• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Identitas Jurnal Teori Hasil Penelitian. dilaksanakan oleh SAMSAT pelayanan Samsat On The

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Identitas Jurnal Teori Hasil Penelitian. dilaksanakan oleh SAMSAT pelayanan Samsat On The"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Identitas Jurnal Teori Hasil Penelitian 1. Pina, Dekki

Umamur Ra’is. 2018.“Pelaksanaan Program Layanan Samsat On The Spot (SOS) Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Pada Kantor Samsat

Karangploso”. JISIP Vol. 7 No. 3

- Pelayanan publik - kualitas

pelayanan

Program Samsat On The Spot berdampak dalam meningkatkan kualitas layanan yang

dilaksanakan oleh SAMSAT Karangploso. Layanan yang menjadi lebih cepat, efektif dan tidak rigit. Keberhasilan program ini didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana yang memadai serta tingginya tingkat partisipasi masyarakat. Akan tetapi masih terdapat satu faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan program SOS yaitu keterbatasan terhadap akses jaringan internet. Oleh karena itu, maka dibutuhkan adanya

perbaikan kualitas jaringan internet secara menyeluruh disemua wilayah, sehingga tidak menjadi penghambat dalam pelaksanaan program. 2. Ahmad Ali Hakam

Dani, Rinto Suppa. 2019. “Strategi Optimalisasi Program Mobile Pusat Layanan Internet Kecamatan (M-Plik) Di Kabupaten Palopo”. PENA TEKNIK Vol. 4, No. 2, September - teori strategi - teori optimalisasi

Perlu dilakukan pengawasan secara ketat terhadap program yang berbasis pada sistem mobile atau keliling, karena hal ini berkaitan dengan tingginya peluang korupsi terhadap dana pengadaan kendaraan yang menjadi alat dasar dalam

pelaksanaan program. Di samping itu, program dengan jenis

pelayanan mobile harus memiliki strategi pelaksanaan yang matang. Hal ini dilakukan guna

(2)

19

penyebaran program di beberapa wilayah. Ditetapkannya strategi juga dilakukan untuk mencapai hasil kinerja yang maksimal, serta biaya yang optimal.

3. Ardy Maulana. 2019. “Inovasi Mobil Layanan Keliling (Mobiling) dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Administrasi Kependudukan”. Universitas Brawijaya - teori inovasi pelayanan - mobile service - kualitas layanan

Kualitas suatu layanan yang berbasis mobile service pada hakikatnya dapat diukur berdasarkan 5 hal utama, yaitu tangible (fasilitas fisik); reliability (kehandalan); responsiveness (daya tanggap); assurance (jaminan atau keamanan); serta empati. Inovasi Mobiling yang diselenggarakan oleh

Dispendukcapil Kabupaten Batu dapat dikatakan berkualitas, karena telah memenuhi kelima aspek tersebut di atas. Hal ini dibuktikan dengan lengkapnya fasilitas yang terdapat pada unit Mobiling, tidak adanya keluhan dari masyarakat karena pelaksana program handal dan tanggap dalam melayani dan menanggapi keluhan masyarakat, serta

terjaminnya berkas atau dokumen masyarakat karena sistem

pengarsipan yang rapi. 4. Erna Ekawati, Wahyu Subadi. 2020. “Efektivitas Mobil Keliling Dalam Rangka Pemungutan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan Per Kabupaten Di Tabalong”. JAPB : Volume 3 Nomor 2, 2020 - teori efektivitas - teori pelayanan publik

Efektivitas dalam sebuah pelayanan publik menurut Pasolong dapat diukur

berdasarkan beberapa hal yaitu kemampuan, kemauan, energi, teknologi, kompensasi, kejelasan tujuan serta keamanan. Adapun dalam pelaksanaan program Mobi Keliling PBB-P2 di Kabupaten Tabalong, meskipun layanan telah dilaksanakan secara efektif. Adapun faktor penghambat dalam program, antara lain yaitu kurang tertibnya masyarakat dalam memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, informasi jadwal mobil keliling yang tidak

(3)

20

perlu dilakukan peningkatan terhadap kualitas program, sehingga hasil yang ingin dicapai yaitu peningkatan pendapatan dari sektor pjak dapat terealisasi dengan maksimal. 5. Rafidah, Ismi Aiman. 2019. “Masalah Dan Solusi Dalam Layanan Publik Bergerak Berbantuan Teknologi Informasi: Kasus Pelayanan Sim Keliling”. Universitas Islam Indonesia - Teori mandatory system - m-government - pelayanan publik - grounded theory

Hambatan yang terdapat didalam program SIM Keliling yang dilaksanakan oleh Pemerintah DI Yogyakarta terbagi kedalam 3 jenis, yaitu hambatan teknik, organisasi dan infrastruktur fisik. Adapun solusi yang dapat

digunakan untuk mengatasi hambatan tersebut juga terbagi kedalam dua aspek yaitu solusi servqual dan solusi berdasarkan dimensi waktu. Solusi servqual yaitu solusi yang mengharuskan pelaksana layanan menerapkan 5 sifat yaitu memadainya fasilitas fisik, handal, tanggap, adanya jaminan atau keamanan, serta adanya empati. 6. Andy Akbar Perdana. 2018. “Implementasi Kebijakan Pelayanan Keliling Di Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Tebing Tinggi”. Universitas Sumatera Utara - teori kebijakan public - pelayanan publik

Pelaksanaan program pelayanan keliling melalui mobile on the road yang diselenggarakan oleh DPMPPTSP Kab.Tebing Tinggi telah dilaksanakan dengan cukup baik. Kualitas ini didapat karena pelayanan yang dilaksanakan telah memenuhi 4 indikator pelayanan yang telah ditetapkan, yaitu keandalan, adanya jaminan, empati, serta petugas yang responsive. 7. Indra Gunawan. 2020. “Implementasi Program Kartu Identitas Anak Melalui Pelayanan Keliling”. Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin - Teori pelayanan publik

Pelayanan program KIA secara keliling masih belum cukup maksimal. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya sosialisasi dari penyelenggara program kepada masyarakat, sehingga menyebabkan pelayanan menjadi kurang efektif. Masyarakat berharap bahwa kedepannya kualitas pelayanan yang

(4)

21

Jambi dilaksanakan dapat ditingkatkan,

serta terpenuhi beberapa indikator berikut yaitu kejelasan, kepastian waktu, transparansi, serta

sederhana (tidak rigid). 8. Dini Siti Patimah.

2020. “Efektivitas Pelaksanaan Mepeling Akta Kelahiran Oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung”. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung - Teori efektivitas pelayanan publik

Pelaksanaan program Mepeling sudah diselenggarakan dengan baik, akan tetapi masih belum efektif. Hal ini terjadi karena masih minimnya kualitas dan kuantitas SDM yang menjadi penyelenggara program, sistem yang belum cukup memadai sehingga sering terjadi error saat penginputan data, serta masih minimnya kesadaran masyarakat untuk mengurus Akta Kelahiran.

9. Elisa Damayanti Utami. Strategi Komunikasi MOPELING Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sukabumi”. - teori pelayanan publik - strategi pembangunan - teori komunikasi

Program Mopeling yang dilaksanakan oleh Disdukcapil Sukabumi merupakan salah satu terobosan dalam pelayanan publik yang tujuannya bukan hanya untuk memberiakn pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, akan tetapi juga sebagai sarana untuk membangun komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, program ini juga menemui beberapa hambatan, termasuk hambatan dalam komunikasi. Dengan demikian, maka perlu ditetapkan strategi komunikasi yang tepat agar program dan layanan dapat dilaksanakan secara maksimal, guna mendorong pembangunan masyarakat yang lebih baik. 10. Yudho Pringgo. 2015. “Kualitas Pelayanan Perpanjangan Pajak Melalui Layanan STNK Keliling Di Gresik”. Jurnal Kebijakan - teori pelayanan publik - kualitas pelayanan Pelayanan program STNK keliling yang dilaksanakan oleh SAMSAT Gresik sudah memiliki kualitas yang cukup baik. Hal ini karena program telah memenuhi 4 indikator yang ditetapkan untuk mengukur kualitas layanan, yaitu petugas lapangan yang

(5)

22 dan Manajemen

Publik. Vol.3 No. 2

responsive, adanya jaminan dalam pemberian layanan, kepedulian atau empati petugas yang tinggi, serta fasilitas layanan yang memiliki kondisi fisik yang bagus.

Sumber: diolah dari berbagai sumber

2.2. Implementasi

Implementasi menurut William Dunn merupakan salah satu tahapan dalam proses pelaksanaan kebijakan publik. Menurut Dunn, kebijakan publik yang dimaksud antara lain peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, maupun perintah yang tertuang dalam surat keputusan dan bernilai hukum.

Adapun menurut Wahab, implementasi tidak hanya terbatas pada pelaksanaan kebijakan dalam bentuk peraturan, akan tetapi juga berkaitan dengan pelaksanaan program kegiatan yang menjadi bagian dari kebijakan itu sendiri. Selanjutnya, Wahab memaknai implementasi sebagai suatu proses yang diselenggarakan untuk melaksanakan suatu kegiatan atau program secara bertahap dan terencana. Implementasi dilaksanakan oleh lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan dan diberikan tanggungjawab untuk menjalankan program kegiatan tersebut.

Dalam rangka mengoptimalkan proses implementasi, George Edward III mengemukakan 4 faktor pendukung, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur organisasi. Menurut Edward, keempat faktor ini akan membantu aktor pelaksana untuk mencapai efektifitas dan efisiensi

(6)

23

program kegiatan yang dilaksanakan, serta untuk meminimalisir terjadinya kegagalan.

1) Komunikasi

Terdapat tiga variabel komunikasi yang dijadikan pedoman dalam proses implementasi, yaitu transmisi, kejelasan dan konsistensi. Melalui proses transmisi, informasi disalurkan kepada actor pelaksana program. Informasi yang disampaikan juga harus jelas sehingga tidak menimbulkan kebingungan dan menimbulkan miss komunikasi.

Dalam penelitian tentang implementasi layanan suket teki on the spot ini, maka komunikasi dilakukan dengan melibatkan Polres Kabupaten Malang dengan Polsek yang ada diwilayah-wilayah yang menjadi target lokasi penyelenggaraan layanan. Selanjutnya, komunikasi juga dilakukan oleh Polres Kabupaten Malang kepada sleuruh masyarakat Kabupaten Malang secara tidak langsung, yaitu melalui media sosial Polres Malang dengan tujuan untuk menginformasikan jadwal pelaksanaan layanan suket teki on the spot. 2) Sumber Daya

Edward membagi sumber saya ke dalam empat bagian, yaitu staf/pegawai, informasi, wewenang serta fasilitas. Bagi Edward, keempat bagian ini adalah suatu kesatuan yang akan mendukung untuk terlaksananya proses implementasi yang ideal. Apabila dikaitkan dengan penelitian ini, sumber daya staf/pegawai yang dimaksud adalah anggota Polres Malang, terutama anggota Sat. Intelkam dan Sat. Reskrim Polres Malang yang diberikan kewenangan

(7)

24

secara langsung untuk melaksanakan layanan Suket Teki on The Spot diwilayah-wilayah yang sudah ditetapkan sebelumnya. Adapun sumber daya fasilitas yaitu sarana prasarana yang dapat mendukung kelancaran program seperti mobil operasional suket teki, satu set komputer serta sarana prasarana lain yang dibutuhkan.

Terakhir yaitu sumber daya informasi, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan layanan suket teki on the spot. Informasi yang berkaitan dengan implementasi layanan suket teki on the spot disediakan melalui seluruh media sosial yang dimiliki oleh Polres Malang, mulai dari website hingga facebook dan instagram. Adanya informasi ini akan membantu Polres Malang untuk mengefektifkan proses implementasi layanan suket teki on the spot serta menjadi lebih efisien.

3) Disposisi

Disposisi merujuk kepada sikap atau tanggapan baik dari pelaksana kebijakan atau layanan, maupun dari masyarakat yang dijadikan sebagai objek sasaran kegiatan. Sikap atau tanggapan yang dimaksud secara umum terbagi menjadi dua, yaitu menyetujui atau memberikan penolakan.

Sikap setuju artinya aktor memberikan dukungan secara penuh terhadap pelaksanaan kebijakan atau program kegiatan. Sikap ini tentu akan memberikan dampak yang positif terhadap proses implementasi, karena semakin tinggi dukungan maka berbanding lurus dengan semakin optimalnya pelaksanaan kegiatan. Adapun sebaliknya, sikap

(8)

25

penolakan akan memberikan dampak yang kurang baik terhadap pelaksanaan kegiatan, karena akan meningkatkan resiko terjadinya kegagalan.

Dalam proses implementasi layanan Suket Teki on The Spot, maka sikap yang ditunjukkan oleh aktor pelaksana kegiatan yaitu Polres Malang, Sat. Interkam dan Sat. Reskrim adalah memberikan dukungan sepenuhnya. Terbukti dengan komitmen dan loyalitas yang diberikan oleh seluruh anggota Polres yang bersangkutan, untuk terlibat secara penuh dalam pelaksanaan kegiatan.

Dukungan juga diberikan secara penuh oleh masyarakat Kabupaten Malang, terbukti dengan meningkatnya antusiasme masyarakat untuk mendapatkan layanan suket teki on the spot dilokasi-lokasi yang telah ditentukan. Dukungan yang ditunjukkan oleh masyarakat merupakan tanggapan atas inisiasi pemerintah terutama Polres Malang dalam membantu masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesulitan mereka dalam mendapatkan akses terkait dengan administrasi kepolisian.

4) Struktur Birokrasi

Birokrasi mengacu pada lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan untuk mengimplementasikan kebijakan atau progam kegiatan. Struktur birokrasi yang ideal pada umumnya memiliki aturan dan pembagian kewenangan yang jelas antar bagiannya agar proses implementasi menjadi lebih mudah dan optimal.

(9)

26

Menurut Edward, struktur birokrasi yang baik memiliki 2 (hal) utama, yaitu adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu kegiatan, sehingga proses pelaksanaan menjadi lebih runtut dan rapi. Adapun yang kedua yaitu adanya fragmentasi, yaitu adanya pembagian tanggungjawab yang jelas kepada seluruh aktor yang terlibat didalam kegiatan. Adanya fragmentasi menjadi sebuah acuan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antar bagian dalam struktur birokrasi.

Mengacu pada uraian diatas, maka dapat dipahami bahwa implementasi merupakan tahapan penting dalam proses kebijakan ataupun pelaksanaan layanan, karena pada tahapan inilah segala perencanaan yang telah dibuat sebelumnya akan direalisasikan. Melalui proses implementasi, maka permasalahan yang menjadi rumusan atau latar belakang dibentuknya kebijakan atau layanan juga akan diselesaikan. Berdasar pada apa yang dikatakan oleh Edward, penting untuk memerhatikan faktor atau indikator pendukung implementasi, dengan tujuan untuk meningkatkan keberhasilan dan meminimalisir kegagalan.

2.3. Pelayanan Publik

Pada Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik menyebutkan bahwa pelayanan publik merupakan kegiatan yang diselenggarakan guna memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap layanan, baik dalam bentuk barang, jasa maupun dalam bentuk administratif

(10)

27

(Indonesia, 2009). Selanjutnya, Pasal 1 ayat (2) juga menyebutkan bahwa pelayanan publik diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik, dalam hal ini yaitu lembaga negara, lembaga independen, koorporasi, maupun lembaga berbadan hukum lainnya yang dibentuk guna menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat.

Adapun Pasal 1 ayat (5) menjelaskan bahwa yang berhak untuk melaksanakan pelayanan publik adalah pejabat maupun pegawai yang merupakan bagian atau anggota dari lembaga penyelenggara pelayanan publik. Selanjutnya pada Pasal 4 UU Nomor 25 Tahun 2009 juga disebutkan bahwa pelaksanaan pelayanan publik harus didasarkan pada 12 asas, yaitu kepentingan umum, keseimbangan hak dan kewajiban, kesamaan hak, profesionalitas, kepastian hukum, partisipatif, transparan, tidak diskrimantif (adil), akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentang, tepat waktu, keterjangkauan, serta kemudahan dan kecepatan.

Asas-asas tersebut di atas, pada hakikatnya menjadi pedoman atau landasan agar pelayanan publik dapat dilaksanakan secara maksimal. Didalam penerapannya, lembaga penyelenggara pelayanan publik juga dituntut agar lebih adaptif, inovatif, dan modern dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat guna menciptakan pelayanan yang optimal.

Sinambela mengatakan bahwa pelayanan publik pada hakikatnya mengacu kepada pengadaan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa bahwa pelayanan publik merupakan fungsi dari pemerintah atau disebut dengan abdi masyarakat (public servant). Oleh karena itu, guna mengoptimalkan fungsi

(11)

28

tersebut maka perlu dilakukan perbaikan atau pembaharuan layanan secara terus-menerus agar hasil yang didapat menjadi lebih maksimal (Sinambela, 2017).

Dalam perkembangan paradigmanya, pelayanan publik telah mengalami tiga kali pembaharuan. Dimulai dari paradigma administrasi publik lama atau disebut dengan Old Public Administration, yang mana menitikberatkan pada pemisahan urusan politik dan administrasi atau disebut dengan dikotomi politik-administrasi. Paradigma Old Public Administration kemudian berkembang menjadi paradigma manajemen publik baru (New Public Management) (Syamsuadi & Abdurrab, 2017).

a) Administrasi Publik Lama (Old Public Adminsitration)

Seiring berkembangnya zaman, maka kebutuhan masyarakat menjadi semakin kompleks (beragam). Agar lebih efektif, Wilson mengatakan agar kita melihat bidang administrasi sebagai bagian dari bidang usaha (bisnis). Dengan demikian, maka perlu ada yang dinamakan dengan otoritas publik, dimana mereka mempunyai tugas untuk mengimplementasikan kebijakan, menyediakan layanan, serta dalam tindakannya harus bersifat netral dan profesional.

Otoritas publik selanjutnya harus diawasi dan bertanggungjawab kepada pemimpin yang terpilih melalui jalur politik, sehingga implementasi kebijakan dan layanan tidak menyimpang dari tujuan aslinya. Meskipun demikian, sistem yang seperti ini juga dapat berdampak negatif, karena kebijakan juga dapat ditetapkan demi

(12)

29

kepentingan politisi itu sendiri sehingga dapat berpengaruh terhadap kinerja administrator publik.

Pernyataan Wildan yang mengatakan bahwa administrasi adalah bagian dari bisnis selanjutnya melahirkan sebuah kritik yang menghasilkan kesimpulan bahwa administrasi harus berada di luar ruang lingkup politik. Pendapat ini pada akhirnya menempatkan otoritas publik tidak terlibat didalam pembuatan kebijakan, akan tetapi mereka adalah aktor atau bagian yang mempunyai tanggungjawab untuk mengimplementasikan kebijakan.

Terdapat dua hal yang menjadi poin penting dari paradigma layanan publik lama, yaitu pemisahan antara politik dan administrasi, serta organisasi publik yang harus menekankan pada efisiensi.

1) Pemisahan antara politik dengan administrasi

Apabila proses politik lebih menitikberatkan pada pembuatan kebijakan yang didalamnya terdapat tarik-menarik kepentingan antar aktor politik, berbeda halnya dengan administrasi yang lebih memfokuskan kepada implementasi kebijakan dan secara langsung bersentuhan dengan masyarakat atau penerima layanan.

Dengan demikian, maka administrator publik atau otoritas publik sudah seharusnya terdiri dari orang-orang yang menjunjung tinggi profesional serta bersifat netral. Seorang

(13)

30

pelayan harus mematuhi larangan untuk tidak memihak terhadap kepentingan politik manapun, akan tetapi tetap mempunyai kewajiban untuk bertanggungjawab kepada pemimpin politik yang terpilih.

Pemisahan antara politik dan adminsitrasi dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa apabila politik tidak dipisahkan dengan administrasi, maka pelayanan publik tidak akan efektif dan efisien, karena pelayanan yang diberikan dapat bersifat tidak netral dan dapat berpihak terhadap kepentingan salah satu kelompok.

2) Organisasi publik harus menekankan kepada efisiensi

Efisiensi dalam pelayanan publik daat terjadi apabila adanya kerjasama antara penyedia layanan publik dengan penerima layanan, yaitu anatara negara dan/atau pemerintah dengan warga negara. Efisiensi dapat tercapai apabila dalam proses pembuat kebijakan melibatkan masyarakat karena masyarakat sendiri yang mengetahui apa saja kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya disediakan dan diberikan sehingga efisien bukan hanya dalam artian teapat sasaran tetapi juga dapat menghemat anggaran yang akan dikeluarkan.

Keberhasilan efisiensi juga didukung oleh pemimpin eksekutif yang menerapkan sistem satu komando dan pembagian kerja yang ketat. Sehingga tidak terjadi tumpang tindak tugas dan

(14)

31

wewenang dalam melaksanakan fungsi pelayanan. Eksekutif juga harus bertanggungjawab dalam pembagian kerja yang tepat, sesuai dengan kompetensi administrator dan harus menerapkan sistem kontrol yang tepat.

b) Manajemen Publik Baru (New Public Management)

Manajemen publik baru mengacu kepada sekelompok ide yang melakukan pendekatan pada sektor swasta dan bisnis didalam pelaksanaan pelayanan sektor publik. Oleh karena menggunakan pendekatan sektor swasta, maka pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah menggunakan mekanisme pasar yang mana di dalamnya terdapat transaksi yang sama dengan terjadi di pasar pada umumnya yaitu melibatkan harga atau biaya untuk mendapatkan barang publik.

Pada sektor swasta, semakin tinggi biaya yang dibayar maka semakin tinggi kualitas pelayanan yang didapat. Oleh karena itu, pemerintah harus bersikap seperti pelaku bisnis yang selalu mengupayakan untuk meningkatkan produksi dan meningkatkan mutu pelayanan berdasarkan dengan asumsi dan perspektif ekeonomi. Adanya perbaikan kinerja, perbaikan kualitas barang, sikap kompetitif, adanya restrukturisasi birokrasi administrasi juga perlu dilaksanakan untuk mencapai manajemen pelayanan publik yang baru.

Paradigma manajemen publik baru pada hakikatnya menitikberatkan pada penerapan pengalaman dan pengetahuan dalam sektor ekonomi dan bisnis sebagai pedoman untuk meningkatkan

(15)

32

efektivitas dan efisiensi pelayanan publik pada birokrasi yang modern. Paradigma manajemen publik baru pada akhirnya juga memunculkan sebuah problematika, dimana banyak masyarakat yang berpikir bahwa paradigma ini menjadi landasan untuk melakukan privatisasi semaksimal mungkin atas aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah (Herizal et al., 2020)..

c) Pelayanan Publik Baru (New Public Service)

Paradigma pelayanan publik baru diprakarsai oleh Denhardt dan Denhardt. Paradigma ini muncul sebagai bentuk kritis atas paradigma sebelumnya (manajemen publik baru) yang mengadopsi nilai-nilai bisnis atau swasta sehingga merubah pelayanan publik menjadi tidak sesuai dengan hakekatnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tetapi orientasinya berubah kepada pengambilan keuntungan (Denhardt, 2007).

Pelayanan publik baru (New Public Service) juga menganggap bahwa masyarakat merupakan pelanggan atau konsumen sehingga pelayanan publik yang diberikan menjadi tidak adil dan terkesan diskriminatif. Berdasarkan pada kritik tersebut, maka muncul pelayanan publik baru (New Public Service) yang mengembalikan kodrat masyarakat sebagai warga negara.

Secara garis besar, akar dalam paradigma pelayanan publik baru terdiri dari 4 (empat), antara lain:

(16)

33

1) Teori Kewarganegaraan Demokratis

Berbicara tentang kewarganegaraan, maka tidak terlepas dari yang namanya warga negara, yaitu seseorang yang secara konstitusi dan hukum telah memenuhi syarat sebagai warga negara yang mana status itu memberikan ia hak dan kewajiban yang harus dilakukan dan harus dipenuhi terhadap negara. Kewarganegaraan secara umum dapat dikatakan sebagai status hukum sehingga menghasilkan hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan dari negara, dan negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi atau menyediakan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya. Dalam pelaksanaan tanggungjawab kepada warga negara, maka pemerintah harus konsisten dalam membuat keputusan, menjamin adanya prosedur layanan yang jelas, serta harus bisa menjamin bahwa individu dapat mengakses kebutuhannya baik secara publik maupun individu secara bebas dan adil.

Dalam konteks demokrasi, maka pemerintah juga harus memberikan ruang bagi warga negara untuk menyampaikan kepentingan-kepentingannya baik kepentingan itu mewakili dirinya maupun untuk mewakili kelompoknya. Pemerintah juga

(17)

34

wajib memberikan kesempatan kepada warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi yang sesungguhnya.

Administrator atau birokrat sebagai aparatur negara yang bertanggungjawab untuk melaksanakan kebijakan publik dituntut untuk bisa membangun ruang-ruang publik serta mendengarkan aspirasi-aspirasi masyarakat demi terlaksananya pelayanan publik yang maksimal. Administrator atau birokrat juga tidak boleh bersifat anti kritik karena apa yang disampaikan oleh masyarakat dapat menjadi bahan evaluasi dan rekomendasi untuk perbaikan pelayanan publik ke depannya. Birokrat juga harus mampu menjaga netralitas dengan tidak berpihak kepada kubu politik manapun, karena dapat berpengaruh terhadap kinerja pelayanan publik (Hadi, Krisno, Listiana Asworo, 2020).

Dalam pandangan ini, kewarganegaraan demokrasi juga dapat berdampak buruk jika partisipasi warga negara dimonopoli oleh kelompok tertentu atau oleh kepentingan politik tertentu sehingga akan menimbulkan ketidakadilan bagi beberapa warga negara yang diperlakukan tidak setara karena mereka tidak berpihak terhadap suatu kelopok kepentingan atau politik tertentu. Oleh karena itu, proses demokrasi yang dilakukan oleh warga negara harus terstruktur dan kuat sehingga pihak-pihak yang berniat untuk memonopoli dan mengeksploitasi kepentingan masyarakat tidak bisa melakukan hal tersebut.

(18)

35

Pada konteks pengambilan keputusan dalam teori kewargaan demokrasi, juga dilakukan dengan cara musyawarah yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide yang lahir dari kepentingan pribadi maupun dari kepentingan-kepentingan kelompok. Melalui musyawarah, dapat ditemukan solusi dan melahirkan ide-ide baru yang dapat mengakomodir semua kepentingan. Oleh karena itu, teori kewarganegaraan demokrasi ini menitiberatkan kepada partisipasi warga negara dalam pengambilan keputusan. Sehingga masyarakat bukan hanya berkontribusi dalam kehidupan masyarakat dan pemerintahan tetapi juga dapat menjadikan dan melatih dirinya menjadi seseorang yang bertanggungjawab (Alamsyah, 2016).

2) Model Komunitas dan Masyarakat Sipil

Model komunitas dan masyarakat sipil sangat erat kaitannya dengan demokrasi yang dilakukan dengan cara terstruktur agar dapat maju dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat. Komunitas dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga yang mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan diperjuangkan. Komunitas juga mempunyai tujuan untuk mempersiapkan masyarakat dalam konteks politik yang lebih besar.

Siapa sajakah orang atau aktor yang berada didalam komunitas ini? Yang menjadi bagian dari komunitas ini adalah masyarakat sipil. Masyarakat sipil merupakan orang atau warga

(19)

36

negara yang terlibat di dalam masyarakat yang bukan hanya membentuk komunitas tetapi juga berperan untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingan-kepentingan masyarakat.

Masyarakat sipil pada hakikatnya tidak terlibat didalam proses politik, mereka terlibat didalam upaya-upaya untuk menyampaikan dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat kepada pemerintah. Masyarakt sipil juga merupakan suatu komunitas yang berfungsi sebagai alat kontrol negara/ pemerintah agar tidak bertindak sewenang-wenang dan otoriter kepada warga negara dan dalam hal pengambilan keputusan.

3) Humanisme Organisasi dan Adminstrasi Publik Baru

Selama ini, pendekatan yang dilakukan dengan konsep hierarki tradisional dapat dikatakan membatas ruang gerak individu di dalam organisasi. Oleh karena itu, banyak studi yang menitikberatkan kepada perilaku individu manusia yang dapat berubah seiring berkembangnya zaman, sehingga dibutuhkan suatu cara atau manajemen untuk mendukung perkembangan keterampilan dan kesadaran individu untuk menjadi orang atau pribadi yang lebih kreatif (Susila Wibawa, 2019)..

Adanya kritik terhadap hierarki tradisional, maka humanisme organisasi ini berusaha untuk mendorong dan membangun kepercayaan antara individu dengan kelompok

(20)

37

organisasi. Di mana individu juga dilibatkan dalam hal pengambilan keputusan dan juga bertanggungjawab terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi.

Dengan demikian, adanya kolaborasi antara dua pihak ini dapat mempercepat tercapainya misi organisasi, maupun untuk peningkatan kualitas dari individu itu sendiri. Manajer atau pimpinan organisasi dalam hal ini juga harus terlibat secara aktif sehingga apabila ada konflik yang terjadi dapat dikelola dengan tepat dan cepat, tidak dibiarkan berlarut sehingga dapat berdampak buruk terhadap kondisi internal organisasi yang lain.

4) Administrasi Publik Postmodern

Dalam teori postmodern, kebijakan pemerintahan harus bersifat terbuka kepada semua pihak dan berdasar pada wacana. Ruang-ruang publik juga harus ditingkatkan untuk menggaungkan kembali birokrasi serta mengembalikan legitimasi masyarakat terhadap administrasi publik.

Cita-cita wacana otentik juga harus melibatkan warga negara dan administrator pelayan publik sebagai peserta yang saling terlibat dan bekerjasama satu sama lain. Proses negosiasi dan pembentukan konsensus yang dihasilkan melalui diskusi atau musyawarah pada akhirnya akan mengakomodir semua kepentingan (Denhardt & Denhardt, 2000).

(21)

38

Adapun dalam kaitannya dengan bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh kepolisian terbagi kedalam dua jenis, yaitu layanan administratif dan jasa. Layanan administratif yang dimaksud adalah layanan yang menghasilkan berbagai dokumen atau surat resmi yang dibutuhkan masyarakat dalam hal ini bisa berupa Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), dan dokumen atau surat resmi lainnya yang berhak dikeluarkan oleh instansi kepolisian. Sedangkan yang masuk dalam kategori layanan jasa yaitu berupa layanan hukum, bantuan pengawalan, serta memberikan rasa aman kepada masyarakat (Jaladriyanta, 2020).

2.4. Layanan Suket Teki On The Spot

Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pelayanan bagi masyarakat Kabupaten Malang, Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Malang melakukan pembaharuan pelayanan melalui layanan “Mobil Suket Teki On The Spot”. Layanan yang mulai diberlakukan pada tanggal 24 September 2020 ini pada hakikatnya bertujuan untuk mengatasi problematika dalam pemberian layanan administrasi kepolisian bagi masyarakat Kabupaten Malang (Kusuma, 2020).

Layanan ini yang diinisiasi langsung oleh Sat Intelkam Polres Kabupaten Malang dan dalam pelaksanaannya menerapkan konsep “on the spot” atau dalam konsep lain disebut dengan “jemput bola”. Kedua konsep ini menekankan pada cara kerja di mana aktor yang menyediakan layanan

(22)

39

datang langsung kepada masyarakat yang membutuhkan pada waktu dan tempat tertentu untuk memberikan layanan (Achmad, 2020).

Layanan yang dicetuskan oleh Polres Kabupaten Malang dilatarbelakangi karena adanya beberapa faktor penghambat yang menyebabkan pemberian layanan menjadi kurang efektif dan efisien. Faktor penghambat tersebut salah satunya yaitu kondisi geografis. Wilayah Kabupaten Malang yang terbentang luas menyebabkan beberapa masyakat yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari Polres Kabupaten Malang memiliki keterbatasan untuk mengakses layanan administrasi kepolisian, seperti Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Surat Laporan Kehilangan, maupun administrasi kepolisian lainnya.

Dalam rangka mengatasi kendala tersebut di atas, maka layanan Mobil Suket Teki On The Spot ini juga diselenggarakan dengan memprioritaskan pada pemberian layanan administrasi bagi masyarakat di daerah-daerah terpencil maupun daerah yang belum pernah terjangkau oleh layanan kepolisian, sehingga kebutuhan masyarakat akan dokumen-dokumen kepolisian dapat terpenuhi (Rahma, 2020).

Apabila dikaitkan dengan kajian penelitian yaitu tentang implementasi pelayanan publik melalui mobil suket teki yang diselenggarakan oleh Polres Kabupaten Malang, maka dapat dikatakan bahwa layanan ini mengandung nilai-nilai New Public Service. Dimana layanan ini tidak lagi menggunakan konsep atau sistem layanan dengan model lama yang sifatnya pasif.

(23)

40

Model layanan pasif memiliki arti bahwa masyarakat harus datang langsung ke Polres untuk mendapatkan layanan, akan tetapi dengan menggunakan konsep “on the spot” penyedia layanan (Polres Kabupaten Malang) yang bersifat aktif dengan cara datang langsung kepada masyarakat yang bersangkutan untuk memberikan layanan. Hal ini juga memberikan gambaran bahwa Polres Kabupaten Malang telah menerapkan prinsip responsif atau tanggap terhadap kebutuhan masyarakat akan layanan administrasi kepolisian (Momentum.com, 2020).

Berdasarkan pada data OMBUDSMAN RI pada tahun 2019 terkait dengan laporan masyarakat akan adanya maladministrasi ataupun ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, diketahui bahwa Kepolisian Republik Indonesia pada urutan kedua dengan persentase sebesar 13,84%. Data ini menggambarkan bahwa instansi yang bersangkutan harus melakukan pembaharuan dalam pelayanannya, guna meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan (OMBUDSMAN, 2019).

Dengan demikian, layanan yang dilakukan oleh Polres Kabupaten Malang melalui layanan suket teki merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan kepolisian, serta sebagai bentuk optimalisasi terhadap fungsi dan tugas dari kepolisian unutk memberikan pelayanan yang maksimal bagi masyarakatnya (Yuniko & Putra, 2019).

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pandangan Teori klasik tentang pertumbuhan ekonomi bahwa terdapat empar factor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya jumlah penduduk, ketersediaan

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk memberikan bantuan

Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik yang menetukan apakah sebuah kebijakan itu bersentuhan dengan

Dengan kajian ini diharapkan dengan konsep arsitektur tanggap iklim dapat menjadi solusi untuk masalah – masalah lingkungan yang ada saat ini, selain itu juga bisa menjadi

Dampak negatif yang timbul dari tindak pidana pencurian dana nasabah melalui internet untuk memperoleh informasi personal (carding database) melalui pengiriman e-mail

Penelitian (Hidayati, 2017) berpendapat bahwa anggota dewan asing dapat membawa opini dan perspektif yang beragam bahasa, agama, pengalaman pendidikan, budaya kehidupan dan

2.5 Pembebanan Jembatan Rangka Baja Canai Dingin Pejalan Kaki Beban merupakan gaya luar yang bekerja pada suatu struktur.. Umumnya penentuan besarnya beban yang bekerja pada

Ada empat faktor yang mempengaruhi subsidense: vertical “shrinkage” pada lapisan atas akibat pengeringan, perpaduan (konsolidasi) pada lapisan bawah, Oksidasi