• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh rakyat, pemerintah daerah harus mempunyai suatu rencana yang matang untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan. Rencana- rencana tersebut disusun secara matang yang nantinya dipakai sebagai pedoman dalam langkah pelaksanan keuangan daerah. Rencana-rencana pemerintah daerah untuk melaksanakan keuangan daerah dituangkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal tersebut berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa politiknya. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan. Anggaran sektor publik merupakan

(2)

instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. (Mardiasmo, 2009:61)

Tabel 1

Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur

(dalam jutaan rupiah)

Tahun Provinsi Jawa Timur

2010 6.179.313

2011 7.774.107

2012 10.982.257

2013 12.670.706

2014 17.811.135

Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, (2015)

Dari tabel 1 bisa dilihat bahwa anggaran Belanja Daerah di Provinsi Jawa Timur terus mengalami kenaikan di setiap tahunnya dengan angka tertinggi pada tahun 2014 sebesar 17.811.135. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai dilaksanakan secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001 merupakan kebijakan yang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintah yang sesungguhnya. Tujuan otonomi daerah adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-daerah.

Kebijakan ini menyebabkan setiap daerah harus mampu membiayai anggaran daerahnya. Untuk membiayai anggaran daerah ini pemerintah pusat dapat membantu dengan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, selain itu

(3)

pemerintah daerah dapat berusaha sendiri dengan meningkatkan pajak asli daerah.

Dalam UU Nomor 22 tahun 1999, dijelaskan bahwa undang-undang ini memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter fiskal, agama dan bidang lainnya. Untuk sumber pembiayaannya, UU Nomor 25 tahun 1999, sudah mengkoreksi ketidakadilan selama ini dengan secara tegas akan mewujudkan sistem perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dengan tujuan memberdayakan dan memningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional dan transparan (Halim Abdul, 2001).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan suatu daftar atau pernyataan yang terperinci mengenai kondisi keuangan negara yang mencakup penerimaan dan pengeluaran negara. Keuangan Negara adalah hal- hal yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran negara serta pengaruhnya terhadap perekonomian. Seluruh sumber penerimaan dan pengeluaran diperhitungkan oleh pemerintah secara cermat dan teliti serta bertanggung jawab, yang semuanya disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun kabupaten dan kota. Proses penyusunan anggaran pasca UU

(4)

22/1999 (dan UU 32/2004) melibatkan dua pihak: eksekutif dan legislatif, masing-masing melalui sebuah tim atau panitia anggaran. Adapun eksekutif sebagai pelaksana operasionalisasi daerah berkewajiban membuat draft/rancangan APBD, yang hanya bisa diimplementasikan kalau sudah disahkan oleh DPR dalam proses ratifikasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Pendapatan atau penerimaan suatu negara itu diperoleh dengan hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman, kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga, penerimaan negara, pengeluaran negara, penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara, kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaran tugas pemerintahan dan atau kepentingan umum, dan Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misalnya untuk melakukan aktivitas pembangunan (Saragih,2003).

Penerimaan pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program-program layanan publik. Gagasan yang dikemukakan baik oleh Saragi maupun Stine menunjukkan bahwa pengalokasikan belanja untuk berbagai kepentingan publik merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam mendorong

(5)

perekonomian daerah. Dikatakan penting dan strategis karena, dengan peningkatan sarana publik, misalnya membangun jembatan dan jalan dapat mempermudah akses masyarakat dalam melakukan aktvitas bisnis maupun non bisnis.

Pemerintah Daerah yang berhasil menjalankan pembangunan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan mengelola APBD secara efektif dan efisien. Sebaliknya, pengelolaan APBD yang buruk dapat menghambat kinerja pemda dalam peningkatan pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat. Persoalan yang muncul adalah saat pemda dihadapkan pada jumlah belanja daerah yang kecil tetapi harus menanggung kebutuhan besar. Sementara pada saat bersamaan pemda kurang memiliki kreativitas mengelola APBD, sehingga pemerintah pada jenjang di atasnya (pemprov atau pusat) tidak optimal dalam mengelola APBD (Suara Merdeka dalam Subowo,2014).

Pengeluaran dan penerimaan daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Tujuan dan fungsi APBD pada prinsipnya, sama dengan tujuan dan fungsi APBN. APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Belanja daerah biasanya direalisasikan digunakan untuk belanja pegawai, barang dan jasa, dan untuk belanja modal.

(6)

Untuk meningkatkan belanja daerah, jumlah Produk Domestik Reginal Bruto (PDRB) harus besar. Karena smakin besar PDRB, maka akan semakin besar pula pendapatan yang diterima oleh kabupaten/kota dengan semakin besar pendapatan yang diperoleh daerah, maka pengalokasian belanja oleh pemerintah pusat akan lebih besar untuk meningkatkan berbagai potensi lokal di daerah tersebut dan kepentingan pelayanan publik. (Lin dan Lun 2000).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu semua penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Bruto / PDRB (Mudrajad Kuncoro, 2004).

Pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik (Mardiasmo, 2002).

Pengeluaran Belanja daerah dilihat dari perkembangan jumlah penduduk di suatu daerah, apabila perkembangan jumlah penduduk semakin besar akan memerlukan anggaran yang semakin besar. Karena meningkatnya jumlah penduduk menuntut konsekuensi logis adanya peningkatan sarana dan prasarana umum, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar akan memerlukan anggaran yang semakin besar, supaya kualitas pertumbuhan ekonomi lebih baik, pertumbuhan penduduk harus selalu dikendalikan.

(7)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian, diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis membatasi permasalahan yang ditelitinya, sehingga dapata mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban yang sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan menjadi beberapa rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana Jumlah PDRB, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014?

2. Bagaimana kualitas pengeluaran pemerintah yang di tinjau dari dampak pengeluaran belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal terhadap PDRB di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui Jumlah PDRB, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Modal di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014.

2. Untuk mengetahui kualitas pengeluaran pemerintah yang di tinjau dari dampak pengeluaran belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal terhadap PDRB di Jawa Timur Tahun 2010-2014.

D. Batasan Maslah

Pada penelitian ini agar lebih fokus dan tidak menyimpang dari tujuan semula yang direncanakan maka penelitian ini dibatasi hanya pada analisis

(8)

belanja daerah yang dilihat dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal di Provinsi Jawa Timur.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini untuk menganalisis antara lain:

1. Menyediakan informasi bagi Pemerintah di Propinsi Jawa Timur dalam beberapa hal yang berkaitan dengan pengaruh belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal terhadap PDRB.

2. Menyediakan informasi bagi para peneliti untuk menambah kepustakaan karya ilmiah, serta memberikan informasi tentang pengaruh belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal terhadap PDRB.

3. Memberikan informasi yang dapat dijadikan masukan, terutama bagi pihak pihak yang terkait dan berkepentingan dengan masalah yang diteliti yaitu tentang pengaruh belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal terhadap PDRB.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, dilakukan teknik asimilasi data nudging FDDA untuk memperbaiki akurasi model cuaca skala meso WRF di lepas pantai selatan Jawa Barat

Penelitian ini menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan iklim kerja yang positif dan mendukung dapat meningkatkan upaya proaktif karyawan dalam melakukan

Hakim menyatakan bahwa memperhatikan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara ini, telah ternyata dalam fakta-fakta dipersidangan, pengadilan memandang

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. ©Anisa Yudita 2016 Universitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses belajar mengajar Bahasa Indonesia dengan menerapkan metode kooperatif tipe bercerita berpasangan pada kelas IV SDN

Pemberian konsorsium pupuk hayati meningkatkan populasi bakteri pelarut fosfat dan bobot kering tanaman sampai kadar salinitas 2 mmhos cm -1..

Penilaian antropometrik memiliki beberapa keunggulan, yaitu menggunakan teknik sederhana dan aman yang dapat digunakan secara individual dan pada jumlah sampel yang besar,

Persamaan ketentuan hukum Islam dan UUPK adalah pelaku usaha dilarang memberikan informasi yang tidak benar mengenai produk/barang yang diperjualbelikan, dilarang