• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIDANG ARSIP DAN MUSEUM"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Ii

I

• •

I. I.

I

1• I.

I

,

.

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

,. ,.

I

,.

,

.

• •

• •

• •

• •

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ••. TAHUN .••

TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009

TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BADAN LEGISLASI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA . JAKARTA 2013

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(2)

• • •

• •

I. .,.

,. •

,. •

I. ,. •

• •

,. • •

• •

i. I. i.

i. I. \.

1.

1. • • •

RAN CAN GAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. .. 'rAHUN ...

TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Menimbang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

a. bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, perlu mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi serta menyerap' dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan . daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bemegara;

b. bahwa untuk mewujudkan lembaga permuayawaratan rak:yat, lemba.ga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menata Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

c. bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah suda.h tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu diubah;

d. ba.hwa berdasarka.n pertlmbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

1

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(3)

,,, •

• •

• •

• • •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

i.

Mengingat 1. Pasal 2 ayat (1), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19, Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22'.B, Pasal 22C, Pasal 22D, dan Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

Menetapkan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN ' PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH .

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Undang8Undang Nomor 27 Ta.bun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043) diubah sebagai berikut:

1. Di antara angka 4 dan angka 5 Pasal 1 disisipkan 7 (tujuh) angka yakni angka 4a, 4b, 4c, 4d, 4e, 4f, dan 4g sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat yang selanjutnya disingkat MPR, adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimak.sud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya diaingkat DPR, ad.alah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik lndone~ia Tahui; .1945.

3. Dewan Perwakilan Daerah yang selanJutnya d1s1ngkat DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tah.un 1945: .

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanJutnya. d1s1ngk8;t DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebaga1mana dimaksud 2

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(4)

,

.

• •

• •

,. •

i. I. •

'1. •

• •

I. I. ,.

ie !I.

1• 1•

i

1• \. •

le \.

le

1e

I•

1•

1• 1. •

1. •

2.

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .

4a. Fraksi adalah pengelompokkan anggota berdasarkan konfigurasi partai politik basil pemilihan umum .

4b. Pusat Kajian Legislasi DPR adalah badan keahlian yang berfungsi memberikan dukungan keahlian kepada DPR di bidang kajian hukum dan perundang-undangan serta penyediaan data peraturan perundang-undangan.

4c. Pusat Perancangan Undang-Undang DPR adalah badan keahlian yang berfungsi memberikan dukungan keahlian kepada DPR di bidang perancangan undang-undang.

4d. Pusat Kajian Anggaran DPR adalah badan keahlian yang berfungsi memberikan dukungan keahlian kepada DPR di bidang kajian dan analisa kebijakan fiskal yang termuat dalam RAPBN yang diajukan presiden dan menyediakan data ekonomi makro.

4e.Pusat Penelitian DPR adalah badan keahlian yang berfungsi memberikan dukungan keahlian kepada DPR dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR.

4f. Sekretariat Jenderal adalah sistem pendukung MPR, DPR, dan DPD yang berkedudukan sebagai kesekretariatan MPR, DPR, dan DPD yang mempunyai tugas dukungan pelayanan administrasi kepada anggota MPR, DPR, dan DPD .

4g. Sekretariat DPRD adalah sistem pendukung DPRD yang berkedudukan sebagai kesekretariatan DPRD yang mempunyai tugas dukungan pelayanan administrasi kepada anggota DPRD;

5. Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum provinsi,' dan Komisi Pemilihan Umum kabupaten/kota yang selanjutnya disingkat KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota adalah KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai penyelenggara pemilihan umum.

6. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara sebagaimana dim$sud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Ta.bun

1945.

7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pernerintahan negara yang ditetapkan dengan undangundang.

8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya

· disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

9. Hari adalah hari kerja.

Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4 MPR mempunyai wewenang:

a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; . . . . . b. melantik Presiden dan/ atau Wakil Pres1den ~kas1l ppem~dhhandum/ua~'u

memutuskan usul DPR untuk memberhenti an res1 en an LCllo c. Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah ~ahk~ah

Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil i::res1den terbukti melakukan pelanggaran hukum be~pa pengkh18:11atan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak p1dana berat lainnya, 3

~ - - - -

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(5)

I •

• •

,. I. ,. ,.

'1

I. • '• i. II.

I

I. i.

'1. 1•

1• i. •

1,e 1•

1• 1• ,.

I

1• 1•

1• ,.

le

1.

- - - · - -

atau perbuatan tercela dan/ atau terbukti bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden;

d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya;

e. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya; dan

f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

3. Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 4A dan Pasal 4B yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4A

Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, MPR mempunyai tugas memasyarakatkan ketetapan MPR yang masih berlaku.

Pasal 4B

MPR menyelengarakan aidang eetiap ta.bun pada

tansaal

18 (delapan belas) Agustus untuk mendengarkan pidato kenegaraan Presiden dalam rangka hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

4. ' Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

( 1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimakaud dalam Pasal 4 dan Pasal 4A MPR. menyusun anggaran , yang dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam menyusun program dan kegiatan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi'kebutuhannya, MPR de.pat menyusun standar biaya khusus dan mengajukann.ya kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.

(3) Pengelolaan dan penggunaan anggaratl MP~ sebagaimana dimaksu~

, pada ayat (1) dilaksanakan oleh Sekretar1at Jenderal MPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) MPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan dan penggunaan anggaran MPR dalam peraturan MPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) MPR membuat laporan pengelolaan ?an p~nggunaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) set1ap akh1r tahun ~ggaran.

(6) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diakses oleh publik.

4

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(6)

• •

• •

• •

,. •

• • • •

• •

I

• •

,. •

I. ,.

I

1• le

I. I•

1• ,. •

1.

I

5. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

(1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.

(2) Bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/ atau kelompok anggota disampaikan di dalam sidang paripurna.

(3) Tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan MPR .

(4) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna

MPR. .

(5) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan suara, dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR .

(6) Selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, sidang MPR pertama kali untuk menetapkan pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan sementara MPR.

(7) Pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (6)

adalah Ketua DPR sebagai Ketua Sementara MPR dan Ketua DPD sebagai Wakil Ketua Sementara MPR.

(8) Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR .

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan MPR diatur dalam Peraturan MPR tentang Tata Tertib.

6. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16

( 1) Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena:

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri; atau c. diberhentikan.

(2) Pimpinan MPR diberhentikan sebagaimana dima.ksud pada ayat (1)

huruf c apabila: .

a. diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota DPD; atau b. tidak dapat rnelaksanakan tugas secara berkelanjutan atau

berhalangan tetap sebagai pirnpinan MPR.

(3) Dalam hal pimpinan MPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), penggantian pimpinan MPR dilakukan oleh anggota MPR paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pimpinan MPR berhenti dari jabatannya.

(4) Penggantian pimpinan MPR sebaga.imana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 14.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggantian Pimpinan MPR diatur dalam Peraturan MPR tentang Tata Tertib.

7. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga Paea.l 71 berbunyi aebapi berikut Pasal 71

DPR rnempunyai tugas dan wewenang:

5

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(7)

• • •

• •

• • •

• •

• • •

• • •

• •

,. I. I. I. I.

1• ,. I.

1.

1.

le 1.

a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;

b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan

c.

terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang;

menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;

d. mernbahas rancangan undang-undang sebagairnana dimaksud

e.

f.

dalam huruf c bersama Presiden dan DPD sebelurn diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;

mernbahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelurn diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;

memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang- undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

g. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden;

h. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan APBN;

i.

J.

membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;

memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain;

k. membahas dan memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang menimbulkan akibat yana luaa dan mendasar bagi kehidupan rak.yat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau rnengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang;

memberikan pertirnbangan kepada Presiden dalam pemberian 1.

amnesti dan abolisi;

memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal men.gangkat du ta besar. dan menerima penempatan du ta besar negara lain;

m.

n. memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimb~gan DPO;

o. membahas dan menindaklanjuti hasil pemenksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK; .

p. memberikan persetujuan kepada Pres1den atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisi~; . n memberikan persetujuan calon hakim a~ng ~ang d1usulka q. Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebaga1 hakim agung oleh

Presiden;

6

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(8)

• • •

• • • ~

• •

• • •

• •

• •

• • • • •

,. ,.

• •

,. !. • •

19 •

1,

le

\ca 1•

8 .

r. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden;

s. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara;

t. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan

u. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam undang-undang .

Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga Pasal 72 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 72

(1) DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan negara .

(2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) .

(3} Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2} dikenakan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

(4) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 30 (tiga puluh) hari sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Dalam hal pejabat yang disandera sebagaimana dimaksud pada ayat (4) habis masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya, yang bersangkutan dilepas dari penyanderaan demi hukum.

(6) DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat Negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk me1~1;1i mekanisme Rapat Kerja, Rapat Dengar Pendapat Umum, Parutia Kerja, Panitia Khusus, Tim Pengawas, atau tim lain yang dibentuk oleh DPR demi kepentingan bangsa dan Negara .

(7) Setiap pejabat Negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga Negara, atau penduduk wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR

sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

(8) Setiap pejabat Negara, pejabat pemerintah, badan hukum. warga Negara atau penduduk yang mengabaikan rekomendas1 DPR dikate~orlka.n seba.gai penghinaan terhadap OPR yang dapat dikenakan sanksi.

(9) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat berupa:

a. teguran tertulis; dan/ atau

b. sanksi pidana paling lama 1 (satu) tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

7

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(9)

P'J

~

• •

• • • ..

• •

,. ,. •

,•

I

19 •

\. \. • 1• 1•

i. •

le '1• •

1. 1.

\•

9. Ketentuan Pasal 73 ayat (5) diubah dan ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (6) sehingga Pasal 73 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 73

( 1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, DPR menyusun anggaran yang dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan · ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPR dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.

(3) Pengelolaan anggaran DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR di bawah pengawasan Badan Urusan Rumah Tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

(4) DPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran DPR dalam peraturan DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) DPR membuat laporan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud ayat (3) setiap akhir tahun anggaran .

(6) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (3) dapat diakses oleh publik.

10. Ketentuan Pasal 78 ditambah 2 (dua) huruf yakni huruf i dan huruf j sehingga Pasal 78 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 78 Anggota DPR mempunyai hak:

a. mengajukan usul rancangan undang-undang;

b. mengajukan pert.anyaan;

c. menyampaikan usul dan pendapat;

d. memilih dan dipilih;

e. membela diri;

f. imunitas;

g. protokoler;

h. keuangan dan administratif;

i. mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan; dan

j. mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan eerta administrasinya secara mandiri.

11. Ketentuan Pasal 80 diubah sehingga Pasal 80 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 80

(1) Setiap anggota DPR harus menjadi anggota fraksi. .

(2) Fraksi dibentuk oleh partai politik yang memen~h1 am.bang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kurs1 DPR. · .

(3) Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan pelaksana.an fung11, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan ke~~j~ban anggot~ DPR.

(4) Fraksi didukung sekretariat dan mem1hk1 tenaga ahh. .

(5) DPR menyediakan sarana, angg?-ran, dan tenaga ahh guna kelancaran pelaksanaan tugas fraks1 .

8

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(10)

- - - - ·

• • • •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

I. •

,. :.

I

I;.

1.

1.

I•

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana dan tenaga ahli fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan DPR tentang Tata Tertib .

12. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga Pasal 81 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 81 ( 1) Alat kelengkapan DPR terdiri atas:

a. pimpinan;

b. Badan Musyawarah;

c. komisi;

d. Badan Legislasi;

e. Badan Anggaran;

f. Badan Akuntabilitas Keuangan Negara;

g. Badan Kehormatan;

h. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen;

i. Badan Urusan Rumah Tangga;

j. panitia khusus; dan

k. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna .

(2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh unit pendukung yang tugasnya diatur dalam Peraturan DPR tentang Tata Tertib. ·

(3) Unit pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri dari:

a. tenaga administrasi; dan b. tenaga ahli.

(4) Ketentuan mengenai rekrutmen tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPR tentang Tata Tertib. ·

13. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga Pasal 90 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 90 (1) Sadan Mueyawarah bertugae:

a. menetapkan agenda DPR untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (aatu) masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan undang-undang, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya;

b. memberikan pendapat kepada pimpinan DPR dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPR;

c. meminta dan/ atau kelengkapan DPR keterangan / penjelasan

memberikan kesempatan kepada alat yang lain untuk memberllam mengenai pelaksanaan tugas masing- ma sing;

d. mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah dalam hal undang-undang mengharuskan Pemerintah atau pihak lainnya melakukan konsultasi dan koordina.sl dengan 1'1'-R;

e. menentukan pelaksanaan tugas DPR lain yang diatur dalam undang-undang oleh alat kelengkapan DPR;

9

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(11)

• •

• •

• •

• •

I. ,.

• •

• •

i. i.

'1•

1•

1• 1• ,.

I

1• 1•

le •

I•

I•

1• •

• •

f. mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah komisi, ruang lingkup tugas komisi, dan mitra kerja komisi yang telah dibahas dalam konsultasi pada awal masa keanggotaan DPR; dan g. melaksanakan tugas lain yang disera..hkan oleh rapat parlpuma

kepada Badan Musyawarah .

(2) Badan Musyawarah menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga .

14. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga Pasal 94 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 94

(1) DPR menetapkan jumlah komisi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.

(2) Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam rapat paripuma menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang atau pada setiap masa sidang .

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah komisi dan jumlah anggota . komisi diatur dalam Peraturan DPR tentang Tata Tertib .

15. Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga Pasal 95 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 95

( 1) Pimpinan komisi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

(2) Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat komisi dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

(3) Penetapan pimpinan komisi sebagaimana dimakaud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan komisi.

(4) Penetapan pimpinan komisi dilakuk8;n dengan m:usyawarah mufakat dan apabila musyawarah tidak mencapa.i mufakat pemilihan dilakukan dengan suara terbanyak.

16. Ketentuan Pasal 96 ayat (2) huruf c dan ayat (6) diubah sehingga Pasal 96 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 96

(1) Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempumaan rancangan undang-undang.

(2) Tugas komisi di bidang anggaran adalah:

a mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai penyuaunan

· rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;

b. mengadakan penyempurnaan

pembahasan dan mengajukan us~l rancangan anggaran pendapatan dan belanJa

10

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(12)

• • •

• •

• •

• • •

• •

• • • •

• •

• • •

• •

• •

negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama- sama dengan Pemerintab;

c. menginventarisir dan membabas usulan anggota komisi terkait program pembangunan daerab pemiliban dan menyampaikan kepada Badan Anggaran untuk ditetapkan dalam APBN;

d. membahas clan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi;

e. mengadakan pembabasan laporan keuangan negara dan pelaksanaan APBN termasuk basil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;

f. menyampaikan basil pembicaraan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, huruf c, dan huruf d, kepada Badan Anggaran untuk sinkronisasi;

g. menyempurnakan hasil sinkronisasi Badan Anggaran berdasarkan penyampaian usul komisi sebagaimana dimaksud dalam huruf f; dan

h. menyerahkan kembali kepada Badan Anggaran basil pembahasan komisi sebagaimana dimaksud dalam huruf g untuk bahan akhir penetapan APBN .

(3) Tugas komisi di bidang pengawasan adalah:

a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya;

b. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;

c. melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; dan d. membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.

(4) Komisi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dapat mengadakan:

a. rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh menteri/ pimpinan lembaga;

b. konsultasi dengan DPD;

c. rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya;

d. rapat dengar pendapat umum, baik atas permintaan komisi maupun atas permintaan pibak lain;

e. rapat kerja dengan menteri a.tau rapat dengar penda.J'a.t dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya yang tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya apabila diperlukan;

dan/atau

f. kunjungan kerja.

(5) Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tuga.s komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (~), dan ~~at (4).

(6) Keputusan dan/ atau kesimpulan hasil rap?-t ker.Ja kom1s1 atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengika.t antara DPR dan Pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh Pe~enntah .

(7) Komisi membuat laporan kinerja pada akh1r masa keanggota~

DPR, baik yang sudah m.aupun yang belum ter~e~eelkan unt\1 dapat digunakan sebagai bahan oleh kom1s1 pada masa

keanggotaan berikutnya. k lak an

Komisi menyusun rancangan anggaran u~tu P~ s~a (8) tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanJutnya d1sarnp8.lkan

kepada Badan Urusan Rumah Tangga .

11

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(13)

• •

• •

• •

• • •

• •

• •

• • •

• •

• •

• •

• •

17. Di antara Pasal 96 dan Pasal 97 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 96A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal96A

(1) Pembahasan rancangan undang-undang oleh komisi, gabungan komisi, panitia khusus atau Badan Legislasi diselesaikan dalam 2 (dua) kali masa sidang dan dapat d,iperpanjang hanya untuk 1 (satu) kali masa sidang.

(2) Dalam ha! pembahasan rancangan undang-undang yang dilakukan oleh komisi/ gabungan komisi atau panitia khusus telah · melampaui ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembahasan rancangan undang-undang dimaksud dilanjutkan oleh Badan Legislasi.

(3) Rancangan undang-undang yang pembahasannya dilanjutkan oleh Badan Legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya melanjutkan substansi yang belum mendapat persetujuan.

(4) Rancangan undang-undang yang telah melampaui masa pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diserahkan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, atau pimpinan pansus kepada pimpinan DPR untuk diteruskan kepada pimpinan Badan Legislasi.

(5) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari pada masa sidang berikutnya.

(6) Pembahasan rancangan undang-undang yang dilanjutkan oleh Badan Legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselesaikan dalam 1 (satu) kali masa sidang dan dapat diperpanjang l(satu) kali masa sidang.

(7) Dalam hal pembahasan rancangan undang-undang yang dilanjutkan oleh Badan Legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak selesai, rancangan undang-undang diserahkan ke Sadan Musyawarah untuk dilaporkan dalam rapat parlpuma .

18. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga Pasal 100 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 100

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang, atau pada setiap masa sidang.

(2) Jumlah anggota Badan Legislasi paling se~!~t. 2 (dua) kali jum1ah alat kelengkapan DPR lainnya yang mem1hki JUmlah keanggotaan

terbesar. Le · 1 ·

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah anggota Badan · gis as1 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan DPR tentang Tata Tertib .

19. Ketentuan Pasal 101 ayat (2) dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 101 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 101

(l) Pimpinan Badan Legislasi.merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan koleg1al .

12

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(14)

• •

• • •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

(2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan oleh fraksi dan ditetapkan dalam Badan Legislasi dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi .

(3) Penetapan pimpinan Badan Legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan Legislasi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi.

20. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga Pasal 102 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 102

( 1) Badan Legislasi bertugas:

a. menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR;

b. mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara DPR, Pemerintah, dan DPD;

c. menyiapkan dan menyusun naskah akademik rancangan undang-undang;

d. menyiapkan rancangan undang-undang usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;

e. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;

f. memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang- undang yang diajukan oleh anggota DPR di luar prioritas rancangan undang-undang tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program

legislasi nasional; ·

g. melakukan pembahasan, pengubahan, · dari/ atau penyempumaan rancangan undang .. undang yang secara khusus ditugaskan oleh rapat paripurna DPR;

h. menyusun, melakukan evaluasi, dan penyempumaan peraturan DPR;

i. menentukan penanganan suatu rancangan undang-unda.ng oleh alat kelengkapan DPR;

j. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadal'.!

pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalu1 koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;

k. melakukan sosialisasi program legislasi nasional;

1. melakukan sosialisasi undang-undang; dan

m. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir ~as~ keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh Badan Leg1slas1 pada masa keanggotaan berikutnya.

(2) Badan Legislasi menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga .

13

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(15)

-~---

,,,~

• •

• •

• •

• •

• • •

• •

• •

• •

• •

• •

21. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga Pasal 105 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 105

(1) DPR dalam menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran berdasarkan representasi anggota dari tiap-tiap provinsi menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang, atau pada setiap masa sidang .

(2) Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas anggota dari tiap-tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan fraksi.

22. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga Pasal 106 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 106

( 1) Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

(2) Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat Badan Anggaran dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

(3) Penetapan pimpinan Sadan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan Anggaran yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran .

23. Ketentuan Pasal 107 ayat (1) diubah sehingga Pasal 107 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 107 ( 1) Badan Anggaran bertugas:

a. membahas bersama Pemerintah yang diwakili oleh menteri untuk menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal secara umum dan prlorltas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian/lembaga dalam menyusun usulan anggaran;

b. menetapkan pendapatan negara bersama Pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi terkait;

c. membahas rancangan undang-undang tentang APBN bersama Presiden yang dapat diwakili oleh menteri dengan mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan Pemerintah mengenai alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga serta dana alokasi transfer daerah;

d. melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai rencana kerja dan anggaran kementerlan/lembaga;

e. melakukan sinkronisasi terhadap usulan program pembangunan daerah pemilihan yang diusulkan komisi; . . f. membahas laporan realisasi dan prognosis yang berkaitan

dengan APBN; dan

g. membahas pokok-pokok penjelasan atas rancangan undang- undang ten tang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN .

14

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(16)

• •

• •

• •

,. •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• • •

I.

(2) Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan oleh komisi .

(3) Anggota komisi dalam Badan Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2) harus mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada komisi.

24. Ketentuan Pasal 111 diubah sehingga Pasal 111 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 111

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BAKN pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun siding, atau pada setiap masa sidang.

(2) Anggota BAKN berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang atas usul fraksi yang ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun siding, atau pada setiap masa sidang .

25. Ketentuan Pasal 112 ayat (2) dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 112 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 112

( 1) Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

(2) Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat BAKN dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

(3) Penetapan pimpinan BAKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BAKN .

26. Ketentuan Pasal 113 ayat (1) huruf b dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 113 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 113 (1) BAKN bertugas:

a. melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR;

b. menyampaikan laporan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi;

c. menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; dan

d. memberika.n ma.euka.n kepa.da BPK dalam ha.l renca.na. kerj•

pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dima~sud pada ~at (1) huruf c BAKN dapat meminta penjelasan dan BPK, Pemenntah, pemeri~tah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, ba.dan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha miUk daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara .

15

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(17)

• •

• •

• •

• •

• •

,. •

• •

• •

• •

• •

• •

,. 1• • 1• 1•

\ . •

le

le 1•

1• 1•

1• 1•

(3) Dalam hal hasil telaahan BAKN terhadap laporan pemeriksaan BPK dipandang perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan, BAKN dapat mengusulkan kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.

(4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala .

27. Ketentuan Pasal 114 diubah sehingga Pasal 114 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 114

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1), BAKN dapat dibantu oleh auditor, akuntan, analis keuangan, dan/ atau peneliti.

28. Ketentuan Pasal 118 diubah sehingga Pasal 118 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 118

( 1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang atau pada setiap masa sidang.

(2) Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

29. Ketentuan Pasal 119 ayat (2) dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 119 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 119

( 1) Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

(2) Pimpinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan oleh frakei dan ditetapk.an dalam rapat BKSAP dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota

tiap-tiap fraksi.

(3) Penetapan pimpinan BKSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BKSAP yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah pen eta pan susunan dan keanggotaan BKSAP.

30. Ketentuan Pasal 124 diubah sehingga Pasal 124 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 124

( 1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang atau pada setiap masa sidang.

(2) Anggota Badan Kehormatan berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang atas usul fraksi menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraked.

31. Ketentuan Pasal 125 ayat (2) dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 125 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 125

16

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(18)

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• • •

• •

• •

• •

1. ,. •

1.

I• •

• •

( 1) Pimpinan Badan Kehormatan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

(2) Pimpinan Badan Kehormatan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang diusulkan oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat Badan Kehormatan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

(3) Penetapan pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan Kehormatan yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan .

32. Ketentuan Pasal 131 diubah sehingga Pasal 131 berbunyi sebagai

.

berikut:

Pasal 131

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BURT pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang atau pada setiap masa sidang .

(2) Jumlah anggota BURT paling banyak 25 (dua puluh lima) orang atas usul fraksi menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

33. Ketentuan Pasal 132 ayat (2) dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 132 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 132

(1) Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

(2) Pimpinan BURT terdiri atas 1 ( satu) orang ketua yang dijabat oleh ketua DPR dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang diusulkan oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat BURT dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

(3) Penetapan pimpinan BURT sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan dalam rapat BURT yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BURT .

34. Ketentuan Pasal 133 diubah sehingga Pasal 133 berbunyi sebagai

berikut: "

Pasal 133 BURT bertugaa:

a. menyusun kebijakan kerumahtanggaan DPR dengan memperhatikan usulan rancangan anggaran yang disampaikan alat kelengkapan DPR;

b. menyampaikan hasil rumusan kebijakan kerumaht8;1lggaan DtuP~

sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam rapat panpuma un . ditetapkan sebagai kebijakan kerumahtanggaan DPR;

c. memberi tugas kepada Sekretaris Jenderal DPR untuk melaksanakan kebijakan kerumahtanggaan DPR;

d. melakukan pengawasan terhadap Sekretariat jeDnPdReral

.~:!et~=

pelaksanaan kebijakan keruma.hta.ngga.an o

dimaksud dalam huruf a, termasuk pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR;

17

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(19)

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

1• •

1• i .

II•

le

1•

1• • •

• •

e. melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPD dan alat kelengkapan MPR yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPR, DPD, dan MPR yang ditugaskan oleh pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat Badan musyawarah;

f. menyampaikan basil keputusan dan kebijakan BURT kepada setiap anggota DPR; dan

g. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripuma DPR yang khusus diadakan untuk itu .

35. Diantara Pasal 141 dan Pasal 142 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 141A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 141A

DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang .

36. Ketentuan Pasal 143 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (6) sehingga Pasal 143 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 143

(1) Usul rancangan undang-undang dapat diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi.

(2) Usul rancangan undang-undang disampaikan secara tertulis oleh anggota DPR, pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, atau pimpinan Badan Legislasi kepada pimpinan DPR disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul.

(3) DPR memutuskan usul rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rapat paripurna, berupa:

a. persetujuan;

b. persetujuan dengan pengubahan; atau c. penolakan .

(4) Dalam hal persetujuan dengan pengubaban, DPR menugasi komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, atau panitia khusus untuk menyempurnakan rancangan undang-undang tersebut.

(5) Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden .

(6) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh DPR berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden dan kepada pimpinan DPD .

37. Ketentuan Pasal 144 ayat (2) diubah sehinga Pa•al 144 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 144

( 1) Rancangan undang-undang y~g ?erasal darl Prealden diajukan dengan surat Presiden kepada p1mp1nan DPR. . . . (2) Rancangan undang-undang yang berasal dan Pres1den berkaitan

dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan dae~ah, . pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonom1 lainnya, serta 18

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(20)

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

• •

1• le

1• ,.

1• le

'1• •

perimbangan keuangan pusat dan daerah diajukan kepada DPR dan pimpinan DPR menyampaikan kepada pimpinan DPD .

38. Ketentuan Pasal 146 diubah sehingga Pasal 146 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 146

(1) Rancangan undang-undang dapat diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah .

(2) Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta naskah akademik disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR.

(3) Pimpinan DPR setelah menerima rancangan undang-undangan dari DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari mengirim surat kepada Presiden untuk menunjuk menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang bersama DPR dan DPD .

(4) Pimpinan DPR setelah menerima rancangan undang-undang dari DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengirim surat kepada pimpinan DPD untuk menunjuk alat kelengkapan DPD yang ditugasi mewakili DPD dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang bersama DPR dan Presiden .

(5) DPR dan Presiden mulai membahas rancangan undang-undang dari DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima Presiden .

39. Ketentuan Pasal 147 dihapus .

40. Ketentuan Pasal 148 diubah sehingga Pasal 148 berbunyi sebagai berikut

Pasal 148

(1) Pembicaraan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR, Presiden atau DPD dilakukan melalui 3 (tiga) tingkat pembicaraan .

(2) Pembicaraan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta · perimban~

keuangan pusat dan daerah yang diajukan DPD dilakukan melalu1 3 (tiga) tingkat pembicaraan.

(3) Pembicaraan setiap rancangan undang-undang se'bagaima.na dimaksud pada ayat ( 1) dan ayat (2) dikoordinasikan oleh DPR . 41. Ketentuan Pasal 149 diubah sehingga Pasal 149 berbunyi sebagai

berikut:

Pasal 149

Tiga tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 adalah:

19

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(21)

- - - -

• •

• •

• •

• • •

• •

• •

• •

• •

• • • •

• •

• • 1• 1•

1• ,.

1.

1. •

• •

• •

• •

a. Ting~~t I pembahasan rancangan undang-undang dalam rapat kom1s1, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran atau rapat panitia khusus.

b. Tingkat II penyampaian pendapat mini.

c. Tingkat III pengambilan keputusan dalam rapat paripurna .

42. Ketentuan Pasal 150 diubah sehingga Pasal 150 berbunyi sebagai berikut:

43 .

Pasal 150

( 1) Pembicaraan Tingkat I dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

a. pengantar musyawarah; dan

b. pembahasan daftar inventarisasi masalah.

(2) Dalam pengantar musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:

a. DPR memberikan penjelasan dan Presiden menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR;

b. DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf e berasal dari DPR;

c. DPD memberikan penjelasan serta DPR dan Presiden menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD berasal dari DPD;

d. Presiden memberikan penjelasan dan fraksi memberikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden; atau

e. Presiden memberikan penjelasan serta fraksi dan DPD menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang yang berkaitan dengan kewcnangan DPD sebagaima.na dimaksud dalam Pasal 71 huruf e berasal dari Presiden.

(3) Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh:

a. Presiden, apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR;

dan

b. DPR, apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden . (4) Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b dapat diajukan oleh DPD apabila rancangan undang- undang yang berasal dari Presiden atau DPR berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan· dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. . . .

(5) Dalam Pembicaraan Ti~gkat 1. dapat ~iundang p1mp1nan lembaga negara atau lembaga lain apab1la mater1 rancangan undang-undang berkaitan dengan lembaga negara atau lembaga lain.

Diantara Pasal 150 dan Pasal 151 disisipkan 1 (satu) Pasal yaknl Pa•al 150A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal lSOA

Tl·ngkat II merupakan penyampaian pendapat mini (1) Pembicaraan

oleh:

a. fraksi;

20

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(22)

, - - - - - -

• •

• •

• • 1• I. •

• •

• •

• •

• •

,. •

• • 1• 1• 1• •

1• •

1• 1•

I• I•

• •

b. DPD, apabila rancangan undang-undang berkaitan dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf e; dan

c. Presiden, yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya . (2) D.alam hal DPD tidak memberikan pandangan sebagaimana

d1maksud pada ayat (1), pendapat mini tetap dilaksanakan.

(3) Hasil. pembicaraan tingkat II disampaikan oleh masing-masing fraks1 kepada seluruh anggota fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

44. Ketentuan Pasal 151 diubah sehingga Pasal 151 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 151

(1) Pembicaraan Tingkat III merupakan pengambilan keputusan oleh DPR dan Pemerintah dalam rapat paripurna DPR dengan kegiatan:

a. penyampaian laporan oleh pimpinan komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran atau panitia khusus yang berisi:

1. proses pembahasan rancangan undang-undang;

2. pendapat mini fraksi yang disampaikan dalam Pembicaraan Tingkat II;

3. pendapat mini DPD yang disampaikan dalam Pembicaraan Tingkat II; dan

4. hasil pembicaraan Tingkat I.

b. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap:-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan

c. pendapat akhir Presiden, yang disampaikan oleh menteri yang mewak.ilinya.

(2) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat,

pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak . (3) Dalam hal rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan

bersama antara DPR dan Presiden, rancangan undang-undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalarn persidangan DPR masa itu .

45. Ketentuan Pasal 154 ayat (5) diubah sehingga Pasal 154 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 154

(1) DPR menerima dan menindaklanjuti pertimbangan tertulis terhadap rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama yang disampaikan oleh OPD sebe1um memaauki ta.hap pembahasan antara DPR dan Presiden. . .

(2) Apabila rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud P?-da ayat (1) berasal dari Pres~den, pimpinan DPR. set~lah menenma surat Presiden menyampa1kan surat kepada p1mp1nan DPD agar DPD memberikan pertimbangannya.

(3) Apabila rancangan undang-undang sebagaimana dim~sud pada ayat (1) berasal dari DPR, Pimpinan DPR men~ampa1kan surat kepada pimpinan DPD agar DPD memberikan pertimbangannya.

(4) Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan secara tertulis melalui pimpinan DPR paling 21

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang telah disajikan menyatakan bahawa terdapat prilaku yang berbeda dari masing-masing kelompok dalam kegiatan proses pembelajaran. Pada kelompok mahasiswa

Malaria merupakan salah satu penyakit yang penting di negara tropis. Di Indonesia penyakit ini merupakan penyakit dengan angka kesakitan yang masih tinggi. Karena itu

Mereka (ulama NU) telah banyak mengambil keputusan hukum Islam dengan jalan melakukan bahstul masail (mencari solusi dari sebuah masalah) dengan banyak merujuk

Tremor Holmes terjadi pada saat istirahat, posisi tertentu, atau selama gerakan menuju sasaran, digambarkan sebagai tremor istirahat yang disertai dengan komponen kinetik

Salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan yaitu melalui pemanfaatan sumber daya yang tersedia seperti memanfaatkan lahan pekarangan yang dikenal dengan Kawasan

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sebaran suhu pada ruang pengering dari alat pengering tipe rak yang memanfaatkan udara panas sisa pembakaran biomass

Apabila karyawan dalam bekerja kurang memiliki kecerdasan emosional yang baik maka ketika seorang tersebut mempunyai masalah seperti dengan rekan kerja, tugas yang

Dan yang paling utama adalah kami membutuhkan bantuan teman – teman yang memiliki visi dan misi yang sama dengan kami untuk turut membantu mendinamiskan organisasi ini serta