8 1. Pengertian Belajar dan Gaya Belajar
Belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dan interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Purwanto, dalam bukunya psikologi pendidikan berpendapat bahwa “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”1 Belajar adalah perubahan tingkah laku yang menyerupai proses pertumbuhan dimana semua itu melalui penyesuaian terhadap situasi melalui rangsangan. Belajar adalah perubahan yang relatif permanen.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Sudjana, mendefinisikan “belajar sebagai suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang.”2 Sardiman menegaskan bahwa “Belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi
1Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.81-82.
2Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (CV. Sinar Baru: Bandung, 2010), h. 28
manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik”.3
Belajar merupakan salah satu cara manusia untuk memanfaatkan akal, belajar juga merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal batas usia dan berlangsung selama seumur hidup. Belajar juga merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia yang mencakup segala yang dipikirkan dan dikerjakan, dan sebaiknya belajar ini dibiasakan sejak manusia masih kecil.
Proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan hanya bergantung kepada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.
Menurut teori Behavioristik belajar adalah
Perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.4
Jadi, seseorang yang belajar akan mengalami perubahan pada tingkah laku.
Misalnya siswa belum mampu untuk mengerjakan sholat. Walaupun dia sudah berusaha, dan gurunya juga sudah mengajarkan dengan tekun, namun jika siswa tersebut belum dapat melaksanakan ibadah shalat maka belum dianggap belajar.
Karena dia belum dapat menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.
3Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 21
4C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), h. 20.
Agama Islam, mencari ilmu pengetahuan sangatlah dianjurkan untuk menjalani kehidupan di dunia. Manusia diciptakan Allah SWT dalam keadaan sempurna dibanding dengan makhluk lain karena manusia dibekali akal untuk berpikir. Sehingga manusia disuruh untuk belajar, bukti yang mendasari perintah untuk belajar yaitu terdapat pada Al- Quran surat Al-Alaq ayat 1-5, merupakan ayat pertama yang diturunkan Allah SWT.
Terjemahnya:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.5
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahanperubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
5Departemen Agama R.I., al Quran dan Terjemahnya, (Bandung: Doponegoro, 2007), h. 597
pengalaman, (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing).6
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman sikap, tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Proses terjadinya belajar sangat sulit diamati.
Karena itu orang cenderung melihat tingkah laku manusia untuk disusun menjadi pola tingkah laku yang akhirnya tersusunlah suatu model yang menjadi prinsip- prinsip belajar yang bermanfaat sebagai bekal untuk memahami, mendorong dan memberi arah kegiatan belajar.
Prinsip-prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda dan oleh setiap peserta didik secara individual adalah sebagai berikut:
a. Berdasar prasyarat yang diperlukan untuk belajar. Dalam belajar peserta didik diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan intruksional.
b. Sesuai hakikat belajar. Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara sesuatu dengan yang lain) sehingga mendapat pengertian yang diharapkan stimulus yang diberikan dapat menimbulkan respon yang diharapkan.
6Slameto, Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 2.
c. Sesuai materi atau bahan yang akan dipelajari. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur penyajian yang bisa ditangkap pengertiannya.
Gaya belajar terdiri dari kata gaya dan belajar. Gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap mengatur dan mengolah informasi agar mudah dipahami. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gaya adalah tingkah laku, gerak gerik dan sikap.7 Sedangkan belajar adalah berusaha memeroleh kepandaian atau menuntut ilmu.8 Skinner, dalam bukunya Educational Psychology menjelaskan pengertian belajar yakni Learning is a process of progressive behavior adaptation.9Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
Sedangkan menurut Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.10
Setiap manusia yang lahir ke dunia ini selalu berbeda satu sama lainnya. Baik bentuk fisik, tingkah laku, sifat, maupun berbagai kebiasaan lainnya. Tidak ada satupun manusia yang memiliki bentuk fisik, tingkah laku dan sifat yang sama walaupun kembar sekalipun. Suatu hal yang perlu kita ketahui bersama adalah bahwa
7Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 422
8Ibid., h. 23.
9Charles E. Skinner, Educational Psychology, (New York: Prentice-hall, 1998), h. 199
10Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 2
setiap manusia memiliki cara menyerap dan mengolah informasi yang diterimanya dengan cara yang berbeda satu sama lainnya. Ini sangat tergantung pada gaya belajarnya. Seperti yang dijelaskan oleh Uno, bahwa pepatah mengatakan “lain ladang, lain ikannya. Lain orang, lain pula gaya belajarnya”. Peribahasa tersebut
memang pas untuk menjelaskan fenomena bahwa tak semua orang punya gaya belajar yang sama. Termasuk apabila mereka bersekolah disekolah yang sama atau bahkan duduk dikelas yang sama.11
Sukadi menjelaskan bahwa “gaya belajar yaitu kombinasi antara cara seseorang dalam menyerap pengetahuan dan cara mengatur serta mengolah informasi atau pengetahuan yang didapat.”12Sedangkan menurut Nasution, “gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan soal.”13
Menurut DePorter & Hernacki, “gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.”14 Menurut Fleming dan Mills, “gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran.” Willing mendefinisikan, “gaya
11 Hamzah B. Uno,Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 180.
12Sukadi, Progressive Learning, (Bandung: MSQ Publishing, 2008), h. 93
13 S. Nasition, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 94
14Bobby DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 1999), h. 110
belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi oleh pembelajar. Keefe memandang gaya belajar sebagai cara seseorang dalam menerima, berinteraksi, dan memandang lingkungannya.”15 Adapun gaya belajar yang dimaksud dalam proposal ini adalah cara mahasiswa mempelajari materi yang didasarkan pada gaya belajar yang mereka miliki yaitu: gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.
Menurut DePorter & Hernacki, gaya belajar seseorang adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, disekolah, dan dalam situasi antar pribadi.
Rina Dunn, seorang pelopor di bidang gaya belajar, telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar orang. Ini mencakup faktor- faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Sebagian orang, misalnya, dapat belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada orang yang belajar paling baik secara berkelompok, sedang yang lain lagi memilih adanya figur otoriter seperti orang tua atau guru, yang lain merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif bagi mereka. Sebagian orang memerlukan musik sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan sepi. Ada orang-orang yang memerlukan lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain lebih suka menggelar segala sesuatunya supaya semua dapat terlihat.
Walaupun masing-masing peneliti menggunakan istilah yang berbeda dan menemukan berbagai cara untuk mengatasi gaya belajar seseorang, telah disepakati secara umum adanya dua kategori utama tentang bagaimana kita belajar. Pertama,
15Ibid., h. 110
bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah (modalitas) dak kedua, cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Selanjutnya, jika seseorang telah akrab dengan gaya belajarnya sendiri, maka dia dapat membantu dirinya sendiri dalam belajar lebih cepat dan lebih mudah.16
Belajar atau menuntut ilmu dalam Islam merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. at Taubah [9]: 122 sebagai berikut:
Terjemahnya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.17
Dari ayat tersebut menunjukkan bukti bahwa Islam menuntut agar umatnya berilmu, sedangkan sebagai alat untuk memeperoleh ilmu adalah dengan belajar.
Ajaran Islam menganjurkan agar manusia menggunakan potensi-potensi atau organ psiko-psikis, seperti akal, indera penglihatan (mata), dan pendengaran (telinga) untuk melakukan kegiatan belajar. Sebagai alat belajar, akal merupakan potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah,
16Ibid., h. 110-112
17Departemen Agama RI, al Quran dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2007), h. 187
menyimpan, dan memproduksi kembali item-item informasi dan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, mata dan telinga merupakan alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual dan informasi verbal.18
Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik (sentuhan/gerakan). Setiap orang memiliki kekuatan belajar atau gaya belajar. Jika seseorang semakin mengenal baik gaya belajar yang dimiliki maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri dalam menguasai keterampilan dan konsep-konsep dalam kehidupan.
Setiap manusia di dunia ini memiliki gaya tersendiri dalam berbusana, berbicara dan juga gaya hidup yang berbeda antara satu sama lain. Begitu pula dengan gaya belajar. Keanekaragaman cara mahasiswa dalam belajar disebut dengan gaya belajar, ada pula yang menyebutnya dengan modalitas belajar. Setiap mahasiswa memiliki gaya belajarnya sendiri, hal itu diumpamakan seperti tanda tangan yang khas bagi dirinya sendiri.19 Pengetahuan tentang gaya belajar siswa sangat penting untuk diketahui guru, orang tua, dan siswa itu sendiri, karena pengetahuan tentang gaya belajar ini dapat digunakan untuk membantu memaksimalkan proses
18 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 54.
19Paul Ginnis, Trik dan Taktik Mengajar, Strategi Meningkatkan Pencapaian Pengajaran di Kelas, terj. Wasi Dewanto, (Jakarta: Macanan Jaya Cemerlang, 2008), h. 41.
pembelajaran agar hasil pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan.20
Levie & Levie yang dikutip Arsyad membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus kata atau visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali dan menghubungkan fakta dan konsep. Baugh dan Achsin memiliki pandangan yang searah mengenai hal itu. Perbandingan memperoleh hasil belajar melalui indra pandang dan indra dengar sangat menonjol perbedaannya kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indra pandang (visual), dan hanya sekitar 5%
diperoleh melalui indera dengar (auditorial), dan 5% lagi dengan indera lainnya (kinestetik). Sementara itu, Dale memperkirakan bahwa perolehan hasil belajar melalui indera pandang (visual) berkisar 75%, melalui indera dengar (auditorial) sekitar 13% dan melalui indera lainnya (termasuk dalam kinestetik) sekitar 12%.21
Seluruh definisi gaya belajar di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Definisi- definisi gaya belajar tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi.
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas maka penulis mengambil kesimpulan bahwa gaya belajar yaitu suatu cara pandangan pribadi terhadap peristiwa yang dilihat dan di alami. Oleh karena itulah pemahaman, pemikiran, dan pandangan
20 Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelarated Learning, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 141.
21Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 9.
seorang anak dengan anak yang lain dapat berbeda, walaupun kedua anak tersebut tumbuh pada kondisi dan lingkungan yang sama, serta mendapat perlakuan yang sama.
2. Macam-macam dan Ciri-Ciri Gaya Belajar
Menurut Poter & Hernacki secara umum gaya belajar manusia dibedakan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik.22
a. Gaya Belajar Visual
Menurut Poter & Hernacki yang dikutip oleh Sukadi, berdasarkan arti katanya, Gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, mengamati, memandang, dan sejenisnya. Kekuatan gaya belajar ini terletak pada indera penglihatan. Bagi orang yang memiliki gaya ini, mata adalah alat yang paling peka untuk menangkap setiap gejala atau stimulus (rangsangan) belajar. Orang dengan gaya belajar visual senang mengikuti ilustrasi, membaca instruksi, mengamati gambar-gambar, meninjau kejadian secara langsung, dan sebagainya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemilihan metode dan media belajar yang dominan mengaktifkan indera penglihatan (mata).23 Visual learning adalah gaya belajar dengan cara melihat sehingga mata memegang peranan penting. Gaya belajar visual dilakukan seseorang untuk memeroleh informasi seperti melihat gambar, diagram,
22Bobby DePorter dan Mike Hernacki , op. cit., h. 112
23Sukadi, op. cit., h. 95
peta, poster, grafik, dan sebagainya. Bisa juga dengan melihat data teks seperti tulisan dan huruf.24
Setiap orang yang memiliki gaya belajar visual memiliki kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan menangkap informasi secara visual sebelum mereka memahaminya. Mereka lebih mudah menangkap lewat materi bergambar. Selain itu, mereka memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna dan pemahaman yang cukup terhadap artistik. Dalam hal ini tekhnik visualisasi melatih otak untuk bisa memvisualisasikan sesuatu hal, mulai dari mendeskripsikan suatu pemandangan, benda (baik benda nyata maupun imajinasi), hingga akhirnya mendapatkan yang diinginkan.
Seseorang yang memiliki gaya belajar visual, belajar dengan menitik beratkan ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka mudah untuk memahaminya. Seorang anak yang memunyai gaya belajar visual akan lebih mudah mengingat dengan cara melihat, misalnya membaca buku, melihat demonstrasi yang dilakukan guru, melihat contoh-contoh yang tersebar di alam atau fenomena alam dengan cara observasi, bisa juga dengan melihat pembelajaran yang disajikan melalui TV atau video kaset.25
Cara yang paling tepat untuk meningkatkan hasil belajar bagi seseorang yang memunyai gaya belajar visual adalah dengan menggunakan alat bantu visual seperti grafik dan gambar yang memungkinkan mereka melihat gambaran luas dari materi
24Nini Subini, Rahasia Gaya Belajar Orang Besar, (Jogjakarta: Javalitera, 2001), h. 17.
25Hariyanto dan Suyono, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 149.
yang akan dipelajari. Mereka akan merasa kesulitan bila harus mengingat materi yang tidak disertai dengan warna, gambar, desain, kaligrafi tertentu, atau bentuk-bentuk yang artistik. Saat mereka melihat guru, gambar, grafik, atau alat bantu visual lainnya, sense belajar mereka akan terbuka dan apapun yang sedang dibahas akan terserap. Semua yang diberikan dengan stimulasi visual akan tertangkap dan dapat diingat dengan jelas. Mereka belajar dan mengingat dengan lebih baik bila terjadi kontak mata dengan guru atau pengajar daripada harus mendengarkan saja, namun para pengajar perlu juga memberikan alat bantu visual pada mereka agar materi pelajaran tersebut tidak mudah dilupakan.
Gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan cara melihat sehingga mata sangat memegang peranan penting. Gaya belajar secara visual dilakukan seseorang untuk memperolah informasi seperti melihat gambar, giagram, peta, poster, grafik, dan sebagainya. Bisa juga dengan melihat data teks seperti tulisan dan huruf.26 Walaupun seseorang yang memiliki gaya belajar visual memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna dan juga mempunyai pemahaman yang cukup terhadap artistik, mereka juga memiliki kendala untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan. Banyak dari para orang visual yang kurang peka terhadap respons instruksi verbal dan akan mudah lupa dengan apa yang
26Nini Subini, Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak, (Jogjakarta: Javalitera, 2012), h.
118.
disampaikan orang lain sampai mereka diberikan instruksi secara visual yang disertai dengan tulisan, gambar, diagram ataupun bagan.
Selain dengan menggunakan alat bantu visual, untuk mempercepat proses belajar bagi anak yang memunyai gaya belajar visual dapat dilakukan dengan cara membaca dan melihat materi visual dalam bentuk bahasa: surat, kata-kata, dan angka.
Mereka dapat belajar dari media cetak seperti buku, majalah, jurnal, koran, buku pedoman, poster dan sebagainya. Seseorang dengan gaya belajar visual harus mengingat detail kata dan angka yang mereka baca. Karena kegiatan membaca dilakukan secara visual, maka tipe ini merasa mudah dan nyaman jika harus belajar dengan membaca. Jika mereka harus mengingat apa yang mereka pelajari, maka mereka akan lebih mudah mengingat dengan cara membaca dari apa yang tertulis di buku dari pada dibacakan oleh orang lain.27
Seorang yang bertipe visual, akan cepat mempelajari bahan-bahan yang disajikan secara tertulis, bagan, grafik, gambar. Pokoknya mudah mempelajari bahan pelajaran yang dapat dilihat dengan alat penglihatannya. Sebaliknya merasa sulit belajar apabila dihadapkan bahan-bahan bentuk suara, atau gerakan.28Dari beberapa pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa orang yang menggunakan gaya belajar visual memperoleh informasi dengan memanfaatkan alat indera mata. Orang dengan gaya belajar visual senang mengikuti ilustrasi, membaca instruksi, mengamati gambar-gambar, meninjau kejadian secara langsung, dan sebagainya.
27Ricki Linksman, Cara Belajar Cepat, (Semarang: Dahara Prize, 2004), h. 106-109
28Abu ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.
84-85.
b. Gaya Belajar Auditorial
Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar dengan cara mendengar. Orang dengan gaya belajar ini, lebih dominan dalam menggunakan indera pendengaran untuk melakukan aktivitas belajar. Dengan kata lain, ia mudah belajar, mudah menangkap stimulus atau rangsangan apabila melalui alat indera pendengaran (telinga). Orang dengan gaya belajar auditorial memiliki kekuatan pada kemampuannya untuk mendengar.29 Oleh karena itu, mereka sangat mengandalkan telinganya untuk mencapai kesuksesan belajar, misalnya dengan cara mendengar seperti ceramah, radio, berdialog, dan berdiskusi. Selain itu, bisa juga mendengarkan melalui nada (nyanyian/lagu).30
Gaya belajar ini biasanya disebut juga sebagai gaya belajar pendengar. Orang- orang yang memiliki gaya belajar pendengar mengandalkan proses belajarnya melalui pendengaran (telinga). Mereka memperhatikan sangat baik pada hal-hal yang didengar. Mereka juga mengingat sesuatu dengan cara “melihat” dari yang tersimpan ditelinganya. Pada umumnya, seorang anak yang memiliki gaya belajar auditori ini senang mendengarkan ceramah, diskusi, berita di radio, dan juga kaset pembelajaran.
Mereka senang belajar dengan cara mendengarkan dan berinteraksi dengan orang lain.31
29Sukadi, op .cit., h. 98
30Subini, op. cit., h. 119
31 Robert Steinbach, Succesfull Lifelong Learning, terj. Kumala Insiwi Suryo, (Jakarta:
Victory Jaya Abadi, 2002), h. 29.
Orang-orang dengan gaya belajar auditori, biasanya mereka sangat peka pada gangguan auditori. Jika mereka sedang mendengarkan penjelasan guru mereka akan merasa terganggu bila ada suara-suara di sekitarnya. Seperti suara mobil, dengung AC, suara orang yang sedang makan, atau suara kebisingan lain dapat mengganggu konsentrasi belajar mereka. Karena mereka tidak bisa mengabaikan suara-suara itu layaknya tipe visual, maka mereka memprogram diri agar hanya mendengarkan suara guru atau dosen atau pikiran mereka sendiri
Seseorang yang memiliki gaya belajar auditori dalam kesehariannya mereka selalu memerlukan stimuli auditori secara terus-menerus. Mereka tidak akan betah dengan kesunyian. Jika keadaan terlalu sunyi, mereka merasa tidak nyaman dan akan berusaha memecahkan kesunyian dengan bersenandung, menyanyi, berbisik, berbicara keras-keras, mendengarkan radio, atau menelepon orang lain. Mereka juga suka membuka percakapan dan mendiskusikan segala sesuatu secara panjang lebar.
Bahkan mungkin juga menanyakan berbagai hal dan mengajak bicara orang-orang di sekelilingnya.32
Hal-hal yang dilakukan oleh seorang yang memiliki gaya belajar auditori untuk mempercepat proses belajarnya yaitu harus membaca secara sepintas terlebih dahulu. Mereka perlu membayangkan teks yang ada seperti sebuah film dengan disertai efek suara, aksen dan nada suara, perasaan, dan musik untuk membuat materi menjadi lebih hidup. Dengan kosa kata yang menggambarkan suarasuara yang indah.
Mereka biasanya bisa lebih memahami bacaan jika dibaca dengan suara keras.
32Ricki Linksman, Cara Belajar Cepat, (Semarang: Dahara Prize, 2004), h. 126-127
Mereka juga suka menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika sedang membaca. Hal itu dilakukan agar mereka lebih memahami materi daripada hanya sekedar dibaca di dalam hati.
Seorang dengan gaya belajar auditori sangat menyukai musik, suara-suara, irama, nada suara, dan memiliki kemampuan sensor kata yang sangat kuat. Mereka sangat peka pada suara yang mungkin bagi orang lain tidak berarti sama sekali.
Mereka senang pada suara-suara indah, melodi yang manis, dan suara yang menyenangkan hati. Biasanya mereka merasa terganggu dengan suara nyaring seperti suara sirine, ketukan palu, atau suara kebisingan. Mereka bisa mengingat materi pelajaran dengan film mental, efek suara, musik imajiner, dan dialog-dialog. Tekhnik asosiasi semacam ini membantu tipe auditori dalam mempelajari subjek-subjek abstrak seperti struktur bahasa, pengejaan, kosa kata, bahasa asing, dan lain-lain.33
Anak yang bertipe auditorial, mudah mempelajari bahan-bahan yang disajikan dalam bentuk suara (ceramah), begitu guru menerangkan ia cepat menangkap bahan pelajaran, disamping itu kata dari teman (diskusi) atau suara radio/casette ia mudah menangkapnya. Pelajaran yang disajikan dalam bentuk tulisan, perabaan, gerakan- gerakan yang ia mengalami kesulitan.34 Dari beberapa pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa orang yang menggunakan gaya belajar Auditorial memperoleh informasi dengan memanfaatkan alat indera telinga. Untuk mencapai
33Ibid., h. 138
34Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, op. cit., h. 85
kesuksesan belajar, orang yang menggunakan gaya belajar auditorial bisa belajar dengan cara mendengar seperti ceramah, radio, berdialog, dan berdiskusi.
c. Gaya belajar Kinestetik
Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh. Maksudnya ialah belajar dengan mengutamakan indera perasa dan gerakan-gerakan fisik. Orang dengan gaya belajar ini lebih mudah menangkap pelajaran apabila ia bergerak, meraba, atau mengambil tindakan. Misalnya, ia baru memahami makna halus apabila indera perasanya telah merasakan benda yang halus.35
Gaya belajar ini biasanya disebut juga sebagai gaya belajar penggerak. Hal ini disebabkan karena anak-anak dengan gaya belajar ini senantiasa menggunakan dan memanfaatkan anggota gerak tubuhnya dalam proses pembelajaran atau dalam usaha memahami sesuatu. Bagi pembelajar kinestetik, kadang-kadang membaca dan mendengarkan merupakan kegiatan yang membosankan. Instruksi-instruksi yang diberikan secara tertulis maupun lisan seringkali mudah dilupakannya. Mereka memiliki kecenderungan lebih memahami tugas-tugasnya bila mereka mencobanya36
Seseorang yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar dengan cara menggerakkan otot-otot motorik mereka secara imajinatif, kreatif, mengalir, terstruktur. Mereka tidak berfikir dalam uraian kata-kata, tapi mengumpulkan informasi secara intuitif. Gaya belajar ini bukanlah merupakan tipe pendengar yang
35Sukadi, op. cit., h. 100
36 Suparman S, Gaya Mengajar yang Menyenangkan Siswa, (Jogjakarta: Pinus Book Publisher, 2010), h. 68-69
baik karena mereka senang bergerak, dan pikiran mereka bekerja dengan sangat baik justru pada saat matanya tidak tertuju pada lawan bicara, tetapi saat yang terbaik adalah ketika ia sedang bergerak. Mereka bisa menjadi pendengar yang baik saat mata mereka tidak terfokus ke satu titik atau tidak melihat ke arah lawan bicara . Memori mereka juga lebih baik justru pada saat mereka banyak bergerak. Saat mereka bergerak mereka bisa relaks dan berkonsentrasi.
Seseorang dengan gaya belajar kinestetis bukan merupakan tipe pendengar atau pencerna kata-kata, maka bacaan tidak terlalu penting bagi mereka. Irama musik merangsang otot-otot mereka untuk bergerak mengikuti alunan musik. Dengan cara ini stress mereka berkurang dan perhatian serta motivasi mereka lebih meningkat.
Walaupun seseorang dengan gaya belajar kinestetik menanggapi perhatian fisik dan banyak bergerak, namun para pelajar kinestetik ini cenderung berbicara dengan lambat. Berbeda dengan pelajar visual yang berbicara dengan kecepatan bicara yang cepat, auditori dengan kecepatan berbicara sedang, para pelajar kinestetik berbicara dengan perlahan dan pelan. Banyak juga para pelajar yang tidak senang pada penjelasan yang panjang lebar, tetapi mereka membutuhkan sesuatu yang nyata.
Mereka membutuhkan seorang guru yang bisa berperan sebagai pelatih, menggunakan kata-kata kunci dan perbuatan, serta memberikan bimbingan bila mereka membutuhkannya.37
Materi yang nyata dan manipulatif sangat penting bagi seseorang dengan gaya
37Linksman, op. cit., h. 181-186
belajar kinestetis, karena mereka dapat menggunakan keseluruhan bagian tubuh, bukan hanya menggerakkan tangan mereka saja tapi anggota tubuh yang lain. Bagi para siswa dengan gaya belajar kinestetis ini mendengarkan guru atau penjelasan verbal saja tidak akan cukup bagi mereka. Mereka akan lebih memahami materi pelajaran jika diberi penjelasan sekaligus dipraktikkan di depan kelas. Untuk mempermudah membaca, seorang dengan gaya belajar visual ini harus terlibat secara langsung dengan bacaan tersebut dengan cara mempraktikkannya secara fisik atau sekedar membayangkan sedang melakukan seperti apa yang tertulis di buku tersebut.
Banyak juga dari orang-orang dengan tipe kinestetik yang menggunakan jari mereka sebagai penunjuk ketika membaca buku. Untuk mengingat materi yang ada di buku, mereka menyimpan dalam memori mereka dengan mengubahnya secara mental menjadi sebuah rangkaian film bergerak di dalam otak. Mereka akan lupa jika mereka tidak melakukannya.
Individu yang bertipe ini, mudah mempelajari bahan yang berupa tulisan- tulisan, gerakan-gerakan, dan sulit mempelajari bahan yang berupa suara atau penglihatan. Selain itu, belajar secara kinestetik berhubungan dengan praktik atau pengalaman belajar secara langsung.38 Dari pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa orang yang menggunakan gaya belajar kinestetik memperoleh informasi dengan mengutamakan indera perasa dan gerakan-gerakan fisik. Individu yang mempunyai gaya belajar kinestetik mudah menangkap pelajaran apabila ia
38Subini, op. cit., h. 119
bergerak, meraba, atau mengambil tindakan. Selain itu dengan praktik atau pengalaman belajar secara langsung.
Pada dasarnya, dalam diri setiap manusia terdapat tiga gaya belajar. Akan tetapi ada di antara gaya belajar yang paling menonjol pada diri seseorang. Disini peneliti membahas tiga ciri gaya belajar, yaitu ciri gaya belajar Visual, Auditorial dan Kinestetik.
a. Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar Visual:
1) Senang kerapian dan ketrampilan.
2) Jika berbicara cenderung lebih cepat.
3) Ia suka membuat perencanaan yang matang untuk jangka panjang.
4) Sangat teliti sampai ke hal-hal yang detail sifatnya.
5) Mementingkan penampilan, baik dalam berpakaian maupun presentasi.
6) Lebih mudah mengingat apa yang di lihat, dari pada yang di dengar.
7) Mengingat sesuatu dengan penggambaran (asosiasi) visual.
8) Ia tidak mudah terganggu dengan keributan saat belajar (bisa membaca dalam keadaan ribut sekali pun).
9) Ia adalah pembaca yang cepat dan tekun.
10) Lebih suka membaca sendiri dari pada dibacakan orang lain.
11) Tidak mudah yakin atau percaya terhadap setiap masalah atau proyek sebelum secara mental merasa pasti.
12) Suka mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau dalam rapat.
13) Lebih suka melakukan pertunjukan (demonstrasi) dari pada berpidato.
14) Lebih menyukai seni dari pada musik.
15) Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, akan tetapi tidak pandai memilih kata-kata.
16) Kadang-kadang suka kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.39
Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar Visual yaitu biasanya duduk tegak dan mengikuti penyaji dengan matanya.40
39Sukadi, op. cit., h. 96-98
b. Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar Auditorial:
1) Saat bekerja sering berbicara pada diri sendiri.
2) Mudah terganggu oleh keributan atau hiruk pikuk disekitarnya.
3) Sering menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca.
4) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan sesuatu.
5) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara dengan mudah.
6) Merasa kesulitan untuk menulis tetapi mudah dalam bercerita.
7) Biasanya ia adalah pembicara yang fasih.
8) Lebih suka musik dari pada seni yang lainnya.
9) Lebih mudah belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat.
10) Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar.
11) Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskannya.41
Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar Auditorial yaitu sering mengulang dengan lembut kata-kata yang di ucapkan penyaji, atau sering menggunakan kepalanya saat fasilitator menyajikan informasi lisan. Pelajar tipe ini sering “memainkan sebuah kaset dalam kepalanya” saat ia mencoba mengingat informasi. Jadi, mungkin ia akan memandang ke atas saat ia melakukannya.42
c. Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik:
1) Berbicara dengan perlahan
2) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka 3) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
4) Selalu berorientasi dengan sifik dan banyak bergerak
40 Gordon Dryden dan Jeannette Vos, Revolusi Cara Belajar (the Learning Revolution):
Belajar akan Efektif Kalau Anda dalam Keadaan “Fun”, (Bandung: Kaifa, 2002), h. 364.
41Skadi, op. cit., h. 99-100
42Gordon Dryden dan Jeannette Vos, op. cit., h. 364
5) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
6) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca 7) Banyak menggunakan isyarat tubuh
8) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama 9) Memungkinkan tulisannya jelek
10) Ingin melakukan segala sesuatu
11) Menyukai permainan yang menyibukkan.43
Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar Kinestetik yaitu sering memnunduk saat ia mendengarkan.44
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Gaya Belajar
Gaya belajar yang digunakan merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam belajar. Perlu disadari bagaimana orang yang satu dengan yang lain menyerap dan menggali informasi, dan dapat menjadikan belajar dan berkomunikasi lebih mudah dengan gaya sendiri. Sebagian siswa dapat belajar paling baik dengan pencahayaan terang, sedangkan sebagian siswa lain dengan pencahayaan yang suram.
Ada siswa yang belajar paling baik secara berkelompok, sedangkan yang lain memilih belajar dengan adanya figur yang otoriter seperti gutu atau orangtua, yang lain merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif bagi mereka. Sebagian orang memerlukan musik sebagai iringan belajar, sedangkan yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam keadaan sepi. Ada siswa yang memerlukan lingkungan belajar yang teratur dan rapi, tetapi ada yang lebih suka menggelar segala sesuatunya supaya dapat dilihat.45
43Bobby DePorter dan Mike Hernacki, op. cit., h. 118-120.
44Gordon Dryden dan Jeannette Vos, op. cit., h. 364.
45Qodriyah, Belajar dan Motivasi Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 27
Ketika belajar siswa perlu berkonsentrasi dengan baik. Untuk bisa berkonsentrasi dengan baik, perlu adanya lingkungan yang medukung belajar siswa.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi belajar siswa, antara lain:
a. Suara
Tiap siswa mempunyai reaksi yang berbeda-beda terhadap suara, ada yang menyukai belajar dengan mendengarkan musik lembut, keras, ataupun menonton televisi. Ada juga yang menyukai belajar dalam suasana sepi dan ada juga yang menyukai belajar dalam suasana ramai dalam kelompok.
b. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan faktor yang pengaruhnya kurang dirasakan dibandingkan pengaruh suara.
c. Temperatur
Tiap siswa juga mempunyai selera yang berbeda-beda. Ada yang suka tempat sejuk, ada juga yang lebih menyukai tempat yang hangat ketika belajar.
d. Desain belajar
Desain belajar ada dua macam, yaitu desaian belajar formal dan desai belajar tidak formal. Desain formal contohnya belajar di meja dengan alat-alatnya, sedangkan belajar tidak formal dengan belajar santai, duduk di lantai ataupun sambil tiduran.46
46Ibid., h. 28-29
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan digunakan untuk mencari persamaan dan perbedaan ataran penelitian orang lain dengan penelitian yang dilakukan penulis atau membandingkan penelitian yang satunya dengan yang lainnya. Beberapa penelitian terdahulu dan relevan dengan variabel penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Siti Aisya Mu`min melakukan penelitian dengan judul Regulasi Diri dalam Belajar Mahasiswa Yang Bekerja. Hasil penelitiannya menunjukkan
mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Kendari yang bekerja berjumlah 107 orang atau 9,94 %. Mahasiswa tersebut ada yang bekerja setiap hari, akhir pekan dan ada yang bekerja pada libur kuliah saja.
Mahasiswa yang bekerja pada akhir pekan memiliki regulasi diri dalam belajar yang baik, mereka dapat mengatur waktu belajar dan mengerjakan tugas perkuliahan dengan baik. Disamping itu, mereka juga memiliki prestasi belajar yang baik.47
2. Siti Aisya Mu`min melakukan penelitian dengan judul Variasi Individu dalam Pembelajaran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masing-
masing individu memiliki sejumlah gaya belajar dan berpikir, demikian pula inteligensi dan kepribadian mereka. Gaya belajar dan berpikir yang sering kita jumpai adalah gaya impulsive/reflektif dan gaya mendalam/dangkal.
47 Sitti Aisyah Mu'min, Regulasi Diri dalam Belajar Mahasiswa Yang Bekerja, Jurnal Al- Ta’dib IAIN Kendari Vol. 9 No. 1, Januari-Juni, h. 1-20
Inteligensi merupakan keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari.
Menurut teori triarkis Stenberg, inteligensi muncul dalam bentuk analitis, kreatif dan praktis. Sedangkan Gardner mengemukakan delapan tipe inteligensi yaitu: inteligensi verbal, matematika, spasial, tubuh-kinestetik, music, intrapersonal, interpersonal, dan naturalis. Kepribadian yang didefinisikan sebagai pemikiran, emosi dan perilaku yang khas yang menjadi cirri dari cara individu untuk beradaptasi dengan dunianya. Para psikolog mengidentifikasi lima besar atau the big five factor kepribadian , yaitu stabilitas emosional, ekstraversi, keterbukaan terhadap pengalaman, agreeableness dan conscientiousness. Hal lain yang juga berkaitan dengan
kepribadian adalah temperamen yang diartikan sebagai gaya perilaku seseorang dan cara merespons yang khas. Psikolog mengidentifikasi tiga gaya temperamen dasar, yakni: easy, difficult dan slow-to-warm-up.
Berdasarkan pengetahuan tentang variasi individual tersebut, membantu guru dalam menentukan strategi dan gaya mengajar yang tepat di kelas.48 3. Jafriansen Danamik, melakukan penelitian dengan judul Gaya Belajar
Mahasiswa yang Bekerja: Penelitian Di STKIP Purnama Jakarta. Hasil
penelitiannya menujukan bahwa: mahasiswa STKIP Purnama pada umumnya memiliki gaya belajar auditori. Mereka lebih suka dan lebih
48 Sitti Aisyah Mu'min, Variasi Individu dalam Pembelajaran, Jurnal Al-Ta’dib IAIN Kendari, Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2014. h. 68-83
mengandalkan tatap muka dengan dosen dengan mendengarkan penjelasan dan diskusi atau tanya jawab. Sedangkan bagi mahasiswa yang pada saat pagi dan siang hari bekerja dan pada saat sore dan malam hari mengikuti perkuliahan di kampus STKIP Purnama, hanya memiliki sedikit waktu untuk membaca buku atau diktat yang ditentukan oleh dosen. Kegiatan tatap muka dengan setiap dosen di kelas menjadi kesempatan penting dan utama bagi mahasiswa yang sedang bekerja. Dengan gaya belajar auditori mahasiswa akan dapat dengan mudah memahami penjelasan tentang materi perkuliahan oleh setiap dosen di kelas. Di samping itu juga terdapat mahasiswa STKIP Purnama yang memiliki gaya belajar visual. Mereka lebih mengandalkan bacaan buku atau diktat yang disediakan oleh dosen, disamping mendengarkan penjelasan dan diskusi atau tanya jawab. Mereka memanfaatkan waktu luang atau waktu istirahat kerja untuk membaca buku atau diktat, sesuai dengan mata kuliah atau materi kuliah yang sedang dipelajari di kampus.49
49 Jafriansen Danamik, Gaya Belajar Mahasiswa yang Bekerja: Penelitian Di STKIP Purnama Jakarta, J D P Volume 8, Nomor 1, April 2015: 25-34
35
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui secara objektif suatu aktifitas dengan tujuan menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui.1 Dalam penelitian ini penulis mencari data faktual dan akurat secara sistematis dari suatu aktifitas kemudian dideskripsikan secara kualitatif, yaitu menggambarkan objek penelitian dalam lingkungan hidupnya sesuai hasil pengamatan dan pengkajian dimana hasil yang akan dimunculkan bukan hanya dari modifikasi, tetapi dapat menambah khazanah keilmuan.2 Oleh karena itu, penelitian ini harus dilakukan berdasarkan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku serta keadaan yang dapat diamati.3 Jadi, penulis dalam penelitian ini menjadi partisipan yang aktif dengan responden untuk dapat memahami lebih jauh dalam menginterpretasikan suatu makna peristiwa interaksi.4 Sehingga menghasilkan data yang baru, mengenai hasil penelitian yang ditemukan.
1 Sugiono, Metodologi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D (Bandung, CV Alvabeta, 2006), h. 4
2 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasih, 2000), h. 15
3 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2008), h. 38
4Sujarwo, Metodologi Penelitian Sosial, Cet:I (Bandar Lampung : CV. Mandar Maju, 2001), h. 45