• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kohesi dan koherensi dalam karangan narasi guru-guru SD di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, tahun 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kohesi dan koherensi dalam karangan narasi guru-guru SD di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, tahun 2014."

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Wulan, Priska Nawang. 2015.

Kohesi den Koherensi delem Kerengen Neresi

Guru-Guru SD di Lingkungen YPPK Meybret Keuskupen

Menokweri, Pepue Beret, Tehun 2014. Skripsi. Yogyakarta:

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: (1) jenis kohesi, (2) jenis

koherensi, (3) penggunaan kohesi, dan (4) penggunaan koherensi yang terdapat

dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan

Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014.

Penelitian ini menggunakan pendekatan

deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian berupa karangan narasi yang disusun

oleh sembilan belas orang guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan

Manokwari, Papua Barat. Data diperoleh melalui tugas yang diberikan kepada

para guru, yaitu membuat cerita berdasarkan gambar seri. Data yang terkumpul

dianalisis satu persatu. Tahap analisis penelitian ini meliputi identifikasi,

klasifikasi, dan interpretasi.

(2)

ABSTRACT

Wulan, Priska Nawang. 2015.

The Cohesion end CoherenDe in Nerretion

Writing of Elementery SDhool TeeDhers in YPPK Meybret Menokweri

Bishop CounDils, West Pepue, in 2014. Thesis. Yogyakarta: Indonesia

Literature Language Education, Faculty of Teacher Training and

Education, Sanata Dharma University.

This research aimed to describe: (1) the type of cohesion, (2) the type of

coherence, (3) the use of cohesion and (4) the use of coherence that is contained in

narration writing of elementary school teachers in YPPK Maybrat Manokwari

Bishop Councils, West Papua, in 2014. This research used qualitative descriptive

approach. The source of research data were narration writing that were compiled

by nineteen elementary school teachers in YPPK Maybrat Manokwari Bishop

Councils, West Papua. The data were obtained through the task that was given to

the teachers, which was making a story based on series illustration. The collected

data were analyzed one by one. The analysis stages were identification,

classification and interpretation.

(3)

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI

GURU-GURU SD

KEUSKUPEN MENOKWERI, PEPUE

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Program Studi Pendidikan Bahasa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI

GURU SD DI LINGKUNGEN YPPK MEYBRET

KEUSKUPEN MENOKWERI, PEPUE BERET, TEHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Priska Nawang Wulan

111224002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2015

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI

YPPK MEYBRET

TEHUN 2014

Sastra Indonesia

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

(4)

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI

GURU-GURU SD

KEUSKUPEN MENOKWERI, PEPUE

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Program Studi Pendidikan Bahasa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

i

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI

GURU SD DI LINGKUNGEN YPPK MEYBRET

KEUSKUPEN MENOKWERI, PEPUE BERET, TEHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Priska Nawang Wulan

111224002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2015

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI

YPPK MEYBRET

TEHUN 2014

Sastra Indonesia

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini sangat penting bagi penulis, sebagai salah satu kepedulian

penulis untuk perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kemanusiaan.

Sebagai akhir dari perjalanan panjang dan awal untuk perjalanan selanjutnya.

Secara khusus penulis mempersembahkan karya ini untuk:

1.

Keluarga Kudus Nazaret, Yesus, Bunda Maria, dan Santo Yosef atas

terkabulnya doa dan permohonan penulis.

2.

Kedua orang tua penulis, Magdalena Aijah Marhani dan Yohanes Syahroni

Dekron atas segala doa dan dukungan selama penulis menjalani pendidikan.

3.

Orang tua asuh dan donatur penulis atas dukungannya selama penulis

(8)

v

MOTO

Manusia terkadang tersandung kebenaran. Tetapi, kebanyakan dari mereka berdiri

dan bergegas seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

(Sir Winston Churchill)

Manusia tidak dipenjara oleh takdir, melainkan oleh pikirannya sendiri.

(Franklin D. Roosevelt)

Satu-satunya kebaikan adalah pengetahuan dan satu-satunya kejahatan adalah

kebodohan.

(Socrates)

Keberanian adalah keanggunan di bawah tekanan.

(Ernest Hemingway)

Kebenaran akan membebaskan Anda, tetapi awalnya akan menjengkelkan Anda.

(Mal Pancoast)

Tumbuh berarti berubah dan berubah berarti melibatkan risiko, melangkah dari

yang tidak diketahui menuju yang diketahui.

(9)
(10)
(11)

viii

ABSTRAK

Wulan, Priska Nawang. 2015.

Kohesi den Koherensi delem Kerengen Neresi

Guru-Guru SD di Lingkungen YPPK Meybret Keuskupen

Menokweri, Pepue Beret, Tehun 2014. Skripsi. Yogyakarta:

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: (1) jenis kohesi, (2) jenis

koherensi, (3) penggunaan kohesi, dan (4) penggunaan koherensi yang terdapat

dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan

Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014.

Penelitian ini menggunakan pendekatan

deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian berupa karangan narasi yang disusun

oleh sembilan belas orang guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan

Manokwari, Papua Barat. Data diperoleh melalui tugas yang diberikan kepada

para guru, yaitu membuat cerita berdasarkan gambar seri. Data yang terkumpul

dianalisis satu persatu. Tahap analisis penelitian ini meliputi identifikasi,

klasifikasi, dan interpretasi.

(12)

ix

ABSTRACT

Wulan, Priska Nawang. 2015.

The Cohesion end CoherenDe in Nerretion

Writing of Elementery SDhool TeeDhers in YPPK Meybret Menokweri

Bishop CounDils, West Pepue, in 2014. Thesis. Yogyakarta: Indonesia

Literature Language Education, Faculty of Teacher Training and

Education, Sanata Dharma University.

This research aimed to describe: (1) the type of cohesion, (2) the type of

coherence, (3) the use of cohesion and (4) the use of coherence that is contained in

narration writing of elementary school teachers in YPPK Maybrat Manokwari

Bishop Councils, West Papua, in 2014. This research used qualitative descriptive

approach. The source of research data were narration writing that were compiled

by nineteen elementary school teachers in YPPK Maybrat Manokwari Bishop

Councils, West Papua. The data were obtained through the task that was given to

the teachers, which was making a story based on series illustration. The collected

data were analyzed one by one. The analysis stages were identification,

classification and interpretation.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

Skripsi yang berjudul Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Narasi Guru-Guru

SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun

2014 ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Bahasa Sastra Indonesia.

Proses yang penulis lalui hingga skripsi ini selesai berkat dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1.

Dr. B. Widharyanto, M.Pd., dosen pembimbing yang telah membimbing

dan mengarahkan dalam mengerjakan skripsi ini hingga selesai.

2.

Dr. Y. Karmin, M.Pd., triangulator yang telah membantu analisis data

penulis.

3.

Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang

telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan.

4.

Orangtua asuh, donatur, dan pihak yang telah memberikan semangat dan

motivasi.

5.

Tim Payung Maybrat, Saferine Yunanda, Cicilia Ariza Ratna Marwati,

Gabrielle Rini Dwi Sulandi, dan Caecilia Nurista Syahdu Hening, yang

telah berproses bersama selama mengerjakan skripsi.

6.

Segenap mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

angkatan 2011 yang telah memberi dukungan dan pengertian.

7.

Segenap keluarga besar penulis di segala penjuru Indonesia, khususnya

Keluarga Tolan, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberi semangat dan doa.

(14)
(15)

xii

DAFTAR ISI

TALAMAN JUDUL

... i

TALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

... ii

TALAMAN PENGESATAN

... iii

TALAMAN PERSEMBATAN

... iv

TALAMAN MHTH

... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAT

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

... vii

ABSTRAK

... viii

ABSTRACT

... ix

KATA PENGANTAR

... x

DAFTAR ISI

... xii

DAFTAR TABEL

... xv

DAFTAR LAMPIRAN

... xvi

BAB I PENDATULUAN

... 1

1.1 Latar Belakang Masalat ... 1

1.2 Rumusan Masalat ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Istilat ... 5

(16)

xiii

BAB II LANDASAN TEHRI

... 7

2.1 Penelitian Terdatulu Yang Relevan ... 7

2.2 Kajian Teori ... 8

2.2.1 Kotesi ... 8

2.2.2 Koterensi ... 22

2.2.3 Karangan Narasi ... 33

2.3 Kerangka Teori ... 34

BAB III METHDHLHGI PENELITIAN

... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Sumber Data ... 36

3.3 Instrumen Penelitian ... 37

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.5 Teknik Analisis Data ... 38

3.6 Triangulasi ... 39

BAB IV TASIL PENELITIAN DAN PEMBATASAN

... 41

4.1 Deskripsi Data Penelitian ... 41

4.2 Analisis Data ... 42

4.2.1 Jenis Kotesi dalam Karangan Narasi Guru-Guru SD

YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat,

Tatun 2014 ... 42

4.2.2 Jenis Koterensi dalam Karangan Narasi Guru-Guru SD

YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat,

Tatun 2014 ... 50

4.2.3 Penggunaan Penanda Kotesi dalam Karangan Narasi Guru-Guru

SD YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat,

Tatun 2014 ... 56

(17)

xiv

4.3 Pembatasan ... 71

4.3.1 Teori Kotesi dan Koterensi yang Digunakan untuk Penelitian ... 71

4.3.2 Hasil Analisis Penelitian Terdatulu ... 72

4.3.3 Hasil Analisis Peneliti ... 73

BAB V PENUTUP

... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Implikasi ... 86

5.3 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA

... 89

LAMPIRAN

... 91

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Identitas Karangan Narasi ... 36

Tabel 3.2 Kode Karangan Narasi ... 38

Tabel 3.3 Jenis dan Kode Kotesi Gramatikal ... 38

Tabel 3.4 Jenis dan Kode Kotesi Leksikal ... 38

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Karangan ... 91

Lampiran 2 Frekuensi Penggunaan Kotesi dan Koterensi dalam Karangan

(20)

1

BABBIB

PENDAHULUANB

B

Dalam bab ini peneliti membahas mengenai: (1) latar belakang masalah,

(2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) batasan

istilah, dan (6) sistematika penyajian.

1.1 LatarBBelakangBMasalahB

Kondisi pendidikan di beberapa daerah di Indonesia membutuhkan

perhatian, seperti yang terjadi di SD Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan

Manokwari, Papua Barat. Di sana ditemukan fakta yang memprihatinkan, siswa

kelas V Sekolah Dasar masih belum mampu membaca dan menulis. Kondisi

serupa juga disebutkan dalam sebuah tulisan dalam travel.detik.com (2013) yang

menyatakan bahwa kondisi pendidikan di Papua Barat sangat berbeda

dibandingkan dengan kondisi pendidikan di daerah-daerah lainnya. Kondisi

tersebut sangat memprihatinkan, padahal kompetensi membaca dan menulis

umumnya mulai dipelajari ketika anak masuk pendidikan formal. Menurut

Soebadi melalui idai.or.id (2013) anak sudah mahir membaca dan menulis ketika

anak berusia delapan tahun ke atas. Pada usia tersebut umumnya anak duduk di

kelas dua sekolah dasar (SD).

(21)

ialah guru. Hal ini dinyatakan oleh Chetty dalam sebuah artikel yang ia tulis

bersama dengan rekan-rekannya (2014).

Research has shown that the most important factor in terms of student

achievment is the teacher; there is a clear relationship between student’s

learning and the quality of their teacher, and weak teacher can actually

have a deleterious impact on learners

(Chetty, Friedman, & Rockoff,

2013; Darling-Hammond, 200; Hattie, 2013, melalui Goodwin, 2014:284).

Pernyataan Chetty sesuai dengan kenyataan yang terjadi di SD Lingkungan YPPK

Maybrat, Papua Barat. Guru sangat berpengaruh dalam keberhasilan dan

kegagalan peserta didiknya, apalagi di jenjang sekolah dasar (SD), guru memiliki

peran yang dominan dalam kegiatan pembelajaran.

(22)

1.2BRumusanBMasalahBB

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.

Jenis kohesi apa saja yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru SD

di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat,

Tahun 2014?

2.

Jenis koherensi apa saja yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru

SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat,

Tahun 2014?

3.

Bagaimana penggunaan penanda kohesi dalam karangan narasi guru-guru

SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat,

Tahun 2014?

4.

Bagaimana penggunaan penanda koherensi dalam karangan narasi

guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua

Barat, Tahun 2014?

1.3 TujuanBPenelitianBB

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut.

(23)

2.

Mendeskripsikan jenis koherensi yang terdapat dalam karangan narasi

guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari,

Papua Barat, Tahun 2014.

3.

Mendeskripsikan penggunaan

penanda kohesi yang terdapat dalam

karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan

Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014.

4.

Mendeskripsikan penggunaan penanda

koherensi yang terdapat dalam

karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan

Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014.

1.4BManfaatBPenelitianB

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti,

Perguruan Tinggi yang fokus terhadap pendidikan, YPPK Maybrat, dan pendidik.

Manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut.

1.

Menambah referensi penelitian mengenai jenis dan penggunaan kohesi

dan koherensi dalam karangan narasi.

2.

Sebagai pemicu atau penggerak untuk perbaikan kualitas pendidikan di

Indonesia dan menghasilkan tenaga pendidik yang profesional.

3.

Meningkatkan kemampuan menulis guru-guru SD di Lingkungan YPPK

Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat.

(24)

1.5BBatasanBIstilahBB

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa istilah. Istilah

tersebut dibatasi pengertiannya agar penelitian ini lebih terarah. Berikut ini adalah

batasan istilah tersebut.

1.

Kohesi

Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara

stuktural membentuk ikatan sintaktikal (Mulyana, 2005:26).

2.

Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu

mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat yang mendahului

atau yang mengikuti (Rani, 2006:129).

3.

Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang

melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa (Rani, 2006:97).

4.

Koherensi

Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana

(Baryadi, 2002:29).

5.

Karangan Narasi

(25)

1.6BSistematikaBPenyajianBB

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan pendahuluan. Bagian

pendahuluan memaparkan enam hal, yaitu latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika

penyajian.

Bab II merupakan kajian teori. Bagian kajian teori memaparkan tiga hal,

yaitu penelitian relevan, kajian teori, dan kerangka berpikir.

Bab III merupakan metodologi penelitian. Bagian metodologi

memaparkan enam hal, yaitu jenis penelitian, sumber data, instrumen penelitian,

teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi.

Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bagian hasil

penelitian dan pembahasan memaparkan tiga hal, yaitu deskripsi data penelitian,

analisis data, dan pembahasan.

(26)

7

BABBIIB

LANDASANBTEORIB

B

Dalam bab ini peneliti membahas mengenai: (1) penelitian terdahulu yang

relevan, (2) kajian teori, dan (3) kerangka berpikir.

2.1.BPenelitianBTerdahuluByangBRelevanB

Penelitian mengenai kohesi dan koherensi hingga saat ini cukup banyak

yang melakukannya, baik itu dari bidang yang mengkaji tentang bahasa maupun

pendidikan. Sejauh ini yang diteliti biasanya mengenai karangan para siswa,

majalah, surat kabar, dan buku pelajaran siswa, sedangkan penelitian terhadap

kompetensi menulis guru-guru belum ada. Ada beberapa penelitian mengenai

karangan yang cukup relevan dengan penelitian penulis. Peneliti mengambil dua

penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan.

Penelitian pertama oleh Yunita Cristantri (2012), penelitian ini fokusnya

yaitu mendeskripsikan jenis kohesi dan koherensi yang terdapat dalam karangan

deskripsi siswa kelas X semester I di SMA Pangudi Luhur St. Louis IX Sedayu.

Penelitian kedua oleh Agnes Dyah Purnamasari (2009), penelitian ini fokusnya

yaitu mendeskripsikan jenis kohesi dan koherensi yang terdapat dalam karangan

narasi siswa kelas VIII semester 1 SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang

tahun ajaran 2008/2009.

Kedua penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Yunita Cristantri

(2012) dan Agnes Dyah Purnamasari (2009) menganalisis kohesi dan koherensi

(27)

ialah analisis kohesi dan koherensi dalam karangan yang dibuat oleh guru-guru.

Kesamaan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian sebelumnya ialah

analisis kohesi dan koherensi pada karangan. Perbedaannya ialah pada subjek

yang diteliti penulis merupakan karangan narasi guru-guru, sedangkan kedua

penelitian sebelumnya pada karangan narasi siswa (Purnamasari, 2009) dan

karangan deskripsi siswa (Yunita, 2012).

2.2.BKajianBTeoriBB

Penelitian ini menggunakan beberapa kajian teori dari beberapa ahli

linguistik khususnya analisis wacana sebagai landasan untuk mencapai tujuan

yang peneliti paparkan sebelumnya. Pada bagian kajian teori ini membahas

mengenai kohesi, koherensi, dan karangan narasi. Kohesi yang dibahas ialah

kohesi gramatikal yang terdiri dari referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi.

Kemudian, kohesi leksikal yang dibahas ialah hiponim, repetisi, kolokasi,

sinonim, antonim, dan ekuivalensi. Selanjutnya, koherensi yang dibahas ialah

adisi, repetisi, pronomina, sinonim, keseluruhan – bagian, komparasi, penekanan,

kontras, hasil, contoh, paralelisme, kelas – anggota, waktu, tempat, dan seri. Hal

terakhir yang dibahas ialah karangan narasi. Berikut ini beberapa kajian teori

tersebut.

2.2.1BKohesiB

Kohesi adalah pertalian bentuk, maksudnya ada hubungan antarkata

hingga paragraf yang dapat dilihat. Hubungan ini ditandai dengan

(28)

antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan

semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana (Alwi, 2003:427).

Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara

stuktural membentuk ikatan sintaktikal (Mulyana, 2005). Sejalan dengan pendapat

Cutting bahwa,

Cohesion is how wors relate to each other within the text,

referring backwars or forwars to other wors in the text

(Cutting, 2003:2).

Halliday dan Hasan (1976, dalam Kushartanti, 2005) mengungkapkan bahwa ada

unsur-unsur bahasa yang saling merujuk dan berkaitan secara semantik yang

disebut kohesi, kohesi inilah yang membentuk suatu wacana sehingga dapat

dipahami.

Menurut Mulyana (2005:26) konsep kohesi pada dasarnya mengacu

kepada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang

digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan

utuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Anton M. Moeliono, dkk (dalam Mulyana,

2005), untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya

harus kohesif.

Halliday dan Hassan (dalam Mulyana, 2005) mengemukakan bahwa

unsur-unsur kohesi wacana dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi

gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal berupa kata atau frasa bebas

yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat mendahului atau

yang mengikuti (Rani, 2006:129). Penanda kohesi gramatikal ialah referensi,

substitusi, elipsis, dan konjungsi. Kohesi leksikal merupakan piranti atau penanda

(29)

Kohesi leksikal antara lain ialah hiponim, repetisi, kolokasi, sinonim, antonim,

dan ekuivalensi. Berikut ini penjelasan mengenai kohesi gramatikal dan kohesi

leksikal.

a.

Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan

penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa (Rani, 2006:97). Kohesi gramatikal adalah

hubungan semantis antarunsur yang berkaitan dengan tatabahasa (Kushartanti,

2005). Unsur-unsur kohesi gramatikal terdiri dari

reference

(referensi),

substitution

(substitusi),

ellipsis

(elipsis), dan

conjungtion

(konjungsi) (Mulyana,

2005:27). Berikut ini penjelasannya.

1)

Referensi

Referensi merupakan salah satu unsur kohesi gramatikal yang berfungsi

sebagai penunjuk. Biasanya referensi berupa kata atau frasa yang acuannya berada

di luar teks (eksofora) dan di dalam teks (endofora). Endofora dibagi menjadi

anafora (mengacu pada kata sebelumnya) dan katafora (mengacu pada kata

sesudahnya). Peranti yang biasa digunakan untuk referensi ialah pronomina.

Menurut Alwi (2003) pronomina dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi

pronomina persona, pronomina penunjuk, dan pronomina penanya.

Pertama, pronomina persona atau kata ganti diri adalah pronomina yang

dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri

sendiri, mengacu pada orang yang diajak bicara, atau mengacu pada orang yang

dibicarakan. Pronomina persona pertama:

saya, aku, saku, -ku, ku-, kami, kita

;

(30)

sekalian, Ansa sekalian

; Pronomina persona ketiga:

sia, ia, beliau, -nya, mereka

(Alwi, 2003).

Kedua, kata ganti penunjuk adalah kata deiktis yang dipakai untuk menunjuk

(menggantikan) nomina (Rani, 2006). Pronomina penunjuk dalam bahasa

Indonesia ada tiga macam, yaitu pronomina penunjuk umum, pronomina

penunjuk tempat, dan pronomina penunjuk ihwal. Pronomina penunjuk umum:

ini, itu

dan

anu

; Pronomina penunjuk tempat:

sini, situ,

dan

sana

; dan Pronomina

penunjuk ihwal:

begini, begitu

.

Ketiga, kata ganti penanya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah

pertanyaan (Alwi, 2003). Kata ganti penanya dalam bahasa Indonesia adalah

apa,

siapa, mana, mengapa, kenapa, kapan, bila(mana), berapa,

gabungan preposisi

dengan kata tanya (

sari apa, sengan siapa, ...

), kata saja dan implikasi kejamakan

(

sengan siapa saja, sari mana saja, ...

), kata saja dan implikasi ketidaktentuan

(pada kalimat berita), dan reduplukasi

apa, siapa,

dan

mana

(Alwi,

2003:265-274). Berikut ini contoh referensi.

a.

Hati

Sukir terasa berbunga-bunga.

Dia yakin Watik menerima lamarannya

(Mulyana, 2005: 27).

Kata

Dia

dalam kalimat pertama pada contoh di atas sebagai penunjuk kata

SukirB

pada kalimat pertama.

b.

Bersasarkan penelitian san pembahasan, maka sapat sitarik kesimpulan

sebagai berikut.

1.

Pupuk menjasi bagian penting salam bisang pertanian.

2.

Pemeliharaan tanaman tergantung banyak faktor (Mulyana, 2005: 27).

Kata

berikut

pada kalimat di atas menjadi penunjuk untuk hal-hal yang

(31)

2)

Substitusi

Subtitusi atau penggantian adalah proses dan hasil penggantian unsur-unsur

bahasa oleh unsur lain ke dalam satuan yang lebih besar (Mulyana, 2005:28).

Subtitusi digunakan supaya tidak terjadi pengulangan kata, frasa atau kalimat

yang sama, yang membuat tulisan tidak efektif.

Penggantian atau substitusi merupakan penyulihan suatu unsur wacana

dengan unsur lainnya yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antar bentuk

kata, frasa, ataupun klausa (Halliday dan Hasan, 1979:88; Quirk, 1985:863, dalam

Rani, 2006:105). Berikut ini contoh substitusi.

a.

Dalam aksioma yang ketiga,

Buhler

berusaha menguraikan sturktur-mosell

ser Sprach. Ia beranggapan bahwa semua bahasa mempunyai struktur (Rani,

2006:105).

Pada contoh di atas, kata

BuhlerB

dalam kalimat pertama

B

digantikan kata

IaB

pada kalimat selanjutnya.

b.

Rasa hormat san ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis

sampaikan kepsa pembimbing skripsi, yaitu

Prof. Dr. Suwardi dan Dr.

Afendy Widayat, M.A. atas bimbingan

beliau berdua penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini sengan baik (Mulyana, 2005: 28).

Kata

beliauB berdua

dalam kalimat di atas merupakan substitusi atau yang

menggantikan kata

Prof.BDr.BSuwardiB

dan

BDr.BAfendyBWidayat,BM.A

.

3)

Elipsis

Elipsis

atau penghilangan/pelesapan adalah proses penghilangan kata atau

satuan-satuan kebahasaan lain (Mulyana, 2005:28). Elipsis digunakan supaya

tidak ada pengulangan kata yang sama karena penulis menganggap pembaca

mengerti maksud tulisan sehingga tidak perlu diulang kembali. Selain itu, supaya

(32)

a.

Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghasapi

saat-saat yang menentukan salam peyusunan skripsi ini.

Ø (Saya

mengucapkan) Terima kasih Tuhan (Mulyana, 2005: 28).

Kata

sayaBmengucapkan

dihilangkankan karena penulis beranggapan bahwa

yang membaca tetap memahami maksud penulis, juga supaya tulisan menjadi

lebih singkat dan jelas.

b.

Kami berangkat hari ini. Mereka juga (Lubis, 2011:40).

Pada kalimat kedua

berangkatBhariBiniB

dihilangkan seluruhnya diganti kata

jugaB

sebagai substitusinya.

4)

Konjungsi

Konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang

berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung antara kata dengan

kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan

seterusnya (Harimurti Kridalaksana, 1984:105; HG Tarigan, 1987:101, dalam

Mulyana 2005:29; Alwi, 2003:296). Konjungsi digunakan supaya keterikatan

ide-ide dalam wacana tetap mengalir sesuai alurnya dan benar-benar memiliki

kejelasan hubungan satu sama lain.

Konjungsi merupakan pemarkah yang paling mudah dilihat. Brown dan Yule

(Rani, 2006:95) membagi konjungsi dalam beberapa macam, yaitu: penambahan

(

san, atau, selanjutnya, senasa, tambahan

, dan sebagainya), adversatif (

tetapi,

namun sebaliknya, meskipun semikian

), kausal (

konsekuensinya, akibatnya

), dan

waktu (

kemusian, setelah itu, satu jam kemusian

). Alwi, dkk (Alwi, 2003:

(33)

a)

Konjungsi Koordinatif

Konjungsi ini berfungsi menghubungkan dua unsur atau lebih yang memiliki

status atau kedudukan yang sama. Contohnya:

san

(penanda hubungan

penambahan),

serta

(penanda hubungan pendampingan),

atau

(penanda hubungan

pemilihan),

tetapi

dan

melainkan

(penanda hubungan perlawanan),

pasahal

dan

sesangkan

(penanda hubungan pertentangan). Berikut contoh penggunaan

konjungsi koordinatif.

a.

Aku yang satang ke rumahmu atau kamu yang satang ke rumahku?

b.

Dia terus saja berbicara, tetapi istrinya hanya tersiam saja.

Pada contoh

a

di atas terdapat konjungsi koordinatif

atau

(penanda hubungan

pemilihan), pada contoh

b

terdapat konjungsi koordinatif

tetapi

(penanda

hubungan perlawanan).

b)

Konjungsi Korelatif

Konjungsi ini berfungsi untuk menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa

yang memiliki status sintaktis yang sama. Sarana konjungsi yang digunakan

seperti:

baik… maupun …; tisak hanya… tetapi juga…; bukan hanya…,

melainkan juga…; semikian…sehingga; sesemikian rupa… sehingga…;

apa(kah)… atau…; entah…entah…; jangankan…,… pun….

Berikut ini contoh

penggunaan konjungsi korelatif.

a.

Kita tidak hanya harus setuju, tetapi juga harus patuh.

b.

Entah sisetujui entah tisak, sia tetap akan mengusulkan gagasannya.

Pada contoh (a) di atas terdapat konjungsi korelatif

tidakBhanya

dan

tetapiB

(34)

c)

Konjungsi Subordinator

Konjungsi ini berfungsi sebagai penghubung dua klausa atau lebih yang tidak

memiliki status sintaktik yang sama. Berikut ini pembagian konjungsi

subordinator dan contohnya.

1)

Konjungsi subordinator waktu:

sejak, semenjak, sesari; sewaktu, ketika,

tatkala, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, serta, sambil, semi;

setelah, sesusah, sebelum, sehabis, selesai, seusai; hingga

, dan

sampai

.

2)

Konjungsi subordinator syarat:

jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala

.

3)

Konjungsi subordinator pengandaian:

ansaikan, seansainya, umpamanya,

sekiranya.

4)

Konjungsi subordinator tujuan:

agar, supaya, biar

.

5)

Konjungsi subordinator

konsesif: biarpun, meski(pun), walau(pun),

sekalipun, sungguhpun, kensati(pun).

6)

Konjungsi subordinator pembandingan:

seakan-akan, seolah-olah,

sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, saripasa, alih-alih

.

7)

Konjungsi subordinator sebab:

sebab, karena, oleh karena, oleh sebab

.

8)

Konjungsi subordinator hasil:

sehingga, sampai (sampai), maka(nya)

.

9)

Konjungsi subordinator alat:

sengan, tanpa

.

10)

Konjungsi subordinator cara:

sengan, tanpa

.

11)

Konjungsi subordinator komplementasi:

bahwa

.

12)

Konjungsi subordinator atribut:

yang

.

13)

Konjungsi subordinator perbandingan:

sama… sengan, lebih … sari(pasa)

.

(35)

a.

Saya pasti akan memaafkannya seandainya sia mau mengakui kesalahannya.

b.

Orang yang mensatanginya bertampang seram, maka sia jasi takut.

Pada contoh

a

terdapat konjungsi subordinator

seandainya

, pada contoh

b

terdapat konjungsi subordinator

maka

.

d)

Konjungsi Antarkalimat

Konjungsi ini berfungsi untuk menghubungkan satu kalimat dengan kalimat

yang lainnya. Berikut ini contoh konjungsi antarkalimat:

biarpun semikian/begitu,

sekalipun semikian/begitu, walaupun semikian/begitu, meskipun semikian/begitu,

sungguhpun semikian/begitu, kemusian, sesusah itu, setelah itu,

selanjutnya,

tambahan pula, lagi pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhnya, bahwasanya,

malah(an), bahkan, (akan) tetapi, namun, kecuali itu, sengan semikian, oleh

karena itu, oleh sebab itu, sebelum itu

. Berikut ini contoh pemakaian konjungsi

antarkalimat.

a.

Basannya terasa lelah.

Namun, ia tetap berangkat ke kantor. Masuk

atau

tisak, pekerjaan harus rampung.

Sebab

bulan sepan buku laporan proyek

harus susah selesai.

Kata

namun

merupakan konjungsi adversatif, kata

sebabB

merupakan

konjungsi kausal yang menerangkan alasan, dan kata

atau

merupakan konjungsi

koordinatif yang menjelaskan hubungan setingkat antara kata sebelumnya dengan

kata selanjutnya.

b.

Kami tisak sepensapat sengan sia.

Biarpun begitu, kami tisak akan

menghalanginya.

BiarpunBbegitu

pada kalimat kedua merupakan konjungsi antar kalimat yang

(36)

b.

Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal adalah hubungan antar unsur di dalam sebuah wacana secara

semantis (Sumarlan 2003, dalam Christantri, 2012:11). Kohesi leksikal berupa

kata atau frasa bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan

kalimat yang mendahului atau yang mengikuti (Rani, 2006:129).

Unsur-unsur kohesi leksikal terdiri dari

reiteration

(reiterasi), dan

collocation

(kolokasi) (Mulyana, 2005:27). Menurut Mulyana (2005:29) kohesi leksikal atau

perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk

mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Unsur leksikal terdiri dari

hiponim (hubungan bagian atau isi), repetisi (pengulangan), kolokasi (sanding

kata), sinonim (persamaan), antonim (lawan kata), dan ekuivalensi. Tujuan

digunakannya aspek-aspek leksikal itu diantaranya ialah untuk mendapatkan efek

intensitas makna bahasa, kejelasan informasi, dan keindahan bahasa lainnya.

Berikut ini penjelasan unsur-unsur kohesi leksikal.

1)

Hiponim

Hiponim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang

bersifat hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain

(Baryadi, 2002:26). Hiponim adalah ‘relasi makna yang berkaitan dengan

peliputan makna spesifik dalam makna generik’(Kushartanti, 2005:118). Hiponim

merupakan hubungan kata, anggota atau keluarga kata tertentu, bagian dari kata

umum yang lebih spesifik. Berikut ini contoh penggunaan hiponim.

(37)

Pada contoh di atas, kata

ahliB fisikaB nuklir

merupakan kata khusus atau

subordinat, kata

ilmuwan

merupakan kata umum atau superordinat.

b.

Mamalia mempunyai kelenjar penghasil susu. Manusia menyusui anaknya.

Paus pun semikian (Kushartanti,2005:99).

Pada contoh di atas

manusia

dan

pausB

merupakan anggota dari kelas

mamaliaB

(kata umum).

2)

Repetisi

Pengulangan atau repetisi adalah kohesi leksikal yang berupa pengulangan

konstituen yang telah disebut (Baryadi, 2002:25). Repetisi digunakan untuk

mempertahankan hubungan antar kalimat (Rani, 2006), dengan cara mengulang

kata atau bagian tertentu dalam sebuah wacana. Pengulangan ini bisa dilakukan

dengan (a) ulangan penuh yaitu mengulang salah satu fungsi dalam kalimat secara

utuh atau penuh, (b) ulangan dengan bentuk lain yaitu mengulang salah satu

fungsi kalimat dengan bentuk yang lain tetapi berasal dari bentuk dasar yang

sama, dan (c) ulangan dengan penggantian yaitu pengulangan dengan substitusi

(Rani, 2006). Berikut ini contoh pemakaian repetisi.

a.

Berfilsafat

sisorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu san apa

yang belum kita tahu.

Berfilsafat

berarti berensah hati bahwa tisak

semuanya akan pernah kita ketahui salam kesemestaan yang seakan tisak

terbatas ini (Rani, 2006:130).

Pengulangan atau repetisi dalam contoh di atas ialah kata

berfilsafat

yang di

sebut pada kalimat pertama, lalu pada kalimat kedua disebutkan lagi.

(38)

Pada contoh di atas kalimat pertama disebutkan kata

filsafatB

yang diulang

pada kembali pada kalimat kedua dengan bentuk lain yaitu kata

berfilsafat

.

3)

Kolokasi

Kohesi kolokasi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna yang

berdekatan antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi,

2002:28). Kolokasi kata yang menunjukkan adanya hubungan kedekatan tempat

(lokasi) (Rani, 2006:129). Kolokasi merupakan hubungan kata, untuk memahami

sebuah kata atau banyak kata sebagai kolokasi harus memahami konteksnya.

Berikut ini contoh penggunaan kolokasi.

a.

Sifat terbuka atau semokratis sari Pancasila sebagai iseologi pertama-tama

sapat kita lihat sari proses kelahirannya. Sebagaimana siketahui rumusan

Pancasila

san

UUD 1945

sebagai iseologi san konstitusi bersama lahir

melalui proses musyawarah mufakat yang bersuasana terbuka san

semokratis (Rani, 2006:133-134).

Kata

Pancasila

dan

UUDB1945

memiliki relasi atau berkolokasi sebagai pilar

kebangsaan (dasar kehidupan bernegara) di Indonesia. Ketika membahas

mengenai

Pancasila

sebagai ideologi bangsa maka akan berkaitan dengan

UUDB

1945

.

b.

Petani si Palembang terancam gagal memanen

padi.

Sawah yang mereka

garap terensam banjir selama sua hari (Kushartanti, 2005:100).

Pada contoh di atas kata

petani

dalam kalimat pertama berkolokasi dengan

(39)

4)

Sinonim

Sinonim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang mirip

antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002: 27).

Sinonim bisa disebut sebagai persamaan kata, maksudnya memiliki makna yang

sama atau mirip dan bisa saling menggantikan tanpa mengubah makna

sebelumnya. Penggunaan sinomin harus sesuai konteks, meski pun bersinonim

tetap ada perbedaan. Berikut ini contoh penggunaan sinonim.

a.

Jumlah orang Jawa perantauan ini selalu censerung

naik. Sensus yang

silakukan Inggris si tahun-tahun mereka berkuasa menunjukkan

peningkatan itu (Baryasi, 2002: 27).

Kata

naik

pada kalimat pertama sama dengan kata

peningkatan

pada kalimat

kedua.

b.

Para pemusa Indonesia, pemusa Jawa, pemusa Batak, pemusa Ambon, san

lain-lain turut berjuang menantang penjajah, memperjuangkan kemersekaan

si Nusantara ini. Mereka semua merupakan

pahlawan,

pejuang yang tisak

kenal menyerah (Tarigan 1987:102).

Pada contoh di atas

NusantaraB

bersinonim dengan

Indonesia

, dan

pahlawanB

bersinonim dengan

pejuang

.

5)

Antonim

Antonim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang

bersifat kontras atau berlawanan antara konstituen yang satu dengan konstituen

yang lain (Baryadi, 2002: 28). Kushartanti (2005) menyebutkan bahwa antonim

ialah hubungan antarkata yang beroposisi makna. Kata-kata yang beroposisi

dengan selaras membuat pemahaman mitra tutur atau pembaca lebih cepat

memahami wacana (Kushartanti, 2005: 100). Berikut ini contoh penggunaan

(40)

a.

Laki-laki lebih

rasional, lebih

aktif, lebih

agresif. Wanita sebaliknya: lebih

emosional, lebih

pasif, lebih

submisif

(Busiman, 1981:3, salam Baryasi,

2002:28).

Pada contoh di atas terdapat pasangan kata yang saling berlawanan makna,

yaitu:

rasional

x

emosional

,

aktifB

x

pasif

, dan

agresif

x

submisif

.

b.

Saat menyaksikan pelaku kejahatan yang berasal sari kalangan miskin salam

berita si televisi, kasang-kasang muncul perasaan

simpati. Namun, pasa

saat yang lain muncul perasaan antipati (Kushartanti, 2005:100).

Pada contoh di atas, kata

simpati

dalam kalimat pertama merupakan antonim

kata

antipatiB

dalam kalimat kedua.

6)

Ekuivalensi

Ekuivalensi adalah makna yang sangat berdekatan; lawan dari kesamaan

bentuk (Kridalaksana, 2008:56). Ekuvalensi ialah kata yang memiliki kedekatan

hubungan karena berasal dari kata dasar yang sama. Penggunaan ekuivalensi

dalam tulisan akan membuat semakin kohesif dan hubungannya tampak jelas.

Berikut ini contoh penggunaan ekuivalensi.

a.

Mereka

berjuang mati-matian.

Perjuangan mereka telah berhasil (Tarigan,

1987:103).

Pada contoh di atas kata

berjuangB

dalam kalimat pertama dan

BperjuanganB

dalam kalimat kedua berasal dari kata dasar yang sama yaitu juang.

b.

Tisak sesikit pemusa yang

mengorbankan jiwa san raga mereka.

Pengorbanan mereka tisak sia-sia (Targan, 1987:103).

Pada contoh di atas kata

mengorbankan

dalam kalimat pertama dan kata

pengorbanan

dalam kalimat kedua berasal dari kata dasar yang sama yaitu

(41)

2.2.2BKoherensiB

Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana

(Baryadi, 2002:29). Menurut Cutting, ‘

coherence is a quality of being ‘meaningful

ans unifies’ or relevance in pragmatics

(Cutting, 2003:2)’. Maksudnya ialah

koherensi memiliki pengaruh yang besar dalam wacana agar bisa dipahami dan

memiliki keterkaitan satu sama lain. Koherensi merupakan pertalian makna,

maksudnya ada hubungan berupa topik atau ide yang sama dalam sebuah wacana

sehingga wacana tersebut menjadi padu, dapat diterima dan dipahami.

Mulyana (2005) menyatakan bahwa koherensi mengandung makna

‘pertalian’. Dalam konsep kewacanaan, berarti pertalian makna atau isi kalimat

(Tarigan, dalam Mulyana 2005). Koherensi dalam sebuah wacana dapat dilihat

dari hadirnya penanda-penanda kohesi maupun tidak. Melalui kehadiran penanda

kohesi wacana menjadi koheren, maksud dan keterhubungan antarproposisi dapat

dipahami. Sedang jika tidak ada kehadiran penanda kohesi wacana tetap dapat

dikatakan koheren jika yang membaca wacana paham dengan apa yang

disampaikan oleh penulis, memiliki latar belakang sama dengan penulisnya, dan

memahami konteks wacana tersebut.

D’Angelo (1980) menyatakan. Peneliti menggunakan teori Frank J.

D’Angelo (1980) sebagai pisau analisis dalam penelitian penulis. Berikut ini

penjelasan unsur koherensi menurut D’Angelo (1980:394 – 355).

a)

Adisi

Use connectives to sugest simple assition to the thought in the precesing

(42)

untuk menghubungkan ide pada kalimat sebelumnya dengan kalimat berikutnya

menggunakan penanda-penanda adisi atau penambahan. Unsur koherensi ini

merupakan sarana penghubung yang bersifat aditif atau berupa penambahan

(Tarigan, 1987:104).

Penggunaan piranti penambahan biasanya digunakan agar proposisi-proposisi

yang dijelaskan saling berhubungan atau berkaitan. Sarana penghubung piranti ini

antara lain:

san

,

juga

,

lagi

,

pula

(Tarigan, 1987),

selanjutnya

,

si samping itu

,

tambahan lagi

, dan

selain itu

(Rani, 2006). Berikut ini contoh penggunaan unsur

penambahan.

1) Laki-laki

dan perempuan, tua

dan musa,

juga para tamu turut bekerja

bergotong-royong menumpas hama tikus si sawah-sawah si sesa kami.

(Tarigan, 1987:105).

Pada contoh di atas terdapat penggunaan sarana penambahan berupa kata

dan

dan kata

juga

.

2) Aspek emotif berkaitan sengan keterlibatan unsur emosi pembaca salam

upaya menghayati unsur-unsur keinsahan salam teks sastra yang sibaca.

Selain itu, eunsir emosi

juga sangat berperan salam upaya memahami

unsur-unsur yang bersifat subyektif.

Pada contoh di atas terdapat penggunaan sarana penambahan berupa

selainB

itu

, dan

juga

.

b)

Repetisi

Repeat a key wors, or a wors serives from the same root

(D’Angelo,

1980:350). Artinya pengulangan kata kunci atau kata yang menjadi bagian

penting dalam sebuah tulisan agar keterkaitannya jelas. Pengulangan kata

dilakukan supaya keterkaitan antarproposisi tetap terjalin. Hal yang diulang tentu

(43)

digunakan sebagai bentuk penekanan pada bagian tertentu, bahwa hal tersebut

penting. Berikut ini contoh penggunaan pengulangan kata.

1) Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Sumasi sebagai

tersangka

salam kasus tinsak pisana korupsi si perusahaan besar itu.

Tersangka saat

ini sitahan si Rumah Tahanan Salemba (Kushartanti, 2005:99).

Pada contoh di atas kata

tersangka

pada kalimat pertama diulang lagi pada

kalimat kedua.

2) Orang tua selalu menyalahkan anak-anaknya, tetapi orang tua terlalu sibuk

sengan urusan si luar rumah (Sugono,2009:165).

Pada contoh di atas

orangBtua

diulang pada anak kalimat sebelumnya juga

disebutkan pada induk kalimat.

c)

Pronomina

Use pronoun to refer to a noun, another person, or a clause in the precesing

sentence

(D’Angelo, 1980:350). Artinya penggunaan kata ganti yang mengacu

pada kalimat sebelumnya. Sarana penghubung kata ganti berupa kata ganti diri,

kata ganti penunjuk, dan lain-lain (Tarigan, 1987:106). Kata ganti atau pronomina

dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi kata ganti persona (

saya, kamu, kita,

kami, beliau, mereka, engkau, Ansa

), kata ganti penunjuk (

ini, itu, si sana, si

sini

), dan kata ganti penanya (

apa, mengapa, kenapa, bagaimana

). Kata ganti

digunakan supaya ada variasi dalam tulisan yang tetap menunjukkan keterkaiatan

satu sama lain. Berikut ini penggunaan kata ganti atau pronomina.

1) “Dengan naik ini, tiap hari saya pergi ke kampus. Sepesa motor inilah teman

setiaku salam segala musim san cuaca,” kata Bakri (Rani, 2006:102).

Kata

ini

pada contoh di atas merupakan sarana kata ganti yang mengacu pada

(44)

2) Pohon-pohon kelapa

itu tumbuh si tanah lereng si antara pepohonan lain

yang rapat san rimbun (Rani, 2006:103).

Kata

itu

pada contoh di atas merupakan sarana kata ganti atau pronomina

penunjuk.

d)

Sinonim

If the repetition of key wors gets tiresome or if variety is neeses, use a

sifferent wors or phrase to refer to an element in the precesing sentence

(D’Angelo:1980:351). Artinya, jika mengulang kata yang sama membosankan

sinonim menjadi solusi yang baik yaitu menggunakan kata lain yang memiliki

makna serupa. Sinonim digunakan supaya ada variasi penggunaan kata dalam

penulisan, tetapi tetap memiliki ikatan makna yang serupa. Berikut ini contoh

penggunaan sinonim.

1) Setelah 34 tahun memensam cinta membara, akhirnya Pangeran Charles san

Camilla Parker resmi menjasi suami-istri. Pasangan pengantin ini menikah

pasa Sabtu, 9 April 2005 (Kushartanti, 2005:99).

Pada contoh di atas frasa

pasanganB pengantin

pada kalimat kedua

merupakan padanan kata

suami-istriB

pada kalimat pertama.

2) Kesunyian mengapung si pasang Kurusetra. Namun,

kelengangan yang

menyelimuti hamparan pasang luas itu terasa menyeramkan. Bumi pun

serasa kehilangan senyutnya (Ramlan, 1993:36).

Kata

kelenganganB

dalam kalimat kedua merupakan padanan kata dari

kesunyianB

dalam kalimat pertama.

e)

Keseluruhan – Bagian

Use a wors or phrase that names a whole in one sentence, ans then use

another wors or phrase that names a part of the whole

(D’Angelo, 1980:351).

(45)

keseluruhan. Berikutnya, dibahas bagian-bagiannya atau hal-hal kecilnya.

Kadang-kadang, pembicaraan dimulai dari keseluruhan, baru kemudian beralih

atau memperkenalkan bagian-bagiannya (Tarigan, 1987:107). Penggunaan

keseluruhan – bagian penting supaya hubungan pembicaraan atau apa yang ditulis

jelas. Berikut ini penggunaan sarana keseluruhan-bagian.

1) Beribu-ribu

buku asa si perpustakaan itu. Buku bahasa, ekonomi, hukum,

san pertanian. Juga buku-buku

teknik, kedokteran, san lain-lain (Lubis,

2011:111).

Pada contoh di atas pertama dimulai dari keseluruhan atau umum yaitu

buku

kemudian beralih mengenalkan jenis-jenis buku seperti

bahasa

,

ekonomi

,

hukum

, dan

pertanian

, dan ditambah lagi pada kalimat berikutnya.

2) Pemusa itu tisak pernah membeli

bunga untuk kekasihnya kecuali

mawar

pasa hari ulang tahunnya (Alwi, 2003:431).

Pada contoh di atas pertama-tama di sebutkan kata

bungaB

kemudian

mawarB

sebagai bagiannya.

f)

Komparasi

Use connectives that reveal to the reaser significant likenesses in thought

(D’Angelo, 1980:352). Artinya, menggunakan hubungan yang menunjukkan

perbandingan yang signifikan. Perbandingan atau komparasi bertujuan untuk

menunjukkan hubungan perbedaan atau persamaan (atau keduanya) suatu ide.

Untuk menyatakan hubungan perbandingan secara eksplisit digunakan kata

penghubung antara lain:

sama halnya, berbesa sengan itu, seperti, salam hal

seperti itu, lebih sari itu, serupa sengan itu, san sejalan sengan itu

(Rani,

(46)

1) Sama halnya sengan Paman Lukas, kita

pun harus segera mensirikan

rumah si atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah Paman Lukas

itu hampir selesai. Rumah kita

tidak seperti rumah paman yang luas san

besar, kita akan membangun rumah yang bertingkat (Tarigan, 1987).

Pada contoh di atas

samaB halnya

dan

pun

menunjukkan persamaan,

tidakB

seperti

menunjukkan perbedaan.

2) Pantun, puisi asli Insonesia,

berbeda dengan syair. Pantun tersiri sari

sampiran san isi sesangkan syair hanya memiliki isi (Rani, 2006).

Pada contoh di atas perbandingan ditunjukkan oleh penghubung

berbedaB

dengan

yang menyatakan perbedaan.

g)

Penekanan

Use connectives to reinforce the thought in a previous clauses or to give

emphasis to that thought

(D’Angelo, 1980:352). Artinya mengggunakan

hubungan berupa penekanan pada kata tertentu yang menunjukkan keterkaiatan

yang erat. Penekanan digunakan supaya jelas apa yang menjadi hal terpenting

dalam sebuh tulisan. Contoh kata yang biasa digunakan sebagai penekanan:

sengan jelas, sengan nyata, pasti, tentu, barangkali, mungkin, tentu saja

dan

pemakaian partikel

–lah

. Berikut ini contoh penekanan.

1) Bekerja bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-sia.

Nyatalah kini

hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan

kampung kita ini sengan sengan kampong si seberang Sungai Lau Biang ini

telah sekali kita kerjakan sengan AMD (Abri Masuk Desa).

Jelaslah

hubungan antara kesua kampung berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal ini

memberi sampak positif bagi masyarakat kesua kampung (Tarigan,

1987:107-108).

Pada contoh di atas kata yang merupakan penekanan ialah

nyatalah,Bjelaslah

,

(47)

2) Demikian juga sengan pilihan kata san penggunaan struktur kalimat, antara

saerah yang satu sengan saerah yang lain memiliki cara yang berbesa-besa.

Bahkan, sapat terjasi bahwa bahasa-bahasa orang satu saerah juga banyak

memilki perbesaan (Rani, 2006:127).

Kata

bahkan

merupakan penekanan terhadap gagasan yang diungkapkan

dalam paragraf tersebut.

h)

Kontras

Connect sentence with linking sevices that show contrast ans that reveal to

the reaser significant sifferences in thought

(D’Angelo, 1980:353). Artinya

hubungan yang menunjukkan kekontrasan yang signifikan sebuah ide dalam

tulisan. Pertentangan digunakan untuk menunjukkan kekontrasan atau

pertentangan ide secara jelas dalam sebuah tulisan. Kata yang sering digunakan

untuk menunjukkan kekontrasan ialah

namun, (akan) tetapi, sebaliknya, pasahal,

walaupun begitu, walaupun semikian, meskipun begitu, meskipun semikian,

dan

sebagainya (Rani, 2006:120; Ramlan, 1993:49). Berikut ini contohnya.

1) Kali Baru Timur si saerah Bungur, Jakarta Pusat merupakan perkampungan

yang pasat san kumuh. Nyamuk berseliweran, pengemis, pencoleng, san

gelansangan berkeliaran.

Namun, si kampung kumuh tersebut sesang

sibangun sekolah mewah (Rani, 2006).

Kata penghubung

namun

merupakan penunjuk kekontrasan yang ada dalam

proposisi tersebut.

2) Naskah persamain Kamboja telah siteken si Paris.

Tetapi itu bukan berarti

telah menjasi jaminan keamanan buat para pemimpin tiga fraksi yang

menansatangani naskah persamaian (Ramlan, 1993:49).

(48)

i)

Hasil

Use transitional sevices when you want to show result

(D’Angelo, 1980:353).

Artinya menggunakan penanda yang menunjukkan hasil atau kesimpulan dalam

sebuah tulisan. Hasil biasanya digunakan bila tulisan cukup panjang dan untuk

menekankan hal terpenting secara rinci. Kata yang sering digunakan untuk

menunjukkan hasil atau simpulan ialah

jasi, oleh karena itu, semikianlah,

dan

sebagainya. Berikut ini contoh penggunaan hasil dalam tulisan.

1) Hukum tisak hanya untuk orang kaya. Semua orang mempunyai serajat yang

sama si sepan hukum. Hukum tisak memansang kaya atau miskin, pria atau

wanita, tua atau musa, pembesar atau rakyat jelata, san ABRI atau bukan

ABRI.

Jadi, hukum berlaku untuk siapa pun, kapan pun, san si mana pun

(Rani, 2006).

Pada contoh di atas kata

jadi

merupakan penanda kesimpulan.

2) Pepohonan telah menghijau si setiap pekarangan rumah san ruang kuliah si

kampus kami. Burung-burung beterbangan sari sahan ke sahan sambil

bernyanyi-nyanyi. Usara segar san sejuk nyaman.

Jadi, penghijauan si

kampus itu telah berhasil.

Demikianlah kini keasaan kampus kami berbesa

sengan beberapa tahun yang lalu.

Oleh karena itu, para civitas akasemika

merasa bangga (Tarigan, 1987:109).

Pada contoh di atas

jadi

,

demikianlah

, dan

olehB karenaB itu

menjadi

penghubung yang menyatakan kesimpulan atau hasil.

j)

Contoh

Use transitional worss ans phrases to introsuce illustrations or examples

(D’Angelo, 1980:353). Artinya menggunakan kata atau frasa sebagai penghubung

untuk menunjukkan contoh. Penggunaan conth supaya penjelasan lebih mudah

dipahami, supaya terlihat hubungan nyatanya. Kata yang sering digunakan untuk

memberi contoh ialah

seperti, contohnya, misalnya, umpamanya

, dan sebagainya.

(49)

1) Wajah pekarangan rumah kami si sesa telah berubah menjasi warung hisup.

Di pekarangan itu sitanam kebutuhan sapur sehari-hari,

seperti bayam,

tomat, cabai, talas, singkong, kacang panjang, lobak, kubis, san lain-lain

(Tarigan, 1987:109).

Pada contoh di atas

seperti

menjadi kata penghubung contoh.

2) Departemen Tenaga Kerja bisa juga menyisik seseorang hingga jasi

tersakwa si meja hijau.

Contohnya, Hakim Kustian Efensi sari Pengasilan

Negeri Mesan telah mevonis Nyonya Tio Kaso, 44 tahun sengan hukuman

sensa Rp 10 ribu atau kurungan selama tujuh hari (Rani, 2006:124).

Pada contoh di atas penanda contoh ialah

contohnya

.

k)

Paralelisme

Repeat in the secons clause a grammatical structure similar to that ia a

previous clause

(D’Angelo, 1980:354). Maksudnya ialah bahwa ada klausa-klausa

yang memiliki hubungan kesejajaran karena memiliki unsur yang sama.

Paralelisme biasanya sejajar dan bisa saling menggantikan. Berikut ini contoh

kesejajaran atau paralelisme.

1) Waktu sia satang, memang saya sedang asyik membaca, saya sedang tekun

mempelajari buku baru mengenai wacana (Tarigan, 1987:109).

2) Ayah melihat buku-buku baru, lalu

Ayah membeli beberapa eksemplar

(Sugono, 2009:167).

Pada kedua contoh di atas kalimat yang dicetak tebal merupakan kesejajaran.

l)

Kelas – Anggota

Name a general class in one sentence ans a member of that class in another

(D’Angelo, 1980:352). Maksudnya ialah penulis membahas hal yang umum

dalam kalimat sebelumnya. Kemudian, dalam kalimat berikutnya membahas

anggota-anggotanya atau bagian yang lebih spesifik. Berikut ini contoh

penggunaan kelas – anggota.

(50)

telah sigalakkan pemanfaatan

kereta api san

kendaraan bermotor.

Kensaraan bermotor ini meliputi

mobil,

sepeda motor, san lain-lain

(Tarigan, 1987:107).

Pada contoh di atas kata yang ditebalkan merupan hubungan kelas – anggota.

2) Pak Hamis baru saja membeli mobil Mercy. Warnanya merah san harganya

jangan sitanya (Alwi, 2003:432).

Pada contoh di atas

mobil

merupakan kelas dan

warna

serta

harga

merupakan anggota.

m)

Waktu

Use connectives that insicate time or a change of time

(D’Angelo, 1980:354).

Maksudnya menggunakan penanda hubungan yang menunjukkan waktu atau

perpindahan waktu. Waktu digunakan supaya tulisan lebih jelas. Penanda yang

sering digunakan untuk menunjukkan waktu contohnya ialah

pagi, siang, pukul,

tasi, kemusian, kemarin, baru saja

,

hari ini

dan sebagainya. Berikut ini contoh

penggunaan kala atau waktu.

1) Dia biasanya satang ke kantor pagi-pagi (Alwi, 2003:367).

2) Tadi sia menanyakan lagi soal itu (Alwi, 2003:367).

Pada kedua contoh di atas kata

pagi-pagi

dan

tadi

merupakan keterangan

kala atau waktu.

n)

Tempat

Use linking sevices that insicate place or change of place

(D’Angelo,

1980:354). Artinya menggunakan sarana penghubung yang menunjukkan tempat

atau lokasi, atau pergantian lokasi. Sarana penghubung tempat yang sering

digunakan seperti

si sini, si sana, si situ, si atas, si, sari atas

, dan menyebutkan

(51)

1) Kita meletakkan batu pertama ini di sana (Alwi, 2003:368).

2) Saya menempatkan barang itu

di sini, kemusian saya pinsahkan san saya

meletakannya di atas lemari (Tarigan, 1987:110).

Pada kedua contoh di atas kata

diB sana

,

diB sini

,

diB atas

merupakan

keterangan tempat.

o)

Seri

Use transitional sevices to link items in a series

(D’Angelo, 1980:350). Seri

atau rentetan merupakan pertalian yang menyatakan bahwa peristiwa, keadaan,

atau perbuatan berturut-turut terjadi atau dilakukan (Ramlan, 1993:46). Piranti ini

menggunakan sarana penghubung rentetan atau seri seperti

pertama

,

kesua, …,

berikut, kemusian, selanjutnya, akhirnya

(Tarigan, 1987:105),

lalu, sesusah itu,

sulu, sekarang, akan, belum, susah

(Baryadi, 2002:32). Berikut ini contoh

penggunaan rentetan atau seri.

1)

Baru-baru ini Dr. Osofsky mengatakan, “Bayi-bayi yang cersik itu lebih

banyak memansang kepasa ibunya untuk mengatakan sesuatu.

Kemudian,

sang ibu akan tersenyum pasa bayinya, mengusap pipinya, san sengan cepat

mensekapnya. (Ramlan, 1993: 46)

Pada contoh di atas sarana penghubung seri yang digunakan ialah

kemudian

.

2) Setelah berlari Busrosin masuk ke salam lobang perlinsungan.

Terengah-engah

lalu meletakkan tubuh sahabatnya si atas tanah.

Sekarang mereka

terlinsung sari tembakan senapan musuh (Diponegoro 1975:6, salam

Baryasi 2002:33).

Pada contoh di atas

setelah,B lalu

,

dan

sekarang

merupakan sarana

(52)

2.2.3BKaranganBNarasiBB

Karangan narasi merupakan penulisan yang sifatnya bercerita, baik

berdasarkan pengamatan maupun perekaan, dan tujuannya lebih banyak

menghimpun, tergolong kategori pengisahan. Hasilnya dapat disebut kisahan atau

narasi (Alex, 2011:184). Menurut Keraf (1982:135-136) narasi ialah suatu bentuk

wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga

tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu.

Ciri khas karangan narasi ialah terdapat tokoh, alur, dan latar, tetapi yang

penting lagi yaitu penulisan dengan gaya bercerita itulah penanda sebuah

karangan narasi. Tokoh, alur dan latar ini menjadi satu rangkaian dalam karangan

narasi sehingga karangan narasi menjadi sebuah cerita yang dinamis. Karangan

Narasi ada dua macam yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif (Keraf, 2007).

Contoh narasi berupa cerpen, novel, biografi, anekdot dan berbagai karangan

lainnya yang sesuai dengan ciri atau karakteristik narasi.

Gie (1992) menjelaskan karangan adalah hasil perwujudan gagasan

seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca.

Karangan narasi merupakan karangan berdasarkan bentuk. Gie menyebutnya

penceritaan (

narration

) merupakan bentuk pengungkapan yang menyampaikan

sesuatu peristiwa atau pengalaman dalam kerangka urutan waktu kepada pembaca

dengan maksud untuk meninggalkan kesan tentang perubahan atau gerak sesuatu

dari pangkal awal sampai titik akhir (Gie, 1992:18).

Dalam karangan ada beberapa unsur yang harus diperhatikan, yaitu: (1)

(53)

sangat penting supaya tahu apa yang akan di tulis dan akan menghasilkan tulisan

dengan jelas; (2) Tuturan (

siscourse

) ialah bentuk pengungkapan gagasan

sehingga dapat dipahami pembaca (Gie, 1992:17-18).

2.3BKerangkaBBerpikirB

Kerangka berpikir dalam penelitian ini untuk memperjelas alur pikir

(54)

35

B

Gambar

Tabel 3.1 Identitas Karangan Narasi  ....................................................................
Tabel 3.1 Identitas Karangan Narasi
Tabel 3.2 Kode Karangan Narasi
Tabel 3.5 Jenis dan Kode Koherensi
+6

Referensi

Dokumen terkait

- Tidak ada kendala penyediaan dan Pendistribusian LPG pada saat Hari Raya Idul Fitri 2017 4. Kunjungan PT.PLN Persero WS2JB (Wilayah Sumatera Selatan Jambi Bengkulu) - Beban

Public Awareness Public Education for Climate Change and Disaster Risk Reduction... (in slide master)

Menurut Thomas Ari (2017), konsep green port memiliki tujuan pengelolaan pelabuhan yang lebih baik, berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP), dalam hal ini

4.5.1 Menggunakan pola bilangan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan barisan dan deret aritmetika 4.5.2 Menyajikan hasil, menemukan pola.. bilangan

Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu hal yana dapat menimbulkan pengaruh yang kurang baik pada janin dan ibu, baik selama kehamilan, persalinan maupun

3aja diiutrrur untuk

Dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan untuk melaksanakan secara penuh pemungutan pajak daerah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Semarang

JUMLAH Minimarket Pasar Hewan Kelompok Pertokoan Di Kecamatan Sukadana , 2013 Desa Pasar Umum (1) http://lampungtimurkab.bps.go.id/.. Sukadana Jaya 50 2 0 773 128