• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAH AL-FATIHAH: SEBUAH TAFSIRAN PERSPEKTIF SEMIOTIKA BAHASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SURAH AL-FATIHAH: SEBUAH TAFSIRAN PERSPEKTIF SEMIOTIKA BAHASA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

SURAH AL-FATIHAH:

SEBUAH TAFSIRAN PERSPEKTIF SEMIOTIKA BAHASA

Ulin Nuha

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an (STIQ) An Nur Yogyakarta

E-mail: nuha_ulin9488@yahoo.com

Abstract

The Qur'an is the word of God is holy, the message contained therein Ilahiyah . Al-Qur'an is it self a form of communication in the form of verbal language of God to his servant. In order to understand the message language, then we must be interpret these verbal symbols. This is the actual function of semiotics, which is it serves as a knife from the symbol. Semiotics of signifier, and the signified. In this respect semiotics will be used to dissect the message symbols of the Surah Al-Fatihah. So what exactly, what is message of God is known that on language symbols verse (al-Fatihah).

Abstrak

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang suci, yang di dalamnya terkandung pesan ilahiyah.

Al-Qur’an sendiri merupakan bentuk komunikasi yang berwujud bahasa verbal Tuhan untuk hambanya. Maka guna memahami pesan bahasanya, kita harus memaknai simbol-simbol verbal tersebut. Di sinilah sebenarnya fungsi dari semiotika, yang dimana ia berfungsi sebagai pisau bedah dari pada simbol verbal –kalam al-Qur’an- tersebut. Semiotika terdiri dari signifier (penanda), dan signified (petanda). Dalam hal ini semiotika akan digunakan untuk membedah pesan simbol dari pada Surah al- Fatihah. Sehingga diketahui apa sebenarnya pesan Tuhan yang terlambang pada simbol-simbol bahasa ayatnya (al-Fatihah).

Kata Kunci: Semiotics and al-Fatihah

(2)

A. Pendahuluan

Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bersifat “homo homuni socius” yang artinya manusia adalah makhluk sosial. Karena itulah manusia adalah makluk yang yang suka berkomunikasi, yang dalam kaitan ini adalah dengan menggunakan system bahasa yang ada dalam satu golongan tertententu. Bahasa inilah yang selanjutnya oleh Sausure disebut sebagi sebuah system tanda.1 Dengan bahasa inilah menusia bisa mengungkap makna material daripada alam semesta, jika manusia gagal memahami sebuah bahasa maka gagal pula ia dalam memahami makna material sebuah alam semesta.

Bahasa ini pulalah yang digunakan oleh Allah untuk berkomunikasi dengan semua makhluknya. Yang jelas dalam kaitan ini adalah kitab suci (Al- Qur’an). Semua semesta alam tahu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa arab sebagaimana yang Allah firmankan pada Muhammad SAW:2

نولقعت مكّلعل اّيبرع انءرق ﻩانلزنأ اّنإ )

فسوي : 2 .(

Sebagaimana disebut oleh Sausure, bahwa bahasa adalah system tanda, maka Al-Qur’an ini pula adalah tanda bagi umat Islam yang harus dicari pada hal apa Al-Qur’an menandai. Karena antar bahasa dan makna yang diacunya sama sekali tidak bisa lepas dan terpisah. Dalam kaitan ini dipaparkan makna tanda dari surat Al-Qur’an. Lebih khusus sistem tanda yang tersurat pada bagian Surah Al-Fatihah. Al-Fatihah ini dicoba untuk ditilik dengan menggunakan pendekatan semiotika bahasa guna mencari makna yang diacunya melalui simbol-simbol dan goresan-goresan sistem tanda yang dimilikinya. Ketika Surah al-Fatihah telah dbedah dengan pisau semiotika bahasa maka akan didapatkan pemahaman berkenaan dengan apa sebenarnya makna sistem tanda yang dipakai oleh Allah untuk berkomunikasi dengan hambanya? wa Allah a‘lam bi ash-shawab.

1 Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika (Yogyakarta: Paradigma, 2009), hlm.

159.

2 Q. S: 12: 2 (Al-Qur’an, Departemen Agama).

(3)

B. Mencari Makna Semiotika

Kata semiotika berasal dari Bahasa Yunani yang berakar pada kata

“semeion” yang berarti tanda atau kata “seme” yang berarti penafsiran suatu tanda. Istilah ini sebelum berkembang sebenarnya bersumber pada tradisi klasik dan skolastik atas seni retorika, poetry dan logika.3 Kata ini dalam Bahasa Inggris sering disebut dengan istilah “sign”. Istilah ini sering dipakai untuk menguraikan sebuah system tanda misalnya saja adalah bahasa, kode,sinyal dan lain-lain.4 Selain istilah Semiotika, sebenarnya terdapat satu istilah yang sama-sama ditujukan untuk meneliti sebuah system tanda yaitu Semiologi.

Para filsuf bahasa mengatakan bahwa Semiotika adalah bagain dari pada Filsafat Bahasa. Ia hanya sekelumit bagain dari Filsafat Bahasa yang pembahasanya sangat luas dan komplek dan terdiri dari berbagai cabang keilmuan Bahasa. Wittgenstein mengatakan bahwa hakikat bahasa tidak hanya system tanda akan tetapi secara ontologis juga merupakan gambaran realitas dunia empiris. Semiotika sendiri adalah bagian Fisafat Bahasa yang menitik beratkan kajiannya terhadap system tanda. Semiotika sebenarnya sudah lahir pada zaman filsuf Yunani kuno yang kira-kira terdapat pada zaman Yunani Kuno (abad 15-7 SM).5 Akan tetapi istilah Semiotika ini baru muncul dan menggema dipermukaan bumi kira-kira abad ke-XVIII oleh Lambert (filsuf Jerman) yang kemudian Semiotika mencapai puncak kejayaan pembahasannya pada abad ke-XX.6 Istilah semiotika sendiri sebenarnya baru digunakan setelah munculnya istilah semiologi.

Semiotika sendiri adalah ilmu tanda yang merupakan sebuah metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda ini adalah alat yang kita pakai untuk berjalan dan mencari sebuah jalan kehidupan diantara semua makhluk yang bergesekan dan berhubungan dengan kita. Selanjutnya penulis mengartikan tanda yang dipakai untuk mencari jalan hidup ini adalah sebuah bahasa. Sama seperti ungkapan diatas bahwa bahasa adalah sebuah system tanda dan tanda tidak dapat bermakna jika ia tidak dipelajari dan dicari makna dari tanda tersebut. Menurut Pines dalam Kaelan mengatakan bahwa

3 Kaelan, Filsafat…, hlm. 162.

4 http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika (diakses tanggal 5 januari 2011 pukul 13.30).

5 Tim Dosen Fisafat Ilmu, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: LIBERTY YOGYAKARTA, 2003), hlm. 64.

6 Kaelan, Filsafat…, hlm. 164.

(4)

apa yang dikerjakan oleh semiotic adalah memberi sebuah kejelasan kepada manusia untuk menguraikan aturan-aturan dalam suatu kehidupan dan membawa manusia pada suatu kesadaran dalam kehiduan ini. Hal ini senada dengan ungkapan wittgenstain bahwa dalam kehidupan terdapat berbagai macam konteks kehidupan dimana kehidupan tersebut mempunyai sebuah aturan yang berbeda satu dengan yang lainnya (rule of the game) dimana aturan itu tercakup dalam bahasa yang dipakai kelompok tertentu dan konteks kehidupan.7 Oleh karena itu Semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi dengan menggunakan tanda dan berdasarkan system tanda. Menurut pendapat lain mengatakan bahwa semiotika adalah sebuah disiplin ilmu yang mengkaji sebuah tanda yaitu bagaimana tanda-tanda dalam kehidupan manusia itu atau bagaimana system penandaan itu berfungsi.8

Menurut Charles Morris, semiotika tidak hanya berhubungan dengan isyarat bahasa saja akan tetapi lebih lanjut ia juga berhubungan dengan isyarat- isyarat nonbahasa dalam komunikasi antarmanusia.9 Dalam bahasa lain, Charles mendefinisikan semiotika dengan kata ilmu tentang sign. Sedang dalam “Kamus Ilmiah Popular” kata semiotika tidak ditemukan akan tetapi ia dikemukakan dengan nama semiologi yang artinya ilmu tanda dan lambang bahasa.10 Menurut Charles Morris Semiotik dibagi dalam tiga macam yang terdiri dari sintaksis, semantik dan pragmatik. Dan tiga macam ini dapat dibagi lagi dalam beberapa kategori yang masing-masingnya memiliki bagian (1) murni, (2) deskriptif, dan (3) terapan.

Selain dari pada itu, semiotika sebenarnya adalah kajian atau studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Pada dewasa ini, semiotika mulai mendapat tempat istimewa dikalangan akademisi.

Meskipun bukan merupakan disiplin iilmu baru, tetapi setidaknya dia telah diperbincangkan pada masa Yunani kuno yang akhirnya dikembangkan oleh Ferdinand De Sausure yang kemudian dikenal dengan nama semiologi. Alfin Toffler berpendapat bahwa semiotika telah menjadi ilmu kunci dalam berbagai kajian.

7 Ibid., hlm. 163.

8 Ibid..

9 J. D. Parera, Teori Semantik, ed. Yati Sumiharti dan Ida Syafrida (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 41.

10 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Popular (Surabaya: ARKOLA, tth), hlm. 700.

(5)

Menurut Ferdinand de Sausure dalam semiotika setidaknya terdapat lima elemen yang paling dominan dalam membedah sebuah sistem tanda yang dalam hal ini menurut Sausure adalah simbol bahasa. Adapun elemen tersebut berupa (1) Signifer (penanda) dan signified (petanda), (2) Form dan content (bentuk dan materi atau isi), (3) Langue dan parole (bahasa dan tutur), (4) Synchronic dan diachronic (sinkronik dan diakronik), dan (5) Syntagmatic dan associative (sintagmatik dan paradigmatik).11

1. Signifer (penanda) dan signified (petanda), tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau petanda. Dengan kata lain, penanda adalah bunyi atau coretan yan bermakna. Petanda adalah gambaran mental, pikiran atau konsep.

2. Form dan content (bentuk dan materi/isi), untuk membedakan antara form dan content Saussure mencontohkan misalnya setiap hari kita menaiki kereta api Parahayangan Bandung-Jakarta sehingga kita katakan bahwa kita menaiki kereta api yang sama setiap hari, tetapi pada dasarnya kita menaiki kereta api yang berbeda, karena boleh jadi susunan gerbong dan lokomotifnya berubah. Apa yang ‘tetap’

sehingga kita katakan kita naik kereta api yang sama, tidak lain adalah wadah kereta api tersebut, sementara isinya berubah-ubah. Perbedaan yang memisahkan satu kata dengan kata lainnya itulah yang menjadi identitas pada kata tersebut. Sehingga kata padi tidak persis sama dengan kata rice dalam bahasa Inggris, karena kata padi terbedakan dari kata rice. Artinya bahwa padi bukanlah diferensiasi sistem arti dalam bahasa Inggris.

3. Langue dan parole (bahasa dan tutur), objek yang tidak tergantung pada materi tanda yang membentuknya disebut langue, tapi disamping itu terdapat parole yang mencakup bagian bahasa yang sepenuhnya bersifat individual (bunyi, realisasi aturan-aturan, dan kombinasi tanda). Jika langue mempunyai objek studi sistem atau tanda atau kode, maka parole adalah living speech, yaitu bahasa yang hidup atau bahasa yang sebagaimana terlihat dalam penggunaannya.

4. Synchronic dan diachronic (sinkronik dan diakronik), menurut Saussure linguistik harus memperhatikan sinkronik sebelum menghiraukan diakronik. Sinkronik adalah studi bahasa tanpa mempersoalkan urutan waktu, sedangkan diakronik adalah sebaliknya, studi bahasa

11 Kaelan, Filsafat…, hlm. 183.

(6)

yang memperhatikan deskripsi perkembangan sejarah (waktu).

Saussure mengatakan lingustik komparatif-historis harus membandingkan bahasa sebagi system. Oleh sebab itu, sistem terlebih dahulu musti dilukiskan tersendiri menurut prinsip sinkronis. Tak ada manfaatnya mempelajari evolusi atau perkembangan satu unsur bahasa, terlepas dari system dimana unsur itu berfungsi.

5. Syntagmatic dan associative (sintagmatik dan paradigmatik), contoh sederhana. Jika kita mengambil sekumpulan tanda, “seekor kucing berbaring di atas karpet”. Maka satu elemen tertentu-kata ‘kucing’, menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘seekor’,

‘berbaring’ atau ‘karpet’. Kemudian jika digabungkan seluruh kata akan menghasilkan rangkaian yang membentuk sebuah sintagma (kumpulan tanda yang berurut secara logis). Malalui cara ini, ‘kucing’

bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik (hubungan yang saling menggantikan) dengan ‘singa’ dan ‘harimau’.

Lebih lanjut lagi menurut Sausure bahasa adalah merupakan sebuah gambaran sistem tanda. Dan di dalam sebuah bahasa adalah tanda yang terdapat dua hal yang tak dapat dipisahkan yaitu signified (petanda) dan signifier (penanda). Menurutnya sebuah bunyi suara manusia, binatang atau bunyi-bunyian yang laian tidak bisa dikatan sebagai bahasa jika ia tidak bisa memberikan sebuah gagasan atau ide. Dengan kata lain bunyi atau suara dapat dikatan sebuah bahasa bilamana ia dapat mengekspresikan, menyatakan, menyampaiakan ide-ide atau pengertian-pengertian tertentu.12 Menurutnya tanda adalah satu kesatuan antara signifier dan signified. Dengan kata kata lain, penanda adalah bunyi yang bermakna ataupun coretan yang bermakna. Jadi penanda adalah bagian material dari sebuah bahasa.

Sedangkan petanda adalah gambaran mental, pikiran dan konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari sebuah bahasa.13 Kesemua hal itu tak dapat dipisahkan dalam sebuah bahasa. Jika terdapat petanda tetapi tanpa penanda maka ia tidak berarti apa-apa dan tidak bisa disebut sebagai tanda atau pun sebaliknya. Karena dalam bahasa (tanda) didalamnya harus terkandung unsure signifier dan signified. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan bagai kedua sisi mata uang.14

12 Ibid., hlm. 184.

13 Ibid., hlm. 183.

14 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 46.

(7)

Selain dari itu dalam bahasa juga harus terdapat form (bentuk) dan content (materi, isi). Dimana dari sini bahasa itu satu berwujud bunyi dan yang satu berwujud ide.15 Misalnya saja papan catur dan biji catur. Kedua tidak penting yang terpenting adalah peraturan yang mengarhakan dalam permainan catur.

Oleh karena itu bahasa berisi system nilai dan bukan unsure-unsur yang ditentukan oleh materi akan tetapi system itu ditentukan oleh perbedaannya.

Dalam bahasa juga harus terdapat langue dan parole (bahasa dan tutur), synchronic dan diachronic (sinkronik dan diakronik), juga syntagmatic dan associative (sintagmatik dan paradigmatik).

C. Samudra Al-Fatihah

Surat al-Fatihah adalah surat yang ayatnya terdiri dari 7 ayat, jumhur ulama’ berpendapat bahwa ia termasuk bagian dari pada surat makiyyah karena ia diturunkan di Makkah.16 Sebagian ulama’ berpendapat ia diturunkan di Madinah dan disebut sebagai surat madaniyah. Akan tetapi pendapat yang paling shahih adalah pendapat pertama yang mengatakan ia adalah bagian dari makiyah.17 Al-Fatihah sendiri terletak pada urutan pertama berdasar perspektif penulisannya di dalam mushaf, akan tetapi terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama, jika al-Fatihah ditilik dari segi urutan turunnya. Sebelum membahas lebih jauh lagi berkenaan dengan tafsir semiotikanya, seyogyanya kita semua ketahui nama-nama, fadlilah, dan perdebatan-perdebatan yang terdapat didalamnya. Adapun nama-nama dari surat al-Fatihah itu berbagai macam jenis yang diantaranya:

1. Al-Fatihah

Kata ini terambil dari kata “fataha” yang artinya membuka atau memulai. Kata “al” sendiri merupakan kata sandang definitive yang berfungsi sebagai penunjuk kata benda. Surat ini disebut dengan nama al-Fatihah karena ia merupakan surat yang terletak pada bagain paling awal dari pada al-Qur’an dan ia merupakan pembuka dari semua surat-

15 Kaelan, Filsafat…, hlm. 185.

16 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Lembaga Percetakan Al- Qur’an, 2009), hlm. 3. Lihat juga Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Karim, jil. 1 (Beirut: Maktabah an-Nur al-I’lmiyah, 1991), hlm. 8.

17 Ahamad ash-Shawi al-Maliki, Hasyiah al-A’lamah ash-Shawi (Semarang: Toha Putra, tth), hlm. 371.

(8)

surat yang lainnya.18 Adapun pelatakannya didepan karena perintah Allah pada Nabi SAW.

2. Um-al-Qur’an atau Um al-Kitab

Disebut um-al-Kitab atau um al-Qur’an karena ia merupakan induk, pokok ataupun basis dari pada al-Qur’an seluruhnya.19 Hal ini mengandung arti bahwa alFatihah mengandung semua unsur dan pesan dari pada al-Qur’an seluruhnya. Imam Anas dan Ibn Sirin berkata bahwasanya ia disebut am-al-Kitab karena sesuanggguhnya ia adalah al- lauh al-mahfidz.20 Selain itu ia disebut sebagai um-al-Qur’an karena karena semua ilmu pengetahuan tercakup di dalamnya dan ia disebut um-Kitab karena ia merupakan surat yang ditulis pertama kali di dalan mushaf dan ia merupakan permulaan bacaan ketika shalat.21

3. as-Sab’u al-Matsani

Ia disebut sebagai as-Sab’u al-Matsani karena ia hanya diturunkan pada ummat muslim dan ia selalu dibaca dalam setiap rakaat (shalat).

Selain itu juga karena ayatnya yang berjumlah tujuh.22 Sedangkan dalam Tafsir Hasyiah Shawi diungkapkan al-Fatihah disebut al-matsani karena ia diturunkan sebanyak dua kali yang pertama diturunkan di Makah ketika nabi Muhammad menerima perintah shalat dan yang kedua diturunkan di Madinah ketika nabi mendapat perintah untuk mengganti arah kiblat.23

4. as-Syifa’

Hal ini didasarkan pada semua hadits:

"

مس ّلك نم ءافش باتكلا ةحتاف

"

Yang dimana hadits tersebut menunjukan bahwasanya didalam Surah al-Fatihah terdapat obat untuk segala macam penyakit.

18 Ibid., hlm. 3. Lihat juga Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Karim, jil. 1 (Beirut: Maktabah an- Nur al-I’lmiyah, 1991), hlm. 8.

19 Ibid., hlm. 3.

20 al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an (tt: Dar al-Katib al-A’rabiyah, 1967), hlm. 111.

21 Ibid., hlm. 112.

22 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 3.

23 Ahamad ash-Shawi al-Maliki, Hasyiah…, hlm. 371.

(9)

5. Asas al-Qur’an

Nama ini aadalah pemberian dari Ibn Abbas. Menurutnya asas dari pada al-Qur’an itu adalah Surah al-Fatihah dan asas dari pada Surah al- Fatihah adalah “ميحرلا نمحرلا ﷲ مسب”.24

Disisi lain Ibn Taimiyah memberikan banyak sekali gambaran tentang nama-nama al-Fatihah yang kira-kira lebih dari 20 nama yaitu: al-Qur’an, al- Furqon, al-Kitab, al-Huda, an-Nur, asy-Syifa’, al-Bayan, al-Mauidlah, ar- Rahmah, bashair, al-Balagh, al-Karim, al-Majid, al-A’ziz, al-Mubarak, at-Tanzil, al-Munazzal, ash-Shirat al-Mustaqim, Hablu Allah, adz-Dzikr, adz-Dzikra, Tadzkirah, al-Mutasyabih al-Matsani, al-Hakim, Muhkam, Mufasshal, al- Burhan, al-Haq, A’rabyin Mubinin, Ahsan al-Hadits, Ahsan al-Qashas, al- I’lmu, al-A’li al-Hakim, al-Qayyim, an-Nadhir.25 Dan Imam ash-Shabuni menambahkan nama asy-Syafiah..26

Dari banyaknya nama untuk Surah al-Fatihah mengisyaratkan akan samudra keutamaan yang begitu melimpah ruah di dalam Surah al-Fatihah.

Kenapa demikian?, karena setiap nama yang ditujukan untuk Surah al-Fatihah berbeda-beda yang hal ini didasarkan dengan sebuah tujuan yang khusus dari setiap nama. Oleh karena itu, setiap nama dari pada Surah Al-Fatihah pastilah mempunyai sebuah keistimewaan yang berbeda dibanding dengan nama-nama yang lainnya. Diantara sebagian kecil dari pada samudra keutamaan surah ini adalah bahwa Allah tidak akan pernah memberikan pahala bagi orang yang menghatamkan Injil, Taurah dan Zabur sebesar pahala bagi orang yang membaca Surah al-Fatihah.27 Selain itu, surah ini mengandung seluruh makna dari pada al-Qur’an. Semua makna dan tujuan dari pada al-Qur’an pasti dapat kita temukan di dalam tujuh ayat dari pada Surah al-Fatihah.28

Sebenarnya di dalam al-Quran terdapat tiga poros yang berkisar pada Akidah, Ibadah dan cara hidup.29 Ketiga poros inilah merupakan gambaran

24 al-Qurthubi, al-Jami’…, hlm. 113. Lihat juga Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Karim, jil. 1 (Beirut: Maktabah an-Nur al-I’lmiyah, 1991), hlm. 8.

25 Ibn Taimiyah, at-Tafsir al-Kabir jil. 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, tth), hlm. 294- 295.

26 Muhammad A’li ash-Shabuni, Safwah at-Tafasir (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), hlm. 18.

27 al-Qurthubi, al-Jami’…, hlm. 109-110.

28 Amru Khaled, Pesona al-Qur’an, pent. Ahmad Fadhil (Jakarta: SAHARA Publishers, 2006),hlm. 2.

29 Ibid., hlm. 3. Lihat juga Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta:

Lembaga Percetakan Al-Qur’an, 2009), hlm. 4.

(10)

dari pada tujuan al-Qur’an, dan ketiganya sudah tercakup dengan jelas di dalam Surah al-Fatihah.30 Poros pertama terdpat pada lafadz :

نيدلا موي كلام ، ميحرلا نمحرلا ، ن لماعلا ّبر لله دمحلا

Poros kedua terdapat pada lafadz:

كاّيإ

ن عتسن كاّيإ و دبعن

” Dan yang ketiga poros tersebut terdapat pada bagian

“ ن لاضلا لا و م لع بوضغلما ﺮ غ م لع تمعنأ نيذلا طارص ،ميقتسلما طارصلا اندهإ

”.

Selain samudra keutamaan di atas, terdapat pula keutamaan Surah al- Fatihah yang lain yaitu bahwasanya al-Fatihah mencakup ilmu-ilmu yang ilmu tersebut dijalaskan dengan rinci oleh setiap kata dari pada al-Qur’an. Adapun ilmu itu mencakup: (1) Ilmu Ushul yang di dalamnya terangkum semua urusan keTuhanan, kenabian dan surga. Ilmu ke-Tuhanan ini terangkum pada ayat pertama dan kedua: “ ميحرلا نمحرلا ، ن لماعلا ّبر لله دمحلا ”, kenabian terangkum pada “ م لع تمعنأ نيذلا ” dan urusan surga tergambar pada bagian “ نيدلا موي كلام

”. (2) Ilmu Furu’ (fiqh) dan segala sesuatu yang berkaitan dengan peribadatan.

(3) Ilmu untuk mendapatkan kesempurnaan (Akhlak). Ilmu ini tercermin pada bagian ayat yang berbunyi “ ن عتسن كاّيإ و dan ميقتسلما طارصلا ”. (4) yang terakhir adalah Ilmu Sejarah (yang berkenaan dengan umat sebelum datang umat Muhammad SAW). Ilmu ini tergambar pada ayat “ بوضغلما ﺮ غم لع تمعنأ نيذلا ن لاضلا لا و م لع ”.31

Selain keutamaan itu terdapat yang lain lagi yang dimana Nabi bersabda:

،اهلثم ناقرفلا ي لا و روبزلا ي لا و ليجنالإ ي لا و ةاروتلا ي لزنأ ام ﻩديب ﺴفن يذلا و هتيتوا يذلا ميظعلا نأرقلا و يناثلما عبسلا ي

30 Ibid., hlm. 3.

31 Muhammad ibn U’mar an-Nawawi, Marah Labid (Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, 2006), hlm. 7.

(11)

Hal ini menunjukan bahwa tidak ada satupun yang menyamai kedahsyatan Surah al-Fatihah, karena hal yang seperti ini tidak pernah diturunkan Allah pada kitab suci Taurah, Injil, Zabur dan Furqan.32 Yang paling dahsyat adalah ketika seorang hamba ingin mendekatkan diri kepada Allah (berdzikir, tafakkur, menyepi –u’zlah-), maka semua perbuatan tersebut gugur tiada guna ketika seorang hamba tidak membaca atau mengikatkan Surah al-Fatihah kedalam dzikir, tafakkur dan u’zlahnya tersebut.33

Dalam surah ini juga terdapat perdebatan yang sanagt kontradiktif.

Perdebatan itu adalah jika ia tujuh ayat, ayat ketujuh yang mana? Jika kita katan ayat pertama adalah “ ميحرلا نمحرلا ﷲ مسب ” , maka ayat ketujuhnya adalah ayat yang berbunyi “ ضلا لا و م لع بوضغلما ﺮ غ م لع تمعنأ نيذلا طارصن لا ”. Dan jika kita mengangap “ ميحرلا نمحرلا ههلا مسب ” bukan bagian dari ayat al-Fatihah, maka ayat ketujuhnya adalah “ ن لاضلا لا و م لع بوضغلما ﺮ غ ”.34

Selain dari pada samudra fadlilah di atas, tentunya masih terkandung samudra-samudra keutamaan yang lainnya di dalam Surah al-Fatihah yang tidak mungkin bisa untuk dihitung dan diselami oleh akal manusia. Hal ini nampak pada firman Allah pada Surah al-Kahfi ayat 109:

هلثمب انئج ولو يّبر تاملك دفنب نا لبق رحبلا دفنل يّبر تاملكل ادادمرحبلا ناك ول لق ددم ا

Adapun maksud dari pada surat ini adalah tidaklah mungkin lautan tinta akan mencukupi guna menulis kagungan dan kedahsyatan kalimat-kalimat Allah (al-Qur’an) walaupun berapa banyak jumlah lautan itu. Sedangkan jika kita ingin menulis sebuah tulisan maka kita harus mengurainya terlebih dahulu dengan menggunakan akal pikiran kita. Oleh karena itu, ayat di atas mengindikasikan adanya ketidak mampuan akal manusia untuk mengurai secara keseluruhan ayat-ayat Allah.

32 Muhammad A’li ash-Shabuni, Safwat..., hlm. 18. Lihat juga Amru Khaled, Pesona Al- Qur’an pent. Ahmad Fadlil, (Jakarta: Sahara, 2006), hlm. 2.

33 al-Qurthubi, al-Jami’…, hlm. 110.

34 Muhammad ibn U’mar an-Nawawi, Marah..., hlm. 7.

(12)

D. Semiotika Al-Fatihah

Seperti yang telah tertuang pada bagain sebelumnya, bahwa setiap bahasa adalah simbol yang perlu ditarik dan dicari makna yang terkandung di dalamnya. Begitu juga dengan bahasa al-Qur’an, dia adalah kalam Ilahi yang berbentuk Bahasa Arab dan disampaikan pada Nabi Muhammad untuk digunakan sebagai pemberi kabar berita.

Setiap penggalan kata (bahasa) dalam Surah al-Fatihah pasti mempunyai arti dan tujuan tertentu. Kenapa ia diawali dengan simbol bismilah dan kemudian disambung dengan adanya fenomena simbol al-hamdu dan seterusnya. Hal ini pastilah punya titik tolak sehingga terpilihlah kata-kata ini untuk mengawali al-Fatihah utamanya dan lebih general lagi dalam mengawali kata dari pada al-Qur’an.

Untuk menemukan semua makna dari symbol bahasa al-Fatihah tersebut maka kita wajib untuk memotongnya satu persatu kata.

1. Lafadz ميحرلا نمحرلا ﷲ مسب

Ayat pertama dari pada al-Fatihah mengandung unsur yang begitu luar biasa. Dalam satu hadits diungkapkan bahwasanya segala urusan menjadi gagal tidak memberi manfaat ketika seorang tidak memulainya dengan ucapan basmalah. Adapun hadits tersebut adalah:

عطقا ميحرلا نمحرلا ﷲ مسبب هيف أدبي مل لاب يذ رما ّلك

Begitu hebat hadits itu sehingga memberikan sebuah gambaran yang menyakinkan dan sekaligus menyakitkan ketika seorang hamba melakukan suatu pekerjaan tetapi ia tidak mendahuluinya dengan basmalah mak gugurlah semua pekerjaan yang dia lakukan tanpa ada bekas sedikitpun yang mengakibatkan adanya pahala.

Ayat ini disebut pada bagain awal sebenarnya memberikan sebuah tanda bahwa nabi mengucapkan apa yang ia sampaikan benar-benar dengan menyebut nama Allah dan bukan atas namanya sendiri. Hal ini memberikan sebuah gambaran bahwa al-Qur;an adalah wahyu Allah dan bukan ucapan nabi Muhammad.35 Lafadz basmalah adalah sebuah lambang untuk ketundukan bagi pembacanya seraya bersamaan dengan pengakuan bahwa ia adalah abdi dan hamba sang khalik. Hal ini

35 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 13.

(13)

nampaknya tidak dijadikan satu ketakabburan oleh Allah walaupun Dian mempunyai nama yang menunjukan Maha Sombong. Kenapa penulis katan demikian, seyogyanya kita melihat lafadz “ar-rahman ar-rahim” ini adalah sebuah jawaban yang sangat menggembirakan bagi pembaca basmalah. Karena kepasrahan dan ketundukan seorang hamba dijawab dengan kasih sayang dan kewelas asihan oleh dzat yang ia serahkan secara totalitas jiwa raganya.

Sungguh suatu kominikasi yang sangat hebat antara Allah dan hambanya. Dimana ketika hambanya memasrahkan dirinya secara totalitas, Allah langsung menjawab seraya berjanjai dengan seluruh kasih sayang dan kewelas asihan. Lafadz inilah yang selanjutnya memberikan gambaran keagungan Allah dan tiada yang lain selain dia. Kata ar-rahman dalam satu tafsir dikatan bahwa makna dibalik symbol tersebut adalah untuk kasih sayangnya didunia dan diakhirat tanpa adanya pembedaan antara yang mukmin ataupun musyrik. Sedangkan bagi orang yang mukmin tetap mendapat jaminan yang lebih dari pada yang musrik dengan adanya symbol kata ar-rahim.36 Dengan kata lain, bahwa dua gambaran symbol tersebut menunjukan satu keunggulan antara satu dan yang lainnya dan pengkhususkan antara lafadz ar-rahman yang masih lebih disbanding lafadz ar-eahim yang cenderung lebih khusus untuk umat mukmin (Islam) saja.37

2. Lafadz لله دمحلا

Lafadz ini mengindikasikan suatu ketundukan yang begitu luar biasa dari seorang hamba sehingga timbulah suatu bentuk kekuasaan yang tiada terkira dari yang ditundukinya yang dalam hal ini adalah Allah.

Kenapa demikian?, mari kita lihat bahwa setelah adanya ayat pertama, dilanjutkan dengan ayat kedua yaitu symbol bahasa “ﺪﻤﺤﻟا”. Lafadz ini adalah segala macam pujian yang hanya ditujukan untuk Allah semata.38 Jadi ketika seorang tunduk tapi tanpa ada suatu pujian mungkin ketundukannya itu hanya sebagai kedok saja. Akan tetapi jika

36 Muhammad al-Amin ibn Muhammad al-Muhtar, Adlwau al-Bayan fi Idlah al-Qur’an bi al- Qur’an (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-A’rabiy, tth), hlm. 47.

37 Abi Muhammad Husain ibn Mas’ud, Tafsir al-Baghawi (Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, 2004), hlm. 12.

38 Ibid., hlm. 47. Lihat juga al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an (tt: Dar al-Katib al- A’rabiyah, 1967), hlm. 113.

(14)

ketundukannya disertai dengan pujian maka hal itu menunjukan betapa kagumnya sahingga dia tunduk. Yang tentunya pujian itu diberiakan karena adanya suatu unsur dan fenomena kepositifan yang dijanjikan oleh Allah sehingga hamba itu tunduk seraya memuji.39 Lihat sinyal kepositifan yang yang dijanjikan Allah yang tercantum pada symbol lafadz bahasa ar-rahman ar-rahim.

3. Lafadz ن لماعلا ّبر

Kata “ن لماعلا ّبر” disini adalah suatu symbol yang menandakan kenapa hamba mau tunduk seraya memuji Allah. Kenapa? karena hamba tahu bahwa Dia adalah pemelihara, pencipta, pemilik dan juga pengelola dari apa yang ada di dunia dan alam semesta ini.40 Kata “ ّبر” disini secara etimologi berarti pemelihara, pendidik, pengasuh, pengatur dan yang menumbuhkan. Kata ini dipakai sebagai nama Tuhan karena pada hakikatnya Dialah yang mencipta, mengatur dan mengelola alam segala isinya. Kata ini disebutkan dalam al-Quran sebanyak 151 kali.41 Bahasa symbol dari “ن لماعلا” bentuk jadian yang berarti suatu tanda yang menunjukan adanya suatu alam semesta pasti ada penciptanya yang ia senantiasa dikelilingi oleh kesempurnaan dan keagungan.42 Disinilah kenapa hamba mau tunduk dengan mengucap basmalah, karena dia tahu bahwa alam itu adalah ciptaannya siapa Dia? Dia adalah Allah yang maha Pengasih dan penyanyang yang mencipta, memelihara dan menjaga alam semesta seisinya.

4. Lafadz ميحرلا نمحرلا

Simbol kedua kata ini menunjukan taukid (penguat) dari yang pertama yaitu pada ayat pertama. Tujuan dari pada ini adalah sebagai penguat bahwa Allah tuhan pencipta dan penjaga alam benar-benar tidak diragukan lagi bahwa Dian adalah satu-satunya dzat yang wajib disembah.

Selain itu symbol ini juga berfungsi guna mengingatkan para hamba akan segala nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepada mereka dan

39 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 14.

40 Ibid., hlm. 14.

41 Ibid., hlm. 10.

42 Muhammad al-Amin ibn Muhammad al-Muhtar, Adlwau al-Bayan…, hlm. 47.

(15)

senantiasa mengulangi rasa cinta dan kasih sayang Allah.43 Hal ini mengindakasikan agar hamba tidak berpaling dari Allah karena Dialah dzat yang pengasih dan penyanyang.

5. Lafadz نيدلا موي كلام

Seperti halnya ayat sebelumnya, ini juga merupakan penguat. Ketika Allah menjanjikan kasih sayang dan welas asih bagi penyembahnya, maka sifat ini adalah sebagai symbol ancaman bagi orang yang tidak tunduk menyerahkan dirnya sepenuhnya pada Allah. Adapun bentuk symbol ini berarti ancaman hari akhir ketika hamba tidak patuk dan tunduk pada Allah karena dialah penguasa jagat semesta raya sebagai mana tergambar pada ayat ke dua.44

Hal ini juga menunjukan dan mengidentifikasikan bahwa Allah tidak hanya berkuasa di alam semesta ini saja (alam dunia cosmos) tetapi symbol ini juga menggambarkan bahwa Allah juga berkuasa di alam ghaib (alam keabadian –surga dan neraka-). Dan mengidentifikasikan bahwa kehidupan manusia itu tidak berhenti hanya sampai datangnya maut saja tetapi terdapat kehidupan lain setelah kematian datang menjemput.45 Kata ini mempunyai dua buah symbol makna yang berbeda yang hal ini disebabkan oleh cara pembacaan para ulma’ Qur’an. Di satu pihak membaca “كلام” dipihak lain membaca “كلم”. Dari yang pertama bermkna “yang empunya” dan dari yang kedua bermakna “raja”. Kedua benar karena keduanya tetap mengindikasikan Tuhanlah yang berhak atas segalanya.46 Begitu juga dengan “نيدلا” ada dua pemaknaan yang pertama adalah symbol untuk balasan dan yang kedua adalah symbol untuk kiamat.47

Hal ini juga mengidikasikan bahwa Allah itu adalah dzat yang member semua rizqi hambanya dan dialah penguasa semua alam semesta (manusia, hewan, tumbuhan dan alam semesta ini).48

43 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 14.

44 Amru Khaled, Pesona…, hlm. 4.

45 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 16.

46 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 16.

47 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 14. Lihat juga Abi Husaian A’li ibn Muhammad, an-nukatu wa al-U’yun Tafsir al-Mawardi (Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, tth), hlm.

56.

48 Abi Muhammad Husain ibn Mas’ud, Tafsir …, hlm. 14.

(16)

6. Lafadz دبعن كاّيإ

Simbol lafadz ini mengindikasikan adanya penyerahan total seorang hamba kepada tuhannya. Mari kita lihat kenapa bentuk tersebut menandakan penyerahan secara total. Kenapa ini bisa seperti itu dan kenapa dengan redaksi yang semacam ini?. Dalam kaidah Ilmu Balaghah adanya bentuk pendahulun dan pengakhiran mnunjukan adanya penekanan terhadap obyek tertentu yang dalam hal ini adalah Allah.49 Maka dari itu qasr dalam Balaghah ini berfungsi sebagai pembatas yang bermakna “hanya”.50 Lafadz ini menunjukan adanya pengalihan antara dlamir ghaib dan dlamir khitab.51 Sedangkan dlamir “huruf nun” disini menandakan adanya sifat yang sanagt lemah yang ada dalam diri manusia sehingga ia tidak pantas mengucapkan untuk dirinya sendiri maka dari itu ia menggunakan bentuk jama’ yang berarti kami.52

7. Lafadz ن عتسن كاّيإ و

Lafadz ini juga mempunyai kesamaan bentuk dan symbol dengan bahasa lafadz sebelumnya. Hal ini mengindikasikan betapa manusia itu benar-benar berserah diri kepada Allah dan tiada tempat selainnya untuk berserah diri, beribadah kepadanya dan meminta tolong.53

8. Lafadz اندهإ

Bentuk ‘amr jika kita lihat dengan perspektif gramatikal arab, bentuk kalimat a’mr ini dalam Ilmu Balaghah menunjukan berbagai fungi jika dalam bentuk ini ia menunjukan do’a “permintaan dengan benar-benar mengharap – memaksa - ”. Bentuk ini menunjukan adanya garis dari bawah ke atas yang selanjutnya disebut do’a, jika garis itu menunjukan garis dari atas ke bawah maka itu menunjukan perintah dan

49 Kalimat ini menggunakan bentuk qashr yaitu mendahulukan kata yang seharusnya letaknya di belakang. Lihat lebih lanjut Ahmad al-Hasyimi, Jawahir al-Balaghah (tt: Maktabah Dar Ihya’al-Kutub al-A’rabiyah, tth), hlm. 181.

50 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 18.

51 Muhammad A’li ash-Shabuni, Safwat..., hlm. 20.

52 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 118-19.

53 Ibid., hlm. 19-20. Lihat juga Abi Muhammad Husain ibn Mas’ud, Tafsir al-Baghawi (Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, 2004), hlm. 14. Lihat juga Muhammad ibn U’mar an-Nawawi, Marah Labid (Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, 2006), hlm. 7-8.

(17)

jika garis hubung itu menunjukan arah horizontal maka itu disebut dengan iltimas.54

Karena ia berbentuk do’a maka hal ini menandakan betapa makhluk itu membutuhkan pertolangan dan belas kasih sayang dari yang khalik karena itulah ia selalu meminta kepadanya.55 Terus pertanyaan muncul kenapa hamba itu meminta? jawabnya adalah Karena hambah menagih janji Allah yaitu keyika hambah berserah dengan kalimah basmalah dan dijanjikan ar-rahman ar-rahim. Selain basmalah sebagai symbol penyerahan diri, perlu kita ingat hamba juga telah mengatakan

“ن عتسن كاّيا و دبعن كاّيا”. Satu lagi yang harus kita ingat, tanda “nun” pada

“اندهإ” adalah menunjukan betapa lemahnya manusia sehingga ia menggunkan symbol “nun” sebagai tanda jama’.56

9. Lafadz ميقتسلما طارصلا

Kalimat ini adalah isi dari permintaan hamba pada Tuhannya.

Lihat, hamba memohon pada Tuhan setelah ia benar-benar berserah pada Tuhan. Dimulai dengan basmalah kemudian ia “merayu” dengan pujian kemudian ia yakinkan sang khalik bahwa hamba benar-benar berserah kepada Allah baru ia meminta satu hal. Permintaan itu pun menggunakan bentuk dlamir jama’ “nun” yang menunjukan hamba itu benar-benar pada posisi terendah. Hal ini menunjukana bahwa si hamba ingin permintaannya dikabulkan Allah.

Apa yang dimaksud ميقتسلما طارصلا? maksud dari kata ini adalah jalan lurus. Jalan yang lurus itu apa? jalan yang lurus adalah agama Allah yang paling benar. dan agar senantiasa hamba itu selalu pada agama Allah dan tidak melenceng dari ketetapan-ketetapan yang telah danashkan oleh Allah. Menurut hemat penulis kata ini masih ada kaitannya dengan symbol ayat yang keempat. Karena hamba menyadari dengan sepenuhnya bahwa Allah adalah penguasa abadi dan ada kehidupan setelah dunia dan ada balasan untuk yang kita lakukan di dunia. Dengan gambaran tersebut hamba takut dengan ancaman hari akhir maka hamba minta agar selalu pada agama Allah dan selalu ada dijalan Allah. Inilah kaitan

54 Ahmad al-Hasyimi, Jawahir…, hlm. 78.

55 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus…, hlm. 120.

56 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 19.

(18)

antara satu ayat dengan ayat yang lain karena ada “نيدلا موي كلام” maka yang diminta hamba kepada Tuhannya hanya “ ميقتسلما طارصلا اندها... . ”.

Kata “ميقتسلما طارصلا” dalam satu pendapta juga dikatan adalah sebuah akidah, ajaran, ketentuan-ketentuan yang telah dibawa oleh rasul (para utusan Allah).57

10. Lafadz م لع تمعنأ نيذلا طارص

Pertanyaan yang muncul dari symbol lafadz sebelumnya, jalan dan agama siapa yang dimaksud? ash-Shabuni berpendapat bahwa jalan dan agama itu adalah miliki dari para rasul, nabi dan semua kekasih Allah yang shaleh dan taat.58 Yang paling penting di sini adalah symbol lafadz

“م لع” Simbol yang oleh para ulama diartikan dengan semua orang-orang yang shalih. Di sinilah lambang kasih sayang Allah yang tiada membedakan hambanya. Dimana letak tersebut? letak tersebut ada pada kata dlamir “ هم ” yaitu bentuk dan simbol dari jamak atau banyak. Jika kita mengambil pendapat dari Tafsir an-Nukat wa al-U’yun maka symbol lafadz dlamir “him” terdapat lima pemaknaan dan penguraian yaitu: (1) para Malaikat, (2) para nabi, (3) oaring-orang mukmin yang berpegang pada kitab suci Allah, (4) Orang-orang muslim dan (5) Nabi Muhammad dan seluruh sahabat serta umatnya.59

11. Lafadz م لع بوضغلما ﺮ غ

Kemudian sebagai penguat hamba minta dan menekankan agar permintaan itu dipenuhi oleh Allah. Hal ini terlihat pada symbol lafadz

“م لع بوضغلما ﺮ غ” yang artinya terdapat sebuah makna yang harus diurai.

Apa itu? ketika hamba meinta kepada Allah untuk senantiaasa dibimbing kejalan yang lurus dan benar, maka hamba menginginkan hal tersebut adalah hal yang murni tanpa adanya sedikitpun campuran dengan yang lain (dalam hal ini minta kelurusan dan ketetapan iman tanpa diselingi dengan maksiat-maksiat kecil).

57 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…., hlm. 128-29.

58 Muhammad A’li ash-Shabuni, Safwat..., hlm. 20. Hal ini diungkapkan dengan kata mukmin, sebuah kata yang sifatnya lebih umum dan mencakup siapapun dari hamba Allah.

Lihat Abi Muhammad Husain ibn Mas’ud, Tafsir al-Baghawi (Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, 2004), hlm. 14.

59 Abi Husaian A’li ibn Muhammad, an-nukat wa al-U’yun…, hlm. 59-60.

(19)

Permintaan totalitas dari sebuah kemurnian dan kesucian itu mana?

kemurnian dan kesucian itu dilambangkan dengan lafadz “ بوضغلما ﺮ غ م لع”. Dimana kata “م لع بوضغلما ﺮ غ” terutama symbol “ﺮ غ” menandakan bahwa pada jalan yang diminta sang hamba tidak ada seorangpun yang dibenci oleh Allah. Karena jalan yang diminta adalah milik para nabi, rasul dan semua orang-orang shalih kekasih Allah.60

Makna symbol “hum atau him” pada kata “م لع” adalah mereka orang-orang Yahudi.61

12. Lafadz ن لاضلا لا و

Lafadz ini merupakan sambungan dari permintaan hamba agar hamba senantiasa berada pada jalan kebenaran yang di dalamnya tidak ada seorang pun dari orang yang dilaknat Allah dan dibenci. Dalam bacaan Umar ibn Khatab beliau membaca dengan bacaan “ م لع بوضغلما ﺮ غ ن لاضلا ﺮ غ و”.62 Dan symbol “ن لاضلا” mengindakasikan makna bagi orang- orang Nasrani.63 Kenapa Yahudi dan Nasrani kemudian digambarkan dengan bahasa “ن لاضلا و بوضغلما”? jawabnya adalah karena mereka tahu kebenaran (kitab suci Allah) akan tetapi mereka menolak dan menyelewengkannya. Dan lebih lagi mereka malah mendatangkan kebathilan di muka bumi ini.64 Huruf “waw” dalam Ilmu Gramatikal arab ia mempunyai fungsi sebagai “al-jam’u”. Yaitu untuk menggabungkan dua buah hal yang hampir sama bahkan sama dari segi lafadz dan tujuan maknanya.65

60 Ibid., hlm. 20. Hal ini diungkapkan dengan kata mukmin, sebuah kata yang sifatnya lebih umum dan mencakup siapapun dari hamba Allah. Lihat Abi Muhammad Husain ibn Mas’ud, Tafsir al-Baghawi (Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, 2004), hlm. 14.

61 Abi Husaian A’li ibn Muhammad, an-nukatu wa al-U’yun…, hlm. 60. Lihat juga Muhammad al-Amin ibn Muhammad al-Muhtar, Adlwau al-Bayan fi Idlah al-Qur’an bi al-Qur’an (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-A’rabiy, tth), hlm. 50.

62 Ibid., hlm. 61.

63 Ibid., hlm. 60. Lihat juga Muhammad al-Amin ibn Muhammad al-Muhtar, Adlwau al- Bayan fi Idlah al-Qur’an bi al-Qur’an (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-A’rabiy, tth), hlm. 50.

64 Muhammad al-Amin ibn Muhammad al-Muhtar, Adlwau al-Bayan…, hlm. 50.

65 Musthafa al-Ghalayain, Jami’ ad-Durus al-A’rabiyah (Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, 2005), hlm. 185.

(20)

E. Simpulan

Setelah penjang lebar penulis membahasnya, maka Surah al-Fatihah mempunyai makna yang lebih jika kita tilik dari segi simbol bahasa yang dipakai oleh Allah. Penulis pun menghasilkan sebuah kesimpulan jika al- Fatihah ditilik dari segi tafsir semiotika tanda bahasanya, maka ia mengandung banyak hal dan pelajaran adapun itu adalah: (1) nikmat Allah, (2) Keikhlasan dalam berserah diri, (3) mencari teman yang baik, (4) larangan berteman dengan teman yang buruk akhlaknya, (5) al-asma al-husna, (6) istiqamah, (7) akhirat dan persiapan untuknya, (8) Urgensi dan etika do’a, (9) Umat Islam adalah satu kesatuan (berkeluarga).66 Wa Allah A’lam bi Shawab…

Daftar Pustaka

Al-Qur’an, Departemen Agama.

A’li ash-Shabuni, Muhammad, Safwah at-Tafasir, Beirut: Dar al-Fikr, 2001.

A’li ibn Muhammad, Abi Husaian, an-nukatu wa al-U’yun Tafsir al-Mawardi, Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, tth.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya , Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an, 2009.

Al-Ghalayain, Musthafa, Jami’ ad-Durus al-A’rabiyah, Beirut: Dar al-Kutub al- I’lmiyah, 2005.

Al-Hasyimi, Ahmad, Jawahir al-Balaghah, tt: Maktabah Dar Ihya’al-Kutub al- A’rabiyah, tth.

Husain ibn Mas’ud, Abi Muhammad, Tafsir al-Baghawi, Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, 2004.

Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika, Yogyakarta: Paradigma, 2009.

Katsir, Ibn, Tafsir al-Qur’an al-Karim jil. 1, Beirut: Maktabah an-Nur al-I’lmiyah, 1991.

Khaled, Amru, Pesona Al-Qur’an pent. Ahmad Fadlil, Jakarta: Sahara, 2006.

Al-Maliki, ash-Shawi, Hasyiah al-A’lamah ash-Shawi, Semarang: Toha Putra, tth.

Al-Muhtar, al-Amin ibn Muhammad, Adlwau al-Bayan fi Idlah al-Qur’an bi al- Qur’an, Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-A’rabiy, tth.

66 Amru Khaled, Pesona…, hlm. 4.

(21)

Parera, J. D., Teori Semantik, ed. Yati Sumiharti dan Ida Syafrida, Jakarta:

Erlangga, 2004.

Partanto, Pius A. dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Popular, Surabaya:

ARKOLA, tth.

Al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, tt: Dar al-Katib al-A’rabiyah, 1967.

Sobur, Alex, Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.

Ibn Taimiyah, at-Tafsir al-Kabir jil. 2 , Beirut: Dar al-Kutub al-I’lmiyah, tth.

Tim Dosen Fisafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: LIBERTY YOGYAKARTA, 2003.

U’mar an-Nawawi, Muhammad ibn, Marah Labid, Beirut: Dar al-Kutub al- I’lmiyah, 2006.

http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika (diakses tanggal 5 januari 2011 pukul 13.30).

Referensi

Dokumen terkait

Lemak abdomen sapi {tallow) merupakan limbah yang belum termanfaatkan dengan baik dan hanya dibuang begitu saja di rumah potong hewan (RPH) yang keberadaannya sering

Mahasiswa dengan indikator-indikator seperti di atas jika dilihat dari segi loyalitas konsumen, dapat dikatakan sebagai konsumen yang memiliki kecenderungan kesetiaan

Penilitian dilakukan di pasar Rumah Tiga terhadap pedagang perantau etnis Buton untuk melihat hubungan yang terbangun antara sesama mereka, hubungan dengan pemberi

Pan Mohammad Faiz, S.H dalam jurnal hukum yang berjudul Menabur Benih Constitutional complaint, berpendapat bahwa constitutional complaint sangat dimungkinkan menjadi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: mahasiswa UNY angkatan tahun 2012 memiliki tingkat self disclosure dalam

Untuk mengetahui manajemen resiko kredit yang digunakan oleh Bank Woori Saudara Indonesia 1906

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah yang Mengatur Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual: “ Sesuai dengan

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan Penyantunan Fakir Miskin/RTSM Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasiberdasarkan Pembukaan File Penawaran (rhs) terhadap 3 (tiga) penawar