BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Perawatan
Pada industri manufaktur sangat diperlukan peralatan dan mesin yang availabilitynya terjaga dan siap digunakan. Dalam menjaga kehandalan peralatan produksi tentunya diperlukan pemeliharaan yang tepat. Menurut BS3811 (1974) pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu alat atau memperbaikinya sampai suatu kondisi bisa diterima.
Untuk memenuhi tujuan fungsi pemeliharaan, diperlukan keterampilan manajemen untuk mengintegrasikan orang, kebijakan, peralatan, praktik, dan untuk mengevaluasi kinerja pemeliharaan dan keterampilan teknik dan teknologi dalam rangka untuk memberikan pemeliharaan, perbaikan, dan perombakan terbaik dari karakteristik peralatan produksi yang terus meningkat secara otomatis dari teknologi modern (Benjamin W. Niebel, 1994.)
Kelancaran proses produksi sangat bergantung pada kondisi mesin. Baik tidaknya suatu mesin tergantung pada perawatan yang dilakukan. Kegiatan perawatan meliputi kegiatan pengecekan, meminyaki (lubirication) dan perbaikan atau reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada serta penyesuaian atau penggantian komponen pada mesin (Jiwantoro, Argo, & Nugroho, 2013).
Perawatan adalah aktifitas yang dilakukan agar suatu alat dapat bekerja sesuai standart performansinya. Perawatan dilakukan untuk mempertahankan fungsi suatu komponen. Perawatan merupakan kegiatan pendukung yang bertujuan untuk menjamin fungsi sebuah sistem produksi sehingga saat dibutuhkan dapat dipakai sesuai dengan kondisi yang diharapkan (Prasetyo, 2017).
Pentingnya peralatan yang handal dalam proses produksi memerlukan
perawatan yang teratur dan terencana. Menurut Jiwantoro et al (2013)
pemeliharaan merupakan seluruh aktivitas yang berhubungan untuk
memelihara tingkat availability dan reability sistem serta memelihara
kemampuan komponen untuk bekerja sesuai standar kualitas yang ditentukan.
Proses perawatan secara umum bertujuan untuk memfokuskan dalam langkah pencegahan untuk mengurangi atau bahkan menghindari kerusakan dari peralatan dengan memastikan tingkat keandalan dan kesiapan serta meminimalkan biaya perawatan. Proses perawatan atau sistem perawatan merupakan sub sistem dari sistem produksi, dimana tujuan sistem produksi menurut Sanggra Irnandes (2017) adalah :
a. Memaksimalkan profit dari peluang pasar yang tersedia.
b. Memperlihatkan aspek teknis dan ekonomis pada proses konversi material menjadi produk.
Tujuan pemeliharaan menurut Antony Corder (1992) adalah:
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan asset. Hal ini penting di Negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantian.
Berbeda dengan di Negara maju yang ‘mengganti’ lebih menguntungkan daripada ‘memelihara’.
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang digunakan dan mendapatkan laba investasi semaksimal mungkin.
3. Untuk menjamin keselamatan operator.
4. Untuk menjamin kesiapan operasional peralatan yang diperlukan saat kondisi darurat, misalnya umit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.
Sumber : (Antony Corder, 1992)
Gambar 2.1 Hubungan antara berbagai bentuk pemeliharaan Reparasi minor
yang tidak ditemukan waktu pemeriksaan
Overhaul terencana Pemeriksaan
termasuk penyetelan dan pelumasan
Pemeliharaan korektif
Penggantian komponen minor, yaitu pekerjaan yang
Pemeliharaan
Pemeliharaan terencana
Pemeliharaan tak terencana
Pemeliharaan darurat Pemeliharaan
pencegahan
2.2 Diagram pareto
Diagram pareto adalah suatu diagram yang mengurutkan suatu klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan rangking tertinggi hingga terendah.
Diagram ini dapat membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan (rangking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus segera diselesaikan (rangking terendah) (Ariani, 2004).
Diagram pareto membantu untuk mengidentifikasi area paling kritis yang membutuhkan perhatian khusus. Analisis pareto adalah proses dalam memperingkat peluang untuk menentukan peluang potensial mana yang harus dikejar lebih dahulu (Gunawan & Tannady, 2016).
Prinsip Diagram pareto dapat digunakan untuk mencari 20% jenis cacat yang merupakan 80% kecacatan dari keseluruhan proses produksi. Cara kerja diagram pareto ialah mengisyaratkan masalah apa yang akan memberikan manfaat lebih besar apabila dilakukan penanganan perbaikan ( Hairiyah et al., 2019). Menurut Besterfield (1994) ada enam langkah yang harus dilakukan untuk membuat diagram pareto, diantaranya :
Tentukan metode dari klasifikasi data : dengan masalah, penyebab ketidaksesuaian, dll.
Tentukan jika dollar (terbaik) atau frekuensi digunakan untuk mengurutkan karakteristik
Mengumpulkan data untuk interval waktu yang tepat
Merangkum data dan mengurutkan dari yang terbesar ke terkecil
Hitung persentase komulatif jika akan digunakan
Membuat diagram dan menemukan beberapa yang penting
Sumber : Joseph M. Juran (1962)
Gambar 2.2 Contoh Diagram Pareto
2.3 Keandalan (Reliability) 2.3.1 Definisi
Menurut Tina (2015) reliabilitas digunakan untuk memprediksi secara kualitatif reliabilitas baseline dari setiap peralatan. Keandalan adalah ukuran kemungkinan bahwa suatu peralatan akan beroperasi tanpa kegagalan/kerusakan untuk jangka waktu tertentu (waktu t) di bawah kondisi kerja tertentu.
Keandalan adalah suatu probabilitas. Itu adalah ukuran kemungkinan atau tingkat pasti. oleh karena itu, keandalan adalah frekuensi kerusakan relative, keandalan suatu peralatan pada waktu t, dinotasikan dengan R (t), adalah probabilitas peralatan tidak akan rusak sebelum waktu t diberikan seperangkat kondisi yang ditentukan.
R(t) = P(T>t)
Dimana T adalah variabel acak kontinu yang menunjukkan waktu gagal, dan t adalah waktu tertentu, R (125) akan menunjukkan keandalan peralatan pada 125 jam. dengan kata lain, kemungkinan peralatan akan bertahan lebih dari 125 jam. Selain itu, R (t) = 1 - F (t), di mana F (t) adalah fungsi distribusi kumulatif dari T. Ada dua ukuran reliabilitas umum lainnya untuk peralatan, yang mencakup Mean Time to Repair
0 20 40 60 80
Shrink Porosity weld LOF shell inclusion
hard alpha inclusion
tungsten inclusion
Pareto chart of titanium
investment casting defect
(MTTR) dan waktu rata-rata antara kegagalan (MTBF). Berarti waktu untuk memperbaiki dihitung sebagai.
Untuk eksponensial, mean time to repair adalah kebalikan dari tingkat kegagalan :
or
DImana tingkat kegagalan (kerusakan), λ diperkirakan dari data kegagalan peralatan historis:
MTBF digunakan untuk menggambarkan peralatan yang dapat diperbaiki dengan tingkat kegagalan yang konstan :
2.3.2 Pola Distribusi 2.3.2.1 Eksponensial
Distribusi eksponensial adalah distribusi probabilitas waktu antara peristiwa dalam proses titik Poisson, yaitu proses di mana peristiwa terjadi terus menerus dan independen pada tingkat rata- rata yang konstan. Ini adalah kasus khusus dari distribusi gamma (Walpole. E.R, 2000).
Distribusi eksponensial sering digunakan karena pada umumnya
data kerusakan mempunyai perilaku yang dapat dicerminkan oleh
distribusi eksponensial. Distribusi eksponensial akan tergantung
pada nilai λ, yaitu laju kegagalan (konstan).
Fungsi kumulatif distribusi dari distribusi eksponensial yaitu :
2.3.2.2 Weibull
Distribusi weibull sering digunakan sebagai pendekatan untuk mengetahui karakteristik fungsi kerusakan. Distribusi ini adalah distribusi serbaguna yang dapat mengambil karakteristik dari jenis lain distribusi, berdasarkan nilai dari bentuk parameter (Otaya, 2016).
Fungsi-fungsi dalam distribusi Weibull adalah sebagai berikut (Ebeling, 1997) :
a. Fungsi kepadatan probabilitas (probability density function)
b. Fungsi kumulatif kerusakan (cumulative density function)
c. Fungsi keandalan (reliability function)
d. Fungsi laju kerusakan
e. Mean Time To Failure
Weibull diakui sebagai model yang tepat dalam studi
keandalan dan masalah pengujian kehidupan seperti waktu untuk
kegagalan atau panjang umur komponen atau produk (Ziemer, 1997).
Grafik sebaran Weibull untuk α= 1 dan berbagai nilai parameter β dapat diketahui bahwa kurva tersebut berubah-ubah bentuknya untuk nilai parameter yang berbeda, terutama parameter β. Jika kita ambil β=1, sebaran Weibull berubah menjadi sebaran eksponensial. Untuk nilai β>1, kurva tersebut menjadi berbentuk lonceng (kurva normal) akan tetapi sediking menampilkan kemencengan.
2.3.2.3 Normal
Distribusi Normal merupakan distribusi peluang yang
penting dan sering digunakan. Karena bentuk kurva normal
menyerupai lonceng yang menunjukkan keseimbangan antara
ruas rata-rata ke kanan dank e kiri masing-masing mendekati
50%. Distribusi normal memiliki satu modus sehingga terdapat
satu titik puncak. Bentuk distribusi normal dipengaruhi oleh dua
parameter yaitu simpangan baku (σ) dan rata-rata (μ). Nilai dari σ
menentukan bentangan dari kurva sedangkan nilai μ menentukan
pusat simetrisnya. Fungsi kepadatan peluang variable random
normal X , dengan rata-rata μ dan varian σ2, adalah sebagai
berikut :
Berikut gambar kurva distribusi Normal :
Gambar 2.3 Kurva Distribusi Normal
2.3.2.4 Lognormal
Distribusi lognormal adalah distribusi probabilitas berkelanjutan dari variabel acak yang logaritmanya didistribusikan secara normal. Jadi, jika variabel acak X berdistribusi lognormal, maka Y = ln (X) berdistribusi normal.
Dengan kata lain, jika Y berdistribusi normal, maka fungsi eksponensial dari Y, X = exp (Y), berdistribusi log-normal.
Variabel acak yang terdistribusi normal log hanya mengambil nilai riil positif. Ini adalah model yang nyaman dan berguna untuk pengukuran dalam ilmu pasti dan teknik serta kedokteran, ekonomi, dan bidang lain, misalnya. untuk energi, konsentrasi, panjang, keuntungan finansial dan jumlah lainnya (Syafik, Abu, 2007). Berikut fungsi distribusi Lognormal :
2.4 Reliability Centered Maintenance (RCM)
RCM (Reliability Centered maintanance) merupakan suatu teknik
pemeliharaan yang dipakai untuk mengembangkan preventive maintenance
yang terjadwal. Hal ini berdasarkan pada prinsip bahwa keandalan dari
peralatan dan struktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari
perancangan (design) dan kualitas pembentukan preventive maintenance yang
efektif akan menjamin terlaksananya desain keandalan dari peralatan (Alghofari, 2006). Reliability centered maintenance kerap digunakan untuk merencanakan perawatan mesin dan juga meminimasi biaya (Kurniawan, 2014)
2.4.1 Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi
Analisis tingkat sistem adalah pendekatan terbaik; tingkat komponen kurang mendefinisikan signifikansi fungsi dan kegagalan fungsional, sementara analisis tingkat pabrik membuat seluruh analisis mudah terselesaikan (Joel Levitt, 2011). Setelah memutuskan bahwa sistem adalah tingkat praktis terbaik untuk melakukan analisis seperti itu, selanjutnya yang harus dihadapi adalah memilih sistem apa dan dalam urutan apa. Banyak sistem tidak memiliki sejarah kegagalan yang konsisten atau mengeluarkan biaya perawatan yang berlebihan yang akan membenarkan seluruh upaya. Karena ini mungkin situasi yang dihadapi di sebagian besar instalasi beberapa skema seleksi, yang digunakan, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Sistem dengan sejumlah besar tugas pemeliharaan korektif selama beberapa tahun terakhir;
2. Sistem dengan sejumlah besar tugas pemeliharaan preventif dan atau biaya selama beberapa tahun terakhir;
3. Kombinasi skema 1 dan 2;
4. Sistem dengan biaya perawatan tugas perbaikan yang tinggi selama beberapa tahun terakhir;
5. Sistem berkontribusi signifikan terhadap pemadaman / shutdown pabrik (penuh atau sebagian) selama beberapa tahun terakhir;
6. Sistem dengan perhatian tinggi terkait keselamatan; dan 7. Sistem dengan kepedulian tinggi terkait lingkungan.
Skema apa yang cocok dalam kasus tertentu adalah masalah subyektif,
tetapi yang lebih penting itu harus dilakukan dengan cara sesederhana
mungkin dengan pengeluaran waktu dan sumber daya yang minimal.
Indikator pemilihan yang layak adalah bahwa sistem yang dipilih untuk program RCM mudah ditunjukkan tanpa margin kesalahan yang besar.
Langkah selanjutnya, setelah memilih sistem, adalah mengumpulkan informasi yang terkait dengan sistem ini. Praktik yang baik adalah mulai mengumpulkan informasi dan dokumen utama tepat pada awal proses.
Beberapa dokumen umum diidentifikasi yang mungkin diperlukan dalam studi RCM khas. Ini adalah:
Diagram P&ID (perpipaan dan instrumentasi).
bagan skema dan / atau diagram blok sistem (biasanya kurang berantakan dari P&ID dan memfasilitasi pemahaman yang lebih baik tentang peralatan utama).
Diagram alir fungsional (biasanya kurang berantakan dari P&ID dan memfasilitasi pemahaman yang lebih baik tentang fitur fungsional sistem).
Spesifikasi desain peralatan dan manual operasi (sumber untuk menemukan spesifikasi desain dan detail kondisi operasi).
Riwayat peralatan (khususnya kegagalan dan riwayat perawatan).
Sumber informasi lain yang diidentifikasi, unik untuk instalasi atau struktur organisasi. Contohnya termasuk data industri untuk sistem serupa.
Program pemeliharaan saat ini digunakan dengan sistem.
Informasi ini umumnya tidak disarankan untuk dikumpulkan sebelum langkah 7, untuk menghindari dan pencegahan serta bias yang dapat mempengaruhi proses RCM.
2.4.2 Batasan Sistem
Identifikasi suatu sistem tergantung pada berbagai faktor. Ini mungkin termasuk kompleksitas pabrik, peraturan dan kendala pemerintah, praktik industri lokal, struktur keuangan perusahaan, dll.
Meskipun definisi dan batasan sistem telah diidentifikasi untuk kasus-
kasus tertentu, yang dapat digunakan untuk efek yang baik di langkah
pertama juga tetapi tidak cukup untuk analisis lebih lanjut. Identifikasi batas yang terperinci dan tepat sangat penting. Alasan utama untuk ini adalah:
a. Pengetahuan yang tepat tentang apa yang disertakan (sebaliknya tidak termasuk) dalam suatu sistem untuk memastikan bahwa fungsi atau peralatan sistem utama tidak diabaikan (sebaliknya tidak tumpang tindih dari peralatan lain).
Ini sangat penting jika dua sistem yang berdekatan dipilih.
b. Definisi batas juga mencakup antarmuka sistem (baik antarmuka IN dan OUT) dan interaksi yang membentuk input dan output sistem. Definisi akurat dari antarmuka IN dan OUT adalah prasyarat untuk memenuhi langkah-langkah selanjutnya.
Tidak ada aturan yang jelas untuk mendefinisikan batas sistem; namun sebagai pedoman umum suatu sistem memiliki satu atau dua fungsi utama dengan beberapa fungsi pendukung yang akan membentuk pengelompokan peralatan yang logis. Namun batas diidentifikasi, harus ada dokumentasi yang jelas sebagai bagian dari proses yang sukses.
2.4.3 Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsional (FDB)
Pada langkah ini data yang sudah dikumpulkan pada tahap sebelumnya dimasukkan ke dalam formulir analisis sistem. Definisi sistem yang akurat dan terdokumentasi dengan baik akan membantu menghasilkan pengembalian yang nyata. Informasi dasar ini juga berfungsi sebagai catatan yang akan membantu dalam perbandingan selama modifikasi dan peningkatan dalam desain atau operasi. Ini juga mengidentifikasi desain kunci dan parameter operasional yang secara langsung mempengaruhi kinerja fungsi sistem.
Diagram blok sistem, berkaitan dengan hubungan statis dan fisik
yang ada dalam suatu sistem. Itu tidak menggambarkan karakteristik
yang lebih signifikan dari suatu sistem seperti respon perilaku yang
terjadi dengan perubahan dalam lingkungan sistem. Respon perilaku ini
tergantung pada fungsi yang dapat dilakukan sistem terhadap input dan penyempitan lingkungan tersebut. Untuk memodelkan perilaku fungsional ini FBD atau blok fungsional diagram digunakan. FBD menguraikan aliran fungsional dalam suatu sistem yang merupakan representasi tingkat atas dari fungsi utama yang dilakukan sistem. Panah yang menghubungkan blok secara kasar mewakili interaksi antara fungsi dan dengan antarmuka IN / OUT (akan disatukan pada langkah berikutnya).
2.4.4 Fungsi Sistem dan kegagalan Fungsional
Langkah ini mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dipertahankan oleh sistem (pada antarmuka OUT). Poin penting yang perlu diperhatikan adalah ini untuk mendefinisikan fungsi sistem dan bukan peralatan. Dengan definisi fungsi sistem muncul kegagalan fungsional. Bahkan, gagal mempertahankan fungsi sistem merupakan apa yang disebut kegagalan fungsional. Ini membutuhkan dua hal;
menjaga fokus pada hilangnya fungsi dan bukan pada peralatan dan bahwa kegagalan fungsional lebih dari sekedar satu pernyataan kehilangan fungsi. Kondisi kerugian mungkin menjadi dua atau lebih (mis., kelumpuhan total dari pabrik atau kekurangan fungsi besar atau kecil. Perbedaan ini penting dan akan mengarah pada peringkat fungsi dan kegagalan fungsional yang tepat.
2.4.5 Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
Failure Mode Effect Analysis (FMEA) adalah alat mendasar yang digunakan dalam rekayasa keandalan. Ini adalah teknik analisis kegagalan sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi mode kegagalan, penyebabnya dan akibatnya kegagalan mereka pada fungsi sistem (Joel Levitt, 2011).
Metodologi FMEA adalah salah satu teknik analisis risiko yang
direkomendasikan oleh standar internasional. Ini adalah proses
sistematis untuk mengidentifikasi potensi kegagalan untuk memenuhi fungsi yang dimaksudkan, mengidentifikasi kemungkinan penyebab kegagalan sehingga penyebabnya dapat dihilangkan, dan untuk menemukan dampak kegagalan sehingga dampaknya dapat dikurangi.
Proses FMEA memiliki tiga fokus utama:
Pengakuan dan evaluasi potensi kegagalan dan efeknya
Identifikasi dan prioritas tindakan yang dapat menghilangkan potensi kegagalan dan mengurangi peluang terjadinya atau mengurangi risiko
Dokumentasi kegiatan identifikasi, evaluasi dan perbaikan ini sehingga keandalan sistem meningkat seiring waktu
Aspek terpenting FMEA adalah evaluasi tingkat risiko potensi kegagalan
yang diidentifikasi untuk setiap sub-sistem atau komponen. Nilai global
dari kerusakan yang disebabkan pada fungsi atau lingkungan oleh setiap
kegagalan ditunjukkan dengan nomor prioritas risiko (RPN). FMEA
menggunakan RPN untuk menilai risiko dalam tiga kategori: Kejadian
(O), adalah penilaian tentang seberapa sering penyebab kegagalan
tertentu diproyeksikan terjadi, tingkat keparahan (S), adalah penilaian
keseriusan efek dari potensi kegagalan sistem, dan deteksi (D), seperti
penilaian probabilitas bahwa sistem pemantauan parameter operasi akan
mendeteksi penyebab / mode mode kegagalan dan penyebabnya. Indeks
keparahan mengukur keseriusan efek mode kegagalan. Dengan
demikian, indeks keparahan ditetapkan ke efek akhir dari suatu
kegagalan. Indeks deteksi dibuat berdasarkan kemungkinan deteksi
tinjauan desain yang relevan, pengujian, dan tindakan pengendalian
kualitas. RPN dihasilkan dengan mengambil produk dari ketiga indeks
ini (kejadian, tingkat keparahan, dan deteksi). RPN mewakili risiko yang
terkait dengan setiap mode kegagalan(Cicek, Turan, Topcu, & Searslan,
2010) .
Tabel 2.1 Rating Occurence
Rating Probability of occurrence
Possible failure
rate
10 sangat tinggi: kegagalan hampir tak
terhindarkan 1/3
9
8 Tinggi: kegagalan berulang 1/8
7 1/20
6
Sedang: kegagalan sesekali
1/80
5 1/400
4 0
1/2000 3 Rendah: relatif sedikit kegagalan 1/15000 2
1/150000 1 Terpencil: kegagalan tidak mungkin
Tabel 2.2 Rating Severity
Rating Effect Severity of Effect
10
Hazarnous without warning
Kegagalan sistem hampir pasti mengakibatkan efek berbahaya
9
Hazarnous with warning
Kegagalan sistem yang mengakibatkan efek berbahaya sangat mungkin terjadi
8
Very highSistem tidak dapat dioperasikan tetapi aman
7
HighKinerja sistem sangat terpengaruh
6
ModerateSistem dapat dioperasikan dan aman tetapi kinerja menurun
5
LowPenurunan kinerja dengan penurunan kinerja bertahap
4
Very LowEfek kecil pada kinerja sistem
3
MinorSedikit berpengaruh pada kinerja sistem. Kesalahan non-vital akan terlihat hampir sepanjang waktu
2
Very MinorEfek yang dapat diabaikan pada sistem
performance1
None No EffectTabel 2.3 Rating of Detectability
Rating Detection Criteria
10
Absolutely impossibleKontrol tidak akan dan / atau tidak dapat mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan selanjutnya
9
Very remotePerubahan yang sangat jauh, kontrol akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya
8
RemotePerubahan jarak jauh kontrol akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan selanjutnya
7
Very LowPerubahan yang sangat rendah, kontrol akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya
6
LowPerubahan rendah kontrol akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan selanjutnya
5
ModeratePerubahan moderat kontrol akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan selanjutnya
4
Moderately highPerubahan kontrol yang cukup tinggi akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan selanjutnya
3
HighPerubahan kontrol yang tinggi akan
mendeteksi penyebab potensial dan mode
kegagalan selanjutnya
2
Very highPerubahan yang sangat tinggi, kontrol akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan selanjutnya
1
Almost certainKontrol hampir pasti akan mendeteksi penyebab potensial dan mode kegagalan berikutnya
Tabel 2.4 Contoh tabel FMEA
Sumber : Gaspersz (2002)
2.4.6 RCM II Decision Diagram
RCM decision diagram digunakan untuk menentukan propose task pada
kegagalan yang ada. Tugas tersebut ada 4 bagian yaitu scheduled discard
task, scheduled restoration task, scheduled on-condition task, dan
combination of task.
Sumber : Deshpande 2003
Gambar 2.4 Decision Diagram
2.4.7 RCM II Decision Worksheet
RCM II decision worksheet digunakan untuk mencari jenis kegiatan perawatan (maintenance task) yang tepat dan memiliki kemungkinan untuk dapat mengatasi setiap failure modes (Pamungkas, Rachmat, &
Kurniawati, 2014). RCM II Decision Worksheet merupakan dokumen kedua dalam pengerjaan RCM. Worksheet ini digunakan untuk merecord jawaban dari pertanyaan yang muncul dari decision diagram, sehingga kita dapat mengetahui :
a. Apa saja kegiatan rutin maintenance yang dilakukan, berapa sering dan siapa yang melakukan
b. Kegagalan mana sajakah yang cukup serius sehingga perlu dilakukan redesign
c. Keadaan dimana keputusan yang telah diambil diberikan untuk menghadapi kegagalan yang terjadi (Tbk, 2008)
Dalam worksheet akan ditentukan dampak yang ditimbulkan oleh
kegagalanserta tindakan untuk menghadapi kegagalan. Tindakan
pencegahan yang akan diberikan haruslah technicaly feasible dan worthdoing. Sehingga dalam mencapai hal tersebut ada beberapa persyaratan kondisi. Menurut Sulistiyono (2008) task-task yang telah disusun dapat dibedakan menjadi 4 yaitu :
1. Schedule discard task (SDT)
Tindakan mengganti asset pada saat atau sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi item pada saat itu.
2. Schedule restoration task (SRT)
Tindakan pemulihan kemampuan komponen sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisinya saat itu.
3. Schedule on-condition task (SOCT)
Kegiatan pemeriksaan terhadap potensi kegagalan sehingga tindakan dapat diambil untuk mencegah terjadinya kegagalan fungsi.
4. Combination of task
Tabel 2.5 Contoh RCM Decision Worksheet
Sumber : Tarar (2014)
Information Reference adalah informasi yang diperoleh dari FMEA dengan memasukkan data mengenai function (F), failure function (FF), failure mode (FM) dari peralatan atau komponen.
Consequences Evaluation merupakan konsekuensi yang ditimbulkan oleh kegagalan fungsi.
o H : kolom ini menunjukkan dampak dari hidden failure. Konsekuensi
kegagalan yang tidak dapat diidentifikasi secara langsung.
o S : kolom ini menjelaskan dampak dari safety. Kegagalan fungsi yang mempunyai dampak terhadap keselamatan pekerja.
o E : kolom ini menjelaskan dampak dari environment.
o O: kolom ini menunjukkan dampak pada produksi. konsekuensi kegagalan operasional dan berakibat pada hasil produksi
Kolom proactive task dibagi menjadi 3, yaitu:
o H1/S1/O1/N1 : Untuk mencatat apakah scheduled on- Condition task yang cocok meminimalkan dampak dari kegagalan.
o H2/S2/O2/N2 : Untuk mencatat apakah scheduled restoration task yang cocok bisa mengurangi kegagalan.
o H3/S3/O3/N3 : Untuk mencatat apakah scheduled discard task bisa mengurangi kegagalan.
Default Action, Digunakan saat tindakan proaktif tidak bisa diberikan untuk menghadapi kegagalan. Default Action meliputi :
o Scheduled failure finding, meliputi tindakan pemeriksaan secara periodik terhadap fungsi-fungsi yang tersembunyi untuk mengetahui apakah peralatan telah mengalami kerusakan.
o Re-design, membuat perubahan untuk membangun kembali kemampuan suatu item.
o Run to failure, membiarkan item beroperasi sampai terjadi kegagalan karena secara functional tindakan pencegahan yang dilakukan tidak menguntungkan.
Kolom H4 : Hidden failure dapat dicegah bila failure mode dapat dideteksi secara teknis
Kolom H5: Hidden failure dapat dicegah dengan melaksanakan perubahan design pada mesin.
Kolom S4 : Safety effect dapat dicegah apabila kombinasi aktivitas antar
proactive task dilakukan.
Proposed task, Tindakan yang dipilih sebagai kegiatan perawatan yang diusulkan.
Initial interval, untuk mencatat interval waktu perawatan yang optimal dari masing-masing task yang diberikan untuk scheduling restoration atau discard task.
Can be done by Digunakan untuk mencatat siapa yang akan melaksanakan kegiatan perawatan.
2.5 Green Maintenance
Pemeliharaan adalah aktivitas yang diinginkan dalam operasi pabrik dan
ini adalah cara paling efisien untuk mempertahankan atau mengembalikan
sistem ke tingkat kinerja yang diinginkan. Selain memenuhi persyaratan
inspeksi peralatan, pelumasan dan perbaikan, ia memiliki tanggung jawab
tambahan untuk perlindungan pabrik, pencegahan polusi, keselamatan
personel, dan pembuangan limbah. Meningkatnya persyaratan pemeliharaan
dalam fase penggunaan yang tidak produktif dari siklus hidup produk sistem
mekanik menghasilkan dampak signifikan terhadap lingkungan; sebagai
bagian yang rusak, oli bekas, minyak dan bahan pembersih dibuang ke
lingkungan. Green Maintenance merupakan salah satu cara teknis terpenting
untuk mencapai pembangunan berkelanjutan masyarakat, yang mencontohkan
persyaratan yang melekat untuk ekonomi daur ulang. Selain fungsi ekonomi
dan teknisnya, pemeliharaan hijau memiliki fungsi sosial yang penting, yang
memainkan peran mendasar dalam menghemat energi dan mengurangi emisi,
mengembangkan ekonomi daur ulang dan membangun masyarakat yang
hemat sumber daya dan ramah lingkungan (Ararsa, 2012)
Sumber : Kayan, Halim, & Mahmud (2018)
Gambar 2.5 Keterkaitan Green maintenance
Green Maintenance adalah upaya untuk membuat pemeliharaan lebih ramah lingkungan dengan menghilangkan semua aliran limbah yang terkait dengan pemeliharaan. Kegiatannya melibatkan integrasi masalah desain produk dengan masalah perencanaan dan pelaksanaan pemeliharaan yang bertujuan meminimalkan efek negatif terhadap lingkungan, sementara pada saat yang sama memastikan kesehatan dan keselamatan personel yang terlibat.
Menurut (Kayan et al., 2018) emisi karbon merupakan masalah utama dalam
penelitian tersebut oleh karena itu peneliti menerapkan pendekatan konsep
Green maintenance dengan menggunakan LCA. Tuntutan ini untuk
memahami persyaratan Green Maintenance selama tahap operasi
pemeliharaan dan bagaimana hal ini dapat dipetakan ke karakteristik desain
pada tahap desain. Tantangannya adalah mengubah proses desain
konvensional untuk mengantisipasi dan menilai dampak lingkungan selama
pemeliharaan dan untuk memasukkan pertimbangan hijau secara sistematis
dan efektif. Ini penting karena dampak lingkungan dari pemeliharaan yang
terkait dengan peralatan terutama diputuskan pada tahap desain dan kedua,
oleh kebijakan dan langkah-langkah yang diikuti selama fase operasi
pemeliharaan. Oleh karena itu, perancang harus menyadari keterkaitan antara
proses dan masalah desain produk, dan memasukkan aspek hijau ke dalam
desain untuk pemeliharaan ramah lingkungan, di samping variabel desain
konvensional (Ajukumar & Gandhi, 2013)
Pada awal 1990-an, konsep Green Maintenance diusulkan, yang mengharuskan tujuan pemeliharaan diwujudkan dengan menggunakan teknologi dan peralatan canggih dengan biaya sumber daya dan konsumsi energi paling sedikit, limbah dan dampak lingkungan yang paling sedikit.
Green manintenance adalah manajemen operasi pemeliharaan dengan cara yang ramah lingkungan. Itu mencakup semua pemrosesan yang diproses, dimulai dengan memilih strategi untuk servis suatu objek, melalui pemilihan bahan baku dan komponen yang diperlukan untuk pembelian servis, gudang, pemeliharaan layanan, mengelola bahan-bahan bekas, dan eksploitasi cairan dan lubiricant. Pengaruh negatif pemeliharaan di lingkungan alam dapat dibatasi dengan mempertimbangkan operasi layanan dalam siklus hidup produk, dari pengembangan idenya, melalui desain, manufaktur, eksploitasi dan pembuangan. Strategi pemeliharaan hijau diwujudkan dalam siklus hidup sesuai dengan gagasan ekonomi daur ulang (Kaczmarek, 2014).
Sumber: Kaczmarek (2014)
Gambar 2.6 Hubungan antara Green Maintenance dan Green Manufacturing
Green Maintenance berarti semua kegiatan yang menjaga atau mengembalikan peralatan ke kondisi yang ditentukan dengan syarat memperhitungkan efisiensi tertinggi menggunakan sumber daya dan polusi lingkungan terendah.
Tidak hanya bertujuan pada objek fisik dari menjaga dan mengembalikan
peralatan ke kondisi yang ditentukan, tetapi juga bertujuan pada objek
pembangunan berkelanjutan pencemaran lingkungan terendah dan efisiensi
tertinggi menggunakan sumber daya untuk semua kegiatan mulai dari pemeliharaan hingga pembuangan sebagai kehilangan penggunaan (Kaczmarek, 2014).
2.5.1 Life Cycle Assesment (LCA)
LCA adalah suatu metoda yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk selama proses produksi atau aktivitas selama siklus hidupnya dan aliran bahan yang terjadi di dalam proses produksi produk tersebut (Yani, Warsiki, & Wulandari, 2013).
Sebelumnya telah dilakukan penelitian pada industri tebu dengan fokus hanya pada pengolahan tebu (American Journal of Sociology, 2019). LCA dapat digunakan untuk mengukur dampak produk terhadap lingkungan selama produksi, penggunaan dan pembuangannya. LCA terdiri dari empat langkah, persyaratan dan pedoman yang dijelaskan dalam norma ISO 14044. Langkah pertama adalah menentukan tujuan dan ruang lingkup penilaian, yang berfungsi sebagai deskripsi dan jenis studi yang dilakukan, seperti membandingkan alternatif produk atau meningkatkan proses produksi, dan pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya dijawab oleh penilaian.
Tujuan dan ruang lingkup penilaian untuk studi ini ditentukan di akhir
bagian (Blom, Itard, & Meijer, 2010).
Sumber : ISO 14040 (2006)
Gambar 2.7 Tahapan LCA
Dalam suatu sistem industri LCA berhubungan dengan input dan output.
Input di dalam sistem adalah material yang diambil dari lingkungan, sedangkan output adalah material yang akan dibuang ke lingkungan kembali.
Pengambilan material yang berlebih akan menyebabkan semakin berkurangnya persediaan material, sedangkan hasil keluaran berupa limbah padat, cair, maupun gas akan banyak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh sebab itu LCA dapat dipergunakan untuk mengevaluasi agar dapat seminimal mungkin dalam pemanfaatan material dan meminimalkan dampak terhadap lingkungan (Curran, 1996)
.Sumber : Curran (1996)
Gambar 2.8 Konsep Life Cycle Suatu Sistem
a. Goal and Scope
Mendefiniskan tujuan dan ruang lingkup merupakan fase awal dari Life Cycle Assessment (LCA). Langkah pertama dalam fase life cycle assesment melibatkan pernyataan dan pembenaran tujuan studi LCA, menjelaskan tujuan studi dan menentukan tujuan aplikasi, dan pengguna yang dituju dari hasil studi (Guince, B J, 2002). Pada fase ini ada 3 tahap yaitu, tahap pendefinisian tujuan, tahap pendefinisian lingkup, dan tahap pendefinisian fungsi, unit fungsional, alternatif, aliran referensi.
Cradle to grave: semua bahan yang melalui tahap produksi, dimulai dari bahan mentah sampai pemakaian produk.
Cradle to gate: dimulai dari bahan mentah sampai ke gate sebelum pemakaian produk.
Gate to gate: proses penggunaan pasca produksi hingga akhir siklus hidupnya (hanya meninjau kegiatan/aktivitas terdekat).
Cradle to cradle: meliputi tahap produksi, dimulai dari bahan mentah sampai pada daur ulang material.
Sumber : Bayer, et al. (2010)
Gambar 2.9 Skema Lingkup LCA