• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III 

SOLUSI BISNIS 

   

3.1 Fokus Solusi Bisnis 

Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi  dan  misi  dari  organisasi,  serta  strategi  yang  telah  dirumuskan  sebelumnya.  Salah  satu  perubahan  pada  budaya  instansi  yang  cocok  diterapkan  untuk  pengelolaan  sebuah  instansi  yang  dihadapkan  pada  berbagai  tantangan  bisnis  yang  semakin  besar  dan  juga  untuk  membantu  dalam  menangkap  peluang‐ peluang  yang  ada  adalah  dengan  menerapkan  budaya  entrepreneurship  di  instansi  yang  bersangkutan.  Pelaksanaan  corporate  entrepreneurship  dapat  bertujuan  untuk  meningkatkan  kemampuan  inovasi  dari  pegawai  di  suatu  instansi sehingga dapat meningkatkan performa dan menghasilkan kesuksesan  dalam melakukan pengelolaan instansi secara keseluruhan. 

 

3.1.1 Tinjauan Pustaka 

3.1.1.1 Tinjauan mengenai budaya perusahaan 

Banyak  pendapat  para  pakar  yang  dapat  dijadikan  acuan  dalam  mendefinisikan  budaya.  Salah  satu  definisi  yang  dapat  digunakan  adalah  definisi budaya menurut Edward Burnett Taylor (Ndraha, 1997). Menurut dia,  budaya didefinisikan sebagai kumpulan yang kompleks di mana di dalamnya  tercakup  pengetahuan,  kepercayaan,  seni,  adat,  moral,  hukum,  dan  berbagai  macam  kemampuan  dan  kebiasaan  dari  individu  sebagai  anggota  dari  suatu  kelompok  sosial.  Definisi  tersebut  kemudian  dapat  diturunkan  lagi  menjadi  definisi mengenai budaya organisasi.  

 

Dalam hal ini Robbins (2005) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah  sistem dari nilai kebersamaan yang dianut oleh para anggota atau pegawai dari 

(2)

sebuah  organisasi  yang  membedakan  suatu  organisasi  dengan  organisasi  lainnya. Ketika orang‐orang bergabung membentuk sebuah organisasi, mereka  membawa  nilai‐nilai  dan  kepercayaan‐kepercayaan  yang  telah  diajarkan  kepada  mereka  sebelumnya.  Nilai‐nilai  dan  kepercayaan‐kepercayaan  yang  mereka  bawa  ini  terkadang  tidak  cukup  membantu  untuk  meraih  kesuksesan  sehingga  mereka  perlu  belajar  atau  menciptakan  nilai‐nilai  dan  kepercayaan‐ kepercayaan  yang  berlaku  dalam  sebuah  organisasi  agar  tercapai  suatu  keadaan  yang  sesuai  baik  bagi  tiap  individu  itu  sendiri  maupun  bagi  lingkungan  organisasi  dimana  dapat  mengarahkan  pada  tercapainya  kinerja  yang  baik.  Dia  juga  menyatakan  bahwa  dari  hasil  penelitian  ditemukan  tujuh  karakteristik  utama  yang  secara  keseluruhan  dapat  menangkap  inti  dari  budaya organisasi (Robbins, 2005). 

1. Innovation and Risk Taking. 

Karakteristik  ini  ditunjukkan  oleh  adanya  dorongan  terhadap  karyawan  oleh organisasi untuk berani mengambil risiko dan inovatif. 

2. Attention to Detail. 

Karakteristik ini ditunjukkan oleh adanya perhatian yang besar dari pihak  manajemen  terhadap  detail  (hal‐hal  kecil),  selain  itu  karyawan  juga  diharapkan untuk dapat memberikan ketepatan dalam menganalisis.  3. Outcome Orientation. 

Karakteristik memiliki ciri‐ciri di mana pihak manajemen hanya berfokus  pada  hasil  dan  tidak  terlalu  memperhatikan  proses‐proses  dan  teknik  yang digunakan karyawan untuk memperoleh hasil tersebut. 

4. People Orientation. 

Karakteristik  ini  memiliki  ciri‐ciri  dimana  pihak  manajemen  selalu  memperhatikan  dampak  dari  setiap  keputusan  atau  kebijakan  yang  diambil terhadap karyawannya. 

(3)

5. Team Orientation 

Karakteristik  ini  ditunjukkan  oleh  perilaku  karyawan  dalam  bekerja,  dimana kegiatan bekerja diatur dalam sebuah tim. 

6. Aggressiveness 

Karakteristik  ini  ditunjukkan  oleh  sifat  karyawan  yang  agresif  dan  kompetitif dalam organisasi. 

7. Stability 

Karakteristik  ini  ditunjukkan  oleh  sifat  organisasi  yang  menjaga  dan  mementingkan  stabilitas,  sehingga  terkadang  perusahaan  lebih  mendahulukan stabilitas daripada pertumbuhan bisnisnya. 

 

3.1.1.2 Tinjauan mengenai Entrepreneurship 

Penelitian  mengenai  entrepreneurship  atau  kewirausahaan  telah  banyak  dilakukan  oleh  para  ahli.  Salah  satunya  adalah  Joseph  Schumpeter.  Dalam  penelitiannya  dia  memfokuskan  pada  entrepreneur  sebagai  suatu  kekuatan  pendorong  dalam  menciptakan  suatu  kombinasi  produksi  yang  baru,  dan  bahwa  entrepreneurship  merupakan  kekuatan  yang  dapat  memicu  proses  “penghancuran  kreatif”  terhadap  industri  yang  mapan.  Keadaan  tersebut  dipicu  oleh  orang‐orang  yang  berani,  orang‐orang  yang  berani  untuk  mengambil  risiko  demi  mewujudkan  idenya,  orang‐orang  yang  melakukan  inovasi  (Sadler,1999).  Dalam  salah  satu  tulisannya,  Schumpeter  mengatakan  bahwa: 

“Intisari dari entrepreneurship, atau kewirausahaan, terletak pada persepsi dan  eksploitasi  terhadap  peluang  baru  yang  muncul  dalam  suatu  bisnis…hal  tersebut akan berpengaruh terhadap penggunaan sumber daya dengan cara yang  baru  dan  berbeda  untuk  menciptakan  suatu  kombinasi  yang  baru  (Sadler,  1999)”. 

 

Peter  Drucker  (1985)  mendefinisikan  entrepreneurship  sebagai  suatu  persepsi  untuk mengadakan perubahan, dan seorang entrepreneur adalah seseorang yang 

(4)

selalu  mencari  perubahan  tersebut  dan  merespon  dan  mengeksploitasinya  sehingga  menjadi  suatu  peluang.  Drucker  (1985)  memandang  bahwa  entrepreneurship,  atau  kewirausahaan,  sangat  berhubungan  dengan  inovasi.  Drucker  (1985)  juga  mengatakan  bahwa  suatu  organisasi  yang  efektif  adalah  organisasi yang mendukung dalam penciptaan kondisi entrepreneurial. 

 

Banyak  pendapat  yang  mengatakan  bahwa  konsep  entrepreneurship  adalah  konsep  yang  hanya  dapat  diterapkan  pada  institusi  bisnis  yang  dimiliki  oleh  individu,  dan  bukan  untuk  suatu  instansi  pemerintah.  Akan  tetapi  dengan  perubahan atau pergeseran pandangan yang berkaitan dengan reformasi pada  sektor  pelayanan  publik,  memunculkan  suatu  kesempatan  baru  untuk  mengaplikasikan  sifat‐sifat  entrepreneurship  tersebut  dalam  suatu  instansi  pemerintah.  Salah  satu  pendapat  yang  menguatkan  hal  ini  dicetuskan  oleh  Propenko  dan  Pavlin  (1991).  Mereka  mengatakan  bahwa  kebutuhan  akan  restrukturisasi secara entrepreneurial lebih penting untuk dilakukan pada sektor  publik  dibandingkan  dengan  sektor  swasta,  terkait  dengan  ketidakadaan  rasa  memiliki  terhadap  suatu  organisasi  pemerintahan.  Forster,  Graham,  dan  Wanna (1996) juga mengatakan bahwa suatu institusi pemerintahan seharusnya  selalu  mencari  cara  baru  dalam  memberikan  pelayanan,  dan  melakukan  perbaikan  secara  terus  menerus  terhadap  tanggung  jawab  yang  dibebankan  kepada mereka.  

 

Terkait  dengan  pelaksanaan  entrepreneurship  dalam  suatu  institusi  pemerintahan,  Peter  Drucker  (1985)  mengatakan  bahwa  fenomena  tentang  entrepreneurship  merupakan  fenomena  yang  terjadi  untuk  sektor  publik  dan  swasta. Dia juga mengatakan bahwa tidak ada penjelasan lain yang lebih baik  lagi mengenai kewirausahaan selain dari analisis yang dilakukan dalam rangka  pembentukan  suatu  universitas  dan  rumah  sakit.  Lebih  jauh  dia  mengatakan 

(5)

bahwa proses kewirausahaan meliputi proses pencarian sistematis dan analisis  peluang yang dapat mendukung proses inovasi.  

 

3.1.1.1 Tinjauan mengenai Corporate Entrepreneurship 

Konsep  mengenai  pelaksanaan  perilaku  entrepreneurhip  dalam  suatu  perusahaan  muncul  pada  tahun  1985,  saat  Gifford  Pinchot  menulis  sebuah  buku yang berjudul Intrapreneurship. Konsep yang dibawa oleh Pinchot adalah  penerapan  prinsip‐prinsip  kewirausahaan,  yang  biasanya  terdapat  pada  perusahaan  yang  baru  berdiri,  ke  dalam  perusahaan  yang  sudah  mapan  dan  besar  (Pinchot,  1985).  Hal  ini  dilakukan  untuk  menumbuhkan  semangat  entrepreneurial  pada  organisasi  yang  mapan,  untuk  selalu  melakukan  aktifitas  inovasi,  layaknya  perusahaan  yang  baru  berdiri,  untuk  dapat  memberikan  penciptaan nilai tambah pada perusahaan.  

 

Hisrich  dan  Petters  (2004)  menyatakan  bahwa  untuk  menciptakan  iklim  intrapreneurship,  sebuah  perusahaan  perlu  mengembangkan  lingkungan  intrapreneur  (intrapreneurial  environment)  dan  karakteristik  kepemimpinan  (leadership characteristics). Lingkungan intrapreneur hanya dapat dicapai melalui  pendekatan  budaya  organisasi  sedangkan  untuk  memunculkan  karakteristik  kepemimpinan  yang  berjiwa  intrapreneurial  berkaitan  dengan  kompetensi  sumber  daya  manusia.  Faktor  yang  terpenting  untuk  menciptakan  suasana  intrapreneurial  dalam  organisasi  adalah  dengan  meyakinkan  para  pegawai/pekerjanya  bahwa  mereka  berada  didalam  lingkungan  kerja  yang  penuh  inovasi.  Struktur  organisasi  yang  rapuh  dan  konservatif  akan  menghalangi  jiwa  intrapreneur  para  pegawai.  Perusahaan  konservatif  mampu  beroperasi  dengan  tingkat  efisiensi  dan  keuntungan  yang  tinggi  namun  tidak  menyediakan  suasana  kerja  yang  kondusif  bagi  terciptanya  kegiatan 

(6)

intrapreneurial.  Tipe  organisasi  tersebut  tidak  menunjang  terjadinya  kreatifitas  dan jiwa kepimimpinan bagi pegawainya (Hamel, 2000). 

 

Konsep intrapreneurship ini kemudian berkembang ke arah yang lebih luas lagi  menjadi corporate entrepreneurship. Corporate entrepreneurship menurut Slevin dan  Covin  (1990)  lebih  terfokus  pada  perilaku  organisasi.  Jennings  (1986,  1994)  mengatakan  bahwa  corporate  entrepreneurship  lebih  fokus  kepada  apa  yang  dilakukan  oleh  suatu  organisasi,  bukan  bagaimana  suatu  organisasi  melaksanakannya,  dan  fokus  kepada  pengembangan  budaya  suatu  organisasi  untuk  menerapkan  pemikiran‐pemikiran  entrepreneurial.  Berdasarkan  pendapatnya ini Jennings kemudian mengadakan penelitian lanjutan mengenai  konsep corporate entrepreneurship ini bersama dengan James Lumpkin. Penelitian  mereka  difokuskan  pada  perbedaan  antara  organisasi  yang  entrepreneurial  dan  yang  konservatif.  Mereka  menyimpulkan  diantaranya  bahwa  (Jennings  dan  Lumpkin, 1989): 

• Pengambilan keputusan dalam organisasi entrepreneurial cenderung lebih  partisipatif (desentralisasi) dibanding pada organisasi konservatif. 

• Pengambilan  keputusan  dalam  organisasi  entrepreneurial  lebih  melibatkan banyak personil dengan spesialisasi tersendiri dibandingkan  dengan organisasi yang konservatif. 

• Pengukuran kinerja dari organisasi yang entrepreneurial lebih cenderung  untuk  dibuat  berdasarkan  partisipasi  bersama,  dibandingkan  dengan  organisasi  yang  konservatif,  yang  ditetapkan  oleh  jajaran  manajemen  puncak. 

• Pimpinan  pada  organisasi  entrepreneurial  cenderung  untuk  tidak  memberikan hukuman kepada pegawai yang gagal dalam melaksanakan  proyek yang berisiko, sementara pada organisasi yang konservatif akan 

(7)

mengakibatkan kerugian dalam karir pegawai yang gagal melaksanakan  proyek. 

Thornberry  (2006)  membagi  dimensi‐dimensi  kunci  dalam  pelaksanaan  corporate entrepreneurship dalam perusahaan menjadi 10 dimensi, yaitu : 

1. Dimensi umum: menggambarkan bagaimana budaya perusahaan secara  umum berkaitan dengan sifat‐sifat entrepreneurial yang dimilikinya.   2. Dimensi  rencana  strategi:  menggambarkan  budaya  perusahaan  yang 

berkaitan dengan upaya perencanaan strategi perusahaan apakah sudah  memiliki  ciri‐ciri  sebagai  perusahaan  yang  berjiwa  entreprenurial  atau  belum. 

3. Dimensi  yang  berkaitan  mengenai  kerjasama  antar  fungsi/antar  departemen: menggambarkan hubungan antar fungsi dalam perusahaan   4. Dimensi  dukungan  terhadap  ide‐ide  baru:  menggambarkan  perilaku  perusahaan dalam mendukung ide‐ide baru yang merupakan salah satu  dimensi kunci penting dalam pelaksanaan budaya entreprenurial. 

5. Dimensi  intelijen  pasar:  menggambarkan  perilaku  perusahaan  dalam  melakukan riset pasar guna memperoleh informasi. 

6. Dimensi  pengambilan  risiko:  menggambarkan  perilaku  perusahaan  dalam hal pengambilan risiko yang merupakan salah satu dimensi kunci  penting dalam pelaksanaan budaya entreprenurial. 

7. Dimensi  kecepatan:  menggambarkan  kecepatan  perusahaan  dalam  memenangkan  dan  merespon  segala  sesuatu  yang  dapat  berguna  bagi  kepentingan perusahaan. 

8. Dimensi  fleksibilitas:  menggambarkan  perilaku  perusahaan  yang  berhubungan  dengan  ke‐fleksibel‐an  perusahaan  dalam  bertindak  dan  mengambil keputusan. 

(8)

9. Dimensi  fokus:  menggambarkan  perilaku  perusahaan  yang  berhubungan  dengan  fokus  dalam  melaksanakan  kegiatan  dan  rencana  perusahaan.

10. Dimensi  masa  depan  dari  suatu  perusahaan:  menggambarkan  perilaku  perusahaan  dalam  memandang  masa  depan  perusahaan  berkaitan  dengan perilaku entreprenurial dalam pencapaiannya.

 

Pelaksanaan budaya entrepreneurial dalam suatu organisasi tidak akan berjalan  apabila  tidak  ada  dukungan  dari  pihak  manajemen  puncak  dan  pimpinan  instansi.  Terkait  masalah  kepemimpinan,  Thornberry  (2006)  menggolongkan  tipe‐tipe  pemimpin  dalam  organisasi  entrepreneurial  terhadap  fokus  dan  peranan  masing‐masing  pemimpin  di  dalam  suatu  organisasi.  Thornberry  kemudian membagi fokus pemimpin menjadi dua kategori, yaitu Internal dan  External,  dan  membagi  perannya  menjadi  dua  kategori,  yaitu  sebagai  aktivis  dan katalis. Pengelompokan tersebut seperti terlihat pada Gambar 3.1 di bawah  ini.      Gambar 3.1. Karakteristik Kepimimpinan Menurut Thornberry  (Thornberry, 2006)   

(9)

Pemimpin  aktivis  biasanya  menaruh  perhatian  besar  pada  penciptaan  nilai  tambah  untuk  organisasi.  Mereka  mampu  mengidentifikasi,  mengembangkan  dan  menangkap  peluang  untuk  bisa  menghasilkan  value  creation  bagi  organisasi.  Tipe  ini  kemudian  dibagi  lagi  menjadi  dua  berdasarkan  fokusnya  dalam  melakukan  pencarian  peluang,  untuk  internal  disebut  dengan  Miners  sedangkan untuk eksternal organisasi disebut dengan Explorers. 

 

Pemimpin  katalis  biasanya  melakukan  penciptaan  nilai‐nilai  budaya  dan  memberikan  dukungan  terhadap  pembentukan  lingkungan  organisasi  yang  mendorong  adanya  inovasi  dan  perumusan  ide‐ide  baru  untuk  dapat  menangkap dan merealisasikan peluang‐peluang yang ada. Tipe ini kemudian  dibagi  lagi  menjadi  dua  berdasarkan  fokusnya  dalam  melakukan  pengembangan  prinsip‐prinsip  entrepreneurial,  untuk  internal  atau  dalam  unit/divisi  tempat  dia  berada  disebut  dengan  Accelerators  sedangkan  untuk  keseluruhan organisasi disebut dengan Integrators. 

 

Penjelasan lebih detail mengenai masing‐masing tipe sebagai berikut: 

• Tipe  miners  dapat  melihat  peluang  untuk  value  creation  dengan  cara  merampingkan  dan  atau  memperbaiki  proses  dan  penggunaan  aset  organisasi.  

• Tipe  explorers  terlibat  langsung  dengan  value  creation  yang  bertujuan  untuk  mengembangkan  pasar  baru,  produk/jasa  baru  atau  keduanya.  Tipe explorer ini pada umumnya jeli dalam melihat peluang pasar dan  seorang pengambil risiko. 

• Tipe  accelerators  biasanya  memimpin  suatu  unit  atau  divisi.  Tipe  ini  berusaha  untuk  memotivasi  karyawannya  untuk  lebih  inovatif  dan  berlaku  entrepreneurial  dengan  cara  memberikan  dukungan  kepada 

(10)

bawahan dalam mengambil risiko dan merealisasikan ide‐ide mereka,  dan tidak menghukum bawahannya ketika melakukan kesalahan.   • Tipe  integrators  biasanya  dalam  struktur  organisasi  berada  di  tingkat 

manajemen puncak. Mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan  organisasi  yang  bersifat  entrepreneurial  dengan  cara  membangun  sumber daya manusia, struktur, proses dan budaya dan menjaga agar  jiwa  kewirausahaan  atau  entrepreneurship  dalam  organisasi  dapat  dilaksanakan secara berkesinambungan. 

 

3.1.2 Pembatasan Solusi Bisnis 

Supaya  penelitian  ini  dapat  lebih  fokus  dan  mendapatkan  hasil  yang  optimal,  maka  dilakukan  beberapa  pembatasan  atas  solusi  bisnis  yang  diusulkan  oleh  penulis, yaitu: 

• Penelitian  ini  dilakukan  sampai  pada  tahapan  identifikasi  dan  rekomendasi atas rencana implementasi dari solusi bisnis, tidak sampai  tahap implementasi. 

• Penelitian  dilakukan  di  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  Bandung,  dan  penyebaran  kuesioner  dilakukan  untuk  seluruh  pegawai  tetap  dan  para pemegang jabatan struktural di Rumah Sakit Mata Cicendo. 

• Data yang diambil untuk dilakukan proses analisis, adalah data yang  didapatkan melalui penyebaran kuesioner yang dikembalikan dan diisi  lengkap oleh responden, atau melalui proses wawancara, serta sumber  lain yang berkaitan dengan penelitian ini. 

• Analisis  dilakukan  secara  kuantitatif,  dengan  kuesioner,  dan  secara  kualitatif,  dengan  wawancara  dan  studi  pustaka,  untuk  mendapatkan  gambaran mengenai pelaksanaan perilaku entrepreneurial yang ada saat  ini dan pengaruhnya terhadap kondisi instansi. 

(11)

 

3.1.3 Metodologi Solusi Bisnis 

Supaya penelitian ini dapat dilakukan secara sistematis, maka perlu ditentukan  langkah‐langkah atau metode penelitian yang sesuai untuk dijadikan pedoman  dalam  pelaksanaan  penelitian.  Dengan  mengikuti  metode  penelitian  ini  diharapkan dapat dihasilkan suatu solusi bisnis yang sesuai dengan isu bisnis  yang  sedang  berkembang.  Tahapan  atau  langkah‐langkah  yang  dilakukan  dalam penelitian mengenai budaya organisasi di Rumah Sakit Mata Cicendo ini  seperti ditunjukkan gambar berikut.      Gambar 3.2. Metodologi Solusi Bisnis     

(12)

3.1.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data  3.1.4.1 Teknik Pengumpulan Data 

Untuk mengadakan peninjauan dan analisis terhadap budaya entrepreneurial di  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo,  maka  diperlukan  suatu  instrumen  yang  relevan  untuk  dapat  melakukan  identifikasi  terhadap  budaya  institusi  yang  ada  pada  saat  ini.  Penelitian  juga  dilakukan  untuk  menemukan  kemungkinan  adanya  kesenjangan antara budaya institusi yang diharapkan, dengan budaya institusi  yang  ada  dan  berjalan  pada  saat  ini.  Penilaian  terhadap  budaya  institusi  tersebut dilakukan dengan menggunakan dua survei yaitu: 

• EOS (Entrepreneurial Orientation Survey). EOS bertujuan untuk mengukur  orientasi entrpreneurial secara keseluruhan di suatu institusi.  

• ELQ  (Entrepreneurial  Leadership  Questionnaire).  ELQ  bertujuan  untuk  menilai  perilaku  entrepreneurial  para  manajer  dan  top  management  institusi, yang berpengaruh terhadap pembentukan budaya institusi.   

Data  yang  dikumpulkan  pada  tahap  ini  terdiri  dari  data  primer,  dan  data  sekunder.  Data  primer  diperoleh  dari  hasil  kuesioner  EOS  dan  ELQ  yang  disebarkan,  wawancara,  serta  observasi.  Kuesioner  EOS  dan  ELQ  ini  dimaksudkan  untuk  memperoleh  informasi  secara  tertulis  dari  responden  (pegawai  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo)  yang  mewakili  dan  berkaitan  dengan  tujuan  penelitian.  Untuk  mendapatkan  data  tambahan  dilakukan  pula  wawancara  antara  peneliti  dan  responden,  serta  dengan  melakukan  observasi  sehingga  diperoleh  informasi  tambahan  untuk  tujuan  penelitian.  Teknik  ini  digunakan untuk mencari data yang belum terjawab dalam kuesioner dan atau  untuk mendukung data yang masih meragukan. 

   

(13)

3.1.4.2 Profil Responden 

Penyebaran  kuesioner  dilakukan  di  lingkungan  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  Bandung.  Pengisian  kuesioner  EOS  (Entrepreneurial  Orientation  Survey)  dilakukan  oleh  seluruh  pegawai  tetap  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  dengan  tingkat  pendidikan  minimum  adalah  Diploma.  Keseluruhan  jumlah  kuesioner  EOS  yang  dikembalikan  dan  diisi  lengkap  oleh  responden,  sebanyak  61  buah.  Pengisian  kuesioner  mengenai  ELQ  (Entrepreneurial  Leadership  Questionnaire)  dilakukan  oleh  para  pimpinan  struktural  dengan  posisi  jabatan  minimal  sebagai  Kepala  Seksi  dan  atau  Kepala  Sub  Bagian,  dan  dilakukan  penilaian  terhadap  atasan,  bawahan,  dan  rekan  sejawat.  Jumlah  kuesioner  ELQ  yang  dikembalikan dan diisi lengkap oleh responden adalah sebanyak 14 buah.   

3.1.4.3 Teknik Pengukuran Variabel 

Pada  penelitian  ini  digunakan  kuesioner  sebagai  alat  untuk  mengumpulkan  data  yang  kemudian  diukur  dengan  menggunakan  skala  Likert  yaitu,  skala  yang  berhubungan  dengan  pernyataan  sikap  seseorang  terhadap  sesuatu  (Husein  Umar,  1999).  Dengan  menggunakan  skala  ini  maka  pertanyaan‐ pertanyaan  yang  bersifat  kualitatif  dalam  kuesioner  tersebut  dapat  dikuantifikasikan dan diukur. Penggunaan skala Likert memiliki kelebihan dan  kekurangan.  Kelebihan  yang  ditawarkan  oleh  skala  ini  adalah  dapat  memberikan kebebasan bagi responden dalam menentukan pendapat dan juga  data yang didapat adalah cukup obyektif. Kerugian penggunaan skala ini bagi  penelitian  ini  adalah  bahwa  skala  ini  tidak  dapat  mendapatkan  dan  menarik  informasi  lain  dari  responden  selain  dari  yang  tertulis  dalam  kuesioner.  Pertanyaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala Likert lima  poin, yang merepresentasikan: 

   

(14)

• Untuk EOS  o 1 = sangat setuju,  o 2 = tidak setuju,  o 3 = ragu‐ragu,  o 4 = setuju, dan  o 5 = sangat setuju.  • Untuk ELQ  o 1 = sangat jarang dilakukan, sangat tidak penting;  o 2 = jarang dilakukan, tidak penting;  o 3 = ragu‐ragu;  o 4 = sering dilakukan, penting;  o 5 = sangat sering, sangat penting.   

Data  yang  terkumpul  dalam  kuesioner  EOS,  kemudian  diolah  dan  diinterpretasikan  secara  diagramatis  melalui  diagram  radar.  Sedangkan  hasil  dari  angka–angka  dalam  kuesioner  ELQ  diolah  untuk  dilakukan  pengelompokan  terhadap  tipe  kepemimpinan  di  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo,  apakah bersifat integrator, explorer, miner, accelerator. 

 

3.1.5 Validitas dan Reliabilitas 

Data  yang  diperoleh  dari  hasil  kuesioner  EOS  dan  ELQ  tersebut  harus  diuji  validitas  dan  reabilitasnya.  Hal  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  apakah  butir‐ butir  pertanyaan  yang  terdapat  dalam  kuesioner  tersebut  dapat  memenuhi  kriteria valid dan realible, atau tidak. Uji validitas digunakan untuk mengetahui  valid  tidaknya  instrumen  pengukuran.  Instrumen  dikatakan  valid  apabila  dapat mengukur apa yang semestinya diukur atau mampu mengukur apa yang  ingin dicari secara tepat (Arikunto dalam Biantong, 2007). Uji reliabilitas dapat  berguna untuk mengetahui bagaimana butir‐butir pertanyaan dalam kuesioner 

(15)

dapat berhubungan. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana  suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1995).   

Menurut pencipta alat ukur EOS dan ELQ, Neal Thornberry, alat ukur EOS dan  ELQ  ini  sudah  merupakan  suatu  alat  ukur  yang  telah  diuji  realibilitas  dan  validitasnya serta sering digunakan untuk mengukur dimensi‐dimensi corporate  entrepreneurship  di  berbagai  perusahaan  besar  seperti  Mott’s,  Siemens  dan  Sodexho (Thornberry, 2006). Pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur EOS  dan  ELQ  ini  juga  telah  dilakukan  pada  penelitian  sebelumnya  dengan  menggunakan  data‐data  yang  diperoleh  dari  hasil  survei  serupa  di  beberapa  perusahaan  di  Indonesia,  dengan  total  responden  656  dan  tingkat  kesalahan  5%. Hasil pengolahan dengan menggunakan program SPSS seperti ditunjukkan  pada tabel berikut ini.    Tabel 3.1. Nilai Alpha Cronbach dan Koefisien Korelasi (r)  (Biantong, 2007)   

Kategori  Alpha Cronbach  r (Corrected item total correlation) 

Umum  0.667  0.372 ‐ 0.460  Rencana Strategis  0.674  0.397 ‐ 0.464  Cross Functionality  0.722  0.341 ‐ 0.647  Dukungan  0.745  0.365 ‐ 0.585  Intelijen Pasar  0.717  0.329 ‐ 0.589  Risiko  0.754  0.350 ‐ 0.647  Kecepatan  0.703  0.411 ‐  0.558  Fleksibilitas  0.594  0.093 ‐ 0.507  Fokus  0.736  0.305 ‐ 0.610  Masa Depan  0.812  0.552 ‐ 0.688  Orientasi Individu  0.816  0.192 ‐ 0.675   

(16)

Pengujian  terhadap  validitas  kuesioner  EOS  ini  dilakukan  dengan  membandingkan  nilai  koefisien  korelasi  (r)  hasil  perhitungan  di  atas  terhadap  rtable.  Hasil  rtable  adalah  sebesar  0,077  untuk  jumlah  responden  656  orang  dan 

error 5%. Berdasarkan hasil tersebut, kerena nilai dari koefisien korelasi (r) hasil  perhitungan lebih besar dari rtable maka dapat dikatakan bahwa kuesioner EOS 

yang digunakan memenuhi persyaratan validitas.   

Pengujian  terhadap  reliabilitas  dari  kuesioner  EOS  yang  digunakan  dilakukan  dengan cara membandingkan nilai koefisien Cronbach’s Alpha hasil perhitungan  SPSS  dengan  Tabel  Klasifikasi  Nilai  Keandalan  berdasarkan  pengujian  yang  dilakukan oleh Guilford dalam Biantong (2007) berikut ini.    Tabel 3.2. Klasifikasi Nilai Koefisien Keandalan  (Biantong,2007)    Nilai Koefisien  Tingkat Korelasi  < 0.2  Tidak Ada  0.2 ‐ < 0.4  Rendah  0.4 ‐ < 0.7  Sedang  0.7 ‐ < 0.9  Tinggi  0.9 ‐ < 1  Tinggi Sekali  1  Sempurna   

Perbandingan  nilai  cronbach  alpha  yang  didapat  dari  hasil  perhitungan  di  atas,  seperti  ditunjukkan  tabel  3.1,  dibandingkan  dengan  klasifikasi  nilai  koefisien  keandalan  menurut  Guilford  menunjukkan  semua  data  masuk  ke  dalam  tingkat korelasi antara sedang hingga tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, maka  kuesioner  EOS  yang  digunakan  ini  dapat  dikatakan  telah  memenuhi  persyaratan reliabilitas. 

(17)

3.2 Analisis Solusi Bisnis 

3.2.1 Analisis Hasil Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) 

EOS  (Entrepreneurial  Orientation  Survey)  bertujuan  untuk  dapat  mengukur  orientasi  entrpreneurial  secara  keseluruhan  di  suatu  institusi.    Ada  beberapa  faktor  penting  yang  dapat  membedakan  organisasi  yang  berorientasi  entrepreneurial  dan  yang  tidak.  Faktor‐faktor  tersebut  dapat  dikategorikan  ke  dalam dimensi‐dimensi kunci yang digunakan dalam EOS yaitu:   • Penilaian terhadap instansi secara umum,  • Strategic planning,  • Cross‐functionality,  • Dukungan terhadap ide baru,  • Intelijen pasar,  • Keberanian untuk mengambil risiko,  • Kecepatan dalam menangani masalah,  • Fleksibilitas,  • Fokus,  • Orientasi pada masa depan,  • Orientasi individu,  • Kondisi instansi,  • Tentang saya.    Dengan menggunakan skala Likert lima poin (1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak  setuju, 3 = ragu‐ragu, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju), maka konversi ke dalam  rentang  persepsinya,  sebagai  dasar  perbandingan  kondisi  saat  ini  terhadap  budaya yang ideal, dapat dibagi menjadi seperti berikut ini: 

     

(18)

Tabel 3.3. Rentang Persepsi    Persepsi  Rentang  Sangat rendah  1.0 ‐ 1.8  Rendah  1.8 ‐ 2.6  Rata‐rata  2.6 ‐ 3.4  Tinggi  3.4 ‐ 4.2  Sangat tinggi  4.2 ‐ 5.0    Rentang persepsi tersebut menunjukkan bagaimana persepsi mengenai budaya  instansi  yang  ada  saat  ini  jika  dibandingkan  terhadap  budaya  instansi  yang  ideal berbasiskan entrepreneurial. 

 

Hasil  EOS  yang  dilakukan  di  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  ditunjukkan  pada  tabel dan gambar di bawah ini. 

 

Tabel 3.4. Hasil Penilaian EOS   

Kategori  Nilai  Persepsi 

Umum  3.148  Rata‐rata  Rencana Strategi  3.115  Rata‐rata  Cross Functionality  3.531  Tinggi  Dukungan  3.534  Tinggi  Intelijen Pasar  3.285  Rata‐rata  Risiko  2.648  Rata‐rata  Kecepatan  3.496  Tinggi  Fleksibilitas  2.951  Rata‐rata  Fokus  3.440  Tinggi  Masa Depan  3.180  Rata‐rata  Orientasi Individu  2.429  Rendah  Kondisi Perusahaan  3.463  Tinggi  Tentang Saya  3.361  Rata‐rata   

(19)

  Gambar 3.3. Karakteristik Budaya Rumah Sakit Mata Cicendo 

 

Berdasarkan Tabel 3.4 dan Gambar 3.3 di atas, terlihat bahwa dimensi‐dimensi  kunci yang ada terletak antara nilai 2,429 sampai dengan 3,534. Nilai terendah  dari  dimensi  kunci  dalam  EOS  untuk  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  adalah  orientasi individu, dengan nilai 2,429. Sedangkan dimensi kunci yang memiliki  nilai tertinggi adalah dimensi dukungan terhadap ide baru, dengan nilai 3,534.  Hasil  dari  EOS  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  ini  secara  umum  menunjukkan  bahwa  budaya  instansi  yang  ada  saat  ini  masih  belum  dapat  dikategorikan  sebagai budaya instansi yang berbasiskan entrepreneurial, oleh karena itu perlu  dilakukan peningkatan dan perbaikan terhadap dimensi‐dimensi yang ada.  

 

3.2.1.1 Analisis Hasil EOS Mengenai Instansi Secara Umum 

Aspek‐aspek  berikut  ini  dapat  memberikan  informasi  mengenai  kondisi  instansi secara umum dalam konteks Corporate Entrepreneurship, yaitu mengenai  pengendalian  anggaran,  pemberian  reward,  penyediaan  dana  untuk  layanan  baru,  serta  bagaimana  tahapan  persetujuan  terhadap  dana  di  luar  anggaran. 

(20)

Aspek‐aspek  tersebut  mencerminkan  bagaimana  dukungan  perusahaan  terhadap pelaksanaan corporate entrepreneurship di Rumah Sakit Mata Cicendo.    

Berdasarkan  hasil  pengolahan  data  yang  telah  dilakukan,  didapatkan  bahwa  rata‐rata para pegawai Rumah Sakit Mata Cicendo menilai bahwa secara umum  kondisi  instansi  berada  pada  nilai  3,148.  Hasil  ini  menggambarkan  bahwa  dukungan  perusahaan  terhadap  pelaksanaan  corporate  entrepreneurship  secara  umum  masih  berada  pada  daerah  rata‐rata.  Dukungan  ini  harus  lebih  ditingkatkan  lagi  sehingga  dapat  mencapai  dan  berada  pada  daerah  ideal,  dengan  nilai  yang  tinggi  untuk  dapat  menerapkan  prinsip  corporate  entrepreneurship.  Detail  pertanyaan  dari  aspek‐aspek  yang  berpengaruh  terhadap  kondisi  perusahaan  secara  umum  dapat  dilihat  pada  tabel  di  bawah  ini. 

Tabel 3.5. Hasil Penilaian Dimensi Umum   

No  Item  Average 

Menekankan pengendalian anggaran secara ketat. (‐)  2.361  Memberikan reward bagi seorang manajer yang melakukan cost cutting.  2.984  Menyediakan dana untuk peluang layanan baru.  3.770  Menyediakan dana untuk ide‐ide yang benar‐benar bagus.  3.951  Membutuhkan banyak tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana  investasi di luar anggaran. (‐)  2.672   

Secara  umum,  sebagai  sebuah  institusi  pemerintah,  terutama  institusi  yang  bergerak  pada  bidang  pelayanan  kesehatan  untuk  masyarakat  dan  dengan  menyandang  status  sebagai  perusahaan  jawatan,  maka  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  pada  saat  ini  masih  tergantung  pada  anggaran  yang  dibuat  oleh  pemerintah  daerah,  dalam  hal  ini  Dinas  Kesehatan  Jawa  Barat.  Dengan  masih  berstatus  sebagai  perusahaan  pemerintah  maka  sangat  wajar  apabila  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  saat  ini  masih  menerapkan  pengendalian  anggaran  yang  ketat.  Anggaran  yang  ditetapkan  oleh  pemerintah  daerah  tersebut  memang  ditekankan untuk memberikan suatu terobosan layanan dan atau peningkatan 

(21)

kualitas  layanan  rumah  sakit  sehingga  dapat  lebih  meningkatkan  pelayanan  kesehatan  kepada  masyarakat.  Hal  ini  dapat  terlihat  dari  nilai  pernyataan  mengenai  penyediaan  dana  untuk  peluang  layanan  baru  dan  ide‐ide  yang  benar‐benar  bagus,  dimana  keduanya  memiliki  nilai  yang  tinggi,  yaitu  3,770  dan 3,951. 

 

Sebagai suatu institusi yang dekat dengan masyarakat maka pihak Rumah Sakit  Mata Cicendo seharusnya bertindak lebih cekatan lagi dalam menentukan jenis  layanan  seperti  yang  dibutuhkan  oleh  masyarakat.  Akan  tetapi,  karena  status  rumah  sakit  yang  sampai  saat  ini  masih  merupakan  rumah  sakit  pemerintah,  maka  dalam  hal  penggunaan  dana  di  luar  anggaran,  yang  bertujuan  untuk  inovasi  layanan  baru,  RSM  Cicendo  masih  menemui  kendala  dalam  tahapan  persetujuan  pengajuan.  Kendala  yang  dihadapi  oleh  RSM  Cicendo  ini  terletak  pada  banyaknya  birokrasi  dan  tahapan  yang  harus  dilakukan  sehingga  akan  berpengaruh terhadap kecepatan dan fleksibilitas pelaksanaan pelayanan yang  akan diberikan. Banyaknya tahapan tersebut juga, apabila kita melihat dari sisi  lain,  terjadi  karena  saat  ini  sering  terjadi  penggunaan  dana  di  luar  anggaran  yang disalah gunakan, sehingga untuk mencegah hal tersebut maka pemerintah  membuat  mekanisme  pengawasan  dan  persetujuan  semakin  rumit.  Hal  ini  terlihat dari nilai pernyataan tentang tahapan persetujuan terhadap dana diluar  anggaran yang berada pada nilai rata‐rata, yaitu 2,672. 

 

Analisis  yang  dilakukan  di  atas  dilakukan  adalah  dengan  melihat  bagaimana  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  mengejar  peluang  dan  pembentukan  ide  layanan  baru  serta  faktor‐faktor  yang  berpengaruh  dalam  pelaksanaannya.  Dalam  menjalankan  suatu  organisasi  tentu  tidak  lepas  dari  adanya  mekanisme  perbaikan  terhadap  kondisi  organisasi  yang  ada  saat  ini.  Perbaikan  kondisi  organisasi  yang  ada  dapat  dilakukan  lewat  tindakan  untuk  melakukan 

(22)

penghematan  biaya  dan  perbaikan  proses  bisnis,  sehingga  diharapkan  dapat  lebih meningkatkan keuntungan apabila belum mendapatkan peluang layanan  baru.  Untuk  itu,  diperlukan  suatu  mekanisme  reward  atau  penghargaan  yang  akan  memacu  pegawai,  tidak  hanya  jajaran  manajerial,  untuk  dapat  selalu  melakukan  perbaikan  proses  bisnis  dan  penghematan  biaya.  Pelaksanaan  pemberian  reward  ini  di  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  masih  belum  dapat  dikategorikan  berjalan  dengan  baik,  terbukti  dari  nilai  sebesar  2,984  yang  menunjukkan  bahwa  pelaksanaan  pemberian  reward  ini  masih  berada  pada  kisaran rata‐rata.  

 

3.2.1.2 Analisis Hasil EOS Mengenai Rencana Strategi 

Hasil EOS untuk rencana strategi didapatkan dengan merata‐ratakan nilai dari  masing‐masing  pernyataan‐pernyataan  mengenai  apakah  instansi  telah  melakukan  proses  perencanaan  strategi  yang  formal,  apakah  instansi  membiarkan strategi tumbuh dan dapat berubah mengikuti tren pasar, apakah  instansi  mengharapkan  para  manajer  untuk  selalu  berpedoman  pada  rencana  dan  anggaran  tahunan,  apakah  instansi  memiliki  rencana  strategis  yang  jelas,  dan  apakah  instansi  bergantung  dengan  konsultan  luar  dalam  pembuatan  strateginya. 

 

Perencanaan strategi dilakukan oleh jajaran top management, akan tetapi rencana  strategi  tersebut  harus  dapat  dikomunikasikan  dengan  baik  kepada  para  pegawai,  sehingga  mereka  dapat  menterjemahkan  dan  melaksanakan  rencana  strategi tersebut. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa  penilaian  para  pegawai  terhadap  rencana  strategi  dari  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  menunjukkan  nilai  3,115,  atau  dapat  dikatakan  masih  berada  pada  kisaran rata‐rata. Hal ini dapat diartikan bahwa rencana strategi tersebut belum  mengakomodir pelaksanaan budaya entrepreneurial, yang mensyaratkan bahwa 

(23)

rencana  strategis  optimalnya  berada  pada  nilai  5,  dan  harus  ditingkatkan  lagi  oleh Rumah Sakit Mata Cicendo. 

 

Untuk  mendapatkan  gambaran  yang  lebih  jelas  mengenai  dimensi  rencana  strategis  ini  dapat  dilihat  dari  tabel  hasil  penilaian,  untuk  masing‐masing  pernyataan yang diajukan dalam dimensi ini, di bawah ini. 

 

Tabel 3.6. Hasil Penilaian Dimensi Rencana Strategi   

No Item Average

1 Menggunakan proses perencanaan strategi yang formal. (-) 2.131

2 Membiarkan strategi tumbuh dan mungkin berubah mengikuti tren pasar. 3.377

3 Mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan

anggaran tahunan. (-) 2.426

4 Tidak mempunyai rencana yang jelas. (-) 3.918

5 Sangat bergantung pada konsultan di luar perusahaan untuk membuat

strategi. (-) 3.721

 

Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  mempunyai  rencana  strategi  yang  jelas,  dan  hal  tersebut  diketahui  oleh  pegawainya,  seperti  ditunjukkan  dengan  nilai  yang  tinggi  yaitu  3,918.  Akan  tetapi  ternyata  perusahaan  masih  ragu‐ragu  dalam  melaksanakan  dan  membiarkan  rencana  strategi  yang  mereka  susun  untuk  dapat  tumbuh  dan  berubah  mengikuti  trend  pasar,  ditunjukkan  dengan  nilai  3,377. RSM Cicendo dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat di masa  yang  akan  datang,  dan  menuntut  instansi  untuk  dapat  dengan  cepat  beradaptasi  terhadap  kebutuhan  pasar,  harus  dapat  fleksibel  dalam  menyesuaikan  strateginya  dengan  perubahan  tersebut,  apabila  ingin  menjadi  instansi yang memiliki daya saing yang tinggi. 

 

Rumah Sakit Mata Cicendo sebagai instansi pemerintahan masih menggunakan  proses perencanaan strategi yang formal, yang diturunkan dari visi pemerintah  Republik Indonesia dalam melayani kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini  juga  didukung  oleh  jajaran  manajerial  yang  diharapkan  untuk  dapat 

(24)

berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan yang telah ditetapkan. Kedua  hal ini didukung dengan nilai yang rendah dalam hasil EOS, yaitu dengan nilai  2,131  dan  2,426.  RSM  Cicendo  harus  meningkatkan  dan  mengubah  proses  perancangan  strategi  supaya  dapat  beradaptasi  dan  mengakomodir  perkembangan kompetisi yang siklus hidupnya semakin pendek, bukan dalam  hitungan tahunan lagi. 

 

Perancangan  strategi  yang  dilakukan  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  ini  telah  dilakukan  secara  mandiri,  dalam  hal  ini  tidak  membutuhkan  bantuan  konsultan luar dalam pembuatannya. Hal ini merupakan langkah yang sangat  baik  sehingga  apabila  terjadi  perubahan  struktur  industri  dalam  bidang  kesehatan,  maka  RSM  Cicendo  dapat  langsung  melakukan  perubahan  untuk  menghadapi  persaingan  yang  semakin  ketat.  Apabila  RSM  Cicendo  masih  membutuhkan bantuan konsultan dari luar, maka selain akan menambah biaya,  akan  berpengaruh  terhadap  kemampuan  RSM  Cicendo  untuk  mandiri  dan  bersiap  menghadapi  tantangan  di  masa  depan,  yang  akan  semakin  ketat  dengan bertambahnya kompetisi dengan perusahaan swasta. 

 

3.2.1.3 Analisis Hasil EOS Mengenai Cross Functionality 

Dimensi  cross  functionality  ini  mengukur  bagaimana  kerjasama  antar  departemen pada saat ini berlangsung, dengan menggunakan lima pertanyaan.  Pertanyaan‐pertanyaan  tersebut  diajukan  untuk  menilai  seberapa  besar  hambatan dalam kerjasama antar departemen yang ada saat ini, apakah Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  memiliki  departemen‐departemen  atau  unit  yang  mau  membagi ide dan informasi antara satu dengan lainnya, bagaimana dukungan  instansi  terhadap  kegiatan  diskusi  antar  departemen/fungsi  untuk  memecahkan  suatu  permasalahan,  apakah  instansi  memberikan  penghargaan  tertentu  terhadap  kerjasama  antar  departemen/fungsi,  apakah  terdapat 

(25)

program rotasi pegawai sebagai bagian dari proses pegembangan sumber daya  manusia (SDM). 

 

Hasil  penelitian  dengan  menggunakan  EOS  menunjukkan  bahwa  penilaian  pegawai  RSM  Cicendo  terhadap  dimensi  kerjasama  antar  departemen/fungsi  ini  berada  pada  nilai  3,531  atau  masuk  kepada  rentang  persepsi  tinggi.  Sehingga  dapat  dikatakan  bahwa  RSM  Cicendo  sangat  mendorong  adanya  kerjasama  antar  departemen/fungsi  untuk  dapat  bersama‐sama  mengembangkan  instansi,  membagi  informasi,  meningkatkan  kemampuan  pegawai,  dan  dalam  mengembangkan  suatu  layanan  baru.  Kerjasama  antar  departemen/fungsi  ini  juga  merupakan  indikator  mengenai  bagaimana  koordinasi dalam instansi dilakukan untuk memberikan pelayanan yang lebih  memuaskan  lagi  kepada  masyarakat.  Hasil  penilaian  dimensi  ini  ditunjukkan  pada Tabel 3.7 berikut ini. 

 

Tabel 3.7. Hasil Penilaian Dimensi Cross Functionality   

No Item Average

1 Memiliki sedikit hambatan untuk kerjasama antar departemen /fungsi. 3.082

2 Mempunyai departemen-departemen yang mau membagi ide dan

informasi satu dengan yang lain. 3.721

3 Mendorong kegiatan diskusi antar departemen/antar fungsi dan

pemecahan masalah. 3.803

4 Secara formal memberikan penghargaan terhadap kerjasama antar

departemen/antar fungsi. 3.508

5 Merotasi karyawan pada fungsi-fungsi yang berbeda sebagai bagian dari

proses formal pengembangan SDM. 3.541

 

Tidak  sedikit  hambatan  yang  harus  dihadapi  oleh  para  departemen/fungsi  dalam  RSM  Cicendo  dalam  melakukan  kerjasama  antar  departemen/fungsi,  seperti  ditunjukkan  dengan  nilai  3,082  (rata‐rata).  Akan  tetapi  hal  tersebut  dapat  diminimalisasi  dengan  tingginya  kesadaran  dari  departemen‐ departemen yang ada  untuk mau melakukan pembagian ide dan penyebaran  informasi  ke  departemen/fungsi  lain,  ditunjukkan  dengan  nilai  3,721  (tinggi). 

(26)

Selain  itu,  dengan  tingginya  kesadaran  akan  kerjasama  antar  departemen/fungsi,  hal  tersebut  juga  semakin  mendorong  departemen/fungsi  yang  ada  untuk  melakukan  diskusi  dalam  memecahkan  suatu  permasalahan,  ditunjukkan dengan nilai 3,803 (tinggi), sehingga dapat bertindak sebagai suatu  kesatuan untuk bersama‐sama memberikan pelayanan yang lebih baik kepada  masyarakat. 

 

Akan  tetapi,  RSM  Cicendo  tidak  boleh  terlena  dalam  mendukung  dan  meningkatkan  kerjasama  antar  departemen/fungsi  ini.  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  sebagai  sebuah  instansi  yang  menghargai  adanya  kerjasama  antar  departemen  harus  dapat  memacu  peningkatan  kerjasama  ini,  salah  satunya  adalah  dengan  memberikan  penghargaan  secara  formal.  Saat  ini  walaupun  pada pertanyaan mengenai penghargaan secara formal yang ada menunjukkan  nilai  yang  tinggi,  yaitu  pada  3,508,  RSM  Cicendo  harus  terus  mengapresiasi  dimensi  ini,  untuk  lebih  memotivasi  pelaksanaan  kerjasama  yang  solid  antar  departemen/fungsi. 

 

Pelaksanaan  rotasi  pegawai  pada  departemen  yang  berbeda‐beda  akan  lebih  meningkatkan  kerjasama  antar  departemen/fungsi.  Rotasi  pegawai  bertujuan  untuk  lebih  meningkatkan  kompetensi  pegawai  dan  juga  bermanfaat  untuk  menumbuhkan  kesadaran  akan  pentingnya  kerjasama  antar  departemen  sehingga seluruh departemen/fungsi yang ada dapat bergerak bersama menuju  ke  arah  pengembangan  organisasi  yang  lebih  baik  lagi.  Pelaksanaan  rotasi  pegawai saat ini di Rumah Sakit Mata Cicendo telah dilaksanakan cukup baik,  dilihat dari nilai yang cukup tinggi, yaitu dengan nilai 3,541. Pelaksanaan rotasi  pegawai  ini  harus  terus  dilakukan  sebagai  bagian  dari  proses  formal  pengembangan sumber daya manusia. 

(27)

3.2.1.4 Analisis Hasil EOS Mengenai Dukungan Terhadap Ide Baru 

Dimensi  dukungan  terhadap  ide  baru  merupakan  dimensi  yang  berhubungan  langsung dengan proses inovasi. Dukungan terhadap ide baru ini dapat dinilai  dengan  melakukan  pertanyaan,  dalam  kerangka  acuan  pembuatan  EOS,  mengenai  bagaimana  dukungan  dari  instansi  terhadap  cara‐cara  baru  dan  berbeda  dalam  mengerjakan  sesuatu,  apakah  terdapat  fungsi  tertentu  dalam  instansi  yang  difokuskan  untuk  inovasi  dan  pengembangan  layanan  baru,  apakah  karyawan  didukung  dalam  melakukan  sumbang  saran  apabila  memiliki  ide‐ide  tertentu,  bagaimana  pandangan  instansi  terhadap  cara‐cara  lama  yang  saat  ini  dilaksanakan  dalam  menghadapi  suatu  masalah,  apakah  terdapat sarana informal untuk mendiskusikan ide‐ide mengenai layanan baru.   

Dimensi  dukungan  terhadap  ide  baru  ini  pada  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  memiliki  nilai  yang  paling  tinggi  diantara  dimensi‐dimensi  lainnya,  dengan  nilai  3,534  dan  berada  pada  rentang  persepsi  tinggi.  Dukungan  terhadap  ide  baru ini sangat berpengaruh terutama untuk instansi rumah sakit yang dengan  tujuannya  untuk  melayani  masyarakat,  harus  terus  melakukan  proses  inovasi  dan  pengembangan  layanan.  Perkembangan  dunia  kedokteran  modern  dan  didukung  oleh  perkembangan  teknologi,  serta  semakin  beragamnya  variasi  penyakit  yang  ada  pada  masyarakat,  menuntut  instansi  Rumah  Sakit  untuk  selalu  dapat  memberikan  sebuah  solusi  kepada  masyarakat.  Selain  itu  sebagai  rumah  sakit  pusat  rujukan  kesehatan  mata  nasional,  maka  tentunya  RSM  Cicendo harus selalu tanggap akan kondisi yang terjadi di masyarakat. 

 

Apabila kita melihat nilai yang dimiliki oleh RSM Cicendo dalam hal dukungan  terhadap  ide  baru,  maka  dengan  nilai  cukup  tinggi  yang  dimilikinya  maka  dapat dikatakan bahwa Rumah Sakit Mata Cicendo telah berhasil untuk dapat  mendorong  proses  inovasi  di  lingkungannya.  Analisis  lebih  detail  mengenai 

(28)

pertanyaan‐pertanyaan  yang  membentuk  dimensi  ini  dapat  dilihat  pada  tabel  di bawah ini.    Tabel 3.8. Hasil Penilaian Dimensi Dukungan Terhadap Ide Baru    No Item Average

1 Secara umum, manajemen mendukung kita untuk memikirkan cara-cara

baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu. 3.738

2 Ada satu fungsi penting di dalam instansi, yang tanggung jawab utamanya

adalah untuk inovasi dan pengembangan layanan baru. 3.754

3 Kami memiliki sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung

ide-ide karyawan. 3.443

4 Instansi segan mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah

ada didalam instansi dalam menghadapi sesuatu. (-) 3.213

5 Kami sering bertemu secara informal untuk mendiskusikan ide layanan

baru. 3.525

 

Secara  umum  dapat  dilihat  bahwa  top  management  mendukung  para  pegawainya  untuk  selalu  memikirkan  cara‐cara  baru  dan  berbeda  dalam  mengerjakan  sesuatu.  Selain  itu  dengan  adanya  sarana  sumbang  saran  yang  digunakan untuk menampung ide‐ide karyawan maka akan membuat pegawai  merasa  sebagai  bagian  dari  proses  perbaikan  yang  dilakukan.  Hal  ini  terkait  dengan  misi  dari  RSM  Cicendo  yang  selalu  memberikan  pelayanan  terbaik  kepada  masyarakat  dalam  bidang  kesehatan  mata.  Nilai  yang  didapatkan  untuk pertanyaan ini, yaitu 3,738 dan 3,443, berada pada rentang persepsi yang  tinggi.  Nilai  ini  harus  lebih  ditingkatkan  supaya  proses  inovasi  yang  telah  berjalan dapat lebih bermanfaat lagi untuk kesehatan masyarakat Indonesia.   

Selain  dengan  melakukan  dukungan  terhadap  ide‐ide  baru  dari  karyawan,  RSM Cicendo juga memiliki bagian/fungsi tersendiri yang tanggung jawabnya  adalah  untuk  inovasi  dan  pengembangan  layanan  baru,  Pembentukan  bagian/fungsi  ini  bertujuan  untuk  dapat  mengakomodir  kebutuhan  akan  pelayanan  kesehatan  mata  yang  semakin  beragam,  contohnya  adalah  bagian  oftalmologi  komunitas.  Adanya  fungsi  ini  dalam  pengembangan  layanan 

(29)

disadari betul oleh pegawai RSM Cicendo, ditunjukkan dengan perolehan nilai  yang  tinggi  pada  hasil  EOS  yaitu  3,754.  Selain,  pembentukan  fungsi  khusus  yang  bertugas  untuk  proses  inovasi  ini,  RSM  Cicendo  juga  mendukung  pegawainya  untuk  melakukan  proses  informal  pengembangan  layanan  baru  melalui diskusi‐diskusi ide. Nilai untuk pertanyaan mengenai proses informal  untuk diskusi ide‐ide layanan baru ini memiliki nilai yang cukup tinggi, yaitu  3,525. 

 

Salah  satu  hambatan  dalam  dimensi  dukungan  terhadap  ide  baru  ini  dapat  terjadi  karena  perilaku  instansi  yang  segan  untuk  mempertanyakan  dan  atau  mengubah cara‐cara lama yang saat ini diterapkan terhadap penyelesaian suatu  masalah.  Cara‐cara  lama  yang  saat  ini  diterapkan  mungkin  tidak  semuanya  relevan  dengan  kondisi  saat  ini,  dan  cara‐cara  tersebut  harus  diubah  dan  diperbaiki sehingga dapat mengakomodir tantangan yang akan dihadapi. RSM  Cicendo  dalam  menanggapi  perubahan  terhadap  cara‐cara  lama  ini,  masih  cenderung  untuk  ragu‐ragu  dalam  melakukan  perbaikan.  Hal  ini  dibuktikan  dengan  nilai  EOS  untuk  pertanyaan  ini  yang  bernilai  sebesar  3,213.  Untuk  itu  RSM  Cicendo  harus  berani  untuk  melakukan  suatu  terobosan  terhadap  penggunaan  dan  perubahan  cara‐cara  lama  ini  sehingga  dapat  disesuaikan  dengan kebutuhan instansi. 

 

3.2.1.5 Analisis Hasil EOS Mengenai Intelijen Pasar 

Dimensi intelijen pasar menggambarkan mengenai kemampuan instansi dalam  membaca  kebutuhan  pasar.  Untuk  mendapatkan  gambaran  lebih  jelas  mengenai dimensi intelijen pasar ini, terdapat beberapa pertanyaan yang dapat  dijadikan  acuan  untuk  melakukan  penilaian  terhadap  dimensi  ini,  yaitu  bagaimana  pandangan  instansi  mengenai  konsumen  adalah  sebagai  raja,  bagaimana  dorongan  untuk  bertemu  dengan  konsumen,  apakah  instansi  telah 

(30)

melakukan  survey  rutin  mengenai  kepuasan  konsumen,  bagaimana  perilaku  manajemen  puncak  terhadap  konsumen,  apakah  pegawai  mengetahui  mengenai pesaing utama dan bagaimana cara menghadapinya. 

 

Hasil  perhitungan  EOS  untuk  dimensi  intelijen  pasar  ini  menunjukkan  nilai  3,285  dan  masuk  ke  dalam  rentang  persepsi  rata‐rata.  Hal  ini  berarti  bahwa  instansi  masih  belum  maksimal  dalam  membaca  kebutuhan  pasar,  sehingga  dibutuhkan  upaya‐upaya  lebih  besar  lagi  untuk  meningkatkan  kesadaran  mengenai  pentingya  intelijen  pasar,  terutama  untuk  menghadapi  persainagan  yang  semakin  ketat,  dan  tekanan  dari  pihak  penyedia  layanan  rumah  sakit  swasta.  Hasil  penelitian  untuk  pertanyaan‐pertanyaan  yang  membentuk  dimensi intelijen pasar ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 

 

Tabel 3.9. Hasil Penilaian Dimensi Intelijen Pasar   

No Item Average

1 Konsumen adalah raja bagi instansi kami. 4.164

2 Kecuali anda berada di divisi pemasaran atau penjualan, dorongan untuk

bertemu konsumen sangat kurang. (-) 2.918

3

Instansi secara rutin melakukan survey kepuasan konsmen dan menyebarkan hasilnya secara internal untuk semua pihak dalam

perusahaan. 3.344

4 Manajemen puncak jarang sekali mengunjungi konsumen secara

langsung. (-) 2.770

5 Sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing utama dan

bagaimana cara kami bersama-sama mengahadapinya. 3.230

 

Sebagai  suatu  instansi  yang  berhubungan  langsung  dengan  konsumen,  maka  RSM Cicendo berkepentingan untuk melayani kebutuhan konsumennya, dalam  hal  ini  adalah  masyarakat  Indonesia,  dalam  hal  pelayanan  kebutuhan  kesehatan.  Pegawai  RSM  Cicendo  cukup  sadar  akan  hal  ini,  dan  dibuktikan  dengan  nilai  yang  tinggi  pada  pernyataan  bahwa  konsumen  adalah  raja,  dengan  nilai  4,164.  Akan  tetapi  dalam  pelaksanaannya  masih  sering  terjadi  ketidak  konsistenan.  Sebagai  instansi  yang  diharapkan  masyarakat  untuk 

(31)

memenuhi  kebutuhan  kesehatannya,  ternyata  para  pegawai  dan  juga  jajaran  manajemen  puncak  dari  RSM  Cicendo  masih  belum  optimal  dalam  memperhatikan  kebutuhan  konsumen.  Hal  ini  didukung  oleh  penilaian  atas  hasil  EOS  yang  masih  berada  dalam  kisaran  daerah  persepsi  rata‐rata  untuk  pernyataan  nomor  2  dan  4,  masing‐masing  dengan  nilai,  2,918  dan  2,770.  Pelaksanaan  survei  mengenai  kepuasan  atas  pelayanan  yang  diberikan  oleh  Rumah  Sakit  Mata  Cicendo  ini  juga  masih  berada  pada  daerah  rata‐rata,  dengan  nilai  3,344,  yang  berarti  bahwa  pada  saat  ini  kesadaran  akan  pentingnya  evaluasi  terhadap  pelayanan  pada  konsumen  masih  kurang  dilakukan. Untuk mendukung misi RSM Cicendo sebagai instansi yang peduli  dan  memberikan  pelayanan  yang  terbaik,  maka  RSM  Cicendo  harus  meningkatkan  dan  melaksanakan  evaluasi  terhadap  kepuasan  konsumen  dan  selalu berkewajiban untuk dapat memenuhi semua keinginan konsumen. 

 

Kesadaran  akan  semakin  tinggi  dan  ketatnya  persaingan  dalam  memberikan  pelayanan  kesehatan  kepada  masyarakat  masih  kurang  disadari  oleh  para  pegawai  dari  RSM  Cicendo,  dibuktikan  dengan  nilai  EOS  yang  berada  pada  daerah  rata‐rata  yaitu  sebesar  3,230.  Dengan  status  sebagai  instansi  pemerintahan  yang  disandangnya,  maka  hal  itu  berpengaruh  terhadap  cara  pandang  pegawai  terhadap  tantangan  pasar.  Sebagian  pegawai  masih  belum  memiliki  kesadaran  tentang  siapa  pesaing  utama,  dan  bagaimana  cara‐cara  untuk  menghadapi  pesaing  tersebut.  Hal  ini  tidak  terlepas  dari  anggapan  bahwa sebagai suatu instansi pemerintahan, maka pemerintah tentu tidak akan  lepas  tangan  dalam  membantu  RSM  Cicendo  untuk  dapat  memenangkan  persaingan yang berlangsung. 

(32)

3.2.1.6 Analisis Hasil EOS Mengenai Keberanian Untuk Mengambil Risiko 

Dimensi  mengenai  keberanian  untuk  mengambil  risiko  menggambarkan  mengenai  keberanian  untuk  pengambilan  risiko  dalam  rangka  menangkap  peluang yang ada. Dimensi ini berkaitan dengan pemberian suatu layanan baru  yang  akan  memberikan  solusi  baru  kepada  masyarakat.  Penilaian  terhadap  dimensi  ini  untuk  RSM  Cicendo  menunjukkan  nilai  2,648,  atau  masih  berada  pada  daerah  rata‐rata.  RSM  Cicendo  masih  belum  berani  untuk  melakukan  suatu langkah berani, atau mengambil risiko, yang akan membawa perubahan  dalam pelayanan kesehatan masyarakat. 

 

Pernyataan‐pernyataan  yang  merupakan  komponen  pembentuk  dimensi  pengambilan  risiko  ini  yaitu  bagaimana  persepsi  pegawai  RSM  Cicendo  terhadap  orientasi  dan  budaya  konservatif  atau  anti  perubahan,  apakah  sikap  kehati‐hatian  merupakan  bagian  dari  budaya  RSM  Cicendo,  apakah  instansi  berani  melaukan  suatu  investasi  layanan  baru  dengan  hanya  bermodalkan  intuisi, bagaimana keinginan pegawai instansi untuk mencoba hal‐hal baru dan  berani  untuk  gagal,  bagaimana  konsekuensi  dari  usaha  untuk  mencoba  yang  ternyata  mengalami  kegagalan,  apakah  instansi  lebih  memilih  untuk  tumbuh  berkembang  secara  terencana  dan  terkontrol  atau  tidak.  Hasil  penelitian  EOS  ditunjukkan pada tabel di bawah ini.  

 

Tabel 3.10. Hasil Penilaian Dimensi Pengambilan Risiko 

No Item Average

1 Instansi kami bangga akan orientasi dan budaya konservatif (anti

perubahan). (-) 3.721

2 Kami berhati-hati untuk tidak membuat kesalahan. (-) 2.082

3 Kami berani melakukan investasi layanan baru hanya berdasarkan intuisi

tanpa menggunakan analisis mendalam. 2.344

4 Orang-orang yang didalam instansi secara umum memiliki kebebasan dan

keberanian yang cukup besar untuk mencoba hal baru dan gagal. 2.902

5

Kita berbicara banyak tentang perlunya pengambilan risiko dalam instansi, namun kenyataannya orang-orang yang berani mencoba dan gagal tidak

bertahan lama di instansi tersebut (bisa karena di hukum, di pecat, dll). (-) 2.951

6 Kami lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan

(33)

 

Pegawai  RSM  Cicendo  sadar  akan  perlunya  budaya  perubahan  yang  akan  membawa instansi ke arah perkembangan yang lebih baik lagi. Hal ini terlihat  pada  tingginya  nilai  yang  diperoleh  dalam  hal  mempertahankan  budaya  konservatif atau anti perubahan, dengan nilai 3,721. Akan tetapi ternyata masih  terdapat  ketakutan  dalam  diri  pegawai  apabila  ternyata  perubahan  yang  mereka lakukan itu hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ditunjukkan  dengan  nilai  2,082.  Sehingga  mereka  lebih  memilih  untuk  dapat  tumbuh  berkembang secara terencana dan terkontrol. Pertumbuhan dan perkembangan  yang  terkontrol  ini  ternyata  lebih  disukai  pada  saat  ini,  dilihat  dari  perolehan  nilai yang masuk daerah persepsi rendah, yaitu 1,885. 

 

Secara  umum  RSM  Cicendo  masih  belum  sepenuhnya  mendukung  upaya  untuk  mencoba  hal  baru  dan  gagal  dengan  memberikan  kebebasan  dan  mendorong  keberanian  para  pegawainya  untuk  melakukan  hal  tersebut,  ditunjukkan dengan nilai 2,902. RSM Cicendo saat ini masih melakukan suatu  hukuman terhadap pegawai yang mencoba sesuatu hal yang baru dan ternyata  hasilnya  adalah  kegagalan,  ditunjukkan  dengan  nilai  2,951.  Sehingga  instansi  kurang  berani  untuk  mengambil  suatu  investasi  dalam  layanan  baru  yang  dilakukan  hanya  berdasarkan  intuisi  bisnis  ataupun  berdasarkan  intuisi  atas  keperluan  dari  masyarakat,  ditunjukkan  dengan  nilai  2,344.  Instansi  masih  memerlukan analisis yang mendalam apabila ingin melakukan suatu investasi  layanan baru. 

 

3.2.1.7 Analisis Hasil EOS Mengenai Kecepatan Dalam Menangani Masalah 

Dimensi  kecepatan  dalam  menangani  masalah  menggambarkan  kecepatan  instansi  dalam  menangkap  dan  merespon  segala  sesuatu  yang  dapat  berguna  bagi  kepentingan  instansi.  Dimensi  ini  dapat  diukur  dengan  menilai  empat 

(34)

pernyataan  yang  menilai  mengenai,  apakah  keluhan  keluhan  konsumen  telah  ditanggapi  secara  cepat  dan  efisien  atau  tidak,  apakah  RSM  Cicendo  selalau  menyelesaikan  suatu  masalah  dengan  cepat,  apakah  para  manajer  atau  pimpinan memiliki otonomi yang besar dalam proses pengambilan keputusan,  dan  apakah  konsumen  menggambarkan  RSM  Cicendo  sebagai  instansi  yang  bergerak  cepat  atau  tidak.  Hasil  penilaian  tersebut  dapat  dilihat  pada  tabel  berikut ini. 

 

Tabel 3.11. Hasil Penilaian Dimensi Kecepatan   

No Item Average

1 Keluhan-keluhan konsumen ditangani secara cepat dan efisien. 3.984

2 Masalah-masalah yang ada tidak bisa diselesaikan secara cepat. (-) 3.230

3 Para manajer memiliki otonomi yang besar dalam membuat keputusan. 3.295 4 Konsumen menggambarkan kita sebagai instansi yang bergerak cepat. 3.475  

Kecepatan suatu instansi dalam menangani masalah‐masalah yang ada saat ini  sangat  mutlak  dilakukan.  Pelaksanaan  keputusan  yang  cepat  akan  membawa  efek  positif  dalam  menghadapi  persaingan  dan  perubahan  industri  maupun  pelayanan  umum  yang  semakin  dinamis.  Kebutuhan  akan  organisasi  yang  cepat  bertindak  adalah  penting  apabila  instansi  masih  menginginkan  untuk  dapat bertahan di masa yang akan datang.  

 

Secara  umum,  dimensi  dari  kecepatan  dalam  menangani  masalah  di  RSM  Cicendo  ini,  dipersepsikan  oleh  para  responden,  termasuk  cepat,  ditunjukkan  dengan  nilai  3,496.  Hal  ini  disebabkan  karena  RSM  Cicendo  sebagai  institusi  yang  mengedepankan  pelayanan  kepada  masyarakat  harus  cepat  menanggapi  keluhan‐keluhan dari konsumen dan melakukan penanganan yang cepat untuk  menyelesaikan  keluhan  tersebut,  ditunjukkan  dengan  nilai  3,984.  Kecepatan  dalam  menangani  keluhan‐keluhan  konsumen  juga  diapresiasi  positif  oleh  konsumen, terlihat dari penilaian pernyataan ke empat yang bernilai 3,475.  

(35)

 

Akan tetapi ternyata  kecepatan  dalam menangani  keluhan konsumen tersebut  belum  diiringi  dengan  kecepatan  dalam  penyelesaian  masalah  internal  yang  cepat  pula.  RSM  Cicendo  masih  ragu‐ragu  dalam  melakukan  pengambilan  keputusan  yang  cepat  apabila  berkaitan  dengan  instansi.  Faktor  birokrasi  dalam  instansi  pemerintahan  merupakan  salah  satu  penyebab  masih  belum  optimalnya  pelaksanaan  pengambilan  keputusan  di  RSM  Cicendo.  Faktor  ini  pula  yang  menghambat  dalam  pemberian  otonomi  untuk  para  manajer  dan  atau pimpinan dalam melakukan pengambilan keputusan, ditunjukkan dengan  nilai  yang  masih  termasuk  daerah  rata‐rata  untuk  pernyataan  dua  dan  tiga,  yaitu 3,230 dan 3,295. 

 

3.2.1.8 Analisis Hasil EOS Mengenai Fleksibilitas 

Dimensi ini menggambarkan bagaimana fleksibilitas atau kemampuan instansi  dalam  melakukan  penyesuaian  terhadap  perubahan  dan  tantangan  dalam  hal  pemberian  dan  peningkatan  pelayanan  kesehatan.  Fleksibilitas  dapat  dinilai  berdasarkan  kemampuan  instansi  dalam  penyelesaian  suatu  masalah,  pengalokasian  sumber  daya  untuk  menangkap  peluang  baru,  penempatan  personil  untuk  meningkatkan  perspektif  yang  lebih  luas,  penyelesaian  suatu  pekerjaan,  maupun  dalam  penggunaan  status  jabatan  dan  gelar  di  dalam  instansi.  Fleksibilitas  dari  RSM  Cicendo  ini,  dipersepsikan  oleh  responden  berada  pada  daerah  rata‐rata,  dengan  nilai  2,951.  Peningkatan  fleksibilitas  intansi harus dilakukan dalam rangka mencapai perusahaan yang berbasiskan  entrepreneurial,  sehingga  dapat  lebih  fleksibel  menghadapi  kondisi  apapun.  Hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. 

     

(36)

Tabel 3.12. Hasil Penilaian Dimensi Fleksibilitas   

No Item Average

1 Kami sangat bergantung pada team ad hoc /jangka pendek dalam

menyelesaikan masalah-masalah. 2.885

2 Ketika kami melihat peluang layanan baru, kami lambat dalam

mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang tersebut. (-) 3.082

3

Kami sering memindahkan orang-orang ke beberapa fungsi dan

departemen yang berbeda untuk meningkatkan perspektif (cara pandang)

yang lebih luas. 3.164

4 Kami diharapkan untuk mengikuti tahap-tahap formal yang telah

ditetapkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. (-) 2.180

5 Kami tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam

instansi. 3.443

 

Berdasarkan  hasil  penilaian  dari  responden  untuk  dimensi  fleksibilitas  ini,  terlihat bahwa komponen‐komponen pertanyaan yang membentuk dimensi ini  masih  berada  pada  daerah  rata‐rata.  Fleksibilitas  dalam  hal  penyelesaian  masalah,  dan  penentuan  peluan  layanan  baru  masih  berada  pada  level  rata‐ rata, dengan nilai 2,885 dan 3,082. Idealnya adalah bahwa dalam menyelesaikan  suatu  masalah  tidak  perlu  untuk  berlarut‐larut,  dan  menghabiskan  waktu,  sehingga  mengorbankan  peluang  untuk  berkembang.  Penyelesaian  dapat  diserahkan  kepada  suatu  team  ad‐hoc  untuk  permasalahan  penting  yang  membutuhkan  pengambilan  keputusan  yang  cepat.  Dengan  melakukan  pembentukan team ad‐hoc ini juga akan mempermudah pengalokasian sumber  daya sehingga tidak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan peluang yang  baru.  Kurang  fleksibilitasnya  instansi  pemerintahan  seperti  RSM  Cicendo  ini,  lebih  disebabkan  karena  masih  mengikuti  pola  birokratis  pemerintahan  yang  mengharapkan  bahwa  penyelesaian  suatu  pekerjaan  harus  dilakukan  dengan  mengikuti  tahapan‐tahapan  formal  yang  telah  ditentukan,  didukung  dengan  nilai yang rendah, yaitu 2,180. 

 

Faktor positif yang ada dalam kaitannya dengan dimensi fleksibilitas ini adalah  dengan  tidak  mementingkan  penggunaan  status  jabatan  dan  gelar  di  dalam  instansi,  ditunjukkan  dengan  nilai  3,443.  Dengan  tidak  mementingkan  status 

Gambar

Tabel 3.3. Rentang Persepsi    Persepsi  Rentang  Sangat rendah  1.0 ‐ 1.8  Rendah  1.8 ‐ 2.6  Rata‐rata  2.6 ‐ 3.4  Tinggi  3.4 ‐ 4.2  Sangat tinggi  4.2 ‐ 5.0    Rentang persepsi tersebut menunjukkan bagaimana persepsi mengenai budaya  instansi  yang  ad
Tabel 3.5. Hasil Penilaian Dimensi Umum   
Tabel 3.6. Hasil Penilaian Dimensi Rencana Strategi   
Tabel 3.7. Hasil Penilaian Dimensi Cross Functionality   
+7

Referensi

Dokumen terkait

(3) Dalam menjalankan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Ketua dibantu pengelola keuangan Sekolah Tinggi wajib menatausahakan dan mempertanggungjawabkan

Tingkat kemampuan berfikir abstraksi peserta didik pada suatu kelas berbeda- beda. Berpikir abstrak dalam hal ini adalah suatu kemampuan menemukan cara- cara dalam

Kebijakan sekolah gratis memiliki struktur pelaksana bertingkat. Artinya terdapat beberapa jenjang instansi yang saling berhubungan, baik hubungan pertanggung jawaban

Pembelok pipa (7ending tool&#34; berfungsi membengkokan pipa AC !efrigerator Kulkas /re0er agar tidak gepeng atau rusak. Pembengkok pipa yang biasa dipakai pada sistem

Jenis yang pertama adalah pergeseran, yaitu analisis yang menunjukkan perubahan posisi suatu benda dengan menggunakan data perbedaan posisi yang didapat dari perataan data

Neraca Perdagangan atau Neraca Ekspor Impor Provinsi Riau bulan April 2017 mengalami surplus sebesar US$ 1.10 miliar yang dipicu oleh surplus pada sektor non migas

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan padi yang dialih fungsi menjadi tanaman karet adalah dengan analisis regresi linear

Jika NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan