iv
ABSTRAK
UJI KUALITATIF BORAKS DALAM BAKSO YANG DIJUAL
DI PASAR TRADISIONAL X KOTA BANDUNG
Muhamad Rinaldhi, 2013. Pembimbing I : Fen Tih, dr., M.Kes.
Pembimbing II : Dani, dr., M.Kes.
Penyalahgunaan boraks didalam bakso yang dilakukan oleh pedagang bakso masih ditemui di beberapa tempat di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia No 722/Menkes/IX/1988, boraks salah satu bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pada produk pangan karena memiliki efek toksisitas akut dan toksisitas kronis yang berbahaya bagi kesehatan manusia. YLKI menemukan 52,38% boraks dalam bakso yang dijual oleh pedagang di Jakarta Selatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan boraks dalam produk bakso di Pasar Tradisonal X.
Design penelitian yang digunakan adalah survey deskriptif dengan menggunakan metode whole sampling. Populasi yang digunakan adalah seluruh pedagang bakso yang ada di Pasar Tradisional X. Analisis boraks dalam sampel dengan metode uji nyala menggunakan asam sulfat pekat dan methanol.
Hasil penelitian didapatkan 2 penjual dari 12 pedagang bakso di Pasar Tradisional X positif menggunakan boraks pada produk baksonya.
Kesimpulan penelitian didapatkan penggunaan boraks pada produk bakso yang dijual di Pasar Tradisional X. Pemerintah harus memberikan perhatian pada seluruh pasar di Indonesia, khususnya pasar tradisional dan memberikan edukasi pada seluruh konsumen berkaitan dengan makanan yang menggunakan bahan tambahan yang dilarang.
v ABSTRACT
QUALITATIVE TEST OF BORAX IN MEATBALLS SOLD AT TRADITIONAL MARKET X BANDUNG
Muhamad Rinaldhi, 2013
Main Advisor : Fen Tih, dr., M.Kes.
Counselor : Dani, dr., M.Kes.
The misuse of borax in meatballs by meatball seller can still be found in some places in Indonesia. Based on the regulation No 722/Menkes/IX/1988 of the Health Ministry of Indonesia, borax is included in the forbidden list of additives substance in food, because it has an acute and chronic toxicity which can be dangerous for human health. YLKI found 52,38% meatballs sold in South Jakarta contains borax.
The objective of this research is to find out the use of borax in meatball products in Traditional Market X.
The research design is a descriptive survey with a whole sampling method. The population used is the entire meatball seller in Traditional Market X. Analysis was performed by flame reaction with concentrated sulfuric acid and methanol.
The research result is 2 out of 12 meatball seller in Traditional Market X are using borax in their product.
The conclusion, there was borax added in meatball product sold in Traditional Market X. The government must give attention to meatball products sold in markets, especially traditional market in Indonesia and give education to consumers about additives which are prohibited to use in food products.
ix
2.4.5 Penyalahgunaan Boraks Sebagai Bahan Tambahan Makanan ... 25
2.4.6 Karakteristik Bakso yang Menggunakan Boraks ... 26
2.5 Jenis-Jenis Metode Analisis ... 26
2.5.1 Metode Uji Nyala ... 26
2.5.2 Metode Kurkumin ... 27
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 29
3.1.1 Alat Penelitian ... 29
3.1.2 Bahan Penelitian ... 29
3.2 Subjek Penelitian ... 29
x
3.4 Metode Penelitian... 30
3.4.1 Desain Penelitian ... 30
3.4.2 Besar Sampel Penelitian ... 30
3.5 Definisi Operasional ... 30
3.6 Prosedur Penelitian ... 31
3.6.1 Cara Kerja dan Analisis Kualitatif Senyawa Boron dengan Metode Uji Nyala ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 32
4.2 Pembahasan ... 33
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 35
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
LAMPIRAN ... 37
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Senyawa Boraks Dengan Metode Uji
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Alur Pembuatan Bakso ... 20
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Alat dan Bahan ... 37
Lampiran 2 Undang-Undang Mengenai Bahan Tambahan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia pasti membutuhkan makanan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Berbagai jenis makanan dikonsumsi agar mampu memenuhi kebutuhan tubuh
akan karbohidrat, protein, dan lemak. Salah satu makanan yang cukup dikenal di
masyarakat Indonesia diantaranya bakso. Bakso merupakan salah satu makanan
yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, baik anak-anak
hingga orang dewasa. Bakso memiliki kandungan protein karena bahan baku
utamanya berasal dari daging. Disamping itu, terdapat pula bahan baku tambahan
yaitu tepung pati, garam, penyedap, dan pengawet (Effendi, 2012).
Bakso menggunakan bahan baku tambahan dengan tujuan meningkatkan
kualitas bakso. Hal ini diperbolehkan selama tidak membahayakan kesehatan,
telah lulus uji toksikologi, serta dibatasi penggunaannya. Contohnya, penggunaan
tepung pati pada bakso yang dimaksudkan untuk menekan biaya produksi
penggunaan MSG yang biasanya berkisar 1-2,5% dari berat daging dengan tujuan
memberi rasa pada produk dan penambahan benzoat yang berguna sebagai
pengawet dalam bakso. Penambahan benzoat dalam bakso dibatasi oleh
pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia berkisar
0,1% dari berat produk makanan tetapi pemakaian benzoat sebagai bahan
pengawet pada bakso dinilai beberapa pedagang terlalu mahal. Berdasarkan
pendapat tersebut, pedagang biasanya mencari bahan pengawet pada bakso yang
harganya relatif lebih murah dibandingkan benzoat (Effendi, 2012).
Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan untuk bahan baku tambahan
pada bakso adalah boraks. Boraks berupa serbuk putih sering digunakan oleh
pengolah bakso dengan maksud menghasilkan produk yang kering (kasat dan
tidak lengket). Produk bakso yang memakai boraks memiliki karakteristik yang
khas dan dapat bertahan sekitar 3 hari hingga 1 minggu. Harganya yang relatif
2
sebagai bahan tambahan makanan yang berguna untuk mengawetkan makanan.
Berdasarkan peraturan kesehatan, boraks termasuk salah satu bahan kimia yang
dilarang penggunaannya dalam produk pangan karena memiliki efek yang
berbahaya bagi tubuh (Effendi, 2012).
Boraks umumnya digunakan sebagai bahan untuk membunuh serangga,
pembuatan gelas, dan pengawet pada kayu. Hal ini, dapat berdampak pada
kesehatan tubuh manusia. Boraks dalam makanan yang dikonsumsi biasanya tidak
langsung berdampak buruk pada kesehatan. Penyerapan boraks dapat melalui
pencernaan dalam bentuk serbuk pada olahan makanan, paru dalam bentuk gas
pada produk insektisida, bahkan melalui kulit dalam bentuk cairan pada produk
industri. Setelah proses penyerapan biasanya akan terjadi kenaikan kadar
konsentrasi dan ion boraks dalam cairan serebrospinal dan darah. Kadar tertinggi
akan ditemukan di otak, hati, dan jaringan lemak. Boraks akhirnya akan di
ekskresi oleh ginjal yang memakan waktu kira-kira 1 minggu, sehingga jika
dikonsumsi dalam jumlah sekitar 0,9 gram dan jangka waktu lebih dari 1 minggu
dapat menyebabkan penimbunan boraks di organ-organ dalam tubuh yang
menimbulkan gejala-gejala gangguan kesehatan (Mujamil, 1997).
Konsumsi boraks dapat menyebabkan gangguan sistem syaraf yang ditandai
dengan : cephalgia, tremor, konvulsi ; gangguan pencernaan yang ditandai dengan
: diare, nausea, vomitus ; gangguan reproduksi pada pria yang mempengaruhi
jumlah dan motilitas sperma. Pada ibu hamil konsumsi boraks dapat
menyebabkan peningkatan frekunesi kematian prenatal, menurunkan berat badan
lahir pada bayi, dan menimbulkan birth defect. Pada anak-anak sendiri dapat
mempengaruhi pertumbuhan serta dapat menyebabkan retardasi mental
(Effendi,2012 ; Cox,2004).
Karena boraks memiliki efek berbahaya bagi tubuh manusia, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia melarang boraks dipakai sebagai bahan tambahan
pada makanan yang diatur dalam Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88
(Effendi, 2012).
Contoh kasus pemakaian boraks sebagai bahan tambahan makanan terdapat
3
kota Depok menemukan bahan berbahaya pada makanan yang dijual di Pasar
Depok Jaya. Bahan berbahaya yang ditemukan tim gabungan bakso yang
memiliki kandungan boraks (Hidayat, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh YLKI ditemukan 52,38% boraks dalam
bakso yang dijual di Jakarta Selatan. Penelitian Diah Ponco pada tahun 2002,
ditemukan 42,60% dari 30 sampel bakso yang diambil dari pasar di daerah Bekasi
(Mujianto, Purba, Widada, & Martini, 2005). Penelitian yang dilakukan berkaitan
dengan bakso yang mengandung boraks khususnya di daerah kota Bandung masih
sedikit jumlahnya.
Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan maka penelitian ini akan
difokuskan pada analisis boraks pada bakso yang dijual di Pasar Tradisional X.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, identifikasi masalah penelitian ini adalah
apakah baso yang dijual di Pasar Tradisional X mengandung bahan pengawet
boraks.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya bahan pengawet
boraks yang digunakan sebagai bahan baku tambahan pada bakso.
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
1.4.1 Manfaat Akademis
Menambah data penelitian dalam penggunaan boraks sebagai bahan pengawet
4
1.4.2 Manfaat Praktis
Menambah informasi untuk masyarakat berkaitan dengan bahan pengawet
boraks yang dilarang sebagai bahan tambahan pada makanan.
1.5 Landasan Teori
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat
proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba.
Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif
awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur
(Effendi, 2012).
Termasuk penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pada bakso. Boraks
merupakan suatu kristal lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan
mudah larut dalam air. Boraks dalam air berubah menjadi natrium hidoksida dan
asam borat.
Boraks digunakan karena mampu memperbaiki tekstur makanan sehingga
menghasilkan rupa yang bagus, misalnya bakso yang digigit akan terasa lebih
kenyal (Effendi, 2012).
Konsumsi boraks dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Tanda-tanda
gangguan keracunan akut diantaranya : Pertama, bila tertelan dapat menyebabkan
gejala nausea, vomitus, diare. Kedua, bila terkena mata dapat menyebabkan
lakrimasi dan edema palpebra. Ketiga, bila terhirup dapat menyebabkan dyspnoea, batuk, dan hemoptisis. Keempat, bila terkena kulit dapat menyebabkan eritema dan pruritus. Keracunan kronis akibat boraks dapat memberikan gejala: anorexia hingga cachexia, alopecia, gagal ginjal, gagal hati, gagal pernafasan,
gangguan reproduksi pada pria,gangguan susunan syaraf pusat hingga
5
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan metode deskriptif. Penentuan kandungan
boraks dalam bakso diuji secara kualitatif dengan metode uji nyala yang sensitif
terhadap boraks pada kadar 0,01 gram. Data yang diambil adalah adanya boraks
35 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari 12 sampel bakso yang diperoleh dari pasar tradisional X terdapat 2 sampel
yang positif mengandung boraks.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan Panulis antara lain :
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan boraks dalam bakso di
pasar tradisional lain dalam skala yang lebih luas sebagai upaya kontrol terhadap
penyalahgunaan boraks sebagai tambahan makanan.
2. Perlu diadakan penelitian untuk menemukan bahan tambahan makanan pengawet
yang aman dan terjangkau harganya.
3. Edukasi masyarakat untuk mengenali perbedaan makanan yang menggunakan
boraks dan tidak menggunakan boraks.
4. Perlu diadakan penelitian produk pangan lain yang mungkin menggunakan boraks
sebagai bahan pengawet makanan.
5. Perlu dikembangkan metode yang aman,mudah, dan murah untuk mengidentifikasi
36
DAFTAR PUSTAKA
Belcher, R., Nutten, A.J., 1986. Quantitative Inorganic Analysis A Laboratory Manual. Butterworth : The University of Virginia
Boltz, D.F., Gufta L.K.H. 1971.Spectrophotometric study of the determination of boron by the carminic acid method. Microchimica Acta.Vol 62. Detroit. p.415-428.
Cox, C. 2004. Boric Acid and Borates. Journal Of Pesticide Reform. Vol 24. Oregon. P.10-15.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Definisi Pangan. Peraturan Pemerintah
No 28 Tahun 2004. Jakarta. http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/regulasi/pp/PP-No.-28-Th-2004.pdf . Diunduh 5 Oktober 2004
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1168/Menkes/Per/X/1999. Jakarta.
http://jdih.pom.go.id/produk/peraturan%20menteri/Permenkes%20ttg%20BTP.pdf . Diunduh
12 September 1999
Effendi, S. 2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Edisi 2. Bandung : Alfabeta. Hal.123-159.
Harper, B.,Gervais J.A., Buhl K., Stone D. 2012. Boric Acid Technical Fact Sheet. Oregon : National Pesticide Information Center. p. 1-14.
Hidayat, A.R. 2011. Polisi Sita Boraks di Pasar Tradisional.
http://entertainment.kompas.com/read/2011/08/23/15281276/Polisi.Sita.Boraks.di.Pasar.Trad isional . Diunduh 23 Agustus 2011
Horwitz, W. 1983 . Official Method Of Analysis Of the Association Of Official Analytycal
Chemist. 11th edition.Washington : Association of Official Analytical Chemists.
Mujamil, J. S. 1997. Deteksi dan Evaluasi Keberadaan Boraks pada Beberapa Jenis Makanan di Kotamadya Palembang. Cermin Dunia Kedokteran . Vol 120. Hal.17-20
Mujianto, B., Purba, A. V., Widada, N. S., & Martini, R. 2005. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Boraks.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/218/0 . Diunduh 4 Desember 2005
Spicer, G. 1988. Compound of Curcumin and Boric Acid. United States : J.Chem.Soc. p.343
Svehla, G. 1979. VOGEL,.Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Terjemahan Ir. L. Setiono. Jakarta : PT.Kalman Media Pustaka.