• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cinta yang tak mungkin terbalas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cinta yang tak mungkin terbalas"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)Cinta yang tak mungkin terbalas Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah. Begitu bunyi ungkapan yang menggambarkan betapa besar kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya. Demikianlah realitanya. Betapapun besarnya balas budi seorang anak, ia tidak akan mampu menyamai apa yang telah diberikan orang tua kepadanya. Sudah sepantasnya seorang anak berbuat baik dan mentaati perintah orang tua, selama mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Dimasa-masa terakhir ini, kita dihadapkan pada fenomena pudarnya hukum syariat di tengah-tengah kehidupan keluarga. Setidaknya hal ini bisa dilihat dari tingginya frekuensi media dalam menampilkan potret kekejian dan kekotoran dalam keluarga. Seorang bapak dengan tega mencabut keperawanan anak sendiri. Sampai karena takut dan malu, dengan tidak ada rasa sayang, diapun merengut nyawa anaknya itu. Sebuah lambang kebuasan hidup dan malapetaka yang dahsyat. Ditempat lain, seorang anak tega menzinai ibu sendiri. Kemudian dengan tiada rasa takut, menumpahkan darah sang ibu yang telah mengandung dan menyapihnya dengan segala penderitaan. Semua fakta ini menunjukkan merajalelanya penyakit jahil (kebodohan) dikalangan umat tentang agamanya. Kini, seakan-akan tidak ada lagi yang namanya kasih sayang dalam keluarga. Akibat lebih jauh, rantai pendidikan generasi-generasi Islam pun terancam putus. Akankah semua itu berakhir? Akankah syariat Allah menyentuh qalbu anakanak yang durhaka? Mengapa orang tua buas terhadap anak sendiri dan anak tega kepada kedua orang tuanya sendiri? Allah  menjelaskan dalam firman-Nya :. .  $% 

(2) &   

(3)                    !" #  $% 

(4) &'  ()*+

(5)  ,   /   " +

(6) , 0 “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya yang telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah 1.

(7) kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Dan kepada-Ku lah kembalimu.” (Luqman: 14) Ibnu Katsir ‫  א‬dalam Tafsir-nya (4/538) mengatakan: “Allah mengingatkan kita tentang pengorbanan seorang ibu dan rasa lelah dan berat dengan siap berjaga di malam hari dan siang hari, agar sang anak itu mengingat kebaikan ibunya yang telah dikorbankannya.” As-Sa’di ‫ א‬dalam Tafsir-nya mengatakan: “Kelemahan demi kelemahan, hal ini terus menerus menyertai seorang ibu mulai dia menjadi setetes air mani (yang dibuahi), mengidam, sakit, lemah, berat, berubah keadaannya, kemudian sakit ketika melahirkan dan ini yang paling dahsyat.” Karena begitu tinggi pengorbanan kedua orang tua maka janganlah kamu menyombongkan diri di hadapan keduanya dan durhaka. Allah  memerintahkan kepadamu agar kamu berterima kasih kepada keduanya.. .  $% 

(8) &   

(9)  1 “Bersyukurlah kepadaku dan kepada kedua orang tuamu.” (Luqman: 14) Asy-Syaikh Salim Al-Hilali mengatakan: “Bagi orang yang menggali Al Qur’an, dia akan banyak menemukan bahwa Allah  menggandengkan perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Hal yang demikian bisa ditelaah dari beberapa sisi: 1. Allah sebagai pencipta dan pemberi rizki, maka Dialah satu-satunya Dzat yang harus disembah. Dan kedua orang tuamu yang menjadi sebab adanya kamu, maka sangat pantas kamu berbuat baik kepada keduanya. 2. Allah  telah memberi kenikmatan dan keutamaan atas seluruh hamba sehingga Dia berhak untuk disyukuri. Adapun kedua orang tuamu, dialah yang mencari segala apa yang kamu butuhkan baik makanan, minuman, dan pakaian. Oleh karena itu, mereka berhak mendapatkan sikap syukur darimu. 3. Allah yang telah memelihara dan mendidik hamba-hamba-Nya diatas jalan-Nya, maka Dia berhak untuk mendapatkan pengagungan dan kecintaan. Begitu pula kedua orang tua. Mereka telah memeliharamu sejak kecil, maka keduanya berhak mendapatkan penghormatan darimu, kelemah lembutan, kerendahan diri, beradab dengan ucapan dan perbuatan.” (Bahjatun Nazhirin, 1/391). Dari Abu Hurairah  berkata: 2.

(10) “Datang seorang kepada Rasulullah j lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling patut aku berbuat baik kepadanya?’ Rasulullah j bersabda: ‘Ibumu.’ Orang itu berkata: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah j berkata: ‘Ibumu.’ Orang itu berkata: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah j bersabda: ‘Ibumu.’ Orang itu berkata: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah j bersabda: ‘Bapakmu’.” (Riwayat Bukhari dan Muslim). Hadits ini menjelaskan betapa besar hak kedua orang tua di dalam Islam. (Bahjatun Nazhirin, 1/392). Mentaati Perintah Orang Tua Dalam permasalahan ketaatan kepada orang tua, manusia terbagi menjadi tiga kelompok: Pertama, mentaati segala perintah kedua orang tua tanpa melihat perintah tersebut sesuai dengan syariat atau tidak. Hal ini termasuk dari ifrath (melampaui batas). Kedua, tidak mau mentaati perintah kedua orang tua walaupun perintah tersebut tidak dalam bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Sikap ini adalah tafrith (meremehkan). Ketiga, mentaati perintah keduanya selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syariat dan menolak perintah itu bila meyelisihi syariat. Semuanya ini dapat kita lihat dalam kehidupan kaum muslimin sehari-hari. Lalu manakah sikap yang benar dalam menaati perintah kedua orang tua? Adapun kelompok Pertama yang mentaati semua perintah orang tua baik perintah tersebut bermaksiat atau tidak, sangat bertentangan dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah j : “Tidak ada ketaatan kepada seorang pun didalam bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu di dalam kebajikan.” (Riwayat Bukhari no.40 dan Muslim no.39 dari ‘Ali bin Abi Thalib ) Abu ‘Amr Ad-Dani ‘Utsman bin Sa’id Al-Qurthubi berkata: “Tidak ada ketaatan kepada seorang makluk pun didalam bermaksiat kepada Al-Khaliq. Tidak pula bernadzar dalam bermaksiat dan mensyaratkan dengan syarat yang mengandung maksiat. Ketaatan itu pada perkara yang baik.” (lihat Ar-Risalah Al-Wafiyah hal. 114) Kelompok Kedua yaitu yang tidak mau taat pada apa yang diperintahkan kedua orang tua, baik dalam perkara yang diridhai oleh Allah ataupun tidak. Ini bertentangan dengan firman-Nya: 3.

(11) )(# 0  $% 

(12) &+' 3 ,$0 40

(13) %567 4 .  '8 92 “Sungguh Rabb-mu telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al-Isra’: 23). )(# 0  $% 

(14) &+' <=   '

(15) & >  ?  7 4 @  @ '8 : , #  ; 7

(16) &67 ;+ 2 “Katakanlah: Marilah kubacakan apa yang telah diharamkan kepada kalian oleh Rabb kalian, yaitu janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al-An’am: 151). Juga sangat bertentangan dengan hadits-hadits Rasulullah j , diantaranya: Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud  , ia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah j : ‘Amalah apa yang paling dicintai oleh Allah?’ Beliau berkata: ‘Shalat pada waktunya.’ Aku berkata: ‘Kemudian apa?’ Beliau berkata: ‘Berbuat baik kepada kedua orang tua.’ Aku berkata: ‘Kemudian apa?’ Beliau berkata: ‘Jihad di jalan Allah’.” (Riwayat -Bukhari, 10/336 dan Muslim no. 85) Kelompok Ketiga mentaati perintah kedua orangtua selama tidak bertentangan dengan syariat Allah dalam arti tidak dalam rangka bermaksiat. Inilah sikap yang benar sesuai dengan ayat-ayat dan hadits-hadits diatas. Tidak ifrath (berlebih-lebihan) dan tidak pula tafrith (meremehkan). Sehingga jika ada pertanyaan, bagaimana hukum mentaati kedua orang tua? Jawabanya tidak spontan wajib. Namun membutuhkan rincian. Jika perintah Allah, maka wajib untuk mentaatinya. Dan apabila perintah tersebut bertentangan dengan-Nya, maka wajib untuk tidak taat kepada perintah keduanya. Dalilnya sebagaimana diatas. Bagaimana bila orang tua melarang untuk menuntut ilmu agama? Menuntut ilmu agama adalah wajib atas setiap orang. Rasulullah j bersabda: “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (Riwayat Al-Baihaqi dari Anas  Dishahihkan oleh Al-Albani, lihat Shahihul Jami’ no. 3913) Allah  berfirman:.  4

(17) 40  0   ), @   “Berilmulah kamu tentang Laa Ilaha Illallah” (Muhammad: 19). 4.

(18) Kita tidak boleh mentaati perintah orang tua apabila mereka memerintahkan untuk tidak menuntut ilmu karena termasuk bermaksiat kepada Allah. Rasulullah j bersabda: “Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada Allah. Akan tetapi ketaatan itu dalam kebajikan.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam. -------------------------------------------------Kontribusi: Mas Heru Yulias Wibowo – Redaktur Buletin Da’wah An Nashihah Cikarang Baru Bekasi, untuk berlangganan hubungi bag. Sirkulasi: Mas Arifin 08156094080 (A bu Laili). 5.

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan asumsi bahwa belum banyak penelitian yang mengkhususkan pada rumah sakit tipe C, maka penelitian ini dilakuakan untuk mengetahui pengaruh Brand Image,

PT. Semen Tonasa Kabupaten Pangkep, dalam menjalankan kegiatan produksi semen selama ini maka perusahaan menggunakan anggaran statis sebagai alat pengendalian

Untuk semua pihak yang telah membantu penulis baik dari segi moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih, mohon maaf jika saya

yaitu jenis herbisida yang diaplikasikan pada lahan pertanian setelah tanaman budidaya tumbuh di lahan tersebut, dengan tujuan untuk menekan pertumbuhan gulma yang tumbuh

[r]

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk merancang dan membuat antena Vivaldi tapered slot di frekuensi 1 - 5 GHz karena alat yang di gunakan untuk pendeteksian obyek yang

Jangan memiliki lebih dari satu pasangan seksual pada suatu waktu.Risiko Anda tertular Penyakit MenularSeksual akan tinggi jika Andamemiliki beberapa mitra seks pada waktu

Saat ini kerap terjadi pelanggaran privasi di media sosial berbasis ojek online, timbulnya pelanggaran privasi pada ojek online ini karena aplikasi