• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Abdomen

Abdomen dapat dibagi menjadi empat kompartemen anatomis, yaitu (Williams, 2013):

• Regio thoraks. Regio ini berada antara inframammary creases dan batas iga.

Di dalamnya terdapat organ berupa diafragma, hati, limfa, dan lambung. Saat menghembuskan nafas, diafragma dapat naik sampai setinggi torakal tiga.

• Regio peritoneum (true abdomen). Pada regio ini dapat dijumpai lambung, usus halus, dan usus besar, omentum, rahim, dan terkadang puncak dari vesika urinaria. Pada akhir inhalasi, ketika hati dan limfa turun, kedua organ ini menjadi bagian dari regio peritoneum.

• Regio retroperitoneum. Regio ini mencakup pembuluh-pembuluh darah besar, ginjal, kolon transversum, kolon desenden, uterus, pankreas, dan duodenum.

• Regio pelvis. Abdomen bagian pelvis dibentuk oleh sambungan tulang-tulang pelvis.

2.2. Trauma Abdomen

Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).

2.2.1. Epidemiologi

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun.

Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velositas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organlimpa (40- 55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%) (Cho et al, 2012). Sedangkan pada

(2)

retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter (Demetriades, 2000). Pada trauma tajam abdomen paling sering mengenai hati(40%), usus kecil (30%), diafragma (20%), dan usus besar (15%) (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).

2.2.2. Mekanisme Trauma

Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan tembus. Trauma tumpul abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi. Kompresi rongga abdomen oleh benda-benda terfiksasi, seperti sabuk pengaman atau setir kemudi akan meningatkan tekanan intraluminal dengan cepat, sehingga mungkin menyebabkan ruptur usus, atau pendarahan organ padat. Gaya deselerasi (perlambatan) akan menyebabkan tarikan atau regangan antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat bergerak. Deselerasi dapat menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah besar, atau kapsul organ padat, seperti ligamentum teres pada hati. Organ padat, seperti limpa dan hati merupakan jenis organ yang tersering mengalami terluka setelah trauma tumpul abdomen terjadi (Demetriades,2000).

Luka tembak adalah penyebab paling umum (64%) dari trauma tembus abdomen, diikuti oleh luka tusukan (31%) dan luka senapan (5%)(Todd, 2004).Luka tusuk dan luka tembak kecepatan rendah menyebabkan kerusakan jaringan dengan laserasi dan memotong.Kecepatan tinggi pada luka tembak mentransferenergi kinetic lebih ke abdomen visera (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).

2.3. Keseimbangan Asam Basa

Keseimbangan asam-basa mengacu kepada pengaturan konsentrasi ion Hidrogen H+ di dalam cairan tubuh. Untuk secara tepat mempertahankan H+, pemasukan H+ melalui pembentukan asam oleh reaksi metabolisme di dalam tubuh harus secara terus menerus diseimbangkan dengan pengeluaran H+ melalui urin dan pengeluaran CO2 melalui sistem pernapasan (Sherwood, 2006).

(3)

Sistem penyangga kimiawi merupakan lini pertama, yang terdiri dari pasangan H2CO3.HCO3- yang terlibat dalam suatu reaksi reversibel, yang salah satunya dapat membebaskan H+ sedangkan yang lain dapat mengikat H+

H

. Pasangan penyangga bekerja dengan segera untuk memperkecil perubahan pH yang terjadi dengan bertindak sesuai hukum aksi massa:

+ + HCO3-↔ H2CO3↔ CO2 + H2

Sistem pernapasan, yang membentuk lini kedua, secara normal mengeliminasi CO

O

2 hasil metabolism, sehingga tidak terjadi penimbunan H2CO3

di dalam cairan tubuh. Sistem pernapasan akan berespon dalam beberapa menit dengan mengubah kecepatan pengeluaran CO2. Peningkatan H+ yang berasal dari asam-asam non-karbonat merangsang pernapasan, sehingga lebih banyak CO2

(penghasil H2CO3) yang dihembuskan ke luar untuk mengkompensasi asidosis dengan mengurangi produksi H+ dari H2CO3. Sebaliknya, penurunan H+akan menekan aktivitas pernapasan, sehingga CO2, dan demikian H2CO3 (penghasil H+

Ginjal adalah lini ketiga dan yang paling kuat. Ginjal memerlukan waktu beberapa jam sampai hari untuk mengkompensasi penyimpangan pH cairan tubuh.

Ginjal dapat mengubah kecepatan pengeluaran H

) dapat tertahan di cairan tubuh untuk mengkompensasi alkalosis (Sherwood, 2006).

+ sebagai respon terhadap perubahan baik asam H2CO3 maupun non-H2CO3.Selain itu ginjal juga dapat mengatur HCO3- dalam cairan tubuh. Ginjal mengkompensasi asidosis dengan mengekskresikan kelebihan H+ di urin, sementara menambahkan HCO3- baru ke dalam plasma untuk meningkatkan kapasitas penyanggaan HCO3-. Selama alkalosis, ginjal menghemat H+ dengan mengurangi sekresinya dalam urin. Ginjal juga mengeluarkan HCO3- yang berada dalam keadaan berlebihan karena HCO3- yang terikat ke H+ berkurang karena jumlah H+

Ion H

menurun(Sherwood, 2006).

+ yang akan diekskresikan di urin harus disangga di cairan tubulus untuk mencegah meningkatnya gradient konsentrasi H+ yang kemudian dapat menghambat sekresi H+ lebih lanjut. Dalam keadaaan normal, H+ disangga oleh pasangan penyangga fosfat yang diekskresikan ginjal ke urin. Ketika semua penyangga fosfat terpakai untuk menyangga H+, ginjal mensekresikan NH3 ke

(4)

dalam cairan tubulus untuk berfungsi sebagai penyangga, sehingga sekresi H+

Konsentrasi ion Hidrogen dinyatakan dalam pH, yaitu logaritma 1/[H dapat terus berlangsung (Sherwood, 2006).

+].

pHdarah arteri dalam keadaan normal 7,45 dan pH darah vena 7,35. Untuk pH darah rata-rata adalah 7,40. pH yang lebih rendah dari normal (dibawah 7,35) mengindikasikan keadaan asidosis. Sedangkan pH yang lebih tinggi dari normal (lebih dari 7,45) mengindikasikan alkalosis (Sherwood, 2006).

2.3.1. Interpretasi Klinis Analisa Gas Darah

Untuk pengukuran gas darah dapat menggunakan sampel darah arteri.Menganalisis sebuah sampel darah arteri gas dengan menggunakan proses enam langkah (Tabel 2-1). Pertama menentukan dari pH sampel gas darah arteri apakah pasien memiliki asidemia, alkalemia, atau status normal.Asidemia jika pH darah arteri kurang dari 7,35 dan alkalemia jika pH lebih besar dari 7.45. Kedua menentukan dari PaCO2 apakah fungsi pernapasan pasien memberikan kontribusi atau kompensasi untuk asidemia atau alkalemia.Ketiga, dalam analisis gas darah arteri adalah untuk menentukan apakah pasien mengalami defisit bikarbonat atau kelebihan.Perhitungan ini dibuat oleh arteri darah mesin gas dan merupakan nilai yang diperkirakan.Mesin gas darah digunakan untuk menilai pH, PaCO2, dan tingkat bikarbonat.Perbedaan antara bikarbonat dihitung dalam keadaan ideal dan konsentrasi yang diharapkan dari 24 mEq / L untuk mengkategorikan status asam basa pasien. Secara khusus, perbedaan antara diamati dan diharapkan buffer bikarbonat menunjukkan bahwa pasien memiliki baik kelebihan atau defisit buffer bikarbonat. Pasien yang mengalami kekurangan bikarbonat memiliki kelebihan jumlah proton, sedangkan pasien yang memiliki kelebihan bikarbonat memiliki pengurangan proton.Pasien dengan asidemia berat (pH < 7,20) dan kelebihan bikarbonat besar (< -10 mEq/L) ditatalaksana dengan infus IV natrium bikarbonat.

Pada pasien dengan alkalemia berat (pH > 7.60) dan kelebihan estimasi bikarbonat didefinisikan sebagai bikarbonat berlebih positif (> 10 mEq/L), diterapi denganinfus HCl (Townsend, 2007).

(5)

Asidosis respiratorik terjadi akibat retensi CO2 sehingga terjadi peningkatan pembentukan H2CO3 yang kemudian berdisosiasi dan menyebabkan peningkatan [H+].Pada asidosis repiratorik yang tidak terkompensasi [CO2] meningkat (PaCO2 lebih dari 45 mmHg), sedangkan [HCO3-

] normal (22-26 mEq/L).Sedangkan pada alkalosis repiratorik terjadi pengeluaran berlebihan CO2

sehingga H2CO3 yang terbentuk berkurang dan [H+] menurun.Pada alkalosis repiratorik yang tidak terkompensasi [CO2] menurun (PaCO2 kurang dari 35 mmHg, sedangkan [HCO3-

Asidosis metabolik terjadi akibat pengeluaran berlebihan HCO ] normal (22-26 mEq/L) (Sherwood, 2006).

3-

dari tubuh seperti pada diare berat atau akibat penimbunan asam-asam non-karbonat seperti penimbunan asam-asam keton pada diabetes mellitus ataupun penimbunan asam laktat pada pasien-pasien trauma ataupun olahraga berlebihan.Pada keadaan tidak terkompensasi, asidosis metabolik selalu ditandai oleh penurunan [HCO3-

] (kurang dari 22 mEq/L) sementara [CO2] normal (PaCO2 35-45 mmHg).Pada alkalosis metabolik disebabkan oleh defesiensi relative asam-asam non- karbonat.Alkalosis metabolik berkaitan dengan peningkatan [HCO3-

] (lebih dari 26mEq/L) yang pada keadaan tidak terkompensasi, tidak disertai oleh perubahan [CO2] (PaCO2 35-45 mmHg) (Sherwood, 2006).

Tabel 2.1. Enam-Langkah Pendekatan Interpretasi Arteri Gas Darah Observasi Interpretasi Intervensi

Apakah nilai pH selain 7.40?

Asidosis jika<7.35 Evaluasi klinis berdasarkan penyebab

Alkalosisjika >7.45 Apakah pH <7.20 or

>7.55?

Penyakit berat Koreksi segera Apakahnilai

PaCO2

Kompenasis ventilasi atau kontribusi dari penyakit

selain 40 mm Hg?

Ubah ventilasi sehingga PaCO2terkompensasi Apakah nilai base

deficit selain nol?

Bicarbonate loss/gain compensates atau kontribusi dari penyakit

Infus NaCO3 or HCl untuk mengoreksikonsentrasi proton apakah pH urin Acid/alkaline urine Obat renal-active atau ganti

(6)

Observasi Interpretasi Intervensi mencerminkan

asidosis/alkalosis?

diindikasikan sebagai kompensasi dari fungsi ginjal atau kotntribusi

electrolit sehingga nefron berkontribusi

Apakah anion gap<12 mmol/L?

Nilai diatas 12 mmol/L

=laktat atau ketoasidosis

Koreksi masalah metabolik

2.3.2. Sindrom Klinis Gangguan Asam-Basa

a. Metabolik asidemia Akibat KurangnyaPengiriman Oksigen

Kedaan ini terjadi pada penderita dengan sakit yang berat atau trauma dengan.Pada keadaan ini transportasi oksigen dari alveolus paru ke mitokondria sel tubuh cukup.Reaksi biokimia yang menghasilkan ATP tidak dapat dipertahankan pada tingkat yang diperlukan jika tekanan parsial oksigen tidak dipertahankan dalam mitokondria.Fosforilasi oksidatif mengubah oksigen menjadi karbon dioksida dan energi biokimia dilepaskan digunakan untuk mengkonversi ADP, proton, dan fosfat menjadi ATP.Pada orang dewasa normal, mitokondria mengkonsumsi 12 mmol oksigen per menit untuk mendukung fosforilasi oksidatif yang diperlukan untuk mempertahankan hidup. Protonakan menumpuk di ICF ketika ada gangguan fosforilasi oksidatif, dan konsentrasi proton intraselulermenjadi meningkat, enzim sel terganggu. Selain oksigen, fosforilasi oksidatif tergantung pada pengiriman bahan bakar dalam bentuk ikatan karbon - karbon dalam karbohidrat dan lemak.Glikolisis adalah serangkaian reaksi kimia dalam ICF yang mengkonversi molekul glukosa enam-karbon untuk sepasang molekul piruvat tiga-karbon.Dalam keadaan pengiriman oksigen yang cukup, piruvat memasuki siklus asam sitrat dan menghasilkan molekul yang dibutuhkan untuk mendukung fosforilasi oksidatif dalam mitokondria.Ketika pengiriman oksigen yang tidak memadai terjadi, piruvat tidak dapat melanjutkan maju ke dalam siklus asam sitrat. Karena tingkat piruvat peningkatan ICF, enzim shunt piruvat menjadi laktat ditambah proton. Laktat dan proton keluar ICF secara

(7)

proporsional dengan keparahan defisit oksigen dalam mitokondria (Townsend, 2007).

Laktat yang meninggalkan ICF dan ECF akandiambil oleh hati, di mana ia berpartisipasi dalam glukoneogenesis dan diubah menjadi glukosa. Elevasi di tingkat laktat pada pasien shock dengan asidemia adalah fungsi dari kedua tingkat produksi laktat dalam sel dengan oksigen yang tidak memadai dan clearance oleh sel-sel hati. Pada pasien dengan penurunan aliran oksigen, asidemia ringan sampai sedang (pH 7,20-7,35), defisit bikarbonat, dan tidak ada peningkatan anion gap terjadi. Dengan pola asidemia metabolik berkelanjutan atau berat pada pasien shock (pH

<7,20), tingkat laktat meningkat (Townsend, 2007).

Tatalaksana pada kasus ini dengan intervensi yang meningkatkan pengiriman oksigen.Beberapa penyebab spesifik syok adalah penurunan besar volume darah, disfungsi jantung yang menyebabkan curah jantung terganggu, dan vasodilatasi.Keberhasilan dalam mengoreksi asidemia dicapai dengan resusitasi yang mengoreksi penyebab utama dari shock (Townsend, 2007).

b. Asidemia Dilusional Setelah Infus Isotonik Normal Saline Pengganti Darah

Asidemia metabolik pengenceran terjadi dalam situasi di mana volume besar solusi klorida natrium isotonic telah diabsorbsi dengan cepat.Pesatnya hal penuh oleh isotonik natrium klorida mengembalikan ECW tetapi mencairkan konsentrasi bikarbonat. Pasien dengan jenis asidemia memiliki konsentrasi bikarbonat rendah, tingkat klorida tinggi, dan normal atau menurun anion gap (Townsend, 2007).

c. Asidemia Terkait dengan Sepsis

Asidosis laktat pada pasien sepsis adalah proses multifaktor dengan ketersediaan oksigen mitokondria berkurang dan disfungsi proses biokimia normal dalam sitosol. Lebih dari 12 jam syok septik dan lacticacidemia menyebabkan kegagalan global dan ireversibel fungsi sel dengan kegagalan organ dan kematian berikutnya (Townsend, 2007).

(8)

d. Ketoacidemia Diabetikum

Kekurangan insulin yang mengarah pada disfungsi dari dua ICF jalur biokimia utama, hasilnya keton menumpuk di ECF (Townsend, 2007).

e. Asidemia Terkait Alkohol

Pasien yang mengkonsumsi sejumlah besar etanol berada pada risiko tinggi untuk asidemia.Mekanisme patofisiologis spesifik untuk asidosis laktat pada pasien beralkohol adalah defisiensi tiamin.Kekurangan vitamin ini adalah masalah klinis pada pecandu alkohol yang mengkonsumsi diet kekurangan dalam sayuran.Defisiensi tiamin menyebabkan asidosis laktat karena piruvat dehidrogenase membutuhkan tiamin sebagai kofaktor kritis.Tanpa tiamin, tingkat piruvat membangun dan dialihkan ke laktat dan proton (Townsend, 2007).

f. Asidemia Metabolik Akibat Kehilangan Bikarbonat Dari Sistem Pencernaan

Pasien dengan drainase dari fistula gastrointestinal proksimal atau diare lebih dari 4 L / hari dapat kehilangan sejumlah besar bikarbonat, dan asidemia dapat berkembang dari defisit di ECF bikarbonat.Cairan pankreas mengandung bikarbonat disekresikan oleh kelenjar eksokrin pankreas.

Akibatnya, volume duodenum, usus kecil proksimal, dan pankreas fistula drainase dapat menyebabkan defisit ECF bikarbonat, natrium, dan elektrolit lain (Townsend, 2007).

g. Asidemia Disebabkan oleh Gagal Ginjal Akut

Pasien dengan tingkat filtrasi glomerulus rendah rentan terhadap asidemia karena mereka tidak bisa jelas menjadi proton urin tertelan dalam makanan sehari-hari dan yang dibentuk sebagai konsekuensi dari aktivitas metabolik normal (Townsend, 2007).

h. Alkalosis Metabolik

Alkalosis metabolik dengan pH gas darah arteri lebih tinggi dari 7,50 dapat saat resuscitasi pasien shock (Townsend, 2007).

(9)

i. Muntah-Diinduksi hipokloremia, Hypokalemic Alkalosis Metabolik j. Diuretik-Diinduksi Alkalemia

Terapi diuretik juga dapat menghasilkan alkalemia metabolik.

Diuretik loop yang mengubah fungsi sel tubulus di lengkung Henle meningkatkan ekskresi natrium klorida dan dapat mengurangi volume plasma pada pasien dengan gagal jantung atau sirosis hati, bahkan di hadapan peningkatan ECW disebabkan oleh edema atau asites (Townsend, 2007).

k. Alkalosis Respiratorik

Sebuah peningkatan yang signifikan mendadak ventilasi alveolar mengurangi PaCO2 dalam sampel darah arteri dan menghasilkan peningkatan akut pada pH.alkalemia pernapasan, juga disebut hipokapnia akut, dapat menyebabkan vasokonstriksi arteri. Alkalosis pernapasan akut digunakan sebagai intervensi darurat untuk mengurangi timbulnya tiba- tiba peningkatan tekanan intrakranial.Pada alkalemia, pembuluh darah otak menyempit, aliran darah dan volume darah otak turun (Townsend, 2007).

l. Asidemia Respiratorik

Sebuah penurunan mendadak dalam ventilasi alveolar menyebabkan peningkatan akut pada PaCO2.Hiperkapnia akut menyebabkan penurunan pH ECF dan asidemia pernapasan.Karena karbon dioksida mudah melintasi membran sel, pasien dengan hiperkapnia akut memiliki penurunan terkait dalam pH ICF.Dua mekanisme fisiologis memberikan umpan balik stimulasi refleks ke pusat-pusat ventilasi yang terletak di batang otak yang mengontrol mekanisme refleks untuk meningkatkan ventilasi menit (Townsend, 2007).

Tatalaksana Asam Basa

Penilaian status asam basa didasarkan pada pemeriksaan analisa gas darah, dan defisit basa yang terjadi berguna untuk menjadi panduan resusitasi (Mani&

Abbas, 2010). Kontraktilitas miokardium akan terganggu pada saat asidosis

(10)

karena pelepasan katekolamin endogen dan eksogen. Pada keadaan asidosis, kurva disosiasi oksihemoglobin bergeser ke kanan yang berarti perfusi oksigen ke jaringan berlangsung baik. Asidosis laktat ditatalaksana dengan terapi penggantian cairan. Koreksi asidosis metabolik didasarkan pada restorasi oksigen delivery yang optimal melalui transfusi, meningkatkan curah jantung, dan optimisasi saturasi oksigen di dalam darah (Bashir, 2002).

2.4. Eksplorasi Laparotomi

Laparotomi eksplorasi adalah laparotomi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang tidak tersedia melalui metode diagnostik klinis. Hal ini biasanya dilakukan pada pasien dengan nyeri akut abdomen, pada pasien yang telah mengalami trauma abdomen, dan kadang-kadang pada pasien dengan keganasan (Kate, 2013). Indikasi dilakukannya laparotomy adalah :

1. Nyeri akut abdomen dan temuan klinis yang menunjukkan patologi intra- abdominal yang membutuhkan operasi darurat.

2. Trauma abdomen dengan hemoperitoneum dan hemodinamik yang tidak stabil

3. Nyeri abdomen kronik

4. Perdarahan gastrointestinal yang nyata

Kontraindikasi dilakukannya laparotomy adalah:

Ketidak sempurnaan untuk anestesi umum. Peritonitis dengan sepsis berat, dan kondisi komorbiditas lainnya dapat membuat pasien tidak layak untuk anestesi umum (Kate, 2013).

2.5. Damage Control Surgery

Beberapa isitilah lainnya yang dikenal untuk damage control surgery adalah bail out surgery, abbreviated surgery, staged laparatomy, temporary abdominal closure. Teknik damage control surgery didefinisikan sebagai kontrol awal yang cepat terhadap perdarahan dan kontaminasi dengan melakukan packing dan penutupan sementara, diikuti resusitasi di ICU dan eksplorasi kembali bila

(11)

diperlukan, kemudian bila kondisi fisiologis pasien telah kembali normal kemudian dilakukan pembedahan definitif (Bashir, 2002). Semakin singkat waktu pembedahan akan semakin tinggi tingkat survival pasien dan semakin rendah morbiditasnya walaupun terjadi penundaan perbaikan organ definitive (Fabian, 2000).

2.5.1. Pemilihan Pasien

Perencanaan penggunaan damage control surgery dimulai saat awal resusitasi dengan mengidentifikasi pasien.Pasien dengan kebutuhan damage control surgery yang jelas tidak boleh diberikan waktu terlalu lama untuk pemeriksaan penunjang dan harus segera dipindahkan ke dalam ruang operasi.Bila di dalam ruang pembedahan kondisi fisiologis pasien memburuk dengan cepat, teknik damage control, harus cepat dilaksanakan dan perbaikan yang lengkap harus ditunda (Bowley, 2000). Terdapat tiga indikasi yang sangat jelas untuk pembedahan damage control pada pasien yang mengalami perlukaan yang parah, yaitu (Hirshberg, 1997):

1. Kebutuhan untuk mengakhiri laparatomi dengan cepat pada pasien dengan hipotermia, dan asidosis yang telah mengalami koagulopati, dan hampir mati pada saat pembedahan di meja operasi.

2. Ketidakmampuan untuk mengendalikan perdarahan dengan ligasi, penjahitan, atau perbaikan pembuluh darah, dan keharusan untuk melakukan kontrol tidak langsung menggunakan packing atau tamponade balloon.

3. Ketidakmampuan untuk menutup abdomen tanpa disertai tension karena edema viseral yang masif, dan kekakuan dinding abdomen.

2.5.2. Tahapan Teknik Damage Control Surgery

Menurut Rotondo and Schwab (2007), teknik damage control surgery memiliki tiga tahapan yang jelas, terdiri dari:

1. Tahap I: Operasi terbatas ( pengendalian pendarahan dan kontaminasi) Setiap pasien yang memerlukan damage control surgery harus mendapat pembedahan sesedikit mungkin.Tujuan pembedahan adalah untuk pengendalian

(12)

perdarahan yang mengancam hidup, menghentikan kontaminasi lebih lanjut, abdominal packing, dan penutupan luka yang cepat.Resusitasi dan penghangatan harus dilakukan secepatnya di dalam kamar operasi.

2. Tahap II: Resusitasi (restorasi homeostasis fisiologis)

Setelah pembedahan di dalam kamar operasi selanjutnya pasien dirawat di ICU untuk melanjutkan pemulihan keadaan fisiologis.Fase ini membutuhkan pengawasan yang intensif, penghangatan aktif, resusitasi dengan cairan hangat dan produk darah, dan perawatan suportif terhadap penurunan fungsi organ tubuh.Pasien sering memerlukan resusitasi cairan dalam jumlah besar, transfusi PRC dan produk koagulasi. Survey tersier juga perlu dilakukan pada pasien ini untuk mengidentifikasi semua perlukaan yang terjadi.

3. Tahap III: Pembedahan kembali (pengangkatan pack¸ perbaikan definitif) Pasien yang sudah diresusitasi penuh, normotermi, dan memiliki hemostasis yang efektif dapat kembali menjalani ke ruang operasi untuk pengangkatan pack dan perbaikan definitif.

Gambar

Tabel 2.1. Enam-Langkah Pendekatan Interpretasi Arteri Gas Darah   Observasi  Interpretasi  Intervensi

Referensi

Dokumen terkait

Jika tingkat kemiskinan dianalisis per desa di masing-masing tingkat kecamatan, maka terdapat 2 kecamatan yang memiliki tingkat kemiskinan dengan klasifikasi parah

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

Berikut adalah kendala usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung di Desa Untemungkur yang dialami oleh pembudidaya saat ini. Benih dalam

Langkah-langkah identifikasi masalah yang diurakan di atas adalah agar identifikasi dilakukan tidak hanya menyangkut identifikasi masalah baik hasil, sebab

Solusi yang akan diterapkan dalam kegiatan ini adalah pembangunan unit pengelolaan air minum dengan menggunakan metode gabungan filtrasi-adsorpsi (saringan pasir lambat,

Dalam segmentasi, pemasaran ceruk ini dilakukan dengan memilih satu kelompok konsumen yang bukan merupakan target / sasaran terbesar (dalam hal market share).. Ceruk

Setelah kelajuan pemutar motor sangkar tupai mencapai kelajuan segerak, bekalan akan diujakan oleh pemutar bagi mendapatkan medan magnet pemutar yang akan

Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis.Di Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami spondilosis