ISSN 1829.586x 51 POLA DISTRIBUSI KUTU DOMPOLAN (Planococcus citri) PADA
PERKEBUNAN KOPI DESA SEMIDANG ALAS KECAMATAN DEMPO TENGAH KOTA PAGAR ALAM
Dewi Rosanti1 dan Sigit Purwanto2
e-mail: dwrosanti@gmail.com1
Dosen Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang1
Alumni Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang2
ABSTRACT
This paper reports the results of the study on distribution of distribution types of Kutu Dompolan (Planococcus citri) at Semidang Alas Village Pagaralam, Regency, Sumatera Selatan. Research was conducted between Desember 2007 untill Februari 2008 . This research was carried out using survey method. The data were gathered according to transects perpendicular to areal research. Results of the study
showed that distribution type of Planococcus citri is clumped with value of S2 / X
=3,01.
Key words : Distribution types, Planococcus citri ABSTRAK
Penelitian tentang pola distribusi kutu dompolan (Planococcus citri) pada perkebunan kopi desa Semidang Alas telah dilaksanakan pada Maret 2008, bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi dan pola distribusi kutu dompolan (Planococcus citri) di areal perkebunan kopi rakyat desa Semidang Alas. Pengamatan dilakukan dengan metode survey, di areal 100 m x 100 m. Pada areal pengamatan dibuat tiga transek dan 15 pohon pengamatan. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa Planococcus citri yang tertangkap mempunyai kepadatan populasi pada transek I sebanyak 111.360 individu/hektar, transek II dengan kutu sebanyak 99.840 individu/hektar dan pada transek III dengan kutu sebanyak 197.760 individu/hektar. Sedangkan pola distribusi pada lokasi penelitian sebesar 3,01, menunjukkan pola distribusi berkelompok.
Kata kunci : pola distribusi, Planococcus citri PENDAHULUAN
Propinsi Sumatera Selatan
merupakan salah satu daerah penghasil kopi yang cukup penting di Indonesia. Luas areal perkebunan di Propinsi Sumatra Selatan lebih kurang 230.250 ha dengan produksi lebih kurang
81.520 ton/tahun. Salah satu daerah penghasil kopi terbesar di propinsi
Sumatera Selatan adalah kota
Pagaralam, yang secara secara
geografis terletak pada 003044’08,6”
Lintang Selatan dan 103034’24,7”
ISSN 1829.586x 52 Kebun kopi Pagaralam memiliki
luas wilayah kurang lebih 35 ribu ha dan terletak pada ketinggian 700-1200 m dpl, dengan iklim sangat basah (type A) dan tanah jenis laktosol, andosol dan regosol, yang cukup dikenal
sebagai daerah yang banyak
menghasilkan kopi Robusta hingga saat ini. Akan tetapi bukan berarti jenis arabika tidak ada, karena menurut informasi dari masyarakat, pada jaman
Belanda pernah diusahakan atau
dibudidayakan dan hal itu sangat memungkinkan karena dari persyaratan ketinggian 600-1800 m dpl sudah memenuhi (Suhendra, 2002).
Desa-desa penghasil kopi di
Kecamatan Dempo Tengah Kota
Pagaralam (Sumatera Selatan) adalah Desa Semidang Alas, Rimba Candi (Candi Jaya), Sumber Jaya, Jokoh, Pengaringan, Karta Dewa, Jangga, Pelangkenidai, Karang Dalo dan Suka Jadi. Juga teramasuk kecamatan-kecamatan lainnya di Pagaralam.
Perkebunan kopi memerlukan perlakuan untuk mencegah serangan hama penyakit (serangga) yang dapat merusak tanaman kopi. . Salah satu hama penting di perkebunan kopi
rakyat adalah Kutu Dompolan
(Planococcus citri Risso) yang
menyerang dan menghisap cairan pada bunga kopi, tangkai buah, buah kopi
muda, ranting dan daun muda,
kemudian meninggalkan bekas
berwarna kuning. Akibatnya
pertumbuhan tanaman terhenti, daun-daun menguning, bunga dan buah kopi menjadi rontok (Siswoputranto, 1993).
Kepadatan populasi kutu
Planococcus citri akan meningkat selama musim kemarau, terutama jika kelembaban nisbi pada siang hari dibawah 75 %. Ledakan populasi akan
terjadi bila kelembaban nisbi turun
dibawah 70 %, dengan suhu 220
C-320C dan berlangsung terus-menerus
selama 3-4 bulan. Sedangkan tempat yang paling baik untuk Planococcus citri pada dataran tinggi adalah tanaman kopi dan lamtoro. Pada tanaman kopi, kutu berada pada dompolan-dompolan pohon kopi dan terlihat mengelompok. Jika buah kopi tidak ada kutu akan menetap di daun-daun kopi yang muda.
Kurangnya pengetahuan para
petani terhadap serangan serangga yang dapat menurunkan produksi kopi sangat merugikan jika ditinjau dari hasil pertanian itu sendiri. Melihat
besarnya nilai kerugian yang
diakibatkan oleh serangga Planococcus citri, maka perlu dilakukan upaya pemberantasan hama dengan konsep pengelolaan hama terpadu, misalnya dengan pemanfaatan musuh alami.
Untuk melaksanakan pengendalian
hama dengan konsep PHT tersebut,
maka perlu diketahui kepadatan
populasi dan pola distribusi hama, dalam hal ini Planococcus citri.
Hama dompolan di perkebunan kopi dapat mengganggu dan merusak
tanaman kopi sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi buah kopi, karena itu perlu
dilakukan penelitian terhadap
kepadatan populasi dan pola distribusi
serangga kutu dompolan untuk
mengetahui pola distribusi dan
kepadatan serangga di perkebunan kopi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2007 – Februari 2008, di perkebunan kopi rakyat Desa
ISSN 1829.586x 53 Semidang Alas Kecamatan Dempo
Tengah Kota Pagaralam. Penelitian dilakukan dengan metode survey (pengamatan langsung ke lapangan) dan pengambilan sampel dilakukan secara purpossive sampling.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kaca pembesar, kamera, meteran, kuas, kertas dan alat
tulis. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah aquades dan alkohol. Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dibuat petak contoh berukuran 100
m x 100 m.
2. Dari petak contoh dibuat 3 transek,
masing-masing berjarak 25 meter,
penentuan transek dilakukan
dengan melihat barisan tanaman kopi yang baik. Pada setiap transek ditentukan 5 titik pengamatan pada pohon kopi yang dipilih secara acak, masing-masing berjarak 20 meter.
3. Rata-rata dompolan perpohon (X)
ditentukan dengan rumus :
4. Dihitung jumlah kutu pada 10 %
dompolan perpohon. Jumlah kutu pada dompolan = x .10 %
5. Serangga Planococcus citri yang
tertangkap dipisahkan, kemudian dihitung jumlahnya.
Analisis Data
Data dianalisa berdasarkan Rumus Soegianto (1994) dan Krebs (1985), meliputi : Kepadatan Populasi (D) hektar individu Y Transek Luas Area Luas D= × =... / Keterangan ; D : Kepadatan Populasi.
Y : Populasi kutu pada setiap transek. Pola Distribusi
Odum (1971) menentukan pola distribusi dengan menghitung variansi dengan rumus: :
(
)
(
1)
/ 2 2 2 − − =∑
∑
N N Xi Xi S Keterangan ; S2 : Nilai distribusiXi : Jumlah individu plot ke i
N : Jumlah plot yang diamati
Untuk menentukan rerata
persatuan luas dengan rumus : diamati yang plot Jumlah individu total Jumlah X = Keterangan :
X : Rerata persatuan luas
Untuk menentukan pola
distribusi Planococcus citri digunakan rumus :
Untuk menentukan hasil dari Pola distribusi dapat digunakan kriteria sebagai berikut :
S2/X<1: berarti distribusi seragam
S2/X>1:berarti distribusi berkelompok
S2/X=1: berarti distribusi acak
X S Distribusi Pola 2 = contoh pohon Jumlah pohon pada dompolan seluruh Jumlah = χ
ISSN 1829.586x 54 HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Dompolan Buah Kopi
Dari hasil penelitian mengenai pola distribusi kutu dompolan di perkebunan kopi
Tabel 1. Jumlah dompolan pada pohon pengamatan
Pohon Transek I Transek II Transek III
1 50 21 63 2 22 30 178 3 89 33 183 4 75 187 60 5 95 82 37 Jumlah 331 353 521 Rata-rata (X) 66,2 70,2 104,2
Pohon yang menjadi titik
pengamatan yang termasuk ke dalam tiga transek yang telah dibuat dalam keadaan baik dengan jumlah ranting antara 36 sampai 150 ranting perpohon dan jumlah dompolan antara 21 sampai 187 dompolan perpohon. Jumlah dompolan pada transek I dengan 331 dompolan, transek II berjumlah 353
dompolan dan pada transek III
berjumlah 521 dompolan. Jumlah dompolan pada 15 pohon pengamatan berjumlah 1205 dompolan, dengan
rata-rata dompolan pada pohon
pengamatan adalah 80,3 dompolan. Jumlah kutu pada transek I berjumlah 24 kutu, transek II 22 kutu dan pada transek III berjumlah 50 kutu. Hal ini
menunjukkan bahwa jika jumlah
dompolan pada transek lebih banyak maka jumlah kutu akan banyak.
Keadaan buah kopi saat
penelitian dalam keadaan masih muda dan berwarna hijau. Pohon kopi yang menjadi tempat titik pengamatan diambil dari pohon-pohon kopi yang sehat, memiliki daun yang lebat, ranting yang banyak dan buah kopi
yang banyak. Sedangkan waktu
pengambilan sampel telah dilakukan
pada bulan Januari dengan waktu antara jam 07.00 WIB sampai jam 10.00 WIB, karena pada waktu tersebut kutu dompolan banyak keluar dari dalam dompolan.
Pengamatan setiap titik pohon kopi pada dompolan (gugus) akan terlihat serabut-serabut putih yang memenuhi seluruh dompolan dan setiap dompolan terdapat 3 – 19 Planococcus citri yang menyerang cabang bunga dan cabang buah kopi muda. Bunga kopi yang terserang akan terlihat coklat dan gugur. Buah kopi muda yang terserang akan berwarna
hijau kehitam-hitaman. Sedangkan
buah kopi yang telah matang pada dompolan yang terserang akan terlihat merah kehitam-hitaman dan kemudian gugur. Planococcus citri menghisap cairan dan berkembang biak di dalam ketiak buah, sampai dewasa dan mencari cabang lain pada pohon yang sama yang belum terserang.
Planococcus citri akan menyerang buah kopi antara bulan Januari sampai Maret, karena pada masa itu pohon kopi mulai berbuah dan akan memasuki panen. Bulan Januari sampai Maret sering disebut
ISSN 1829.586x 55 buah selang (jarak panen) oleh
masyarakat Pagaralam. Sedangkan
panen besar antara bulan Juni sampai September yang sering disebut musim kopi.
Populasi kutu dompolan
meningkat sepanjang musim kemarau,
terutama jika suhu antara 220C sampai
320 C dan populasi akan meningkat
jika musim kemarau terjadi selama 3 - 4 bulan. Sedangkan jika hujan turun di bawah 10 hari penjangkitan kutu pada tanaman akan bertahan sepanjang musim kemarau. Sedangkan jika hujan lebih dari 10 hari atau seterusnya maka
penyebaran kutu dompolan akan
berkurang, karena ketika musim hujan,
cendawan Entomophthora fresenii
akan banyak tumbuh pada dompolan kopi, sehingga dapat menyebabkan kematian tinggi pada kutu dompolan.
Kutu Planococcus citri
memproduksi embun madu yang
sangat disukai oleh semut. Bila produksi embun madu berlebihan biasanya timbul jamur jelaga pada daun, tangkai atau buah, sehingga pertumbuhan bagian-bagian tersebut tidak normal dan kualitas buah turun.
Embun madu yang dihasilkan dari kutu Planococcus citri pada dompolan kopi
terlihat seperti busa. Kutu ini
menyukai tempat yang agak teduh tetapi tidak terlalu lembab (Hill, 1983). Syarat tumbuh pohon kopi itu sendiri harus mempunyai tanaman pelindung yang cukup untuk mengatur intensitas sinar matahari dan menekan
tumbuhnya gulma sehingga
perkembangan kopi menjadi baik dan sehat. Hal ini juga yang mendukung perkembangan Planococcus citri pada musim panas dan tempat inang pohon kopi yang tidak terkena sinar matahari
langsung selama sehari sehingga
daerah sekitar tetap dalam keadaan lembab.
Kepadatan Populasi
Kepadatan merupakan jumlah seluruh populasi dalam suatu area tertentu atau per-unit area, misalnya dalam 1 hektar, 100 meter persegi atau perpohon kopi. Kepadatan populasi Planococcus citri pada areal penelitian disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Kepadatan Populasi Planococcus citri pada areal penelitian
Transek D kutu/transek D kutu /hektar
I 27.840 111.360
II 24.960 99.840
III 49.440 197.760
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada dompolan di masing-masing transek. Transek I berjumlah
27.840 kutu/transek, transek II
berjumlah 24.960 kutu/transek dan pada transek III dengan jumlah 49.440 kutu/transek..
Kepadatan populasi (D) kutu Planococcus citri (kutu per hektar)
pada transek I berjumlah 111.360 kutu/hektar, transek II dengan 99.840 kutu/hektar dan pada transek III
berjumlah 197.760 kutu/hektar.
Kepadatan populasi dipengaruhi oleh banyaknya dompolan pada setiap pohon di setiap transek yang telah diamati.
ISSN 1829.586x 56
Kepadatan populasi serangga
dipengaruhi oleh pembentukan buah kopi yang tumbuh tidak merata pada masing-masing pohon dan buah kopi yang ada di Desa Semidang Alas
masih banyak dalam tahap
pembentukan buah dari putik menjadi buah kopi muda, sedangkan buah selang (jarak ke-panen) dan musim yang belum memasuki musim panas.
Kepadatan populasi dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
yang menyebabkan populasi
Planococcus citri dapat bertambah atau berkurang, seperti kekurangan ruang hidup, musuh alami kutu Planococcus citri dan penurunan lingkungan yang draktis. Penebangan lahan perkebunan untuk diganti oleh tanaman lain dapat mempengaruhi
populasi kutu Planococcus citri
sehingga menyebabkan kekurangan ruang hidup atau habitat kutu. Musuh alami yang telah diperkenalkan di
pulau jawa untuk mempengaruhi
populasi kutu diantaranya
Cryptolaemus montrouzieri Muls dan penurunan lingkungan dari musim kemarau ke musim hujan.
Pola Distribusi
Pola distribusi merupakan pola yang dibentuk oleh individu dalam ekosistem alamiah yang tergantung pada cara tumbuhan atau hewan yang tersebar atau terpencar di dalamnya. Distribusi Planococcus citri pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel. 3. Distribusi Planococcus citri pada lokasi penelitian.
Lokasi S2 / X Keterangan
Desa Semidang alas 3,01 berkelompok
Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa Planococcus citri di areal perkebunan kopi Desa Semidang Alas memiliki nilai sebesar 3,01. Hasil dari Pola distribusi yang telah ditetapkan S2/X > 1, berarti lokasi penelitian pada perkebunan kopi desa Semidang Alas
mempunyai pola distribusi yang
bersifat mengelompok. Distribusi
mengelompok karena ketertarikan
individu pada sumber makanan, yaitu pada buah kopi muda, dimana habitat yang didapat pada buah kopi tersebut sesuai bagi serangga Planococcus citri. Pernyataan ini didukung oleh Soetjipto (1994) bahwa pola distribusi
mengelompok terjadi karena
ketertarikan individu pada suatu
sumber seperti tempat berlindung, makanan dan adanya keseragamam
habitat sehingga terjadi
pengelompokan di tempat yang banyak makanan.
Planococcus citri termasuk ke dalam pola distribusi berkelompok yang penyebarannya paling umum terjadi di alam terutama di area perkebunan, memiliki respon terhadap perubahan cuaca musimam, terjadinya ketertarikan individu pada sumber
makanan dan tempat berlindung.
Planococcus citri hidup di dalam dompolan kopi, sehingga mereka dapat mendapatkan makanan dan menjadikan
dompolan kopi sebagai tempat
perlindungan. Namun jika musim hujan, populasi Planococcus citri akan berkurang karena tumbuhan kopi belum berbuah. Kekurangan makanan akan menghambat pertumbuhan kutu atau dapat juga menyebabkan kematian pada kutu itu sendiri.
ISSN 1829.586x 57 Kutu dompolan biasanya akan
berasosiasi (kerja sama) dengan semut,
karena kutu dompolan banyak
memproduksi embun madu dan
kotoran yang banyak mengandung gula, sehingga disukai oleh semut. Sebaliknya semut menyebarluaskan hama ini untuk mencari tempat yang lebih baik dan kutu ini juga menjadi vektor (pembawa) cendawan jelaga (Najiyati dan Danarti, 1995).
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pola distribusi Planococcus citri pada areal perkebunan kopi desa Semidang
Alas termasuk pola distribusi
berkelompok dengan hasil sebesar 3,01. Pola distribusi terjadi karena ketertarikan individu pada sumber makanan dan tempat perlindungan. Kepadatan populasi pada transek I
dengan jumlah 111.360
individu/hektar, transek II dengan jumlah 99.840 individu/hektar dan pada transek III berjumlah 197.760 individu/hektar.
DAFTAR PUSTAKA
Hill, D.S. 1983. In Agricultural Insect Pests of the Tropics and Their Control. Edition II. Cambridge University Press.
Krebs, J.K. 1985. Ecology : The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper and Row Publisher Inc. New York.
Najiyati, S. dan Danarti, 1995. Kopi Budidaya dan Penangan Lepas Panen. Penebar Swadaya Jakarta.
Siswoputranto,P.S. 1993. Kopi
Internasional Dan Indonesia. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.
Soegianto, A. 1994. Ekologi
Kuantitatif : Metode Analisis Populasi dan Komunitas. PT. Usaha Nasional. Surabaya. Soetjipto. 1994. Dasar-dasar Ekologi
Hewan. Depdikbud.
Yogyakarta.
Suhendra, A. 2002. Panen Dan Pasca Panen Kopi Robusta. Kerjasama BPPT – Pesantren Darul Mutaqien. Pagaralam.