41
BAB III
GAMBARAN UMUM KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN
DI INDONESIA
3.1 Kondisi Kemiskinan di Indonesia
Secara umum, pada periode 2010–September 2020, tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentase, perkecualian pada September 2013, Maret 2015, Maret 2020, dan September 2020. Kenaikan jumlah dan persentasependuduk miskin pada periode September 2013 dan Maret 2015 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak. Sementara itu, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 dan September 2020 disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.
Sumber: Susenas, 2021
GAMBAR 3. 1
GRAFIK TREN JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 2010-2020
Selain itu terdapat Garis kemiskinan atau batas kemiskinan yang merupakan tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu Negara (Tempo, 2017). Menurut BPS, Garris Kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Pada September 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka garis kemiskinan yaitu sebesar Rp454.652,-/ kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp335.793,- (73,86 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp118.859,- (26,14 persen). Dibandingkan Maret 2020, garis kemiskinan naik sebesar 0,94%. Sementara jika dibandingkan September 2019, terjadi kenaikan sebesar 4,18%. Jika dibandingkan dengan dolar Purchasing Power Parity (PPP) atau paritas daya beli yang digunakan Bank Dunia untuk mengkonversi garis kemiskinan, garis kemiskinan Indonesia tersebut sama dengan 2,5 dolar PPP per hari. Adapun standar garis kemiskinan Bank Dunia sebesar 1,9 dolar PPP (Kumparan, 2018).
Menurut BPS Indonesia (2021), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang. Dibandingkan Maret 2020, jumlah penduduk miskin meningkat 1,13 juta orang. Sementara jika dibandingkan dengan September 2019, jumlah penduduk miskin meningkat sebanyak 2,76 juta orang. Indonesia untuk pertama kalinya mengalami angka kemiskinan di bawah 10%, yaitu pada tahun 2018 lalu (Kompas, 2021). BPS mencatat, persentase kemiskinan 9,82% pada Maret 2018. Indonesia sempat mencapai titik terendah dalam hal persentase kemiskinan yakni sebesar 9,22% pada September 2019. Namun setelah itu, tren kembali berubah arah, persentase penduduk miskin pada September 2020 mengalami peningkatan tercatat sebesar 10,19 persen, meningkat 0,41 persen poin terhadap Maret 2020 dan meningkat 0,97% poin terhadap September 2019. Berikut lebih lengkapnya jumlah penduduk miskin menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2015 dan 2020.
TABEL III. 1 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015 DAN 2020
No Provinsi
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa) 2015 2020 1 Aceh 851.59 814.91 2 Sumatera Utara 1463.67 1283.29 3 Sumatera Barat 379.61 344.23 4 Riau 531.39 483.39 5 Jambi 300.71 277.8 6 Sumatera Selatan 1145.63 1081.58 7 Bengkulu 334.07 302.58 8 Lampung 1163.49 1049.32
9 Kep. Bangka Belitung 74.09 68.39
10 Kep. Riau 122.4 131.97 11 Dki Jakarta 398.92 480.86 12 Jawa Barat 4435.7 3920.23 13 Jawa Tengah 4577.04 3980.9 14 Di Yogyakarta 550.23 475.72 15 Jawa Timur 4789.12 4419.1 16 Banten 702.4 775.99 17 Bali 196.71 165.19
18 Nusa Tenggara Barat 823.89 713.89 19 Nusa Tenggara Timur 1159.84 1153.76 20 Kalimantan Barat 383.7 366.77 21 Kalimantan Tengah 147.7 132.94 22 Kalimantan Selatan 198.44 187.87 23 Kalimantan Timur 212.89 230.26 24 Kalimantan Utara 39.69 51.79 25 Sulawesi Utara 208.54 192.37 26 Sulawesi Tengah 421.62 398.73 27 Sulawesi Selatan 797.72 776.83 28 Sulawesi Tenggara 321.88 301.82 29 Gorontalo 206.84 185.02 30 Sulawesi Barat 160.48 152.02 31 Maluku 328.41 318.18 32 Maluku Utara 79.9 86.37
No Provinsi
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa)
2015 2020
33 Papua Barat 225.36 208.58
34 Papua 859.15 911.37
Indonesia 28592.79 26424.02 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021
3.2 Kondisi Pengangguran di Indonesia
Semasa pemerintahan Orde Baru, pembangunan ekonomi Indonesia mampu menambahkan banyak pekerjaan baru, yang dengan demikian mampu mengurangi angka pengangguran nasional. Sektor-sektor yang terutama mengalami peningkatan tenaga kerja (sebagai pangsa dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia) adalah sektor industri dan jasa sementara sektor pertanian berkurang pada tahun 1980-an sekitar 55 persen populasi tenaga kerja Indonesia bekerja di bidang pertanian, tetapi belakangan ini angka tersebut berkurang menjadi di bawah 40 persen. Namun, Krisis Keuangan Asia (Krismon) yang terjadi pada akhir tahun 1990-an merusak pembangunan ekonomi Indonesia (untuk sementara) dan menyebabkan angka pengangguran di Indonesia meningkat menjadi lebih dari 20 persen dan angka tenaga kerja yang harus bekerja di bawah level kemampuannya (underemployment) juga meningkat, sementara banyak yang ingin mempunyai pekerjaan full-time, hanya bisa mendapatkan pekerjaan part-time. Sementara itu, sebagian besar tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di daerah perkotaan karena Krismon pindah ke pedesaan dan masuk ke dalam sektor informal (terutama di bidang pertanian).
Sumber: Badan Pusat Statistik (2019), 2021
GAMBAR 3. 2
GRAFIK TREN TINGKAT PENGANGGURAN TAHUN 2018-2020
Berdasarkan Gambar 3.2 menunjukan bahwa tingkat penganguran mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada tahun 2020 mencapai 7,07 persen. Jika disbandingkan dengan tahun sebelumnya. Bersamaan dengan itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga melaporkan jumlah pengangguran periode Agustus 2020 mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang. Dalam Kompas (2020), Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan bahwa adanya pandemic menyebabkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia mengalami peningkatan dari 5,23 persen menjadi 7,07 persen dalam kurun waktu satu tahun.
3.3 Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Pengentasan kemiskinan disebutkan dalam RPJMN 2020-2024 dimana dalam satu dekade terakhir ekonomi Indonesia tumbuh secara positif. Namun, elastisitasnya terhadap tingkat kemiskinan menurun sehingga laju penurunan kemiskinan cenderung melambat. Saat ini terdapat dua kerangka kebijakan dalam upaya pengentasan kemiskinan, yaitu kerangka kebijakan makro dan mikro. Dalam kerangka kebijakan makro, pemerintah perlu terus menjaga stabilitas inflasi, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, menciptakan lapangan kerja produktif, menjaga iklim investasi dan regulasi perdagangan, meningkatkan produktivitas sektor pertanian,
serta mengembangkan infrastruktur di wilayah tertinggal. Sedangkan dalam kerangka mikro, upaya mengurangi kemiskinan dikelompokkan dalam dua strategi utama, yaitu penyempurnaan kebijakan bantuan sosial yang bertujuan untuk menurunkan beban pengeluaran dan peningkatan pendapatan kelompok miskin dan rentan melalui program ekonomi produktif. Strategi kedua ini perlu dikembangkan pemerintah dalam upaya menjadikan kelompok miskin dan rentan lebih produktif dan berdaya secara ekonomi sehingga tidak terus bergantung pada bantuan pemerintah. Selain itu, pemerintah mengupayakan pendanaan bagi inisiatif-inisiatif masyarakat yang terbukti memiliki dampak sosial ekonomi. Dalam jangka menengah kombinasi dari berbagai skema tersebut diharapkan dapat mendorong kelompok rentan untuk dapat meningkat menjadi kelompok ekonomi menengah.
Pemerintah telah banyak menerapkan kebijakan dan program dalam pengentasan kemiskinan, salah satunya ialah program perlindungan sosial yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 166 Tahun 2014 Tentang Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Dalam pelaksanaan program perlindungan sosial, pemerintah menerbitkan kartu identitas bagi penerima program perlindungan sosial yang meliputi:
a. Kartu keluarga sejahtera untuk penerima Program Simpanan Keluarga Sejahtera; b. Kartu Indonesia pintar untuk penerima Program Indonesia Pintar;
c. Kartu Indonesia sehat untuk penerima Program Indonesia Sehat.
Dalam meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2020 Tentang Tata Kerja Dan Penyelarasan Kerja Serta Pembinaan Kelembagaan Dan Sumber Daya Manusia Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota, dengan strategi penanggulangan kemiskinan yang dilakukan sama dengan yag tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, antara lain adalah:
1. Mengurangi Beban Pengeluaran Masyarakat Miskin
Dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar (basic life acsess) yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, air bersih.
2. Meningkatkan Kemampuan dan Pendapatan Penduduk Miskin.
a. Dilakukan melalui pola pelatihan/keterampilan kewirausahaan pemula (start up) dan bantuan modal awal;
b. Untuk menentukan penerima manfaat program/kegiatan agar memperhatikan kriteria yang terdapat pada data BDT 2018, antara lain : 1) Status kepemilikan usaha di suatu rumah tangga;
2) Akses terhadap KUR; 3) Kepemilikan lahan;
4) Kepemilikan asset bergerak; 5) Kepemilikan ternak;
6) Status pendidikan tertinggi.
3. Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil Dilakukan melalui program/kegiatan terkait fasilitasi pengembangan kewirausahaan, fasilitasi akses modal/kredit bersubsidi (jamkrida/ KUR/Mitra 25), pemberdayaan dan pendampingan berkelanjutan, sertifikasi produk/HAKI, serta menjaga stabilisasi iklim usaha dan fasilitasi pemasaran. 4. Mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
Dilakukan melalui sinergitas dokumen perencanaan sampai dengan monitoring dan evaluasinya, serta pengembangan kemitraan dengan melibatkan perguruan tinggi dengan KKN Tematik, TJSLP/CSR
Perusahaan/BUMN/BUMD, serta mendorong pembangunan kawasan