• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANI ABBASIYAH PERADABAN ISLAM DI BIDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BANI ABBASIYAH PERADABAN ISLAM DI BIDANG"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan pemerintahan yang telah tumbang sebelumnya, yakni Dinasti Umayyah. Masa kekuasaan Dinasti ini selama kurang lebih lima setengah abad, yaitu dari tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Selama ini sebanyak 37 khalifah silih berganti memimpin hingga akhirnya tumbang dan digantikan oleh dinasti lain.

Di zaman pemerintahan dinasti ini, oleh George Zaydan dilukiskan sebagai zaman keemasan Islam.1 Hal ini karena telah banyak perubahan dalam berbagai

bidang sebagai tanda keberhasilan dan kejayaan para penguasa dalam memutar roda pemerintahan di Kufah dan sekitarnya sebagai wilayahnya. Salah satunya adalah bidang Sosial dan Budaya. Dalam kehidupan bernegara, masalah sosial berkenaan dengan masyarakat sama sekali tidak bisa dipisahkan. Masyarakat sendiri adalah sekumpulan orang dalam wilayah tertentu yang berkumpul dan berinteraksi / bekerjasama untuk mengatur diri dan bersatu dalam kesatuan sosial.2 Dalam perkumpulan dan interkasi ini kemudian memunculkan apa yang

disebut budaya, yakni hasil cipta, karya dan karsa manusia yang didapat dan dipelajari sebagai anggota masyarakat.3

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya Dinasti Abbasiyah?

2. Perkembangan apa saja yang dicapai oleh Dinasti Abbasiyah dalam bidang Sosial dan Budaya?

BAB II

1 Dalam beberapa literatur, nama sejarawan “George Zaydan” di tulis dengan “Jarji Zaydan”. Lihat A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam. (Jakarta: Bulan Bintang. 1995) Hal. 212

2 Pengertian singkat ini menurut Ralph Linton. Lihat Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Press, 2013) hal. 22

(2)

PEMBAHASAN

A. SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA DINASTI BANI ABBASIYAH Pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan pemerintahan dinasti Bani Umayyah yang telah digulingkannya. Dinamakan kekhalifahan Abbasiyah karena para pendiri dan pengusa dinasti ini adalah keturunan Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad. Sebelum menggulingkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, para keluarga Abbas melakukan berbagai persiapan dengan melakukan pengaturan strategi yang kuat. Karena menurut Muhammad bin Ali, salah seorang keluarga Abbas, bahwa perpindahan kekuasaan dari satu penguasa ke penguasa yang lain memerlukan persiapan yang matang dan dukungan dari masyarakat. Karena bila tidak, maka usaha untuk mengambil kekuasaan tidak akan berhasil bahkan akan mengalami kegagalan total.4

Perubahan secara revolusioner tanpa kesiapan jiwa dan dukungan kuat dari rakyat hanya akan menimbulkan sia-sia dan tidak membawa hasil yang maksilmal.oleh karena itu, Muhammad bin Ali meminta kepada pendukungnya untuk membantu keluarga Nabi Muhammad SAW. Propaganda ini dilakukan dengan cara yang sangat cermat sehingga banyak tokoh masyarakat dan tokoh agama yang tertarik dengan propaganda tersebut.

Propaganda Muhammad bin Ali mendapat sambutan luar bisa dari masyarakat terutama dari kalangan Mawali. Hal itu terjadi karena beberapa faktor:

1. Meningkatkan kekecewaan kelompok Mawali terhadap Dinasti Bani Umayyah karena selama dinasti ini berkuasa mereka ditempatkan pada posisi kelas dua dalam sistem sosial Sementara orang-orang Arab menduduki kelas bangsawan.

2. Pecahnya persatuan antar suku bangsa Arab dengan lahirnya fanatisme kesukuan antara Arab Utara, yakni Arab Mudhariyyah dengan Arab Selatan, yakni Arab Himyariyah.

(3)

3. Timbulnya kekecewaan kelompok agama terhadap pemerintah dinasti Bani Umayyah yang dianggap sekuler. Mereka menginginkan pemimpin negara yang memiliki pengetahuan, wawasan dan integritas keagamaan yang mumpuni.

4. Perlawanan dari kelompok Syi’ah yang menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah dirampas Dinasti Bani Umayyah. Mereka tidak mudah melupakan peristiwa Karbala yang menewaskan keturunan Ali bin Abi Thalib.

Untuk melancarkan propaganda tersebut, mereka mengangkat 12 orang propagandis yang disebar di berbagai daerah, seperti Kufah, Khurasan, Makah dan beberapa tempat strategis lainnya. Di antara isu yang dikembangkan dalam propaganda tersebut adalah masalah keadilan yang selama itu diterapkan oleh pemerintah pusat Bani Umayyah yang bermarkas di Damaskus.

Melihat posisinya semakin terpojok, akhirnya Marwan bin Muhammad, penguasa terakhir dari Dinasti Bani Umayyah menyelamatkan diri dari kejaran massa yang sedang marah menuju ke wilayah Mesir. Di Mesir inilah, tepatnya di Fustat, Marwan bin Muhammad terbunuh pada tahun 132 H / 750 M. 5

Masa kekuasaan Dinasti ini selama kurang lebih lima setengah abad, yaitu dari tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Selama ini sebanyak 37 khalifah silih berganti memimpin, mulai dari masa pemerintahan Abu Abbas as-Saffah (132 H/750 M) hingga masa pemerintahan al-Mu’tashim (656 H/1258 M).6 Tetapi para

sejarawan mengklasifikasikan periode Abbasiyah berbeda-beda. Al-Khudri, guru besar Ilmu Sejarah dari Universitas Mesir (Egyptian University) membagi ke dalam lima masa, yaitu:

1. Masa kuat-kuasa dan bekerja membangun, berjalan 100 tahun lamanya, dari 132 s/d 232 H.

2. Masa berkuasanya panglima-panglima Turki, berjalan 100 tahun lamanya, dari 232 s/d 334 H.

(4)

3. Masa berkuasanya Bani Buyah (Buwayhid), berjalan 100 tahun lamanya, dari 334 s/d 447 H.

4. Masa berkuasanya Bani Saljuk (Seljuqiyak), berjalan 100 tahun lamanya, dari 447 s/d 530 H.

5. Masa gerak balik kekuasaan politik khalifah-khalifah Abbasiyah dengan merajalelanya para panglima perang, selama 125 tahun, dari 530 H. Sampai musnahnya Abbasiyah di bawah serbuan Jengiz Khan dan putrana Hulagu Khan dari Tartar pada tahun 656 H.7

Masa kejayaan Abbasiyah terletak pada khalifah setelah as-Saffah. Mengutip dari Philip K. Hitty, bahwa masa keemasan (Golden Prime) Abbasiyah terletak pada 10 khalifah. Hal ini berbeda dengan Badri Yatim, yang memasukkan 7 khalifah sebagai masa kejayaan Abbasiyah, sedangkan Harun Nasution hanya memasukkan 6 khalifah ke dalam kategori khalifah yang memajukan Abbasiyah. Kesepuluh khalifah tersebut adalah:

1. As-Saffah: 750 6. Al-amin: 809 2. Al-Manshur: 754 7. Al-ma’mun: 813 3. Al-mahdi: 775 8. Al-mu’tashim: 833 4. Al-hadi: 785 9. Al-watsiq: 842 5. Ar-Rasyid: 786 10. Al-mutawakkil: 8478

B. PERKEMBANGAN SOSIAL KEMASYARAKATAN

1. Unsur warga negara

Kehidupan sosial pada zaman daulah Abbasiyah adalah sambungan dari zaman sebelumnya, yaitu zaman daulah Umayyah.9 Masyarakat yang menjadi

warga negara dinasti Abbasiyah terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa dan agama. Perbedaan ras, etnis dan agama tidak menjadi penghambat bagi dinati Abbasiyah untuk mengembangkan sains dan ilmu pengetahuan. Salah seorang sejarawan bernama George Zaydan dalam bukunya Tamadun al-Islam

7 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2008) Hal. 127 -128 8 Ibid., hal. 129

(5)

mengatakan bahwa pada masa dinasti Bani Abbasiyah masyarakat terbagi menjadi dua kelas sosial, yaitu:

a) Kelas khusus yang terdiri dari: 1) Khalifah

2) Keluarga Khalifah, yaitu Bani Hasyim

3) Para pembesar negara, seperti menteri, gubernur dan para pejabat negara lainnya

4) Para bangsawan yang bukan Bani Hasyim, yaitu kaum Quraisy pada umumnya

5) Para petugas khusus seperti anggota tentara, para pembantu istana b) Kelas umum yang terdiri dari:

1) Para seniman

2) Para ulama’, fuqaha dan pujangga 3) Para saudagar dan pengusaha 4) Para tukang dan petani

Dengan demikian, maka kelas-kelas sosial yang tumbuh dan berkembang pada masa itu lebih disebabkan oleh status sosial ekonomi dan latar belakang kultural serta latar belakang etnis. Hal ini terbukti posisi kelas atas yang masih dimiliki oleh kelompok masyarakat yang berasal dari masyarakat Arab keturunan Quraiys, termasuk strata sosial politik dan kekuasaan yang ada saat itu.

Oleh karena itu, sebenarnya bila dilihat dari strata sosial yang ada, tidak terjadi perkembangan yang sangat berarti dalam konteks perubahan sosial. Sebab nyatanya, kelompok penguasa dan etnis minoritas yang berasal dari keturunan Arab Quraisy, masih menempati strata sosial tertinggi dalam sistem sosial kemasyarakatan pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah.

Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, warga negara terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama yang tinggal di wilayah pemerintahannya. Unsur-unsur tersebut antara lain berasal dari Afrika Utara, Mesir, Syam, Jazirah Arabia, Irak, Persia, India, Turki dan sebagainya.

(6)

kekuasaan, yaitu pemerintahan dinasti Abbasiyah.10 Dari sini kemudian

terjalin menjadi satu kerajaanyang disebut sebagai Mamlakah Islamiyah.11

Kelas sosial lain yang ada pada waktu itu adalah kelas budak. Kelas ini selalu ada dalam setiap lapisan sosial masyarakat Islam saat itu. Banyak hal yang menyebabkan munculnya kelas sosial ini, seperti adanya peperangan. Mereka yang kalah, harta yang mereka bawa menjadi harta rampasan perang, juga diri mereka sendiri. Karena itu wajar kalau kemudian banyak bermunculan kelas-kelas sosial ini.12

2. Golongan Taulid

Sebagai akibat dari percampuran bangsa-bangsa dalam daerah-daerah Kerajaan Islam, terutama kota-kota besarnya, maka terjadi pula perkawinan campuran antara unsur-unsur bangsa tersebut yang menyebabkan lahir anak-anak percampuran darah, yang disebut dengan Taulid.

Dalam periode Abbasiyah I terjadi banyak perkawinan campuran yaitu antara pria Arab dengan wanita turuna bukan Arab. Dalam taraf pertama, yang banyak melakukan hal ini adalah para khalifah, panglima, gubernur, menteri dan pembesar; kemudian barulah menyusul para saudagar, seniman dan sebagainya.

Dari perkawinan campuran inilah muncul satu unsur negara baru, yaitu unsur orang peranakan atau taulid. Mereka mempunyai ciri khas dalam kepribadiannya, sehingga banyak para khalifah dari golongan ini, seperti Musa al-Hadi, Harun al-Rasyid, al-Makmun dan lain-lain. Golongan taulid ini sangat menonjol; mereka mempunyai banyak keistimewaan dalam bentuk tubuh, kecerdasan akal; kecakapan berusaha, keahlian berorganisasi dan bersiasat serta terkemuka dalam segala bidang.

3. Perjuangan antara Arab dengan Mawali

(7)

Satu hal lagi yang berkecamuk dalam kehidupan sosial di zaman daulah Abbasiyah, yaitu pertarungan merebut pengaruh dan kedudukan antara Muslimin turunan Arab dengan Muslimin bukan Arab (Mawali).

Pertarungan antara mereka terkadang dianggap seru dan mengakibatkan hal-hal yang tidak baik dalam pertumbuhan kebudayaan. Orang-orang Arab merasa dirinya berhak dalam segala bidang kehidupan karena Islam dan Nabinya turun di tengah-tengah mereka tidak begitu senang karena orang Muslim turunan lain banyak mendapat kesempatan, sementara orang Muslim trurunan Mawaly, terutama Persia, merasa dirinya lebih maju dari orang-orang Arab dan berjasa dalam pembentukan Daulah Abbasiyah, ingin supaya mereka menguasai segala bidang kehidupan bangsa. Dari sini, maka berbangkitlah rasa kebangsaan kaum, rasa keagungan asal keturunan dan rasa kemegahan bangsa.13

4. Islamisasi Masyarakat

Sebanyak 5.000 orang Kristen Banu Tanukh di dekat Alleppo mengikuti perintah khalifah al-Mahdi untuk masuk Islam. Proses konversi secara normal berjalan lebih gradual, damai dan bersifat pasti. Kebanyakan konversi yang dilakukan oleh penduduk taklukan didorong oleh motif kepentingan individu, agar terhindar dari pajak dan sejumlah aturan lain yang membatasi, agar mendapat pretise sosial dan pengaruh politik, serta menikmati kebebasan dan keamanan yang lebih besar. Penduduk Persia baru beralih ke agama Islam pada abad ketiga setelah wilayah itu dikuasai Islam. Sebelumnya mereka menganut zoroaster.14

C. PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN 1. Seni Bangunan dan Arsitektur

(8)

Masjid merupakan bangunan tempat ibadah umat islam paling menonjol dari Arsitektur islam. Oleh karena itu, masjid merupakan arsitektur Islam yang tidak ada tandingannya. Arsitektur Islam yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah masih mengacu pada perkembangan arsitektur Islam pada masa-masa sebelumnya, yakni masa-masa nabi, Khulafa’ur Rasyidun dan Bani Umayyah.

Salah satu masjid yang dirikan pada masa pemerintahan Bani Abbas adalah bangunan masjid Samarra, di Bagdad. Masjid ini sangat indah yang mewakili keindahan seni arsitektur pada zamannya.masjid ini dilengkapi dengan sahn, sebuah lengkungan menyerupai bentuk piring. Sekeliling pinggir sahn dilengkapi dengan serambi-serambi. Pada setiap sudut masjid didirikan mercu berbentuk bulat yang terbuat dari batu bata. Umumnya masjid tidak menggunakan daun pintu, begitu juga masjid Samarra. Pintu-pintu terbuka ini berujung satu titik. Dengan demikian, terlihat barisan pintu yang berbentuk kerucut.15

Yang terpenting dari gaya dan seni arsitektur Masjid Samarra adalah tiang-tiang yang di pasang beratap lengkung. Tiang-tiang-tiang tersebut dibangun menggunakan batu bata dengan bentuk segi delapan dan didirikan di atas dasar segi empat. Kemudian dasar-dasar ini ditopang oleh tiang-tiang dari marmer bersegi delapan. Kemudian disambungkan ke bagian lain dengan mempergunakan logam atau besi berbentuk lonceng. Masjid ini merupakan bangunan yang memiliki seni arsitektur sangat megah pada zamannya.

Selain Masjid Samarra, masjid IbnuThulun juga memiliki keistimewaan dari segi seni bangunan atau arsitekturnya. Masjid ini didirikan pada tahun 876 M oleh Ahmad bin Thulun, salah seorang penguasa di wilayah Mesir.

b) Penataan Kota

Seni bangunan islam masih mempunyai ciri khas dan gaya tersendiri, yang terwujud dalam bentuk pilar, lengkung kubah, hiasan lebih bergantung

(9)

(muqarnashat) yang menonjol bersusun di depan masjid dan di menara tempat adzan atau di puncak pilar.

Pembangunan kota-kota baru dan pembaharuan kota-kota di seluruh wilayah pemerintahan dinasti Abbasiyah telah membuka jalan bagi pembangunan gedung-gedung, istana, masjid dan sebagainya. Di antara sekian banyak kota yang dibangun dalam masa pemerintahan dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut:

 Pembangunan Kota Baghdad

Setelah Abu ja’far al-Mansur dilantik menjadi khalifah (137 H/754 M), ia merasa perlu membangun kota baru sebagai pusat pemerintahan. Dipilihlah lokasi antara sungai Eufrat dan sungai Tigris. Lokasi ini dipilih karena berudara segar dan alamnya yang indah. Selain itu mudah untuk menjalin komunikasi dengan berbagai wilayah kekuasaan Bani Abbas dan menyimpan sumber alam yang diperlukan bagi kebutuhan khalifah.

Untuk memimpin pembangunan kota ini, khalifah al-Mansur memberikan kepercayaan penuh kepada dua arsitek terkenal, yakni Hajjaj bin Arthah dan Amran bin Wadhdhah dengan tenaga kerja sebanyak 100.000 orang.

Arsitektur kota Baghdad berbentuk bundar, gaya baru dari seni bangunan kota Islam. Di pusat kota dibangun Istana khalifah dan masjid jami’. Di sekeliling istana dan masjid terdapat alun-alun, selain asrama pegawai, rumah komandan dan pengawal serta rumah kepala polisi. Istana megah tersebut di beri nama Qashru al-Dzahab (istana keemasan) yang luasnya sekitar 160.000 Hasta persegi. Dan Masjid Jami’ didepannya memiliki luas areal sekitar 40.000 hasta persegi. Istana dan Masjid tersebut merupakan simbol pusat kota.

(10)

Khalifah al-Mansur membagi kota Baghdad menjadi empat daerah, yang masing-masing daerah dikepalai oleh seorang Naib Amir (wakil gubernur) dan tiap-tiap daerah diberi hak mengurusi wilayah sendiri (otonomi daerah).

Selain itu, khalifah al-Mansur juga membangun kota satelit yang mengitari Baghdad. Pembangunan ini disebabkan karena kota Baghdad telah menjadi kota Internasional sehingga membutuhkan daerah atau kota yang membantu pengembangan kota Baghdad. Kota-kota satelit itu antara lain adalah kota rusahafah, yang dibangun di sebelah timur sungai tigris dan berhadapan dengan kota baghdad. Selain itu ada kota Karakh yang dibangun di sebelah selatan kota baghdad.

 Pembangunan Kota Samarra

Setelah Baghdad menjadi kota internasional, maka atas nasihat khalifah al-Mu’tashim Billah merencanakan pembangunan kota baru untuk ibu kota negara. Lalu dipilihlah tempat di sebelah timur Sungai Tigris yang berjarak 60 mil dari pusat Kota Baghdad. Pembangunan tersebut dimulai pada tahun 221 H yang kemudian dikenal dengan sebutan Kota Samarra. Kata ini berasal dari kalimat Surra man ra-a yang artinya orang yang memandang pasti terpesona.

Seperti Kota Baghdad, kota ini juga dilengkapi dengan berbagai bangunan utama dan bangunan pendukung lainnya, seperti istana, masjid jami’ dan sebagainya. Kota ini menjadi kota terindah setelah Kota Baghdad.

2. Perkembangan Bahasa dan Sastra

Perkembangan seni bahasa (kesusastraan) baik puisi maupun prosa mengalami kemajuan yang cukup berarti. Hal ini disebabkan oleh perhatian besar bani Abbas dan juga para ahli bagian Seniman. Berikut uraian singkatnya:

a. Perkembangan Puisi

(11)

Sehingga dalamhal tersebut, para sastrawan pada zaman ini mengungguli keterampilan pada zaman sebelumnya.

Para penyair pada masa pemerintahan bani Umayah, masih kental dalam keaslian warna Arabnya, sehingga mereka menghindari filsafat, bahkan apa saja yang bukan asli Arab. Sedangkan sastrawan pada zaman pemerintahan Bani Abbas telah melakukan perubahan kebiasaan tersebut. Mereka telah mampu mengombinasikannya dengan sesuatu yang bukan berasal dari tradisi Arab. Oleh karena itu wajar kalau kemudian pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak bermunculan penyair terkenal. Diantara mereka adalah sebagai berikut :

1) Abu Nuwas (145-198 H) nama aslinya adalah Hasan bin Hani’. Seorang penyair naturalis yang sangat perindu, pelopor, pembawa aliran baru dalam dunia Sastra Arab

2) Abu ‘Athahiyah (130-211 H). Nama aslinya adalah Isma’il bin Qasim bin Suwaid bin Kisan. Penyair ulung pembawa perubahan, melepaskan diri dari ikatan lama, menciptakan gaya dan pengertian baru dalam dunia sastra.

3) Abu Tamam (wafat 232 H) nama aslinya adalah Habib bin Auwas atb-Tha’i. Penyair ini terkenal dengan ratapannya. Memiliki kemampuan menciptakan ungkapan-ungkapan yang dalam dan menyusun ushlub yang menawan.

4) Da’bal al-khuza’i (wafat 246 H) nama aslinya adalah Da’bal bin Ali Razin dari Khuza’ah. Penyair besar yang berwatak kritis. Hampir semua karya sastra dan sastrawannya mendapat kritikan tajam darinya.

5) Al-Buhtury (206-285 H) nama aslinya adalah Abu Ubadah Walid al Buhtury al-Quhthany ath-Tha’i. Penyair pemuja dan pelukis alam mempesona.

(12)

7) Al-Mutanabby (303-354 H) nama aslinya adalah Abu Thayib Ahmad bin Husin al-Kufy. Ialah penyair istana yang haus hadiah, pemuja yang paling handal.

8) Al-Mu’arry (363-449 H) nama aslinya Abu A’la al-Mu’arry. Penyair berbakat yang berpengetahuan luas dan menjadi kesayangan ulama’, para menteri dan para pejabat pemerintahan.

b. Perkembangan Prosa

Pada masa pemerintahan dinasti bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan yang sangat menarik dalam bidang prosa. Hal itu disebabkan karena dukungan para penguasa dan kemampuan personal para sastrawan. Banyak buku sastra novel, riwayat, kumpulan nasihat, dan uraian-uraian sastra yang dikarang atau disalin dari bahasa asing.

Diantara tokoh dan pengarang terkemuka pada zaman dinasti Abbas adalah:

1) Abdullah bin Muqaffa (wafat 143 H). Ia telah merintis jalan baru bagi pengarang prosa. Buku prosa yang dikarang diantaranya adalah

Kalilah wa Dimnah, kitab ini terjemahan dari bahasa sansekerta karya seorang filosof India bernama Baidaba. Karya ini disalinnya ke dalam bahasa arab dengan sangat bagus.

2) Abdul Hamid al-Katib. Ia dipandang sebagai pelopor seni mengarang surat, sehingga cara-caranya mengarang surat kemudian menjadi aliran yang memiliki banyak pengikut.

(13)

c. Perkembangan Seni Musik

Pada umumnya orang Arab memiliki bakat musik, sehingga seni suara atau seni musik menjadi suatu keharusan bagi mereka sejak zaman jahiliyah. Setelah mereka masuk Islam, bakat musik terus berkembang dengan jiwa dan semangat baru. Al-Qur’an dengan bahasanya yang sangat indah memberi nafas baru bagi musik Arab. Hal ini terus berkembang pada masa Bani Umayah hingga Abbasiyah.

Pada masa pemerintahan dinasti bani Abasiyah, musik Islam mengalami kejayaan. Karya dan pemikiran seniman merupakan bentuk rasa cinta mereka terhadap Islam. Hal ini di awali dari:

 Penyusunan Kitab Musik

Kegiatan penerjemahan yang dilakukan umat Islam tidak hanya terbatas dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan filsafat, tetapi juga mencakup karya-karya musik. Diantara para pengarang karya kitab musik adalah sebagai berikut:

1) Yunus bin Sulaiman (wafat 765 M) Beliau adalah pengarang teori musik pertama dalam Islam. Karyanya dalam bidang musik sangat bernilai, sehingga banyak musikus eropa yang meniru gaya bermusiknya.

2) Khalil bin Ahmad (wafat 791 M). Beliau mengarang buku-buku teori musik mengenai not dan irama. Karyanya kemudian dijadikan sebagai bahan rujukan bagi sekolah-sekolah tinggi musik diseluruh dunia. 3) Ishak bin Ibrahim al-Mousuly (wafat 850 M). Ia telah berhasil

memperbaiki musik jahiliyah dengan sistem baru. Buku musiknya yang terkenal adalah Kitabul Ilhan wal Ghanam. Dia juga mendapat gelar sebagai Raja Musik (Imamul Mughanniyin).

(14)

5) Al-Farabi. Selain sebagai seorang filosof, ia juga dikenal sebagai seniman dan ahli musik. Karyanya banyak diterjemahkan kedalam bahasa Eropa dan menjadi bahan rujukan bagi para seniman dan pemusik Eropa

 Pendidikan Musik

Para khalifah dan pembesar istana Bani Abbas memiliki perhatian yang sangat besar terhadap musik. Untuk kepentingan itu, banyak didirikan lembaga pendidikan musik. Sekolah musik yang paling baik adalah sekolah musik yang didirikan oleh Sa’aduddin Mukmin (wafat 1295 M). Karyanya berjudul Syarafiya, menjadi bahan rujukan dan dikagumi masyarakat music dunia barat.

Latar belakangnya penyebab maraknya lembaga pendidikan musik bermunculan adalah karena kemampuan bermain musik menjadi salah satu syarat untuk menjadi pegawai atau untuk memperoleh pekerjaan di lembaga pemerintahan.16

BAB III PENUTUP A. KESIPULAN

Masa kekuasaan DinastiAbbasiyah adalah selama kurang lebih lima setengah abad, yaitu dari tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Selama ini sebanyak 37 khalifah silih berganti memimpin hingga akhirnya tumbang dan digantikan oleh dinasti lain. Telah banyak perubahan dalam berbagai bidang sebagai tanda keberhasilan dan kejayaan para penguasa, Salah satunya adalah bidang Sosial dan Budaya. Diantara perkembangannya yaitu:

1. Bidang Sosial Kemasyarakatan:

(15)

b) Perjuangan antara Arab dengan Mawali c) Isamisasi masyarakat

2. Bidang Kebudayaan:

a) Perkembangan Puisi dan Prosa yang memunculkan gaya baru b) Perkembangan Seni Musik:

 Penyususnan Kitab Musik  Didirikannya sekolah musik

DAFTAR PUSTAKA

1. Murodi. Sejarah Kebudayaan Islam: Untuk Madrasah Tsanawiyah kelas 2. 2005. Semarang: Karya Thoha Putra.

2. A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam. 1995. Jakarta: Bulan Bintang. 3. Soekanto, Soerjono. Sosiologi: Suatu Pengantar. 2013. Jakarta: Rajawali

Press

Referensi

Dokumen terkait

Analis dan Penyusun Laporan, Pemantauan dan Evaluasi Balai Penelitian Kehutanan Kupang Nusa Tenggara Timur.. 345 1230013453 NANANG WI DYANTO

Perencanaan Pembangunan GKE Haleluya Nanga Bulik, Gereja Katholik Nanga Bulik, Dan Gereja Katholik Desa Melata dengan Nilai Total Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp. ADM

Dengan in kami mengundang saudara untuk mengikuti Pembuktian Kualifikasi Pengadaan Jasa Konstruksi dengan Sistem Pemilihan Langsung untuk :. Pembangunan Jalan ruas

DETIL DATA D2 BELUM MASUK D3 TAHUN 2015 GELOMBANG 201503 PT Pengusul (PTU): SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YAI. Halaman: 1 Tam pilkan

Praktikan memperoleh pengalaman secara langsung dalam beradaptasi dengan lingkungan sekolah untuk menggali kemampuan bersosialisasi praktikan dan mengenal dunia pendidikan

Kemampuan wirausaha kreasi kain flannel pada anak tunagrahita ringan kelas XII di SLB Satria Galdin.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Perumusan masalah yang dapat ditarik adalah bagaimana pengelolaan /manajemen sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta. Penelitian ini bertujuan

Dalam sistem pembangunan tentu ada berbagai aspek yang menjadi faktor utama dalam merancang dan mendesain sebuah bangunan ataupun