• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hak Konstitusional Melalui Constitutional Complaint Sebagai Perwujudan Negara Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penegakan Hak Konstitusional Melalui Constitutional Complaint Sebagai Perwujudan Negara Hukum"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang biasa disingkat UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia dalam penyelenggaraan ketatanegaraan didasarkan pada hukum yang berlaku. Konstitusi mengatur aspek ketatanegaraan Indonesia terkait pembagian kekuasaan negara, penyelenggaraan kekuasaan negara hingga perwujudan akan tujuan dan cita-cita bernegara.

Dapat diartikan bahwa hukum bertujuan untuk menjamin kepastian hukum pada warga negara dan hukum itu harus pula bertumpu pada keadilan (justice), yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat sebagai tujuan dari hukum.1 Oleh karena itu, hukum sebagai koridor yang memberi batasan dan arah dalam penyelenggaraan kehidupan negara.

Negara sebagai rumah dari warga negara berkumpul menjadi sebuah komunitas hidup bersama dalam suatu wilayah dan pemerintahan haruslah mampu melindungi hak asasi warga negaranya. Oleh karena itu, Negara harus mampu

1

(2)

memberikan jaminan perlindungan hak asasi melalui kekuasaan pemerintahannya. Hal ini sejalan dengan konsep negara hukum yang telah dijelaskan diatas melalui kekuasaan pemerintahan, Negara harus melindungi hak asasi warga Negara.

Jimly Asshiddiqie berpendapat, bahwa salah satu unsur yang mutlak harus ada dalam negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights).2 Dan diperkuat oleh pendapat Friedrich Julius Stahl, salah satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights/fundamental rights) atau Hak Asasi Manusia yang disingkat HAM.

Menurut John Locke, HAM merupakan hak-hak yang langsung diberikan oleh Tuhan sebagai sesuatu yang kodrati/inheren.3 Dapat dijelaskan bahwa tidak ada satupun bentuk kekuasaan yang dapat menyinggung ataupun meniadakan hak asasi seseorang. Sehingga hak asasi seseorang harus dijaga, dilindungi dan dijunjung tinggi oleh siapapun tanpa terkecuali. Negara yang menjalankan kekuasaan juga harus melindungi dan menghormati hak asasi warga Negara.

Indonesia sebagai Negara hukum telah menerapkan perlindungan dan penghormatan hak asasi warga Negara. Dimana perlindungan dan penghormatan hak asasi diaplikasikan ke dalam konstitusi atau UUD 1945. Dapat dsimpulkan bahwa pemahaman Indonesia mengenai HAM adalah hak yang melekat (dignity) dalam diri manusia sebagai anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu,

2

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, cet.ke-2 (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), hlm. 343.

3

(3)

Negara menjaminnya dalam legitimasi hak asasi kedalam UUD 1945 yang disebut hak konstitusional warga Negara.

Indonesia merupakan Negara hukum yang konstitusional. Hal ini diartikan bahwa penyelenggaraaan aspek hukum ketatanegaraan Indonesia didasarkan pada konstitusi sebagai Undang-Undang Dasar Negara (staatsgrundnormgesetz). Konstitusi sebagai hukum dasar yang utama dan merupakan hasil representatif kehendak seluruh rakyat, haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, prinsip yang timbul adalah setiap tindakan, perbuatan, dan/atau aturan dari semua otoritas yang diberi delegasi oleh konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan hak konstitusional warga negara dan konstitusi itu sendiri. Dengan kata lain, konstitusi harus diutamakan, dan maksud atau kehendak rakyat harus lebih utama daripada wakil-wakilnya. Serta Semua produk hukum dibawah UUD tidak boleh bertentangan dengan UUD.

(4)

Sejalan dengan perjalananan ketatanegaraan Indonesia ditemukan permasalahan dalam menjamin hak konstitusional warga Negara. Konstitusi Indonesia yakni UUD 1945 belum memuat akan hal yang terkait penjaminan hak konstitusional warga Negara secara maksimal. Hal yang terkait pelanggaran konstitusional yang dimuat dalam produk hukum Undang-undang dapat diajukan upaya hukum judicial review terhadap undang-undang dasar. Selain itu dalam pelanggaran hak konstitusional yang berbentuk keputusan dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Timbul sebuah permasalahan yang sangat penting dalam upaya perlindungan hak konstitusional warga negara yaitu bagaimana pelanggaran konstitusional yang bukan atas berlakunya undang-undang atau keputusan? Adakah upaya yang dapat ditempuh dalam mencari keadilan dalam perwujudan negara hukum (rule of law)?

Konsep Rule of Law menginginkan adanya peran peradilan yang bebas dan tidak memihak untuk memberikan putusan terhadap segala kasus hukum yang terjadi dalam suatu Negara.4 Dari hal tersebut dijelaskan bahwa lembaga peradilan sebagai instrumen hukum dalam menjamin keadilan harus mampu menyelesaikan segala permasalahan hukum yang terjadi di masyarakat.

Dalam praktek peradilan di Indonesia, fakta menunjukkan ditemukan perkara diajukan ke Mahkamah Konstitusi Indonesia yang terindikasi melanggar hak konstitusional warga Negara yang menjadi kompetensi dalam contitutional

4

(5)

complaint, sementara semua upaya hukum yang ditempuh oleh pihak pengadu tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard) atau ditarik kembali oleh pengadu sebelum proses peradilan dilaksanakan yang disebabkan tidak tersedianya kewenangan/kompetensi mengadili perkara tersebut di Mahkamah Konstitusi, maupun di semua lembaga peradilan yang ada.5 Misalnya, Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait persoalan aliran Ahmadiyah yang dikeluarkan oleh tiga kementerian yang merupakan tindak lanjut dari UU No.1/PNPS/1965 yang menjadi pro dan kontra yang hidup di tengah masyarakat. Dari kalangan masyarakat yang kontra menyatakan bahwa SKB tersebut melanggar hak konstitusional yang diberikan Pasal 29 UUD 45 tentang kebebasan beragama. Dimana mereka berpendapat bahwa setiap orang berhak memeluk kepercayaan yang dipercayainya sehingga orang lain harus menghormati kepercayaan yang dianut oleh mereka Begitu pula pihak yang pro, berargumen bahwa umat Islam harus dilindungi oleh negara dari kelompok-kelompok serta unsur-unsur

5

(6)

yang menistakan agama Islam sebagai agama yang berkembang di masyarakat. Perkara tersebut ketika itu akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi.6

Mahfud MD berpendapat, bahwa SKB tiga Menteri tentang pelarangan Jemaat Ahmadiyah tidak dapat digugat ke Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), seperti yang ditulis dalam bukunya Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu.7

Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan menilai SKB Ahmadiyah yang didasarkan pada ketentuan Pasal 24 C UUD 1945 dan UU No. 8 tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi hanya berwenang melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar baik secara materil dan formil, memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang wewenang atributif diberikan oleh UUD, memutuskan sengketa hasil pemilihan umum (PHPU), dan memutuskan pembubaran partai politik; sedangkan kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan pelanggaran hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945 sehingga presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan sebelum berakhir masa jabatan (Impeachment). Jadi tidak ada kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji sebuah SKB. Dibawa ke MA juga tidak tepat, karena SKB bukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

6

Moh.Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, cet.ke-2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 286-287.

7

(7)

Undangan. Jika diperkarakan ke PTUN juga kurang tepat karena SKB tersebut dinilai sebagai peraturan (regeling) bukan penetapan (beschiking) karena ada muatannya

yang bersifat umum (abstrak).”

Mahfud MD menyatakan, bahwa perkara tersebut dapat diselesaikan melalui prosedur constitutional complaint (pengaduan konstitusional), Namun saat ini, yang menjadi masalahnya adalah kewenangan tersebut di luar kewenangan Mahkamah Konstitusi bahkan di luar lembaga yudikatif lainnya yang dapat disimpulkan bahwa kewenangan tersebut belum menjadi kompetensi salah satu lembaga yudikatif yang ada di Indonesia. Mahfud MD pun mengusulkan kewenangan ini untuk diberikan kepada Mahkamah Konstitusi karena adanya masalah pelanggaran hak konstitusional.8

Selain permasalahan hukum diatas, bagaimana dengan penyelesaian perkara pengajuan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) terkait bunyi Pasal 34 UUD yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Apakah mereka yang hidup terlantar dapat mengajukan pengaduan constitutional complaint? jika dikaitkan pada tujuan demokrasi dalam kesejahteraan sosial warga negara, negara tidak menjamin nasib anak terlantar dan fakir miskin sehingga masyarakat tidak menperoleh kesejahteraan dalam penyelenggaraan Negara atas tindakan pemegang kekuasaan yang tidak memperhatikan hak mereka. Adakah solusi hukum dalam menampung aspirasi mereka yang lemah?

8

(8)

Dalam penerapan upaya hukum pidana, apabila seseorang terdakwa dalam pengajuan peninjauan kembali yang dalam putusannya terjadi penerapan hukum yang salah maka upaya hukum apa yang dapat digunakan oleh individu tersebut? jelas bahwa hak konstitusionalnya telah dilanggar oleh penerapan hukum yang salah namun ia harus menanggung akibat dari apa yang tidak diperbuatnya.

Jika melihat dari beberapa kasus diatas terjadi pelanggaran hak konstitusional yang dibiarkan berlarut-larut sehingga tidak adanya kepastian hukum dalam permasalahan diatas. Hal ini ini menyebabkan celah timbulnya kekosongan hukum yang menunjukkan bahwa hukum yang seharusnya sebagai pencerah justru masih lamban dalam menangkap dan menyelesaikan permasalahan hukum yang sangat kompleks. Dimana hukum yang harusnya mempunyai wibawa sebagai jalan keluar dalam menyelesaikan permasalahan hukum tidak mampu menjadi solusi dalam permasalahan hukum. Hukum seolah hanya menjadi pemanis dan pelengkap yang menyatakan Indonesia sebagai Negara hukum.

(9)

permasalahan ini dalam menjaga konsep Negara demokrasi rule of law maka constitutional complaint dapat menjadi salah satu wewenang mahkamah konstitusi dalam tugasnya mengawal konstitusi.

Sementara itu, kenyataan menunjukkan kewenangan constitutional complaint di Indonesia belum dimiliki oleh lembaga yudikatif yang ada. Dengan banyaknya perkara constitutional complaint yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi, maka seharusnyalah constitutional complaint dipertimbangkan untuk menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu upaya dalam menjamin hak konstitusional warga Negara sebagai perwujudan Negara hukum.

Mahkamah konstusi yang bertugas sebagai pengawal konstitusi seharusnya mampu menyelesaikan permasalahan hukum terkait pelanggaran hak konstitusional warga Negara. Penting kiranya Mahkamah Konstitusi dapat menampung pengaduan konstitusional (constitutional complaint) atas pelanggaran hak-hak konstitutional warga negara karena sesungguhnya telah memiliki dasar hukum yang cukup berdasarkan prinsip-prinsip konstitusi yang terdapat dalam UUD 1945.9 Dapat dilihat pada Pasal 24 C UUD 1945 bahwa mahkamah konstitusi bertugas mengawal konstitusi. Sehingga ini mengindikasikan bahwa setiap pelanggaran hak konstitusional warga Negara tersedia sarana hukum dalam menjamin hak konstitusional warga Negara melalui mahkamah konstitusi sebagai pengawal konstitusi dalam perwujudan Negara demokrasi hukum di Indonesia.

9

(10)

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menelaah dan menganalisis permasalahan ini dari sudut pandang politik hukum dengan berpedoman pada UUD 1945 yang diangkat dalam penelitian yang berjudul “PENEGAKAN HAK

KONSTITUSIONAL MELALUI CONSTITUTIONAL COMPLAINT

SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM”. Diharapkan penelitian ini mampu menjawab problematika hukum terkait pelanggaran konstitusi, karena hal ini penting demi menjaga hak-hak konstitusi warga negara dan menjamin supremasi hukum konstitusi di Indonesia serta perwujudan Negara hukum.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka diangkat rumusan masalah oleh penulis sebagai berikut :

1. Bagaimana klasifikasi hak konstitusional yang dapat diajukan constitutional complaint?

2. Bagaimana pemberlakuan constitutional complaint di Indonesia dalam menjamin hak konstitusional warga Negara dalam konteks Negara hukum? 3. Bagaimana kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa

(11)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hak konstitusional yang dapat menjadi alasan mengajukan constitutional complaint.

2. Untuk mengetahui pemberlakuan constitutional complaint di Indonesia dalam menjamin hak konstitusional warga negara sebagai perwujudan Negara hukum. 3. Untuk mengetahui kedudukan mahkamah konstitusi sebagai pengawal konstitusi

yang berwenang dalam constitutional complaint.

Sedangkan manfaat penelitian yang didapatkan dari penelitian ini adalah :

1. Kegunaan teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran terhadap pengembangan Ilmu Pengetahuan dibidang Ilmu Hukum khususnya yang terkait penerapan constitutional complaint (pengaduan konstitusional) sebagai wewenang Mahkamah Konstitusi dalam ketatanegaraan di Indonesia.

b. Bagi pihak yang berkepentingan, yakni : para Pembentuk Peraturan perundang-undangan dan Akademisi dapat memberikan masukan dalam penerapan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) dalam praktek kenegaraan di Indonesia.

2. Kegunaan Praktis

(12)

permasalahan hukum mengenai pelanggaran hak konstitusional dan memberi sumbangan pemikiran dalam perkembangan Kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dalam menjamin hak konstitusional warga Negara dalam penyelenggaraan demokrasi hukum di Indonesia. Dan kepada pembuat kebijakan (decision maker) dan pembuat peraturan (wetgever) dapat mempertimbangkan constitutional complaint untuk diterapkan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan perpustakaan Universitas Sumatera Utara bahwa judul tentang Penegakan Hak Konstitusional Melalui Constitutional Complaint Sebagai Perwujudan Negara Hukum, maka diketahui

(13)

E. Tinjauan Pustaka

Kajian mengenai konstitusi memang menjadi topik yang menarik dalam perkembangannya dewasa ini. Hal ini dapat dilihat dari tumbuh suburnya ajaran konstitusionalisme dalam masyarakat sejak era reformasi 1998. Dalam penelaahan sejumlah literlatur ditemukan sejumlah penelitian dan tulisan mengenai konstitusi ketatanegaraan khususnya terkait constitutional complaint (pengaduan konstitusional) maupun kajian yang masih berkaitan dengan penelitian ini.

1. Konsep Negara Hukum

Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan :

“Negara Indonesia adalah Negara hukum.”

Negara hukum ialah negara menjunjung tinggi supremasi hukum dalam penyelenggaraan Negara. Konstitusi merupakan hasil representatif dari kehendak rakyat. Hal ini diartikan bahwa dalam penyelenggaraan Negara Indonesia mendasarkan pada aturan hukum, yakni hukum konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi yang menjadi dasar pembentukan peraturan hukum lainnya dan rambu-rambu terhadap segala bentuk tindakan pemegang kekuasaan dalam penyelenggaraan Negara.

Sejalan dengan pendapat A.A.H Struycken dikutip oleh Sri Soemantri menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai Konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi :10

10

(14)

1. Hasil Perjuangan politik bangsa di waktu lampau.

2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.

3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu sekarang maupun masa yang akan dating.

4. Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa yang hendak dipimpin.

Konsep Negara hukum atau Rules of Law yang dianut Indonesia mengindikasikan penjaminan hak-hak dasar (Hak Asasi Manusia yang disingkat HAM) warga Negara sebagai anugerah Tuhan (inheren) yang melekat (dignity) pada diri manusia sejak ia dilahirkan. Sehingga tidak ada satupun kekuasaan yang dapat meniadakan ataupun melanggar hak-hak dasar tersebut sebagai bentuk penghormatan akan hak asasi seseorang. Oleh karena itu, Negara sebagai penyelenggara kekuasaan harus dapat menjamin perlindungan hak asasi warga negaranya.

Sebagai konsekuensi pengakuan terhadap hak asasi atau hak dasar warga Negara diwujudkan melalui peraturan perundang-undangan yang merupakan rambu-rambu agar terciptanya kepastian hukum, perlindungan hukum dan keadilan hukum. Esensi dari pembentukan peraturan perundang-undangan ini adalah pengaturan perilaku masyarakat, pemerintah serta aparatur penegak hukum dalam penyelenggaraan Negara dalam mencapai tujuan bernegara rules of law.

2. HAM sebagai Hak Konstitusional

(15)

dilegitimasi dalam UUD 1945 maka peraturan perundang-undangan lainnya serta kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan Negara harus memperhatikan hak konstitusional warga negara sebagai bentuk pelindungan hak konstitusional warga negara.

3. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.11

Secara filosofis, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah untuk menciptakan sebuah sistem ketatanegaraan di Indonesia yang menganut asas pemisahan kekuasaan (separation of power) secara fungsional dan menerapkan check and balances untuk menggantikan secara bertahap penggunaan asas pendistribusian kekuasaan (distribution of power) dan paham Integralisme dari lembaga negara.12

Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara di bidang peradilan berfungsi menangani perkara yang berkaitan dengan ketatanegaraan dalam rangka mengawal konstitusi agar teraplikasi secara nyata dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Hal ini mengindikasikan agar tidak terjadi multi tafsir terhadap konstitusi seperti pengalaman masa lalu.

11

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 1 angka 1.

12

(16)

4. Constitutional Complaint

Constitutional complaint atau pengaduan konstitusional merupakan pengaduan atau gugatan yang diajukan oleh orang perorangan (warga negara) ke pengadilan, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi, teerhadap suatu perbuatan atau kelalaian yang dilakukan oleh suatu lembaga negara atau otoritas publik (public institution, publik authority) yang mengakibatkan terlanggarnya hak-hak dasar (basic right) orang yang bersangkutan13.

Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia dalam penjaminan supremasi konstitusi dan hak konstitusional warga Negara, lahir sebuah lembaga yudikatif yang menangani perkara konstitusional berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 yang menyatakan :

“ (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa lembaga Negara yang wewenangnya diberikan undang-undang dasar, memutus pembubaran partai

politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum.”

Dalam menjalankan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi bertugas sebagai pengawal konstitusi dalam rangka tegaknya supremasi konstitusi dan menjamin hak konstitusional warga Negara.

Keberadaan Mahkamah Konstitusi dinilai masih sangat terbatas dalam menyelesaikan permasalahan konstitusional. Mahkamah Konstitusi hanya menyediakan mekanisme yang justiciable dan enforceable bagi penegakan hak asasi

13

(17)

yang telah ditransformasikan menjadi hak konstitusional warga Negara. Setiap warga Negara yang merasa dilanggar atau diabaikan hak konstitusionalnya oleh berlakunya UU maka dapat mengajukan Legal Standings ke Mahkamah Konstitusi, serta peraturan perundang-undangan di bawah UU yang diyakini bertentangan dengan UUD dapat diajukan ke Mahkamah Agung.

Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia terlalu banyak permasalahan konstitusional terkait penjaminan hak konstitusional. Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi seharusnya mempunyai wewenang menampung semua keluh kesah masyarakat dalam pelanggaran hak konstitusional. Namun, Mahkamah Konstitusi belum mempunyai wewenang dalam menerima pengaduan konstitusional dalam pelanggaran hak konstitusional.

Pengaduan konstitusional (constitutional complaint) merupakan mekanisme penegakan hak konstitusional warga Negara melalui pengaduan pelanggaran hak konstitusional ke Mahkamah Konstitusi dalam pelaksanaan demokrasi konstitusional yakni control rakyat terhadap Negara untuk memulihkan hak konstitusional warga Negara.14 Mahfud MD berpendapat bahwa Constitutional complaint merupakan pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi atas pelanggaran hak konstitusional yang tidak ada instrument hukum atasnya untuk memperkarakannya atau tidak tersedia jaluh penyelesaian hukum atasnya. Mekanisme ini menjadi upaya dalam menangani

14

(18)

pelanggaran hak konstitusional secara penuh di Mahkamah Konstitusi dalam tugas sebagai pengawal konstitusi.

Pan Mohammad Faiz, S.H dalam jurnal hukum yang berjudul Menabur Benih Constitutional complaint, berpendapat bahwa constitutional complaint sangat dimungkinkan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi Indonesia, yang sangat disayangkan bahwa kewenangan ini belum diberikan kepada Mahkamah Konstitusi selaku lembaga yang menampung dan menyalurkan keluh kesah (personal grievance) atau pengaduan konstitusional sebagai upaya dalam mempertahankan hak konstitusional warga Negara. Dalam tulisannya menyatakan bahwa konstitusi harus diutamakan, dan maksud atau kehendak rakyat harus lebih diutamakan dari pada wakil-wakilnya sehingga dapat menjadikan konstitusi selalu hidup (living constitution).15

Vino Devanta Anjas Krisdanar dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 3 Juni 2010 yang berjudul Menggagas Constitutional complaint dalam Memproteksi Hak Konstitusional Masyarakat mengenai Kehidupan dan Kebebasan Beragama menyatakan bahwa Constitutional complaint sangat berfungsi dalam menjaga hak konstitusi masyarakat yang salah satu hak konstitusi tersebut adalah hak kebebasan beragama.16

15

Pan Mohammad Faiz, Menabur Benih Constitutional complaint, Jurnal Hukum edisi senin 17 September 2006. http://jurnalhukum.com/constitutional-complaint-dan-hak-asasi.html diakses tgl 16 Maret 2015.

16

(19)

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan secara yuridis. Mengacu pada tipologi pembahasan penelitian menurut Soerjono Soekanto, studi pedekatan terhadap hukum yang normatif mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu sebagai produk dari suatu kekuasaan negara tertentu yang berdaulat.17

Berdasarkan judul penelitian yang telah dijabarkan kedalam beberapa rumusan masalah serta dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka spesifikasi penelitian ini termasuk dalam lingkungan penelitian yang bersifat observatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini memaparkan serta mendeskripsikan (mengungkap) rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian yang dihubungkan kedalam data yang dikumpulkan melalui library research (studi pustaka) dan document research yang dilakukan dalam penelitian ini.

Penelitian ini dikatakan observatif karena hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran terkait penerapan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) sebagai kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dalam melindungi dan menjamin hak konstitusional warga negara.

17

(20)

2. Sumber Data

Penelitian ini bersifat normatif selalu menitikberatkan pada sumber data sekunder yang dalam penelitian ini sumber data sekunder adalah sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer, yaitu semua bahan yang mengikat secara yuridis meliputi Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan lain-lain.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer meliputi jurnal ilmiah, buku referensi (litelatur), serta hasil karya ilmiah para sarjana dan Ahli hukum.

c. Bahan hukum tarsier, yaitu semua bahan yang member petunjuk maupun penjelasan bahan hukum primer dan sekunder meliputi Kamus Hukum, artikel, surat kabar, internet, ensiklopedi dan lain sebagainya.

3. Alat Pengumpulan Data

(21)

diperoleh dari bahan-bahan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ilmiah ini.

4. Analisi Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansi yang berasal dari berbagai litelatur terkait dalam peneitian ini serta yang berasal dari peraturan perundang-undangan terkait seperti Undang-undang Dasar 1945, Undang-Undang No. No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagai data primer dalam penelitian ini yang menunjang dalam penulisan penelitian yang dilakukan.

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memperoleh data dari berbagai sumber yang dianalisis secara kualitatif. Data diperoleh dari studi pustaka atas beberapa litelatur terkait constitutional complaint serta negara hukum. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif yakni cara berpikir yang mendasar kepada hal yang bersifat umum yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

(22)

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat dan disusun atas 5 bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan yang dilakukan dalam penulisan skripsi.

BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA

Dalam Bab II ini akan membahas mengenai hak konstitusional warga negara, Kedudukan HAM dan Hak warga negara sebagai hak konstitusional warga negara ditinjau dari UUD 1945 serta Bentuk perlindungan hak konstitusional warga negara.

BAB III KEDUDUKAN CONSTITUTIONAL COMPLAINT DALAM MENJAMIN HAK KONSTITUSIONAL

(23)

BAB IV KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM

MENGADILI CONSTITUTIONAL COMPLAINT SEBAGAI

PERWUJUDAN HUKUM

Dalam Bab IV ini membahas mengenai Kewenangan Mahkamah Konstitusi ditinjau dalam UUD 1945, kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili Constitutional Complaint serta Penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi tanpa perubahan UUD 1945.

BAB V PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

typhi maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi optimum dalam menghambat pertumbuhan bakteri tersebut dan golongan senyawa bioaktif potensial yang

Proses identifikasi tingkat aktivitas menggunakan metode background subtraction. Proses diawali dengan kamera mengambil citra pertama. Setelah selang waktu tertentu

PENGARUH FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT ( PERSEA AMERICANA MILL.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH.. PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN METODE UJI

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan faktor kualitas penggunaan mempunyai pengaruh sebesar 52,1% terhadap kepuasan pengguna, faktor

Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Mengapa permohonan isbat nikah terhadap nikah siri pasca tahun 1974 pada permohonan Nomor

Demikian pula dalam partisipasi penyusunan anggaran, jika tujuan kelompok dengan kohesivitas tinggi tidak sesuai dengan tujuan manajemen organisasi maka hal

Hal yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut, faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor adalah faktor gaya hidup

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce ada tiga macam tanda yang terdapat dalam teks pasambahan manjapuik marapulai yakni simbol, indeks dan