JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 1 AKUNTABILITAS KINERJA APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM PELAYANAN PUBLIK
DI DESA TANDAM HULU II KECAMATAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI SERDANG
Abdul Hakim
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang Jl. Negara No. 11 Lubuk Pakam
Warjio
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jl. Prof. Sofyan No. 1 Kampus-USU Medan
--- ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan mendeskripsikan akuntabilitas kinerja Aparat Pemerintah Desa dalam Pelayanan Publik di Desa Tandam Hulu II Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan metode deskriftif kualitatif dengan sumberdata melalui wawancara. Informan diambil menggunakan teknik snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efisiensi kinerja aparat pemerintah desa masih dinilai tidak akuntabel oleh masyarakat, ketidakefisienan pelaksanaan kinerja ini terjadi pada beberapa indikator seperti pada upaya pencapaian tujuan penarikan PBB, pelayanan pada jam dinas maupun di luar jam dinas serta pemungutan desa yang ternyata memberikan gambaran tidak imbangnya antara input dan output. Untuk tingkat efektivitas pelaksanaan kinerja aparat, juga masih dinilai oleh masyarakat tidak akuntabel dikarenakan terdapat beberapa kegiatan yang menurut penilaian masyarakat tidak mampu mencapai sasarannya seperti pada upaya penarikan PBB, pemungutan desadan pelaksanaan pelayanan pada jam kantor. Sementara pada kajian akuntabilitas daya tanggap aparat dalam memenuhi kebutuhan maupun kepentingan warga, ternyata mampu dinilai secara akuntabel oleh masyarakat . Hal ini didasarkan pada banyaknya keluhan dan masukan warga yang mampu diakomodir oleh aparat setempat. Sedangkan dilihat pada tingkat keadilan pelayanannya, walaupun terdapat beberapa ketidakadilan seperti pada pembagian kartu sehat yang melebihi jumlah orang miskin maupun pelayanan yang ada hubungan perkoncoan, namun secara umum masyarakat masih menilai adil dan akuntabel dalam pelayanan umum bagi semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan.
Kata kunci: Akuntabilitas kinerja, Pelayanan Publik, Pemerintah Desa ABSTRACT
The purpose of this study to determine and describe the performance accountability of government officials in the Public Service in Rural Village II District Overlay Tandam Hulu Perak District of Deli Serdang. This study uses qualitative descriptive method with datasource through interviews. Informants were taken using snowball sampling technique. The results showed that the level of performance efficiency of village officials are still judged to be accountable by society, inefficiencies in the implementation of this performance occurs on several indicators, such as in achieving the objectives of the withdrawal of the United Nations, the service on the clock duty or off duty and collection of villages that turned out to provide an overview not imbangnya between input and output. To rate the effectiveness of the implementation of the performance apparatus, also considered by the public are not accountable because there are some activities which in the judgment of the people are not able to reach their targets such as the withdrawal of UN efforts, polling desadan implementation of services during office hours.
While the study of accountability apparatus responsiveness in meeting the needs and interests of citizens, was able assessed accountable by the public. It is based on the number of complaints and citizen input that is able to be accommodated by local authorities. While the views on the
2 JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 level of a justice ministry, although there is some kind of injustice in the distribution of health card which exceeds the number of poor people as well as services in connection cronyism, but in general people still consider fair and accountable public services for all government activities and development..
Keywords: Accountability performance, the Public Service, the Village Government PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antar bangsa.
Kondisi birokrasi Indonesia selama ini nampaknya terjadi krisis kepercayaan dan legitimasi sebagai akibat dari gagalnya pemerintah menempatkan dirinya menjadi institusi yang bisa melindungi dan memperjuangkan kebutuhan publik. Praktek pemerintahan yang berorientasi pada kekuasaan membuat birokrasi tidak responsif dan tidak sensitif serta semakin jauh dari masyarakatnya.
Kemampuan sistem pelayanan publik dalam merespon dinamika yang terjadi dalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan oleh bagaimana misi dari birokrasi dipahami dan dijadikan sebagai basis dan kriteria dalam pengambilan kebijakan oleh birokrasi itu.
Birokrasi publik di Indonesia seringkali tidak memiliki misi yang jelas sehingga fungsi- fungsi dan aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi cenderung semakin meluas, bahkan kemudian menjadi semakin jauh dari tujuan yang dimiliki ketika membentuk birokrasi itu.
Ketidakjelasan misi juga membuat orientasi birokrasi dan pejabatnya pada prosedur dan peraturan menjadi amat tinggi, apalagi dalam birokrasi publik di Indonesia yang cenderung menjadikan prosedur dan peraturan sebagai power, maka ketidakjelasan misi tersebut mendorong para pejabatnya menggunakan prosedur dan peraturan sebagai kriteria utama dalam penyelenggaraan pelayanan.
Sebagai ujung tombak dari proses pelayanan publik yang diselenggarakan oleh birokrasi publik, pemerintah desa
merupakan basis utama kinerja pelayanan yang harus dibenahi terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena pemerintah desa adalah unsur birokrasi publik terendah yang langsung berhubungan dalam melayani masyarakat.
Sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pengertian Desa adalah :
Suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam Sistem Pemerintahan Nasional. Guna penyelenggaraan berbagai kepentingan yang menyangkut masyarakat desa, dibentuk organisasi Pemerintah Desa yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Aparat Desa yaitu Kepala Desa yang dibantu oleh Perangkat Desanya.
Organisasi pemerintah desa yang dalam posisinya merupakan sebuah organisasi publik, dikarenakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya menangani berbagai permasalahan publik, sebagaimana dikemukakan oleh Charles O Jones (Winarno,2002:54) bahwa:
Organisasi publik adalah organisasi yang menangani berbagai permasalahan publik yang dapat dikategorikan menjadi 2 tipe yaitu pertama, masalah- masalah tersebut dikarakteristikkan oleh adanya perhatian kelompok dan warga kota yang terorganisir dan bertujuan untuk melakukan tindakan (action). Kedua, masalah-masalah tersebut tidak dapat dipecahkan secara individual / pribadi (dengan demikian ia menjadi masalah publik), tetapi kurang mendapat dukungan
Dengan posisinya sebagai organisasi publik, penilaian kinerja pelayanan publik oleh Aparat Desa merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan organisasi
JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 3 pemerintah desa dalam mencapai misinya.
Namun dengan mengamati fenomena yang ada saat ini, nampaknya penilaian kinerja publik di pemerintahan desa masih amat jarang dilakukan. Hal ini berbeda dengan organisasi bisnis swasta yang kinerjanya dengan mudah bisa dilihat dari profitabilitas.
Kondisi ini nampaknya lebih disebabkan oleh terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi publik dimana peranan kinerja belum dianggap penting. Terbatasnya informasi kinerja birokrasi ini juga disebabkan oleh indikator kinerjanya yang sangat komplek. Hal ini terjadi karena birokrasi pemerintah desa memiliki stakeholders yang sangat banyak dan mempunyai kepentingan yang berbeda-beda.
Penilaian kinerja birokrasi pemerintah desa tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisien dan efektivitas, tetapi harus dilihat pada indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan responsivitas.
Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolistis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan.
Kenyataan yang ada di birokrasi pemerintahan desa, bahwa penggunaan pelayanan oleh publik seringkali tidak ada hubungan sama sekali dengan kepuasan terhadap pelayanan.
Kesulitan lain yang muncul dalam menilai kinerja birokrasi pemerintah desa, karena tujuan dan misi organisasi yang dirumuskan bukan hanya sangat kabur tetapi bersifat multidimensional. Hal ini disebabkan oleh banyaknya stakeholders dengan tingkat kepentingan yang berbeda- beda bahkan sering berbenturan antara satu dengan lainnya, membuat birokrasi ini sulit dalam merumuskan misi yang jelas.
Selain daripada itu, akuntabilitas kinerja Aparat Desa dalam pelayanan publik menjadi hal yang sangat vital karena melalui akuntabilitas tersebut setiap kinerja Aparat Desa dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada masyarakat. Hal sesuai dengan pendapat Lalono Krina (2003:9) bahwa “Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin setiap kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan”.
Akuntabilitas kinerja Aparat Desa dalam pelayanan publik merupakan bagian dari sebuah penilaian kinerja di Organisasi Pemerintahan Desa yang dimaksudkan untuk mengetahui ukuran sejauhmana keberhasilan organisasi ini dalam mencapai misinya. Peran akuntabilitas ini juga dimaksudkan untuk melihat tingkat kesesuaian pelayanan publik yang diselenggarakan sebagaimana dinyatakan oleh Dwiyanto (2002:55) :
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh para stakeholder.
Nilai dan norma pelayanan yang berkembang dalam masyarakat tersebut diantaranya meliputi transparansi pelayanan, prinsip keadilan, jaminan penegakan hukum, hak azasi manusia dan orientasi pelayanan yang dikembangkan terhadap masyarakat pengguna jasa.
Selain itu akuntabilitas diartikan sebagai sebuah tanggung gugat sebagaimana dikemukakan oleh Suprijadi (2009:2) bahwa
“Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atas kinerja dan tindakan pimpinan suatu organisasi kepada publik yang memiliki hak meminta pertanggungjawaban”. Dari pengertian ini mengisyaratkan bahwa jika dalam pelaksanaan kinerja pemerintahan salah, dapat digugat oleh rakyat penerima pelayanan masyarakat.
Guna pelaksanaan kinerja pemerintahan yang baik, faktor manusia merupakan kunci utama dalam pelaksanaan manajemen, karena manusia adalah aktor yang menggerakkan, mengatur dan mengelola unsur-unsur manajemen lainnya seperti keuangan, material maupun metode kerja. Untuk itulah pengukuran kinerja pemerintahan juga tidak terlepas dari kualitas SDM Aparat itu sendiri.
Dalam pelaksanaan kinerja Aparat Desa Tandam Hulu II di Kecamatan Barus
4 JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 Utara Utara Kabupaten Deli Serdang,
berbagai dukungan unsur manajemen telah melengkapi dalam struktur organisasi Pemerintahan Desa seperti adanya Manusia Aparat Desa sebagai pelaku. Namun demikian apabila dilihat dari tingkat kualitas SDM Aparat Desa di Kabupaten Deli Serdang selama ini masih sangat kurang, karena hampir 60% memiliki pendidikan setingkat Sekolah Dasar.
Selain unsur manusia, dalam pelaksanaan kinerja Aparat Desa telah didukung adanya unsur Keuangan (Money) seperti Dana Bantuan Operasional Pemerintahan Desa dan Inpres Bantuan Desa yang berubah namanya menjadi Dana Pembangunan Desa/Kelurahan (DPD/K.
Besarnya penerimaan Dana Perimbangan Desa di masing-masing Desa didasarkan pada kriteria perhitungan jumlah Penduduk, Luas wilayah dan pemasukan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun sebelumnya.
Sedangkan dalam pelaksanaan kinerja Aparat Desa juga telah didukung dengan berbagai metode seperti adanya peraturan dan petunjuk pelaksanaan kinerja mulai dari Undang-Undang sampai kepada Keputusan Bupati, bahkan surat edaran Bupati yang menjelaskan tentang petunjuk teknis pelaksanaan kinerja Aparat Desa.
Selain itu dukungan sarana dan prasarana seperti gedung perkantoran, berbagai perlengkapan sarana kerja dan lain sebagainya memiliki peran yang besar dalam pelaksanaan kinerja Aparat Pemerintah Desa. Namun demikian, jika diamati tentang kinerja Aparat Desa selama ini, dukungan unsur sarana dan prasarana nampaknya masih belum memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
Dari berbagai unsur manajemen yang ada di Pemerintah Desa, nampaknya proses akuntabilitas kinerja Aparat Desa selama ini belum sesuai dengan yang diharapkan karena masih terjadi beberapa permasalahan antara lain:
1. Belum transparannya sistem pelayanan publik yang dijalankan oleh Aparat Desa terutama masalah prosedur dan biayanya.
2. Belum adanya standar penilaian kinerja Aparat Desa yang jelas terutama pada akuntabilitas kinerjanya dalam pelayanan publik.
3. Orientasi pelayanan publik belum mengarah pada kepuasan masyarakat melalui pendekatan hasil, yaitu suatu layanan yang mengutamakan hasil ketimbang prosedur.
4. Masih adanya keluhan masyarakat tentang pola pelayanan publik oleh Aparat Desa selama ini.
Dari uraian di atas maka yang menjadiperumusanmasalahdalampenelitiani niadalah “Bagaimana Akuntabilitas Kinerja Aparat Pemerintah Desa dalam Pelayanan Publik di Desa Tandam Hulu II Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang?””
TINJAUAN PUSTAKA Akuntabilitas Kinerja.
Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya.
Bagi organisasi pelayan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu dalam memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis. Informasi mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para pimpinan dalam penyelenggaraan pelayaan guna melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi.
Kemampuan dalam pembuatan kebijakan, manajemen, organisasi dan melaksanakan nilai moral serta etika sangat diperlukan oleh para administrator agar mereka berhasil melaksanakan pekerjaannya yaitu menyediakan barang- barang publik atau memberikan pelayanan secara profesional. Akan tetapi semua kemampuan tersebut berguna atau tidak, hanya dapat diketahui melalui akuntabilitas kinerja yang ditunjukkan mereka. Apakah mereka benar-benar melaksanakan tugasnya secara profesional sehingga memberikan manfaat atau memenuhi kebutuhan serta aspirasi masyarakat yang dilayani
Pengertian kinerja (Keban, 2009:191) selalu dikaitkan dengan akuntabilitas. Secara umum akuntabilitas berkenaan dengan sistem check and balance kelembagaan
JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 5 dalam suatu sistem administrasi. Secara
eksternal akuntabilitas merupakan tanggung jawab terhadap sumber daya atau otoritas yang diberikan atau diserahkan dan secara internal akuntabilitas merupakan pedoman etika, profesional dan praktek dalam menjalankan tanggung jawab yang diserahkan yang mengatur perilaku individu administrator menurut standar dan idealnya suatu profesi.
Penilaian kinerja birokrasi publik masih sangat jarang dilakukan sebagaimana diungkapkan oleh Dwiyanto,dkk (2002;46) bahwa “Penilaian kinerja birokrasi publik masih sangat kurang hal ini disebabkan oleh terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi publik dan belum dianggap pentingnya masalah penilaian kinerja oleh pemerintah. Kinerja pejabat birokrasi tidak pernah menjadi pertimbangan yang penting dalam promosi jabatan, akibatnya para pejabat birokrasi tidak memiliki insentif untuk menunjukkan kinerja sehingga kinerja birokrasi menjadi amat rendah”.
Lebih lanjut Dwiyanto,dkk (2002:47) menyatakan penyebab lain dari terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi publik adalah sebab lain dari terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi publik dan kompleksitas indikator kinerja yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik.
Sementara itu penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator- indikator yang melekat pada birokrasi seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa seperti kepuasan pelanggan atau pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh birokrasi publik pengguna pelayanan seringkali tidak ada hubungan dengan kepuasan terhadap pelayanan. (Dwiyanto,2002:48).
Pelaksanaan penilaian kinerja pegawai yang berlaku di Indonesia saat ini lebih dikaitkan pada pelaksanaan pekerjaan, bukan pada hasil pekerjaan, sebagaimana tercantum dalam surat edaran BAKN Nomor
02/SE/1980 tertanggal 11 Pebruari 1980.
Dalam surat edaran tersebut ditekankan ada 8 (delapan) unsur atau aspek kinerja yang harus dinilai seperti Kesetiaan, Prestasi, Ketaatan, Tanggung jawab, Kejujuran, Kerjasama, Prakarsa dan Kepemimpinan yang dikemas dengan nama Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3). Sistem penilaian dalam DP-3 pada kenyataannya belum didasarkan pada kinerja sesungguhnya dari tiap-tiap aparat bahkan seolah-olah hanya semacam seremoneal belaka terutama digunakan ketika yang bersangkutan akan menerima kenaikan pangkat. Barangkali paradigma yang dianut disini adalah paradigma birokrasi klasik yang lebih menekankan cara, perilaku, karakteristik yang ideal dibandingkan dengan paradigma yang berorientasi pada hasil.
Berbagai macam teknis maupun jenis pengukuran kinerja banyak diungkapkan oleh para ahli antara lain menurut Pollitt dan Boukaert (Keban,2009:192) yaitu: “Dalam prakteknya pengukuran kinerja seringkali dikembangkan secara ekstensif, intensif dan eksternal. Pengembangan kinerja secara ekstensif mengandung maksud bahwa lebih banyak bidang kerja yang diikutsertakan dalam pengukuran kinerja, sedangkan pengembangan kinerja secara intensif dimaksudkan lebih banyak fungsi-fungsi manajemen yang diikutsertakan dalam pengukuran kinerja dan secara eksternal diartikan lebih banyak pihak luar yang diperhitungkan dalam pengukuran kinerja”.
Dari pendapat tersebut nampaknya penilaian kinerja lebih ditekankan pada outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan dalam kurun waktu tertentu.
Dengan demikian kinerja hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai.
Indikator-indikator penilaian kinerja birokrasi publik sebagaimana dijelaskan oleh Dwiyanto (2002: 48) adalah sebagai berikut:
Penilaian kinerja diukur melalui 5 (lima) indikator yaitu:
a. Produktivitas. Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi tetapi juga efektivitas pelayananan.
6 JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 Produktivitas umumnya dipahami
sebagai rasio antara input dengan output.
b. Kualitas Layanan. Banyak pandangan negatif mengenai organisasi publik karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima.
Kepuasan masyarakat terhadap layanan dijadikan salah satu indikator kinerja organisasi publik karena terdapat keuntungan yaitu adanya informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara murah dan mudah yang diperoleh baik melalui media atau diskusi publik.
c. Responsivitas. adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspriasi masyarakat. Secara singkat responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Konsep ini menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
d. Responsibilitas. Konsep ini menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip- prinsip organisasi yang benar sesuai dengan kebijakan organisasi.
e. Akuntabilitas. Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih rakyat. Hal ini lebih ditekankan pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik konsisten pada aspirasi dan kehendak rakyat.
Keban (2009:204) menyatakan penilaian kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut “untuk mengukur penilaian kinerja digunakan 2 (dua) pendekatan yaitu pendekatan perilaku dan pendekatan hasil.
Pendekatan perilaku mempelajari perilaku yang relevan yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan pekerjaan seseorang.
Inti pengamatanya adalah apakah perilaku atau cara tertentu mampu memberikan hasil tertentu yang kemudian dapat dijadikan
bahan pembelajaran bagi pengembangan metode selanjutnya”.
Pengertian Akuntabilitas sebagaimana dijelaskan oleh Miriam Budiarjo (1998:107) merupakan “Pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu”.
Sedangkan oleh Guy Peters (2000:19) akuntabilitas publik didefinisikan sebagai
“Prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku atau pelaksana kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan”.
Lebih lanjut oleh Lalono Krina (2003:9) dijelaskan bahwa “…secara garis besar akuntabilitas disimpulkan sesuatu hal yang berhubungan dengan kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat. Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi”.
Senadadenganpendapat di atas, dalambukuPedomanPenguatanPengamanan Program Pembangunan Daerah BappenasdanDepdagri (2002:19) disebutkanbahwa “Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggung jawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan”.
Lalono Krina (2003:10-11) menyebutkan bahwa alat ukur yang dipakai dalam akuntabilitas publik antara lain berupa:
1. Visi dan Misi Organisasi.
2. Uraian tugas atau pekerjaan.
3. Acuan pelayanan seperti pilihan metode palayanan, Informasi tentang tingkat pelayanan, mekanisme/ standar pelayanan, standar efisiensi, Kapasitas dan kualitas yang memadai.
4. Produk kebijakan.
5. Laporan pertanggugn jawaban (Annual Report).
6. Laporan Keuangan (sistem pngelolaan keuangan).
JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 7 7. Penanganan pengaduan baik dari kotak
pos, berita mass media, LSM,. Hasil studi penelitian, dan monitoring independen.
8. Penetapan kriteria untuk mengukur performansi aparat.
Sementara itu system pertanggung- jawaban kinerja bagi Instansi Pemerintah telah dilaksanakan melalui Akuntabilitas KinerjaInstansi Pemerintah (AKIP) yang diatur dalam Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia Nomor 239/IX/6/8/2003, disebutkan bahwa akuntabilitas merupakakan kewajiban untuk menyam- paikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/ badan hukum/
pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Pranoto (1999:7) menyatakan bahwa
“Akuntabilitas diartikan sebagai wujud pertanggung-jawaban yang menjawab dan menerangkan tentang tingkat manfaat kinerja/ penyelenggaraan kewenangan dari seseorang atau badan hukum atau pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memberi kewenangan”.
Dari kedua pengertian diatas, konsep AKIP ini nampaknya hanya melihat kinerja dari sudut pandang para penyelenggara, sedangkan dari aspek pertanggungjawaban kepada masyarakat belum sepenuhnya diterapkan, karena AKIP seolah-olah hanya semacam laporan keterangan pelaksanaan kinerja Aparat Instansi Pemerintah kepada yang memberi kewenangan. Konsep AKIP ini nampaknya juga tidak dapat diterapkan secara penuh dalam penilaian kinerja Apaat Desa, karena pada sorotan kinerja Aparat Desa lebih dilihat pada aspek penilaian masyarakat secara langsung.
Indikator-indikator penilaian kinerja dalam AKIP adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dikategorikan kedalam kelompok Masukan (Input), Keluaran (Output), Hasil (Outcomes), Manfaat (Benefits) dan Dampak (Impacts).
Masukan diartikan sebagai segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan atau dalam rangka
menghasilkan Output. Keluaran diartikan sebagai segala sesuatu berupa produk/jasa sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan yang digunakan. Hasil diartikan sebagai segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yaitu ukuran seberapa jauh setiap produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Manfaat diartikan sebagai kegunaan suatu keluaran yang dirasakan langsung oleh masyarakat, sementara dampak diartikan sebagai ukuran tingkat pengaruh sosial ekonomi, lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan.(Lampiran Kep.Kepala LAN No.239/IX/6/8/2003)
Sementara itu apabila dilihat dari jenisnya AKIP dapat diuraikan kedalam 4 (empat) kelompok sebagaimana dikemukakan oleh Pranoto (1999:13) yaitu:
akuntabilitas, keuangan, akuntabilitas administrasi, akuntabilitas manfaat dan akuntabilitas prosedur.
Aparat Pemerintah Desa
Dalam menguraikan Aparat Pemerintah Desa di penelitian ini, masih menggunakan pedoman Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Pemerintahan Desa dan peraturan perundang-undangan yang mengatur dibawahnya,.
Aparat Pemerintah Desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Barus Utara Kabupaten Deli Serdang Nomor:
17 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa adalah para pemangku jabatan Pemerintah Desa yang terdiri atas Kepala Desa danPerangkat Desa.
Perangkat Desa itu sendiri terdiri atas unsur Staf dan unsur Kewilayahan.
Unsur Staf dipimpin oleh Sekretaris Desa yang membawahi lima kepala urusan yaitu Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Keuangan, Kepala Urusan Umum dan Kepala Urusan Kesejahteraan Sosial. Sedangkan unsur kewilayahan dipimpin oleh seorang Kepala Dusun (baca tugas pokok dan kewajibanKepala Desa sebagaimana diatur dalam Perda 17 tahun 2007).
8 JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 Dalam penjabaran dari tugas dan
kewajiban Sekretaris Desa ini dibantu oleh 5 (lima) Kepala Urusan yang masing-masing mempunyai bidang tugas sebagai berikut:
1. Kepala Urusan Pemerintahan.
2. Kepala Urusan Pembangunan 3. Kepala Urusan Kesejahteraan Sosial 4. Kepala Urusan Keuangan
5. Kepala Urusan Umum(Perda 17 tahun 2007).
Dari semua pelaksana tugas dan kewajiban unsure Aparat Pemerintah Desa tersebut dituntut adanya suatu pertanggungjawaban kepada Rakyat melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada setiap akhir tahun anggaran sebagai sebuah bentuk pelaksanaan akuntabilitas kinerja Aparat kepada publik. Selainitu pelaksanaan tugas dan kewajiban juga harus dilaporkan secara tertulis kepada Bupati sebagai Kepala Daerah yang telah memberikan kewenangan kepada Kepala Desa untuk melaksanakan tugas-tugas pembantuan.
Pelayanan Publik.
Organisasi Pemerintah Desa merupakan salah satu organisasi publik, dikarenakan dalam pelaksanaan kegiatannya menyangkut berbagai permasalahan publik.
Masalah publik diidentifikasikan sebagai masalah yang mempunyai dampak luas dan mencakup konsekuensi bagi orang-orang yang tidak secara langsung terlibat. Oleh Charles O. Jones (Budi Winarno, 2002:54) disebutkan bahwa masalah publik dirumuskan menjadi dua tipe yaitu: pertama,
masalah-masalah tersebut
dikarakteristikkan oleh adanya perhatian kelompok dan warga yang terorganisasi yang bertujuan untuk melakukan tindakan (action). Kedua, masalah-masalah tersebut tidak dapat dipecahkan secara individual/pribadi (dengan demikian ia menjadi masalah publik), tetapi kurang terorganisasi dan kurang mendapat dukungan.
Sedangkan oleh Theodore Lowi (Budi Winarno,2002:51) disebutkan bahwa masalah-masalah publik dikategorikan kedalam beberapa kategori. Kategori pertama masalah publik dibedakan menjadi masalah prosedural dan masalah substantif.
Kategori kedua adalah didasarkan atas asal-usul masalah dimana masalah publik
dibedakan kedalam masalah luar negeri maupun dalam negeri.Kategori ketiga adalah berdasarkan kategori jumlah orang yang dipengaruhi serta hubungannya antara satu dengan yang lain.
Berkaitan dengan pelayanan, maka pelayanan publik diidentifikasikan sebagai sebuah kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara organisasi publik sebagai wujud pemenuhan kebutuhan penerima layanan serta pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kinerja pelayanan publik menjadi salah satu dimensi yang strategis dalam menilai keberhasilan pelaksanaan pemerintahan utamanya pada era otonomi daerah sekarang ini.
Kelancaran pemberian pelayanan pada masyarakat sangat tergantung pada tingkat SDM Birokrasi sebagai penyelenggara pelayanan publik dan sistem pemberian pelayanan yang baik sebagaimana diungkapkan oleh Dwiyanto (2002:67) bahwa “Sistem pemberian pelayanan yang baik dapat dilihat dari besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh aparat birokrasi secara efektif didayagunakan untuk melayani pengguna jasa”.
Guna penyusunan kinerja pelayanan publik diperlukan adanya indikator- indikator yang sangat bervariasi. Indikator- indikator dalam penyusunan kinerja pelayanan publik dilihat dari dua sudut pandang baik dari si pemberi pelayanan yaitu bagaimana aparat penyelenggara mampu melaksanakan pelayanan secara baik dan dari sudut masyarakat sebagai penerima pelayanan. Dalam hal ini ukuran untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan yang baik dilihat dari seberapa besar tingkat kepuasan masyarakat mampu tercukupi.
Konsep ini diungkapkan oleh Dwiyanto (2002:52) yaitu:
Secara garis besar berbagai parameter yang digunakan untuk melihat kinerja pelayanan publik dapat dikelompokkan menjadi dua pendekatan. Pendekatan pertama melihat kinerja pelayanan publik dari perspektif pemberi pelayanan publik dan pendekatan kedua melihat kinerja pelayanan publik dari perspektif pengguna jasa.
Adapun jenis dan pengelompokan dari pelayanan publik adalah :
JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 9 - Kelompok pelayanan Administratif
(Legalisasi,Surat
pengantar/keterangan,Akte, Perijinan, Sertifikat).
- Kolompok pelayanan Barang (Jaringan telepon,Penyediaan Listrik, dan Penyediaan Air bersih)
- Kelompok pelayanan Jasa (Pendidikan, Pemeliharaan Kesehatan, Penyelenggaraan Transportasi, dan Jasa Pelayanan Pos).
- Asas Pelayanan Publik (Transparansi, Akuntabilitas, Kondisional, Partisipatif, Kesamaan Hak, Keseimbangan Hak dan Kewajiban)
- Fasilitas pelayanan ( Ruang pelayanan, Loket Pelayanan, Efektivitas dan efisiensi pelayanan dan Hasil output dari surat- surat yang dikeluarkan)
- Petugas pelayanan (Tingkat SDM, Tingkat kecakapan dalam memberikan pelayanan pada masyarakat).
- Prinsip pelayanan (Kesederhanaan, Kepastian waktu, Kejelasan, Akurasi, Keamanan, Tanggung jawab, Kelengkapan Sarana dan prasarana, Kemudahan akses, Kedisiplinan,kesopanan dan keramahan, serta Kenyamanan).
Lebih lanjut oleh Dwiyanto (2002:81) dijelaskan bahwa “Untuk menilai kinerja pelayanan publik ada beberapa indikator yang akan dipergunakan yaitu antara lain keadilan dan persamaan pelayanan, kepastian waktu, biaya, responsivitas dan rente birokrasi”. Dalam melihat kinerja pelayanan publik hendaknya tidak dilihat secara diametric, melainkan tetap dipahami sebagai suatu sudut pandang yang saling berinteraksi dimana birokrasi publik dituntut memberikan pelayanan yang sebaik mungkin, baik kepada publik maupun Insvestor dari Negara lain.
Dalam kerangka itu penerapan strategi yang mengintegrasikan pendekatan cultural dan structural ke dalam system pelayanan birokrasi yang disebut dengan Total Quality Management (TQM) dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan perbaikan pelayanan publik. Pengertian TQM sebagaimana dijelaskan oleh David Hunger dan Thomas L. Wheelem (2003:373) adalah
“Sebuah filosofi operasional yang menekankan komitmen pada kepuasan pelanggan dan peningkatan berkelanjutan”.
Tujuan TQM sebagaimana diungkapkan oleh Schonberger dalam bukunya David Hunger dan Thomas L.
Wheelem, (2003:373) dikelompokkan menjadi empat yaitu:
1. Kualitas produk dan jasa yang lebih baik serta sedikit variabel.
2. Respon yang lebih cepat dan sedikit variabel dalam memproses kebutuhan pelanggan.
3. Fleksibilitas yang lebih besar dalam penyesuaian terhadap perubahan yang dibutuhkan pelanggan.
4. Biaya yang lebih rendah melalui peningkatan kualitas dan eliminasi pekerjaan yang tidak memiliki nilai tambah.
Didalam TQM harus dilibatkan serangkaian teknik baik mulai dari dari scatter diagram, sampai benchmarking dan tim lintas fungsi. Budaya TQM nampaknya memiliki pengaruh yang sangat baik dalam perubahan suatu organisasi, karena menuntut pimpinan yang kuat dari manajemen puncak, pelatihan karyawan, pemberdayaan karyawan tingkat rendah, dan kerja tim untuk membuatnya berhasi.
TQM lebih ditekankan pada upaya pencegahan, bukan perbaikan, walaupun pemeriksaan terhadap kualitas masih terus dilakukan. Tekanannya adalah pada peningkatan gugus kendali mutu (Quality Circle) atau tim peningkatan kualitas yang mengindentifikasi masalah dan menyarankan berbagai cara untuk memperbaiki proses yang menyebabkan masalah.
Elemen-elemen penting dalam TQM sebagaimana dijelaskan oleh David Hunger dan Thomas L. Wheelen (2003:374-375) yaitu:
1. Fokus yang kuat terhadap kepuasan pelanggan: seluruh karyawan harus memahami bahwa pekerjaan mereka ada, karena adanya kebutuhan pelanggan. Oleh karenanya pendekatan yang harus diambil adalah bagaimana hasil pekerjaan itu akan mempengaruhi kepuasan pelanggan.
2. Pelanggan adalah internal dan eksternal : Karyawan bagian pengemasan adalah pelanggan internal bagi karyawan di bagian lainnya yang sedang menyelesaikan perakitan produk, dan
10 JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 orang yang membeli produk adalah
pelanggan bagi seluruh anggota organisasi. Seorang karyawan harus memuaskan pelanggan internal dan juga pelanggan eksternal.
3. Pengukuran yang akurat terhadap seluruh variabel kritis dalam operasi perusahaan : karyawan harus dilatih dalam hal apa saja yang akan diukur, bagaimana mengukur dan bagaimana menerjemahkan data yang ada.
4. Peningkatan berkelanjutan pada produk dan jasa: setiap orang menyadari perlunya memantau operasi perusahaan secara berkesinambungan untuk menemukan berbagai cara meningkatkan produk dan layanan.
5. Hubungan kerja yang baru didasarkan pada saling percaya dan kerja tim:
kuncinya adalah gagasan pemberdayaan atau memberikan keleluasaan kepada karyawan dalam cara mereka mencapai sasaran perusahaan.
Aparat Pemerintah Desa
Dalam menguraikan Aparat Pemerintah Desa di penelitian ini, masih menggunakan pedoman Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Pemerintahan Desa dan peraturan perundang-undangan yang mengatur dibawahnya,.
Aparat Pemerintah Desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Barus Utara Kabupaten Deli Serdang Nomor:
17 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa adalah para pemangku jabatan Pemerintah Desa yang terdiri atas Kepala Desa danPerangkat Desa.
Perangkat Desa itu sendiri terdiri atas unsur Staf dan unsur Kewilayahan.
Unsur Staf dipimpin oleh Sekretaris Desa yang membawahi lima kepala urusan yaitu Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Keuangan, Kepala Urusan Umum dan Kepala Urusan Kesejahteraan Sosial. Sedangkan unsur kewilayahan dipimpin oleh seorang Kepala Dusun.
Sebagai Kepala Desa memiliki beberapa tugas pokok dan kewajiban yang sebagaimana diatur dalam Perda 17 tahun 2007 adalah :
1. Memimpin penyelenggaraan Pemerintah Desa
2. Membina kehidupan masyarakat desa dan perekonomian desa
3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa.
4. Mendamaikan perselisihan masyarakat desa
5. Mewakili desanya didalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.
6. Mengajukan Raperdes dan bersama BPD menetapkan Peraturan Desa.
7. Melaksanakan Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa
8. Menyusun dan menetapkan APBDes setiap tahun dalam Peraturan Desa.
9. Menetapkan Keputusan Kepala Desa sebagai peraturan pelaksanaan Peraturan Desa.
10. Menyusun program kerja tahunan dan lima tahunan
11. Menyelenggarakan tertib keuangan desa 12. Menyelenggarakan tertib pertanahan,
termasuk bondo desa
13. Menyelenggarakan tertib administrasi dan pengerjaan registrasi desa.
14. Menumbuhkan dan mengembangkan semangat gotong royong masyarakat.
15. Mendorong dan mewujudkan usaha- usaha peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat desa.
16. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait tentang pemerintahan desa, pembangunan dan pembinaan sosial kemasyarakatan
Sedangkan tugas dan kewajiban Sekretaris Desa adalah :
1. melaksanakan urusan surat menyurat, kearsipan dan pelaporan.
2. Melaksanakan koordinasi dan pembinaan terhadap kegiatan admnistrasi yang dilakukan oleh kepala urusan.
3. Menyusun rencana, mengumpulkan bahan, merumuskan program dan petunjuk untuk keperluan pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
4. Memberikan pelayanan administrasi kepada masyarakat.
Dalam penjabaran dari tugas dan kewajiban Sekretaris Desa ini dibantu oleh 5
JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 11 (lima) Kepala Urusan yang masing-masing
mempunyai bidang tugas sebagai berikut:
1. Kepala Urusan Pemerintahan. Kepala Urusan Pemerintahan berkedudukan sebagai unsur staf yang membantu Sekretaris Desa dalam urusan administrasi pemerintahan, ketentraman dan ketertiban. Adapun tugas dan kewajibannya adalah :
a. Menyusun rencana dan program penyelenggaraan pemerintahan.
b. Menyusun rencana dan program pelaksanaan administrasi kependudukan dan catatan sipil.
c. Menyusun rencana dan program pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat serta Pertahanan Sipil.
d. Menyusun rencana dan program pelaksanaan pengawasan terhadap penyaluran bantuan kepada masyarakat serta kegiatan pengamanan akibat bencana alam dan bencana lainnya.
e. Memberikan pelayanan administrasi Sekretaris Desa.
f. Memberikan pelayanan administrasi kepada masyarakat didalam urusan pemerintahan.
g. Mengerjakan register desa
h. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa secara periodik.
i. Melaksanakan tugas dan kewajiban lain yang diberikan oleh Sekretaris Desa.
2. Kepala Urusan Pembangunan berkedudukan sebagai unsur staf yang membantu Sekretaris Desa dalam urusan administrasi Pembangunan yang mempunyai fungsi sebagai penyelenggara administrasi pembangunan dan perekonomian. Tugas dan kewajiban Kepala Urusan Pembangunan adalah:
a. Menyusun rencana dan program bimbingan dibidang pembangunan, perekonomian, distribusi dan produksi.
b. Menyusun rencana dan program kegiatan dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat dan swadaya masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan dan peningkatan perekonomian desa.
c. Menyusun rencana dan program serta membantu menyiapkan bahan- bahan dalam rangka pelaksanaan musyawarah pembangunan desa.
d. Memberikan pelayanan administrasi Sekretaris Desa.
e. Memberikan pelayanan administrasi kepada masyarakat didalam urusan pembangunan dan perekonomian.
f. Mengerjakan register desa
g. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Desa melalui sekretaris Desa secara periodik.
h. Melaksanakan tugas dan kewajiban lain yang diberikan oleh Sekretaris Desa.
3. Kepala Urusan Kesejahteraan Sosial berkedudukan sebagai unsur staf yang membantu Sekretaris Desa dalam urusan administrasi kesejahteraan sosial.
Adapun tugas dan kewajibannya adalah:
a. Menyusun rencana dan program pelayanan kepada masyarakat dibidang kesejahteraan sosial.
b. Menyusun rencana dan program pembinaan dalam bidang keagamaan, keluarga berencana, kesehatan, dan pendidikan masyarakat.
c. Menyusun rencana dan program kegiatan pengumpulan zakat, infaq dan sodaqoh.
d. Memberikan pelayanan administrasi Sekretaris Desa.
e. Memberikan pelayanan administrasi kepada masyarakat didalam urusan kesejahteraan sosial.
f. Mengerjakan register desa.
g. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa secara periodik.
h. Melaksanakan tugas dan kewajiban lain yang diberikan Sekretaris Desa.
4. Kepala Urusan Keuangan berkedudukan sebagai unsur staf yang membantu Sekretaris Desa dalam urusan administrasi keuangan dengan tugas dan kewajiban:
a. Menyusun rencana dan program penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang.
12 JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 b. Menyusun rencana dan program
pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan.
c. Menyusun rencana dan program kegiatan peningkatan sumber pendapatan dan kekayaan desa.
d. Menyusun rencana dan program pengurusan pembayaran penghasilan atau honorarium.
e. Memberikan pelayanan administrasi Sekretaris Desa
f. Memberikan pelayanan administratif kepada masyarakat didalam urusan keuangan.
g. Mengerjakan register desa
h. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa secara periodik.
i. Melaksanakan tugas dan kewajiban lain yang diberikan Sekretaris Desa.
5. Kepala Urusan Umum berkedudukan sebagai unsur staf yang membantu Sekretaris Desa dalam urusan administrasi umum. Tugas dan kewajibannya adalah :
a. Menyusun rencana dan program pelaksanaan administrasi Kepala Desa, Perangkat Desa serta aparatur desa lainnya.
b. Menyusun rencana dan program penyelenggaraan dibidang perlengkapan dan inventaris desa.
c. Menyusun rencana dan program pengaturan pelaksanaan rapat-rapat dinas dan upacara.
d. Menyusun rencana dan program penyelenggaraan surat menyurat, kearsipan dan ekspedisi.
e. Memberikan pelayanan administrasi Sekretaris Desa.
f. Memberikan pelayanan administrasi kepada masyarakat didalam urusan umum.
g. Mengerjakan register desa.
h. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kepala Desa melalui Sekretaris Desa secara periodik.
i. Melaksanakan tugas dan kewajiban lainnya yang diberikan Sekretaris Desa
Sedangkan sebagai unsur kewilayahan dikepalai oleh seorang Kepala Dusun yang memiliki fungsi sebagai penyelenggara kegiatan dalam rangka membantu sebagian
tugas dan kewajiban Kepala Desa di wilayah bagian desa atau sering disebut Dusun.
Tugas dan kewajiban Kepala Dusun adalah:
a. Melaksanakan Peraturan Desa
b. Melaksanakan keputusan Kepala Desa c. Melaksanakan pembinaan ketentraman
dan kerukunan warga dusun
d. Melaksanakan pembinaan dan peningkatan swadaya, gotong royong dan partisipasi masyarakat
e. Melaksanakan tugas dan kewajiban lain yang diberikan oleh kepala Desa
Dari semua pelaksanan tugas dan kewajiban unsur Aparat Pemerintah Desa tersebut dituntut adanya suatu pertanggungjawaban kepada Rakyat melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada setiap akhir tahun anggaran sebagai sebuah bentuk pelaksanaan akuntabilitas kinerja Aparat kepada publik. Selain itu pelaksanaan tugas dan kewajiban juga harus dilaporkan secara tertulis kepada Bupati sebagai Kepala Daerah yang telah memberikan kewenangan kepada Kepala Desa untuk melaksanakan tugas-tugas pembantuan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan bentuk desain penelitian studi kasus terpancang atau embadded case study. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah para Stakeholders baik yang berfungsi sebagai aktor-aktor yang menjalankan tugas pelayanan publik maupun yang berfungsi obyek penerima layanan.
Variabeldalampenelitianinidifokuskan pada akuntabilitas kinerja Aparat Pemerintah Desa terutama dalam kegiatan pelayanan publik kepada masyarakat.Dalam penganalisaan datanya, digunakan model interaktif karena dianggap paling relevan dengan metode penelitian kualitatif terpancang yang digunakan dalam penelitian ini.
PEMBAHASAN
Kinerja Aparat Pemerintah Desa Tandam Hulu II Tentang Efisiensi dan Efektivitas Kinerja Aparat Pemerintah Desa
Untuk melihat efisiensi kinerja Aparat Pemerintah Desa, penelitian ini meninjau tidak hanya pada segi efisiensi dari sudut pandang biaya dan waktu saja tetapi juga
JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 13 pada penggunaan sarana maupun prasarana
yang ada. Sementara untuk melihat tingkat efektivitasnya akan dilihat pada seberapa besar kinerja Aparat mampu mencapai hasil (output). Dalam upaya pelaksanan kinerja Aparat Pemerintah Desa Tandam Hulu II, umumnya tingkat efisiensi kurang diperhatikan oleh sebagian besar Aparat, hal ini sebagaimana digambarkan dari hasil jawaban pada 8 indikator kinerja keseluruhan Informan yang menyatakan tidak efisien sebanyak 56,7%. Cerminan dari tidak efisiennya pelaksanaan kinerja ini dilihat dari besarnya biaya yang dikeluarkan dan banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut tidak sebanding dengan nilai output yang diterima.
Ketidakefisienan ini antara lain terjadi pada beberapa pelaksanan kinerja Aparat seperti saat penarikan dan intensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pelaksanaan pelayanan pada jam dinas maupun sore hari dan pelaksanaan pemungutan pungutan desa.
Sementara oleh Informan masyarakat dari sejumlah 16 orang yang menyatakan ketidakefisienan sebanyak 11 orang atau 68,8 % dengan alasan bahwa tidak semua wajib pajak tersebut memiliki tingkat disiplin maupun kesadaran yang sama, serta seringnya terdapat permasalahan data dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang tidak sesuai dengan situasi maupun kondisi, sehingga mempengaruhi WP enggan membayar pajak. Namun demikian sebanyak 5 orang atau 31,3 % Informan justru menyatakan penarikan PBB ini dipandang efisien dikarenakan menurut aturannya bahwa mereka yang seharusnya melakukan pembayaran di BRI Unit, akan tetapi cukup membayar lewat aparat desa setempat sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi maupun kehilangan banyak waktu.
Sedangkan penarikan PBB dianggap sudah efisien sebagaimana jawaban 2 (dua) orang informan Aparat di atas, dikarenakan alasan masyarakat sebagai wajib pajak tidak perlu melakukan pembayaran ke BRI, tetapi cukup kepada perangkat desa setempat, sehingga tidak memerlukan biaya transportasi maupun kehilangan waktu dan tenaga. Selain itu pemungutan melalui Aparat ini juga dinilai menghemat waktu dan
tenaga dalam rangka mengontrol siapa saja yang sudah dan belum membayar, karena data tiap-tiap wajib pajak seluruhnya telah tercatat dalam buku administrasi penarikan masing-masing Aparat.
Sedangkan dilihat dari tingkat efektifnya pelaksanaan penarikan PBB ternyata dari 30 orang Informan seluruhnya menyatakan tidak efektif. Penyebab tidak efektifnya kinerja ini banyak disinyalir adanya beberapa hambatan seperti lemahnya semangat Aparat desa dalam melakukan penarikan, kurangnya kesadaran sebagian wajib pajak, bahkan adanya penyelewengan uang PBB oleh oknum Aparat untuk dipinjam terlebih dahulu.
Sementara itu efisiensi dan efektivitas kinerja juga dilihat dari seberapa besar tingkat pencapaian pelaksanaan pemungutan desasebagai salah satu upaya peningkatan pendapatan asli desa (PADes) yang dalam pemungutannya diletakkan di setiap jenis pelayanan publik. Jenis-jenis pelayanan publik yang dibebani pungutan di Desa Tandam Hulu II antara lain jenis pelayanan legalisasi surat-menyurat seperti surat pengantar pembuatan KTP/KK/Akte Kelahiran, surat pengantar berkelakuan baik untuk pembuatan SKKB, surat pengantar pernikahan, surat keterangan kelahiran, surat keterangan kematian, surat keterangan domisili, maupun berbagai pengesahan (legalisasi) surat menyurat. Selain itu jenis pelayanan dalam proses jual beli tanah, hak pewarisan maupun hak kepemilikan atas jenis usaha tertentu juga dibebani adanya pungutan desa.
Tingkat Keadilan Kinerja Aparat Pemerintah Desa
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemenuhan prinsip keadilan dilihat dari kemampuan Aparat Pemerintah Desa dalam memberikan perlakukan yang sama dan adil kepada warganya. Hal ini menganut pada tata pemerintahan yang baik yang mengharuskan pemerintah menjamin setiap warganya untuk memperoleh akses yang sama bukan hanya pada pelayanan publik, tetapi juga pada kualitas pelayanan yang sama pula.
Dari hasil penelitian ini, disebutkan bahwa pemenuhan prinsip keadilan
14 JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 pelayanan oleh Aparat Pemerintah Desa
Tandam Hulu II kepada masyarakat memang belum mampu seluruhnya memenuhi harapan warga masyarakat. Hal ini tercermin dari hasil jawaban Informan sebanyak 30 orang, 7 orang diantaranya atau 23,3%
menilai tidak adil atau tidak sama yang mengisyaratkan bahwa praktek kinerja birokrasi pemerintah desa belum menunjukkan pada peningkatan kualitas pelayanan dengan mengedepankan masyarakat sebagai pelanggan. Beberapa contoh kasus yang terjadi seperti pada pelayanan kesehatan di desa yaitu pada saat pembagian kartu sehat oleh Aparat Desa, di mana terdapat beberapa warga yang menurut kategorinya dikatakan miskin tetapi tidak menerima kartu sehat orang miskin, justru sebaliknya ada beberapa orang yang tidak begitu miskin tetapi memiliki hubungan keluarga dengan Aparat Desa mendapat kartu sehat orang miskin.
Sementara itu kondisi kurang adilnya pelayanan pada pengurusan hal-hal tertentu yang karena situasi derajat sosial masyarakat tersebut lebih tinggi dibanding masyarakat lainnya, menjadi lebih diperhatikan pelayanannya oleh Aparat Desa setempat karena pengaruh budaya nepotisme yang berkembang di tingkat desa.
Hubungan perkoncoan ataupun kekeluargaan jelas tidak akan terlepas dari birokrasi di tingkat desa. Hal ini menurut salah satu tokoh agama atau ulama Desa Tandam Hulu II yang menyebutkan bahwa
“Biasanya orang-orang yang terpandang di desa mendapat perlakuan lebih dari Aparat Desa daripada masyarakat biasa pada umumnya”. (Sumber: Tokoh Agama, Wawancara tanggal 27 Pebruari 2013).
Kondisi perlakuan tidak adil ini memang tidak separah pada jenis pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah lainnya seperti pelayanan sertifikat tanah, Akte Kelahiran, SKKB, KTP maupun SIM, karena pelayanan yang dijalankan oleh Aparat Desa lebih banyak berupa fasilitator seperti surat keterangan maupun surat pengantar. Perlakuan pemberian legalisasi surat menyurat hampir bisa dikatakan memiliki tingkat keadilan sama antara satu warga dengan lainnya.
Prinsip keadilan dalam hal penghargaan bagi Aparat Desa, ternyata
belum juga dilakukan, seperti banyak kasus adanya pencapaian target PBB oleh Perangkat Desa, namun tidak sekalipun mereka mendapat perhatian apalagi hadiah.
Sementara itu ada beberapa perangkat yang tidak lunas target PBBnya, bahkan ikut menggunakan sebagian uang PBB untuk kepentingan pribadinya, tidak mendapat hukuman apapun dari pihak yang berwenang ataupun Kepala Desa sebagai pimpinan Pemerintah Desa.
Daya Tanggap Aparat Pemerintah Desa Daya tanggap Aparat Pemerintah Desa menjelaskan tentang kemampuan Aparat dalam mengenali kebutuhan dan merespon opini publik serta adanya akses publik dalam sistem pemerintahan desa. Oleh karenanya daya tanggap Aparat ini menunjuk pada keselarasan antara program pemerintah desa dan kegiatannya dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Penelitian ini melihat seberapa banyak keluhan masyarakat terhadap pelayanan dan tindakan pemerintah dalam menanggapi keluhan tersebut. Indikator kinerja yang diteliti dalam masalah responsivitas dilihat pada kinerja aparat bidang pemerintahan dan pembangunan seperti pelayanan legalisasi surat menyurat dan pelaksanaan proses pembangunan desa baik melalui dana pembangunan desa maupun Program Pengembangan Kecamatan (PPK).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat daya tanggap Aparat Desa dalam merespons kebutuhan masyarakat sudah cukup baik, dimana menurut hasil penelitian dari 30 jawaban Informan sebanyak 22 orang atau 73,3 % menyatakan Aparat mampu mengenali kebutuhan masyarakat.
Kondisi tidak maksimalnya pelayanan pada jam kerja memang sangat dilematis, hal ini perlu dicermati bahwa keberadaan Aparat Pemerintah Desa tidak sama dengan Aparat Instansi Pemerintah pada umumnya, dengan kata lain bahwa Institusi Pemerintah Desa tidak bisa disamaratakan keberadaannya dengan Instansi Pemerintah.
Selain itu tingkat SDM Aparat dan PNS di lingkungan Instansi Pemerintah juga menjadi perbedaan yang sangat mencolok, sehingga sangat sulit untuk menyamakan antara kaduanya. Rendahnya tingkat SDM Aparat ternyata juga sangat berpengaruh
JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 15 dalam pola pikir maupun daya tanggap
mereka. Sementara upaya peningkatan kualitas SDM juga mengalami kesulitan kecuali dengan cara regenerasi dan reorganisasi tetapi jelas akan menimbulkan kerawanan dan dampak-dampak negatif.
Peningkatan tingkat pendidikan seperti Ujian Persamaan SLTP, juga belum memberikan hasil yang signifikan bagi meningkatnya kualitas Aparat Pemerintah Desa saat ini.
Namun dengan mengingat fungsi Aparat sebagai pelayan masyarakat, tentunya tidak ada kata lain selain melayani dan mengabdi kepada masyarakat, sehingga berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat harus mampu terlayani. Begitu banyaknya kemauan dan kebutuhan masyarakat tentunya juga tidak dapat terpenuhi semuanya, namun setidaknya pemenuhan sebagian besar kebutuhan masyarakat telah membuktikan daya tanggap Aparat yang cukup baik.
Beberapa pelaksanaan pelayanan di desa saat ini, nampaknya yang perlu dicermati adalah adanya sebuah agenda kesepakatan publik yaitu ketentuan- ketentuan pelayanan seperti jam pelayanan, biaya pelayanan maupun lamanya waktu pelayanan. Konsep ini nampaknya belum terakomodir di sistem pelayanan Aparat Pemerintah Desa Tandam Hulu II, sehingga masih terdapat beberapa perbedaan pandangan antara masyarakat dan Aparatnya.
Dalam kaitan adanya akses publik pada pelaksanaan sistem pemerintahan desa Tandam Hulu II, telah terdapat beberapa sarana dan prasarana akses publik seperti kotak saran, forum selapanan desa, forum musyawarah desa, yang kesemuanya mampu diadopsi oleh Aparat Pemerintah Desa setempat dalam memenuhi harapan maupun kebutuhan masyarakatnya. Dari beberapa kenyataan di atas, tingkat responsivitas Aparat Pemerintah Desa Tandam Hulu II nampaknya telah mampu merespon opini publik yang berkembang, dan mampu memenuhi maupun mengenali kebutuhan masyarakatnya. Kondisi tersebut jelas menggembirakan seiring dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik dewasa ini yang baik oleh Pemerintah itu sendiri maupun LSM dan lembaga-lembaga pendidikan perguruan tinggi sedang
dipropagandakan sebagai pedoman pelaksanaan sistem pelayanan publik di Indonesia.
Pelaksanaan Pelayanan Publik oleh Aparat Pemerintah Desa Tandam Hulu II
Untuk melihat seberapa jauh pelaksanaan pelayanan Aparat Pemerintah Desa Tandam Hulu II kepada masyarakat, penelitian ini meninjau sudut pelayanan dari segi prosedur dan manfaatnya bagi masyarakat. Segi prosedur lebih merujuk pada proses pelaksanaan pelayanan sementara segi menfaat pelayanan dilihat pada dampak yang diterima masyarakat sebagai pengguna jasa layanan
Untuk melihat kajian prosedur pelayanan di tingkat desa ini, dilihat pada dua segi yaitu tingkat transparansi dan kesederhanaan atau akses kemudahan dalam mendapatkan pelayanan. Transparansi pelayanan Aparat Pemerintah Desa umumnya telah berjalan secara baik.
Berbagai anggaran biaya suatu kegiatan pemerintahan umumnya lebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat secara terbuka, bahkan ada beberapa diantaranya harus melibatkan masyarakat itu sendiri dalam perumusan penggunaannya. Hanya saja yang perlu dicermati adalah siapa saja masyarakat yang ikut dalam perumusan tersebut, apakah mereka telah memenuhi tingkat kapabilitasnya dimuka masyarakat sehingga setiap informasi yang mereka terima mampu diteruskan ke masyarakat secara luas.
Informasi yang terputus jelas akan berdampak pada kurang diketahuinya setiap program maupun kegiatan oleh seluruh warga.
Hal inilah nampaknya yang masih perlu adanya perbaikan sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa proses sosialisasi berbagai kebijakan termasuk anggaran belum sampai ke seluruh warga, bahkan terkesan informasi yang mereka terima hanya untuk dikonsumsi sebagian kecil anggota masyarakat yang dikarenakan tidak seluruh tokoh ataupun masyarakat yang ikut dalam suatu pertemuan mampu menyampaikan kepada masyarakat umum lainnya. Namun dari pelaksanaan kinerja Aparat Desa secara umum selama ini, dapat dinilai telah terjadi tingkat transparansi yang
16 JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 cukup baik karena mekanisme yang
dijalankan telah mengakses arus bawah dengan pola buttom up.
Dilihat dari tingkat efisiensinya, memang prosedur pembangunan desa masih kurang karena berbagai pelaksanaan prosedur yang melibatkan baynak orang tersebut tentunya membutuhkan biaya dan waktu yang banyak, namun dilihat dari segi efektivitas tercapainya sasaran dan tujuan pembangunan, mampu mencapai secara efektif. Pandangan ini berbeda dengan pendapat Aparat Pemerintah Desa yang dalam hal ini Kepala Desa Tandam Hulu II menyebutkan bahwa prosedur tersebut sangat efisien. Hal ini apabila dibandingkan dengan cara menyewa atau meminta bantuan jasa konsultan pembangunan untuk merencakan setiap pembangunan di desa, maka biaya yang dikeluarkan akan sangat besar. Lebih lanjut menurutnya bahwa proses yang melibatkan masyarakat dan masyarakat secara antusias ikut berpartisipasi dalam memikirkan pembangunan desa apabila diukur secara finansial pastilah biayanya besar sekali.
Namun konsep ini merupakan sebuah perwujudan tingkat swadaya masyarakat yaitu berupa sumbangan pemikiran dan masukan yang positif, bahkan sangat aspiratif.
Tingkat Manfaat Pelayanan Aparat Pemerintah Desa Kepada Masyarakat
Tingkat manfaat pelayanan Aparat Pemerintah Desa kepada masyarakat, dilihat dari apakah suatu program atau kegiatan secara efektif telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan aspek biaya dan manfaatnya (Pranoto,1999:13). Atas dasar konsep tersebut dari hasil penelusuran data di lapangan, banyak ditemukan tingkat manfaat yang cukup banyak diterima atas pelaksanaan suatu program atau kegiatan yang dijalankan oleh Aparat Pemerintah Desa.
Sebagai contoh kegiatan pembangunan betonisasi jalan kampung di Dusun Tandam Hulu II melalui dana perimbangan desa dan betonisasi jalan kampung di Dusun melalui dana PPK, yang masing-masing mendapatkan biaya sebesar Rp. 30.000.000,- dan Rp.63.035.800,- ternyata mampu
memberikan manfaat yang cukup besar bagi peningkatan perekonomian masyarakat setempat. Dampak dan manfaat bagi masyarakat tersebut ada yang bersifat langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung peningkatan sarana dan prasarana memberikan kontribusi lebih bagi peningkatan perekonomian masyakat setempat, namun secara tidak langsung dengan pembangunan itu berdampak bagi proses kehidupan bermasyarakat secara luas baik segi kesehatan, politik, sosial maupun budaya. Kriteria yang selama ini dilihat, umumnya dalam menilai manfaat suatu kegiatan lebih ditujukan hanya pada sektor ekonomi saja, sementara manfaat secara umum proses kebijakan banyak berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
Berhasilnya pelaksanaan pembangunan secara efektif tentunya tidak terlepas dari peran masyarakat setempat dalam mendukung kegiatannya. Pemerintah Desa sebenarnya lebih bersifat fasilitator karena kedua kegiatan ini lebih banyak melibatkan masyarakat sebagai pelaku maupun pengontrol. Tanpa dukungan tersebut tentu efektivitas kegiatan ini tidak terwujud. Lebih-lebih dari besarnya dana yang diterima apabila diterapkan ke seluruh pelosok desa sangatlah tidak cukup, namun dengan dana yang minim tersebut mampu memancing tingkat swadaya masyarakat dalam mendukung kegiatan sampai melebihi volume rencana kegiatan.
Selain dilihat dari kedua pelaksanaan pembangunan desa di atas, manfaat kegiatan pelayanan Aparat juga dirasakan pada bidang pemerintahan seperti pelayanan legalisasi surat-menyurat, penyaluran bantuan beras untuk orang miskin maupun peningkatan sektor pendidikan. Pada pelaksanaan pelayanan legalisasi surat menyurat dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat saat mereka mengurus keperluannya mengalami kemudahan.
Dengan pola pelaksanaan pelayanan yang hampir bisa dikatakan tidak mengenal batas dimensi baik waktu maupun ruang, memudahkan mereka dalam mendapatkan pelayanan karena dimanapun dan kapanpun masyarakat bertemu Aparat Desa merasa dapat memperoleh pelayanan. Hal ini disoroti bahwa pelayanan oleh Aparat Desa Tandam Hulu II sebagai pelayanan yang
JAP Vol 2, No. 1, Juni 2014 17 sangat prima mengingat tidak terbatas pada
jam dinas walaupun juga masih terdapat kelemahan terutama pada pelayanan jam kerja di kantor desa.
Dalam bidang pelayanan penyaluran beras untuk orang miskin (Raskin), juga dirasakan sangat besar manfaat yang diterima oleh masyarakat terutama bagi mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Manfaat ini terlihat terutama pada faktor biaya beras yang cukup murah yaitu Rp. 1.000,- perkilo yang tiap-tiap Kepala Keluarga mendapatkan 20 kilogram beras dalam setiap bulannya. Program pelayanan ini jelas sangat meringankan beban mereka yang tentunya faktor keuangan menjadi salah satu penyebab mereka masih berada dalam garis kemiskinan.
Menurut data di Kantor Desa Tandam Hulu II selama tahun 2009 ini masyarakat miskin yang menerima Raskin tercatat sebanyak 272 KK dengan jumlah beras yang disalurkan sebanyak 36.680 kilogram. Dari jumlah tersebut nilai perputaran uang pembelian beras orang miskin sejumlah Rp.
36.680.000,- dan telah disetorkan ke Kantor Bulog Kabupaten Deli Serdang melalui UPT KBKS Kecamatan Deli Serdang .
Analisis Akuntabilitas Kinerja Aparat Pemerintah Desa dalam Pelayanan Publik Dari beberapa uraian kajian pelaksanaan kinerja Aparat Pemerintah Desa Tandam Hulu II di atas, dapat dijelaskan bahwa belum seluruhnya kinerja Aparat Pemerintah Desa Tandam Hulu II dilaksanakan secara baik sebagaimana hasil penilaian masyarakat.
Terlihat bahwa tingkat efisiensi kinerja aparat pemerintah desa masih dinilai tidak akuntabel oleh masyarakat. Ketidak efisienan pelaksanaan kinerja ini terjadi pada beberapa indikator kinerja seperti pada upaya pencapaian tujuan penarikan PBB, pelayanan pada jam dinas maupun di luar jam dinas serta pemungutan desayang ternyata memberikan gambaran tidak imbangnya antara input dan output.
Sementara untuk tingkat efektivitas pelaksanaan kinerja aparat, juga masih dinilai oleh masyarakat tidak akuntabel.
Penilaian tidak akuntabelnya tingkat efektivitas ini dikarenakan terdapat
beberapa kegiatan yang menurut penilaian masyarakat tidak mampu mencapai sasarannya seperti pada upaya penarikan PBB, pemungutan desadan pelaksanaan pelayanan pada jam kantor.
Kedua indikator kinerja yang ternyata dinilai tidak akuntabel tersebut, masih diperparah lagi pada tingkat keadilan yang diberikan aparat dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keadilan aparat tidak akuntabel di mata masyarakat. Hal ini didasarkan pada kenyataan adanya perbedaan pelaksanaan pelayanan yang sedikit berbeda terutama antara orang terpandang dengan warga biasa. Lebih-lebih akuntabilitas tingkat keadilan ini diperparah pada pelaksanaan pemberian penghargaan dan hukuman baik bagi aparat itu sendiri maupun kepada warga masyarakat. Kondisi inilah yang menurut masyarakat menilai akuntabilitas tingkat keadilan aparat dalam melayani masyarakat belum baik.
Sementara pada kajian akuntabilitas daya tanggap aparat dalam memenuhi kebutuhan maupun kepentingan warga, ternyata mampu dinilai secara akuntabel oleh masyarakat. Hal ini didasarkan pada banyaknya keluhan dan masukan warga yang mampu diakomodir oleh aparat setempat. Selain itu berbagai kegiatan terutama pelaksanaan pembangunan desa telah memenuhi tingkat kebutuhan maupun harapan opini publik sehingga masyarakat menilai daya tanggap aparat selama ini baik atau akuntabel.
Selain penilaian pelaksanaan kinerja di atas, pelaksanaan pelayanan publik yang dijalankan juga dinilai oleh masyarakat dengan indikator pada segi prosedur pelayanan dan manfaat yang diterima dalam pelayanan tersebut. Pada indikator prosedur pelayanan, ternyata masyarakat menilai baik atau akuntabel yang didasarkan pada kenyataan beberapa prosedur pelayanan tidak memerlukan mekanisme yang panjang serta aparat yang melayani tidak berbelit belit. Disamping itu biaya yang dibebankan kepada warga atas setiap pelayanan yang mereka terima masih dalam kondisi kewajaran dan dalam jangkauan masyarakat.
Berbagai prosedur pelaksanaan pelayanan ternyata tidak menimbulkan