• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI YANG ADAPTIF PADA LAHAN SAWAH BUKAAN BARU UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI YANG ADAPTIF PADA LAHAN SAWAH BUKAAN BARU UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI YANG ADAPTIF PADA

LAHAN SAWAH BUKAAN BARU UNTUK MENINGKATKAN

PRODUKSI >4 TON/HA GKP DI KABUPATEN MERAUKE PROVINSI

PAPUA

Fadjry D.1,∗, Arifuddin K.1, Syafruddin K.1, dan Nicholas2 1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulsel

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17.5 Sudiang Makassar Sulawesi Selatan. Kode Pos: 90252 Tel. 0411 556449, Fax. 0411 554522

2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua

Jl. Yahim Sentani No. 49 Jayapura Papua. Kode Pos 99352 Tel. 0967 592179

e-Mail: dfadjry@yahoo.com Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK

Pemanfaatan lahan untuk usaha pertanian di kabupaten Merauke Prov. Papua diperkirakan telah dilakukan sudah cukup lama, walaupun lahan yang dimanfaatkan untuk usaha pertanian masih dalam jumlah terbatas. Cadangan lahan lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Merauke berkisar 2.5 juta ha. Hasil pewilayahan komoditas , luas lahan basah di Kabupaten Merauke yang sesuai untuk usaha pertanian dan belum termanfaatkan sekitar 1.913.304 ha (98,8%) dan sudah dimanfaatkan sekitar 23.987 ha (1.24%). Penelitian dilaksanakan mulai Pebruari 2012 sampai November 2012 di kabupaten Merauke Prov. Papua. Secara umum kegiatan ini meliputi antara lain: 1) Sosialisasi pengenalan varietas padi unggul baru di tingkat petani, 2) pembuatan demplot uji adaptasi varietas, 3) temu lapang, 4) apresiasi teknologi penan-ganan benih, dan 5) monitoring dan evaluasi. Penelitian uji adaptasi varietas unggul baru pada lahan sawah bukaan baru akan dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan dan lahan rawa. Pengkajian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Pengkajian dilaksanakan selama dua musim tanam pada sentra pengembangan tanaman padi di Kabupaten Merauke. Pada Musim Tanam I mulai bulan Pebruari- Juni 2012, pada lahan rawa perlakuan yang digunakan terdiri dari 6 varietas padi unggul baru untuk lahan rawa (Inpara 1,2,3, 4, dan 5) serta 1 varietas pembanding yaitu Batanghari. Ukuran petak yang digunakan 5m×7m, jarak tanam legowo 2:1 , bibit ditanam tiga batang per rumpun pada umur 25∼30 hari. Pada MT II mulai bulan Juli- Nopember 2012 pada lahan sawah perlakuan yang digunakan terdiri dari 9 varietas padi unggul baru untuk lahan sawah (Inpari 7, 8, 10, 13, 14, 15, 16, 20 dan 21) serta 1 varietas pembanding yaitu Ciliwung. Ukuran petak yang digunakan 5m×7m, jarak tanam legowo 2:1 , bibit ditanam tiga batang per rumpun pada umur 25∼30 hari. Tanaman diberi pupuk urea 200 kg/ha + 100 kg/ha SP-36 + 75 kg/ha KCl. Hasil penelitian menunjukkan Hasil pengka-jian pada MT I, menunjukkan bahwa varietas unggul baru Inpara 1-5 cukup beradaptasi baik untuk lahan rawa lebak bukaan baru dan memiliki potensi baik untuk dikembangkan di Kabupaten Merauke menggantikan varietas lokal dan varietas lainnya yang sudah lama diusahakan petani. Varietas Inpara 1∼5 sesuai untuk dikembangkan pada lahan bukaan baru di Kabupaten Merauke . Keragaan VUB yang telah dikaji memperlihatkan penampilan pertumbuhan dan hasil yang baik. Produksi rata-rata yang diperoleh dari 5 varietas yang dikaji berkisar antara 3,5∼4,2 ton/ha GKP. Hasil pengkajian pada MT II menunjukkan bahwa, varietas unggul baru di lahan sawah bukaan baru hasil konversi dari lahan kering di Kabupaten Merauke pada MT II, varietas padi yang memberikan produksi yang cukup tinggi ¿ 5 ton/ha GKP dan direkomendasikan untuk dapat dikembangkan adalah varietas Inpari 8, 13, dan Inpari 20.

Kata Kunci: VUB padi, lahan sawah bukaan baru, produktivitas dan Papua

I.

PENDAHULUAN

Pertambahan jumlah penduduk yang semakin pesat dari tahun ke tahun berimplikasi terhadap kebutuhan bahan pangan yang juga semakin meningkat. Di lain

pi-hak konversi lahan-lahan sawah produktif ke lahan non pertanian seperti pemukiman, perkotaan dan pemban-gunan infrastruktur serta kebutuhan lainnya tidak da-pat dihindari khususnya di wilayah pulau Jawa. Hal ini

(2)

mendorong pemerintah untuk mencari lahan potensial yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan perluasan areal tanam dan pencetakan sawah baru.

Pencetakan sawah baru lebih banyak diarahkan ke lahan-lahan kering di luar pulau Jawa, umumnya ter-golong lahan-lahan marginal seperti ultisol, oksisol dan inceptisol (Setyorini et al. 2007). Selanjutnya menu-rut Sudjadi (1984), lahan sawah yang baru dicetak se-ring dihadapkan pada berbagai permasalahan kesubu-ran tanah, sehingga produktivitas lahan sawah bukan baru biasanya jauh lebih rendah dari sawah yang telah mapan. Kendala utama pada pada tanah tersebut adala rendahnya pH, kandungan bahan organik dan unsur hara tanah seperti P dan K yang rendah, serta adanya unsur besi yang dapat meracuni tanaman padi.

Selain pembukaan lahan kering untuk lahan sawah juga telah dibuka lahan-lahan rawa yang potensial di Kalimantan, Sumatera dan Papua. Keberhasilan yang ditunjukkan oleh petani di bagian selatan Kalimantan dan petani Bugis di sepanjang pesisir timur Sumat-era mendorong pemerintah untuk pembukaan lahan pasang surut secara besar-besar untuk mendukung pro-gram transmigrasi. Potensi lahan rawa di Indonesia yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua sekitar 20.096.800. Dari luas tersebut un-tuk wilayah Papua ada sekitar 4.216.950 dan belum di-manfaatkan (Noor M dan Jumberi, 2005). Laporan Di-nas Pertanian dan Ketahanan Prov. Papua (2011), pada tahun 2011 program pencetakan sawah baru di Kabu-paten Merauke saja seluas 1.000 ha dan realisasi siap tanam 373 ha. Kebutuhan beras di Papua Tahun 2011 sebesar 185.416 ton beras atau setara dengan 309.030 ton GKG. Komoditas padi baru tersedia di Papua sebe-sar 37% (113.393 ton GKG) atau masih tergantung dari luar Papua sebesar 195.637 ton GKG (63%) atau setara dengan 117.382 ton beras dengan asumsi penduduk Papua tahun 2011 adalah 2.947.826 dan komsumsi be-ras 62.9 kg/kapita/tahun.

Pemanfaatan lahan rawa untuk usaha pertanian di Indonesia diperkirakan telah dilakukan sudah cukup lama, walaupun lahan yang dimanfaatkan untuk us-aha pertanian masih dalam jumlah terbatas. Pemerin-tah daerah dan pemerinPemerin-tah pusat telah mencanangkan Kabupaten Merauke sebagai sebagai sentra cadangan pangan di Kawasan Timur Indonesia melalui Program MIFEE ( Merauke Integrated Food Energy and Estate) dan sudah menjadi Program nasional serta merupakan salah satu program 100 hari kinerja Kementerian Per-tanian. Cadangan lahan lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman pangan di kabupaten Mer-auke berkisar 2.5 juta ha. Hasil pewilayahan komodi-tas tanaman pangan, luas lahan basah (rawa) di kabu-paten Merauke yang sesuai untuk usaha pertanian dan

belum termanfaatkan sekitar 1.913.304 ha (98,8%) dan sudah dimanfaatkan sekitar 23.987 ha (1.24%). La-han rawa lebak mempunyai karakter yang khas, yaitu terdapatnya genangan air pada periode waktu yang cukup lama. Air yang menggenang tersebut bukan merupakan akumulasi air pasang, tetapi berasal dari limpasan air permukaan di wilayah tersebut maupun dari wilayah sekitarnya karena tofografinya yang lebih rendah. Produktivitas tanaman pangan di lahan rawa yang sudah dibuka tersebut pada saat ini relatif ren-dah jika dibandingkan dengan produktivitas di la-han beririgasi. Pemanfaatan lahan lebak untuk us-aha pertanian umumnya masih rendah dan bervari-asi dari satu kawasan dengan kawasan lainnya karena keberhasilannya sangat bergantung pada kondisi ik-lim (banjir atau kekeringan), drainase jelek, tanah yang bersifat masam sampai dengan sangat masam, kan-dungan N, P dan K sangat bervariasi, umumnya ren-dah sampai dengan sangat renren-dah, dan kendala sosial ekonomi sehingga melemahkan animo masyarakat un-tuk mengembangkan lahan rawa lebak.

Menurut Ar-Riza dan Jumberi (2008), padi rawa lebak secara umum sama dengan padi sawah tetapi karena hidupnya di lahan rawa lebak, maka perlu va-rietas yang adaptif dan cara budidaya yang sesuai de-ngan karakteristik rawa lebak. Agroekosistem rawa lebak mempunyai dua kondisi ekstrim, yaitu tergenang air pada saat musim hujan 1-6 bulan atau sepanjang tahun, dan kering pada saat musim kemarau. Mengacu pada kondisi tersebut, maka varietas padi rawa harus memiliki beberapa sifat yang dapat mendukung per-tumbuhannya sesuai kondisi rawa. Diantara sifat yang harus dimiliki: (1) tinggi tidak kurang dari 90 cm, (2) mempunyai potensi anakan 13-15 anakan/rumpun, tol-eran terendam sekaligus toltol-eran kekeringan, (3) batang kokoh, (4) umur pendek/genjah, dan (5) potensi hasil tinggi (Ar-Riza, 2000). Berdasarkan karakteristik terse-but di atas maka dalam pemanfaatannya untuk bu-didaya padi diperlukan kehati-hatian dan kecermatan dalam pengelolaan lahan tersebut. Mengacu pada kon-disi tersebut, maka varietas padi rawa harus memi-liki beberapa sifat yang dapat mendukung pertum-buhannya sesuai kondisi rawa. Diantara sifat yang harus dimiliki: (1) tinggi tidak kurang dari 90 cm, (2) mempunyai potensi anakan 13-15 anakan/rumpun, tol-eran terendam sekaligus toltol-eran kekeringan, (3) batang kokoh, (4) umur pendek/genjah, dan (5) potensi hasil tinggi (Ar-Riza, 2000).

Usaha pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut belum banyak dilaksanakan dan hasil yang diperoleh selama ini masih rendah, sehingga ber-bagai upaya terus diupayakan. Rendahnya hasil selain berhubungan erat dengan kendala fisiko-kimia lahan, dinamika air genangan, juga disebabkan oleh pemili-han dan penerapan teknologi yang masih belum

(3)

men-gacu pada kondisi spesifik lokasi dan sosial-budaya setempat (Sutikno dan Rina, 2002). Kabupaten Merauke merupakan sentra utama tanaman padi di Provinsi Papua dengan luas penanaman 21.600 ha pada musim hujan dan 5.183 ha pada musim kemarau. Dari to-tal luas lahan pertanaman padi, Kab. Merauke memi-liki lahan rawa yang cukup potensial seluas 850 ha na-mun hingga saat ini belum dimanfaatkan secara opti-mal (Distan Kab. Merauke, 2009).

Teknologi produksi padi yang diterapkan oleh petani di lahan rawa pasang surut yang ada di Kabupaten Merauke masih sangat sederhana dengan mengguna-kan varietas seadanya sehingga sangat rentan terhadap penyimpangan iklim. Pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pertanian juga masih relatif rendah , per-tanaman padi umumnya sekali setahun. Produktiv-itas padi yang dicapai juga masih rendah, yaitu 2-3 t/ha GKP (Distan Papua, 2008). Rendahnya produkti-fitas padi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di-antaranya karena penggunaan varietas lokal. Umum-nya petani masih menanam varietas lokal karena belum tersedianya varietas unggul pada lokasi tersebut. Se-lain itu juga disebabkan oleh tingkat penerapan ino-vasi teknologi yang masih rendah, khususnya penggu-naan pupuk yang sesuai kebutuhan tanaman. Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh BPTP Papua menunjukkan produktivitas padi di Kab. Merauke da-pat mencapai 4,2 - 5, 4 t/ha GKP jika menggunakan rekomendasi pemupukan yang tepat (Rauf et al. 2007).

Menurut Sembiring (2010), Kementerian Pertanian telah melepas lebih 233 varietas unggul yang terdiri atas 144 varietas unggul padi sawah inbrida, 35 vari-etas unggul padi hibrida, 30 varivari-etas unggul padi gogo, dan 24 varietas padi rawa. Dalam dua tahun terakhir ini Badan Litbang Pertanian telah melepas varietas baru untuk padi lahan sawah irigasi (Inpari 1-13), varietas unggul padi gogo (Inpago 4-6) dan untuk ekosistim rawa yaitu varietas Inpara 1-6. Varietas-varietas baru tersebut (Inpara 1-6) memiliki beberapa karakteristik diantaranya memiliki toleransi atas rendaman air se-lama 7-14 hari pada fase vegetatif dengan produktifitas yang lebih tinggi berkisar antara 4-6 t/ha GKG. ndeVa-rietas Inpari , selain produktivitas tinggi 6-10 ton/ha, juga ketahanan terhadap hama dan penyakit, mutu be-ras premium dan umur pendek. Sedangkan untuk In-pago memiliki keunggulan yaitu produktivitas yang tinggi > 4 ton/ha, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, toleran kekeringan serta umur lebih pendek.

Pengkajian varietas ungul baru padi yang adaptif pada lahan sawah bukaan baru belum pernah dilaku-kan di Papua khususnya di Kabupaten Merauke se-hingga hasil kajian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi varietas unggul baru padi yang adaptif dapat dikembangkan pada lahan-lahan sawah bukaan baru yang dapat meningkatkan produksi > 4 ton/ha

GKG di Kabupaten Merauke. Kajian adaptasi beberapa varietas padi unggul baru diharapkan dapat mening-katkan produksi dan indeks pertanaman padi di kabu-paten Merauke. Selain itu hasil kajian ini diharapkan dapat menstimulir petani memanfaatkan lahan sawah yang telah dibuka. Penelitian bertujuan, (1) mendap-atkan varietas padi unggul baru yang adaptif pada la-han sawah bukaan baru di Kabupaten Merauke dan (2) mendapatkan varietas padi unggul baru yang mem-punyai potensi hasil > 4 ton/ha.

II.

METODOLOGI

A. Ruang lingkup kegiatan

Secara umum tahapan kegiatan meliputi antara lain,1) Sosialisasi pengenalan varietas padi unggul baru di tingkat petani, 2) pembuatan demplot uji adaptasi varietas, 3) temu lapang, 4) apresiasi teknologi penan-ganan benih, dan 5) monitoring dan evaluasi.

B. Waktu dan Lokasi Pengkajian

Pengkajian akan dilaksanakan di Kecamatan Tanah Miring dan Kecamatan Semangga Kabupaten Merauke dan dilakukan selama sepuluh bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan November 2012.

C. Rancangan Pengkajian

Penelitian uji adaptasi varietas unggul baru pada la-han sawah bukaan baru dilaksanakan di lala-han sawah tadah hujan dan lahan rawa. Pengkajian dilaksanakan selama dua musim tanam pada sentra pengembangan tanaman padi di Kabupaten Merauke. Pengkajian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Pada Musim Tanam I mulai bulan Pebruari- Juni 2012, pada lahan rawa perlakuan yang digunakan terdiri dari 6 varietas padi unggul baru untuk lahan rawa (Inpara 1,2,3, 4, dan 5) serta 1 varietas pembanding yaitu Batanghari. Ukuran petak yang digunakan 5 m x 7 m, jarak tanam legowo 2:1 , bibit ditanam tiga batang per rumpun pada umur 25 - 30 hari. Pada MT II mulai bulan Juli- Nov 2012 pada lahan sawah perlakuan yang digunakan ter-diri dari 9 varietas padi unggul baru untuk lahan sawah ( Inpari 7, 8, 10, 13, 14, 15, 16, 20 dan 21) serta 1 varietas pembanding yaitu Ciliwung. Tanaman diberi pupuk kapur pertanian 500 kg/ha. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman dilakukan berdasarkan Pengen-dalian Hama Terpadu (PHT). Pengkajian menggunakan rakitan-rakitan teknologi spesifik lokasi. Komponen-komponen teknologi yang diterapkan disajikan pada

TABEL1.

D. Pengamatan dan Analisa Data

Data yang akan diamati meliputi meliputi: data agronomis tanaman dan preferensi petani pada vari-etas serta data curah hujan selama pengkajian. Data tanaman yang akan dikumpulkan meliputi : 1) Umur berbunga, yaitu jumlah hari sejak sebar sampai saat

(4)

TABEL1: Komponen teknologi yang diterapkan pada Padi, di Kab Merauke tahun 2012

No. Komponen Teknologi Pengelolaan Tanaman

1. Pengolahan tanah Sempurna, dibuat saluran drainase

2. Varietas VUB lahan rawa (Inpara 1-5) dan Batanghari

VUB lahan sawah (Inpari 7-21 dan Ciliwung)

3 Kebutuhan benih 25-30 kg/ha

4. Pembibitan/pesemaian Pesemaian basah dan kering

5. Jumlah tanaman per lubang tanam 1-2 tan/lubang

4. Jarak tanam Legowo 2:1 atau Tegel

5. Pemupukan Urea: 200 kg/ha, SP36: 100kg/ha, KCl : 75 kg/ha

(Pupuk Nitrogen berdasarkan BWD)

6. Pengairan Intermitten dan Tata air konservasi

7. Penyiangan Pengendalian gulma terpadu

8. Pengendalian hama/penyakit Pengendalian hama terpadu

9. Panen dan Pascapanen Tepat waktu dan prosessing dengan alat dan mesin

90% tanaman berbunga, 2) Jumlah anakan maksi-mum/rumpun diamati pada 10 tanaman contoh per petak yang dipilih secara acak pada saat tanaman beru-mur 6 minggu setelah tanam, 3) Tinggi tanaman (35 dan 45 hari setelah tanam), yaitu rarata tinggi ta-naman dari 10 rumpun tata-naman contoh dipilih secara acak, 4) Jumlah malai per rumpun, yaitu rata-rata jum-lah malai dari 10 rumpun tanaman contoh yang dipi-lih secara acak, pengamatan dilakukan menjelang pa-nen, 5) Panjang malai per rumpun diukur pada 10 ta-naman contoh dipilih secara acak.dilakukan pada saat menjelang panen, 6) Jumlah biji per malai. 7) Jumlah biji yang hampa per malai, 8) Bobot 1000 butir gabah isi kering pada tingkat kadar air 14%, 9) persentase gabah isi (%), 10) Hasil gabah bersih per plot yaitu hasil gabah yang dipanen dari petak percobaan netto (setelah diku-rangi satu baris tanaman pinggir), 11) Jenis dan inten-sitas serangan penyakit, penilaian serangan hama dan penyakit akan dinyatakan dalam nilai skor sesuai de-ngan sistim evaluasi baku untuk masing-masing hama dan penyakit tertentu, 12) ketinggian air (cm), dan 13) lama waktu padi terendam (hari).

E. Analisis data

Analisis yang digunakan adalah fasilitas uji: ana-lisis varians, uji beda, anaana-lisis regresi, anaana-lisis kuan-tifatif dan analisis finansial B/C Ratio. Cakupan anali-sis meliputi analianali-sis data pertumbuhan dan produktiv-itas tanaman, cita rasa, dan tanggapan petani melalui organoleptik. Varietas memperoleh hasil yang tinggi dianggap lebih tahan terhadap perubahan lingkungan atau daya adaptasinya tinggi.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Tanaman

Pada Musim Tanam I ( musim hujan) telah dilakukan pengujian beberapa varietas unggul baru (VUB) padi

khususnya yang memiliki kemampuan adaptasi pada lahan bukaan baru lahan rawa lebak. Ada 6 varietas yang telah diuji coba, yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5 dan sebagai varietas pembanding adalah batanghari.

TABEL2 memperlihatkan keragaan pertumbuhan VUB padi pada lahan rawa lebak bukaan baru. Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif disajikan pada Tabel 2. Analisis ragam me-nunjukkan terdapat variasi perbedaan tinggi tanaman pada setiap varietas unggul baru (VUB) yang dikaji. Hal ini disebabkan sifat genetik dari masing VUB yang berbeda sehingga menghasilkan tinggi tanaman yang berbeda pula. Tinggi tanaman tertinggi ditunjukkan oleh varietas Inpara 2 (130 cm) dan terendah oleh va-rietas Inpara 5 (108 cm). Tinggi tanaman yang dicapai tersebut masih lebih tinggi dari rata-rata tinggi tanaman yang telah dilaporkan (Suprihatno, 2010). Tinggi naman padi berkolerelasi positip dengan luas daun ta-naman dalam melakukan proses fotosintesis. Menu-rut Suprapto dan Drajat (2005) bahwa, tinggi tanaman digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi pada ta-naman padi, namun pertumbuhan tinggi tata-naman yang tinggi belum menjamin hasil yang diperoleh lebih be-sar. Hal ini sejalan dengan pendapat Blum (1998) yang mengemukakan bahwa tinggi tanaman berkore-lasi negatif terhadap hasil.

Jumlah anakan produktif berpengaruh langsung ter-hadap jumlah malai yang dihasilkan. Makin banyak anakan produktif makin tinggi gabah yang akan diper-oleh. Rataan jumlah anakan produktif tidak memper-lihatkan perbedaan yang nyata pada setiap varietas yang dikaji. Hal ini disebabkan varietas yang ditanam mampu beradaptasi baik pada kondisi lingkungan tum-buh di lahan rawa lebak Kab. Merauke. Kemam-puan membentuk anakan produktif dipengaruhi oleh

(5)

TABEL2: Rataan tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif VUB padi rawa lebak pada MT I 2012

Perlakuan (Varietas) Tinggi Tanaman Maksimum (cm)

Jumlah Anakan Produktif/rumpun (batang) Inpara 1 126a 10,0b Inpara 2 130a 11,9b Inpara 3 129a 12,7b Inpara 4 121a 11,3b Inpara 5 108b 11,8b

Batanghari 124a 14,1a

Keterangan: Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %

interaksi sifat genetik varietas dan lingkungan tumbuh-nya (Endrizal dan J. Bobihoe, 2010). Varietas Batang-hari memperlihatkan rata-rata anakan produktif (14,1 batang) lebih banyak dibanding varietas lainnya.

Lahan pengujian di Kabupaten Merauke pada MT II tergolong lahan sawah bukaan baru yang juga masih baru sekitar 5 tahun. Hasil konversi dari lahan ke-ring, sehingga lapisan terak bajak belum terbentuk. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Tabel 3 memperlihatkan rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan jumlah malai pada lahan bukaan baru di Kabupaten Gowa. Analisis ragam menunjukkan terdapat variasi perbedaan tinggi tanaman pada se-tiap varietas unggul baru (VUB) yang diujii. Hal ini disebabkan kemampuan adaptasi terhadap kondisi lingkungan dan sifat genetik dari masing VUB yang berbeda sehingga menghasilkan tinggi tanaman yang berbeda pula. Tinggi tanaman tertinggi ditunjukkan oleh varietas Inpari 13 (104,8 cm) dan terendah oleh va-rietas Inpari 10 (95,4 cm). Selanjutnya jumlah anakan akan menentukan jumlah malai yang dihasikan oleh ta-namanTABEL3.

Jumlah anakan produktif berpengaruh langsung ter-hadap jumlah malai yang dihasilkan. Makin banyak anakan produktif makin tinggi gabah yang akan diper-oleh. Rataan jumlah anakan produktif memperlihatkan perbedaan yang nyata pada setiap varietas yang dikaji. Hal ini disebabkan varietas yang ditanam mampu be-radaptasi baik pada kondisi lingkungan tumbuh di Kabupaten Merauke. Varietas Inpari 13 memperli-hatkan rata-rata jumlah anakan produktif (25,4 batang) lebih banyak dibanding varietas lainnya. Sedangkan jumlah malai per rumpun tidak menunjukkan perbe-daan yang nyata terhadap jumlah malai antara varietas. Jumlah malai terbanyak dihasilkan pada varietas Inpari 13 ( 14,2 rumpun) dan terendah varietas Inpari 8 (11,2 rumpun).

B. Produksi Tanaman

Keragaan produksi tanaman padi pada lahan bukaan baru pada MT I disajikan pada TABEL5 dan TABEL6. Rataan komponen hasil (jumlah malai/rumpun,

pan-jang malai, jumlah gabah isi/malai, presentase gabah isi, bobot 1000 butir gabah dan hasil t/ha GKG) masing-masing VUB yang dikaji disajikan pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4 menunjukkan varietas Inpara 1 menghasilkan rata-rata jumlah malai/rumpun (13,2) lebih banyak banding varietas yang lain. Jumlah malai terendah di-hasilkan oleh varietas Batanghari (10,2). Begitupula panjang malai tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara varietas unggul baru (VUB). Panjang malai tertinggi diperoleh varietas Inpara 3 (22,61) lebih pan-jang dibanding varietas yang lainnya. Jumlah gabah isi/malai memperlihatkan perbedaan yang nyata an-tara verietas. Varietas Inpara 1 menghasilkan rata-rata jumlah gabah isi terbanyak (135,1) dibanding varietas lainnya. Jumlah gabah isi terendah diperoleh pada va-rietas Batanghari (115,4).

TABEL3 menunjukkan varietas Inpara 5 meng-hasilkan rata-rata persentase gabah isi lebih besar (69,3) dibading varietas lainnya. Persentase gabah isi yang terendah diperoleh pada varietas Inpara 3 (51,7). Se-dangkan bobot 1.000 butir gabah yang terbesar dica-pai oleh varietas Inpara 1 (26,7 g) dan terendah diper-oleh varietas Batanghari (23,3 g). Besar atau kecilnya gabah dari suatu varietas dapat diukur dari bobot 1.000 butir gabah. Makin berat bobot 1.000 butir nya,mengindikasikan bahwa varietas tersebut gabah-nya besar.

Hasil tanaman padi dipengaruhi oleh komponen hasil seperti jumlah gabah isi per malai dan bobot 1.000 butir. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa va-rietas Inpara 1 menghasilkan produksi 4,2 t/ha GKP dan tidak berbeda nyata dengan hasil varietas Inpara 2 (6,35 t/ha GKG). Hal ini menunjukkan bahwa vari-etas Inpara 1 dan 5 dapat beradaptasi baik pada ling-kungan tumbuh lahan rawa lebak di kabupaten Mer-auke. Wilayah Papua dan khususnya kab. Merauke adalah endemik Tungro dimana varietas Inpara 1-6 ke-tahanan yang rentang terhadap serangan tungro. Oleh karena itu introduksi VUB (Inpara ) pada lahan rawa lebak perlu mendapat perhatian serius.

Keragaan komponen produksi pada MT II disaji-kan padaTABEL7danTABEL7. Rataan komponen hasil

(6)

TABEL3: Rataan tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah malai pada MT II 2012

Perlakuan Variates Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan/ rumpun (batang) Jumlah malai/ rumpun (rumpun) Inpari 7 98,0 a 19,3 a 13,5 a Inpari 8 98,5 a 22,7 b 11,2 a Inpari 10 95,4 a 22,6 b 13,4 a Inpari 13 104,8 a 25,4 a 14,2 a Inpari 14 102,1 a 20,5 a 11,8 a Inpari 15 100,2 a 17,2 a 12,9 a Inpari 16 98,4 a 25,1 b 13,1 a Inpari 20 103,1 a 25,2 b 13,4 a Inpari 21 98,8 a 21,9 b 12,6 a Ciliwung 104,2 a 20,7 a 12,2 a

Keterangan: Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %

TABEL4: Rataan jumlah malai/rumpun dan panjang malai dan jumlah gabah isi/malai VUB padi sawah di lahan rawa lebak pada

MT I 2012

Perlakuan Varietas Jumlah Malai/ rumpun (batang)

Panjang Malai (cm) Jumlah Gabah Isi/ malai (butir)

Inpara 1 13,2 a 22,46a 135,1b

Inpara 2 11,3 a 20,76a 129,4a

Inpara 3 11,1 a 20,51a 120,6a

Inpara 4 10,6 a 20,38a 125,0a

Inpara 5 13,3 a 21,98a 133,0b

Batanghari 10,2 a 22,30a 115,4a

(Pembanding)

Keterangan: Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %

TABEL5: Rataan persentase gabah isi,bobot 1.000 butir gabah dan hasil (t/ha) VUB padi sawah di lahan rawa lebak pada MT I

2012

Perlakuan Varietas Persentase Gabah Isi (%) Bobot 1.000 butir gabah (g) Produksi GKP (t/ha)

Inpara 1 64,6a 26,7a 4,2a

Inpara 2 55,0b 24,7a 3,6b

Inpara 3 51,7b 24,0a 3,5b

Inpara 4 53,8b 23,7a 3,6b

Inpara 5 69,3a 25,3a 4,2a

Batanghari 58,9b 23,3a 3,2c

(Pembanding)

Keterangan: Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5 %

(jumlah gabah isi, presentase gabah isi, bobot 1000 butir gabah dan hasil t/ha GKG) masing-masing VUB yang dikaji disajikan padaTABEL7danTABEL7. TABEL7 me-nunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata ter-hadap panjang malai. Sedangkan terhadap jumlah gabah total terdapat perbedaan yang nyata antara veri-etas . Variveri-etas Inpari 13 menghasilkan rata-rata jumlah gabah total terbanyak (158,3) dibanding varietas lain-nya. Jumlah gabah isi terendah diperoleh pada etas Ciliwung (20,4). Tabel 5 juga menunjukkan vari-etas Inpari 3 menghasilkan rata-rata persentase gabah

isi lebih besar (84,7) dibading varietas lainnya. Persen-tase gabah isi yang terendah diperoleh pada varietas Inpari 13 (89,5). Sedangkan bobot 1.000 butir gabah yang terbesar dicapai oleh varietas Inpari 15 (33,7 g) dan terendah diperoleh varietas Ciliwung (27,8 g). Besar atau kecilnya gabah dari suatu varietas dapat diukur dari bobot 1.000 butir gabah. Makin berat bobot 1.000 butir gabahnya,mengindikasikan bahwa varietas terse-but gabahnya besar.

TABEL7 memperlihatkan presentase gabah hampa, bobot 1000 biji dan hasil di Kabupaten Gowa. Hasil

(7)

ta-TABEL6: Rataan panjang malai, jumlah gabah, presentase gabah isi pada MT II 2012

Perlakuan Variates Panjang malai (cm) Jumlah Gabah Malai (butir) Presentase Gabah isi (%)

Inpari 7 23,4 a 123,8 a 83,98 a Inpari 8 23,5 a 124,4 a 80,12 a Inpari 10 24,0 a 122,0 a 78,98 a Inpari 13 24,5 a 158,3 a 89,50 a Inpari 14 23,8 a 130,4 a 76,57 a Inpari 15 25,2 a 156,6 a 79,94 a Inpari 16 23,3 a 123,4 b 83,74 a Inpari 20 24,2 a 121,3 b 80,76 a Inpari 21 22,9 a 124,9 a 83,80 a Ciliwung 24,1 a 120,4 a 74,5 a

Keterangan: Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %

naman padi dipengaruhi oleh komponen hasil seperti jumlah gabah isi per malai dan bobot 1.000 butir. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa varietas Inpari 8, 13, dan 20 menghasilkan produksi > 5 t/ha GKP dan berbeda nyata dengan hasil varietas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Inpari 13 dapat beradap-tasi baik pada lingkungan tumbuh pada lokasi per-cobaan di Kabupaten Merauke. Sebagian besar varietas yang diuji mempunyai hasil yang cukup tinggi lebih dari 4 t/ha GKP kecuali varietas Ciliwung. Varietas unggul baru tersebut sangat berpotensi untuk dikem-bangkan pada MT II di wilayah tersebut.

IV.

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa varietas unggul baru padi yang diuji mempunyai kemam-puan adaptasi yang berbeda pada dua lokasi sawah lahan bukaan baru di Kabupaten Merauke Papua. Setiap varietas memberikan respon yang terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pro-duksi yang dicapai.

2. Varietas unggul baru Inpara 1-5 cukup beradap-tasi baik untuk lahan rawa lebak bukaan baru dan memiliki potensi baik untuk dikembangkan di Kabupaten Merauke menggantikan varietas lokal dan varietas lainnya yang sudah lama diusahakan petani. Varietas Inpara 1 - 5 sesuai untuk dikem-bangkan pada lahan bukaan baru di Kabupaten Merauke . Keragaan VUB yang telah dikaji mem-perlihatkan penampilan pertumbuhan dan hasil yang baik. Produksi rata-rata yang diperoleh dari 5 varietas yang dikaji berkisar antara 3,5 - 4,2 t/ha GKP.

3. Pada lahan sawah bukaan baru hasil konversi dari lahan kering di Kabupaten Merauke pada MT II, varietas padi yang memberikan produksi yang cukup tinggi > 5 t/ha GKP dan direkomendasikan

untuk dapat dikembangkan adalah varietas Inpari 8, 13, dan 20.

SARAN

Untuk mendapatkan hasil yang akurat sebaiknya dilakukan penelitian selama dua musim pada tem-pat yang sama sehingga data/informasi yang diper-oleh lebih lengkap dan memadai untuk menghasilkan rekomendasi varietas.

DAFTAR PUSTAKA

[1] T. Alihamsyah. 2005. Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Usaha Pertanian. Balai Penelitian Ta-naman Rawa. Banjarbaru. 53 hal.

[2] I. Ar-Riza. 2000. Prospek Pengembangan Lahan Rawa Kalimantan Selatan dalam Mendukung ningkatan Produksi Padi. Jurnal Penelitian dan Pe-ngembangan Pertanian. 19(3): 92.

[3] I. Ar-Riza. 2002. Upaya Peningkatan Produksi dalam Budidaya Padi Rintak di Lahan Rawa Lebak. Dalam Prosiding Seminar Nasional Perhim-punan Agronomi Indonesia (Peragi). 29-30 Okto-ber 2002. Bogor.

[4] I. Ar-Risa dan A. Jumberi. 2008. Padi Lahan Rawa Lebak dan Peranannya dalam Sistem Produksi Padi Nasional. Dalam A.A Drajat, et al. (eds.). Ino-vasi Teknologi Padi Untuk Mempertahankan Swa-sembada dan Mendorong Ekspor Beras . Buku 2. Jakarta. 2010. LIPI Press. 643 hal.

[5] I. Ar-Risa. 2010. Pengelolaan Hara Dalam Budi-daya Padi Lahan Rawa Pasang Surut Tipologi Sul-fat Masam. Dalam Abdulrachman S, et al. (eds.). Padi: Inovasi Teknologi Produksi. Buku 2. Jakarta. 2008. Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi. 987 hal.

[6] Distan Papua. 2008. Laporan Tahunan. Dinas Per-tanian dan Ketahanan Pangan Prov. Papua. 100 hal.

[7] Distan Papua. 2011. Laporan Tahunan. Dinas Per-tanian dan Ketahanan Pangan Prov. Papua. 75 hal

(8)

TABEL7: Rataan presentase gabah hampa, bobot 1000 biji dan produksi GKP pada MT II 2012

Perlakuan Variates Presentase Gabah hampa (%) Bobot 1000 biji (g) Produksi GKP (t/ha)

Inpari 7 21,20 b 30,3 a 4,87 b Inpari 8 22,40 b 28,6 a 5,06 b Inpari 10 20,40 b 29,0 a 4,64 b Inpari 13 16,70 a 33,3 a 5,48 b Inpari 14 21,74 b 29,7 a 4,62 b Inpari 15 20.80 b 33,7 a 4,71 b Inpari 16 19.20 b 32,6 a 4,51 b Inpari 20 19,32 b 33,0 a 5,29 b Inpari 21 21,20 b 29,7 a 4,81 b Ciliwung 23,1 b 27,8 a 3,56 a

Keterangan: Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %

[8] G. Irianto. 2006. Kebijakan dan Pengelolaan Air dalam Pengembangan Lahan Rawa Lebak. Dalam M. Noor, et al. (Ed.) Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Terpadu. Banjarbaru, 28-29 Juli 2006. Balai Besar penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Balitra. 421 hal. [9] M. Noor. 2007. Rawa Lebak: Ekologi,

Peman-faatan dan Pengembangnnya. Raja Grafindo Per-sada. Jakarta. 274 hal.

[10] M. Noor dan A. Jumberi. 2008. Potensi, Kendala, dan Peluang Pengembangan Budidaya Padi di la-han Rawa Pasang Surut. Dalam A.A Drajat, et al. (eds.). Padi: Inovasi Teknologi Produksi. Buku 2. Jakarta. 2008. LIPI Press. 643 hal.

[11] H. Sembiring. 2010. Ketersediaan Inovasi Tek-nologi Unggulan Dalam Meningkatkan Produksi Padi Menunjang Swasembada dan Ekspor. Dalam Suprihatno B, et al. (eds). Prosiding Seminar Na-sional Inovasi Teknologi Padi untuk Memperta-hankan Swasembada dan Mendorong Ekspor Be-ras. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Buku 1. Sukamandi. 2010.

[12] Setyorini, D, D.A. Suriadikarta, dan Nurjaya. 2007. Rekomendasi pemupukan padi sawah bukaan baru. Dalam: Tanah Sawah Bukaan. Dalam F. Agus, et al (eds). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Hal 5-24.

[13] A. Subagyo. 2006. Lahan Rawa Lebak. Dalam Didi Ardi S et al. (eds). Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengem-bangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor. Hal 99-116.

[14] M. Sudjadi. 1984. Problem soils in Indonesia and their management. In: Ecology Mangement Prob-lem Soils in Asia. FFTC Book Series. No. FFTC Book Series (27). P. 58-73

[15] H. Sutikno dan Y. Rina. 2002. Kondisi sosial ekonomi petani lahan pasang surut. Dalam. Ar-Riza, Sarwani dan Alihamsyah (ed). Monograf.

Pengelolaan Air dan Tanah di Lahan Pasang Su-rut. Badan Penelitian dan Pengembangan Peta-nian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa,Banjarbaru.

[16] I.P.G. Widjaya Adhi. 1986. Pengelolaan lahan pasang surut dan lebak. Jurnal Penelitian dan Pe-ngembangan Pertanian. 5(1):1-9. Badan Litbang Pertanian. Jakarta

[17] Widjaya Adhi et al. 2000. Pengelolaan, Peman-faatan dan Pengembangan Lahan Rawa. Dalam A. Adimihardja et al.. (eds.) Sumber Daya Lahan In-donesia dan Pengelolaannya. Puslittanak. Bogor. Hal 127-164.

Gambar

Tabel 4 menunjukkan varietas Inpara 1 menghasilkan rata-rata jumlah malai/rumpun (13,2) lebih banyak  banding varietas yang lain

Referensi

Dokumen terkait

Panel menyoroti pentingnya kepemimpinan nasional yang berlandaskan moral dan keteladanan dalam menjawab krisis kepercayaan masyarakat Indonesia; meningkatkan peran

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visual, And Intellectual)

Dengan demikian, dengan menggunakan teori pembelajaran (Operant Condition) dalam pembelajaran dapat memotivasi siswa meningkatkan hasil belajarnya terutama hasil belajar

Sub sub sub judul ditulis dengan huruf tebal dengan format Sentence case dan disusun rata kiri tanpa nomor dan garis bawah. Gambar dan Tabel diletakkan di dalam kelompok teks

Penelitian yang dilakukan Wardani (2017), berjudul Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Kontribusinya

Reaksi oksidasi senyawa UO 2 dan gas oksigen dengan metoda analisis termogravimetri, baik untuk hasil eksperimen, simulasi I dan II dapat digambarkan dalam bentuk perubahan

Komunitas anak punk Yogyakarta mencoba mengubah persepsi masyarakat Yogyakarta mengenai kehidupan anak punk dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif, tetapi karena

Untuk itulah menarik untuk melihat bagaimana merancang arsitektur yang tak hanya kontekstual akan iklim lingkungannya namun juga jamannya melalui arsitektur De Driekleur,