1
PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA
INDUSTRI SEMEN INDONESIA
Risris Rismayani Suwarma1
Email: risrisrismayani@yahoo.co.id dan risrisrismayani@gmail.com
ABSTRAK
Semen merupakan salah satu kebutuhan pokok atau bahan utama dalam pembangunan infrastruktur suatu negara seperti pelabuhan, jalan, jembatan, bendungan, rumah, sekolah, rumah sakit dan lainnya. Secara global, semen merupakan bahan yang paling banyak dikonsumsi setelah air. Oleh karena itu, konsumsi semen suatu negara menjadi salah satu tolok ukur tingkat kesejahteraan masyarakat terutama dalam bidang sosio-ekonomi. Karakteristik dan permasalahan industri semen secara keseluruhan dapat dipahami dengan melakukan pemetaan terhadap faktor-faktor yang terlibat. Pemetaan Struktur, Perilaku dan Kinerja merupakan pendekatan yang umumnya dilakukan dalam menganalisis industri. Pendekatan tersebut lebih dikenal dengan istilah Structure-Conduct-Performance Paradigm. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian campuran (mixed method research). Data sekunder berupa kualitatif dan kuantitatif dikumpulkan melalui studi literatur. Teknik analisis data untuk data kualitatif adalah evaluasi berdasarkan karakteristik normatif, sedangkan data kuantitatif menggunakan statistik deskriptif dan analisis regresi berganda (multiple regression
analysis) untuk menguji konsistensi ketiga variabel penelitian. Hasil analisis menunjukkan
bahwa: (1) struktur industri semen Indonesia adalah oligopoli ketat (tight oligopoly) dengan nilai rata-rata rasio konsentrasi pasar (CR3) 2005-2011 adalah 89,94% dan nilai rata-rata MES 2005-2011 adalah 77,74%, (2) Perilaku industri semen Indonesia dengan karakteristik memiliki kecenderungan kompetisi “middle aggresive”, (3) Kinerja industri 'agak berlebih' dengan nilai
rata-rata ROA industri semen Indonesia dalam kurun waktu 2005-2011 adalah 18,42%, dan (4) Terdapat konsistensi antara ketiga variabel penelitian yaitu struktur, perilaku dan kinerja. Hal tersebut telah dibuktikan secara kualitatif (33%-50%) dan kuantitatif (0,4055 atau 40,55%).
Kata Kunci: Struktur, Perilaku, Kinerja, Penelitian Campuran (Mixed Method Research).
1. Pendahuluan
Semen merupakan salah satu kebutuhan pokok atau bahan utama dalam pembangunan infrastruktur suatu negara seperti pelabuhan, jalan, jembatan, bendungan, rumah, sekolah, rumah sakit dan lainnya. Secara global, semen merupakan bahan yang paling banyak dikonsumsi setelah air. Oleh karena itu, konsumsi semen suatu negara menjadi salah satu tolok ukur tingkat kesejahteraan masyarakat terutama dalam bidang sosio-ekonomi. Hal ini senada dengan kesimpulan penelitian Bernard L Weinstein dan pernyataan Cement Industry Federation (CIF) sebagai berikut:
Cement is the essential ingredient in concrete, a ubiquitous building material that is the
second most consumed product globally after water. Concrete is the foundation of the
nation’s infrastructure and is utilized in the construction of roads, homes, commercial
buildings, dams and levees (Weinstein, 2010:19).
1
2
Cement is the glue that binds aggregates together to form concrete, one of the key
construction materials available today. Twice as much concrete is used in construction as all
other building materialscombined (CIF, 2009:1).
Sampai saat ini, konsumsi semen Indonesia masih berada pada peringkat rendah dibandingkan negara-negara lain didunia. Meskipun demikian, hal ini merupakan sinyal bahwa potensi peningkatan konsumsi semen nasional masih sangat besar. Gambar 1 memperlihatkan perbandingan konsumsi semen per kapita secara global 2009 dan 2010. Pada 2009 konsumsi Indonesia sebesar 167 kg per kapita. Angka tersebut masih berada dibawah China, Saudi Arabia, Singapura, Italia, Malaysia, Vietnam, Amerika, Thailand, Jepang, Jerman dan India. Meskipun demikian, tingkat konsumsi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Filipina. Pada 2010, konsumsi semen Indonesia meningkat sebesar 2,99% dari 2009 menjadi 172 kg per kapita.
Gambar 1. Perbandingan Konsumsi Semen Global 2009-2010
Gambar 2. Key Driver Permintaan Semen Domestik
3 Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Kedua, tingkat bunga yang menarik. Selain elemen pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga yang relatif stabil turut mendorong pertumbuhan konsumsi semen domestik. Hal ini disebutkan dalam Warta Semen dan Beton Indonesia (WSBI) (2012 Vol.10: 41) bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011, pertumbuhan di sektor konstruksi dan perumahan, serta tingkat suku bunga yang relatif stabil, telah ikut memberi andil dalam peningkatan pertumbuhan permintaan semen nasional dari 6% pada tahun 2010 menjadi 17,70% pada tahun 2011 (Gambar 3). Ketiga,
pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Pemerintah telah merencanakan proyek pembangunan 2011-2025 yang dituangkan dalam MP3EI. Pemerintah berencana menyelesaikan berbagai proyek MP3EI Pembangunan jalan tol tahun 2010-2014 sepanjang 1.334 km yang membutuhkan anggaran US$ 15,20 juta akan membutuhkan semen 4 juta ton selama periode tersebut (Tabel 1). Keempat, tingkat konsumsi semen per kapita Indonesia saat ini masih rendah (Gambar 2). Gambar 4 memperlihatkan konsumsi semen per kapita Indonesia terus tumbuh dari tahun 2001-2011. Konsumsi semen Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh hingga 2025 berdasarkan proyeksi target pencapaian PDB Indonesia dari sebesar US$ 3,000 pada 2011 menjadi lebih dari US$ 14,000 pada 2025 yang tertuang dalam MP3EI.
Gambar 3. Konsumsi Semen Domestik vs Pertumbuhan GDP 2002-2011
Tabel 1. Anggaran Proyek Jalan Tol 2010-2014 dan Kebutuhan Semen
Pertumbuhan konsumsi semen domestik akan mendorong perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Laporan PT Nusa Prima Persada International Consulting (2010:4) mengemukakan bahwa Industri semen memerlukan tambahan kapasitas sebesar 2,50
militon per annum (mtpa) dalam 10 tahun kedepan dalam rangka memenuhi kenaikan
permintaan semen. Gambar 5 menunjukkan kondisi kapasitas industri semen saat ini. Selama kurun waktu 2005-2010 kapasitas industri semen tidak mengalami peningkatan yang berarti karena penambahan kapasitas belum terealisasi. Hal tersebut dapat dilihat dari utilitas sebesar 60%. Faktor lain yang mendorong perlunya peningkatan kapasitas produksi adalah terjadinya penutupan pabrik tua pada unit-unit Semen Padang, Semen Gresik, Semen Tonasa dan Holcim selama 2006. Lebih lanjut, faktor kritikal yang menghambat realisasi peningkatan kapasitas diantaranya ketersediaan dan harga batu bara domestik; bahan baku; teknologi; distribusi (kesiapan pelabuhan) dan logistik (pengepakan); listrik; dan limbah (waste).
4 peningkatan kapasitas produksi. Karakteristik dan permasalahan industri semen secara keseluruhan dapat dipahami dengan melakukan pemetaan terhadap faktor-faktor yang terlibat, sehingga keterkaitan setiapfaktordapat digambarkan secara jelas.
Gambar 4. Konsumsi Semen per Kapita Indonesia 2001-2011
Gambar 5. Kapasitas Produksi Semen Domestik
Tujuan penelitian adalah memperoleh struktur, perilaku, dan kinerja industri semen serta mengetaui konsistensi atau hubungan ketiga variabel tersebut. Analisis struktur, perilaku dan kinerja dikenal dengan istilah Structure-Conduct-Performance (SCP) Paradigm. Kelebihan pendekatan dengan paradigma SCP adalah pendekatan mampu mengorganisasikan prinsip-prinsip atau konsep-konsep yang sangat diperlukan dalam berbagai bidang yang kompleks. Metode ini diperkenalkan oleh Edward Mason dan Joe.S Bain (1940) dan penelitian ini menggunakan model paradigma SCP dengan pendekatan perspektif yang diperkenalkan oleh Panigotou (2006).
2. Metode Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang didapatkan dari berbagai sumber, seperti annual report perusahaan industri semen (PT Semen Gresik Tbk/SMGR, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP, dan PT Holcim Indonesia Tbk/SMCB), lembaga penelitian lokal Badan Pusat Statistik (BPS), Asosiasi terkait baik lokal maupun internasional (Asosiasi Semen Indonesia/ASI), departemen pemerintah terkait, website resmi perusahaan serta berbagai literatur seperti artikel surat kabar, jurnal lokal dan internasional, majalah, televisi maupun internet. Batasan yang digunakan adalah data observasi yang digunakan mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2011 dan data hanya mencakup identifikasi terhadap tiga perusahaan telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia, yaitu: SMGR, INTP, dan SMCB. Setiap variabel dalam penelitian ini dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Combs dan Onwuegbuzie (2010:4) mengemukakan bahwa analisis metode campuran dapat melibatkan data kualitatif dan kuantitatif atau dengan menggunakan satu jenis data saja. Selain itu, analisis kualitatif dan kuantitatif dilakukan tanpa menggunakan urutan kronologis atau disebut
concurrent mixed analysis.
a. Struktur 1) Kualitatif
Struktur industri dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai struktur yang diwakili oleh empat indikator yaitu jumlah pembeli, jumlah penjual, diferensiasi produk dan hambatan masuk (barrier to entry).
5 Pangsa pasar dari penelitian ini dihitung menggunakan rasio konsentrasi tiga perusahaan terbesar.
Keterangan :
CRx : rasio konsentrasi X perusahaan terbesar i : 1,2,3,...,n
Sx : persentase pangsa pasar dari perusahaan yang ke-i
b) Hambatan Masuk / Barrier to Entry.
Barrier to entry merupakan hambatan masuk pasar untuk sebuah industri baru untuk
terus bergelut dalam bidang yang sama. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan MES (Minimum Efficiency of Scale).
b. Perilaku
Empat indikator variabel perilaku meliputi visi, misi, strategic objective dan corporate
strategy, memiliki kesulitan untuk dikuantifikasi (quantitizing). Indikator perilaku yang
dapat dianalisis secara kuantitatif adalah investasi yang dikeluarkan perusahaan baik berupa CAPEX dan OPEX.
1) Visi
Visi akan dijabarkan untuk setiap perusahaan. Evaluasi penilaian visi didasari oleh penjabaran dimensi visi pada. Matriks evaluasi visi pada Tabel 2 dibuat untuk mencocokkan pernyataan visi perusahaan dengan kriteria normatif.
Tabel 2. Matriks Evaluasi Visi
Tahapan Evaluasi Visi adalah: (a) visi dari perusahaan dicocokkan dengan lima kriteria normatif; (b) bila pernyataan visi sesuai dengan kriteria maka beri checklist atau tanda centang (√) yang mengindikasikan pola kecenderungan tinggi; dan (c) bila pernyataan visi tidak sesuai beri tanda strip (-) yang mengindikasikan pola kecenderungan rendah.
2) Misi
Misi akan dijabarkan untuk setiap perusahaan. Evaluasi penilaian misi didasari oleh penjabaran dimensi misi. Tahapan Evaluasi Misi adalah: (a) misi dari perusahaan dicocokkan dengan sembilan kriteria normatif; (b) bila pernyataan misi sesuai dengan kriteria maka beri checklist atau tanda centang (√) yang mengindikasikan pola
1. Graphic 2. Directional 3. Focused 4. Flexible 5. Feasible 6. Desirable 7. Easy to Communicate
SEMEN GRESIK (SMGR)
INDOCEMENT (INTP)
HOLCIM (SMCB) P ERUSAHAAN VISI
2011
DIM ENSI
%
6 kecenderungan tinggi; dan (c) bila pernyataan misi tidak sesuai beri tanda strip (-) yang mengindikasikan pola kecenderungan rendah.
3) Strategic Objective..
Strategic objective akan dijabarkan untuk setiap perusahaan. Matriks evaluasi strategic
objective pada Tabel 4 dibuat untuk mencocokkan pernyataan strategic objective
perusahaan dengan kriteria normatif. Evaluasi dilakukan dalam rangka mengevaluasi apakah strategic objective perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai pernyataan yang baik.
Tabel 3. Matriks Evaluasi Misi
Tabel 4. Matriks Evaluasi Strategic Objective Tabel 5. Matriks Evaluasi Strategic Objective
Tahapan Identifikasi strategic objective adalah: (a) strategic objective dari perusahaan dicocokkan dengan lima kriteria normatif; (b) bila pernyataan strategic objective sesuai dengan kriteria maka beri checklist atau tanda centang (√) yang mengindikasikan pola kecenderungan tinggi; dan (c) bila pernyataan strategic objective tidak sesuai beri tanda strip (-) yang mengindikasikan pola kecenderungan rendah.
4) Strategi Korporasi (Corporate Strategy).
a) Evaluasi Strategi Pertumbuhan Perusahaan
Evaluasi strategi pertumbuhan dilakukan melalui masing-masing anak perusahaan semen berdasarkan jenis usaha yang dijalankan, tahun berdiri serta cara bergabung dengan perusahaan induk. Pengembangan internal (internal developmentI), akuisisi
dan joint venture merupakan tiga jenis klasifikasi untuk mengevaluasi cara bergabung
anak perusahaan dengan perusahaan induk. (1) Evaluasi Strategi Pertumbuhan Perusahaan X
Tahapan evaluasi strategi pertumbuhan Perusahaan X pada Tabel 5 adalah: (a) identifikasi nama anak perusahaan dan jenis usaha; (b) identifikasi tahun berdiri anak perusahaan; dan (c) identifikasi cara penggabungan anak perusahaan dengan perusahaan induk. Setelah melakukan tabulasi evaluasi strategi
Pelanggan Produk/ Jasa Pasar Teknologi
Fokus pada
7 pertumbuhan perusahaan, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi pola pertumbuhan perusahaan berdasarkan:
(a) Pola Kepemilikan Saham Atas Anak Perusahaan.
Evaluasi jumlah kepemilikan saham pada masing-masing anak perusahaan akan memberikan gambaran pola kepemilikan saham perusahaan induk.
Diagram pie pada Gambar 6 digunakan sebagai alat evaluasi pola
kepemilikan saham.
Gambar 6. Pola Kepemilikan Saham Perusahaan X
Gambar 7. Cara Bergabung dengan Perusahaan Induk
Tahapan identifikasi pola kepemilikan saham Perusahaan X adalah: (a) identifikasi jumlah anak perusahaan serta besaran kepemilikan saham atas anak perusahaan; (b) buat diagram pie berdasarkan data setiap anak perusahaan; dan (c) identifikasi jenis pemegang saham.
(b) Evaluasi Pola Pertumbuhan Anak Perusahaan
Penelitian ini melihat pola pertumbuhan anak perusahaan berdasarkan lini bisnis yang dijalankan seperti pada Gambar 7 dengan membuat pola anak perusahaan berdasarkan industri yang dijalankan dan tahun berdiri anak perusahaan.
(c) Peta Pertumbuhan Ansoff Matrix
Ansoff Matrix dapat menunjukkan posisi perusahaan dalam bisnis serta
membantu menentukan strategi apa yang diterapkan perusahaan berdasarkan lini bisnis yang dijalankan anak perusahaan seperti pada Gambar 8.
Tahapan pemetaan pola pertumbuhan adalah: (a) identifikasi nama anak perusahaan dan tahun berdiri; (b) memetakan pertumbuhan perusahaan berdasarkan jenis usaha yang dijalankan apakah sama dengan bisnis saat ini
(existing business) atau merupakan bisnis baru (new business); dan (c)
8 apakah untuk pasar eksisting (existing market) atau dalam rangka mejangkau pasar baru (new market).
Gambar 8. Evaluasi Ansoff Matrix Perusahaan X
Gambar 9. Grafik Pertumbuhan Aset Perusahaan
(d) Strategi Pertumbuhan yang Diterapkan Perusahaan.
Strategi pertumbuhan yang diterapkan perusahaan dapat diambil kesimpulannya berdasarkan jumlah kepemilikan saham atas anak perusahaan, jenis bisnis yang dijalankan anak perusahaan serta kejadian penting yang dialami perusahaan induk sejak didirikan hingga saat ini.
(e) Grafik Pertumbuhan Perusahaan
Dalam penelitian ini, keberhasilan strategi pertumbuhan diukur berdasarkan jumlah total aset perusahaan dari tahun 2002 sampai 2011 seperti pada Gambar 9. Tahap identifikasi pertumbuhan aset perusahaan adalah: (a) identifikasi nilai total aset perusahaan per tahun dan (b) buat grafik pertumbuhan berdasarkan nilai total aset perusahaan.
Tabel 6. Resume Pola Strategi Pertumbuhan Perusahaan pada Industri Semen
b)Resume Strategi Pertumbuhan pada Industri Semen
Tabulasi pada Tabel 6 memaparkan jenis-jenis strategi pertumbuhan perusahaan guna mengetahui gambaran strategi pertumbuhan (growth strategy) yang diterapkan oleh perusahaan dalam industri semen Indonesia. Tahapan evaluasi strategi pertumbuhan perusahaan adalah: (a) identifikasi strategi perusahaan sesuai dengan kriterianya; (b) beri checklist pada strategi pertumbuhan yang sesuai dengan strategi pertumbuhan perusahaan; dan (c) kosongkan bila tidak sesuai dengan strategi pertumbuhan.
- Nama Anak Perusahaan (Tahun Bergabung)
Sumber: Diadaptasi dari www.tuter2u.net yang diakses pada 30 September 2012
9 c. Konsistensi Struktur, Perilaku dan Kinerja
1) Kualitatif
Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja industri semen nasional dianalisis secara kualitatif dengan memperhatikan fluktuasi (naik/turun) nilai setiap indikator (ROA, CR3, MES, OPEX dan CAPEX) dibandingkan tahun sebelumnya. Selanjutnya, dibandingkan hubungan setiap variabel berdasarkan indikator masing-masing apakah memiliki kesamaan fluktuasi (naik/turun) yang mengindikasikan adanya hubungan positif (+) atau memiliki ketidaksamaan fluktuasi (naik/turun) yang mengindikasikan hubungan negatif (-) seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji Konsistensi Kualitatif
2) Kuantitatif
Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja industri semen nasional dianalisis secara kuantitatif menggunakan regresi berganda (multiple analysis regression). Model yang akan diuji dalam penelitian ini menggambarkan suatu hubungan antara struktur dan perilaku (variabel bebas) suatu industri terhadap kinerja (variabel terikat) industri itu sendiri. Variabel struktur dihitung berdasarkan CR3 dan MES. Variabel perilaku dihitung berdasarkan OPEX dan CAPEX. Variabel kinerja sebagai variabel terikat dihitung berdasarkan ROA. Bentuk persamaanya yaitu:
Keterangan :
ROA : Return on Total Assets
CR3 : Concentration Ratio 3 Perusahaan Utama OPEX : Operational Expenditures
CAPEX : Capital Expenditures
Pengolahan data dalam rangka menguji model diatas dilakukan menggunakan software
Megastat. Hipotesis konsistensi hubungan struktur, perilaku dan kinerja secara kuantitatif adalah sebagai berikut:
H0 : p-value (significance F) = 0, berarti CR3=MES=OPEX=CAPEX secara simultan tidak berpengaruh terhadap ROA
Variabel Indikator
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 %
10 H1 : p-value (significance F) ≠ 0, berarti CR3=MES=OPEX=CAPEX secara simultan
berpengaruh terhadap ROA
Semakin tinggi tingkat konsentrasi pasar (CR3), keuntungan perusahaan akan meningkat. Hambatan masuk (MES) yang dilakukan perusahaan juga akan menghasilkan peningkatan keuntungan industri. Dengan semakin meningkatnya biaya operasional (OPEX) dan biaya investasi aset (CAPEX) yang dikeluarkan perusahaan maka akan meningkatkan keuntungan yang diperoleh perusahaan.
3. Hasil dan Pembahasan a) Struktur
1) Penjual
Hasil penelitian terhadap CR3 menunjukkan bahwa industri semen memiliki rata-rata CR3 dalam kurun waktu 2005-2011 adalah 89,94%. Hal tersebut mengindikasikan konsentrasi tinggi atau terjadi oligopoli karena nilai rasio yang mendekati 100,00%. Dapat dikategorikan juga sebagai struktur pasar very high concentrated oligopoly menurut Bain (1956). Berikut beberapa informasi lain yang perlu diperhatikan untuk melihat karakteristik penjual dalam industri: (a) informasi pesaing baru; (b) distribusi perusahaan secara menyeluruh; (c) kondisi ekspor dan impor semen Indonesia; dan (d) informasi perubahan posisi dan rangking perusahaan. Dampak fenomena yang terjadi terhadap kondisi industri semen Indonesia secara umum adalah: (a) monopoli di wilayah masing-masing; (b) harga semen Indonesia paling tinggi diantara negara-negara lain; (c) disparitas harga secara geografis, (d) impor Semen menurun, dan (e) indikasi kartel dalam industri. Prediksi fenomena yang akan terjadi di masa yang akan datang (2030) adalah masih tetap terjadi oligopoli, monopoli di setiap wilayah kekuasaan, sedikit berkurangnya disparitas harga semen domestik, potensi impor meningkat serta masih adanya indikasi kartel dalam industri semen domestik.
2) Pembeli
Pendistribusian semen paralel dengan komposisi sebaran penduduk Indonesia. Konsumsi rata-rata semen pulau Jawa berada di bawah rata-rata meskipun mayoritas konsumsi berada disana. Industri semen dengan tujuh pemain menghasilkan dua jenis produk utama yaitu klinker dan semen. Konsumsi semen domestik dapat dibagi dua yaitu bulk dan bag. Fenomena yang terjadi saat ini dalam hal konsumsi semen adalah terjadinya trend pergeseran penggunaan jenis semen OPC menjadi PCC di Indonesia. Selain dilihat dari klasifikasi konsumen dan sebaran pembeli, indikator pembeli juga harus melihat bagaimana perusahaan menjual produk. Perkiraan dimasa yang akan datang (2025-2030), konsumsi semen curah akan meningkat seiring dengan peningkatan target pembangungan yang bergeser ke kawasan luar pulau Jawa. Pola sebaran konsumsi juga akan tetap paralel mengikuti sebaran populasi penduduk.
3) Diferensiasi produk
11 dan produsen dapat mengendalikan keadaan pasar guna menentukan harga dan output
dalam pasar dengan sendirinya.
4) Hambatan Masuk
Hambatan masuk kedalam industri semen dapat dibagi menjadi hambatan endogen dan hambatan eksogen. Hambatan yang ada antara lain: (a) modal (capital requirement); (b) skala ekonomi; (c) penguasaan sumber daya strategis; dan (d) struktur biaya. Angka MES yang jauh diatas 10,00% pada industri semen menunjukan hambatan masuk pasar yang tinggi. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya perusahaan baru ke dalam pasar industri semen Indonesia. Meskipun demikian, sesuai dengan proyeksi penambahan kapasitas terpasang semen domestik diperkirakan hanya pemain eksisting yang akan menambah kapasitas dan lima pemain potensial asing dan domestik yang akan ikut bermain dalam industri semen domestik hingga 2017.
b) Perilaku
Persaingan yang sangat ketat menuntut setiap perusahaan melakukan strategi agar tetap menjadi yang terbaik. Dari segi strategic management terdapat empat hal yang dapat diperhatikan terutama oleh pemain dalam industri semen, yaitu visi, misi, strategic objectives dan corporate strategy.
1) Visi
Berdasarkan hasil evaluasi normatif visi dapat disimpulkan bahwa dua dari tiga (66,67%) perusahaan pada industri semen telah mengikuti enam sampai tujuh dari tujuh dimensi normatif visi (85,71%-100,00%). Dua dari tiga objek penelitian memiliki visi efektif mengindikasikan visi dalam industri semen Indonesia sudah efektif.
2) Misi
Berdasarkan hasil evaluasi normatif misi dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan pada industri semen telah mengikuti tiga sampai tujuh dari sembilan dimensi normatif misi (33,33%-77.76%) karakteristik normatif misi yang ada. Dua dari tiga objek penelitian memiliki misi tidak efektif mengindikasikan misi dalam industri semen Indonesia belum efektif.
c) Strategic Objectives.
Hasil evaluasi normatif strategic objective (Tabel ) menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan pada industri semen telah mengikuti dua sampai tiga dari lima dimensi normatif strategic objective (40,00%-60,00%). Dua dari tiga objek penelitian memiliki
strategic objectives tidak efektif mengindikasikan misi dalam industri semen Indonesia
belum efektif.
d) Corporate Strategy.
Evaluasi mengenai jenis strategi pertumbuhan yang diterapkan oleh tiga perusahaan yang berada pada sektor semen menunjukkan bahwa dari tiga perusahaan tersebut, ketiganya melakukan concentric strategies baik vertical growth, backward integration
maupun forward integration dan horizontal growth (Tabel 8).
e) OPEX dan CAPEX
12 yang dilakukan industri yang tercermin dalam corporate strategy tiga perusahaan utama dalam industri semen domestik dapat dikategorikan sebagai perilaku middle aggresive.
Tabel 8. Resume Pola Strategi Pertumbuhan Perusahaan Pada Industri Semen Indonesia
Gambar 10. OPEX dan CAPEX Industri Semen Indonesia 2005 vs 2011
Gambar 11. Perbandingan Indikator Rasio Keuangan Industri Semen Indonesia 2005
vs 2011
c) Kinerja
Gambar 11 memperlihatkan perbedaan rata-rata empat indikator rasio keuangan industri semen 2005 dan 2011. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat pergerakan angka keempat rasio dari 2005 ke 2011 mengalami peningkatan. Peningkatan current ratio
mengindikasikan kemampuan industri untuk memenuhi kewajiban jangka pendek meningkat. Peningkatan debt to total asset ratio mengindikasikan industri semen Indonesia pada 2011 banyak melakukan pendaanaan aset yang berasal dari hutang untuk membiayai penambahan kapasitas terpasang industri dalam rangka mengantisipasi shortage dan under
capacity. Peningkatan ROA mengindikasikan industri semen semakin efisien dilihat dari
rasio aset yang menghasilkan laba. Peningkatan ROE mengindikasikan tingkat keuntungan industri yang dikembalikan kepada stakeholders meningkat. Hal ini memberikan nilai tambah positif bagi industri untuk meningkatkan minat pemegang saham dalam berinvestasi.
d) Konsistensi Struktur, Perilaku dan Kinerja
Berdasarkan uji kualitatif (Tabel 9) hasil menunjukkan terdapat hubungan antara CR3-OPEX-ROA serta CR3-CAPEX-ROA sebesar 50% sedangkan hubungan MES-CR3-OPEX-ROA dan MES-CAPEX-ROA sebesar 33%. Berdasarkan teknik analisis data secara kuantitatif
13 menunjukkan secara simultan variabel bebas (CR3, MES, OPEX dan CAPEX) berpengaruh terhadap variabel terikat (ROA) dengan kecocokan model sebesar 77,1%.
Tabel 9. Hasil Uji Konsistensi Kualitatif Tabel 10. Hasil Uji Konsistensi Kuantitatif
Tabel 4. Kriteria Normatif Struktur, Perilaku dan Kinerja
Berdasarkan realisasi dan kriteria normatif (Tabel ) dapat disimpulkan industri semen Indonesia memiliki struktur pasar oligopoli ketat. Dampaknya, penjual memiliki market power yang tinggi. Oleh karena itu pemerintah dapat melakukan intervensi jika terjadi kolusi atau kartel dalam industri.
Kinerja
Pembeli Entry
Condition
Diferensiasi
Produk Kompetisi Penentuan Harga Inovasi Profit
Persaingan Sempurna Pangsa pasar tiap
perusahaan < 1%
Banyak (50-100) Banyak Rendah Heterogen Fierce/Highly
aggressive/Sangat ketat
Some/ Moderate Inovasi tidak dituntut karena biaya diambil dari keuntungan
Normal
Oligopoli Longgar CR4 < 40% Banyak (>10) Banyak Rendah Heterogen High/Middle
aggressive/Ketat
Oligopoli Ketat CR4 < 60% Beberapa (<10) Beberapa Sedang s/d
Tinggi
Sumber: Diadaptasi dari Carlton & Perlof (2000); Samuelson & Nordhaus (2005:169); Kuncoro (2007:138); Machmud (2008); Colander (2010) dan Greer (1992)
Struktur Perilaku Jenis Pasar
14 4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini:
a. Struktur industri semen Indonesia adalah oligopoli ketat (tight oligopoly) dengan karakteristik: memiliki tujuh pemain yang tersebar di Indonesia dengan kecenderungan monopoli masing-masing wilayah; nilai rata-rata rasio konsentrasi pasar (CR3) 2005-2011 adalah 89,94%; jumlah pembeli tersebar diseluruh Indonesia dengan distribusi mengikuti pola sebaran populasi penduduk; produk homogen; dan rata-rata nilai MES 2005-2011 adalah 77,74%.
b. Perilaku industri semen Indonesia dengan karakteristik: memiliki kecenderungan kompetisi
“middle aggresive”; penjual atau produsen dapat menentukan harga jual semen tanpa ada
restriksi dari pemerintah karena memiliki market power yang tinggi; dan industri tidak banyak melakukan inovasi produk tetapi melakukan inovasi terkait efisiensi produksi. c. Kinerja industri dinilai melalui ROA yang menunjukan efisiensi industri dalam
memanfaatkan aset untuk menghasilkan laba. Nilai rata-rata ROA industri semen Indonesia dalam kurun waktu 2005-2011 adalah 18,42% yang mengindikasikan jumlah keuntungan atau profit yang diperoleh industri 'agak berlebih'.
d. Terdapat konsistensi antara ketiga variabel penelitian yaitu struktur, perilaku dan kinerja. Hal tersebut telah dibuktikan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil uji kualitatif mengindikasikan hubungan sebesar 33,00%-50,00%, sedangkan hasil uji kuantitatif menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression analysis) menunjukan variabel bebas (struktur dan perilaku) berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat (kinerja) sebesar 0,4055 atau 40,55%. Analisis terhadap kriteria normatif struktur, perilaku dan kinerja semakin mempertegas bahwa industri semen Indonesia memiliki struktur pasar oligopoli ketat (tight oligopoly).
5. Daftar Referensi
Carlton, Dennis.W. & Perloff, Jeffrey M. (2000). Modern Industrial Organization (4th ed). Boston: Addison-Wesley.
CIF. (2009). Cement Industry Federation Report. Australia. [Online] www.cement.org.au.[25 Agustus 2012]
Colander, David C, (2010). Macroeconomics. (8th ed). McGraw-Hill.
Combs, Julie. P., & Onwuegbuzie, Anthony. J. (2010). Describing and Illustrating Data
Analysis. International Journal of Education. ISSN 1948-5476. 2010, Vol. 2, No. 2: E13.
Datacon. (2008). Prospek Industri Semen Indonesia Februari 2008. [Online].
http://www.datacon.co.id/IndustriSemen2008.html [27 April 2012].
Kuncoro, Mudrajad. (2007). Ekonomika Industri Indonesia: Menuju Negara Industri Baru 2030? Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Kurniati, Yati. dan Yanfitri. (2010). Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Oktober 2010 pp 135-168. [Online]
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/093687C6-AD32-453B-80A7-977FE94F9562/21680/YatiKurniatiYanfitri.pdf [5 Nopember 2011].
MP3EI. (2011). Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Indonesia: Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. [Online]
http://www.depkeu.go.id/ind/others/bakohumas/BakohumasKemenKo/MP3EI_revisi-complete_(20mei11).pdf. [25 Agustus 2012].
Panagiotou, George. (2005). The Impact of Managerial Cognitions on The
Structure-Conduct-Performance (SCP) Paradigm: A Strategic Group Perspective, Management Decision,
15 Onwuegbuzie, Anthony. J., & Leech, Nancy. (2006). Linking Research Questions to Mixed
Methods Data Analysis. The Qualitative Report Volume 11 Number 3 September 2006
474-498. [Online] http://www.nova.edu/ssss/QR/QR11-3/onwuegbuzie.pdf .
PT Nusa Prima Persada International Consulting. (2010). Update on Cement Industry in
Indonesia – July 2010. [Online]. http://www.numada.com/cement.pdf [27 April 2012].
Samuelson, Paul A., & Nordhaus, William D. (2005). Macroeconomics. Mcgraw-Hill.
Semen Gresik. (2012). Prospect of Indonesian Cement Industry. Corporate Presentation Januari
2012. [Online]
http://www.semengresik.com/ina/file.axd?file=Corporate%20Material%20Presentation/
2012/01.%20SMGR%20Corp%20Presentation_NDR_Jan%202012.pdf [27 April 2012].
Semen Gresik. (2012). Prospect of Indonesian Cement Industry. Corporate Presentation
September 2012. [Online]
http://www.semengresik.com/ina/file.axd?file=Corporate%20Material%20Presentation/
2012/01.%20SMGR%20Corp%20Presentation_NDR_Sept%202012.pdf [27 April
2012].
Weinstein, Bernard.L. (2010). Economic Impacts of Cement Industry Regulations: The
Proposed Portland Cement NESHAP Rule. Texas: Southern Methodist University.
WSBI. (2012). Warta Semen dan Beton Indonesia. Vol.10 No.1. Indonesia: Asosiasi Semen Indonesia dan Institut Semen dan Beton Indonesia.
Yul-Detik. (2011). Ekonomi Indonesia Naik, Semen Terpaksa Diimpor. [Online]