• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Bakso Ikan

Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (BSN 1995). Bakso merupakan produk emulsi daging yang di dalamnya terdapat lemak dan air yang berfungsi sebagai fase diskontinyu dan fase kontinyu. Komponen daging yang berperan dalam produk bakso adalah protein yang bersifat larut garam, terutama aktin dan miosin (Kramlich et al. 1971).

Daging yang baik untuk membuat bakso adalah daging yang segar yang belum mengalami rigor mortis karena daya ikat air pada ikan segar lebih tinggi dibandingkan daging rigor mortis maupun pasca rigor (Pearson dan Tauber 1984).

Bahan yang diperlukan untuk membuat bakso ikan yaitu bahan utama (daging ikan), dan bahan tambahan (bahan pengisi, es atau air es, dan bumbu-bumbu.

Produk bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bakso ikan

Sumber: Dokumentasi Junide (2009)

Kualitas mutu produk merupakan faktor pada komoditas yang menentukan tingkat penerimaan produk tersebut kepada konsumen. Salah satu syarat mutu bakso ikan adalah berbentuk halus, berukuran seragam, bersih dan cemerlang, tidak kusam dan warnanya putih merata tanpa warna asing lain sehingga dalam

(2)

pembuatan bakso ikan lebih banyak digunakan ikan-ikan berdaging putih, antara lain ikan kerapu, tenggiri, kakap dan layur. Daging ikan-ikan tersebut selain berwarna putih juga mengandung protein (aktin dan miosin) yang cukup tinggi sehingga tekstur bakso yang dihasilkan akan bagus (Wibowo 2006). Secara umum bakso sendiri terdiri dari air, protein, lemak, abu dan karbohidrat. Syarat mutu bakso ikan menurut SNI 01-3819-1995 (BSN 1995) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Syarat mutu bakso ikan.

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan:

1.1. Bau - Normal, khas ikan

1.2. Rasa - Gurih

1.3. Warna - Normal

1.4 Tekstur - Kenyal

2. Air % b/b Maks 80,0

3. Abu % b/b Maks 3,0

4. Protein % b/b Min 9,0

5. Lemak - Maks 1,0

6. Boraks - Tidak boleh ada

7. Bahan Tambahan Makanan Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 8. Cemaran logam:

8.1. Timbal (Pb) mg/kg Maks 2,0

8.2. Tembaga (Cu) mg/kg Maks 20,0

8.3. Seng (Zn) mg/kg Maks 100,0

8.4. Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0

8.5. Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,5

9. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 1,0 10. Cemaran mikroba:

10.1. Angka lempeng total Koloni/g Maks 1x107 10.2. Bakteri berbentuk koli APM/g Maks 4x102

10.3. Salmonella - Negatif

10.4. Staphylacoccus aureus Koloni/g Maks 5x102

10.5. Vibrio cholera - Negatif

Sumber: BSN (1995)

2.2 Pengemasan Produk

Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan.

Pengemasan memegang peranan penting untuk produk pangan. Adanya wadah atau pembungkus dapat mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Pengemasan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi.

(3)

Apabila dilihat dari segi bentuk kemasannya dapat juga digunakan sebagai alat promosi dan media informasi (Syarief dan Halid 1993).

Pengemasan, dalam perkembangannya tidak hanya sebagai wadah produk saja, tetapi dapat juga memperpanjang masa simpan produk dengan menggunakan teknologi pengemasan yang baik. Teknologi pengemasan ini digunakan untuk memperlambat kemunduran mutu produk sehingga masa simpan produk menjadi lebih lama. Teknologi pengemasan yang baik dapat melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet, panas,  kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk (Syarief et al.1989). Beberapa contoh dari teknologi pengemasan yang sering digunakan adalah pengemasan vakum dan pengemasan atmosfir termodifikasi.

2.2.1 Pengemasan vakum

Pengemasan vakum merupakan sistem pengemasan dengan gas hampa dengan mengeluarkan oksigen dari kemasan. Pengemasan vakum adalah pengemasan yang memindahkan semua udara dalam kemasan tanpa menggantinya dengan gas lain (Syarief et al.1989). Pengemasan vakum dibuat dengan memasukkan produk ke dalam plastik, diikuti dengan pemompaan udara keluar kemudian ditutup dan setelah itu direkatkan dengan panas (Jay 1996).

Plastik yang digunakan adalah plastik yang permeabilitas oksigennya rendah dan tahan terhadap bahan yang dikemas (Sacharow dan Griffin 1980).

Pengemasan secara vakum dilakukan untuk mencegah terjadinya oksidasi yang dapat mendukung aktivitas mikroorganisme khususnya mikroorganisme aerobik, sehingga pengemasan vakum mempunyai umur simpan yang lebih baik dibandingkan pengemasan non vakum (Sacharow dan Griffin 1980). Kandungan udara yang rendah dalam kemasan vakum terbukti mampu menghambat pertumbuhan mikroba.

2.2.2 Pengemasan atmosfir termodifikasi

Pengemasan atmosfer termodifikasi atau Modified Atmosphere Packaging (MAP) adalah perubahan atmosfer dalam kemasan yang berbeda dari komposisi udara yang dihirup oleh manusia. Prinsip dari MAP adalah menggantikan udara

(4)

dalam kemasan dengan komposisi gas yang diatur sesuai kebutuhan. Ketika komposisi gas dimasukkan dalam kemasan, tidak ada kontrol selanjutnya terhadap komposisi gas yang telah digunakan sehingga perubahan komposisi gas tidak dapat dicegah. Hal ini membedakan MAP dengan controlled atmosphere storage (CAS) dimana komposisi udara dikontrol atau dikendalikan setiap saat dalam penyimpanan (Sivertsvik et al. 2002).

Pengemasan secara MAP menawarkan banyak keuntungan, termasuk: (1) kemampuan untuk mengakses ke pasaran baru, (2) memperpanjang usia penyimpanan,(3) mengurangi bahan sisa, (4) meningkatkan kualitas penampilan dan wujud,(5) meningkatkan produktivitas, dan (6) mengurangi kebutuhan akan bahan-bahan pengawet buatan (Freshline 2008). Kelebihan MAP yang paling menonjol adalah mempunyai umur simpan yang lebih lama. Pada Tabel 2 disajikan beberapa kelebihan dan kekurangan MAP.

Tabel 2 Kelebihan dan kekurangan Modified Atmosphere Packaging (MAP).

Kelebihan Kekurangan 1) Memperpanjang umur simpan

sampai sekitar 50-400%

2) Mengurangi kerugian ekonomi karena umur simpan yang lebih panjang

3) Mengurangi biaya distribusi, jarak distribusi yang lebih jauh

4) Menghasilkan produk dengan kualitas tinggi

5) Pemisahan yang lebih mudah pada produk yang diiris

6) Bagian-bagian dapat dikontrol 7) Presentasi produk yang lebih

terimprovisasi-penampakan yang jelas dari produk karena kemasan yang transparan

8) Sedikit atau tidak membutuhkan bahan tambahan pangan kimia 9) Kemasan yang tertutup, penghalang

untuk rekontaminasi produk 10) Tidak berbau dan merupakan

kemasan yang praktis

1) Penambahan biaya

2) Membutuhkan pengontrolan suhu

3) Formulasi gas yang berbeda untuk setiap jenis produk 4) Menggunakan peralatan yang

spesial dan adanya latihan 5) Memerlukan keamanan pangan 6) Memperbesar volume kemasan- mempengaruhi biaya transport dan memperbesar tempat untuk display

7) Kerugian apabila kemasan telah terbuka atau rusak

8) Penyerapan CO2 ke dalam makanan dapat menyebabkan kemasan pecah.

Sumber : Farber (1991); Davies (1995); Sivertsvik (1995) dalam Sivertsvik et al. (2002)

(5)

Efektivitas MAP dalam memperpanjang umur simpan tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis makanan, kualitas dari bahan makanan (raw material), komposisi gas, suhu penyimpanan, higiene selama penanganan dan pengemasan, rasio antara volume gas dan produk, permeabilitas dari kemasan. Penyimpanan pada atmosfir temodifikasi biasanya dipadukan dengan penyimpanan suhu rendah.

Penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu (Martini 2005). Pada pengemasan atmosfir termodifikasi, gas yang digunakan umumnya adalah gas CO2, N2 dan O2. Setiap jenis gas yang digunakan memiliki fungsinya masing-masing (Freshline 2008).

2.3 Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP)

Ada tiga gas utama yang yang digunakan pada MAP (modified atmosphere packaging) yaitu oksigen (O2), nitrogen (N2) dan karbondioksida (CO2). Untuk hampir semua jenis produk, kombinasi dari dua atau tiga jenis gas ini digunakan, dipilih berdasarkan kebutuhan dari spesifik produk (Sivertsvik et al. 2002).

2.3.1 Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida (CO2) merupakan gas yang paling penting pada MAP, karena sifat bakteriostatik dan fungistatiknya. Karbondioksida (CO2) menghambat pertumbuhan banyak jenis dari bakteri perusak dan tingkat penghambatannya semakin tinggi sejalan dengan konsentrasi Karbondioksida (CO2) yang semakin besar dalam kemasan (Sivertsvik et al. 2002).

Karbondioksida (CO2) berfungsi mempertahankan oxyomyoglobin (warna merah) pada daging segar. Karbondioksida (CO2) menghambat aktivitas mikroorganisme dengan 2 cara yaitu (a) larut dalam air dan minyak yang terkandung dalam makanan kemudian membentuk asam karbonat sehingga menurunkan pH, dan (b) mempunyai pengaruh negatif terhadap enzim dan aktivitas biokimia dalam sel, baik pada mikroorganisme maupun makanan.

2.3.2 Nitrogen (N2)

Nitrogen merupakan gas yang digunakan dalam MAP sebagai gas pengisi karena kelarutannya yang rendah. Nitrogen tidak larut dalam air dan lemak dan tidak terserap dalam produk. Nitrogen digunakan untuk menghilangkan kandungan udara bebas, khususnya gas oksigen (Freshline 2008). Tergantikannya

(6)

gas oksigen (O2) dalam kemasan yang produknya sensitif terhadap oksigen (O2) dapat menunda ketengikan, sebagai alternatif kemasan vakum dan menghambat pertumbuhan bakteri aerobik (Sivertsvik et al. 2002).

Gas nitrogen (N2) pengaruhnya tidak berarti terhadap pertumbuhan bakteri dan daya awet makanan dari daging (Fey & Regensterin 1982 dalam Norhayani 2003). Gas ini hanya berfungsi sebagai pengisi udara bagian dalam kemasan untuk mencapai kesetimbangan campuran gas (Cann 1988; Steck 1991 dalam Norhayani 2003).

2.3.3 Oksigen (O2)

Umur simpan dari produk yang mudah rusak seperti daging, telur, ikan, daging unggas, buah-buahan, sayur-sayuran dan makanan yang telah dimasak, dipengaruhi oleh adanya oksigen dan tiga faktor penting, yaitu : 1) reaksi dengan oksigen, 2) pertumbuhan mikroorganisme aerobik perusak, 3) serangan serangga.

Setiap faktor atau kombinasi dari faktor mengarah pada penurunan mutu produk yang dilihat dari warna, rasa dan aroma (Smith et al. 1987 dalam Soccol 2003).

Oksigen (O2) diperkenankan dalam pengemasan atmosfer dari beberapa jenis produk untuk mengurangi resiko pertumbuhan bakteri patogen, tetapi saat ini proses ini telah diragukan (ACMSF 1992 dalam Sivertsvik et al. 2002). Seperti yang sudah diketahui bahwa pertumbuhan Clostridium botulinum pada makanan tidak tergantung pada total kandungan oksigen atau oksigen (O2) yang dimasukkan sebagai bagian dari komposisi gas, maka pertumbuhan C. botulinum dapat dicegah.

Pada MAP, gas oksigen (O2) yang digunakan bermanfaat untuk menjaga kesegaran dan warna alami (pada produk daging). Selain itu, untuk mempertahankan kemampuan respirasi (pada buah-buahan dan sayur-sayuran), juga mencegah pertumbuhan bakteri organik anaerobik (khususnya untuk produk ikan-ikanan dan beberapa sayur-sayuran) (Freshline 2008).

2.4 Bahan Kemasan

Bahan kemasan terdiri atas empat jenis yaitu: plastik, kertas (kayu dan turunannya), gelas dan logam. Penggunaan jenis kemasan tentunya disesuaikan dengan sifat-sifat alami dari bahan yang dikemas. Setiap jenis bahan pengemas

(7)

akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap produk yang dikemas. Secara umum kemasan yang digunakan dalam pengemasan atmosfir termodifikasi adalah plastik. Plastik yang digunakan memiliki enam karakteristik yang dapat dipertimbangkan untuk penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi, yaitu:

a. Tahan terhadap kebocoran

b. Kemampuan untuk dilakukan penyegelan c. Memiliki sifat tidak berkabut (antifogging) d. Permeabilitas terhadap CO2

e. Permeabilitas terhadap O2 f. Dapat mentransmisikan uap air

Umumnya kemasan plastik terbuat dari empat polimer dasar yaitu polyvinyl chloride (PVC), polyethylene terepthalate (PET), polypropylene (PP),

dan polyethylene (PE). Penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi digunakan plastik flim dengan nilai permeabilitas yang berbeda-beda terhadap laju perembesan gas dan uap air (Tabel 3).

Tabel 3 Permeabilitas plastik film kemasan.

Jenis plastik film

Permeabilitas plastik terhadap gas a

CO2 H2 N2 O2

LDPE 2700 1950 180 500

MDPE 1000-2500 1950 85-315 250-535

HDPE 580 - 42 185

PP 500-800 1700 40-48 150-240

Sumber: Smoluk dan Sneiler (1985)

a. Hasil tes berdasarkan ASTM D-1434: cc-mil/100 sq.in-24hr-atm.at 25 0C

Nilai permeabiltas menunjukkan daya tembus suatu gas pada plastik.

Semakin besar nilainya berarti semakin besar pula daya tembus gas tersebut terhadap plastik. Daya tembus gas yang besar pada suatu plastik menunjukkan bahwa plastik tersebut bukanlah barrier yang baik terhadap gas yang dimaksud.

Daya tembus gas dan uap air berbanding terbalik dengan densitas plastik.

Semakin besar densitas plastik, maka daya tembus gas dan uap air terhadap plastik tersebut semakin kecil (Buckle et al 1987).

Berdasarkan Tabel 3, kemasan yang mempunyai permeabilitas paling rendah terhadap CO2 adalah Polypropilene (PP), sehingga kemasan ini paling baik untuk dipakai pada pengemasan atmosfer termodifikasi karena dapat menjadi

(8)

barrier yang baik terhadap perembesan CO2 keluar dari kemasan. Polipropilen adalah polimer dari propilen dan termasuk jenis plastik olefin dengan rumus : (CH2-CH(CH3))n. Sifat-sifat dan penggunaannya sangat mirip dengan polietilen (Julianti dan Nurminah 2006), yaitu:

a. Ringan (densitas 0.9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tapi tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku.

b. Lebih kuat dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murninya mudah pecah pada suhu -30 oC sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan.

Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku.

c. Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi.

d. Daya tembus (permeabilitasnya) terhadap uap air rendah, permeabilitas terhadap gas sedang, dan tidak baik untuk bahan pangan yang mudah rusak oleh oksigen.

e. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150 oC, sehingga dapat dipakai untuk mensterilkan bahan pangan.

f. Mempunyai titik lebur yang tinggi, sehingga sulit untuk dibentuk menjadi kantung dengan sifat kelim panas yang baik.

g. Polipropilen juga tahan lemak, asam kuat dan basa, sehingga baik untuk kemasan minyak dan sari buah. Pada suhu kamar tidak terpengaruh oleh pelarut kecuali oleh HCl.

Referensi

Dokumen terkait

1) Kemampuan komunikasi adalah kemampuan mahasiswa Prodi Farmasi angkatan 2012 dan 2013 dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan pasien simulasi sesama mahasiswa

Kegiatan guru dalam publikasi ilmiah berupa hasil penelitian ilmu bidang pendidikan formal harus dibuktikan dengan bukti fisik sebagai berikut.. 28 a) Buku asli atau

Berdasarkan penelitian tentang “Penerapan Pembelajaran Berbasis E- Learning dalam Mempersiapkan Generasi Milenial di Era 4.0” maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Pemanfaatan Ekstrak dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Bunga Nusa Indah Merah (Musaenda frondosa), Bunga Mawar Merah (Rosa), dan Bunga Karamunting (Melastoma malabathricum)

Merujuk pada studi Elmeskov, InterCAFE (International Center for Applied Finance and Economics) tahun 2008 melakukan studi tentang persistensi pengangguran yang terjadi di

menetapkan bentuk atau format stimulus yang hendak digunakan. Format stimulus tersebut dijabarkan dalam bentuk blue print skala. Blue Print ini menjadi acuan

Maksudnya, jika kata yang terhitung 100 tidak jatuh di ujung kalimat maka akan dihitung dalam bentuk desimal (perpuluhan). Cara melakukan persepuluh adalah jumlah

Kemudian kaitannya dengan mengkomunikas ika n sebagai bentuk dari kemampuan seseorang dalam berpikir kritis dari apa yang diperolehnya melalui membaca dan menulis