• Tidak ada hasil yang ditemukan

Moderasi Beragama Terhadap Kegiatan Tradisi Keagamaan Maulid Nabi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Moderasi Beragama Terhadap Kegiatan Tradisi Keagamaan Maulid Nabi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Moderasi Beragama Terhadap Kegiatan Tradisi Keagamaan Maulid Nabi

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PPMDI (Perkembangan Pemikiran Modern Dalam Islam)

Dosen Pengampu : Dr. H. Dwi Surya Atmaja, MA

Wahyu Nugroho, MH

Disusun Oleh :

Gabriel Angel Chanigia (12001010)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

TAHUN 2023/2024

(2)

ABSTRAK

Maulid Nabi Muhammad Saw. Adalah perayaan hari lahir Nabi Muhammada Saw. Dimana terdapat perbedaan dikalangan ulama maupun masyarakat tentang perayaan ini. Adapun yang mengatakan bahwasannya perayaan ini bid’ah dan boleh dilakukan. Dalam hal ini perayaan Maulid Nabi merupakan bentuk kecintaan umatnya kepada Nabi Muhammad Saw. Dimana bentuk kegiatannya yaitu seperti membaca Al-Quran, membaca siroh Nabi, tabuhan rebana, kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan sejarah dan keteladanan tentang Nabi Muhammad Saw. Tetapi bagi golongan yang mengatakan bahwasannya ini bid’ah adalah, mereka lebih menjuru kepada para sahabat tidak merayakan perayaan Maulid Nabi. Sehingga dengan adanya moderasi beragama ini menjadi penengah diantara keduanya, diantara perbedaan yang ada.

Kata Kunci : Peringatan Maulid Nabi, Moderasi Beragama

PENDAHULUAN

Moderasi beragama yaitu dipahami sebagai sikap penengah dalam memahami ajaran agama. Sedangkan dalam Islam konsep dari moderasi ini sering disamakan dengan istilah Islam wasathiyah.

Konsep ini dijadikan sebagai dasar untuk memahami tentang moderasi beragama.

Dalam Islam moderasi beragama dikenal dengan wasathiyyah.

Ini lebih mengarah yang mana makna adil, utama, pilihan atau yang terbaik, dan tentunya seimbang diantara dua posisi atau dua pilihan yang tentunya harus seimbang.

Hanafi dalam (RI, 2020), moderasi bisa didefiniskan sebagai sebagai suatu metode berfikir, berinteraksi, dan berperilaku yang mana dasarnya merupakan sikap tawazun(seimbang) didalam menyikapi dua keadaan perilaku berbeda yang dapat dibandingkan dan dianalisis, sehingga nantinya akan didapatkan sikap yang sesuai dengan keadaan atau kondisi yang tidak akan bertentangan dengan prinsip agama dan tradisi di masyarakat yang berlaku.

Perayaan Maulid Nabi merupakan bentuk kecintaan umat Islam terhadap Nabi Muhammad Saw. Perayaan ini menimbulkan banyak sekali kontroversi di kalangan umat Islam sendiri. Dimana sebagian pihak dikalangan para ulama banyak yang menganggap bahwasannya perayaan ini merupakan bid’ah yang dilarang oleh agama.

Perayaan Maulid Nabi ini biasanya dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul Awal di dalam penanggalan Hijriah. Mayoritas umat Islam tidak merayakan yang namanya Maulid Nabi. Justru perayaan Maulid

(3)

Nabi ini terjadi atau berkembang setelah Nabi Muhammad Saw wafat.

Biasanya peringatan ini dirayakan untuk menghormati dan bentuk kecintaan Umat Islam kepada Nabi Muhammad Saw.

Masyarakat arab Saudi justru tidak merayakan yang namanya Maulid Nabi. Ini disebabakan karena Mayoritas Masyarakat Muslim di Arab Saudi menganut paham Wahabi yang cenderung salaf dan pemahaman tabilan. Sehingga di Arab Saudi tidak merayakan yang namanya Maulid Nabi.

Menurut (Rosidin, 2013), adapun orang yang pertama kali mengadakan kegiatan Maulid Nabi Muhammad Saw, adalah Syaikh Umar bin Muhammad al-Mulia, yaitu salah satu seroang ulama shalih yang terkenal. Sehingga kegiatan Maulid Nabi tersebut diikuti oleh penduduk kota Irbil dan kota lainnya.

Sehingga sampai sekarang perayaan Maulid Nabi masih dilakukan di kalangan Umat Islam, walaupun ada sebagain ulama yang membid’ahkan bahwasannya perayaan Maulid Nabi tidak boleh dilakukan. Oleh sebab itu maka tujuan dari artikel ini untuk mengatasi persoalan tentang perayaan Maulid Nabi. Dimana kita harus bisa bermoderasi terhadap perbedaan yang ada.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian kali ini, peneliti mengambil pendekatan kualitatif desakriptif. Pendekatan kualitatif adalah suatu metode yang berlandasan pada filsafat protisivisme, dimana digunakan untuk penelitian yang kondisi objeknya bersifat alamiah dimana peneliti adalah instrument yang paling penting atau sebagai kuncinya.

Sumber data menggunakan sumber data sekunder, menurut Sugiyono (2008: 402), data sekunder adalah “sumber data yang tidak memberikan data atau informasi secara langsung kepada pencari data”. Contohnya seperti data yang telah ditemukan melalui orang ketiga atau orang lain berupa dokumen-dokumen cetak maupun yang tertulis. Data sekunder bersifat mendukung, melengkapi, menyempurnakan data primer. Adapaun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen dokumen berupa buku, jurnal, artikel, dll. (Pratiwi: 2017).

MODERASI BERAGAMA

Kata moderasi berasal dari bahasa Inggris yaitu moderation yang memiliki arti sikap yang biasa saja ataupun tidak berlebih-lebihan dan tidak berpihak kepada siapapun. Didalam Kamus Besar Bahasa

(4)

Indonesia kata moderasi ini diambil dari kata yaitu moderat, lebih bermakna kepada sikap ataupun perbuatan yang rasional bukan perilaku anomali, dan cenderung ke arah yang tidak memihak kepada siapapun, memberikan pandangan yang luas tetapi tetap ingin mendengarkan pihak lain yang berbeda pendapat.

Moderasi beragama berarti mengutamakan keseimbangan antara iman, akhlak, dan sifat sebagai ekspresi sikap keagamaan individu atau kelompok tertentu. Praktik keagamaan berbasis nilai-nilai seimbang konsisten dalam mengenali dan memahami individu dan kelompok lain yang berbeda.

Moderasi beragama dikenal dengan Islam Wasathiyyah dalam bahasa Arab. Dalam bahasa ini pengertian wasathiyyah terutama dihubungkan dengan arti adil atau pilihan yang terbaik, dijelaskan seimbang antara dua posisi yang berlawanan. Hanafi dalam (Kementrian Agama RI, 2020) Moderasi juga dapat didefinisikan sebagai cara kita berpikir, bersosialisasi, dan melakukan tindakan berdasarkan sikap Tawazun yang artinya yaitu Seimbang. Ini sesuai dengan dua keadaan perilaku yang dapat dianalisis dan dibandingkan sehingga kita dapat menemukan sikap yang sesuai dengan kondisi Prinsip Ajaran Agama dan Tradisi yang berlaku dimasyarakat.

Al-Farfur dalam (RI, 2020), Abd al-Karim al-Zaid Wasathiyyah secara luas mencakup semua sifat terpuji (khashah mahmūdah) antara dua aspek menuduh/ekstrim (tarfani mazmūmāni), seperti kedermawanan antara keserakahan dan kemewahan, keberanian antara kepengecutan dan bunuh diri. Wasathiyyah adalah karakter yang didapat seorang muslim ataupun umat Islam sebagai hasil dari ketaatan mereka terhadap ajaran agama. Karakter inilah yang memposisikan Muslim dalam konteks pemahaman ini sebagai syuhada'' 'ala an-nas (Saksi untuk manusia) kelompok , yaitu Saksi yang diterima oleh Allah Swt atas kesaksiannya.

Wasathiyah didalam QS.al-Baqarah[2]:1 Kata al-Wasath berarti yang terbaik, paling sempurna. Hadits juga mengatakan bahwa jika ada masalah lebih baik di tengah-tengah. Darlis dalam (Akhmadi, 2019) Dalam melihat dan memecahkan masalah, Islam moderat mencari kesepakatan dan berada di antara keduanya ketika menanggapi perbedaan, baik perbedaan agama ataupun Mahzab yang sering terjadi.

Islam Moderat mengutamakan toleransi. Kebenaran Semua Agama dan Mahzab, memastikan bahwa semua keputusan dapat diterima dengan hati-hati tanpa terlibat dalam perilaku kekerasan ataupun pemberontakan.

(Akhmadi, 2019) menyebutkan bahwa Moderasi Beragama bersikap netral di antara keragaman agama di Indonesia. Moderasi

(5)

adalah budaya nusantara, tidak terbagi antara agama dan kearifan lokal.

Konsisten tetapi toleran dalam mencari solusi.

Dalam konteks ini, moderasi beragama harus diterapkan didalam agama Islam itu sendiri. Dimana terdapat banyak perbedaan terhadap keyakinan yang anutnya berdasarkan mahzab atau keyakinan lainnya.

Ajaran Islam salah satunya yaitu mengajarkan tentang pentingnya moderasi yang mana dapat menyambung tali persaudaraan dengan umat muslim sesama Islam atau biasanya disebut dengan ukhuwah Islamiyah. Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam memang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan pada masa Nabi SAW sering terjadi perbedaan pendapat. Namun karena masih ada beliau, sehingga para sahabat bisa segera bertanya dan melengkapinya dengan sabda dan keputusan Nabi, sesuai petunjuk Allah SWT.

Setiap perbedaan terkadang memang akan melahirkan pertiakaian. Allah Swt berfirman didalam ayat ke-10 Surat Al-Hujarat yang mana maknanya mengarahkan umat Islam untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara sesama mukmin. Kewajiban untuk mendamaikan ini merupakan akibat dari adanya ikatan persaudaraan.

Rekonsiliasi berarti menengahi antara orang-orang yang berselisih.

Perbuatan yang disempurnakan di bawah ijtihad tidak layak dipertanyakan dan tidak layak dianggap dosa. Ulama mengatakan bahwa saudara-saudara yang memilih untuk melaksanakan shalat atau tetap berpegang pada isi sabda Nabi adalah ahli pendahulu qiyas, dan maksud dari sabda Nabi dan hadist dan menjelaskan bahwa semuanya berurusan dengan niat. Golongan kedua yang tidak berdoa dan tidak memahami sabda Nabi, adalah para pendahulu zahir yang berpengalaman, yang mengikuti urutan kata secara harafiah atau aslinya. Diamnya Nabi menunjukkan bahwa kedua sikap itu dibenarkan dalam memahami petunjuk Nabi di atas. Setiap orang harus percaya apa yang mereka lakukan sehubungan dengan agama mereka. Namun demikian, tidak berarti bahwa ia mengingkari pendapat atau penafsiran sejarah atau lainnya, terutama mengenai masalah kekhalifahan, atau tentang hal-hal yang masih dibicarakan dan tidak berkaitan dengan prinsip-prinsip agama.

Ahli fiqih yakin bahwasannya pendapat mereka masing-masing adalah yang benar. Tetapi bukan berarti pendapat mereka tidak terdapat kesalahan, sehingga dengan kerendahan hati mereka mengatakan bahwasannya pendapat mereka juga terdapat kekeliruan ataupun kesalahan. Sehingga dengan pernyataan ini tidak menutup kemungkinan peluang para ulama mendapatkan kebenaran dari luar.

Dengan demikian adanya perbedaan pendapat ataupun khilafiyah bukan

(6)

hal yang harus diributkan, sampai-sampai memutuskan persaudaraan sesama umat Islam. Tidak ada kelompok yang merasa bahwasannya paling benar dan menyalahkan lainnya, apabila mereka tidak bisa berijtihad sendiri, tetapi ia boleh melakukan ittiba’, yaitu memilih pendapat siapa saja sesau dengan keyakinan dan pengertiannya sendiri, ini juga harus disertai dengan pengetahuan, ilmu, serta argument dari masing-masing pendapat.

Sehingga dengan adanya perbedaan ini, terkait tradisi yang berlaku dimasyarakat yang mana disini yaitu tentang mengadakannya Maulid Nabi Muhammad Saw, masih terdapat perbedaan. Dimana ada sebagian masyarakat yang melakukan tradisi ini, ada juga yang tidak melakukan ataupun merayakan tradisi Maulid Nabi Muhammad Saw.

Dengan adanya perbedaan ini terkadang banyak yang saling menyalahkan satu dengan lainnya, sehingga perlunya penerapan moderasi terhadap perbedaan ini.

TRADISI MAULID NABI

(Yunus, 2019) Disejarah ada memiliki dua pendapat yang manandai munculnya tradisi Maulid Nabi. Pertama, yaitu Khalifah Muizzili Dinira, yang melestarikan berasal dari khalifah Fatimiyah Mesir yang hidup dijaman Hijriyih tahun ke 1. Pada masa al-Akhdar bin Amir al-Juyusi perayaan Maulid Nabi ini tidak boleh dilakukan, namun ketika masa Amir-li-Ahakamila perayaan Maulid Nabi ini dihidupkan ataupun boleh melaksanakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw pada tahun 52 H.

Pada masa Mudhaffar Abu Said tahun 630 H, ia mengadakan Maulid Nabi secara besar-besaran. Pada masa itu ia berfikir bagaimana cara untuk menyelamatkan negaranya dari kekejaman Temujin. Yang mana biasanya disebut Jengiz khan. Raja Mongolia ini bernama Genghis Khan yang mempunyai tekad untuk menguasai dunia.

Sehingga dengan adanya ancaman ini, Mudhaffar merancang strategi dengan mengadakan acara Maulid. Acara Maulid Nabi ini diadakan selama tujuh hari tujuh malam dengan jumlah 5000 kambing, keju 100.000, ayam 10.000, jumlah piring makan 30.000, dan dinar emas sebanyak 300.000, dimana semua itu harus dihabiskan pada malam itu juga. (Yunus, 2019)

Untuk berjaga-jaga, Mudhafar memberikan masukan kepada para pembicara bahwasannya hal ini dilakukan untuk mengembalikan kepahlawanan umat Islam, sehingga menghidupkan sikap kepahlawan umat Islam dan mempersiapkan untuk menjadi banteng Islam kedepannya, dengan mengadakan acara-acara keIslmanan, ataupun menghidupkan kembali Tradisi yang bersifat Islam.

(7)

Di Indonesia perayaan Maulid Nabi dijadikan sebagai hari besar dan setiap perayaannya selalu dijadikan sebagai hari libur Nasional dan dikalender ditetapkan sebagai tanggal merah. Kebanyakan masyarakat Jawa yang melaksanakan acara Maulid Nabi ini. Perayaan Maulid Nabi ini juga tersebara ke suluruh pulau yang ada di Indonesia.

Banyak juga masyarakat yang tidak merayakan perayaan Maulid Nabi Muhammad ini. Sehingga banyaknya perbedaan ini membuat sebagian orang mengatakan bahwasannya perayaan Maulid Nabi ini tidak boleh dilaksanakan. Dalam hal inilah konteks untuk melaksanakan moderasi beragama didalam agama Islam sendiri perlu dilaksanakan.

Menurut (Asy-Sya’rawi, 2007), merayakan Maulid Nabi ini, hukumya adalah Mubah (boleh), selama pelaksanaaannya sesuai dengan syariat Islam dan hal itu adalah hal-hal yang sangat disukai oleh Rasulullah ataupu hal itu bisa diambil hikmahnya.

Banyak dari umat Islam yang mengadakan acara Maulid, namun amat disayangkan sangat sedikit yang mengambil pelajaran darinya.

Padahal disetiap peringatan hari besar Islam jika menghidupkan satu saja dari syiar-syiar agama Islam maka agama Islam akan jaya.

Tetapi kenyataannya kebanyakan masyarakat muslim ketika menghadiri perayaan Maulid hanya sekedar ikut meramaikan tanpa bersungguh-sungguh mengambil nasihat mereka disibukkan hatinya dengan beraneka macam makanan-makanan yang lezat yang diiringi dengan qosidah, nasyid, yang mana itu semua bukanlah tujuan utama dari diadakannya perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Peristiwa kelahiran Nabi Saw. Adalah peristiwa terbesar sepanjang sejarah Islam, bahkan lebih agung dari peristiwa atau kejadian terciptanya seluruh makhluk dialam semesta, karena beliu Saw datang dengan membawa agama Allah sebagai rahmat untuk seluruh alam.

Hendaklah setiap muslim tidak menzalimi dirinya sendiri.

Dikarenakan ia meyakini sesuatu yang benar namun tidak mempraktekkannya. Dia melihat cahaya yang terang benderang akan tetapi tidak menjadikannya sebagai petunjuk menuju jalan yang lurus.

Agama Islam bukan hanya mengajarkan akan keindahan konstruksi bangunan dan kemeriahan acara semata, akan tetapi Islam juga mengajarkan kepada pemeluknya untuk beramal sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw.

Tidak ada salahnya perayaan Maulid itu diselenggarakan dengan meriah akan tetapi hendaklah dengan momentum perayaan Maulid menjadikan setiap pribadi Muslim menjadi pribadi yang meneladani Rasulullah Saw. Secara lahir dan batin.

(8)

Menurut (Bawazir, 2019) Walaupun perayaan Maulid Nabi sudah berjalan berabad-abad yang lalu sehingga menjadi tradisi kaum muslimin sedunia, khususnya kaum Muslimin yang ada di Indonesia meskipun begitu perayaan ini masih menimbulkan perselisihan dikalangan sesama umat Islam. Seperti kelompok wahabi dalam Islam dan kelompok Islam yang sepemikiran dengan wahabi amat menentang keras perayaan Maulid Nabi, dengan alasan peringatan kelahiran Nabi adalah bid’ah yang menyesatkan. Kelompok wahabi telah mengambil pendapatnya bahwasannya perayaan ini adalah sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Nabi dikarenakan tradisi ini belum pernah dipraktekkan oleh sahabat Nabi Saw. Sehingga dengan argumentasi itu, golongan wahabi antipati dengan peringatan Maulid Nabi.

Tetapi mayoritas umat Islam, justru memandang perayaan ini sebagai hal yang baik dikarenakan Negara-negara Islam yang beraliran sunni setiap tahunnya selalu mengadakan peringatan maulid Nabi. Di Indonesia, perayaan ini telah dibakukan sebagai acara yang disahkan oleh pemerintah Indonesia dan ditetapkan dalam kalender Masehi maupun Hijriah sebagai hari libur Nasional. Diharapkan dengan perayaan Maulid Nabi ini, umat Islam senantiasa mengingat bersholawat, meneladani, dan memperjuangkan dakwah beliau dalam konteks kehidupan beragama dan sosial kemasyarakatan dengan perayaan Maulid inilah Nabi yang tercinta Rasulullah Saw selalu dikenang sepanjang masa.

Jika perayaan Maulid Nabi Saw. Dihapuskan bisa jadi hanya sedikit dari kaum muslimin yang mengingat akan jerih payahnya perjuangan Nabi dalam menyampaikan risalah ilahi. Setiap tahun diadakan peringatan ini, agar umat Islam tidak buta akan sejarah perjuangan Nabinya sendiri. Karena sebab itu, Maulid Nabi merupakan momentum yang tepat bagi umat Islam untuk mendorong agar terus mengingat, menghayati, meyakini, serta mengambil hikmah dan kehidupan sosial sehingga Nabi Muhammad Saw, dapat di ingat oleh seluruh umat Islam yang ada di dunia dengan adanya perayaan Maulid Nabi ini.

Apabila perayaan Maulid Nabi ini tidak ada, maka bisa jadi hanya sedikit umat Islam yang mengi gat sejarah Nabi ini. Bahkan setiap tahun yang mengadakan acara ini, juga masih banyak Umat Islam yang tidak mengingat ataupun tidak mengenal sejarah Nabinya sendiri. Sehingga dengan adanya perayaan Maulid Nabi ini merupakan hal yang sangat baik untuk menghayati dan mengingat kembali tentang kehidupan Nabi Saw. Manfaat dan hikmah dapat ditemukan dalam perayaan Maulid ini. Umat Islam senantiasa menunjukkan sikap hormat dan cinta terhadap Nabi Saw, maka dari itu sebagai umat Islam dapat

(9)

mengharapkan syafaat Nabi Besar Muhammad Saw. Jangan sampai dalam kehidupan kita sendiri sejarah beliau Saw, menjadi asing.

Abuya Sayyid Muhammad bin ‘Alwi dalam (Abdurahman, 2019), mengatakan bahwasannya, “sesuatu yang baru (yang belum pernah ada pada masa Nabi Muhammad Saw.) dan ini bertentangan dengan ijmak, sunnah, kitabullah, ataupun berpegangan pada sumber lainnya yang dijadikan pedoman adalah yang sesat (bid’ah). Apabila ada kebaikan yang tidak bertentangan, yang baru adalah suatu hal yang terpuji. Termasuk didalamnya adalah pelaksanaan Maulid Nabi, dimana termasuk kedalam hal yang terkutuk.

Perayaan Maulid Nabi adalah sesuatu hal yang wajib kita ingat sebanyak-banyaknya tentang perjuangan Nabi Saw. Dimana melambangkan perintah iqra’, akhlak yang mulia, serta Islam dalam rahmatan lil’alamin. Karena tanpa adanya kejadian pada masa lalu kita tidak akan bisa lupa. Oleh sebab itu, Maulid Nabi bukan malah menjadi nilai perdebatan tentang masalah bid’ah dan tidak. Kita dapat kembali mengingat dan mengambil pelajaran dari adanya perayaan Maulid Nabi ini, dimana Allah dan malaikat bershalawat kepadanya.

Imam asy-Syafi’i dalam (Abdurahman, 2019) mengatakan bahwsannya “apabila mengadakan perayaan Maulid Nabi dengan mengajak saudara berkumpul bersama, menyediakan tempat, makan, dan menjadi kebaikan yang mana membantu pada perayaan Maulid Nabi, maka ia akan dibangkitkan oleh Allah bersama dengan para syuhada, orang-orang saleh, jujur. Dan kemudian ia mendapatkan surga dari Allah Swt yaitu surge Na’im.

Sehingga perayaan maulid Nabi ini masih banyak yang terkadang membid’ah kan bahwasannya perayaan ini tidak ada boleh .liksanakan, ataupun ada yang memang merayakannya, sehingga dengan adanaya perbedaan ini bukan berarti malah menjadikan perbedaan ini merupakan salah satu bentuk bahwasannya toleransi dalam beragama. Jangan sampai karena dengan perbedaan ini kita dapat terpecah belah didalam agama kita sendiri.

Sehingga perlunya sikap dari tinggi keanekaragaman bangsa Indonesia memicu potensi pertikaian bangsa Indonesia juga tinggi.

Potensi pertikaian kesalahpahaman juga berisiko tinggi. Baik dari segi pertikaian dalam segi mikro maupun makro. Adapun dalam segi mikronya, konflik tercermin pada komunikasi yang tidak berjalan dengan baik sehingga dapat menyebabkan rasa mudah tersinggung, marah, emosi, kecewa, kesal, bingung, suka bertanya, dll. Sementara itu konflik dalam segi mikronya misalnya kerusuhan multi dimensi dalam sosial, budaya, dan SARA. Pluralisme atau keanekaragaman adalah sebuah sunnatullah yang tidak dapat di tolak atau disangkal, karena keanekaragaman itu dibangun berdasarkan kesadaran

(10)

teologis/keyakinan bahwa kehidupan beragama ini memang plural.

Begitu juga dengan sikap moderasi.

Begitu juga dengan sikap moderasi dalam beragama ditengah masyarakat yang saat ini mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa perayaan ini sesat.

Namun adapula sekelompok masyarakat yang mengkonter/membantah argumentasi itu, bahwa perayaan Maulid bukan sebuah kesesatan yang nyata, dikarenakan peringatan ini tidak kontradiksi dengan Al-Quran dan Hadist Nabi serta bagai wasilah untuk mengenang kelahiran Nabi Muhammad serta jerih payah beliau dalam berdakwah. Maulid Nabi Muhammad ialah budaya atau tradisi Islam yang harus dilestarikan bukan malah di jadikan sebagai ajang perpecahan.

KH. Hasyim Asyari dalam (Asis, 2020), bahwasannya mengenai peringatan ataupun perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw pelaksanaanya ataupun melakukannya seperti memaca Al-Quran, membaca Siroh Nabi, dan melakukan hal-hal yang baik. Dengan demikian akan semakin menumbuhkan keimanan serta kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw. Disamping itu untuk memperkuat persaudaraan, maka dianjurkan bagi setiap orang yang mempunyai kelebihan harta untuk bersedekah baik dalam rupa uang maupun hidangan makanan dan yang lainnya sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Raja Irbil, Raja Mudzoffar. Dan tidak mengapa dalam memeriahkan perayaan tersebut dengan menghadirkan tabuhan rebana sebagaimana yang telah terjadi di masyarakat, karena hal ini adalah sesuatu yang mubah dan juga karena ada dimasa Rasulullah Saw.

(Asis, 2020), bahwasannya dari golongan yang membolehkan perayaan ini mereka berpendapat bahwa peringatan ini diadakan dalam rangka untuk mengenang kelahiran manusia yang agung Nabi Muhammad Saw, sirohnya, dan pengenalan tentang kepribadain beliau agar menimbulkan atau mengajarkan penghambaan yang sempurna kepada Allah melalui cinta kepada Nabi yang mana kecintaan kepada Naabi adalah syarat untuk mendapatkan kecintaan Allah.

Sedangkan menurut golongan yang melarang peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw tidak ada contohnya, perintahnya dari Rasulullah serta praktiknya dari generasi sahabat dan tabi’in yang hidup dizaman keemasan Islam, sehingga dengan kesimpulan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhhammad Saw hukummnya haram. Dan semua jenis kesesatan akan mengantarkan pelakunya kedalam neraka.

Sebagaimana dalil dari Hadis Riwayat Aisyah bahwa ia berkata:

“Rasulullah Saw bersabda : barang siapa mengadakan sesuatu atau amalan setelah kami yang tidak ada dasarnya dari kami maka amalan itu tertolak. (H. R. Bukhori).

(11)

KESIMPULAN

Dari pemaparan yang telah diuraikan diatas bahwa sikap moderasi beragama ditengah masyarakat, seperti masyarakat yang memperingati perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dapat disimpulkan, bahwa ditengah masyarakat modern saat ini masih ada beberapa sekmen kelompok dan memperdebatkan mengenai peringatan Maulid Nabi apakah itu bid’ah atau bukan, namun bagi masyarakat yang mengambil sikap pertengahan dalam masalah ini mereka tidak langsung menghukumi bahwa perayaan ini itu bid’ah atau tidak, namun harus mendalami betul-betul sejarah dan dalil syar’i yang mendukung kegiatan tersebut.

Dalam hal ini ada macam-macam masyarakat yang mampu merespon dengan baik kegiatan Maulid Nabi dan adapula masyarakat yang kurang atau bahkan sama sekali tidak merespon dengan baik, dan ada juga yang bersifat washatiyah akan keduanya, karena masing- masing baik yang membid’ahkan atau yang membolehkan itu memiliki hudjjah dihadapan Allah (dalil-dalilnya).

Sehingga dengan demikian maka pentingnya moderasi beragama diterapkan walaupun didalam agama Islam sendiri, karena banyaknya perbedaan, bukan berarti mengakibatkan kita akan terpecah belah. Semuanya kembali kepada kita bagaimana meyakininya dan argument yang membuat kita meyakini hal tersebut. Tetapi diasamping itu kita juga harus menghargai perbedan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, F. (2019). Jalan Damai Rasulullah Risalah Rahmat Bagi Semua (N. Wijayati (ed.)). PT Pustaka Alvabet.

Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keagamaan Indonesia Religious Moderation In Indonesia’s Diversity. Diklat

Keagamaan, 13.

Asis. (2020). Moderasi Beragama Antara Fakta dan Cinta Sikap Moderasi Beragama di Tengah Masyarakat Dalam Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw (Mahyuddin (ed.)). IAIN ParePare Nusantara Press.

Asy-Sya’rawi, M. M. (2007). Anda Bertanya Islam Menjawab. GEMA INSANI.

Bawazir, F. (2019). Telaga Cinta Rasulullah Cinta, Ketulusan, dan Momen-Momen Mesra Nabi (M. N. Yaqin (ed.)). CV. Razka Pustaka.

Hasan, M. (2015). Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Maulid Nabi Muhammad SAW. Al-Insyirah, 1.

Khaira, S. (n.d.). Moderasi Beragama (Studi Analisis Kitab Tafsir Al-

(12)

Muharrar Al-Wajiz Karya Ibnu ’Athiyyah).

Muiz, M. M. (2015). Happy Birthday Rasulullah Senantiasa

Mencintai, Merindukan, dan Mengenang Rasulullah Saw. PT Elex Media Komputindo.

Navis, A. (2019). “AULA” Majalah Nahdatul Ulama.

RI, K. A. (2020). Pedoman Implementasi Moderasi Beragama Pada Pendidikan Islam.

Rosidin. (2013). Koreksi Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Bayumedia Publishing.

Sugiyono. (2022). Metode Penelitian Kualitatif (S. Suryandari (ed.)).

ALFABETA, CV.

Waskito, A. (2014). Pro dan Kontra Maulid Nabi (A. Akaha (ed.)).

PUSTAKA AL- KAUTSAR.

Yunus, M. (2019). Peringatan Maulid Nabi (Tinjauan Sejarah dan Tradisinya di Indonesia). Humanistika.

Zainuri, F. &. (2019). Moderasi Beragama di Indonesia. Moderasi Beragama, 25.

Referensi

Dokumen terkait

Moderasi beragama adalah sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan praktik agama lain yang berbeda kepercayaan (inklusif)

Dalam membangun dan menguatkan moderasi beragama di Indonesia terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan seperti memasukkan muatan moderasi beragama dalam kurikulum

beragama saat ini adalah bertujuan agar mencetak generasi yang moderat dan tidak gampang terpengaruh oleh paham-paham radikal yang disebarkan dari dunia maya.

Moderasi beragama harus dimaknai sebagai perwujudan pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang mana negara menjamin akan kebebasan (kemerdekaan) setiap

Dalam pembahasan moderasi beragama, istilah moderasi beragama merupakan lawan kata dari sikap fanatisme dan ekstrimisme. Moderat berarti tidak terlalu condong pada

Karena banyaknya keragaman yang ada di Indonesia maka tidak menutup kemungkinan berbagai konflik atau tantangan yang berkaitan dengan agama sering muncul, yang dapat

(Menurut Romli), tradisi yang biasanya dilakukan oleh seluruh umat muslim di indonesia, bahkan di sunnahkan oleh Nabi Muhammad Saw untuk membacanya, karena dalam surah yasin

Tindakan intoleransi yang dilakukan generasi milenial atau anak muda saat ini sangat dikhawatirkan akibat dari kurangnya pemahaman agama dan moderasi di kalangan anak