• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM MEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEWENANGAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM MEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA SKRIPSI"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

KEWENANGAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN

SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM MEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RIZKY AYUNISA DAULAY NIM: 120200029

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

KEWENANGAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM

MEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

RIZKY AYUNISA DAULAY NIM : 120200029 Departemen : Hukum Ekonomi

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, S.H., M.Hum.

NIP.19750112005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H Tri Murti Lubis, S.H., M.H NIP : 195603291986011001 NIP : 198612122014042001

(3)

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohiim,

Alhamdulillahi Robbil a’lamiin, Segala puji hanya bagi ALLAH. Kita memuji-NYA, meminta pertolongan kepada-NYA, dan meminta ampunan-NYA.

Dan kita berlindung kepada ALLAH dari keburukan diri-diri kita dan kejelekan amalan kita, barangsiapa yang ditunjuki oleh ALLAH maka tidak akan ada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh ALLAH maka tidak akan ada yang mampu memberinya petunjuk. Shalawat beriring salam Penulis haturkan kepada junjungan umat, rahmat bagi sekalian alam, suri tauladan yang baik Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. “Ya ALLAH curahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan shalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya.

Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya ALLAH, curahkanlah barakah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia”.

Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat- syarat untuk memproleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul yang Penulis kemukakan “KEWENANGAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM MEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA.”

(4)

Besar harapan Penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan ilmu pengetahuan, khususnya bagi Penulis sendiri. Walaupun Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.

Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ucapkan terima kasih yang sebaik-baiknya kepada:

Terkhusus kepada Ayahanda Drs. Jamil Poso Daulay, M.Pd dan Ibunda Gustina Hanum Batubara, BA, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya. Terima kasih atas do’a dan ridho serta nasehat dan motifasi yang tak putus-putus diberikan kepada penulis, dan kasih sayang Papa dan Mama terhadap penulis yang sungguh tak terhingga dan tak akan pernah dapat terbalas, dalam kepenatan dan kesusahan tak henti-hentinya berusaha menghantarkan penulis kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sungguh penulis sangat menyayangi Papa dan Mama.

Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Dr. O.K. Saiddin, S.H., M.H, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(5)

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Ibu Aflah, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis selama Penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing I yang telah membantu dan memberi petunjuk serta bimbingan sehingga skripsi ini akhirnya dapat selesai;

7. Ibu Tri Murti Lubis S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing II yang selalu membantu dan membimbing Penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini;

8. Ibu Windha S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan senantiasa membimbing penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini;

9. Bapak (Alm.) Ramli Siregar, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Kepada seluruh Dosen Pengajar dan Pegawai pada Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Kepada adik Penulis yaitu Irfandi Abdillah Daulay yang senantiasa menemani dalam setiap kesempatan selama ini;

12. Kepada seseorang yang selalu bisa dijadikan sahabat, tempat bertukar pikiran, paling suka buat kesel, dan terkasih yaitu Muhammad Arief, yang selalu

(6)

13. menemani penulis baik dalam keadaan susah maupun senang dan selalu memberikan dukungan kepada Penulis selama perkuliahan hingga sekarang;

14. Sahabat tercinta sedari SMP yaitu MaMiKity, yang beranggotakan Tissy, Mafi, dan Naomi, terima kasih telah menjadi tempat curahan hati Penulis baik suka maupun duka dari dulu hingga sekarang dan telah memberikan semangat serta masukan selama penulisan skripsi ini;

15. Sahabat-sahabat tersayang Penulis semasa kuliah hingga sekarang yaitu Clinton (tuls), Tiong, Iput, Erin, Ajok, Bonski, Ariq, Gracia, Yonggi, Yara, Bang Ojik, Beby, dan Ariq;

16. My Ladies, yaitu Dara, Eka Mak’e, Lia, Febby, yang telah menemani Penulis mulai dari hari pertama kuliah sampai sekarang dan selalu memberikan nasehat kepada Penulis.

17. Teman-teman seangkatan yang telah menghiasi kehidupan perkuliahan Penulis yaitu Ila, Ayu, Uni Fika, Mia, Awanis, Faisal, Agung, Anggi, Dika, Sandhi, Mamas, dan Wilson;

18. Teman-Teman Departemen Hukum Ekonomi;

19. Keluarga Besar Divisi Keputrian BTM Aladdinsyah, S.H Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

20. Seluruh Keluarga besar BTM Aladdinsyah, S.H Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

21. Seluruh Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(7)

22. Tak lupa pula kepada seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah turut membantu dan memberi kemudahan kepada Penulis;

23. Seluruh rekan-rekan stambuk 2012, terutama kepada teman-teman Grup D.

Juga kepada seluruh pihak-pihak yang turut membantu penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa bermanfaat, dan memberikan kontribusi positif dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Medan, Juli 2016 Penulis Rizky Ayunisa

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Judul ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II KEKUATAN HASIL MEDIASI PERBANKAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DI SEKTOR PERBANKAN A. Tinjauan Umum Tentang Mediasi Perbankan ... 17

B. Tujuan Mediasi Perbankan Sebagai Penyelesaian Sengketa Alternatif di Sektor Perbankan ... 24

C. Kekuatan Hasil Mediasi Perbankan dalam Penyelesaian Sengketa Alternatif di Sektor Perbankan ... 31

(9)

BAB III PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENYELESAIAN PENGADUAN KONSUMEN DI SEKTOR PERBANKAN

A. Bank Sebagai Lembaga Kepercayaan di Sektor Keuangan ... 39 B. Kewenangan Bank dalam Perlindungan Konsumen di Sektor

Perbankan ... 46 C. Peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam Penyelesaian

Pengaduan Konsumen Di Sektor Perbankan ... 53 BAB IV KEWENANGAN LEMBAGA ALTERNATIF

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM MEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA

A. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan ... 62 B. Kewenangan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia dalam Mediasi Perbankan di Indonesi ... 70 C. Tindakan Hukum Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia Apabila Terjadi Wanprestasi oleh Bank dalam Putusan Mediasi ... 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... ... 87 B. Saran ... 88

Daftar Pustaka ... 89

(10)

ABSTRAK

KEWENANGAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM MEDIASI

PERBANKAN DI INDONESIA

1

Kata kunci: Mediasi Perbankan, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Sengketa Konsumen.

Rizky Ayunisa Daulay * Bismar Nasution **

Tri Murti Lubis ***

Perkembangan teknologi serta kemajuan sistem perbankan tentu saja sangat menguntungkan pada era globalisasi saat ini. Tetapi, segala bentuk kemudahan dari berbagai produk perbankan dapat menimbulkan perselisihan antara dua pihak yaitu konsumen perbankan dengan pihak perbankan itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sengketa di sektor perbankan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana kekuatan hasil mediasi perbankan dalam penyelesaian sengketa alternatif di sektor perbankan, bagaimana peranan otoritas jasa keuangan dalam penyelesaian pengaduan konsumen di sektor perbankan, dan bagaimana kewenangan lembaga alternatif penyelesaian sengketa perbankan indonesia dalam mediasi perbankan di indonesia. Metode yang digunakan dalam pembahasan rumusan masalah tersebut adalah metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji dan menganalisis data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Hasil penelitian ini menunjukan keberadaan lembaga alternatif penyelesaian sengketa perbankan indonesia dapat mengoptimalkan proses penyelesaian sengketa konsumen di sektor perbankan yang telah dikenal dengan mediasi perbankan, dimana proses penyelesaiannya ditempuh melalui non litigasi.

Penyelesaian sengketa konsumen yang di atur oleh UUPK mengenal 2 cara penyelesaian sengketa konsumen yaitu secara litigasi dan non litigasi. Pada pelaksanaan tugasnya lembaga ini berhak memfasilitasi sengketa perbankan yang telah merugikan konsumen perbankan, lembaga ini merupakan lembaga yang independen seteleh dibentuk oleh lembaga otoritas jasa keuangan. Setiap putusan lembaga ini mengikat dan final, dimana setiap kesepakatan dalam penyelesaian sengketa konsumen tersebut harus ditaati dan dijalankan oleh para pihak yang bersengketa.

1 * Mahasiswa

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks seiring berkembangnya kebutuhan masyarakat dewasa ini. Demi terwujudnya kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang diperlukan konsistensi pemerintah dalam melakukan pembangunan nasional.

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.2

Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan, termasuk bank.3

Bank merupakan salah satu lembaga yang memiliki peranan yang sangat strategis dalam proses pembangunan nasional di Indonesia, sebagaimana pengertian bank itu sendiri yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannyakepada masyarakat

2 Republik Indonesia, Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Bagian Menimbang huruf a.

3 Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor :1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Penjelasan, Bagian Umum.

(12)

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.4

Permasalahan yang timbul disebabkan karena kerugian-kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari hubungan hukum antara bank dengan konsumen maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh bank. Hal inilah yang menimbulkan terjadinya sengketa, dimana pihak konsumen tidak menerima jasa sesuai dengan harapannya. Ada 2 (dua) masalah dominan yang sering dikeluhkan konsumen jasa perbankan. Pertama, pengaduan soal produk perbankan, seperti ATM (Automatic Teller Machine), kartu kredit, dan aneka ragam jenis tabungan, termasuk keluhan produk perbankan terkait dengan janji hadiah dan iklan produk perbankan. Kedua, pengaduan soal cara kerja petugas yang tidak simpatik dan kurang profesional khususnya petugas service point, seperti teller, customer service, dan satpam.

Perkembangan teknologi serta kemajuan sistem perbankan tentu saja sangat menguntungkan pada era globalisasi saat ini. Tetapi, segala bentuk kemudahan dari berbagai produk perbankan tersebut tidak semudah yang dibayangkan, terkadang muncul berbagai masalah yang menimbulkan perselisihan antara dua pihak yaitu pihak pengguna produk layanan perbankan dengan pihak perbankan itu sendiri.

5

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh

4 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 angka (2).

5 Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.19-20.

(13)

rendahnya pendidikan konsumen.6 Kelemahan ini dimanfaatkan oleh lembaga perbankan dalam menjalankan bisnisnya. Lebih parah lagi bisnis perbankan nasional cenderung dimanfaat untuk kepentingan-kepentingan yang bersifatpolitis dan ekonomis, yang pada akhirnya menyengsarakan kehidupan rakyat.7

Upaya terpenting dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah melalui pembentukan peraturan perundang-undangan yang dapat menjadi payung hukum bagi penegakan hak konsumen. Suara-suara untuk memberdayakan konsumen semakin gencar, baik melalui ceramah-ceramah, seminar-seminar maupun tulisan-tulisan di media massa. Puncaknya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK).

Kondisi konsumen yang banyak dirugikan seperti ini memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-hak konsumen dapat ditegakkan.

8

Perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang andal, meningkatkan pemberdayaan konsumen, dan menumbuhkan kesadaran lembaga jasa keuangan sehingga mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor jasa

Undang-Undang Perlindungan Konsumen lahir karena adanya dorongan dari berbagai pihak dan dorongan ini pun terus bergema hingga akhirnya aturan perlindungan konsumen dalam industri sektor jasa keuangan di Indonesia semakin kuat.

6 Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Penjelasan, Bagian Umum.

7 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. xiii.

8 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm 16.

(14)

keuangan.9 Kepercayaan masyarakat merupakan inti dari bisnis perbankan. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan sering kali hak-hak nasabah tidak dapat terlaksana dengan baik sehingga menimbulkan friksi antara nasabah dan bank, yang ditunjukkan dengan munculnya pengaduan nasabah.10

Pengaduan adalah ungkapan ketidakpuasan nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian bank.11 Tuntutan ganti kerugian inilah yang menjadi awal dari sengketa para pihak, yang apabila tidak muncul kesadaran dari para pihak untuk menyelesaikan secara damai, akan menjadi sengketa yang berkepanjangan.12 Maka dengan demikian, diperlukan suatu penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank. Mekanisme penyelesaian pengaduan di sektor jasa keuangan ditempuh melalui 2 (dua) tahapan yaitu penyelesaian pengaduan yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan (internal dispute resolution) dan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan atau lembaga di luar peradilan (external dispute resolution).13

Penyelesaian sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan

9 Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Disektor Jasa Keuangan, Penjelasan, Bagian Umum.

10 Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, (Yogyakarta:

Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 14.

11 Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan NasabahPasal 1 angka 4.

12 Khotibul Umam, Op.Cit., hlm.6.

13 Republik Indonesia,Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Disektor Jasa Keuangan, Penjelasan, Bagian Umum.

(15)

Negeri.14 Cara litigasi sebagaimana praktek selama ini, disamping memiliki kelebihan juga dapat kekurangan, antara lain mengenai proses, biaya dan waktu.

Untuk menutup kekurangan cara litigasi inilah muncul cara mediasi yang selama ini terbukti produktif dalam menyelesaikan sengketa finansial antara nasabah dengan bank.15

Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus.16 Khusus untuk dunia perbankan, aturan mediasi telah diatur dalam PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No.10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan. Sengketa antara nasabah dengan bank yang disebabkan tidak dipenuhinya tuntutan finansial nasabah oleh bank dalam penyelesaian pengaduan nasabah dapat diupayakan penyelesaiannya melalui mediasi perbankan.17

Seiring perkembangan waktu dan dinamika hukum, penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah yang sebelumnya berada dalam pengawasan Bank Indonesia, setelah terbentuknya lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2011 maka, secara otomatis penyelesaian maupun pengaduan konsumen menjadi pengawasan OJK. Hal ini terbukti setelah munculnya UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (yang selanjutnya disebut UU OJK)

14 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 6 ayat (1).

15 Riyenti Nuhar, Pelaksanaan Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Bagi Nasabah (Studi Pada Kantor Bank Indonesia Padang), Padang, Skripsi padaFakultas Hukum Universitas Andalas, 2011, hlm.3-4.

16 Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), hlm.12.

17 Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan, Pasal 2.

(16)

memberikan pengaturan yang lebih mendalam mengenai perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan. Terutama seperti yang dimuat dalam Pasal 28, 29, 30 serta di dalam Pasal 31 yang menyebutkan “Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan konsumen dan masyarakat diatur dengan Peraturan OJK”. Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan diatur bahwa setiap Lembaga Jasa Keuangan (LJK) wajib memiliki unit kerja dan atau fungsi serta mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi konsumen.

Jika penyelesaian sengketa di LJK tidak mencapai kesepakatan, maka konsumen dapat melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Aturan ini dikeluarkan oleh OJK berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07 /2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan menetapkan kebijakan bahwa setiap sektor jasa keuangan memiliki satu LAPS. Lembaga ini dibutuhkan apabila tidak tercapai kesepakatan penyelesaian sengketa antara konsumen dan LJK. Sehingga dengan adanya LAPS ini maka diharapkan dapat melindungi hak-hak dari konsumen yang dirugikan oleh LJK. Dengan adanya LAPS ini juga membuat adanya suatu lembaga yang independen dalam menangani masalah-masalah konsumen yang ada di sektor perbankan. Namun LAPS ini adalah lembaga yang baru terbentuk sehingga banyak yang belum mengetahui mengenai LAPS. Sehingga perlu dikaji mengenai kewenangan dari LAPS tersebut.

(17)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kekuatan hasil mediasi perbankan dalam penyelesaian sengketa alternatif di sektor perbankan ?

2. Bagaimanakah peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam penyelesaian pengaduan konsumen di sektor perbankan ?

3. Bagaimanakah kewenangan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dalam mediasi perbankan di Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam tulisan ini yaitu:

a. Untuk mengetahui kekuatan hasil mediasi perbankan dalam penyelesaian sengketa alternatif di sektor perbankan.

b. Untuk mengetahui peranan otoritas jasa keuangan dalam penyelesaian pengaduan konsumen di sektor perbankan.

c. Untuk mengetahui kewenangan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dalam mediasi perbankan di Indonesia.

2. Manfaat penulisan

Adapun manfaat dalam penulisan ini adalah:

a. Manfaat teoritis:

(18)

1) Memberikan tambahan literatur sebagai bahan pustaka Hukum Ekonomi tentang kewenangan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dalam mediasi perbankan di Indonesia.

2) Memberikan dasar bagi penelitian selanjutnya mengenai lembaga perlindungan konsumen sektor perbankan khususnya masalah kewenangan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dalam mediasi perbankan di Indonesia.

b. Manfaat praktis:

Untuk masyarakat luas, agar dapat memberikan gambaran/uraian dan pemahaman tentang kewenangan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dalam mediasi perbankan di Indonesia.

D. Keaslian Judul

Skripsi ini berjudul “Kewenangan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dalam mediasi perbankan di Indonesia”.

Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, telah dilakukan pemeriksaan pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal itu dapat diminta pertanggungjawabannya.

(19)

Skripsi yang mempunyai profil yang sama dengan judul skripsi ini namun berbeda pada permasalahannya serta intinya dan hasil skripsi pada umumnya yakni:

Suci Ananda (2008) dengan judul “Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah (Studi Kasus Di PT. Bank Danamon Cabang Medan)” dimana permasalahan dalam tulisan ini adalah ; a.

Bagaimanakah pelaksanaan mediasi pada Bank Danamon, b. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan mediasi pada Bank Danamon serta bagaimana solusinya.

Sarah Diva (2011) Dengan Judul “Aspek Hukum Mediasi Perbankan Dalam Penyelesaian Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut)” dimana permasalahan dalam tulisan ini adalah ; a. Bagaimana Pelaksanaan Pemberian Kredit Pada Bank Sumut, b. Bagaimana Pengertian Kredit Macet Pada Bank Bank Sumut, c. Bagaimana Proses Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Sumut melalui Mediasi Perbankan.

Penelitian skripsi ini berbeda dengan penelitian skripsi tersebut yang juga membahas tentang mediasi perbankan karena terdapat perbedaan yang signifikan mengenai substansi pembahasan. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan hasil pemikiran sendiri tanpa ada meniru hasil karya orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Dengan demikian, keaslian penulisan skripsi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

(20)

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga yang melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan.18 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) melakukan penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan. LAPS yang telah berdiri diantaranya adalah Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) untuk sektor pasar modal; Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) untuk sektor asuransi; Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP) untuk sektor dana pensiun; Badan Arbitrase Ventura Indonesia (BAVI) untuk sektor modal ventura; Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI) untuk sektor pembiayaan dan pergadaian; Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) untuk sektor perbankan;

dan Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI) untuk sektor penjaminan.19

2. Mediasi Perbankan

Mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian maupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Mediasi perbankan merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan bagi kalangan perbankan saja.

18Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Disektor Jasa Keuangan, Pasal 1 angka (2).

19http://www.ojk.go.id (diakses pada tanggal 30 Mei 2016))

(21)

Sengketa yang terjadi haruslah dalam ruang lingkup perbankan, yaitu antara nasabah dan bank.20

3. Pengertian perlindungan konsumen

Menurut Pasal 1 Angka 1 UUPK:

“Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

Menurut Pasal 1 Angka 3 POJK 1/2013:

“Perlindungan Konsumen adalah perlindungan terhadap Konsumen dengan cakupan perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan”.

Tujuan penyelenggaraan, pengembangan, dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha jasa keuangan dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab.21

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi penelitian

Penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini bersifat deskriptif yang mengacu kepada penelitian hukum normatif yaitu mengkaji tentang kewenangan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dalam mediasi perbankan di Indonesia. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis.

20 Sarah Diva, Aspek Hukum Mediasi Perbankan Dalam Penyelesaian Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), Skripsi, Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2011.

21 Abdul Halim Barkatulah, Op.Cit.,hlm.18..

(22)

Penelitian normatif dapat dikatakan juga dengan penelitian sistematik hukum sehingga bertujuan mengadakan identifikasi terhadap pengertian- pengertian pokok/dasar dalam hukum, yakni masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan obyek hukum.22

2. Data penelitian

Sumber Data yang dipergunakan berupa data sekunder. Adapun data sekunder yang dimasudkan adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier.23

a. Bahan hukum primer

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dimana data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur, tulisan, maupun putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan penelitian kepustakaan.

Data sekunder terdiri dari :

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari kaidah dasar. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, Surat Edaran BI No.

8/14/DPNP tentang Mediasi Perbankan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

22 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.15.

23 Sumaidi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hlm.39.

(23)

Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, KUH Perdata, dan peraturan-peraturan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, thesis, disertasi, jurnal, makalah, surat kabar, majalah, artikel, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi konsep- konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain baik di bidang hukum maupun di luar bidang hukum yang digunakan untuk melengkapi data penelitian ini.

3. Teknik pengumpulan data

Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu Metode yang digunakan adalah dengan cara memperoleh data tersedia di perpustakaan yang pernah ditulis sebelumnya di mana ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan.24

24 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafido Persada, 2007), hal.38.

(24)

Menurut M. Nazil dalam bukunya, dikemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.25

4. Analisis data

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut dengan analisisnya.26

Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus.

Metode analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.

27 Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi- proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada kesimpulan berupa asas umum.28 Penarikan kesimpulan terhadap data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun induktif, sehingga akan dapat merangkum jawaban terhadap permasalahan yang telah disusun.29

25 M. Nazil, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia,2010), hlm. 111.

26 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 69.

27 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 11.

28Ibid.,hlm. 10.

29 Winarno Surachmad, Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metodologi Ilmiah) (Bandung: Tarsito, 1982), hlm. 131.

(25)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan upaya atau cara untuk mempermudah dalam melihat dan memahami isi dari tulisan ini secara menyeluruh. Dalam sistematika penulisan ini dibagi kedalam 5 (lima) bab. Setiap bab menguraikan pembahasan-pembahasan tersendiri secara sistematis dan saling terkait antara bab satu dan bab lainnya. Setiap bab terdiri dari sub bab untuk menjelaskan kesistematisan dan penjabaran lebih lanjut dari bab yang ada dengan tujuan agar lebih memudahkan dalam hal pemahaman dan terarahnya penulisan skripsi ini.

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bagian pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan.

BAB II KEKUATAN HASIL MEDIASI PERBANKAN DALAM

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DI SEKTOR PERBANKAN

Membahas mengenai tinjauan umum mengenai mediasi perbankan, tujuan mediasi perbanakan sebagai penyelesaian sengketa alternatif di sektor perbanakn dan kekuatan hasil mediasi perbankan dalam penyelesaian sengketa alternatif di sektor perbankan.

(26)

BAB III PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENYELESAIAN PENGADUAN KONSUMEN DI SEKTOR PERBANKAN

Membahas mengenai bank sebagai lembaga kepercayaan di sektor keuangan, kewenangan bank dalam perlindungan konsumen di sektor perbankan, dan peranan otoritas jasa keuangan dalam penyelesaian pengaduan konsumen di sektor perbankan.

BAB IV KEWENANGAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI) DALAM MEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA

Membahas mengenai lembaga alternatif penyelesaian sengketa perbankan Indonesia sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan, kewenangan lembaga alternatif penyelesaian sengketa perbankan indonesia (lapspi) dalam mediasi perbankan di indonesia dan tindakan hukum lembaga alternatif penyelesaian sengketa perbankan Indonesia apabila terjadi wanprestasi oleh para pihak dalam putusan mediasi.

BAB V PENUTUP

Merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan penulis serta saran yang mungkin bermanfaat.

(27)

BAB II

KEKUATAN HASIL MEDIASI PERBANKAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF DI SEKTOR PERBANKAN

A. Tinjauan Umum Tentang Mediasi Perbankan

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari adanya konflik dalam kehidupan sehari-hari yang bermula dari adanya perasaan tidak puas terhadap pihak lain yang melakukan suatu tindakan diluar batas kewajarannya.

Sengketa yang sering terjadi dapat diakibatkan oleh persoalan-persoalan kecil seperti masalah batas tanah, masalah wanprestasi atas suatu pekerjaan dan lainnya. Perselisihan atau sengketa tersebut dapat muncul karena setiap pihak merasa lebih benar.

Beberapa tahun yang lalu banyak media yang memberitakan kasus-kasus sengketa yang sangat marak di pengadilan. Salah satu kasus yang sering diberitakan adalah kasus Prita Mulyasari. Prita adalah seorang ibu rumah tangga yang berasal dari Tangerang dan ibu dari dua anak yang salah satunya pasien gondong (mumps) di Rumah Sakit Omni Internasional yang salah didiagnosis sebagai demam berdarah. Keluhan tentang perawatan anaknya yang dimulai sebagai sebuah surel pribadi yang dipublikasikan dan pada akhirnya ia dipenjara setelah kalah dalam gugatan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pihak rumah sakit.30

30

Selain kasus tersebut, terdapat pula beberapa kasus lainnya yaitu kasus seorang nenek yang mencuri buah kakao di Banyumas, kasus pencurian semangka di Kediri dan juga kasus pencurian sabun mandi dan kacang hijau di

https://id.wikipedia.org/wiki/Prita_Mulyasari (diakses pada tanggal 31 Mei 2016)

(28)

Cirebon. Kasus ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan mediasi di luar pengadilan.

Masyarakat luas menganggap keputusan hakim untuk menjerat mereka dengan pasal-pasal KUHP sangat berlebihan dan bertentangan dengan nilai keadilan. Penyelesaian sengketa, tidak selalu dilaksanakan dengan persidangan pengadilan, akan tetapi cara-cara damai dapat ditempuh dan diupayakan secara lebih efektif dan efisien dengan lembaga damai (dading) yang di atur dalam pasal 130 HIR/pasal 195 RBG. Pasal ini merupakan pasal yang lebih mengefektifkan serta meningkatkan manfaat dari kebijakan pembaharuan peradilan. Bahkan kebijakan ini diperluas, dengan mendorong pengembangan mediasi pada umumnya.31

Penyelesaian sengketa dalam sistem hukum di Indonesia yang dikenal saat ini terdiri dari penyelesaian secara litigasi dan nonlitigasi. Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.32

31 Sugiatminingsih, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyeleaian Sengketa Di Luar Pengadilan”, Jurnal,Volume 12, Nomor 2, Juli - Desember 2009, hlm. 130,

Apabila suatu sengketa terjadi dan diselesaikan melalui badan pengadilan, hakim harus memutuskannya berdasarkan sumber hukum yang ada,

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/salam/article/viewFile/447/454 (diakses pada tanggal 31 Mei 2016)

32 Didin Kurniawan, “Litigasi”,

http://didinashter.blogspot.co.id/2011/05/litigasi.html (diakses pada tanggal 31 Mei 2016)

(29)

secara teori salah satu yang dapat dijadikan rujukan sebagai sumber hukum adalah yurisprudensi. Sedangkan non litigasi adalah penyelesaian masalah hukum diluar proses peradilan, tujuannya adalah memberikan bantuan dan nasehat hukum dalam rangka mengantisipasi dan mengurangi adanya sengketa, pertentangan dan perbedaan, serta mengantisipasi adanya masalah-masalah hukum yang timbul.33

Negosiasi adalah proses konsensual yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka yang bersengketa. Negosiasi dijadikan sarana bagi mereka yang bersengketa untuk mencari solusi pemecahan masalah yang mereka hadapi tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.

Jalur non litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif.

Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia. Bentuk – bentuk penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi terbagi atas :

1. Negosiasi

34

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar peradilan yang kurang lebih hampir sama dengan negosiasi. Bedanya adalah terdapat pihak ketiga yang netral dan berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi tersebut yang biasa disebut mediator.Pihak ketiga tersebut hanya boleh memberikan saran-saran yang bersifat sugestif, karena pada dasarnya yang memutuskan untuk mengakhiri Dalam proses ini para pihak saling melakukan kompromi atau tawar menawar terhadap kepentingan penyelesaian suatu hal atau sengketa untuk mencapai kesepakatan.

2. Mediasi

33Fitrua Ramadhani, http://jdih.kepriprov.go.id/index.php/id/informasi- kegiatan/artikel-kegiatan/86-non-litigasi (diakses pada tanggal 31 Mei 2016)

34Khotibul Umam, Op.Cit., hlm.10.

(30)

sengketa adalah para pihak.35 Mediator harus bersikap impartial dan neutral, karena ia dianggap sebagai pemimpin bagi para pihak untuk berkomunikasi, karena faktor komunikasi merupakan salah satu penyebab mengapa konflik tidak segera terselesaikan.36

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Sebagai salah satu cara penyelesaian di luar peradilan, arbitrase dijalankan atas dasar kehendak sendiri dari para pihak yang bersengketa dalam bentuk perjanjian arbitrase.

3. Arbitrase

37 Pihak yang memfasilitasi penyelesaian ini disebut Arbiter. Arbiter Hakikatnya merupakan hakim swasta sehingga mempunyai kompetensi untuk membuat putusan terhadap sengketa yang terjadi. Putusan yang dimaksud bersifat final and binding, serta merupakan win-loss solution.38

Pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian nasional telah menghasilkan variasi produk barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.

Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi telekomunikasi, dan informatikajuga turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa hingga melintasi batas-batas wilayah suatu negara.39

35 Aulia Ardina, “Penyelesaian Sengketa Non Litigasi”, http://auliaardina.blogspot.co.id/ (diakses pada tanggal 31 Mei 2016)

36MuhammadSaifullah, “Sejarah dan Perkembangan Mediasi di Indonesia”, http://iwmc.blogspot.co.id/2007/11/sejarah-dan-perkembangan-mediasi-di.html(diakses pada tanggal 31 Mei 2016)

37http://www.pengertianpakar.com/2015/08/pengertian-arbitrase-dalam- hukum.html# (diakses pada tanggal 31 Mei 2016)

38Khotibul Umam, Op.Cit., hlm.12.

39Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.1

(31)

Perkembangan transaksi barang dan/atau jasa tersebut membawa dampak terhadap dunia perbankan. Praktek transaksi bisnis yang terjadi diantara bank dan nasabah tidak terlepas dari adanya risiko dan berpotensi menyebabkan terjadinya sengketa. Sengketa yang terjadi antara bank dengan nasabahnya mencakup sengketa di bidang finansial, yakni tidak dipenuhinya tuntutan finansial dari nasabah oleh bank. Tuntutan finansial berdasarkan penjelasan Pasal 2 PBI Nomor 8/5/PBI/2006 bahwa “yang dimaksud dengan tuntutan finansial adalah potensi kerugian finansial nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian bank sebagaimana dimaksud pada Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.40

Mediasi dipilih dikarenakan penyelesaian sengketa secara litigasi (pengadilan) dianggap sebagai yang paling tidak efisien oleh para pelaku dunia ekonomi komersial, berkaitan dengan waktu dan biaya yang dibutuhkan.

Berdasarkan pada pemaparan sebelumnya, penyelesaian sengketa secara non litigasi di sektor keuangan melalui sarana-sarana yang dimaksud kini telah terlembagakan oleh masing-masing lembaga keuangan. Penyelesaian sengketa dalam dunia perbankan juga mengenal bentuk-bentuk penyelesaian di luar mekanisme badan pengadilan (litigasi), salah satunya yaitu mediasi, khusus dunia perbankan disebut mediasi perbankan.

41

40Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/5/ PBI/2006 tentang Mediasi Perbankkan, Pasal 2

Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain

41http://www.kesimpulan.com/2009/04/alternatif-penyelesaian-sengketa.html (diakses pada tanggal 1 Juni 2016)

(32)

itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil.42

Rumitnya proses pemeriksaan perkara di pengadilan mengakibatkan lambatnya pengambilan keputusan serta kebanyakan nasabah bank juga pesimis laporannya akan ditanggapi dengan baik jika melalui proses litigasi. Mereka juga tidak tahu persis kepada pihak mana untuk mengadukan kasus yang dihadapinya dan takut pada besarnya biaya pengaduan.43

Mediasi Perbankan pada dasarnya merupakan suatu proses negosiasi di antara para pihak yang bersengketa, yaitu nasabah dan bank, dengan melibatkan mediator dari Bank Indonesia untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian atau seluruh permasalahan yang disengketakan. Mediasi Perbankan merupakan upaya lanjutan (fase 2) dari upaya penyelesaian pengaduan nasabah yang tidak dapat diselesaikan secara internal oleh bank.44

42Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 1-2.

43Suci Ananda, Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank dan Nasabah (Studi Kasus di PT. Bank Danamon Cabang Medan), Skripsi, Medan, Fakultas Universitas Sumatera Utara, hlm. 45

44https://www.bankekonomi.co.id/1/PA_ES_Content_Mgmt/content/ber/Home/for mdownload/content_id/files/e-channel/QA-Mediasi-Perbankan.pdf (diakses pada tanggal 1 Juni 2016)

Penyelesaian melalui mediasi perbankan memberikan kesamaan kedudukan bagi para pihak dan upaya penentuan hasil akhir perundingan yang dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Sehingga pada akhirnya solusi yang dihasilkan mengarah kepada win- win solution.

(33)

Pengajuan Penyelesaian sengketa dalam rangka mediasi perbankan kepada Bank Indonesia, dilakukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah. Bank sebagai pihak yang bersengketa, wajib memenuhi panggilan Bank Indonesia. Dengan demikian, sengketa dalam perbankan yang dapat diselesaikan melalui jalur mediasi ini dibatasi hanya sengketa yang terjadi antara bank dan nasabah, bukan sengketa antarbank.45

Terkait dengan mediasi perbankan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, khususnya bagi nasabah bank, yakni: 46

a. Pastikan bahwa sengketa anda memenuhi persyaratan untuk diselesaikan melalui jalur mediasi perbankan.

b. Sampaikan dokumen secara lengkap disertai data pendukung.

c. Dapatkan informasi mengenai mediasi perbankan dari bank anda.

d. Patuhi hasil kesepakatan yang tertuang dalam akta kesepakatan.

Mediasi perbankan adalah salah satu bentuk implementasi program yang bertujuan untuk mencapai Arsitektur Perbankan Indonesia (API) khususnya pada pilar yang keenam yaitu Perlindungan Konsumen.47

45Khotibul Umam, Op.Cit., hlm. 26

46 Ibid, hlm. 25

Mediasi dapat dikatakan sebagai salah satu upaya perlindungan konsumen di sektor perbankan. Pada dasarnya hak-hak nasabah secara umum sama halnya dengan hak-hak konsumen pada umumnya. Hak-hak konsumen yang dilegalisasi tersurat dalam undang-

47Bambang Suprayitno, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah Dan Bank Serta Konsepsi Ke Depannya”, Jurnal, Volume 5, Nomor 2, Desember

2008, hlm.206, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Bambang%20Suprayitno.pdf (diakses

pada tanggal 31 Mei 2016)

(34)

undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disebut UUPK). Dalam UUPK hak-hak tersebut adalah sebagaimana berikut:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/ataujasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

(35)

B. Tujuan Mediasi Perbankan Sebagai Penyelesaian Sengketa Alternatif di Sektor Perbankan

Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang ditawarkan bank. Dalam setiap produk bank selalu terdapat ketentuan-ketentuan yang ditawarkan oleh bank.48 Penghimpunan dana merupakan jasa utama yang ditawarkan dunia perbankan, baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat.

Keduanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dana. Jasa berupa penghimpunan dana dari masyarakat bisa dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.49

Adanya hubungan transaksi antara bank dan nasabah menimbulkan hubungan hukum bagi keduanya, dimana hubungan hukum itu berlandaskan suatu perjanjian diantara keduanya. Kedudukan nasabah dalam perbankan mempunyai peranan penting. Pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat atau nasabah.50

Masyarakat percaya bahwa perbankan akan memberikan keuntungan terhadap nasabahnya baik dalam bentuk materi misalnya bunga maupun non materi misalnya keamanan atas barang berharga yang dititipkan atau disimpan di bank tersebut. Dilain pihak, perbankan juga merasa yakin dan percaya bahwa

48Tri Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 18

49Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm.221

50 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003) hlm. 282.

(36)

nasabahnya datang dari kalangan yang mempunyai reputasi dan kredibilitas baik.51

Bank wajib menyelesaikan pengaduan yang diajukan oleh setiap nasabah yang mengalami kerugian finansial akibat dari kelalaian bank dalam transaksi keuangan. Kewajiban bank untuk menyelesaikan pengaduan, mencakup kewajiban menyelesaikan pengaduan yang diajukan secara lisan dan atau tertulis oleh nasabah dan atau perwakilan nasabah, termasuk yang diajukan oleh suatu lembaga, badan hukum, dan atau bank lain yang menjadi nasabah bank tersebut.

Untuk itu, bank wajib memiliki unit dan atau fungsi yang dibentuk secara khusus di setiap kantor bank untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan oleh nasabah dan atau perwakilan nasabah.

Meskipun hubungan antara bank dan nasabah dilandasi kepercayaan, tidak menutup kemungkinan terjadinya perselisihan antara bank dan nasabah.

Terkadang perselisihan dapat timbul dikarenakan kesalahpahaman informasi oleh nasabah terhadap produk perbankan. Disamping hal itu, kelalaian bank dalam menjalankan fungsinya juga menimbulkan konflik. Sehingga timbul sengketa antara bank dan nasabah sebagai akibat tidak dipenuhinya tuntutan finansial dari nasabah oleh bank.

52

1. Informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank.

Timbulnya friksi antara bank dengan nasabah terutama disebabkan oleh 4 (empat) hal yaitu:

51Luh Putu Vera Astri Pujyanti & Amelia Kandisa, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Mediasi Perbankan”, Jurnal, Volume III , Nomor 8 , Agustus; 2015, hlm.224, http://jurnalius.ac.id/ojs/index.php/jurnalIUS/article/download/209/183 (diakses pada tanggal 31 Mei 2016)

52Khotibul Umam, Op.Cit., hlm.15

(37)

2. Pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk serta jasa perbankan yang masih kurang.

3. Ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana.

4. Tidak adanya saluran memadai untuk memfasilitasi penyelesaian friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank.53

Penyelesaian pengaduan nasabah diselesaikan secara internal terlebih dahulu oleh bank, aturan penyelesaian ini diatur oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.Apabila melalui proses penyelesaian pengaduan secara internal oleh bank tidak memuaskan pihak nasabah, maka sengketa dapat ditindak lanjuti melalui mediasi perbankan oleh Lembaga Mediasi Perbankan.

Lembaga Mediasi Perbankan merupakan sebuah bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah bank (baik nasabah kreditur maupun debitur). Hal tersebut merupakan salah satu langkah kebijakan yang diterapkan Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas lembaga perbankan nasional di Indonesia.

Adapun keberadaan lembaga mediasi perbankan tersebut merupakan suatu terobosan sebagaimana halnya di negara-negara lain di dunia karena bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum yang maksimal kepada nasabah

53 Muliaman D. Hadad, “Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia”,http://www.bi.go,id,dimuat dalam Muhammad Rutabuz Zaman, “Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution) Pada Layanan Jasa Perbankan”, Jurnal, Volume.X, Nomor 01, Januari 2015, (diakses pada 3 Juni 2016)

(38)

perbankan.54

Adapun fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya membantu nasabah dan bank untuk mengkaji ulang sengketa yang terjadi secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan. Bank disini meliputi bank umum dan bank perkreditan rakyat, baik konvensional maupun syariah.

Dalam hal ini peranan Lembaga Mediasi Perbankan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006, sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan, meliputi peranan normatif, peranan aktual, dan peranan ideal.

Proses dan mekanisme penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah melalui mediasi dilaksanakan setelah nasabah atau perwakilan nasabah dan bank menandatangani Perjanjian Mediasi (Agreement to Mediate) yang memuat kesepakatan untuk memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

55

a. Membantu mencarikan jalan keluar/alternatif penyelesaian atas sengketa yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.

Diharapkan dengan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dapat dicapai tujuan utama dari mediasi tersebut yakni :

54Zulfi Diane Zaini, “Lembaga Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan di Indonesia”, Jurnal, Keadilan Progresif, Volume 3, Nomor 1, Maret 2012, hlm.3

55Khotibul Umam, Op.Cit., hlm. 25

(39)

b. Dengan demikian proses negosiasi sebagai proses yang forward looking dan bukan backward looking, yang hendak dicapai bukanlah mencari kebenaran dan/atau dasar hukum yang diterapkan namun lebih kepada penyelesaian masalah.

Sebagai tambahan dari tujuan utama mediasi yang perlu juga dijadikan acuan mempertimbangkan penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah : a. Melalui proses mediasi diharapkan dapat dicapai terjalinnya komunikasi

yang lebih baik diantara para pihak yang bersengketa.

b. Menjadikan para pihak yang bersengketa dapat mendengar, memahami alasan/penjelasan/argumentasi yang menjadi dasar/pertimbangan pihak yang lain.

c. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengurangi rasa marah/bermusuhan antara pihak yang satu dengan yang lain.

d. Memahami kekurangan/kelebihan/kekuatan masing-masing, dan hal ini diharapkan dapat mendekatkan cara pandang dari pihak-pihak yang bersengketa, menuju suatu kompromi yang dapat diterima para pihak Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan manfaatnya, karena para pihak telah mencapai kesepakatan yang mengakhiri persengketaan mereka secara adil dan saling menguntungkan. Bahkan dalam mediasi yang gagal pun, di mana para pihak belum mencapai kesepakatan, sebenarnya juga telah merasakan manfaatnya. Kesediaan para pihak bertemu di dalam proses mediasi, paling tidak telah mampu mengklarifikasikan akar persengketaan dan mempersempit perselisihan di antara mereka. Hal ini menunjukkan adanya

(40)

keinginan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, namun mereka belum menemukan format tepat yang dapat disepakati oleh kedua belah pihak.

Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga. Mediasi dapat memberikan sejumlah keuntungan antara lain:56

1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau ke lembaga arbitrase.

2. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan merekan secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.

3. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka 4. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol

terhadap proses dan hasilnya.

5. Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksi, dengan suatu kepastian melalui konsensus.

6. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.

56 Handar Subhandi, ”Tujuan dan Manfaat Mediasi”,

http://handarsubhandi.blogspot.co.id/2014/11/tujuan-dan-manfaat-mediasi.html (diakses pada tanggal 18 juni 2016)

(41)

7. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase.

Keterkaitan dalam hal keuntungan mediasi, para pihak dapat mempertanyakan pada diri mereka masing-masing megenai hasil yang dicapai melalui mediasi (meskipun mengecewakan atau lebih buruk daripada yang diharapkan). Bila dikaji lebih dalam bahwa hasil kesepakatan yang diperoleh melalui jalur mediasi jauh lebih baik, bila dibandingkan dengan para pihak terus- menerus berada dalam persengketaan yang tidak pernah selesai, meskipun kesepakatan tersebut tidak seluruhnya mengakomodasikan keinginan para pihak.

Pernyataan win-win solution pada mediasi, umumnya datang bukan dari istilah penyelesaian itu sendiri, tetapi dari kenyataan bahwa hasil penyelesaian tersebut memungkinkan kedua belah pihak meletakkan perselisihan di belakang mereka.

Pertemuan secara terpisah dengan para pihak dapat lebih meyakinkan pihak yang lemah akan posisi mereka, sehingga mediator dapat berupaya mengatasinya melalui saran dan pendekatan yang dapat melancarkan proses penyelesaian sengketa. Proses mediasi dan keahlian mediator menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan pencegahan dan penyalahgunaan kekuasaan.

C. Kekuatan Hasil Mediasi Perbankan dalam Penyelesaian Sengketa Alternatif di Sektor Perbankan

Aspek hukum dalam kegiatan ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari dua sisi, dalam dua kepentingan yang tidak setara. Pertama, hukum dilihat dari sisi pelaku ekonomi. Berangkat dari tujuan ekonomi itu sesungguhnya untuk

(42)

memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, maka hukum semata-mata dipandang sebagai faktor eksternal yang bermanfaat dan dapat dimanfaatkan dalam rangka mengamankan kegiatan dan tujuan ekonomi yang akan dicapai. Jadi hukum benar-benar dimanfaatkan dalam rangka melindungi kepentingannya (sendiri atau bersama) terhadap kepentingan lain maupun kepentingan yang lebih luas. Hasilnya, kepentingan publik konsumen. Kedua, hukum dipandang dari sisi negara/pemerintah. Kepentingan dalam masyarakat. Hukum dipakai sebagai alat untuk mengawasi seberapa jauh terjadi penyimpangan terhadap perilaku para pelaku ekonomi terhadap kepentingan lain yang lebih luas.57

Perbankan dengan segala kegiatannya dalam perekonomian dapat dikate- gorikan sebagai salah satu kegiatan dalam dunia bisnis.Perbankan mempunyai fungsi penting dan strategis dalam perekonomian negara.58 Kegiatan usaha perbankan tidak luput juga dari timbulnya persengketaan yang merupakan akibat dari ketidakpuasan salah satu pihak yang saling berhubungan atas suatu perjanjian atau perikatan. Adanya hubungan hukum berupa perjanjian tentu saja sangat membantu memperkuat posisi konsumen dalam berhadapan dengan pihak yang merugikan hak-haknya. Perjanjian ini perlu dikemukakan karena merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan.59

57Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm.7

58Burhanuddin Abdullah, Jalan Menuju Stabilitas Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), hlm.203, (dimuat dalam Muhammad Rutabuz Zaman, “Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution) Pada Layanan Jasa Perbankan”), Jurnal, Volume X, Nomor 01, Januari 2015

59Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.31

(43)

Konsumen yang mengeluh terhadap kinerja bank bisa saja menyebarluaskan kekecewaannya kepada publik melalui media elektronik ataupun cetak. Timbulnya keluhan-keluhan yang tersebar kepada publik melalui berbagai media tersebut dapat menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan apabila tidak segera ditanggulangi.

Pentingnya upaya perlindungan dan pemberdayaan nasabah dalam menangani dan menyelesaikan berbagai masalah dan keluhan nasabah, dengan keberadaan infrastruktur bank harus merespon setiap keluhan dan keluhan yang diajukan oleh nasabah khususnya yang terkait dengan transaksi keuangan yang dilakukan oleh nasabah melalui bank tersebut. Untuk menghindari penanganan masalah yang berlarut–larut masalah nasabah, perlu adanya standar waktu yang jelas dan berlaku secara umum di setiap bank untuk menyelesaikan setiap pengaduan nasabah. Standar waktu ini harus diatur sehingga dapat dipenuhi dengan baik dan tidak menimbulkan kesan bahwa pengaduan tidak ditangani dengan semestinya oleh bank.

Penggunaan mediasi untuk penyelesaian sengketa perbankan tidak didasarkan pada undang-undang, tetapi didasarkan pada kebijakan Bank Indonesia seperti dituangkan dalam Peraturann Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006.

Penggunaan mediasi dalam konteks sengketa perbankan untuk kasus-kasus sengketa seperti dinyatakan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006 bersifat sukarela.60

60 Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 65.

(44)

Keunggulan mediasi sebagai gerakan Alternative Dispute Resolution (selanjutnya disebut ADR) modern adalah: 61

a. Voluntary

Keputusan untuk bermediasi diserahkan kepada kesepakatan para pihak, sehingga dapat dicapai suatu putusan yang benar-benar merupakan kehendak dari para pihak.

b. Informal/ Fleksibel

Tidak seperti dalam proses litigasi (pemanggilan saksi, pembuktian, replik, duplik, dan sebagainya) proses mediasi sangat fleksibel. Kalau perlu para pihak dengan bantuan mediator dapat mendesain sendiri prosedur bermediasi.

c. Interest Based

Dalam mediasi tidak dicari siapa yang benar atau salah, tetapi lebih untuk menjaga kepentingan masing-masing pihak.

d. Future Looking

Karena lebih menjaga kepentingan masing-masing pihak, mediasi lebih menekankan untuk menjaga hubungan para pihak yang bersengketa ke depan, tidak berorientasi ke masa lalu.

e. Parties Oriented

Dengan prosedur yang informal, maka para pihak yang berkepentingan dapat secara aktif mengontrol proses mediasi dan pengambilan penyelesaian tanpa terlalu bergantung kepada pengacara.

61 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Perdata di Pengadilan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,cetakan kedua, 2012), hlm. 29-30.

(45)

f. Parties Control

Penyelesaian sengketa melalui mediasi merupakan keputusan dari masinh- masing pihak.Mediator tidak dapat memaksakan untuk mencapai kesepakatan.Pengacara tidak dapat mengulur-ulur waktu atau memanfaatkan ketidaktahuan klien dalam hal beraca di pengadilan.

Dari penjelasan keunggulan mediasi diatas jelas bahwa mediasi memiliki banyak keunggulan dibanding dengan jalur litigasi. Dengan melalui jalur mediasi ini juga dapat menghasilkan putusan yang bersifat win-win solution bagi para pihak dan dengan hasil putusan yang memiliki sifat tersebut membuat para pihak merasa lebih senang dan dapat sama-sama menerima putusan tersebut tanpa ada yang merasa haknya tidak terpenuhi. Namun karena hasil putusan bersifat win-win solution bukan berarti putusan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat.

Kekuatan Hukum Hasil Mediasi Perbankan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dan PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan adalah mengikat bagi semua pihak yang telah menandatangani persetujuan mediasi tersebut, dan akan berakhir apabila salah satu pihak melanggar. Apabila perjanjian mediasi berakhir karena salah satu pihak melanggar, maka pihak yang lain dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri.

Apabila sudah ada kesepakatan dalam proses mediasi, maka kesepakatan antara nasabah atau perwakilan nasabah dengan bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam akta kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank. Menurut Pasal 1 Angka 8 PBI Nomor 8 Tahun

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan wawancara mendalam dengan kepala bidang konservasi tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam merawat benda cagar budaya di Museum Sang Nila

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Penggunaan Media Sosial Twitter, Facebook, dan Blog sebagai Sarana Komunikasi bagi Komunitas Akademi Berbagi

Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh secara simultan faktor- faktor Kualitas Sumber Daya Manusia yang terdiri dari Kompetensi, Motivasi, Disiplin Kerja, Sikap Mental

Pada Bandara Silangit terdapat penambahan penumpang dari tahun ke tahun untuk penerbangan domestik 2014-2016, namun hal ini bukan merupakan penghalang untuk

7.2 Mendeskripsikan potensi keberagaman budaya yang ada dimasyarakat bsetempat dalam kaitannya dengan budaya nasional 7.3 Mengidentifikasi berbagai alternatif

Puji syukur atas berkat rahmat yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa sehingga skripsi yang berjudul “Uji Efek Antipiretik Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Herba

Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas segala limpahan berkat dan rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Tertulis yang

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) Manfaat teoritis, dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum tata negara, khususnya terkait