH menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben. Dengan demikian selulosa lebih kuat menyerap zat yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar.Proses adsobsi terjadi karena adanya perbedaan potensial antara molekul-molekul adsorbat dengan permukaan aktif pada pori-pori adsorben. Gaya tersebut yang menyebabkan molekul-molekul adsorbat secara diffusional teradsorbsi kedalam pori-pori adsorben dan terikat dalam waktu tertentu.

Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk dari gugus –OH dari molekul selulosa yang berdampingan. Gugus fungsi yang terdapat pada ampas tebu diantaranya yakni O-H, C-O, C=O, C=C, dan C-H. gugus O-H dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat, begitu pula dengan gugus C=O (gugus karbonil) yang merupakan gugus khas yang terdapat pada karbon aktif pada umumnya, gugus tersebut merupakan sisi zat aktif karbon ampas tebu (Rizky et al., 2019). Pada seluruh permukaan padatan, terdapat senyawa radikal bebas pada molekul yang mempunyai sekelompok dengan elektron yang tidak berpasangan pada gugus aktif tersebut yaitu atom C yang memiliki elektron bebas, sehingga atom C yang bermuatan negatif memiliki kemampuan untuk menarik ion NH4+ yang bermuatan positif. Arang aktif ampas tebu mampu mengadsorbsi ion NH4+ dalam limbah cair pemindangan ikan karena memiliki gugus aktif pada seluruh permukaan padatan. Berikut merupakan gambar 2.1 prediksi model Ikatan Fisika antara NH4+ dan arang aktif menurut (Amin, Sitorus, & Yusuf, 2016)

(15)

Gambar 2.1 Prediksi Model Ikatan

antara NH4+ dan Arang Aktif (Sumber: Jurnal Kimia Wulawarman)

2.6 Hasil Penelitian Seagai Sumber Belajar

Sumber belajar merupakan sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan dan keterampilan dalam proses belajar mengajar (Khanifah, 2012). Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu seorang guru dalam belajar, mengajar dan menampilkan kompetensinya.Sumber belajar dapat berfungsi sebagai saluran komunikasi dan mampu berinteraksi dengan siswa dalam suatu kegiatan pendidikan dan pembelajaran (Nur, 2012). Sumber belajar dimanfaatkan sebagai kebutuhan belajar dan upaya untuk mendapat hasil belajar yang maksimal, maka sumber belajar tersebut perlu dikembangkan dan dikelola secara sistematik, baik, dan fungsional (Abdullah, 2012).

Implementasi penggunaan sumber belajar sampai saat ini belum dikembangkan oleh pendidik menjadi sumber belajar yang lebih menarik dan tepat dalam rangka membantu pencapaian Kompetensi Dasar peserta didik (Munajah, 2015). Biologi menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu mengamati langsung ke lingkungan atau alam sekitar dan memahaminya secara ilmiah. Dengan pengamatan langsung ke alam sekitar siswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan sendiri dan tertanam dibenak siswa dalam jangka panjang. Lingkungan alam sekitar siswa kaya akan ilmu pengetahuan dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar (Khanifah

(16)

2.6.1 Jenis Sumber Belajar

Menurut jenisnya sumber belajar ada 6 yaitu (1) Sumber belajar cetak, meliputi buku, kamus, ensiklopedi, atlas, LKS, koran, dan lainnya, (2) Peralatan, meliputi KIT IPA, mainan, model torso, awetan, akuarium, dan miniatur, (3) Alam, merupakan segala objek dan fenomena yang ada di alam seperti gunung, sungai, danau, hutan, sawah, laut, halaman sekolah, lapangan sepak bola, siang, malam, hewan dan tumbuhan, (4) Elektronik, seperti komputer, internet, VCD, (5) Pusat kajian IPA dan tehnologi, seperti perguruan tinggi, LIPI, BATAN, museum, kebun botani, kebun binatang, pusat peragaan sains, dan pusat penelitian, (6) Narasumber, merupakan orang yang mempunyai keahlian tertentu, seperti dokter, ilmuan, arsitek, ahli mesin, ahli peternakan, ahli kelistrikan, pengrajin, dan petani (Nur, 2012).

2.6.2 Syarat Hasil penelitian Sebagai Sumber Belajar

Suatu objek yang berada disekitar kita dapat diangkat sebagai sumber belajar, termasuk hasil penelitian. Menurut Tauryska (2014) hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber belajar apabila sesuai dengan kurikulum pendidikan. Selain itu, sumber belajar harus memenuhi syarat yang meliputi a) Kejelasan Potensi, b) Kesesuian dengan tujuan, c) Kejelasan dengan sasarannya, d) Kejelasan informasi yang diungkap, e) Kejelasan pedoman eksplorasinya, f) Kejelasan peroleh yang diharapkan seperti perolehan kognitif, perolehan efektif dan perolehan psikomotorik. Apabila hasil penelitian dapat memenuhi syarat maka hasil penelitian bisa digunakan sebagai sumber belajar.

2.6.3 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Sebagai Sumber Belajar

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan sumber dan media pemeblajaran berupa cetak maupun non-cetak yang bertujuan untuk memudahkan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. LKPD ini dapat berfungsi untuk memecahkan suatu masalah dengan mengikuti petunjuk dan langkah-langkah yang terdapat dalam LKPD sehingga peserta didik mampu memperoleh konsep secara mandiri. LKPD berfungsi sebagai alat bantu untuk menyampaikan pesan dari guru dalam proses pembelajaran. LKPD disesuaikan dengan Kompetensi Inti (KI) dan

(17)

Kompetensi Dasar (KD) pada kurikulum 2013. Dengan adanya LKPD guru akan mudah dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran, oleh karena itu yang digunakan menjadi lebih efektif dan membuat terjadinya interaksi dan memudahkan antara guru dengan peserta didik pada saat proses pembelajaran. (Pentury, et al., 2019).

2.6.4 Langkah-langkah Penyusunan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

Langkah-langkah penyusunan dan penulisan LKPD adalah merumuskan kompetensi dasar dari standar isi, menentukan bentuk penilaian dan penyusunan belajar. Berikut penyusunan LKPD yang dikemukakan menurut Pentury, et al., (2019):

a) Analisis kurikulum, untuk menentukan materi-materi yang diperlukan untuk bahan ajar LKPD.

b) Menyusun peta kebutuhan, untuk mengetahui jumlah LKPD yang harus dibuat agar mudah dalam menentukkan prioritas penulisan.

c) Menentukan judul-judul LKPD, ditentukan atas dasar KD dan materi pokok. d) Penulisan LKPD, sesuai dengan struktur yang dikembangkan Depdiknas.

Struktur LKPD meliputi :

1) Halaman sampul, berisi judul atau identitas.

2) Kata pengantar, berisi sambutan dengan ucapan terima kasih. 3) Pendahuluan, berisi materi yang dijadikan LKPD.

4) Petunjuk belajar, berisi petunjuk dalam melaksanakan pembelajaran. 5) Kompetensi, berisi tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator

yang digunakan.

6) Materi pembelajaran, berisi gambaran tentang materi pembelajaran.

7) Informasi pendukung, berisi kemampuan prasyarat alat dan bahan serta referensi mendukung yang akan digunakan oleh peserta didik.

8) Paparan isi materi, berisi materi pembelajaran yang berhubungan dengan LKPD.

9) Tugas/Langkah kerja, berisi tahap-tahap yang harus dilakukan oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran serta tugas yang harus dikerjakan.

(18)

10) Daftar pustaka, berisi tentang referensi dari LKPD.

2.6.5 Macam-macam Lembar Kerja Peserta Didik

Menurut(Prastowo, 2011), lembar kerja peserta didik dapat dibagi menjadi lima macam bentuk yaitu:

1. LKPD yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep.

2. LKPD yang membantu peserta didik untuk menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang ditemukan.

3. LKPD yang berfungsi sebagai penuntun belajar. 4. LKPD yang berfungsi sebagai penguatan.

5. LKPD yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.

2.6.6 Langkah-Langkah Mengembangkan LKPD

Menurut Prastowo, (2015), langkah-langka dalam mengembangkan lembar kerja peserta didik adalah sebagai berikut.

a. Menentukan tujuan pembelajaran, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah variabel, kepadatan halaman, penomoran halaman, dan juga kejelasan.

b. Pengumpulan materi, materi yang dicantumkan harus sejalan dengan tujuan pembelajaran. Materi yang ada di LKPD dapat dikembangkan sendiri dengan memanfaatkan materi yang sudah ada. Juga dapat ditambahkan ilustrasi atau sebuah bagan yang dapat memperjelas apa yang disajikan.

c. Penyusunan elemen atau unsur-unsur, mengintergrasikan desain (hasil dari langkah pertama) dengan tugas (hasil dari langkah kedua).

d. pemeriksaan dan penyempurnaan, Sebelum LKPD yang dikembangkan diberikan dan digunakan oleh peserta didik sebaiknya LKPD harus di cek terlebih dahulu. Ada beberapa hal yang perlu di cek lagi yaitu, kesesuaian desain dengan tujuan pembelajaran pastikan tujuan pembelajaran tercapai dengan baik, kesesuaian materi dan tujuan pembelajaran, kesesuaian elemen dan unsur dengan tujuan pembelajaran, dan kejelasan penyampaian.

(19)

2.6.7 Manfaat Lembar Kerja Peserta Didik

Manfaat penggunaan dari LKPD yaitu dapat mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran, dan juga meningkatkan efesiensi, serta juga menfasilitasi belajar aktif eksperimental. Manfaat lain dalam penggunaan LKPD yaitu membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan proses, melatih peserta didik dalam bidang keterampilan, membantu peserta didik memperoleh catatn tentang materi yang akan dipelajari melalui kegiatan belajar, dan juga dapat membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang akan dipelajari melalui kegitan belajar dan juga sistematisnya (Suyitno, 1997). Sedangkan manfaat bagi guru yaitu dapat memudahkan dalam proses pembelajaran peserta didik. Oleh sebab itu dengan adanya LKPD peserta didik dapat mengembangkan beberapa keterampilan seperti mencatat, mengamati, mengklasifikasi, dan membuat juga dapat menyusun laporan. Hal tersebut dapat mendorong peningkatan keaktifan dan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran (Sari & Ma’rifah, 2020).

(20)

2.7 Kerangkan Konsep

Sektor Industri pemindangan ikan Banyaknya ikan yang dihasilkan

Produksi pemindangan ikan Terus Dilakukan

Limbah ikan Melimpah Limbah Padat berasal dari

tahap penyaringan, digunakan untuk teoung ikan.

Limbah Cair berasal dari tahap pencucian, perendaman, pengolahan produk, dibuang ke sungai.

Karakteristik Limbah ikan

Fisika : Bau, Warna,

Kimia : bahan organik

(Protein, karbohidrat, lemak, minyak), bahan anorganik, dan gas

Mempengaruhi, penyebab bau, meningkatkan unsur N (Nitrogen) pada perairan, mencemari perairan

Pengolahan Limbah

Absorbsi

Parameter:

1. fisika :bau, warna air 2. kimia: NH3, pH

Adsorben Biologi : ramah lingkungan, pembuatan mudah Adsorben Ampas Tebu

Ampas Tebu: mengandung selulosa dan lignin yang dapat dikonversi menjadi karbon aktif. Dan NH3 dalam air berbentuk NH4OH karena bereaksi dengan H2O. NH3 + H2O berubah menjadi NH4OH dipecahkan menjadi ion NH4+ dan ion OH-.

Karbon Aktif Ampas Tebu

Sumber Belajar Biologi SMA Kelas X semester 2 pada materi Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah

LKPD

(21)

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada pengaruh perbedaan berat adsorben dan lama waktu kontak terhadap penurunan kadar amonia (NH3) pada limbah cair industri pemindangan ikan.

2. Ada interaksi berat adsorben dan lama waktu kontak terhadap penurunan kadar (NH3) pada limbah cair industri pemindangan ikan.

Gambar

Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Air  (Sumber Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI)
Gambar 2.1 Prediksi Model Ikatan    antara NH 4 +  dan Arang Aktif  (Sumber: Jurnal Kimia Wulawarman)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Karena nilai F hitung (23,836) &gt; F tabel (5,79) maka Ho ditolak dan H1 diterima, dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan dan budaya kerja secara

demikian ada korelasi yang signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh terwujudnya kelestarian lingkungan antara keaktifan siswa dalam pembelajaran KLH

Pengukuran tingkat capaian kinerja Pengadilan Agama Mukomuko Tahun 2020, dilakukan dengan cara membandingkan antara Realisasi pencapaian

Akan tetapi jika ketahanan rotan tersebut dinilai berdasarkan persentase jumlah bubuk yang hidup (Lampiran 3), maka dari 16 jenis rotan yang diamati, sebanyak 4 jenis (25%),

Oleh karena itu penelitian yang berjudul Prinsip Kesantunan Berbahasa Pembawa Acara Bukan Empat Mata di stasiun televisi Trans7 Bulan Juni penting untuk dilakukan..

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian

52 Jakarta Selatan, dengan ini Unit Layanan Pengadaan BNP2TKI menetapkan Hasil Prakualifikasi untuk paket pekerjaan Pembuatan Peta Sistem Monitoring Dan

Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi