• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1Dosen Pembimbing 1, 2Dosen Pembimbing 2

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR DAN

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Ira Purwaningsih

Ach. Amirudin1, Yusuf Suharto2

Prodi Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang

e-mail: IraPurwaningsih0818@gmail.com

Abstrack

The results of observations in December 2012 in class XI Social Sciences 1 Senior High School 1 Ngadirojo showed low activity learning and critical thinking skills of students in the learning process. The dominant cause of the low activity of learning and critical thinking skills are learning strategies used. Problem Based Instruction (PBI) is one model that can be used to improve the activity of learning and critical thinking skills. The results showed that the application of Problem Based Instruction (PBI) can increase activity and critical thinking skills. Pre-action activeness students 14.28%, cycle I were 35.71%, and 74.99% in cycle II.

While the first cycle of critical thinking skills that students acquire critical thinking skills better classification there is only one person or only 3.57%, while in the second cycle at 16 students or 57.14%.

Abstrak

Hasil observasi pada bulan Desember 2012 di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngadirojo menunjukkan rendahnya keaktifan belajar serta kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran.

Penyebab yang dominan dari rendahnya keaktifan belajar dan kemampuan berpikir kritis tersebut adalah strategi pembelajaran yang digunakan. Problem Based Instruction (PBI) adalah salah satu model yang dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan belajar dan kemampuan berpikir kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir kritis. Keaktifan belajar siswa pra tindakan (14.28%), siklus I (35.71%), dan silkus II (74,99%). Sedangkan kemampuan berpikir kritis siklus I siswa yang mendapatkan klasifikasi kemampuan berpikir kritis baik hanya ada 1 orang atau hanya 3.57% sedangkan pada siklus II mencapai 16 siswa atau 57.14%.

(2)

Tujuan pendidikan geografi menurut The International Charter on Georaphical Education/ICGE adalah mengembangkan geographical knowledge, skills, dan attitudes and values (Gerber dalam Handoyo, 2012). Geographical knowledge berkenaan dengan lokasi dan tempat, sistem alam–interaksi ekosistem, sistem sosioekonomi, keragaman masyarakat dan sosial, struktur dan proses di suatu wilayah, dan keterkaitan global. Skills berkenaan dengan proses berpikir yang memerlukan pemecahan masalah dan membuat keputusan spasial;

penggunaan komunikasi verbal, kuantitatif, bentuk simbol data: grafik, teks, tabel, diagram, peta, dsb; keterampilan fisik-praktis yang berkaitan dengan studi lapangan. Attitudes and values berkenaan dengan minat dan rasa ingin tahu terhadap fenomena alam dan manusia; menghargai bentang alam dimana penduduk tinggal; empati pada perbedaan keondisi kehidupan masyarakat; hormat pada kebenaran dan kesamaan.

Berdasarkan tujuan pembelajaran geografi tersebut, maka dalam pembelajaran geografi perlu diciptakan kondisi yang mengarahkan peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada di sekitarnya karena permasalahan geografi berkaitan dengan fenomena di dunia nyata yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Dengan cara demikian maka peserta didik dapat mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari di dalam kelas untuk memecahkan masalah di lingkungannya, sehingga mereka akan lebih memahami materi yang telah diajarkan oleh guru.

Model pembelajaran merupakan bagian penting yang digunakan dalam upaya pencapaian hasil belajar yang maksimal. Dengan model pembelajaran yang tepat, proses pembelajaran dapat memperoleh hasil yang optimal serta tujuan pembelajaran dapat tercapai. Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran yang diharapkan, upaya yang dilakukan seorang guru adalah dengan cara memperhatikan pola belajar siswa, menguasai materi pelajaran, memilih model pembelajaran yang tepat serta menciptakan situasi pembelajaran yang efektif.

Salah satu upaya dalam menciptakan situasi pembelajaran yang efektif adalah dengan cara menerapkan pembelajaran kontekstual melalui pendekatan kooperatif. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang diajarkan di kelas dengan permasalahan sehari-hari di

(3)

lingkungan sekitar siswa. Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Susilo dalam Sumarmi (2012) penggunaan pembelajaran kontekstual maka tidak hanya mengembangkan ranah pengetahuan dan ketrampilan siswa, namun juga mengambangkan kreaktifitas siswa dalam memecahkan masalah dalam kehidupannya. Sedangkan pembelajaran kooperatif, didesain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga fokus utama dalam hal ini adalah siswa, bukan guru (Sumarmi, 2012:41).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa saat ini ada perubahan paradigma dalam pembelajaran, yang semula berpusat pada guru beralih menjadi siswa yang dituntut untuk lebih aktif. Namun kondisi di lapangan saat ini belum sesuai dengan hal tersebut, dalam proses pembelajaran guru masih mendominasi sehingga siswa masih kurang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Hal yang sama juga terlihat di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngadirojo. Di kelas tersebut terdapat 28 siswa dengan 13 siswa perempuan dan 15 siswa laki- laki. Berdasarkan hasil observasi awal di kelas pada 27 Desember 2012, diperoleh gambaran mengenai situasi pembelajaran di kelas. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah metode ceramah (konvensional), sehingga guru masih mendominasi dalam kegiatan pembelajaran. Guru bertindak sebagai pemberi informasi, sedangkan aktivitas siswa mendengarkan penjelasan guru dan mencatat. Selama ini guru belumk pernah menerapkan suatu model pembelajaran dalam proses pembelajaran Geografi.

Dengan metode ceramah yang dilakukan oleh guru, menjadikan siswa kurang terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa faktor yang dijadikan indikator keaktifan belajar siswa antara lain adalah bertanya, berpendapat, menjawab pertanyaan guru dan sebagainya. Dari 28 siswa, hanya ada 9 orang siswa yang menunjukkan indikator keaktifan belajar. Jika dikalkulasikan dengan penghitungan keaktifan belajar siswa, siswa yang aktif berdasarkan jumlah tersebut adalah 14.28% sedangkan sisanya yaitu 85.72%

(4)

masih kurang aktif sampai pasif. Dari jumlah tersebut ada 2 siswa yang bertanya, menjawab serta mencatat; 5 siswa yang hanya mencatat; 1 siswa berpendapat, bertanya serta mencatat; dan 1 siswa yang menjawab, berpendapat serta mencatat.

Berdasarkan hasil observasi mengenai keaktifan belajar siswa tersebut, menunjukkan bahwa di kelas XI IPS 1 masih banyak siswa yang kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil ujian semester I diperoleh hasil yang kurang maksimal, yaitu dari 28 siswa yang mendapatkan nilai di atas 77 sesuai dengan Ketuntasan Belajar Geografi hanya ada 12 orang atau sekitar 42.8%, sedangkan yang tidak tuntas mencapai 57.2%. Hal ini menunjukkan bahwa materi yang sampaikan oleh guru tidak terserap secara optimal oleh siswa. Siswa yang memiliki buku penunjang juga hanya ada 17 orang siswa sedangkan siswa yang lain tidak memiliki buku pegangan karena di sekolah tersebut juga tidak menggunakan LKS.

Hal ini mengakibatkan siswa cenderung tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk meningkatkan keaktifan belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas tersebut, diperlukan model pembelajaran yang dapat memberikan rangsangan untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir kritis siswa. Sesuai dengan tujuan tersebut, model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah pembelajaran berdasarkan masalah atau Problem Based Instruction (PBI).

Menurut Nurhadi (2004: 109), Problem Based Instruction merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari mata pelajaran.

Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) berpusat pada kegiatan siswa. Model pembelajaran tersebut merupakan salah satu dari model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengaktifkan siswa dalam belajar (Abbas, 2007:8). Dalam proses pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator sedangkan siswa yang dituntut untuk lebih aktif. Keaktifan dalam pembelajaran dapat terjadi jika tercipta suasana pembelajaran yang

(5)

menyenangkan. Aktif dalam pembelajaran dapat berupa aktif dalam bertanya, menjawab, berpendapat, menyanggah pendapat, dan sebagainya.

Guru berkewajiban menggiring siswa untuk melakukan kegiatan. Guru sebagai penyaji masalah, memberikan instruksi-instruksi, membimbing diskusi, memberikan dorongan dan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri. Guru diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi. Pelaksanaan Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) didukung dengan beberapa metode mengajar di antaranya metode ceramah, tanya jawab, diskusi, penemuan, dan pemecahan masalah.

Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) menggunakan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah kehidupan nyata. Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran, melalui pengalaman belajar dalam kehidupan nyata.

Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dapat diterapkan pada pelajaran-pelajaran sosial, salah satunya adalah geografi. Permasalahan- permasalahan geografi yang selalu berkembang setiap saat dapat dihadirkan di kelas dan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI), siswa dihadapkan pada permasalahan dunia nyata yang tentunya dikaitkan dengan materi yang diajarkan oleh guru. Materi yang sesuai dengan model pembelajaran tersebut adalah materi yang berkaitan dengan permasalahan sehari- hari siswa sehingga akan memudahkan siswa dalam menerima materi pembelajaran.

Tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimanakah penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction dapat meningkatkan keaktifan belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 1 Ngadirojo Kabupaten Pacitan.

(6)

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) atau disingkat PTK. Penelitian tindakan kelas meliputi empat tahapan yaitu rencana (planing), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflextion). Alur pelaksanaan tindakan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini dapat digambarkan oleh Herawati Susilo tahun 2011, seperti gambar 1.1 berikut:

Gambar 1.1: Langkah-langkah PTK Model Kemmis & Mc Taggart dengan Modifikasi (Sumber: Susilo, Herawati, 2011:14)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil observasi selama kegiatan pembelajaran serta nilai tes yang diberikan pada setiap akhir siklus. Sedangkan sumber data diperoleh dari siswa kelas XI IPS 1 di SMA Negeri 1 Ngadirojo untuk memperoleh data tentang peningkatan keaktifan belajar geografi dan kemampuan berpikir kritis pada materi lingkungan hidup dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI).

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan tes kemampuan berpikir kritis. Data keaktifan belajar siswa diperoleh dari observasi dengan menggunakan format lembar observasi keaktifan siswa. Sedangkan data

Observasi awal

Observasi 1 Pelaksanaan tindakan 1 Perencanaan

tindakan 1

Pelaksanaan tindakan 2 Refleksi 1

Perencanaan tindakan 2

Observasi 2 Refleksi 2

SIKLUS I

SIKLUS II

Seterusnya

(7)

kemampuan berpikir kritis diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kritis yang dilakukan setiap akhir siklus.

Analisis data keaktifan belajar dengan cara data keaktifan belajar siswa yang telah diperoleh, dinilai dengan menggunakan kriteria penskoran keaktifan belajar siswa agar dapat diketahui skor keaktifan belajar siswa. Setelah skor keaktifan belajar siswa diperoleh, dilakukan pengolahan data dengan memasukkan skor keaktifan belajar siswa pada skala keaktifan siswa, agar dapat diketahui skala keaktifan siswa pada tiap tindakan yang kemudian disajikan pada deskripsi data.

Sedangkan analisis data kemampuan berpikir kritis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Semua data yang diperoleh selama penelitian ditelaah dan diolah melalui kategori data. Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data. Peningkatan keaktifan belajar diperoleh dengan cara membandingkan keaktifan belajar pra tindakan, keaktifan belajar siklus I, keaktifan belajar siklus II, sampai ke siklus berikutnya. Sedangkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dilakukan dengan membandingkan kemampuan berpikir kritis pada siklus I dengan siklus II.

HASIL PENELITIAN

A. Keaktifan Belajar Siswa

Berdasarkan hasil observasi keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran sebelum tindakan diperoleh data keaktifan belajar belajar siswa yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Skala Keaktifan belajar Siswa PraTindakan

Skor Klasifikasi Keaktifan belajar Frekuensi Siswa Persentase (%)

76-100 Sangat aktif 0 0

51-75 Aktif 4 14.28

26-50 Kurang aktif 0 0

1-25 Sangat kurang aktif 5 17.86

0 Pasif 19 67.86

Jumlah 28 100

Berdasarkan hasil observasi awal di kelas, jumlah siswa yang aktif hanya sebagian kecil saja yaitu 14.28%, sedangkan sisanya dengan jumlah 85.72%

kurang aktif sampai pasif.

(8)

Berdasarkan hasil pengamatan keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran pada tindakan siklus I diperoleh dari hasil observasi keaktifan belajar siswa yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1.2 Skala Keaktifan belajar Siswa Siklus I

Skor Klasifikasi Keaktifan belajar Frekuensi Siswa Persentase (%)

76-100 Sangat aktif 2 7.14

51-75 Aktif 8 28.57

26-50 Kurang aktif 9 32.14

1-25 Sangat kurang aktif 7 25

0 Pasif 2 7.14

Jumlah 28 100

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pada pelaksanaan siklus I sudah mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu siswa yang aktif mencapai 35.71% sedangkan yang kurang aktif sampai pasif adalah 57.15%.

Jumlah tersebut masih belum mencapai target peningkatan keaktifan belajar yang diharapkan peneliti yaitu ≥70% dari seluruh siswa.

Berdasarkan hasil pengamatan keaktifan belajar siswa pada siklus II, diperoleh hasil keaktifan belajar siswa seperti yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1.3 Skala Keaktifan belajar Siswa Siklus II

Skor Klasifikasi Keaktifan belajar Frekuensi Siswa Persentase (%)

76-100 Sangat aktif 3 10.71

51-75 Aktif 18 64.28

26-50 Kurang aktif 5 17.86

1-25 Sangat kurang aktif 1 3.57

0 Pasif 1 3.57

Jumlah 28 100

Perbandingan data keaktifan belajar siswa pada saat pra tindakan, siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut:

Tabel 1.4: Perbandingan keaktifan belajar Skor Klasifikasi Keaktifan

belajar

Frekuensi Siswa Persentase (%) Pra

tindakan

Siklus I Siklus II

Pra tindakan

Siklus I Siklus II

76-100 Sangat aktif 0 2 3 0 7.14 10.71

51-75 Aktif 4 8 18 14.28 28.57 64.28

26-50 Kurang aktif 0 9 5 0 32.14 17.86

1-25 Sangat kurang aktif 5 7 1 17.86 25 3.57

0 pasif 19 2 1 67.86 7.14 3.57

Jumlah 28 28 28 100 100 100

(9)

B. Kemampuan Berpikir Kritis

Pada siklus I siswa yang mendapatkan klasifikasi kemampuan berpikir kritis baik hanya ada 1 orang atau hanya 3.57% sedangkan sisanya yaitu cukup baik sampai tidak baik mencapai 96.43%. Pada siklus II siswa yang termasuk dalam klasifikasi baik ada 16 siswa atau 57.14% sedangkan yang termasuk dalam klasifikasi cukup baik sampai tidak baik hanya ada 42.86%.

Hasil refleksi menunjukkan bahwa model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) memiliki karakateristik yang harus diperhatikan pada saat penerapan di kelas. Guru harus lebih memotivasi seluruh siswa untuk selalu terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam kegiatan tes kemampuan berpikir kritis, guru harus lebih tegas dalam melakukan pengawasan sehingga siswa tidak mengerjakan soal dengan bekerjasama. Dalam pelaksanaan pembelajaran, alokasi waktu harus disesuaikan dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terutama pada saat kegiatan presentasi kelompok.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa peningkatan keaktifan belajar siswa dari pra tindakan, siklus I sampai dengan siklus II sangat signifikan. Dan dinyatakan berhasil oleh peneliti karena jumlah siswa yang aktif sudah mencapai

≥70% dari seluruh siswa. Sedangkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa juga mengalami peningkatan darei siklus I ke siklus II, dan dinyatakan berhasil oleh peneliti karena sudah mencapai 50% siswa termasuk dalam klasifikasi kemampuan berpikir kritis baik.

PEMBAHASAN

A. Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa

Penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dalam pembelajaran Geografi pada materi pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngadirojo mampu merangsang siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Abbas (2007:8), model pembelajaran Problem Based Instruction(PBI) berpusat pada kegiatan siswa. Model pembelajaran tersebut merupakan salah satu dari model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengaktifkan siswa dalam belajar.

(10)

Dimulai dengan pemberian masalah yang disajikan dalam bentuk artikel, siswa diminta untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut. hal ini bertujuan agar siswa mampu mencari sendiri masalah yang ada dalam artikel dengan cara membaca artikel yang telah dibagikan oleh guru.Kemudian tahap pengorganisasian siswa untuk belajar dengan cara membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Hal ini bertujuan agar siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya untuk menganalisis permasalahan. Dalam tahap ini akan tampak keaktifan siswa karena tahap ini menuntut siswa untuk aktif dalam bertanya, berpendapat dalam kelompok, menyanggah maupun menjawab pertanyaan teman dalam kelompok diskusinya serta mencatat hasil diskusi.

Pada tahap penyajian hasil karya, siswa melakukan presentasi dari hasil diskusi kelompoknya dalam proses pemecahan masalah. Sehingga pada tahap ini juga akan merangsang siswa untuk lebih aktif dalam bertanya, menjawab, berpendapat, menyanggah maupun mencatat hal-hal penting dalam kegiatan presentasi kelompok. Selain itu, yang menyebabkan adanya peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalah karena model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) baru pertama kalinya diterapkan di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngadirojo.

Pada saat model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) diterapkan, banyak siswa yang antusias dalam mengikuti jalannya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran biasanya guru belum pernah melakukan kegiatan diskusi karena khawatir siswa yang malas tidak akan ikut memberikan pendapatnya dalam berdiskusi sehingga hanya siswa yang berkemampuan akademik tinggi yang mengerjakan. Namun dapat dibuktikan jika kegiatan diskusi dalam penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) ini justru membuat siswa antusias dalam proses pembelajaran. Hal ini karena permasalahan yang digunakan dalam kegiatan diskusi adalah permasalahan yang ada di lingkungan sekitar siswa.

Antusias siswa dalam proses pembelajaran dapat dibuktikan dengan meningkatnya jumlah siswa yang aktif selama penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI). Siswa tertarik dengan model pembelajaran yang

(11)

diterapkan karena siswa diberikan kesempatan untuk lebih berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi menggunakan lembar observasi keaktifan blajar siswa, peningkatan keaktifan belajar siswa pada proses pembelajaran sebelum penelitian adalah (14.28%), kemudian pada siklus I (35.71%), dan silus II (74.99%). Perbedaan keaktifan belajar tersebut menunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa pra tindakan ke siklus I dan siklus II. Dengan demikian diketahui peningkatan keaktifan belajar siswa pra tindakan ke siklus I adalah 21.43%, dan peningkatan keaktifan belajar siswa siklus I ke siklus II adalah 39.28%.

Hasil observasi keaktifan belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa keaktifan belajar siswa belum maksimal yaitu 35.71% dengan peningkatan 21.43% dari observasi keaktifan belajar siswa sebelum tindakan.Hal ini ditandai dengan masih banyaknya siswa yang malu untuk menyampaikan pendapatnya terutama dalam kegiatan presentasi kelompok. Berdasarkan pernyataan observer masih ada siswa yang memiliki pertanyaan, pendapat, jawaban maupun sanggahan namun kurang berani untuk menyampaikan dan justru meminta siswa lain untuk menyampaikan.

Namun hasil observasi keaktifan belajar siswa pada siklus II menunjukkan bahwa peningkatan keaktifan belajar siswa berdasarkan indikator mencapai 74.99% dengan peningkatan sebesar 39.28 dari siklus I. Hal ini terbukti dengan jumlah siswa yang kurang aktif berkurang dari siklus I dan siswa sudah lebih termotivasi untuk dapat mengungkapkan pemikirannya dalam proses pembelajaran.

B. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dalam pembelajaran Geografi pada materi pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngadirojo selain mampu merangsang siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Menurut Nurhadi (2004: 109), Problem Based Instruction merupakanmodel pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata

(12)

sebagaisuatu konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari mata pelajaran.Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dapat diterapkan pada pelajaran-pelajaran sosial, salah satunya adalah geografi.

Permasalahan-permasalahan geografi yang selalu berkembang setiap saat dapat dihadirkan di kelas dan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran Problem Based Instruction(PBI), siswa dihadapkan pada permasalahan dunia nyata yang tentunya dikaitkan dengan materi yang diajarkan oleh guru.

Kemampuan berpikir kritis siswa sebelum tindakan masih sangat rendah terbukti dengan hasil ujian semester I yang masih banyak terdapat siswa yang nilainya di bawah KKM yaitu 77. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas XI IPS 1 masih rendah daya tangkapnya terhadap materi pelajaran. Siswa juga kurang peka dalam menanggapi permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya.

Kemampuan berpikir kritis siswa kurang dapat dioptimalkan karena guru mata pelajaran Geografi tidak melatih siswa untuk mengkaji permasalahan di lingkungan sekitar siswa yang dikaitkan dengan materi pelajaran yang sedang dibahas. Kenyataannya jika siswa diberikan suatu permasalahan yang ada di sekitarnya, selain siswa menjadi aktif selama proses pembelajaran, siswa juga akan terbiasa untuk berpikir kritis dalam menganalisis permasalahan yang diberikan.

Kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Ngadirojo pada siklus I belum mencapai hasil yang maksimal, dan masih terdapat beberapa kekurangan yang ditemukan pada saat proses pembelajaran, diantaranya masih ada siswa yang kurang aktif bahkan pasif dalam proses pembelajaran dan masih ada siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tes kemampuan berpikir kritis.

Permasalahan dalam tes kemampuan berpikir kritis siswa terjadi karena pada tes ini siswa secara individu dituntut untuk mengungkapkan pemikirannya secara kritis dalam mengkaji suatu permasalahan. Pada pelaksanaan tes tersebut siswa dilarang untuk bekerjasama dengan teman karena jika dikerjakan secara bekerjasama maka kemampuan berpikir kritis masing-masing siswa tidak akan

(13)

dapat diukur. Dalam proses ini observer maupun peneliti harus lebih tegas dalam pengawasan sehingga tidak ada siswa yang melanggar.

Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis pada siklus I siswa yang mendapatkan klasifikasi kemampuan berpikir kritis baik hanya ada 1 orang atau hanya 3.57% sedangkan sisanya yaitu cukup baik sampai tidak baik mencapai 96.43%. Sedangkan hasil tes kemampuan berpikir kritis pada siklus II telah menunjukkan peningkatan yaitu siswa yang termasuk dalam klasifikasi baik ada 16 siswa atau 57.14% sedangkan yang termasuk dalam klasifikasi cukup baik sampai tidak baik hanya ada 42.86%. Hasil analisis tes kemampuan berpikir kritis pada siklus II telah sesuai dengan harapan peneliti karena hasil dari siklus II telah lebih dari 50% siswa termasuk dalam klasifikasi kemampuan berpikir kritis baik.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan keaktifan belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Ngadirojo Kabupaten Pacitan pada kompetensi dasar mendeskripsikan pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Guru dapat menerapkan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) untuk meningkatkan keaktifan belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini antara lain:

Guru harus lebih memotivasi seluruh siswa untuk selalu terlibat aktif dalam proses pembelajaran, salah satunya dengan cara memberikan tambahan nilai jika ada siswa yang aktif, dalam kegiatan tes kemampuan berpikir kritis, guru harus lebih tegas dalam melakukan pengawasan sehingga siswa tidak mengerjakan soal dengan bekerjasama, dalam pelaksanaan pembelajaran, alokasi waktu harus disesuaikan dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terutama pada saat kegiatan presentasi kelompok, guru harus memberikan ringkasan materi pelajaran kepada siswa jika banyak siswa yang tidak memiliki buku pegangan baik LKS maupun buku paket, bagi peneliti selanjutnya, model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dapat diterapkan pada materi Geografi selain lingkungan

(14)

hidup, yakni materi yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan seperti kependudukan dan pemanfaatan sumber daya alam.

DAFTAR RUJUKAN

Abbas. 2007. Model-model Pembelajaran Berbasis Masalah. Jakarta: Balai Pustaka

Dimyati, Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ennis, Dwi. 2001. Berpikir Kritis Suatu Pendekatan Teoritis. Jakarta:

Erlangga

Handoyo, Budi. 2012. Pendidikan Geografi Indonesia dalam Perspektif Lintas Negara. (Online), (http://hangeo.wordpress.com/2012/07/03/pendidikan- geografi-dalam-perspektif-lintas-negara/ diakses pada tanggal 20 Desember 2012).

Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Malang

Sumarmi. 2012. Model-model Pembelajaran Geografi. Malang: Aditya Media Publishing.

Susilo, Herawati. 2008. Penelitian Tindakan Kelas sebagai Sarana Pengembang Keprofesional Guru dan Calon Guru. Malang:

Bayumedia Publishing.

Susilo, Herawati. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Bayumedia Publishing.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Gambar

Gambar 1.1: Langkah-langkah PTK Model Kemmis & Mc  Taggart  dengan  Modifikasi (Sumber: Susilo, Herawati, 2011:14)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis pertama, yaitu bahwa diduga secara serempak, variabel kinerja keuangan yang meliputi: EPS, ROA, NPM , dan DER mempunyai pengaruh yang

Oleh karena itu, kebijakan moneter pada variabel perubahan suku bunga dapat digunakan untuk membantu mengurangi potensi risiko yang berasal dari shock terhadap

Dunia kerja pada masa mendatang akan menjaring secara selektif calon tenaga kerja yang benar-benar profesional pada bidangnya. Oleh karena itu salah satu tantangan

Menurut Imam Gunawan (2010:1), “respons anak pada proses perkembangan, berkembang dari respons yang bersifat instinkif menjadi respons yang diperoleh melalui

Internal dan eksternal, indikator yang masuk kedalam kelompok ini adalah keseimbangan antara bisnis perusahaan dan pemakaian teknologi, perencanaan proyek yang baik

Analisis terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan akan mengacu pada model perencanaan strategi sistem dan teknologi informasi dari John Ward, sebagaimana

Kondisi ekonomi di Indonesia yang memburuk dewasa ini banyak dipengaruhi oleh ketergantungan industri dan masyarakat terhadap barang impor yang tidak dapat dipenuhi dalam

Oleh karena itu,usaha yang perlu dilakukan PT Karunia Alam Segar untuk menurunkan cacat (defect ) pada proses produksi packing noodle adalah melakukan kontrol