• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Karies Dan Karies Yang Tidak Dirawat Pada Lansia Di Kecamatan Medan Area Dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengalaman Karies Dan Karies Yang Tidak Dirawat Pada Lansia Di Kecamatan Medan Area Dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENGALAMAN KARIES DAN KARIES YANG TIDAK

DIRAWAT PADA LANSIA DI KECAMATAN MEDAN

AREA DAN PANTI JOMPO GUNA BUDI BAKTI

KECAMATAN MEDAN LABUHAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

HARFIN ARYENDI PELAWINTA NIM: 100600138

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2015 Harfin Aryendi Pelawinta

Pengalaman karies dan karies yang tidak dirawat pada masyarakat lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan.

ix + 30 halaman

(3)

menjadi perhatian dengan mengupayakan strategi pencegahan dan pemeliharaan rongga mulut yang optimal.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 26 Januari 2015

Pembimbing: Tanda Tangan

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah di pertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 26 Januari 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM ANGGOTA : 1. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga skripsi dapat selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D., selaku ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dorongan serta penghargaan yang berharga kepada penulis.

4. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes dan Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen penguji atas saran dan seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Astrid Yhudit, drg., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis selama menjalani program akademik.

(7)

bimbingan dan semangat, serta dukungan selama ini diberikan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada sahabat penulis Selvi, Rima, Santi, Ardiansyah, Azrai, Dwi, Andi, dan luqman

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, maka dengan kerendahan hati dan lapang dada penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan wawasan penulis di bidang Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat dan juga memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara serta masyarakat.

Medan, 13 Juni 2014 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI ...

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 16

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 17

(9)

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 19

4.1 Gambaran responden lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 20

4.2 Prevalensi karies pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 22

4.3 Skor DMFT lansia di Kecamatan Medan Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 22

4.4 Prevalensi PUFA pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 23

4.5 Rata-rata PUFA pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 24

BAB 5 PEMBAHASAN ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

6.1 Kesimpulan ... 28

6.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Gambaran Responden lansia dan jenis kelamin di Kecamatan Medan

Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 19 2. Prevalensi karies pada lansia di Kecamatan Medan dan Panti Jompo

Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 20 3. Rata-rata DMFT lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo

Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 21 4. Rata-rata DMFT lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo

Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 22 5. Prevalensi PUFA pada lansia Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo

Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 22 6. Rata-rata PUFA lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo

Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan ... 23 7. Rata-rata PUFA lansia berdasarkan Jenis kelamin di Kecamatan Medan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema karies sebagai penyakit multifaktorial ... 11

2. Keterlibatan Pulpa (P/p) ... 13

3. Ulserasi (U/u) ... 14

4. Fistula (F/f) ... 14

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner pengalaman DMFT dan PUFA pada masyarakat di salah satu Kecamatan Medan Area dan lansia penghuni Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

2. Surat persetujuan Komisi Etik tentang pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

3. Surat pernyataan telah selesai melakukan penelitian dari Panti Jompo Guna Budi Bakti

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah lansia di seluruh dunia diperkirakan 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di seluruh dunia penduduk lansia tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya.1 Menurut data statistik penduduk Indonesia, lansia di atas 60 tahun pada tahun 2003 berjumlah 17.777.700 jiwa, sedangkan pada tahun 2004 berjumlah 18.097.700 jiwa. Peningkatan jumlah lansia ini mengisyaratkan bahwa perlu dilakukan peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi lansia.2 Peningkatan jumlah lansia di Indonesia terlihat pada sensus penduduk tiap lima tahun sekali menunjukkan bahwa pada tahun 2000 jumlah lansia sebesar 7,18% dari seluruh penduduk Indonesia.1 Badan kesehatan dunia WHO menyatakan bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta yang mengalami peningkatan dari jumlah lansia pada tahun 2005 yaitu 8,48%, merupakan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia.1,2 Penduduk lansia di Indonesia biasanya tinggal bersama anaknya, terutama lansia yang sudah tidak mendapatkan penghasilan sendiri.2,3

(14)

2

UU No. 13 tahun 1998 menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.4 Departemen Kesehatan Republik Indonesia membagi lansia sebagai berikut: kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas, kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium, kelompok usia lanjut (lebih dari 65 tahun) sebagai senium.2,3

Proses penuaan (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.1 Proses penuaan terjadi secara terus menerus dalam kehidupan manusia yang ditandai dengan perubahan-perubahan anatomik, fisiologik dan biomekanis dalam tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi sel, jaringan dan organ tubuh seperti perubahan pada rongga mulut.2,3,5

Pengalaman karies merupakan ukuran yang dinyatakan dengan angka dari suatu kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensivitas parameter ini hampir mencapai 60%. Prevalensi karies pada gigi disedui dapat memprediksi karies pada gigi permanennya. Peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya.5

(15)

Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukan nilai DMF yang lebih tinggi daripada laki-laki. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang M (missing) lebih sedikit dari pria. Sebaliknya, laki-laki mempunyai komponen F (Filling) paling banyak dalam indeks DMF.5

Perubahan pada rongga mulut akan menyebabkan terjadinya karies dan penyakit periodontal yang merupakan penyebab hilangnya gigi pada lansia. Karies terjadi karena demineralisasi jaringan permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Karies gigi bersifat kronis dan dalam perkembangannya membutuhkan waktu yang lama. Karies gigi pada tahap awal tidak menimbulkan rasa sakit namun pada tahap lanjut dapat menimbulkan rasa sakit, baik pada gigi yang terkena maupun daerah sekitar gigi tersebut. Karies gigi merupakan penyakit paling banyak ditemukan di rongga mulut bersama-sama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut. Indikator untuk menilai karies gigi yang utama digunakan adalah indeks DMF-T yang merupakan penjumlahan indeks D+M+F, yang menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang pernah dialami seseorang karena karies gigi baik berupa D/Decay (gigi berlubang/karies), M/missing (gigi dicabut) serta F/filling (gigi ditumpat).6,7

(16)

4

merupakan jumlah gigi. Skor DMFT adalah jumlah D+M+F, tiap gigi hanya dimasukkan dalam satu kategori saja, yaitu D, M, atau F.6-9

Kegagalan indeks DMFT untuk menyediakan informasi tentang keadaan klinis pada karies yang tidak dirawat menjadi landasan untuk pengembangan indeks PUFA.9 Indeks PUFA diperkenalkan oleh Profesor Wim Van Palenstein-Heldermann untuk mengukur keparahan karies. Indeks ini menunjukkan keadaan karies gigi yang tidak segera ditangani sehingga berlanjut mengakibatkan kerusakan pada pulpa, ulserasi, fistula dan abses.9,10 Indeks ini menilai ada tidaknya pulpa yang terlibat, ulserasi pada rongga mulut yang disebabkan sisa akar, fistula dan abses. Penilaian dilakukan secara visual tanpa menggunakan alat. Hanya satu skor ditetapkan per gigi. Huruf besar pada indeks digunakan untuk gigi permanen dan huruf kecil digunakan untuk gigi susu. Jadi, untuk seorang individu skor pufa dapat berkisar 0-20 untuk gigi desidui dan 0-32 skor PUFA untuk gigi permanen. Prevalensi PUFA dihitung sebagai persentase dari populasi. Kriteria untuk PUFA/ pufa indeks adalah sebagai berikut:10 a) Keterlibatan Pulpa (P): pada saat pemeriksaan terlihat kamar pulpa telah terbuka dan kelihatan atau struktur korona gigi telah hancur dan hanya akar atau fragmen akar yang tertinggal; b) Ulserasi (U): pada saat pemeriksaan terlihat daerah berwarna merah pada bagian lidah atau mukosa bukal dan terlihat di daerah antagonisnya adanya fragmen sisa akar yang tajam; c) Fistula (F): saat pemeriksaan terlihat nanah yang keluar dari saluran sinus dan d) Abses (A): pada saat pemeriksaan adanya pembengkakan pada daerah sekitar gigi yang karies dan mengandung pus. Skor PUFA per orang diukur dengan cara yang sama seperti DMF-T dengan menjumlahkan P+U+F+A.9-11

Kebijakan WHO, kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dan penting dari kesehatan umum. Lansia rentan mengalami karies akar gigi dan penyakit jaringan penyangga gigi selain kondisi berkurangnya air liur dan menipisnya mukosa mulut serta resorbsi dari tulang alveolar yang akan memperparah kondisi gigi dan mulut lansia sehingga mengurangi asupan makanan.12

(17)

berfungsi secara optimal, yang akan menjadikan percaya diri serta hubungan interpersonal dalam tingkatan paling tinggi. Kesehatan rongga mulut memegang peranan dalam kesehatan umum dan kualitas lansia. Keadaan mulut yang buruk, misalnya banyaknya gigi hilang sebagai akibat rusak atau trauma yang tidak dirawat, akan mengganggu fungsi dan aktifitas rongga mulut, sehingga akan mempengaruhi status gizi serta akan mempunyai dampak pada kualitas hidup. Penyebab utama kehilangan gigi pada lansia di Indonesia adalah karies dan penyakit periodontal.

Prof. Lindawati Kusdhany menyatakan bahwa jumlah gigi <20 pada lansia sekitar 71%. RISKESDAS Tahun 2007 menyebutkan proporsi penduduk usia 65 tahun ke atas dengan fungsi gigi normal hanya 41,2%. Proporsi kehilangan gigi penduduk usia 65 tahun ke atas sebesar 17,6%. Hilangnya gigi berhubungan dengan kesulitan makan, rasa sakit, stres dan kesulitan dalam bersosialisasi.13

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) 2008 menyatakan bahwa semakin meningkatnya usia maka pengalaman karies akan semakin meningkat. Prevalensi karies aktif akan meningkat hingga usia 35-44 tahun dan menurun kembali pada usia 65 tahun ke atas. Indeks DMFT untuk usia 35–44 tahun sebesar 4,41 yang meliputi komponen D sebesar 1,44, M sebesar 2,89 dan F sebesar 0,08 sedangkan indeks DMF-T untuk usia 60 tahun ke atas menunjukkan angka yang lebih besar atau meningkat yaitu sebesar 18,29 meliputi komponen D sebesar 1,16, M sebesar 16,99 dan F sebesar 0,14.13

Kerusakan gigi penduduk Propinsi Sumatera Utara 360 buah per 100 orang dimana komponen D, M, F dan indeks DMF-T sebesar 3,6 dengan masing-masing nilai D-T=1,3, M-T=2,3, F-T=0,05, dan DF-T=0,02 yang berarti.13 Hal ini sejalan dengan penelitian Kartika dkk yang menyatakan indeks kesehatan gigi (DMFT) rata-rata pada lanjut usia >70 tahun adalah 15,57 ± 10,36. Berdasarkan tingginya indeks DMFT pada lanjut usia yang berdampak negatif maka diperlukan intervensi yang bertujuan memperbaiki kesehatan mulut.14

(18)

6

empat belas provinsi mempunyai tingginya prevalensi masalah gigi dan mulut dibandingkan prevalensi nasional. Data indeks D, M, F dan indeks DMF-T Indonesia pada tahun 2013 sebesar 4,6 dengan nilai masing-masing D-T=1,6, M-T=2,9, F-T=0,08, yang berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia 460 buah gigi per 100 orang.12 Masalah kesehatan gigi dan mulut di Malaysia meliputi prevalensi karies pada usia 65-74 tahun 95,2% dan >75 tahun sebesar 94,1 %.7 Prevalensi karies yang tidak dirawat di Australia pada kelompok umur 55-74 tahun sebesar 22,6% sedangkan kelompok umur 75 tahun sebesar 22% dari jumlah populasi orang populasi lansia pada tahun 2004-2006.15 Jumlah persentase keseluruhan DMFT di Kanada tahun 2004 sebesar 24,86 % dari jumlah penduduk Kanada.16

Dari kunjungan ke Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 28 Desember 2012 diperoleh informasi bahwa selama ini, perencanaan kebijakan kesehatan telah mengupayakannya, namun usaha ini belum maksimal sebab program-program kesehatan baik kesehatan umum maupun kesehatan gigi dan mulut untuk lansia yang berada di Panti Jompo di kota Yogyakarta belum maksimal, baik perencanaan tenaga kesehatan di panti jompo, maupun masyarakat harus memiliki pedoman pengetahuan tentang pengaruh kesehatan gigi terhadap kesehatan umum.5

Persentase lansia yang mempertahankan gigi geliginya mengalami peningkatan selama beberapa dekade terakhir. Hal ini akan meningkatkan kesehatan rongga mulut lansia tersebut. Gigi sangat diperlukan dalam hal berbicara, mengunyah dan mempertahankan posisi gigi lainnya. Lansia yang mengalami kehilangan gigi atau menggunakan gigitiruan yang tidak pas akan mengalami kekurangan asupan nutrisi akibat kesulitan dalam mengunyah makanan. Kehilangan gigi dapat dicegah dengan melakukan beberapa hal antara lain menyikat gigi secara teratur dua kali dalam sehari dengan sikat gigi lembut, makanan yang seimbang dan membatasi makanan yang manis, melakukan kunjungan ke dokter gigi secara teratur.17

(19)

membilas gigi tiruan dengan air dingin atau hangat, jangan menggunakan air panas karena akan merusak gigi tiruan.17

Berdasarkan gambaran di atas peneliti ingin melakukan penelitian gambaran karies dan karies yang tidak dirawat pada lansia. Penelitian mengenai karies dan karies yang tidak dirawat pada lansia masih jarang dilakukan. Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Labuhan yang memiliki jumlah masyarakat yang mencukupi dan mudah diakses oleh peneliti.

1.2Permasalahan

Bagaimana gambaran karies dan karies yang tidak dirawat pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui prevalensi karies (DMFT) pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

b. Untuk mengetahui rata-rata DMFT pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

c. Untuk mengetahui rata-rata DMFT berdasarkan jenis kelamin pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

d. Untuk mengetahui prevalensi karies tidak dirawat (PUFA) pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

e. Untuk mengetahui rata-rata PUFA pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

(20)

8

1.4Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian yang diperoleh dapat memberikan informasi kepada para dokter gigi, dan praktisi kesehatan lain mengenai prevalensi dan rata-rata DMFT dan PUFA pada lansia

b. Menambah bahan referensi tentang prevalensi dan rata-rata DMFT dan PUFA untuk Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi USU.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, yang dimaksud dengan lansia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial).4 Menurut WHO, klasifikasi lansia meliputi usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun.2,3

Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut: “seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”.3 Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.4 Departemen Kesehatan Republik Indonesia membuat klasifikasi lansia berdasarkan kelompok yaitu kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas, kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium, kelompok usia lanjut (lebih dari 65 tahun) sebagai senium.2,3

2.2 Karies

Menurut WHO, kesehatan rongga mulut saling berhubungan dengan kesehatan umum. Salah satu gangguan kesehatan rongga mulut yang dapat mempengaruhi kesehatan umum adalah karies.15 Karies yang tidak dirawat dapat menyebabkan komplikasi oral seperti periodontitis apikalis dan ulser pada jaringan lunak mulut.15,18,19

(22)

10

2.2.1 Definisi Karies

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi kedalam jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.17-19

Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya dikelompokan menjadi 3 kategori, yaitu:6

1. Karies pada email, biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang berasal dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa ngilu.

2. Karies pada dentin, ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila sisa makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.

3. Karies pada pulpa, ditandai dengan gigi yang terasa sakit terus menerus, sifatnya tiba-tiba atau muncul dengan sendirinya. Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang rasa sakit

2.2.2 Etiologi Karies

Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih (Gambar 1). Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.6,15,20

2.2.2.1 Faktor host atau tuan rumah

(23)

Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia yang kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka maka kristal enamel semakin padat dan enamel semakin resisten.6,15,20

Gambar 1: Skema yang menunjukkan karies sebagai

penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host

agen, substrat, dan waktu. 1

2.2.2.2 Faktor agen atau mikroorganisme

(24)

12

pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 104 – 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena S. mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam).6,15,20

2.2.2.3 Faktor substrat atau diet

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukan bahwa orang dengan konsumsi karbohidrat terutama sukrosa dalam jumlah yang besar cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.6,15,20

2.2.3 Faktor risiko

Adanya hubungan sebab akibat terjadinya karies diidentifikasi sebagai faktor risiko karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva dan pola makan. Ada juga faktor risiko demografi seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi.6,15,20

2.3Indeks DMF-T

(25)

2.4 Indeks PUFA

Kegagalan indeks DMFT untuk menyediakan informasi tentang keadaan klinis pada karies yang tidak dirawat, seperti abses pulpa, yang mungkin lebih berat dari lesi kariesnya sendiri, menjadi landasan untuk pengembangan indeks PUFA. Indeks PUFA diperkenalkan oleh Profesor Wim Van Palenstein-Heldermanndari University of Njimegen, Njimegen, Belanda, digunakan untuk mengukur keparahan karies. Indeks ini menunjukkan keadaan karies gigi yang tidak segera ditangani sehingga berlanjut mengakibatkan kerusakan pada pulpa, ulserasi, fistula dan abses.21

Indeks PUFA dicatat secara terpisah dari DMFT dan indeks ini menilai ada tidaknya pulpa yang terlibat, ulserasi pada rongga mulut yang disebabkan sisa akar, fistula dan abses. Penilaian dilakukan secara visual tanpa menggunakan alat. Hanya satu skor ditetapkan per gigi. Huruf besar pada indeks digunakan untuk gigi permanen dan huruf kecil digunakan untuk gigi susu.21

Jadi, untuk seorang individu skor pufa dapat berkisar 0-20 untuk gigi desidui dan 0-32 skor PUFA untuk gigi permanen. Prevalensi PUFA dihitung sebagai persentase dari populasi. Kriteria untuk PUFA/ pufa indeks adalah sebagai berikut:11,21

P p Pulpa

Keterlibatan pulpa didata ketika terlihat keterlibatan tanduk pulpa dan struktur korona gigi hancur akibat proses karies atau hanya akar/ fragmen akar. Tidak ada pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosa keterlibatan pulpa.11,21

(26)

14

U u Ulserasi

Ulserasi akibat trauma yang disebabkan sisi tajam gigi, dicatat ketika bagian gigi tersebut menyebabkan traumatik ulser pada jaringan lunak sekitarnya misalnya lidah, atau mukosa bukal.11,21

Gambar.3 Ulserasi (U/u)

F f Fistula

Fistula didata ketika telah ditemui adanya nanah yang keluar dari saluran sinus.11,21

(27)

A a Abses

Abses didata ketika pembengkakan yang mengandung nanah ditemui pada gigi yang terlibat infeksi pulpa.11,21

Gambar 5: Abses(A/a).

Skor PUFA per orang diukur dengan cara yang sama seperti DMFT dengan menjumlahkan hasil. Tiap gigi hanya dimasukan dalam satu kategori saja yaitu P, U, F, dan A.

2.5 Kerangka Konsep

Lansia:

- Tempat tinggal - Jenis kelamin

Pengalaman karies: D/Decay

M/Missing

F/Filling

T/Tooth

Pengalaman karies yang tidak dirawat:

P/Pulpitis

U/ulser

F/fistula

(28)

16

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei deksriptif, untuk mengetahui gambaran karies dan karies yang tidak dirawat pada lansia usia lebih dari 60 tahun.

3.2 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan pada bulan Juli - November. Lokasi dipilih karena mudah dijangkau oleh peneliti dan pertimbangan biaya penelitian yang tersedia dan belum ada penelitian yang sama.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah lansia yang berada di Kelurahan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan berumur ≥ 60 tahun . Sampel berjumlah 110 orang dengan rincian di Kelurahan Medan Area sebanyak 55 responden dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan sebanyak 55 responden, dengan kriteria inklusi lansia yang masih mempunyai gigi, kooperatif, dan boleh memakai gigi tiruan sebagian.

3.4Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

1. Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan 2. Umur : ulang tahun terakhir responden 3. Skor karies (DMFT Klein)

Pemeriksaannya meliputi semua gigi kecuali molar tiga karena gigi molar tiga jarang tumbuh. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies/decay), M (gigi yang hilang/missing), F (gigi yan ditumpat/filling) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode.

(29)

- Karies yang belum ditambal.

- Karies yang tidak dapat ditambal.

- Gigi yang terdapat tambalan sementara

b. M (missing): gigi yang mengalami karies dan tidak dapat dirawat atau gigi yang sudah dicabut.

c. F (filling): Gigi yang sudah di tambal karena karies. d. T (tooth): Jumlah gigi.

Skor DMFT adalah jumlah D+M+F, tiap gigi hanya dimasukkan dalam satu kategori saja, yaitu D, M, atau F

3. Skor PUFA adalah kriteria penilaian karies yang tidak dirawat pada gigi permanen, yang terdiri atas:

a) Keterlibatan Pulpa (P): pada saat pemeriksaan terlihat kamar pulpa telah terbuka dan kelihatan atau struktur korona gigi telah hancur dan hanya akar atau fragmen akar yang tertinggal.

b) Ulserasi (U): pada saat pemeriksaan terlihat daerah berwarna merah pada bagian lidah atau mukosa bukal dan terlihat di daerah antagonisnya adanya fragmen sisa akar yang tajam.

c) Fistula (F): saat pemeriksaan terlihat nanah yang keluar dari saluran sinus d) Abses (A): pada saat pemeriksaan adanya pembengkakan pada daerah sekitar gigi yang karies dan mengandung pus.

Skor PUFA per orang diukur dengan cara yang sama seperti DMF-T dengan menjumlahkan P+U+F+A.

3.5 Metode Pengumpulan Data

(30)

18

Responden dipersilahkan duduk di bangku yang telah tersedia. Posisi pemeriksa dan responden saling berhadapan. Peneliti mengisi data tentang umur pada kuesioner yang telah disediakan Hasil pemeriksaan dicatat pada formulir yang tersedia.

3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data

(31)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden Lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti

Guna Bakti Belawan Kecamatan Labuhan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden terbanyak adalah pada umur 60-69 tahun sebanyak 65,45% di Medan Area dan 43,63% di Panti Jompo Guna Budi Bakti. Kelompok umur 70-79 sebanyak 27,27% di Medan Area dan 40,00% di Panti Jompo Guna Budi Bakti. Kelompok umur 80-89 tahun sebanyak 5,45% di Medan Area dan 16,36% di Panti Jompo Guna Budi Bakti. Persentase umur terkecil terdapat pada kelompok umur ≥ 90 tahun yaitu sebanyak 1,81% di Medan Area dan tidak ada di Panti Jompo Guna Budi Bakti. Hasil penelitian juga menunjukan jenis kelamin perempuan sebanyak 50,90% di Panti Jompo Guna Budi Bakti dan 49,09% di Kecamatan Medan Area. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 49,09% di Panti Jompo dan 50,90% di Kecamatan Medan Area (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik usia responden dan jenis kelamin berdasarkan lokasi penelitian ( n = 110 )

Karakteristik

Lokasi Penelitian

Masyarakat Medan Area Panti Jompo Guna Budi

(32)

20

4.2 Prevalensi karies pada lansia Kecamatan Medan Area dan Panti

Jompo Guna Budi Bakti

Sebanyak 98,18% lansia di Kecamatan Medan Area mengalami karies gigi. Semua lansia di Panti Jompo Guna Budi Bakti mengalami karies 100% (Tabel 3).

Secara keseluruhan lansia yang mengalami karies adalah 99,01% dan tidak mengalami karies adalah 0,90% (Tabel 2).

Tabel 2. Prevalensi karies pada lansia Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti (n=110)

4.3 Skor DMFT Lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo

Skor rata-rata DMFT lansia di Panti Jompo adalah 2,33±5,31, lebih besar dari DMFT rata-rata lansia di Kecamatan Medan Area yaitu 16,7±8,28. Skor decay rata-rata lansia di Kecamatan Medan Area adalah 2,13±2,43, lebih tinggi daripada lansia di Panti Jompo yaitu 0.93±2,30, sedangkan skor missing rata-rata lansia di panti Jompo sebesar 22,38±5,88 lebih tinggi dari lansia di Kecamatan Medan Area yaitu 14,45±8,75. Skor rata-rata filling lansia di Kecamatan Medan Area adalah 0,15±0,44 lebih tinggi dari lansia di Panti Jompo yaitu 0,02±0,13 (Tabel 3).

Lokasi Penelitian

Karies

Total

Ada Tidak Ada

n % n %

Medan Area 54 98,18 1 1,81 55

Panti Jompo Guna

Budi Bakti 55 100 0 0.00 55

(33)

Tabel 3. Rata-rata DMFT lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti (n=110)

Rata-rata DMFT lansia laki-laki di Panti Jompo Guna Budi Bakti adalah 23,96±4,01 lebih tinggi dari lansia perempuan yaitu 22,7±6,34. Rata-rata DMFT lansia perempuan di Kecamatan Medan Area adalah 17,0±7,45 lebih tinggi dari lansia laki-laki yaitu 16,5±9,13. Rata-rata decay lansia laki-laki di Panti Jompo Guna Budi Bakti adalah 1,41±3,00 lebih tinggi dari perempuan yaitu 0,46±1,20, sedangkan r ata-rata decay lansia perempuan di Kecamatan Medan Area adalah 2,63±2,47 lebih tinggi dari laki-laki yaitu 1,64±1,85. Rata-rata missing pada lansia laki-laki di Panti Jompo Guna Budi Bakti 22,5±5,62 lebih tinggi dari perempuan yaitu 22,21±6,23, demikian juga skor rata-rata missing lansia laki-laki di Kecematan Medan Area adalah 14,64±9,13 lebih tinggi dari perempuan yaitu 14,26±8,51. Rata-rata filling pada lansia perempuan di Panti Jompo Guna Budi Bakti adalah 0,04±0,18 lebih tinggi dari lansia laki-laki yaitu 0,00±0,00, demikian juga skor rata-rata filling lansia perempuan di Kecamatan Medan Area adalah 0,18±0,54 lebih tinggi dari laki-laki yaitu 0,11±0,32 (Tabel 4).

Lokasi Penelitian

DMFT D M F

X, ±SD X, ±SD X, ±SD X, ±SD

Kecamatan Medan

Area 16,70±8,28 2,13±2,43 14,45±8,75 0,15±0,44 Panti Jompo Guna

(34)

22

Tabel 4. Rata-rata DMFT lansia berdasarkan jenis kelamin pada kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti (n=110)

4.4 Prevalensi PUFA pada lansia Kecamatan Medan Area dan Panti

Jompo Guna Budi Bakti

Sebanyak 70,90% lansia di Kecamatan Medan Area mengalami karies yang tidak dirawat (PUFA) demikian juga lansia yang di Panti jompo Guna Budi Bakti sebanyak 76,36% mengalami karies yang tidak di rawat (PUFA) (Tabel 6).

Dalam penelitian ini 73.63% lansia mengalami karies yang tidak dirawat (PUFA) dan 26.36% tidak pernah mengalami karies yang tidak dirawat (PUFA) (Tabel 5).

Tabel 5. Prevalensi PUFA pada lansia Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti (n=109)

(35)

4.5 Rata-rata PUFA pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti

Jompo Guna Budi Bakti

Skor rata-rata PUFA pada lansia di Panti Jompo Guna Bakti adalah 2,51±2,96, lebih tinggi dari lansia di Kecamatan Medan Area yaitu 1,82±1,61. Rata-rata pulpitis pada lansia di Panti Jompo adalah 2,31±2,75 lebih tinggi dari Kecamatan Medan Area yaitu 1,53±1,55. Rata-rata ulser lansia di Kecamatan Medan Area adalah 0.1±0.48 lebih tinggi dari lansia di Panti Jompo Guna Budi Bakti yaitu 0.07±0.37. demikian juga rata-rata fistula lansia di Kecamatan Medan Area juga lebih tinggi yaitu 0,13±0.51 dibandingkan dengan lansia di Panti Jompo Guna Budi Bakti yaitu 0.07±0.32, sedangkan rata-rata abses pada lansia di Panti Jompo Guna Budi Bakti sebesar 0.5±0.22 lebih tinggi dari lansia yang berada di Kecamatan Medan Area yaitu 0.02±0.13 (Tabel 6).

Tabel 6. Rata-rata PUFA lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti (n=109)

Rata-rata PUFA lansia perempuan di Panti Jompo adalah 2,54±1,89, lebih tinggi dari laki-laki yaitu 2,48±3,80. Rata-rata PUFA lansia perempuan di Kecamatan Medan adalah 2,30±1,61, lebih tinggi dari laki-laki yaitu 1,36±1,49. Rata-rata pulpitis lansia perempuan di Panti Jompo adalah 2,26±3,49, lebih tinggi dari laki-laki yaitu 2,26±3,49. Rata-rata pulpitis pada perempuan di Medan Area 1,93±1,51, lebih tinggi dari laki-laki yaitu 1,14±1,50. Rata-rata ulser lansia laki-laki di Panti Jompo adalah 0,15±0,53, lebih tinggi dari perempuan yaitu 0,00±0,00. Rata-rata Ulser lansia

(36)

24

laki di Kecamatan Medan Area adalah 0,18±0,54, lebih tinggi dari perempuan yaitu 0,11±0,42. Rata-rata fistula lansia perempuan di Panti Jompo adalah 0,11±0,41, lebih tinggi dari laki-laki yaitu 0,04±0,19. Rata-rata fistula lansia perempuan di Kecamatan Medan Area adalah 0,26±0,71, lebih tinggi dari laki-laki yaitu 0,00±0,00. Rata-rata abses lansia perempuan di Panti Jompo adalah 0,07±0,26, lebih tinggi dari responden laki-laki yaitu 0,04±0,19, sementara di Kecamatan Medan Area rata–rata abses lansia laki-laki sebesar 0,04±0,18, lebih tinggi dari responden perempuan yaitu 0,00±0,00 (Tabel 7).

Tabel 7. Rata-rata PUFA lansia berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti (n=109)

Lokasi Jenis

Kelamin

PUFA P U F A

X, ±SD X, ±SD X, ±SD X, ±SD X, ±SD

Medan Area

Laki-Laki 1,36±1,49 1,14±1,50 0,18±0,54 0,00±0,00 0,04±0,18

Perempuan 2.30±1.61 1,93±1,51 0,11±0,42 0,26±0,71 0.00±0.00 Panti Jompo

Guna Budi Bakti

(37)

BAB 5

PEMBAHASAN

Rata-rata DMFT lansia di Panti Jompo Guna Budi Bakti adalah 23,33±5,31 lebih tinggi dari pada lansia di Kecamatan Medan Area yaitu 16,70±8,28, hal ini mungkin disebabkan karena lansia yang tinggal di Panti Jompo Guna Budi Bakti kurang mendapatkan pemeliharaan dan perawatan gigi, yang tidak teratur ditambah tidak memiliki biaya/jaminan pemeliharaan kesehatan dibandingkan dengan lansia yang tinggal dirumah.22

Rata-rata DMFT lansia pada penelitian di Kecamatan Medan Area adalah 16,70±8,28, hasil penelitian ini lebih rendah di bandingkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Barysenka L pada masyarakat di Belarusia yang melakukan penelitian pada lansia yang tinggal di rumah yaitu skor DMFT 22,0±0,4. Hal ini mungkin disebabkan kesadaran kebersihan rongga mulut yang kurang optimal dan kesehatan umum yang buruk dibandingkan dengan lansia yang tinggal di Kecamatan Medan Area.23

Rata-rata DMFT lansia pada penelitian di Panti Jompo Guna Budi Bakti adalah 23,33±5.31, hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Gaiao LR pada lansia di Panti Jompo Fortaleza di Brasil yaitu 29,7±4,4, Hal ini mungkin disebabkan pengetahuan tentang kesehatan yang rendah serta kurangnya melakukan kunjungan perawatan ke dokter gigi dan kurangnya pemeliharaan kebersihan mulut yang optimal dibandingkan dengan lansia di Panti jompo Guna Budi Bakti.24

(38)

26

disebabkan lansia kurang perhatian dan tidak ada biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki di Kecamatan Medan Area.19

Rata-rata PUFA pada lansia di Kecamatan Medan Area adalah 1,82±1,61, hasil ini lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan di Panti Jompo Guna Budi Bakti yaitu 2,51±2,96. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya pengawasan dari keluarga pada lansia di Panti Jompo Guna Budi Bakti sehingga keadaan karies semakin tidak terawat dan semakin parah dibandingkan lansia di Kecamatan Medan Area.25

Rata-rata PUFA pada lansia di Kecamatan Medan Area adalah 1,82±1,61, hasil ini lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan pada masyarakat lansia di Kamboja oleh Soeun S dkk yaitu 2,60±0,0. Hal ini mungkin disebabkan karena masyarakat pedesaan di Kamboja kurang peduli terhadap kesehatan rongga mulutnya serta rendahnya tingkat sosial ekonomi, sehingga menyebabkan masyarakat tidak merawat gigi yang rusak dengan berkunjung ke Pukesmas atau dokter gigi dibandingkan dengan lansia di Kecamatan Medan Area.22

Rata-rata PUFA lansia berdasarkan jenis kelamin pada penelitian di Kecamatan Medan Area yaitu laki-laki 1,36±1,49, hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan jenis kelamin perempuan yaitu 2,30±1,61. Hal ini mungkin akibat dari sosial ekonomi rendah ditambah tidak adanya biaya untuk melakukan perawatan ke dokter gigi dibandingkan lansia jenis kelamin perempuan. Sedangkan Rata-rata PUFA lansia berdasarkan jenis kelamin pada penelitian di Panti Jompo Guna Budi Bakti yaitu laki-laki 2,48±3,80, hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan jenis kelamin perempuan yaitu 2,54±1,89. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya akses untuk mendapatkan perawatan kesehatan gigi ke Pukesmas atau dokter gigi pada lansia di yang tinggal di Panti Jompo Guna Budi Bakti.22

(39)
(40)

28

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi karies pada lansia ≥60 tahun di Kecamatan Medan Area adalah 98,18%.

2. Prevalensi karies pada lansia ≥60 tahun di Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Labuhan adalah 100%.

3. Rata-rata skor DMFT pada Lansia ≥60 tahun di Kecamatan Medan Area adalah 16,70±8,28; rata-rata Decay 2,13±2,43, Missing 14,45±8,75, dan filling

0,15±0,44.

4. Rata-rata skor DMFT pada Lansia ≥60 tahun di Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Labuhan adalah 23,33±5,3; rata-rata Decay 0,93±2,30, Missing

22,38±5,88, dan filling 0,02±0,13.

5. Prevalensi PUFA pada lansia ≥60 tahun di Kecamatan Medan Area adalah 70,90%.

6. Prevalensi PUFA pada lansia ≥60 tahun di Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Labuhan adalah 76,36%.

7. Rata-rata skor PUFA pada lansia ≥60 di Kecamatan Medan Area adalah 1,82±1,61; rata-rata Pulpitis 1,53±1,55, ulsere 0,1±0,48, Fistula 0,13±0,51, dan

Abses 0,02±0,13.

8. Rata-rata skor PUFA pada lansia ≥60 di Panti Jompo Guna Budi Bakti adalah 2,51±2,96; rata-rata Pulpitis 2,31±2,75, ulsere 0,07±0,3, Fistula 0,07±0,32, dan

Abses 0,5±0,22.

6.2 Saran

(41)

meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat khususnya pada lansia akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut.

2. Diharapkan masyarakat di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Labuhan agar lebih peduli dalam menjaga kesehatan rongga mulut yang baik dengan melakukan sikat gigi dengan cara dan waktu yang tepat (dibantu oleh keluarga atau perawat), pemilihan bulu sikat yang medium (tidak terlalu kasar) serta melakukan kunjungan berkala ke Puskesmas ataupun dokter gigi minimal 6 bulan sekali.

(42)

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Sekarwiri E. Hubungan antara fungsi keluarga dan kualitas hidup lansia. Jakarta : PSI UI 2008 ;9-16

2. Ratmini NK, Arifin. Hubungan kesehatan mulut dengan kualitas hidup lansia. Jurnal Ilmu gizi 2011; 134-47.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1965 Tentang pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

5. Tampubolon L F.Hubungan pelaksanaan tindakan oral higiene dengan kejadian infeksi rongga mulut di RSUD dr. Djoelham RM Binjai Tahun 2011. Jurnal Keperawatan STIKes DELI HUSADA 2011;5-8.

6. Seman K. Dental caries experience of elderly people living in “Pondok” in Kelantan. Arcives of Orofacial Sciences 2007;2:20-5.

7. John J. Oral heatth care in the erderly population in Malaysia - a review. Med J Malaysia 2004;3 (59): 433-5.

8. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan dan pemeliharaan. Medan : USU Press,2008: 16.

9. Holmgren C. Modification to PUFA Index: Are They Justified at This Stage.Med Prin Pract 2014. Karger AG, Basel;1-2.

10. Monse B, Heinrich, Benzian H, Holmgren C, Van Palenstein Helderman W. PUFA- An index of clinical consequences of untreated dental caries. Community Dent Oral Epidemiol.2010;38:77 -82.

11. Kusdhany LS, Sundjaja Y, Fardaniatr S, Ismail RI. Oral health related quality of life in Indonesian middle-aged and elderly women. Med J Indonesia 20ll; 1 (20):62

(43)

13. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan penelitian dan perkembangan kesehatan kerentanan RI 2008

14. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian dan Perkembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013.

15. Australian Research Centre for Population Oral Health. Dental caries experience in the Australian adult population. Australian Dental Journal 2007; 52:(3):249-251.

16. Arpin S. Dental caries, problems perceived and use services among institutionalized elderly in 3 regions of Quebec, Canada. ICDA 2008;74:807-08. 17. Cahyati WH. Beberapa faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada lanjut

usia. KEMAS 2005; I (l):22-5.

18. Edwina A.M. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Jakarta: EGC, 1991; 19-21.

19. Wangsarahardjaa K, Dharmawan OV, Kasim E. Hubungan antara status kesehatan mulut dan kualitas hidup pada lanjut usia. Universa Medicina. 2007; 26: 186-94.

20. Probosuseno. Manifestasi penyakit dalam rongga mulut pada pasien usia lanjut. FKG UGM Desember 2013;12-7

21. Leal S, Bronkhortst E, Fan M, Frencken J. Untreated Cavitated Dentine Lesions: Impacton Childrents quality of Life. Caries Res 2012;11:558

22. Soens S, Durward C, Hak S, Chhe T, Tieng C. Country Report On Dental Caries Epidemiology and Relevant Interventions. November 2013; 20-22

23. Barysenka L. Oral Health Of The Eldery People Living Under Different Conditions Juni 2006;16-19

24. Gaiao L. R, de Almeida M.E. L, Filho J.G.B, Leggat P, Heukelbach J. Research Article : Poor Dental Status and Oral Hygiene Practices in Institutionalized Older People in Northeast Brazil. 2009; 2-5.

(44)

32

(45)

Lampiran 1

Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

PENGALAMAN KARIES GIGI DAN KARIES YANG TIDAK DIRAWAT

PADA LANSIA DI SALAH SATU KECAMATAN KOTA MEDAN DAN

PANTI JOMPO TRESNA WERDHA ABDI KOTA BINJAI

No. Kartu : Nama Lansia :

1.Tempat tinggal: a.Kecamatan Medan Area

b. Panti Jompo Tresna Werdha Abdi Binjai 2. Jenis kelamin: a. Laki-laki

b.Perempuan 3. Umur ( tahun) :

Pemeriksaan DMF-T dan PUFA:

(46)

Skor P P 8

Skor U U 9

Skor F F 10

Skor A A 11

(47)

Lampiran N Percent N Percent N Percent Medan Area 55 1,0 0 ,0 55 1,0 Panti Jompo 55 1,0 0 ,0 55 1,0

Jenis Kelamin * Umur Panti Jompo Crosstabulation

Count

Panti Jompo Umur

Total 60-69 70-79 80-89

Jenis Kelamin Laki-laki 9 13 5 27 Perempuan 13 11 4 28

Total 22 24 9 55

Jenis Kelamin * Umur Medan Area Crosstabulation

Count

Umur

Total 60-69 70-79 80-89 >89

Jenis Kelamin Laki-laki 19 7 2 0 28 Perempuan 17 8 1 1 27

N Percent N N Percent

(48)

Lokasi * Jenis Kelamin panti Crosstabulation

Total 55 100 55 100 110

Descriptive Statistics Panti Guna Budi Bakti

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SkorD 55 0 12 ,93 2,300

SkorM 55 4 28 22,38 5,889

SkorF 55 0 1 ,02 ,135

SkorDMFT 55 4 28 23,33 5,316 Valid N

(listwise)

55

Descriptive Statistics Panti Guna Budi Bakti

(49)

Descriptive Statistics Medan Area

Panti Jompo Included Excluded Total

(50)

Me a n s

Medan Area Included Excluded Total

(51)

Re p o rt

Perempuan p u f a Pufa

Laki-laki Mean 1,14 ,18 ,00 ,04 1,36

N 28 28 28 28 28

Std. Deviation

1,508 ,548 ,000 ,189 1,496

Perempuan Mean 1,93 ,11 ,26 ,00 2,30

N 27 27 27 27 27

Std. Deviation

1,517 ,424 ,712 ,000 1,613

Total Mean 1,53 ,15 ,13 ,02 1,82

N 55 55 55 55 55

Std. Deviation

Gambar

Gambar 1: Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host  agen, substrat, dan waktu
Gambar 2: Keterlibatan pulpa (P/p)
Gambar.3 Ulserasi (U/u)
Tabel 1. Karakteristik usia  responden dan jenis kelamin berdasarkan lokasi penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tahun 2014 tentang Peran dan Tugas Guru TIK/KKPI dalam.. Implementasi Kurikulum

Refleksi dengan melihat data yang ada, baik dari hasil posttest, hasil pengamatan dan hasil wawancara peserta didik dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Kosakata Bahasa Inggris

Human Capital Cost Factor merupakan ukuran dasar dari produktivitas manusia dengan menganalisis seberapa banyak biaya yang diperlukan perusahaan.. untuk menghasilkan

Model regresi data panel yang sesuai untuk mengestimasi persentase penduduk miskin di Jawa Tengah adalah model data panel fixed effect dengan efek individu, sedangkan

Kompetensi Dasar : 1.1 Mengenal makna “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa” Tujuan : Siswa mampu menyebutkan manfaat persatuan dan kesatuan Metode : ceramah, diskusi, tanya

Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kualitas Anggaran Terhadap Kinerja Keuangan Daerah Yang Dimoderasi Dengan SIMDA. Pada SKPD Kabupaten

[r]

(kode emiten: ELSA), salah satu perusahaan nasional penyedia jasa energi yang tetap berfokus pada jasa hulu migas, pada Rabu 14 Maret 2013, menyelenggarakan Rapat Umum