• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK PADA KELAS VIII DI SMPN SE-KECAMATAN PARIANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK PADA KELAS VIII DI SMPN SE-KECAMATAN PARIANGAN"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK PADA KELAS VIII DI SMPN SE-KECAMATAN PARIANGAN. SKRIPSI Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika. oleh :. ADILA HUKMIAH NIM. 13 105 001. JURUSAN TADRIS MATEMATIKA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR 2019.

(2)

(3)

(4)

(5) ABSTRAK. ADILA HUKMIAH, NIM: 13 105 001, judul Skripsi “Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik pada Kelas VIII di SMPN se-Kecamatan Pariangan”.Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar. Penelitian ini didasarkan pada permasalahan yang peneliti temukan di kelas VIII SMPN se-Kecamatan Pariangan, dimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari jawaban peserta didik ketika menjawab soal kemampuan pemecahan masalah tidak mampu menentukan apa yang diketahui dan ditanya kemudian belum mampu juga dalam membuat rancangan penyelesaian, selama proses pembelajaran matematika, pembelajaran berpusat pada guru, ketika guru memberikan beberapa contoh soal secara kontekstual, peserta didik mampu menyelesaikannya dengan menggunakan konsep dan rumus yang telah dipelajari. Ketika guru memberikan soal dengan redaksi berbeda dari soal kontekstual dan lebih pada perluasan materi, maka peserta didik mengalami kesulitan untuk peserta didik menyelesaikan soal tersebut, kurang memahami bahkan diantara mereka banyak yang tidak mampu untuk menyelesaikannya untuk itu diperlukan kiat-kiat dalam mengatasi hal tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah menggunakan pendekatan konvensional pada kelas VIII di SMPN se-Kecamatan Pariangan. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu, dengan rancangan penelitian Randomized Control-Group Only Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 2 Pariangan dan SMPN 3 Pariangan 2018/2019. Pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil secara Random Samplingdengan cara lotting, terpilih kelas VIII 2 SMPN 3 Pariangan sebagai kelas eksperimen dan VIII 1SMPN 3 Pariangan sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil penelitian, diperolehrata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada kelas eksperimen adalah , sedangkan pada kelas kontrol adalah . Dari hasil uji hipotesis yang dilakukan didapatkan dan , pada taraf nyata . Berdasarkan kriteria , sehingga ditolak dan diterima. Jadi, dapat disimpulkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik menggunakan pembelajaran konvensional. Kata kunci:Pendekatan Konstruktivisme, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. i.

(6) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PERNYATAAN KEASLIAN HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI PERSEMBAHAN BIODATA ABSTRAK ........................................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................1 B. Identifikasi Masalah ..................................................................................8 C. Pembatasan Masalah .................................................................................9 D. Perumusan Masalah ...................................................................................9 E. Tujuan Penelitian .......................................................................................9 F.. Manfaat Penelitian .....................................................................................9. G. Definisi Operasional ................................................................................10 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori ........................................................................................12 B. Kajian Penelitian yang Relevan...............................................................30 C. Kerangka Berfikir ....................................................................................32 D. Hipotesis ..................................................................................................33 BAB IIIMETODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ........................................................................................34 B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................34 C. Rancangan Penelitian ..............................................................................34. ii.

(7) D. Populasi dan Sampel................................................................................35 E. Variabel dan Data ....................................................................................41 F.. Instrumen Penelitian ................................................................................42. G. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................51 H. Teknik Analisis Data ...............................................................................56 BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data .........................................................................................59 B. Analisis Data Hasil Belajar Matematika Siswa (Tes Akhir) ...................60 C. Pembahasan .............................................................................................64 D. Kendala dan solusi yang dihadapi dalam penelitian................................84 BAB VPENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................................85 B. Saran ........................................................................................................85 DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN. iii.

(8) BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Matematika memegang peranan penting dalam pendidikan baik objek langsung maupun tak langsung, pembelajaran matematika membantu peserta didik mengembangkan berbagai macam kemampuan yang berguna dalam kehidupan. Kedudukan matematika sebagai ratu ilmu pengetahuan, dan juga berfungsi untuk melayani ilmu pengetahuan banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika. Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem pendidikan di seluruh dunia, negara yang mengabaikan matematika dalam pendidikan akan tertinggal dari kemajuan pada segala bidang. Pelajaran matematika perlu diajarkan kepada semua peserta didik sejak dari sekolah dasar (SD), untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan berkerja sama. Hal ini didukung oleh Fathani, definisi matematika yang berasal dari bahasa Yunani “mathein” atau” manthenein”, yang artinya “mempelajari” (2007:42). Karena dengan menguasai matematika orang akan dapat belajar untuk mengatur jalan pemikirannya dan sekaligus belajar menambah kepandaian. peserta. didik.. Menyelenggarakan. proses. pembelajaran. matematika yang lebih baik dan bermutu di sekolah adalah suatu keharusan. Pembelajaran matematika mengacu pada prinsip peserta didik belajar aktif, dan “learning how to learn” yang rinciannya termuat dalam empat pilar pendidikan yaitu: (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be dan (4) learning to live together. Kurikulum matematika sekolah menengah memuat rincian topik, kemampuan dasar matematika, dan sikap yang diharapkan dimiliki peserta didik pada setiap jenjang sekolah. Secara garis besar, kemampuan dasar matematika tersebut dapat diklasifikasikan dalam lima jenis yaitu kemampuan (1) mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematika, (2) menyelesaikan masalah matematik (mathematicalproblem solving), (3) bernalar matematik (mathematic reasoning), (4) melakukan koneksi matematik (mathematicalconnection), dan (5) komunikasi matematik (mathematicalcommuniation) (Sumarmo, 2013:4). 1.

(9) 2. Berdasarkan uraian diatas kemampuan matematis peserta didik merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki peserta didik dan juga harus dikembangkan dengan alasan kemampuan matematis peserta didik diperlukan untuk melatih peserta didik agar terbiasa menghadapiberbagai permasalahan dalam kehidupannya yang semakin kompleks, bukan hanya pada masalahmatematika itu sendiri tetapi juga masalah-masalah dalam bidang studi lain dan masalah dalamkehidupan sehari-hari. Pendapat itu sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika dalam KTSP (2006), Tujuan pembelajaran matematika antara lain :menyelesaikan masalah, berkomunikasi menggunakan simbol matematis, tabel, diagram, dan lainnya, menghargai kegunaan belajar matematika dalam kehidupan seharihari, memiliki rasa tahu, perhatian, minat belajar matematika, serta memiliki sikap teliti dan konsep diri dalam menyelesaikan masalah. Berdasarkanhasil pengamatan yang peneliti lakukan pada kelas VIII di SMPN Se-Kecamatan Pariangan yaitu SMPN 1 Pariangan, SMPN 2 Pariangan, dan SMPN 3 Pariangan dapat dilihat pada tabel di bawah: Tabel 1.1 Hasil Observasi di SMPN se-Kecamatan Pariangan pada kelas VIII No Jadwal Obervasi Nama Sekolah Kelas Jumlah 1 11 Juli 2018 SMPN 1 Pariangan VIII1 28 VIII2 32 VIII3 32 2 12 Juli 2018 SMPN 2 Pariangan VIII 32 3 14 Juli 2018 SMPN 3 Pariangan VIII1 28 VIII2 28 (Sumber: Guru mata pelajaran matematika SMPN se-Kecamatan Pariangan) Terlihat pada tabel 1.1 bahwa SMPN 1 Pariangan terdiri dari tiga kelas untuk kelas VIII, ketika guru mata pelajaran matematika di wawancarai ternyata SMPN 1 Pariangan sudah memakai kurikulum 2013 selama tiga tahun. Observasi selanjutnya yaitu di SMPN 2 Pariangan pada kelas VIII jumlah peserta didik terdiri dari 32 orang dan di sekolah ini baru menerapkan kurikulum 2013. Observasi Selanjutnya di SMPN 3 Pariangan terdiri dari dua kelas dan baru memakai kurikulum 2013..

(10) 3. Gaya belajar yang dipakai oleh SMPN 1 Pariangan sudah berbeda dari SMPN 2 Pariangan dan SMPN 3 Pariangan yang baru memakai kurikulum 2013, kurikulum yang menuntut agar dalam pembelajaran terjadi peserta didik aktif dan pembelajaran berpusat kepada peserta didik, peserta didik juga sudah terbiasa mampu menyelesaikan permasalahan konstektual. Hal ini didukung dengan pernyataan guru SMPN 1 pariangan ketika di wawancarai tentang hasil belajar yang diperoleh sudah lumayan tinggi. Kemudian ketika observasi ke SMPN 2 Pariangan pembelajaran di sekolah masih berpusat kepada guru, guru menjelasakan didepan sehingga peserta didik kurang terlibat, ketika guru memberikan soal yang mampu menjawab hanya orang itu ke itu saja dan peserta didik yang lain hanya tinggal mencatat apa yang telah dijawab tadi. Begitu juga pada SMPN 3 Pariangan, ketika wawancara dengan guru di SMPN 3 pariangan diperoleh keterangan bahwa faktor yang berkaitan dengan sekolah yaitu berkaitan dengan metode belajar yang akan di pakai guru. Guru mata pelajaran matematika tersebut baru akan mengajar menggunakan pendekatan kurikulum 2013 dan kebanyakan peserta didik tidak berani secara langsung untuk mengajukan pertanyaan terkait materi pelajaran yang telah diterangkan oleh guru. Peserta didik. terbiasa mengerjakan soal rutin,. peserta didik hanya menyelesaikan soal yang telah dicontohkan sebelumnya maka peserta didik mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal ketika guru memberikan redaksi soal yang berbeda. Hal ini juga terlihat pada hasil observasi berikutnya tanggal 18 Juli 2018 pada pembelajaran matematika yang dilakukan di kelas VIII diSMP N 3 Pariangan. Selamaproses pembelajaran matematika, pembelajaran masih berpusat pada guru, ketika guru memberikan beberapa contoh soal secara kontekstual, peserta didik mampu menyelesaikannya dengan menggunakan konsep dan rumus yang telah dipelajari. Ketika guru memberikan soal dengan redaksi berbeda dari soal kontekstual dan lebih pada perluasan materi, maka peserta didik mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal tersebut, kurang memahami bahkan diantara mereka banyak yang tidak.

(11) 4. mampu untuk menyelesaikannya, salah satu soal pemecahan masalah seperti berikut : Halaman rumah Dwi berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 30 m dan lebar 20 m, Bapak Dwi akan memasang pagar disekeliling halaman rumah dengan biaya pembuatan pagar Rp 50.000/ m. Tentukan besar biaya yang diperlukan untuk pagar tersebut. Berdasarkan soal di atas diambil beberapa jawaban peserta didik adalah sebagai berikut :. Gambar 1.1. Jawaban peserta didik kelas VIII1 SMPN 3 Pariangan Terlihat dari lembar jawaban peserta didik memperlihatkan bahwa mereka tidak membuat membuat apa yang diketahui, yang ditanyakan peserta didik seharusnya membuat apa yang diketahui dan apa yang ditanya pada soal, seperti diketahui halaman rumah berbentuk persegi panjang dengan Panjang = 30 m dan Lebar = 20 m. Hal ini mengindikasikan bahwa peserta didik belum mampu mengidentifikasikan unsur-unsur yang diketahui ditanyakan dan kecukupan unsur, peserta didik langsung membuat jawaban dan justru memakai rumus luas persegi panjang, telihat bahwa peserta didik belum mampu memodelkan kebahasa matematika dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah kemudian menjelaskan dengan alasan, bahkan jawaban kurang tepat. Dapat dikatakan bahwa peserta didik belum mampu membuat model matematika. Peserta didik belum mampu menerapkan strategi untuk penyelesaian masalah matematika. Selain itu peserta didik tidak menginterprestasikan hasil permasalahan, itu terlihat di akhir jawaban peserta didik yang tidak membuat kesimpulan dari permasalahan..

(12) 5. Gambar 1.2 Jawaban peserta didik kelas VIII SMPN 2 Pariangan Terlihat pada jawaban peserta didik kelas VIII di SMPN 2 Pariangan sudah mampu dalam pemahaman konsep,yaitu menentukan hasil akhir, sudah bisa dikatakan benar hanya saja peserta didik tidak membuat apa yang diketahui ditanya, akan tetapi belum mampu menyusun model matematika. Berdasarkan tes yang diberikan kepada peserta didik kelas VIII SMPN 2 Pariangan dan SMPN 3 Pariangan, secara umum peserta didik belum mampu. mengindentifikasi. masalah,. menyusun. model. matematika,. merancang strategi penyelesaian masalah matematika, dan menjelaskan hasil dari permasalahan matematika. Peserta didik tidak memenuhi semua indikator yang ada dalam kemampuan pemecahan masalah matematis, maka dapat dikatakan bahwa peserta didik belum memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang baik.Terlihat dari jawaban peserta didik bahwa mereka masih lemah dalam menjelaskan langkah-langkah penyelesaian yang digunakan atau memberikan uraian secara tertulis dan mereka tidak mampu menyelesaikan masalah. Peserta didik belum memenuhi semua indikator dari kemampuan pemecahan masalah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru matematika SMPN 3 Pariangan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis yang kurang tersebut menyebabkan rendahnya hasil belajar peserta didik. Hal ini juga terlihat dari persentase ketuntasan nilai semester 2SMPN 3 Pariangan Tahun Ajaran 2017/2018 yang masih banyak dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 78..

(13) 6. Tabel 1.2 Persentase Ketuntasan Nilai Semester 2 Matematika Peserta didik Kelas VII SMPN se-Kecamatan Pariangan Tahun Pelajaran 2017/2018 Renta No. Kelas ngan Frekuensi % Keterangan Nilai 1.. SMPN 2 Pariangan. 28peserta didik. 87,5. Tidak Tuntas. 4peserta didik. 12,5. Tuntas. 22 Peserta didik. 78,57. Tidak Tuntas. 6 Peserta didik. 21,48. Tuntas. 25peserta didik. 92,59. Tidak Tuntas. 2 peserta didik. 7.40. Tuntas. VII. VII1 2.. SMPN 3 Pariangan VII2. ( Sumber:Guru Bidang Studi Matematika SMPN 2 dan SMPN 3Pariangan ) Rendahnya hasil belajar peserta didik tersebut bukan hanya karena faktor peserta didik, melainkan kemampuan guru dalam menyesuaikan strategi pembelajaran yang menarik bagi peserta didik juga salah satu penyebab kurangnya kemampuan pemecahan masalah matematispeserta didik.Strategi pembelajaran matematika sekolah yang berkelanjutan membuat masalah di atas tidak bisa dibiarkan terus-menerus, sebab bisa membuat peserta didik menghadapi kendala untuk mempelajari matematika ke tahap berikutnya. Oleh karena itu dituntut adanya peranan guru dalam menetapkan suatu strategi atau pendekatan yang tepat sesuai dengan pokok bahasan. yang. dipelajari,. sehingga. peserta. didik. belajar. secara. efektif,efisien,dan termotivasi serta tujuan yang diharapkan tercapai. Untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah matematis bukanlah suatu hal yang mudah, dan untuk pemahaman itu guru terlebih dahulu mengajarkan konsep dari matematika itu kepada peserta didik. Pemecahan masalah merupakan sarana. sekaligus target. dari. pembelajaran matematika di sekolah. Sebagai sarana, pemecahan masalah memungkinkan peserta didik untuk mengonstruksi ide-ide matematis. Disamping itu, suatu masalah dapat mengarahkan peserta didik untuk.

(14) 7. melakukan insvestigasi, mengekplorasi pola-pola, dan berpikir secara kritis. Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh oleh peserta didik melalui pemecahan masalah diantaranya: peserta didik akan belajar bahwa ada banyak cara untuk menyelesaikan suatu soal dan ada lebih dari satu solusi yang mungkin dari suatu soal. Peserta didik terlatih untuk melakukan eksplorasi,. berfikir. komprehensif,. dan. bernalar. secara. logis.. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan membentuk nilai-nilai sosial melalui kerja kelompok (Fauzan, 2010:10). Melihat permasalahan yang muncul yakni bagaimana upaya guru untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik. Jika hal ini terus dibiarkan maka kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik akan terus menurun dan berujung pada rendahnya hasil belajar peserta didik untuk itu perlu dicari solusi oleh guru agar mampu mengkontruksi pengetahuannya dan menumbuh kembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Salah satu solusi dalam permasalahan ini guru dengan menerapkan pendekatan konstruktivisme karena pendekatan ini menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam proses belajar aktif serta dalam proses belajar mengajar (Trianto, 2009:111). Pendekatan pembelajaran konstruktivisme adalah suatu cara untuk tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan dan mendorong peserta didik untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan (Suherman, 2003:75). Hal ini sejalan dengan pendapat (Trianto, 2009:113) menyatakan bahwa peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus mengonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Kedua proses ini harus disadari oleh peserta didik yang sedang belajar dan guru yang membelajarkan,sehingga antara kedua proses ini terjalin interaksi yang sangat menunjang agar hasil belajar peserta didik dapat tercapai secara optimal melalui proses belajar mengajar. Salah satu alternatif yang dapat digunakan ialah dengan menggunakan pendekatan yang lebih menekankan peserta didik secara aktif untuk mengkonstruksi.

(15) 8. pengetahuannya sendiri, dengan begitu peserta didik akan mempunyai ingatan yang lebih lama terhadap materi yang dipelajari dengan pendekatan konstruktivisme. Menurut teori konstruktivisme proses belajar didasarkan pada suatu anggapan bahwa anak membangun sendiri pengetahuan peserta didik secara aktif akan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, dengan begitu peserta didik akan mempunyai ingatan yang lebih lama terhadap materi yang dipelajari. Pendekatan konstruktivisme menekankan pentingnya proses belajar mengajar sebagai pengembangan pemahaman bersama antara guru dan peserta didik. Disini terlihat bahwa salah satu standar yang harus dimiliki peserta didik yakni kemampuan pemecahan masalah matematis dan ini sangat berkaitan dengan pendekatan konstruktivisme yang melibatkan peserta didik secara aktif mampu mengontruksi hasil pemikirannya sendiri.Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian. Penerapan. Pendekatan. Konstruktivisme. Terhadap. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik pada Kelas VIII di SMPN se- Kecamatan Pariangan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan. latar. belakang. maka. permasalahan. yang. dapat. diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan yang dilakukan guru kurang bervariasi dan masih dengan pendekatan pembelajaran secara konvensional. 2. Peserta didik kurang aktif dan kurang terlibat dalam pembelajaran matematika. 3. Peserta didik belum menguasai indikator kemampuan pemecahan masalah. 4. Kemampuan pemecahan masalah belum menjadi perhatian utama dalam pembelajaran matematika. 5. Peserta didik tidak mampu memodelkan bahasa matematika..

(16) 9. 6. Proses pembelajaran dan penggunaan perangkat pembelajaran belum sepenuhnya dapat mengontruksi pengetahuan peserta didik. C. Batasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan yang ditemui dan keterbatasan waktu, tenaga serta pikiran, maka peneliti membatasi permasalahan yang diteliti yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik antara kelas ekperimen dan kelas kontrol. D. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah kemampuan pemecahan matematis peserta didik. dengan. penggunaan pendekatan konstruktivisme lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan pembelajaran konvensional pada peserta didik kelas VIII SMPN se-Kecamatan Pariangan? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih baik dari pada kemampuan pemecahan peserta didik dengan menggunakan pembelajaran konvensional pada VIII SMPN seKecamatan Pariangan? F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan. khususnya. dalam. pembelajaran. matematika.. Adapun. kegunaannya adalah: 1. Memberikan masukkan kepada guru di sekolah tempat penelitian ini yang dapat digunakan sebagai upaya peningkatan proses pembelajaran. 2. Memberikan sumbangan penelitian dalam bidang pendidikan yang ada kaitannya dengan masalah upaya peningkatan proses pembelajaran. 3. Memberikan informasi atau gambaran bagi calon guru dan guru matematika dalam menentukan alternatif pendekatan pembelajaran matematika..

(17) 10. 4. Memberikan masukkan kepada guru matematika tentang berbagai kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme. G. Definisi Operasional 1. Pendekatan. konstruktivisme. ialah. peserta. didik. mengontruksi. pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, pembelajaran menjadi lebih bermakna karena peserta didik mengerti, strategi peserta didik lebih bernilai, peserta didik mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. pengetahuan akan terbentuk atau terbangun di dalam pikiran peserta didik sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman. barunya.. Tahapan. pendekatan. konstruktivisme. (1). Pemanasan – Appersepsi, (2) Eksplorasi, (3) Konsolidasi pembelajaran, (4) Pembentukan sikap dan perilaku, (5) Penilaian formatif. 2. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dengan memperhatikan proses menemukan. jawaban.. Indikator. dari. pemecahan. masalah:(a). Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, (b) Merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika, (c) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan. berbagai. masalah,. (d). Menjelaskan. atau. menginterptrestasikan hasil permasalahan menggunakan matematika secara bermakna. 3. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang sangat didominasi oleh guru, guru yang menentukan semua kegiatan pembelajaran. Banyaknya meteri yang akan diajarkan, urutan materi pelajaran, kecepatan guru mengajar, dan lain-lain sepenuhnya ada ditangan guru. Pada pembelajaran konvensional memiliki langkah-langkah sebagai berikut: peserta didik disuruh untuk membaca buku tentang materi tertentu, guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan pokokpokok materi pelajaran seperti yang terkandung dalam indikator hasil.

(18) 11. belajar, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya manakala ada hal-hal yang dianggap kurang jelas (diskusi), guru mengulas pokok-pokok materi pelajaran yang telah disampaikan dilanjutkan dengan menyimpulkan, guru melakukan tes kepada peserta didik sebagai upaya untuk mengecek terhadap pemahaman peserta didik tentang materi pelajaran yang telah disampaikan..

(19) BABII KAJIANTEORI A. Landasan Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika Salah satu aktivitas yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia adalah belajar. Belajar merupakan kegiatan yang dialami oleh manusia dalam kehidupannya. Belajar dan pembelajaran adalah dua peristiwa yang berbeda. Belajar dan mengajar akan menjadi terpadu dalam suatu kegiatan manakala terjadi intraksi atau hubungan timbal balik antara peserta didik dengan guru dan antara sesama peserta peserta didik dalam pembelajaran. “Belajar adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam kompetensi/kemampuan, skill/keterampilan dan attitude/sikap secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat dengan keterlibatan dalam pendidikan formal, informal, dan non formal” (Muhlisrarini, 2014:18). Jadi belajar merupakan proses untuk mendapatkan kemampuan dan keterampilan melalui beberapa kegiatan. Belajar yang akan merubah proses berfikir peserta didik dan berpengaruh pada sikap yang dimiliki. Kamus besar Bahasa indonesia dalam (Thobroni, 2015:16). Kata pembelajaran berasal dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut. Sedangkan Witherington menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yag menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada rekasi yang berupa kecakapan, kebiasaan, atau suatu pengertian (Thobroni, 2015:18). Proses pembelajaran tidak bisa dipisahkan dari dari proses dan hasil belajar, proses pembelajaran harus disengaja, diorganisasikan dengan baik agar dapat menumbuhkan proses belajar yang baik pada gilirannya dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Setiap hasil belajar mulai dari belajar sampai pemecahan masalah memiliki karakterisitik. 12.

(20) 13. proses pengajaran menuntut wawasan jenis belajar dan hasil belajar yang sesuai. Pengertian matematika tidak didefinisikan secara mudah dan tepat mengingat ada banyak fungsi dan peranan matematika terhadap bidang studi lain. Dalam definisi lain dikatakan bahwa matematika adalah cara metode berfikir dan bernalar, bahasa lambang yang dapat dipahami oleh semua bangsa berbudaya, seni. Matematika berasal dari kata Mathema artinya pengetahuan, Mathanein artinya berfikir atau belajar. Menguasai matematika tidak hanya dilihat dari unitnya saja seperti aritmatika, akan tetapi ada yang luas yaitu menguasai dan terampil menyelesaikan masalah dengan tahapan-tahapan tertentu. Paling sederhana peserta didik dapat menguraikan langkah-langkah menyelesaikan masalah sekurang-kurangnya tiga langkah penyelesaian soal (Muhlisrarini, 2014:49). Jadi pembelajaran matematika adalah upaya seorang guru dalam kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode dan strategi yang ada pada lingkungan belajar berupa pengetahuan eksak dan ilmu pengukuran, letak bilangan, hubungannya diatur secara logis. 2. Pendekatan Konstruktivisme a. Pengertian Pendekatan Konstruktivisme Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk. mencapai. tujuan. pembelajaran. yang. pelaksanaannya. memerlukan satu atau lebih metode pembelajaran (Muhlisrarini, 2014:231). Pendekatan belajar mengajar merupakan cara pandang dan tindakan nyata yang dilakukan untuk memecahkan masalah belajar, dan cara peserta didik belajar agar kompetensi dasar dapat dicapai peserta didik secara maksimal. Pendekatan apapun yang digunakan dalam belajar mengajar mengajar, diharapkan dapat memberikan peran kepada peserta didik sebagai pusat perhatian dan kegiatan belajar mengajar..

(21) 14. Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas pengalaman-pengalaman sendiri(Thobroni, 2015: 91). Sedangkan teori konstruktivisme adalah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar Pengertian pendekatan konstruktivisme Piaget menyatakan bahwa manusia belajar melalui tinjauan aktif dan pembelajaran berlaku apabila pelajar menemui sesuatu yang tidak konsisten di antara representasi pengetahuannya yang sudah ada dengan pengalaman yang yang dialaminya (Muhlisrarini, 2014:234). Pendekatan konstruktivis adalah para peserta didik diberdayakan oleh pengetahuan yang berada dalam diri peserta didik itu sendiri. Peserta didik berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaiakan setiap masalah (Suherman, 2003:75). Pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivisme adalah membantu peserta didik membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi dan transformasi dari konsep-konsep dan prinsipprinsip itu sehingga terbangun kembali konsep baruHudojo dalam (Abdi, 2013:53). Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan peserta didik untuk mengembangkan pemahaman peserta didik melalui berbagai kegiatan dan hasil yang benar sesuai dengan perkembangan yang dilalui peserta didik (Nizarwati, 2009:58). Pendekatan Konstruktivisme ialah pendekatan yang mengasumsikan bahwa peserta didik belajar sedikit demi sedikit dari konteks yang terbatas kemudian peserta didik mengonstruksi sendiri pemahamannya dan pemahaman tersebut diperoleh dari pengalaman belajar yang bermakna (Lasati, 2006:47). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme ialah proses mengontruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, pembelajaran menjadi lebih bermakna karena peserta didik mengerti, strategi peserta didik lebih bernilai, peserta didik mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan.

(22) 15. dengan temannya. pengetahuan akan terbentuk atau terbangun di dalam pikiran peserta didik sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya. b. Karakteristik Pendekatan Konstruktivisme Sebagai. suatu. pendekatan. dalam. proses. pembelajaran,. pendekatan konstruktivisme memiliki karakteristik sebagai berikut (Thobroni, 2015:92): 1) Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya. 2) Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan. 3) Mendukung pembelajar secara koperatif. 4) Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar. 5) Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru 6) Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting hasil pembelajaran. 7) Mendorong proses inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen. Karakteristik konstruktivisme di atas memperlihatkan bahwa pada pendekatan ini proses pembelajaran berpusat kepada peserta didik, dimana peserta didik dituntut untuk dapat membangun sendiri pengetahuannyabaik dari pengalaman dan pengamatannya yang terdahulu terutama dalam bidang sains dan matematika. Hal ini sejalan dengan karakteristik pendekatan konstruktivisme menurut (Nizarwati, 2009:59)yaitu: 1) Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki peserta didik sehingga pengetahuan akan dikonstruksi peserta didik secara bermakna. 2) Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan, sehingga peserta didik terlibat secara emosional dan sosial. 3) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar. 4) Mendorong terjadinya interaksi dan kerjasama dengan orang lain atau lingkungannya, mendorong terjadinya diskusi terhadap pengetahuan baru. 5) Mendorong peningkatan kesadaran peserta didik dalam proses pembentukan pengetahuan melalui refleksi diri..

(23) 16. Karakteristik pendekatan pembelajaran konstruktivisme yang dilakukan dalam proses pembelajaran konstrutivistik menurut (Prahmana, 2010: 62) adalah sebagai berikut: 1) Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki peserta didik sehingga pengetahuan akan dikonstruksi peserta didik secara bermakna. 2) Mengintegritaskan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan, sehingga peserta didik terlibat secara emosional dan sosial. 3) Menyediakan berbagai alternatif pengelaman belajar. 4) Mendorong terjadinya interaksi dan kerjasama dengan orang lain atau lingkungannya, dan juga mendorong terjadinya diskusi terhadap pengetahuan baru. 5) Mendorong penggunaan berbagai representasi atau media. 6) Mendorong peningkatan kesadaran siswa dalam proses pembentukan pengetahuan melalui refleksi diri. Terlihat dari beberapa karakteristik pendekatan konstruktivisme dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berpusat kepada peserta didik. Peserta didik memang harus terlibat aktif dalam proses belajar mengajar sehingga peserta didik tidak hanya mampu memahami konsep saja tapi juga mampu mengingat dan mengaitkan pengetahuan yang sudah ada kepengetahuan baru dengan pemikiran sendiri. Kemudian guru juga mengimbangi dengan berperan sebagai fasilitator artinya guru tidak hanya sekedar membiarkan pengetahuan peserta didik, tetapi juga mengimbangi dengan memberikan arahan. Adapun ciri pendekatan. konstruktivisme, yaitu (Muhlisrarini,. 2014:239) 1) 2) 3) 4). Pengetahuan dibangun oleh peserta didik secara aktif. Tekanan dalam proses belajar terletak pada peserta didik. Mengajar adalah membantu peserta didik belajar. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir. 5) Kurikulum menekankan partisipasi peserta didik. 6) Problem centered appoarch. 7) Guru adalah fasilitator. Sejalan dengan karakteristik pendekatan konstruktivisme ciri pendekatan konstruktivisme juga menekankan peserta didik untuk.

(24) 17. terlibat aktif dalam pembelajaran, pengetahuan dibangun oleh peserta didik secara aktif dan guru terlibat sebagai fasilitator c. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Konstruktivisme Terdapat kekhususan pandangan tentang belajar dalam teori belajar konstruktivisme apabila dibandingkan dengan teori belajar behaviorisme. dan. kognitivisme.. Teori. behaviorisme. lebih. memperhatikan tingkah laku yang teramati, dan teori belajar kognitivisme lebih memperhatikan tingkah laku dalam memproses informasi atau pengetahuan yang sedang dipelajari peserta didik tanpa mempertimbangkan pengetahuan atau informasi yang telah dikuasai sebelumnya.. Adapun. kelebihan. dan. kekurangan. pendekatan. konstruktivisme. 1) Kelebihan a) Dalam proses membina pengetahuan baru, pembelajar berpikir untuk menyelesaikan masalah, menjalankan ide-idenya, dan membuat keputusan. b) Karena pembelajar terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru, pembelajar lebih paham dan dapat mengaplikasikannya dalam semua situasi. c) Karena pembelajar terlibat langsung secara aktif, pembelajar akan mengingat semua konsep lebih lama. d) Pembelajar akan lebih memahami keadaan lingkungan sosialnya, yang diperoleh dari interaksi dengan teman dan guru dalam membina pengetahuan baru. e) Karena pembelajar terlibat langsung secara terus menerus, pembelajar akan pemahaman, ingat, yakin, dan berinteraksi dengan akal sehat. Dengan demikian, pembelajar akan merasa senang belajar dan membina pengetahuan baru (Thobroni, 2015:102). Dapat terlihat bahwa kelebihan pendekatan konstruktivisme yaitu peserta didik akan mampu menyelesaikan masalah, menjalankan ide-ide serta membuat keputusan kemudian peserta didik akan mampu membina. pengetahuan. baru,. serta. terlibat. langsung. dalam. pembelajaran sehingga akan membuat peserta didik akan terlibat aktif. 2) Kekurangan a) Peran guru sebagai pendidik kurang mendukung. b) Karena cakupannya lebih luas, lebih sulit dipahami (Thobroni, 2015:102)..

(25) 18. Menurut teori belajar kontruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepada peserta didik. Artinya bahwa peserta didik harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya, dengan kata lain peserta didik tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap di isi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. d. Tahapan Pendekatan Konstruktivisme Pendekatan ini secara radikal berbeda dengan pendekatan tradisional di mana guru adalah seseorang yang selalu mengikuti jawabannya. Di dalam kelas konstruktivis para peserta didik diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. Meskipun konstruktivisme merupakan teori belajar, namun berdasarkan teori belajar ini, implikasinya dalam pembelajaran matematika dapat disusun. Beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diantaranya observasi. Menurut sifatnya, konstruktivisme seharusnya mendorong eksperimentasi, kontingensi, dan kecairan dalam pelajaran. Ada beberapa tahapan yang akan dilakukan dalam pembelajaran melalui pendekatan konstruktivisme (Muhlisrarini, 2014:240) 1) Pemanasan – Apersepsi Pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik, kemudian motivasi peserta didik dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik, peserta didik didorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru. 2) Eksplorasi Materi/ perkenalan baru diperkenalkan, kaitkan materi dengan pengetahuan yang sudah ada pada peserta didik, cari metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaan peserta didik akan materi baru. 3) Konsolidasi pembelajaran.

(26) 19. Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi, libatkan peserta didik secara aktif, letakkan penekanan pada kaita struktural yaitu kaitkan antara materi ajar baru dengan kehidupan nyata, cari metodologi yang tepat sehingga materi ajar dapat diproses menjadi pengetahuan peserta didik. 4) Pembentukan sikap dan perilaku Peserta didik disuruh untuk menerapkan konsep dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik membangun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari, cari metodologi yang tepat agar terjadi perubahan pada sikap danperilaku peserta didik. 5) Penilaian Formatif Kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran pesera didik, gunakan hasil tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik danmasalah yang dihadapi guru, cari metodologi yang tepat agar tujuan tercapai. Berdasarkan tahapan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat lima tahapan dari pendekatan konstruktivisme pertama pemanasanapersepsi pada tahap ini menekankan pada konsepsi awal, tahap eksplorasi yaitu peserta didik melakukan dugaan sementara terhadap konsep, konsolidasi diskusi penjelasan konsep, tahap pembentukan sikap yaitu lebih ke pengembangan dan aplikasi Sedangkan menurut (Jatisunda, 2016:61) dalam Edi Hendri rekontruksi pendekatan konstruktivisme terdiri dari empat tahapan yaitu pertama, pengetahuan obyektif matematika direpresentasikan peserta didik dengan mengkaji, menjelaskan, memperluas, mengevaluasi informasi yang diterimanya sehingga rekontruksi konsepsi awal (apersepsi). Kedua, konsepsi awal sebagai hasil rekontruksi individu tersebut meupakan pengetahuan subyektif (ekplorasi). Ketiga, pengetahuan subyektif matematika tersebut dikolaborasikan dengan peserta didik yang lain, pendidik dan perangkat belajar sehingga terjadi rekontruksi baru. Keempat, matematika yang telah direkontruksi sebagai hasil belajar sosial kelompok tersebut pengetahuan baru. Berdasarkan beberapa pendapat tentang langkah-langkah pendekatan konstruktivisme, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme terdiri dari empat tahap yaitu : apersepsi, ekplorasi, diskusi, dan penjelasan konsep, pengembangan dan aplikasi konsep..

(27) 20. Jadi tahapan yang dipakai pada penelitian ini yaitu: a. Pemanasan - Apersepsi Pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik, kemudian motivasi peserta didik dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik, peserta didik didorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru. b. Eksplorasi Materi/ perkenalan baru diperkenalkan, kaitkan materi dengan pengetahuan yang sudah ada pada peserta didik, cari metodologi. yang. paling. tepat. dalam. meningkatkan. penerimaan peserta didik akan materi baru. c. Konsolidasi pembelajaran Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi, libatkan peserta didik secara aktif, letakkan penekanan pada kaita struktural yaitu kaitkan antara materi ajar baru dengan kehidupan nyata, cari metodologi yang tepat sehingga materi ajar dapat diproses menjadi pengetahuan peserta didik. d. Pembentukan sikap dan perilaku Peserta didik disuruh untuk menerapkan konsep dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik membangun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari, cari metodologi yang tepat agar terjadi perubahan pada sikap danperilaku peserta didik. e. Penilaian Formatif Kembangkan. cara-cara. untuk. menilai. hasil. pembelajaran pesera didik, gunakan hasil tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah yang dihadapi guru, cari metodologi yang tepat agar tujuan tercapai..

(28) 21. Tahapan ini memiliki langkah penilaian formatif yaitu cara-cara untuk menilai konstruktivisme. hasil. pembelajaran peserta. berpandangan. bahwa. didik. Pendekatan. pengetahuan. diperoleh. langsung oleh peserta didik berdasarkan pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan sekitar. Dalam proses pembelajarannya lebih ditekankan pada model belajar kolaboratif. Dengan kata lain, peserta didik belajar dalam kelompok tidak seperti pada pembelajaran konvensional, bahwa peserta didik belajar secara individu. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa seorang peserta didik tidak hanya belajar dari diri sendiri, melainkan juga belajar dari yang lain. 3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Masalah. muncul. ketika. manusia. memiliki. tujuan. dan. mengharapkan tujuan itu tercapai. Bagaimana tujuan itu tercapai menjadi bagian yang sangat penting bagi manusia perlu langkah untuk menyelesaikannya. Pada pembelajaran matematika, peserta didik dihadapkan pada masalah- masalah terkait dengan penyelesaian suatu soal ataupun tes evaluasi. Masalah dalam matematika terdiri dari dua macam, yaitu masalah yang menemukan dan masalah untuk membuktikan. Masalah menemukan berarti masalah matematis yang tujuan akhirnya pada penemuan jawaban terkait nilai sebuah ukuran panjang, luas, daerah, volume, perbandingan, besar sudut, dan lain sebagainya. Sedangkan masalah untuk membuktikan dapat diartikan masalah yang berlatian dengan pembuktian suatu teorema, lema, atau akibat-akibatnya (Maarif, 2015:135). Artinya tujuan peserta didik menyelesaikan soal ataupun tes adalah supaya peserta didik menyelesaikan soal dengan benar dapat dikatakan peserta didik tersebut memahami materi dengan baik sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Suatu masalah bagi peserta didik jika ia tidak dapat dengan segera menjawab pertanyaan tersebut atau dengan kata lain peserta didik tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan prosedur rutin yang telah diketahuinya. Sebuah pertanyaan dapat merupakan masalah bagi seseorang akan tetapi.

(29) 22. belum tentu menjadi masalah untuk orang lain, demikian pula sebuah pertanyaan tidak selamanya menjadi masalah bagi seseorang, artinya sebuah pertanyaan mungkin saja menjadi masalah pada waktu tertentu, tetapi bukan masalah pada waktu yang lain. Ini menunjukkan bahwa masalah bersifat subyektif bergantung pada waktu dan kemampuan seseorang (Fadilah, 2009:558). Pemecahan masalah matematis adalah proses menemukan jawaban dari suatu pertanyaan yang terdapat dala suatu cerita, teks, tugas-tugas, dan situasi-situasi dalam kehidupan sehari-hari (Fauzan, 2010:9). Kemampuan memecahkan masalah merupakan bagian yang menyatu dengan proses pertumbuhananak. Kemampuan anak untuk memecahkan masalah umumnya sejalan dengan peningkatan usia. Kemampuan pemecahan masalahmerupakan salah satu komponen dari kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran mempelajari. matematika matematika,. atau yang. kompetensi wajib. untuk. esensial dilatihkan. dalam serta. dimunculkan sejak anak belajar matematika dari Sekolah Dasar sampai seterusnya. Pemecahan masalah dapat diartikan sebagai keterampilan penting dalam hidup seseorang yang melibatkan berbagai proses termasuk menganalisis, menafsirkan, penalaran, memprediksi, mengevaluasi, dan merefleksi proses kegiatan. Pemecahan maalah merupakan salah satu tujuan atau komponen fundamental dari kurikulum matematika(Maarif, 2015:139). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, jelas bahwa pemecahan masalah adalah keterampilan penting yang melibatkan berbagai proses keterampilan dalam memahami, memilih strategi pemecahan, dan menyelesaikan masalah, sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematika. merupakan. kemampuan. peserta. didik. untuk. menyelesaikan atau menemukan jawaban dari suatu pertanyaan yang terdapat didalam suatu cerita, teks, dan tugas-tugas dalam pelajaran matematika..

(30) 23. Pemecahan masalah matematis mempunyai dua makna, yaitu pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pendekatan pembelajaran dan pemecahan salah sebagai suatu kegiatan yang meliputi: mengidentifikasi kecukupan data, membuat model matematika, memilih dan menerapkan strategi penyelesaian masalah, menjelaskan dan memeriksa hasil jawaban dan menerapkan matematika secara bermakna (Sumarmo, 2013:75). Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah ialah kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dengan memperhatikan proses menemukan jawaban. b. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kemampuan pemecahan masalah dapat diartikan sebagai keterampilan penting dalam hidup yang melibatkan berbagai proses, sebagai tujuan atau kemampuan ang harus dicapai, maka dirinci menjadi. beberapa. indikator.. Adapun. indikator–indikator. dari. kemampuan pemecahan masalah matematis menurut pendapat (Sumartini, 2016:152)adalah : 1) Memahami masalah dan merencanakan pemecahan masalah. 2) Membuat proses penyelesaian suatu masalah. 3) Menjelaskan atau menginterprestasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban. Adapun. pendapat. (Sumarmo,. 2013:5)indikator. kemampuan. pemecahan masalah matematis antara lain: 1) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2) Merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika. 3) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah. 4) Menjelaskan atau menginterptrestasikan hasil permasalahan menggunakan matematika secara bermakna. Hal ini sejalan dengan pendapat (Widjajanti, 2009: 7) indikatorindikator. untuk. mengukur. matematika peserta didik meliputi: 1) Memahami masalah.. kemampuan. pemecahanmasalah.

(31) 24. 2) Memilih strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah. 3) Menyelesaikan masalah dengan benar dan sistematis. 4) Memeriksa sendiri ketepatan strategi yang dipilihnya dan kebenaran penyelesaian masalah yang didapatkan. 5) Peserta didik dapat menggunakan matematika secara bermakna. Jadi indikator yang digunakan dalam penelitian ini ialah indikator menurut Sumarmo: 1) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2) Merumuskan. masalah. matematika. atau. menyusun. model. matematika. 3) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah. 4) Menjelaskan. atau. menginterptrestasikan. hasil. permasalahan. menggunakan matematika secara bermakna. c. Contoh Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Suatu soal dikatakan suatu masalah merupakan hal yng relatif. Suatu soal yang dianggap masalah bagi seseorang, tetapi bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal rutin belaka. Untuk memilih soal yang merupakan masalah, perlu dilakukan perbedaan antara (Fauzan, 2010:15): 1) Soal rutin Soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari. 2) Soal tidak rutin Soal tidak rutin, untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan adalah analisis dan proses berfikir yang lebih mendalam. Contoh soal pemecahan masalah (Sumarmo, 2013:134) adalah : 1. Mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah: Kebun pak Salim berbentuk persegi panjang dan luasnya 225 . Di kebun terdapat 15 batang pohon pisang. Pak Salim akan memasang pagar, oleh karena itu ia harus menghitung kelilingnya. Cukup, kurang atau berlebihkah data di atas agar pak Salim mengetahui keliling kebunnya? Jelaskan jawabanmu!.

(32) 25. 2. Membuat model matematika dari suatu masalah dan menyelesaikannya: Ganda dan Soleh pergi ke satu toko buku. Ganda membeli 5 buah buku dan 3 pensil harganya Rp10.200,-. Soleh membeli 4 buah buku dan 5 pensil yang sama,harganya Rp10.500,-. Buatlah model matematika dan carilah harga tiap buku dan tiap pensil. 3. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika atau diluar matematika: Dari soal b, bagaimana cara mereka menemukan harga tiap buku dan tiap pensil dan langkah-langkah apa yang mereka lakukan? 4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil dan jawaban: Ardi dan Koko akan menghitung nilai kosinus sudut suatu segitiga sama sisi. Dari perhitungan Ardi memperoleh jawaban dan Koko memperoleh jawaban jawabanmu!. . Jawaban siapa yang benar? Jelaskan. Rubrik penilaian tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis Adapun. rubrik. analitik. untuk. mengetahui. kemampuan. pemecahan masalah matematika peserta didikmodifikasi dari rubrik analitik (Sumarmo, 2016:3) Tabel 2.1 Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Indikator Reaksi terhadap masalah Skor Mengidentifikasi Menuliskan dengan benar apa yang 4 kecukupan data diketahui dan apa yang ditanyakan untuk pemecahan pada soal cerita. masalah; Menuliskan apa yang diketahui dan 3 apa yang ditanyakan pada soal cerita, tetapi salah satunya salah. Menuliskan salah satu apa yang 2 diketahui atau apa yang ditanyakan pada soal cerita Menuliskan apa yang diketahui dan 1 apa yang ditanyakan pada soal cerita, tetapi sebenarnya tidak sesuai dengan masalah Tidak menuliskan jawaban sama 0 sekali Membuat model Merencanakan model penyelesaian 4 matematika untuk masalah matematika dengan menyelesaikan menuliskan aturan matematika.

(33) 26. masalah matematika. (rumus) yang digunakan secara tepat danbenar Merencanakan model penyelesaian masalah matematika dengan menuliskan aturan matematika (rumus) yang digunakan dengan benar, tetapi kurang tepat Menuliskan aturan matematika (rumus) yang digunakan tetapi salah Menuliskan aturan matematika tetapi tidak sesuai dengan masalah Tidak menuliskan jawaban sama sekali. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika. Menuliskan penyelesaian masalah dari soal cerita secara sistematis dan benar. Menuliskan Penyelesaian dari soal cerita secara sistematis tapi kurang tepat. Menuliskan penyelesaian dari soal cerita secara sitematis tapi jawabannya salah. Menuliskan penyelesaian masalah tetapi tidak sesuai dengan soal. Tidak menuliskan jawaban sama sekali Memeriksa Menuliskan kesimpulan atau kembali hasil atau menjawab apa yang ditanyakan jawaban dengan benar dan tepat Menuliskan atau menjawab apa yang ditanyakan dengan benar, tetapi kurang tepat Salah membuat kesimpulan dengan menuliskan kesimpulan atas penyelesaian yang dilakukan Menuliskan kesimpulan tetapi tidak menjawab apa yang ditanyakan dari soal Tidak menuliskan jawaban sama sekali (Sumber: Utari Sumarmo2016:3) Rubrik. penilaian. inilah. yang. dijadikan. 3. 2. 1 0. 4. 3. 2. 1 0 4. 3. 2. 1. 0. patokan. untuk. memberikan penilaian terhadap kemampuan pemecahan masalah.

(34) 27. matematika peserta didik kelas VIII peserta didik di SMP N seKecamatan Pariangan. 4. Hubungan Pendekatan Konstruktivisme terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu proses di mana seorang dihadapkan pada konsep matematika, keterampilan, dan proses matematika. untuk. memecahkan. masalah. matematika.. Hal. ini. membutuhkan rancangan dan penerapan sederetan langkah-langkah demi tercapainya tujuan sesuai dengan situasi yang diberikan. Pemecahan masalah matematis adalah proses menemukan jawaban dari suatu pertanyaan yang terdapat dala suatu cerita, teks, tugastugas, dan situasi-situasi dalam kehidupan sehari-hari (Fauzan, 2010:9). Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa peserta didik harus mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang baik, oleh sebab itu guru harus memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan mengaplikasikan ide-ide mereka sendiri berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis mereka. Karena dengan pendekatan kontruktivisme ini diharapkan peserta didik mampu untuk mengepresikan ide-ide mereka. Menurut teori konstruktivisme proses belajar didasarkan pada suatu anggapan bahwa anak membangun sendiri pengetahuansecara aktif akan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, dengan begitu peserta didik akan mempunyai ingatan yang lebih lama terhadap materi yang dipelajari. Pendekatan konstruktivisme menekankan pentingnya proses belajar mengajar sebagai pengembangan pemahaman bersama antara guru. Pendekatan. konstruktivisme. merupakan. pendekatan. yang. menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam proses belajar aktif serta dalam proses belajar mengajar (Trianto, 2009:111). Pendekatan.

(35) 28. pembelajaran konstruktivisme adalah suatu cara untuk tidak mengajarkan kepada. anak. bagaimana. menyelesaikan. persoalan,. namun. mempresentasikan dan mendorong peserta didik untuk menemukan cara mereka. sendiri. dalam. menyelesaikan. permasalahan. (Suherman,. 2003:75). Hal ini sejalan dengan pendapat (Trianto, 2009:113) menyatakan bahwa peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus mengonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri Sesuai dengan ciri dari pendekatan konstruktivisme a) Pengetahuan dibangun oleh peserta didik secara aktif.Hal ini dapat meningkatkan . b) Tekanan dalam proses belajar terletak pada peserta didik. c) Mengajar adalah membantu peserta didik belajar. d) Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir. e) Kurikulum menekankan partisipasi peserta didik. f) Problem centered appoarch. g) Guru adalah fasilitator (Muhlisrarini, 2014:239) Disini dapat terlihat bahwa dalam pendekatan konstruktivisme menekankan pada proses pembelajaran peserta didik,pengetahuan dibangun oleh peserta didik itu sendiri dan ini dapat meningkatkan cara peserta didik dalam merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika, kemudian menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah. Selanjutnya pada ciri keempat yaitu tekanan pada proses belajar lebih diperhatikan ini dapat membiasakan peserta didik dalam mengidentifikasi unsur unsur yang diketahui, dan ditanyakan, dan kecukupan. unsur. yang. diperlukan. serta. menjelaskan. atau. menginterprestasikan hasil permasalahan menggunakan matematika secara bermakna. Jadi hubungan konstruktivisme dengan kemampuan pemecahan masalah matematis dapat disimpulkan bahwa pendidik tidak hanya mengajarkan kepada peserta didik untuk mengerjakan persoalan tetapi.

(36) 29. juga mendorong peserta didik untuk menemukan sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. 5. Pembelajaran Konvensional Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas VIII di SMPN 2 Pariangan dan SMPN 3 Pariangan proses pembelajaran masih menggunakan. metode. konvensional.. Pembelajaran. konvensional. merupakan pembelajaran tradisional yang biasa digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran. konvensional. yang. dimaksudkan. adalah. pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru pada umumnya, yaitu membuka pelajaran, memberikan materi secara langsung (Teacher Oriented), dilanjutkan dengan pemberian contoh soal dan melakukan evaluasi ketercapaian peserta didik dalam belajar. Ditambahkan dengan adanya usaha guru dengan peserta didik untuk merangkum materi, kemudian menutup pelajaran dengan memotivasi peserta didik dan memberi tugas. Pada pembelajaran konvensional menurut (Sanjaya) memiliki langkah-langkah sebagai berikut: a. Peserta didik disuruh untuk membaca buku tentang materi tertentu. b. Guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan pokok-pokok materi pelajaran seperti yang terkandung dalam indicator hasil belajar. c. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya manakala ada hal-hal yang dianggap kurang jelas (diskusi). d. Guru mengulas pokok-pokok materi pelajaran yang telah disampaikan dilanjutkan dengan menyimpulkan. e. Guru melakukan tes kepada peserta didik sebagai upaya untuk mengecek terhadap pemahaman peserta didik tentang materi pelajaran yang telah disampaikan(2005:123). Jadi dapat disimpulkan pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berorientasi pada guru dimana peserta didik hanya menerima saja apa yang dikatakan guru tanpa berusaha sendiri untuk menemukan suatu konsep atau materi pelajaran, itu terlihat jelas bahwa dalam pembelajaran konvensional, guru memiliki peranan yang paling.

(37) 30. dominan dan hanya terjadi komunikasi satu arah sehingga peserta didik menjadi pasif. B. Kajian Penelitian yang Relevan Tabel 2.2 Penelitian yang Relevan No. Nama. Judul. Hasil. Perbedaan. 1. Jhon Abdi. “Meningkatkan Kemampuan Peserta didik Sekolah Menengah Atas dalam Menyelesaikan Soal Matematika Setara PISA Melalui Pendekatan Konstruktivism”. Pada penelitian ini terlihat bahwa hal yang dilihat itu yakni peningkatan kemampuan menyelesaikan soal di SMA sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilaksanakan adalah melihat kemampuan Pemecahan Masalah.. 2. M.Gilar “Pengaruh Jatisun Pendekatan da Konstruktivisme terhadap Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik”(Studi Quasi Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMPNegeri 1 Talaga Tahun Pelajaran2015/20 16). Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa, peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme mengalami peningkatan kemampuan menyelesaikan soal matematika setara PISA lebih baik dari peserta didik yang mendapatkan pembelajaran secara konvensional. Berdasarkan hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan konstruktivisme pada pembelajaran materi lingkaran terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik.. Perbedaan penelitian ini ialah membandingka n pembelajaran langsung, dengan desain penelitian eksperimen murni yaitu penelitian yang pengelompoka nya secara acak terdiri dari dua kelas yakni kelas kontrol dan kelas.

(38) 31. 3. Aisjah Juliani Noor. “Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta didik dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Cooperative Script”. penelitian penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dengan menerapkan model pembelajaran cooperative script dengan hasil penelitian kemampuan pemecahan masalah mengguanakan model cooperative script berkualifikasi baik,. eksperiment sedangkan pada penelitian ini untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik kelas VII di SMP N 3 Pariangan yang desain penelitiannya pra eksperiment dengan pretestpostest perbedaan dengan penelitian ini adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik menggunakan pendekatakan konstruktivis.

(39) 32. C. Kerangka Berfikir Banyak cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik diantaranya menciptakan suasana belajar yang mendorong peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Namun kenyataannya peserta didik masih pasif pada saat proses pembelajaran dan belajar mengajar lebih banyak didominasi oleh guru. Agar kemampuan pemecahan matematikapeserta didik dapat berjalan dengan sukses, pemilihan pendekatan ataupun strategi pembelajaran lah yang menjadi kuncinya. Salah satu upaya atau usaha yang dapat dilakukan dalam. pembelajaran. matematika. adalah. menerapkan. pendekatan. Konstruktivisme peserta didik diharapkan benar-benar terlibat aktif dalam pembelajaran matematika, mampu memahami materi dan mampu menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru sehingga diperoleh hasil belajar yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan dengan kelas dengan menerapkan pendekatan Konstruktivisme dan kelas dengan pembelajaran konvensional lalu pemberian tes di awal dan di akhir pelajaran. Setelah diberikan perlakuan pada kelas tersebut, selanjutnya diadakan tes untuk memperoleh hasil belajar dari peserta didik yang diakan di akhir pembelajaran. Selanjutnya, hasil tes akhir tersebut akan dibandingkan dengan hasil tes awal tadi..

(40) 33. Peserta Didik. Penentuan Kelompok Penelitian. Proses Belajar Mengajardengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme. Proses Belajar Mengajar dengan Pembelajaran Konvensional. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. Tes Kemampuan Pemecahan MasalahMatematis. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. Lakukan Perbandingan Hasil Tes Kemampuan PenalaranMatematis Gambar 2.1 Skema Kerangka Berfikir D. Hipotesis Adapun hipotesis yang diharapkan pada penelitian ini ialah H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik dari pada yang menggunakan pendekatan konvensional.

(41) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penelitian eksperimen semu, penelitian eksperimen semu merupakan keadaan praktis yang didalamnya tidak mungkin mengontrol semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel tersebut(Yusuf, 2014: 183) dengan kata lain tidak semua variabel yang muncul dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Peneliti tidak mengubah kelas dalam menentukan subjek sebagai kelompok eksperimen atau kontrol. Oleh karena itu, randomisasi hanya dapat dilakukan pada penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara memberikan perlakuan (treatment) pada kelas eksperimen dengan cara penerapan pendekatan konstruktivisme dan memberikan perlakuan biasa pada kelas kontrol. Penelitian eksperimen dilakukan untuk melihat kemampuan penyelesaian masalah matematika peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini bertempat di kelas. VIII. SMP N se-Kecamatan. Pariangan, waktu penelitian yaitu dimulai dari 31 Juli – 30 September 2018. Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan atas pertimbangan sebagaimana yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah. C. Rancangan penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control Group Only Design. Dalam penelitian ini beberapa sampel yang diambil dari populasi dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perlakuan yang diberikan pada eksperimen adalah menerapkan pendekatan konstruktivisme sedangkan pada kelas kontrol menggunakan metode pembelajaran konvensional. Rancangan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:. 34.

(42) 35. Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Kelompok Kelompok eksperimen Kelompok kontrol Sumber (Lestari, 2017:125) Keterangan:. Perlakuan X C. Test O O. X= Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu dengan penerapan pendekatan konstruktivisme C= Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol, Perlakuan pembelajaran konvensional O= Test Akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di akhir penelitian D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek/objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono 2013:80). Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah peserta didik kelas VIII SMP N se-kecamatan Pariangan Tahun Pelajaran 2018/2019, SMPN 1 Pariangan sudah memakai kurikulum 2013 selama 3 tahun sehingga sekolah yang digunakan adalah VIII SMP N 2 Pariangan dan SMP N 3 Pariangan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel. Tabel 3.2 Jumlah peserta didik kelas VIII SMP N se-Kecamatan Pariangan No 1 2. Nama Sekolah SMP N 2 Pariangan SMP N 3 Pariangan. Kelas Jumlah VIII 32 VIII1 28 VIII2 27 (Sumber: guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP N seKecamatan Pariangan) 2. Sampel Sugiyono memberikan defenisi “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi” (2013:81). Arikunto dalam (Riduwan, 2005:56) mengatakan sampel adalah bagian dari populasi.

(43) 36. (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak (Random Sampling) artinya setiap populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel dalam penelitian. Mengingat jumlah populasi yang akan diteliti berjumlah tiga kelas maka hanya dibutuhkan 2 kelas sebagai sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Agar sampel yang diambil representatif artinya benar-benar mencerminkan populasi, maka pengambilan sampel dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Mengumpulkan nilai semester 2 mata pelajaran matematika peserta didik kelas VII SMP N se- Kecamatan Pariangan Tahun Pelajaran 2017/2018. b. Melakukan uji normalitas populasi terhadap nilai semester 2 mata pelajaranmatematika. Pengujian ini dilakukan dengan Uji Liliefors. Uji ini didasarkan pada fungsi distribusi komulatif empiris. Hipotesis yang diajukan adalah:. H 0 : Populasi berdistribusi normal. H1 : Populasi tidak berdistribusi normal. Adapun langkah-langkah dalam melakukan uji normalitas yaitu: 1) Menyusun skor nilai peserta didik dalam suatu tabel skor, disusun dari nilai yang terkecil sampai nilai yang terbesar. 2) Mencari skor baku dari skor nilai peserta didik dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (. ̅). Keterangan: S = Simpangan baku ̅ = Skor rata-rata = Skor dari tiap peserta didik 3) Dengan menggunakan daftar dari distribusi normal baku dihitung peluang F(Zi) = P ( Z ≤ Zi )..

(44) 37. 4) Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau sama Zi jika proporsi dinyatakan dengan S(Z1) kemudian tentukan harga mutlaknya. 5) Menghitung selisih antara F( ) dengan S( ) kemudian tentukan harga mutlaknya. 6) Ambil harga yang terbesar dan harga mutlak selisih diberi simbol maks ( ). ( ). 7) Kemudian, bandingkan Lo dengan nilai kristis L yang diperoleh dari daftar nilai kritis untuk uji liliefors pada taraf α yang dipilih yang ada pada tabel taraf nyata yang dipilih. Kriteria pengujiannya : (a). Jika. berarti populasi berdistribusi normal.. (b). Jika. berarti populasi tidak berdistribusi normal. (Sudjana, 2005: 466). Setelah dilakukan uji normalitas populasi, diperoleh hasil bahwa seluruh populasi berdistribusi normal dengan taraf nyata α = 0,05. Hasil uji normalitas kelas populasi dapat dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Hasil Uji Normalitas Populasi Kelas VIII SMP N se-Kecamatan Pariangan No. Kelas Lo Ltabel Hasil Keterangan Berdistribusi 0,127 0,170 1. VIII1 Lo< Ltabel normal Berdistribusi 0,134 0,167 2. VIII2 Lo< Ltabel normal Berdistribusi 0,156 3. VIII3 0,104 Lo< Ltabel normal Berdasarkan Tabel 3.3 terlihat bahwa populasi berdistribusi normal karena L0  Ltabel . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran II halaman 87. c. Melakukan uji homogenitas variansi dengan Uji Barllet.Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah populasi tersebut mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Hipotesis yang diajukan yakni:.

(45) 38. H0: H 1 : Paling kurang ada satu pasang variansi yang tidak sama. Dengan pengujiannya sebagai berikut : 1) Tuliskan hipotesis statistik yang diajukan. 2) Hitung k buah ragam contoh s1, s2, … , sk dari contoh-contoh berukuran n1, n2, ...nk dengan k. N   ni i 1. 3) Gabungkan semua ragam contoh sehingga, menghasilkan k.  dugaan:. 2 p. . n i 1. i. 1. N k. i. 4) Dari dugaan gabungan tentukan nilai peubah acak yang mempunyai sebaran Bartlett:.  ( b. 2 1. ) n1 1. ( 22 ) n2 1 .. ( k2 ) nk 1. . 1 N k.  p2. b  bk  ; n1 , n2 ,, nk  n b  ; n1   n2bk  ; n2     nk bk  ; nk  bk  ; n1, n2 ,  , nk   1 k N. Dengan kriteria pengujian sebagai berikut: Jika b  bk  ;n1 , n2 ,  , nk  , H 0 diterima berarti data homogen Jika b  bk  ;n1 , n2 ,  , nk  , H 0 ditolak berarti data tidak homogen( Walpole, 1995: 391-393). Berdasarkan uji homogenitas variansi yang telah dilakukan dengan menggunakan uji bartlett, dari ketiga kelas populasi diperoleh hasil. analisis. bahwa. b  0,940 dan bk  0,929 .. Oleh. karena. b  bk  ; n , maka hipotesis nolnya diterima. Jadi, populasi bersifat homogen. Untuk lebih jelasnya hasil uji bartlett ini dapat dilihat pada Lampiran III halaman 95..

(46) 39. d. Melakukan Analisis Variansi Satu Arah Analisis variansi satu arah bertujuan untuk mengetahui apakah populasi memiliki kesaman rataan atau tidak. Hipotesis yang diajukan adalah: H0 H1. : : Paling sedikit terdapat satu pasang populasi yang memiliki rataan yang tidak sama. Pengujian analisis variansi ini dilakukan dengan menggunakan teknik ANOVA dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Tulis hipotesis yang diajukan 2) Tentukan taraf nyatanya ( ) kemudian tentukan wilayah kritiknya 3) Hutung jumlah simpangan kuadrat tiap skor dari rata-rata keseluruhan. Indeks ini disebut jumlah kuadrat keseluruhan diberi notasi ∑ dengan rumus sebagai berikut: ( ) ∑ ∑ 4) Cari jumlah kuadrat keseluruhan yang disebabkan oleh penyimpangan rata-rata kelompok dari rata-rata keseluruhan yang dinamakan jumlah kuadrat antar kelompok diberi notasi ∑ diperoleh dengan rumus sebagai berikut: (∑ ) (∑ ) (∑ ) (∑ ) ∑ 5) Tahap selanjutnya cari jumlah kuadrat keseluruhan yang disebabkan oleh penyimpangan tiap skor rata-rata kelompok masing-masing yang disebut jumlah kuadrat dalam kelompok dengan notasi ∑ rumus menghitungnya: ∑. ∑. ∑. 6) Buat rangkuman hasil perhitungan di atas dalam tabel analisis variansi sebagai berikut: Tabel 3.4 Uji Anava Kelas Populasi Sumber Variansi. Jumlah Kuadrat. Diantara kelompok. ∑. Derajat Bebas k-1. Di dalam kelompok. ∑. N-k. Kuadrat Mean ∑ ∑.

(47) 40. Keseluruhan (total). ∑. N-1. ∑. ∑ ∑. 7) Membandingkan F rasio dengan F tabel Diterima jika F rasio < F tabel Tolak jika F rasio > F tabel Tabel 3.5 Tabel Bantu Uji Kesamaan Rata-Rata Sumber keragaman. Jumlah kuadrat. Derajat bebas. Kuadrat tengah. Diantarakelom pok. 432,69. Di dalamkelompo k. 210,554. f hitung. Keseluruhan (total). Berdasarkan. hasil. pengujian. tabel. 3.5. diperoleh. hasil. f  f  [k - 1, N - k] atau 2,055  3,105 artinya ketiga kelas populasi memiliki rata-rata yang sama atau hipotesis nolnya diterima. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran IV halaman 97. e. Setelah ketiga kelas berdistribusi normal, mempunyai variansi yang homogen serta memiliki kesamaan rata-rata maka diambil sampel dua kelas secara acak (random). Kelas yang terambil pertama adalah kelas yang ditetapkan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VIII2 kelas yang terambil kedua adalah kelas VIII1 yang ditetapkan sebagai kelas kontrol..

(48) 41. E. Variabel dan Data 1. Variabel Variabel dalam penelitian ini adalah: a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan pendekatan konstruktivisme. pada. kelas. eksperimen. dan. pendekatan. pembelajaran konvensional dikelas kontrol. b. Variabel terikat adalah hasil belajar matematika peserta didik kelas sampel. 2. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Data Primer Data Primer dalam penelitian ini adalah data hasil belajar matematika. peserta. didik. yang. diterapkan. pendekatan. pembelajaran konstruktivismedan hasil belajar siswa yang diterapkan model pembelajaran konvensional 2) Data Sekunder Data sekunder adalah data ulangan harian peserta didik kelas SMP Negeri se-Kecamatan Pariangan Pelajaran 2017/2018 dan jumlah peserta didik. b. Sumber Data Sumber utama dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Pariangan, guru matematika SMP Negeri se-Kecamatan Pariangan 2017/2018. F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang akan diteliti. Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian, biasanya berupa sejumlah pertanyaan/ soal oleh subjek yang diteliti (Lestari, 2017:164). Instrumen dalam penelitian ini terdiri soal-soal tes berbentuk uraian/essay dan lembar observasi. Soal-soal tes berbentuk uraian/essay dirancang untuk melihat.

(49) 42. hasil kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik, soal-soal tes berbentuk uraian/essaydibuat berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis. Berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah matematisa tipe tes yang cocok digunakan untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematis adalah tes essay. 1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Instrumen(alat pengumpulan data) dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Dimana tes yang dibuat akan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing dan guru matematika kelas VIII di SMP N 2 Pariangan dan SMP N 3 Pariangan. Hal-hal yang dilakukan untuk memperoleh hasil tes yang baikadalah sebagai berikut: a. Menyusun Tes Langkah-langkah dalam menyusun tes adalah sebagai berikut: 1) Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu untuk mendapatkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis. 2) Membuat batasan terhadap bahan pelajaran yang akan diujikan. 3) Menyusun kisi-kisi soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis. 4) Menuliskan dan menyusun butir-butir soal yang diujikan. 5) Pemberian skor terhadap jawaban peserta didik. b. Validitas Tes Pada penelitian yang akan peneliti lakukan ini validitas tes yang digunakan adalah validitas isi dan validitas muka.”Validitas isi adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana skor dalam tes berhubungan dengan penguasaan peserta tes dalam bidang studi yang diuji melalui perangkat tes tersebut”. Jika dilihat dari segi kegunaannya dalam penilaian hasil belajar, validitas isi sering disebut juga validitas kurikuler dan validitas perumusan. Validitas kurikuler berkenaan dengan petanyaan apakah materi tes relevan dengan kurikulum yang sudah ditentukan. Validitas perumusan berkenaan dengan pertayaan.

(50) 43. apakah aspek-aspek dalam soal-soal itu betul-betul tercakup dalam perumusan tentang apa yang hendak diukur (Arifin, 2009:148). Jadi tes dapat dikatakan valid apabila tes tersebut dengan secara tepat, benar dan sahih dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dan tes harus sesuai dengan indikator pembelajaran dan kisi-kisi soal yang dibuat. Rancangan. soal. tes. disusun. sesuai. dengan. indikator. pembelajaran yang ingin dicapai dan sesuai dengan kisi-kisi soal yang telah dibuat. Soal-soal tes diberikan kepada beberapa ahli untuk menvalidasi soal-soal yang telah dibuat yaitu Ibunda Vivi Hamdani M.Si (Dosen IAIN Batusangkar dan Bapak Amral M. Si (Dosen IAIN Batusangkar) dan Ibunda Nedrati, S.Pd (Guru mata pelajaran Matematika SMP Negeri 3 Pariangan) untuk hasil Validasi soal uji coba tes kemampuan pemecahan masalah matematis, dengan hasil Validasi adalah B yaitu Berdasarkan hasil validasi ahli maka soal tes akhir dapat digunakan dengan sedikit revisi pada penulisan soal. Hasil validasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran VI halaman 102..

Referensi

Dokumen terkait

 Gentrification is a back to the city movement of capital, not people. 

Hasil penelitian pemanfaatan tumbuhan kosmetik oleh masyarakat Suku Dayak Kanayatn Desa Sebatih Kecamatan Sengah Temila diperoleh 16 jenis tumbuhan dari 14 famili

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam menerapkan model desain pelatihan ini adalah menentukan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki oleh peserta pelatihan setelah

Halaman Utama seperti pada Gambar 4.9 akan tampil jika pengguna login kedalam sistem sebagai Admin, maka semua menu yang tampil adalah Home, menu user, menu supplier, menu

Selanjutnya label sebagai fungsi pemenuhan peraturan perundang- undangan, memiliki konsekuensi bahwa hal yang tercantum pada label harus sesuai dengan kandungan bahan pangan

Penulisan Hukum dengan judul “Pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi Ibu Hamil yang Bekerja di Perusahaan Swasta ditinjau dari Undang-undang nomor 13 tahun 2003

Adapun perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian adalah bagaimana penegakan hukum pidana oleh pihak Kepolisian dalam kasus tindak pidana illegal logging di wilayah Polres

Skripsi ini berjudul Analisis Persepsi Pemakai Handphone Terhadap Fasilitas Menu yang Tersedia pada Handphone Merk Nokia ( Studi Kasus pada Mahasiswa Fakultas