• Tidak ada hasil yang ditemukan

GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA (1)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA

`

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Studi Kemuhammadiyahan dengan Dosen Pengampu Istanto

Disusun Oleh :

Hilda Carella (J 3101 200 68) Nindyasari Dwi Ningrum (J 3101 200 56)

Anggraini Wulandari (J 3101 200 77) Atika Putri Wijayanti (J 3101 200 89)

(2)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

Nama Materi

Nindyasari D.N

(J301020056)

Muhammadiyah

Hilda Carella

(J301020068)

Sarekat Islam

Atika Putri W

(J301020089)

Jami’atul Khair dan Al-Irsyad

Anggraini Wulandari

(J301020077)

(3)

GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA A. Latar Belakang

Melihat keadaan di lapangan bahwa pengamalan agama Islam di Indonesia yang masih banyak bercampur dengan tradisi Hindu-Budha tersebut dan jelas sekali merusak kemurnian ajarannya, maka tampillah beberapa ulama mengadakan pemurnian dan pembaharuan faham keagamaan dalam Islam. Pada mulanya lahir Gerakan Padri di daerah Minangkabau yang dipelopori oleh Malim Basa, pendiri perguruan di Bonjol, yang kemudian dikenal dengan sebutan Imam Bonjol. Sejak kembali dari Mekah, Imam Bonjol melancarkan pemurnian aqidah Islam seperti yang telah dilakukan oleh gerakan Wahabi di Mekah. Karena kaum tua yang masih sangat kuat berpegang teguh pada adat menentang dengan keras terhadap gerakan Imam Bonjol maka timbulah perang Padri yang berlangsung antara tahun 1821-1837.

Pemerintahan Kolonial Belanda, sesuai dengan politik induknya “Devide et empera” akhirnya membantu kaum adat untuk bersama-sama menumpas kaum pembaharu. Sungguh pun kaum militer Padri dapat dikalahkan, tetapi semangat pemurnian Islam dan kader-kader

pembaharu telah ditabur yang kemudian pada kenmudian hari banyak meneruskan usaha dan perjuangan mereka. Diantaranya, Syekh Tohir Jalaludin, setelah kembali dari Mekah dan Mesir bersama-sama dengan Al Khalili mengembangkan semangat pemurnian Agama Islam dengan menerbitkan majalah Al Imam di Singapura.

Pada saat itu juga, di Jakarta berdiri Jami’atul Khair pada tahun 1905, yang pada umumnya beraggotakan peranakan Arab. Organisasi Jami’atul Khair ini dinilai sangat penting karena dalam kenyataanya dialah yang memulai dalam bentuk organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota yang tercatat, rapat-rapat berkala) dan mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara yang banyak sedikitnya telah modern. Di bawah pimpinan Syekh Ahmad Soorkati, Jami’atul Khair banyak mengadakan pembaharuan dalam bidang pengajaran bahasa Arab, pendidikan Agama Islam, penyiaran agama, dan banyak berusaha mewujudkan Ukhuwah Islam.

Sementara itu, banyak tumbuh dan lahir gerakan pembaharuan dan pemurnian Agama Islam di beberapa tempat di Indonesia, yang satu sama lain mempunyai penonjolan perjuangan dan sifat yang berbeda-beda. Akan tetapi, secara keseluruhan mereka mempunyai cita-cita yang sama dan tunggal yaitu “Izzul Islam wal Muslimin” atau kejayaan Agama Islam dan Kaum Muslimin. Di antara gerakan-gerakan tersebut adalah: Partai Sarekat Islam Indonesia, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Al Irsyad.

Gerakan-gerakan tersebut, umumnya terbagi dalam dua golongan yaitu Gerakan

(4)

B. Pembahasan

1. Jami’atul Khair dan Al-Irsyad

Setiap dari mereka gerakan Modernisme Islam termasuk organisasi islam yang beranggoatakan keturunan Arab memiliki karakter gerakan yang berbeda-beda. Ada gerakan Islam yang menekankan pada aspek ekonomi dan politik, ada yang menekankan pada upaya pemurnian ajaran Islam, serta ada yang menekankan pada uapaya pemurnian ajaran Islam, serta ada yang menekankan pada aspek pembaharuan pendidikan Islam.

Contoh gerakan Moderenisme Islam yang berdiri pada awal abad ke-20 adalah Jami’atul khair, sebuah organisasi Islam, yang mana organisasi ini sebagai tempat para Ulama dan aktivis berjuang dan memperjuangkan pembaharuan dalam segala aspek. Jami’atu khair juga sebagai organisasi Islam pertama di Indonesia yang dikelola dengan system (managemen) keorganisasian modern, Jami’atu khairmemliki anggaran dasar, anggaran rumah tangga, buku anggota notulensi rapat, iuran anggota dan lembaga control anggota melalui rapat tahunan, dan lain sebagainya. Konon, lembaga ini telah diusahakan berdirinya sejak tahun 1901.pemrakarsanya adalah golongan terpelajar dari kalangan muslim Indonesia keturunan Arab, dari keluarga shihab dan Yahya. Klan Shihab dan Yahya dikalangan Alawiyyin termasuk dalam stratifikasi sosial kelas rendah.

Dalam proses pendiriannya, Jami’atul khair mengalami banyak hambatan . berulangkali permohonan izin pengesahan diajukan kepada Gubernur Jendral W.Rooseboom, namun selalu ditolak. Penyebabnya tidak jelas pada tahun 1903 misalnya,permohonan izin diajukan, namun ditolak. Kemudian untuk meyakinkan pemerintah colonial Belanda, surat permohonan dikirim berulang kali dengan mencantumkan nama pemohonan yang berbeda, yaitu Said bin Ahmad Basandid dan Muhammad bin Abdurrahman Al-Masyhur.

Setelah lama menunggu, akhirnya izin pendirian Jami’atul khair dikeluarkan pada tanggal 17 Juni 1905, setelah permohonan disetujui oleh Gubernur Jendral J.V.Van Heutsz. Izin

pendirian Jami’atul khair keluar disertai catatan dari pemerintah, bahwa Jami’atul khair tidak boleh mendirikan cabang diluar Jakarta.

Pengurus Jami’atul khair angkatan pertama terdiri dari Said bin Ahmad Basandid sebagai ketua, Muhammad bin Abdullah bin Shihab sebagai wakil ketua, Muhammad Al-Fakhir bin Abdurrahman masyhur sebagai sekretaris, dan Idrus bin Ahmad bin Shihab sebagai bendahara, setahun kemudian pengurus Jami’atul khair dirubah dan tersusun pegurus baru dengan Idrus Bin Abdullah Al-Masyhur sebagai ketua , Salim bin Ahmad Balwel sebagai wakil ketua, Muhammad Al-Fakhir bin Abdurrahmnan Al-Masyhur sebagai sekretaris, dan Idrus bin Ahmad bin Shihab sebagai bendahara.

Jami’atul khair semula mencantumkan tujuannya untuk menolong orang-orang Arab yang tinggal di Jakarta pada saat kemetian dan pesta perkawinan. Organisasi ini kemudian mendirikan sekolah pertama di Pekojan Jakarta. Beberapa tahun setelah itu, dibuka pula sekolah-sekolah di Krukut, Tanah Abang dan Bogor, pada bulan Rabiul Awal 1329 H, atau bulan Maret 1911 M.

(5)

khair lainnya.Syaikh Ahmad Tayyib Al-Maghribi ditempatkan disekolah Krukut dan syaikh Muhammad Abdul Hamid Al-Sudani ditempatkan di sekolah Jami’atul khair di Bogor.

Kemudian atas jasa seorang staf pimpinan Jami’atul khair, Abdullah Al-Attas,

didatangkan pula seorang pengajar asak Tunis dan lulusan kulliyyah Azzaitun, yaitu Muhammad Al-Hasyimi, kemudian ditempat disekolah Jami’atul khair di Tanah Abang.

Muhammad Al-Hasyimi adalah seorang berkebangsaan Tunis yang pernah ikut memberontak melawan pemerintah Prancis, ia dikenal sebagai guru olahraga dan memiliki berbagai pengetahuan keterampilan, seperti memasak, membuat sabun dan lain sebagainya. Dialah yang pertama kali yang mengenalkan gerakan kepanduan dikalangan umat Islam Indonesia. dengan demikian ia mestinya disebut sebagai “bapak kepanduan Islam Indonesia”.

Dalam perkembangan berikutnya, Abdullah Al-Atas mengalami perselisihan dengan pengurus Jami’atul khair. Karena perselisihan itu dia memutuskan untuk meninggalkan Jami’atul khair, dan mendirikan Al-Atas school pada tahun 1912.langkah Abdullah Al-Atas ini diikuti oleh Al-Hasyimi dengan cara meninggalkan Jami’atul khair dan bergabung dengan Al-Atas Schcool. Namun ketika Irsyad berdiri, dia meninggalkan Atas school dan bergabung dengan Al-Irsyad serta menjadi guru pada sekolah Al-Al-Irsyad.

Dua tahun kamudian, atas jasa Ahmad Surkati, didatangkan empat orang pengajar lagi, yaitu syaikh Ahmad Al-Aqib Assudani. Ditempatkan di sekolah Al-Khairyyah di Surabaya, syaikh Abul Fadhel Muhammad Assati Al-Anshari, saudara kandung Ahmad Surkati

ditempatkan disekolah Jami’atul khair di Tanah Abang, syaikh Muhammad Nur Muhammad Khair An-Anshari ditempat disekolah Jami’atul khair di Pekojan dan Jami’atul khair di Krukut. Dalam perkembangan selanjutnya Syaikh Hasan Hamid Al-Anshari dipindahkan ke Bogor karena syaikh Muhammad Abdul Hamid Assudani kembali ke Negerinya.

Jika ditelusuri awal mulanya, munculnya Al-Irsyad dilatarbelakangi oleh terjadinya pertentangan dalam Jami’at Al-Khair, terkait persoalan konsep kafa’ah dalam pernikahan. Yakni, apakah mereka yang memiliki gelar sayyid boleh menikah dengan rakyat biasa atau tidak? Bagi masyarakat arab modernis, perkawinan semacam itu sah, akan tetapi menurut kaum tradisionalis, pernikahan itu dianggap tidak sah, karena salah satu syarat sahnya perkawinan adalah adanya kafa’ah antara kedua mempelai. Kalau syarat kafa’ah ini tidak terpenuhi maka perkawinan dianggap batal atau tidak sah.

Semula, perdebatan kafa’ah ini muncul pertama kali ketika Ahmad Surkati berkunjung ke Solo, tepatnya dalam suatu pertemuan di kediaman Al-Hamid dari keluarga Al-Azami. Pada saat menjamu Surkati ini terjadi pembicaraan tentang nasib seorang syarifah, yang karena tekanan ekonomi terpaksa hidup bersama seorang China di Solo. Surkati menyarankan agar dicarikan dana secukupnya untuk memisahkan kedua orang yang tengah kumpul kebo itu. Pilihan lain yang diajukan Surkati adalah hendaknya dicarikan seorang muslim yang ikhlas menikahi secara sah si Syarifah tersebut, agar ia bisa terlepas dari gelimang dosa.

Salah seorang yang hadir, Umar bin Said Sungkar bertanya pada Surkati: ”apakah yang demikian itu diperbolehkan menurut hukum ajaran agama Islam, sementara ada hukum yang mengharamkan karena tidak memenuhi syarat kafa’ah, meskipun syarat-syarat lainnya sudah terpenuhi”.

(6)

”Mengguncang” masyarakat Arab golongan Alawi. Fatwa ini dianggap sebagai penghinaan besar terhadap kelompok mereka. Mereka menuntut kepada Surkati agar bersedia mencabut fatwanya, namun Surkati tetap mempertahankan fatwanya dan berusaha menghormati pendapat publik baik yang setuju maupun yang menolak.

Akibat telah mengeluarkan fatwa, pada tahun 1914 Ahmad Surkati dikeluarkan dari Jami’atul Al-Khair. Setelah dikeluarkan dari jami’atul Al-Khair dengan dibantu oleh Sayyid Saleh bin Ubaid Abdatu dan Sayyid Said Masya’bi untuk mendirikan madrasah Al-Irsyah Al-Islamiyah yang diresmikan pada tanggal 15 Syawal 1332 H. Bertepatan dengan 6 September 1914 dengan dia sendiri sebagai pimpinannya.

Tidak lama setelah Surkati dikeluarkan dari Jami’atu Al-Khair, keluar pula para guru yang berasal dari Makkah, baik yang datang bersama Surkati maupun yang datang atas jasa Surkati. Sebagian mereka kembali ke Makkah dan sebagian tetap tinggal di Indonesia dan bergabung dengan Al-Irsyad sampai akhir hayat mereka di Indonesia. Di antara mereka adalah: Abul Fadhel Muhammad Khair Al-Anshori yang tidak lain adalah saudara kandung Surkati, Syaikh

Muhammad Nur Muhammad Khair Al-Anshori, dan lain sebagainya.

Izin untuk pembukaan dan pengelolaan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah berada ditangan dan atas nama Surkati. Berdasarkan ordonasi guru 1905 yang mengatur pendidikan islam, beban tanggung jawab Surkati akan ringan apabila Madrasah tersebut dinaungi oleh satu organisasi yang teratur dan memiliki status badan hukum. Maka disiapkanlah berdirinya

Jami’iyyah Al-ishlah wa Al-irsyad Al-Arabiyyah, yang beberapa tahun kemudian diganti dengan nama Jami’iyyah Al-Ishlah wal Irsyad Al-Islamiyyah.

Permohonan pengesahan diajukan kepada Gubernur Jendral AWF. I den Burg, sementara pengurusan Madrasah dilaksanakan oleh suatu badan yang diberi nama: Hai’ah Madaris

Jami’iyyah Al-Irsyad yang diketuai oleh Sayyid Abdullah bin Abu Bakar Al-Habsyi. Meskipun pengesahan dari Gubernur Jendral belum keluar, Syaikh Umar Yusuf Manggus telah berhasil menyewa gedung bekas hotel ORT yang tidak berfungsi lagi di Molenulist West, Jakarta, guna memenuhi kebutuhan yang agak mendesak karena perhatian dan peminat yang luar biasa.

Penghimpunan Al-Irsyad (sebagai lembaga yang memiliki hukum) akhirnya memperoleh pengakuan dari Gubernur Jendral pada tanggal 11 Agustus 1915. Dengan keputusan no 47, yang disiarkan dalam Javache Courant nomor 67 tanggal 20 Agustus 1915. Sejak itu Al-Irsyad, meminjam ungkapan Badjerei; ”meluncur laksana meteor; enerjik dan penuh vitalitas; kian hari kian besar dan meningglkan jami’at Al-Khoir jauh dibelakangnya.

Dalam perjalanannya, Al-Irsyad terlihat sering menjalin kerjasama dengan organisasi Modernis Islam lainnya, seperti Muhammadiyyah dan Persis sebagaimana diungkapkan oleh Badjerei berikut ini:

(7)

Kerjasama antara Al-Irsyad dengan organisasi Modernis Islam lainnya terus Berlanjut pada kongres Al-Islam ke-1 di Cirebon pada tahun 1922, kongres Al-Islam ke-2 tahun 1923 di Garud, kongres ke-3 di Surabaya tahun 1924, kongres Al-Islam ke-4 di Yogyakarta tahun 1925, kongres Al-Islam ke-5 di Bandung tahun 1926(Hussein Banjerei, 1996:114). Al-Irsyad juga menjalin kerjasama dengan gerakan-gerakan Islam lain dalam majelis islam A’la Indonesia MIAL. Menurut Hussein Badjerei, salah seorang tokoh pemikir dari Al-Irsyad, organisasi Al-Irsyad didirikan bukan untuk melawana atau menandingi Jami’at Al-Khoir. Al-Irsyad lahir bukan karena desakan kebencian kepada segolongan masyarakat Arab yang saat itu di sebut Alawiyyin. Semasa Surkati masih hidup, Al-Irsyad tidak melulu mengurusi dan berdakwah kepada

masyarakat Arab Hadrami; tidak melulu mengurusi perantau dari Hadramaut. Risalahnya cukup luas, surkati tidak mululu mengurusi persoalan pembaharuan dikalangan masyarakat Arab hadrawi.

Perhimpunan Al-Irsyad juga tidak dibangun dari asas kekesalah kemarahan, para pemimpinnya bukanlah diktator. Karena itulah Al-Irsyad bisa hidup terus sepanjang waktu, meski parapemimpinnya wafat dan silih berganti, sebagai kelompok organisasi Islam tertua yang telah meneliti sejarah di berbagai jama’ah, dari zaman penjajahan Belanda sampai sekarang ini.

Masa formatif Al-Irsyad diawali sejak kelahirannya. Akte pendirian dan anggaran dasar Al-Irsyad disahkan oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan nomor 47, tertanggal

11agustus 1915, dan disiarkan dalam surat kabar Javasche Courant Nomor 67, tertanggal 20 Agustus 1915. Keputusan ini kemudian menjadi izin resmi kelahiran organisasi ini, yaitu 19 Agustus 1915, dalam keputusan ini pula tercatat pengurus pertamanya, yaitu: Salim bin Awad Balweel sebagai ketua, Muhammad Ubaid Abud sebagai sekretaris, Said bin Salim Masya’bi sebagai bendahara, dan saleh bin Obeid bin Abdat sebagai penasehat.

Setelah peristiwa dikeluarkannya beslit dari Gubernur Jendral pada hari selasa tanggal 19 syawal 1333/31 Agustus 1915,maka diadakan rapat umum anggota.dalam rapat itu diputuskan susunan pengurus untuk kepentingan intern,yaitu;salim bin awad bal weel sebagai ketua, saleh bin obeid bin abdat sebagai wakil ketua,Muhammad Ubait Abut sebagai sekretaris,Said bin Salim Masy’abi sebagai bendahara.

Untuk lebih mendinamisasikan gerak dan langkah organisasi serta berperan aktif dalam

pemberdayaan masyarakat,dalam kepengurusannya Al-Irsyad membentuk majelis-majelis yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda,antara lain;1. majelis pendidikan dan pengajaran;2,majelis dakwah;3,majelis sosial dan ekonomi ;4,Majelis wakaf dan yayasan;5 majelis wanita dan

putri:6.majelis pemuda dan pelajar :7,majelis organisasi dan kelembagaan ;8,Majelis hubungan luar negri.

Patut garis bawahi bahwa dalam penyebaran gagasan atau pemikirannya,Al- Irsyad lebih memfokuskan pada upaya perbaikan dan pelayanan pendidikan.Ini biasa dilihat dari pembukaan sekolah Al-Isyad yang didukung oleh pemuka-pemuka arab.Terutama Syaikh Umar

(8)

Al-Islamiyyah”.Yang selanjutnya dikenal dengan nama Al- Irsyad,Al- irsyad beranggotakan semua orang islam yang berumur 18 tahun atau yang telah beristri dan tingggal diwilayah Indonesia. Periode perkembangan Al Irsyad ditandai dengan pembukaan cabangcabang Al -Irsyad dengan prioritas pertama pulau Jawa.Pada tanggal 29 Agustus 1917 Al- -Irsyad membuka cabang yang pertama di Tegal,dengan diketahui oleh Ahmad Ali Bais.Pada tanggal 20 November 1917 di resmikan pula keputusan untuk pembukaan cabang Al -Irsyad kedua,yaitu di Pekalongan dengan ketua pertama kalinya Said Bin Salaim Sahaq,cabang Al Irsyad ketiga dibuka di

Bumiayu pada tanggal 14 Oktober 1918,dengan ketuanya yang pertama adalah Husein Bin Muhammad Al Yazidi pada tanggal 31 Oktober 1918 Al Irsyad membuka cabang ke empat di cerebon,dengan ketua pertamanya Ali Awad Baharmuz.Tanggal 21 Januari 1919,dibuka cabang ke lima disurabaya. pembukaan cabang di Surabaya ini di nilai sebagai peristiwa amat penting dalam sejarah Al- Irsyad,karena kedudukan Surabaya waktu ini sebagai pusat kegiatan

pergerakan islam dan tempat berdomisilinya para pemuka masyarakat muslim pada waktu itu.Cabang ini

pertama kalinya di ketuain Oleh Muhammad bin Rayis bin Thaib

Pada periode berikutnya, setelah pulau jawa, Al irsyad semakin melebarkan saya at punya keluar jawa.Dari tahun 1927 sampai dengan tahun 1931 telah tercatat berdirinya cabang-cabang Al irsyad di lhokseumawhe Aceh , Menggala Lampung,Sungeiliat Bangka ,labuan haji dan talewang Nusa Tenggara Barat, Pemekasan, Probolinggo, Krian, Jombang, Bangil,

Sepanjang, Semarang, Comal, Pemalang, Prowokerto, Indramayu, Cibadak, Sindang laya, dan Solo.sampai tahun 1970-an, cabang Al-Irsyad telah tersebar diseluruh propinsi Sulawesi Utara dan sekarang, hampir disetiap propinsi di Indonesian telah berdiri cabang Al-Irsyad.

Di masing-masing cabanh tersebut, didirikan pusat pendidikan bagi warga Al-Irsyad khususnya, dan masyarakat. Luas pada umumnya.oleh pendirinya,Ahmad Surkati pendidikan formal dipilih sebagai wahana yang tepat untuk menyemaikan dan mengembangkan gagasan-gagasan Al-Irsyad seban agaimana telah dicanangkan dalam Mabadi Al-Irsyad.

Konsistensi dan fokus gerakan terhadap bidang pendidikan formal tampaknya tetap mampu dipertahankan hingga saat ini kiprah al irsyad lebih banyak di fokuskan kepada pengembangan pendidiksn fornal,yang di harapkan mampu membentuk generasi irsyadi.

Jika diklasifikasikan,maka akan terlihat perbedaan perkembangan pendidikan al irsyad dari setiap periode,periode 1914sampai dengan1942 menunjukan adanya perkembangan yang cukup pesat,namun pada periode 1942-1961 terjadi kemunduran .baruhlah pada periode1961-1982,pendidikan Al-Irsyad mengalami kebangkitan kembalidengan di tandai pedirian sekolah-sekolah Al- Irsyad di berapah daerah ditanah air .perkembangan yang cepat terjadi pada periode 1982-1997.pada periode ini Al- Irsyad masih dan berhasil mendirikan lembaga pendidika berupa pesantren dan perguruan tinggi

Terdapat keunikan dari pengembangan pendidikan Al-Irsyad,yaitu dengan didirikannya pesantren pada tahun 80-an.Jika pada kelompok tradisional {Nahdlatul

(9)

Jika pesantren itu didirikan oleh perorangan,maka pesantren Al Irsyad didirikan oleh Jam’iyyah (Organisasi),dengan manajement pesantren yang tidak bersifat kekeluargaan.kitab-kitab yang diajarkan dipesantren Al Irsyad,Meskipun sama-sama berbahasa arab,namun tidak tergolong kitab kuning seperti yang diajarkan dipesantren-pesantren itu.kitab-kitab tersebut ditulis oleh para ulama komtemporer di timur tengah.lebih dari itu,kesan lux juga terlihat pada pesantren-pesantren milik Al Irsyad,jika dibandingkan dengan pesantren-pesantren tradisional, Akibatnya biaya pendidikan pun menjadi mahal.

Bisa dikatakan bahwa dalam pengembangan pendidikan islam di Indonesia,Al Irsyad telah berhasil mempelopori pendirian lembaga-lembaga islam modoren,yang pada massa berikutnya di ikutin oleh ormas-ormas islam lain.Namun demikian,meskipun lembaga pendidikan Al Irsyad didirikan oleh organisasi yang merupakan representasi dari masyarakat keturunan arab,pribumi yang simpati dan bersekolah dilembaga-lembaga pendidikan Al Irsyad,baik sekolah pesantren maupun perguruan tingginya

Meskipun Al Irsyad didirikan tidak hanya oleh Ahmad sukarti,namun berbicara kontributor pemikiran untuk Al Irsyad sosok sukarti tetap menjadi fokus utama. Dia juga menjadi figur utama dan sentral yang tinggi kini gagasan-gagasannya masi dipakai dan

menyemangati Al Irsyad. Berbicara tentang gagasan Sukarti,maka tidak salah lagi bahwasanya Sukarti mengadopsi pemikiran dari Muhammd abdul Wahab sebagai sang inspiratornya.

Jika dirunut,genealogi pemikiran keislaman Al Irsyad bermula dari kehadiran Ahmad Sukarti di Indonesia.saat itu,sukarti merasa menghadapi masyarakat yang memiliki kesamaan ciri dengan yang dihadapi Muhammad Abdul Wahab pada masanya.baik Sukarti maupan Abdul Wahab sama-sama dihadapkan pada persoalan yang sangat mendasar dalam agama islam,yakni Taulid kehadiran Sukarti di Indonesia,khususnya dikota Solo,membuat dia merasa prihatin dengan kemurnian ajaran tauhid yang berkembang dimasyarakat.Meskipun agama islam telah berkembang cukup lama di Indonesia,namun pengaruh Hindu-Budha maupun budaya lokal masih sangat kuat,apa lagi di kota Solo yang merupakan pusat situs kerajaan besar di Indonesia,tentu persinggungan islam dengan budaya setempat masih sangat insentif.

Meyikapi kondisi yang demikian,Ahmad Sukarti pernah menyampaikan beberapa pandangan tentang ketauhidan. Apa bila di bandingkan dengan pandangan Muhammad bin Abdul Wahab,maka terdapat kemiripan, sebagai contoh, Sukarti mempersoalkan Bid’ah sebagai berikut:

Pertama,Taklid buta sebagaimana yang dilakukan para ulama yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk memahami Al-Quran dan Hadits.Namun mereka menjadikan pendapat seseorang sebagai dalill agama Sukarti menyatakan adapun taklid buta dan menjadikan pendapat orang sebagai dalill agama tidak diperbolehkan oleh allah dan rosull-nya,para sahabat maupun para ulama terdahulu,dan merupakan bid’ah yang sesat.

(10)

Setiap yang baru dalam agama adalah bid ”ah ,setiap bid ah adalah sesat ,dan setiap yang sesat akan masuk neraka’’.

Ketiga,dalam kasus pembayaran fidyah membayar sejumlah tebusan kepada orang lain untuk mengganti shalat dan puasa yang di tinggalkan oleh salah seorang anggota

keluarganya,ketika menyampaikan fidyah seseorang berkata ;’’terimalah uang ini sebagai penebus shalat dan puasa si fulan ’’.kemudian si penerima menjawab ,’’saya terima pemberian ini ’’ .bagi surkarti,pembuatan ini dilarang karena tidak di dasarkan atas dasar dalil agama ,dan merupakan perbuatan bid’ah.

Keempat,dalam kasus pembacaan talqin untuk mayat yang baru di kubur surkarti melihatnya sebagai pembuatan yang tidak bedasarkan tuntunan al qur’an dan hadits juga tidak ada petunjuk dari para sahabat

Kelima,pembuatan berdiri pada saat melakukan pembacaan kisah maulid nabi muhammad saw,bagi surkarti bukan perbuatan agama,namun demikian,apa bila perbuatan tersebut di pandang sebagai perbuatan agama,atau termasuk dalam ruang lingkup agama,maka pembuatan tersebuttetap di anggap sebagai perbuatan bid’ah.

Keenam,pengucapan niat (Nawaitu atau Ushalli) bagi Sukarti adalah perbuatan bid’dah.Alasannya,melafalkan niat demikian dipadang sebagai tambahan dalam melaksanakan niat yang seharusnya merupakan maksud didalam hati.Menurut Sukarti pula,ia tidak pernah memperoleh petunjuk bahwa perbuatan tersebut pernah dirawihkan orang dari nabi

Muhammad,atau dari para sahabat,walaupun diajarkan oleh salah satu imam yang keempat.Dari berbagai sumber rujukan dapat disimpulkan bahwa niat adalah maksud dalam hati lebih tidak beralasan lagi ialah pendapat tentang wajib atau sunnahnya pengucapan lafal niat tersebut.Itu berarti ”mewajibkan apa yang sebenarnya tidak wajib”.

Ketujuh, adat berkumpul untuk melakukan ritual tahlil dirumah orang yang baru ditimpah musibah kematian menurut Sukarti, merupakan perbuatan Bid’ah dan bertentangan dengan sunnah rasul.Sukarti menilai parbuatan tersebut sebagai perbuatan yang membebeni keluarga yang terkena musibah.Dan perbuatan terpuji yang berkenan dengan keluarga yang terkena musibah adalah penyediakan makanan,sebagaimana Sabda nabi Jafar bin Abi Thalib meninggal dunia.”Buatlah makanan bagi keluarga Jafar, ,sebab mereka telah ditimpa sesuatu yang membuat mereka lupa makan”.

Dan kedelapan,adat berdzikir bersama dan berdoaa bersama setelah shalat wajib lima waktu menurut surkarti, merupakan perbuatan bid’ah dan bertentangan dengan sunnah Rasul. Surkati menilai perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang mengada-ada dan menambah-nambah karena Rasulallah selesai sholat wajib lima waktu, langsung mengerjakan sholat sunnah ba’diah dirumah, tetapi kalau ada yang akan dia sampaikan maka dia berdiri lalu menyampaikannya ke umat Muslim.

Pendeknya, dari negara Sudan, Ahmad Surkati datang dengan membawa ”gagasan rasional”. Gagasan itulah yang kemudian memberi kontribusi besar bagi lahirnya Irsyad Al-Islamiyyah, sebuah gerakan pembaharuan untuk memperbaiki pemahaman keberagaman muslim Indonesia.Deliar Noor menyatakan, seperti halnya seperti Modernis muslim Indonesia yang lain. Pemikiran-pemikiran yang berkembang di Al-Irsyad banyak dipengaruhi oleh pemikiran

(11)

awal abad ke-20, melalui kontak personal antara masyarakat Arab di Indonesia dengan mereka yang berada di Timur Tengah, juga melaui penerbitan-penerbitan majalah, seperti majalah Al-Manar dan lain-lainnya

2. Sarekat Islam

Organisasi Serikat Islam pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh R.M. Tirtoadisuryo pada tahun 1909 dengan tujuan untuk melindungi hak-hak pedagang pribumi Muslim dari monopoli dagang yang dilakukan untuk pedagang-pedagang besar Tionghoa.

Kemudian tahun 1911 di kota Solo oleh Haji Samanhudi didirikan organisasi dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Tujuan perkumpulan ini adalah untuk menghimpun para pedagang Islam agar dapat bersaing dengan para pedagang asing seperti pedagang Tionghoa, India dan Arab. Karena pada saat itu pedagang-pedagang tersebut lebih maju usahanya daripada pedagang Indonesia dan keadaan itu sengaja diciptakan oleh Belanda. Adanya perubahan sosial menimbulkan kesadaran kaum pribumi. Sebagai ikatan solidaritas dan lambang kelompok, perlu ada ideologi gerakan.

SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi

perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh dan akhirnya pada tahun 1912 oleh pimpinannya yang baru yaitu Haji Omar Said Cokroaminoto namanya diubah menjadi Sarekat Islam. Hal ini dilakukan agar organisasi ini tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalamkegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.

Tujuan SI mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong diantara muslim. Tujuan utama SI 1913 adalah

mengembangkan perekonomian. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan. SI berkembang pesat, pada waktu diajukan sebagai Badan Hukum, Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Dengan perubahan waktu a k h i r n y a S I p u s a t d i b e r i p e n g a k u a n s e b a g a i B a d a n H u k u m p a d a b u l a n M a r e t t a h u n 1 9 1 6 . S e t e l a h pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917. SI akhirnya mengalami perkembangan yang lebih pesat dibandingkan Budi Utomo dan mulai disusupi aliran Revolusioner Sosialis, mengapa begitu? Karena SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. SI sebagai organisasi besar akhirnya terpecah setelah disusupi oleh orang-orang yang telah dipengaruhioleh paham sosialis. Paham sosialis ini disebarkan oleh Sneevlet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sosialistische Democratische Vereeniging). Mereka menyebar luaskan ajaran sosialis dan terang-terangan menentang kebijakan-kebijakan pimpinan Sarekat Islam. Hal ini menyebabkan SI pecah

(12)

setelah Semaun dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya dengankongres SI ke-6 tahun 1921 tentang perlunya disiplin partai, seorang harus memilih antara SI atau organisasi lain tujuannya agar SI bersih dari unsur-unsur komunis. SI berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Pada kongres PSI tahun 1927 menyatakan bahwatujuan perjuangan adalah mencapai kemedekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah PSI ditambah namanya dengan Indonesia sehingga menjadi Partai Serikat Islam Indonesia (PSII). Pada tahun itu juga PSII menggabungkan diri dengan Permufakatan

Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia(PPPKI).

Pada perkembangan selanjutnya tumbuhlah cabang-cabang SI di berbagai daerah, seperti SI Semarang, SI Yogyakarta, SI Surakarta serta SI Surabaya dan tidak lupa dibentuk pula semacam SI pusat atau CSI dengan struktur modern. Walaupun para pengikut Sarekat Islam begitu banyak, tetapi tidak semuanya mempunyai pengertian dan pemahaman atas tujuan dan kegiatan organisasi tersebut, sehingga terjadi berbagai penyimpangan yang mengatasnamakan organisasi Sarekat Islam. Pada tahun 1916 sampai tahun 1921 SI mulai memliki struktur

organisasi yang stabil. Sifat politik dari organisasi ini dirumuskan dalam Asas dan Program kerja yang disetujui oleh kongres yang diadakan pada tahun 1917. Program kerja dibagi atas 8 bagian, yaitu:

1) Masalah politik, Sarekat Islam menuntut berdirinya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikannya menjadi suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk keperluan legislatif.

2) Dalam bidang pendidikan, partai menuntut penghapusan peraturan yang mendiskriminasikan penerimaan murid di sekolah-sekolah.

3) Dalam bidang agama, partai menuntut dihapuskannya segala bentuk undang-undang dan peraturan yang menghambat penyebarluasan ajaran agama Islam, pembayaran gaji kyai dan penghulu, subsidi bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam dan pengakuan hari-hari besar Islam. 4) Sarekat Islam menuntut dalam hal pemisahan kekuasaan yudikatif dan eksekutif, dan

menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama diantara golongan penduduk negeri.

5) Dalam bidang agrarian dan pertanian, menuntut penghapusanparticuliere landrijen (milik tuan tanah), dan dengan mengadakan ekspansi serta perbaikan irigasi.

6) Dalam bidang industry, menuntut agar industri-industri yang sangat penting agar

dinasionalisasikan industry-industri yang bersifat monopoli dan memenuhi pelayanan dan barang-barang pokok bagi rakyat banyak.

7) Dalam bidang keuangan dan perpajakan, partai menuntut adanya pajak-pajak berdasarkan proposianal serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan. Partaipun menuntut adanya bantuan pemerintah bagi perkumpulan koperasi.

8) Dalam bidang sosial, partai menuntut hendaknya pemerintah memerangi minuman keras dan candu, perjudian dan prostitusi, melarang penggunaan tenaga anak-anak, mengeluarkan

peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja serta menambah jumlah poliklinik secara gratis.

Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini

(13)

kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan religius dalam masyarakat Indonesia. Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober 1917. Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29 September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di luar parlemen.

3. Persatuan Islam (Persis) a. Sejarah

Tampilnya jam’iyyah Persatuan islam (Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan “reformasi” Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, mempengaruhi masyarakat Islam Indonesia untuk melakukan pembaharuan Islam.

Persatuan Islam atau Persis didirikan oleh KH Zamzam di Bandung pada tanggal 17 September 1923, merupakan organisasi Islam yang bertujuan memberlakukan hukum Islam berdasarkan Alquran dan Hadis, dan pada awalnya terbentuk pada masa penjajahan kolonial Belanda dengan tidak berdasarkan kepentingan atau kebutuhan masyarakat, tetapi karena terpanggil oleh kewajiban untuk menyampaikan risalah dari Allah SWT. Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam Al Quran Surat 103 : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang (aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai”. Serta sebuah hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Kekuatan Allah itu bersama al-jama’ah”.

Ide dari pendirian organisasi Persis berasal dari pertemuan yang bersifat non-formal yang dilakukan secara berkala di rumah salah seorang kelompok masyarakat, di dalam pertemuan tersebut membicarakan berbagai permasalahan atau peristiwa yang terjadi atau yang sedang dihadapi, termasuk membicarakan masalah keagamaan dan gerakan keagamaan pada umumnya, dan pada saat itu KH Zamzam dan Muhammad Yunus mengemukakan pikiran-pikiran mengenai gerakan organisasi Islam.

Pembentukan organisasi pergerakan Islam Persatuan Islam adalah sebagai bentuk jawaban terhadap berbagai macam doktrin yang dapat merusak akidah umat Islam, sehingga membangkitkan semangat para ulama untuk melawan dengan menggerakkan masyarakat dan mengantisipasi terjadinya kemusyrikan yang banyak terjadi dan dipandang sebagai bentuk pencemaran terhadap kemurnian ajaran Islam.

(14)

Kepemimpinan Persis periode pertama (1923 1942) berada di bawah pimpinan H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Muhammad Natsir yang menjalankan roda organisasi pada masa penjajahan kolonial Belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya.

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ketika semua organisasi Islam dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis bergerak sendiri-sendiri menentang usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala Jepang. Hingga menjelang proklamasi kemerdekaan Pasca kemerdekaan. Persis mulai melakukan reorganisasi untuk menyusun kembali system organisasi yang telah dibekukan selama pendudukan Jepang, Melalui reorganisasi tahun 1941, kepemimpinan Persis dipegang oleh para ulama generasi kedua diantaranya KH. Muhammad Isa Anshari sebagai ketua umum Persis (1948-1960), K.H.E. Abdurahman, Fakhruddin Al-Khahiri, K.H.O. Qomaruddin Saleh, dll. Pada masa ini Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil; pemerintah Republik Indonesia sepertinya mulai tergiring ke arah demokrasi terpimpin yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno dan mengarah pada pembentukan negara dan masyarakat dengan ideology Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom).

Persis menjadi terkenal atau mengalami kemajuan setelah A. Hasan, Muhammad Natsir, dan Isa Anshary, menjadi tulang punggung dari gerakan Persatuan Islam, dengan tujuan

mengembalikan umat Islam kepada Alquran dan Hadis, menghidupkan ruh jihad dan ijtihad, serta membasmi segala bentuk bid’ah, khurafat, takhyul, taqlid, dan syirik, dengan

menggerakkan dakwah kepada seluruh lapisan masyarakat, mendirikan Madrasah untuk anak-anak, kursus pengajian untuk para pemuda, dan menyediakan kelas khusus untuk siswa yang sekolah pada sekolah Belanda, menerbitkan risalah dan majalah “Pembela Islam” (1929-1933), dan masih banyak lagi bentuk pergerakan lainnya yang dilaksanakan Persis dalam langkah pencapaian tujuan gerakan tersebut.

Setelah berakhirnya periode kepemimpinan K.H. Muhammad Isa Anshary,

kepemimpinan Persis dipegang oleh K.H.E. Abdurahman (1962-1982) yang dihadapkan pada berbagai persoalan internal dalam organisasi maupun persoalan eksternal dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang menyesatkan seperti aliran pembaharu Isa Bugis, Islam Jama’ah, Darul Hadits, Inkarus Sunnah, Syi’ah, Ahmadiyyah dan faham sesat lainnya.

Kepemimpinan K.H.E. Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A. Latif Muchtar, MA. (1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses regenerasi dari tokoh-tokoh Persis kepada eksponen organisasi otonom kepemudaannya. (Pemuda Persis). Pada masa ini terdapat perbedaan yang cukup mendasar: jika pada awal berdirinya Persis muncul dengan isu-isu kontrofersial yang bersifat gebrakan shock therapy pada masa ini Persis cenderung ke arah low profile yang bersifrat persuasive edukatif dalam menyebarkan faham-faham al-Quran dan Sunnah.

Sepeninggalnya KH. Siddiq Amien (31 Oktober 2009), ketua umum Persis dipegang oleh Prof. Maman Abdurrahman, penunjukkan ini dilakukan oleh Musyawarah Khusus PP persis di Qarnul Manazil bandung yang dipimpin Majlis Penasehat PP. Persis. Muktamar ke XIV di Tasikmalaya yang berlangsung pada tanggal 25-27 September 2010 untuk masa jihad 2010-2015.

(15)

Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah. Hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.

Untuk mencapai tujuan jam’iyyah, Persis melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4 Maret 1936. dari pesantren Persis ini kemudian berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal (Taman kanak-kanak) hingga perguruan tinggi. Kemudian menerbitkan berbagai buku, kitab-kitab, dan majalah antara lain majalah Pembela Islam (1929), majalah Al-Fatwa, (1931), majalah Al-Lissan (1935), majalah At-taqwa (1937), majalah berkala Al-Hikam (1939), Majalah Aliran Islam (1948), majalah Risalah (1962), majalah berbahasa Sunda (Iber), serta berbagai majalah yang diterbitkan di cabang-cabang Persis. Selain pendidikan dan penerbitan, kegiatan rutin adalah menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis maupun permintaan dari cabang-cabang Persis, undangan-undangan dari organisasi Islam lainnya, serta masyarakat luas.

Sejak mulai berdiri secara umum Persis kurang memberi penekanan pada kegiatan organisasi dan tidak terlalu berminat untuk memperbanyak atau membentuk cabang atau menambah jumlah anggota, karena pembentukan cabang tergantung dari inisiatif dari peminat, tidak berdasarkan oleh suatu rencana yang dilakukan oleh pemimpin organisasi secara

berstruktur, atau dapat dikatakan pembentukan cabang dari organisasi Persis dilakukan secara bebas sesuai dengan inisiatif dari anggota organisasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa gerakan Persis berdiri dengan landasan untuk mengembalikan umat Islam kepada Alquran dan Hadis, karena pengaruh dari kolonial Belanda yang menjadikan masa kebodohan bagi umat Islam, sehingga Persis merupakan bentuk aksi yang bertujuan untuk merubah paradigma tersebut.

d. Persatuan Islam Masa Kini

Pada masa kini Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang lebih realistis dan kritis. Gerak perjuangan Persis tidak terbatas pada persoalan persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas kepada persoalan-persoalan strategis yang dibutuhkan oleh umat Islam terutama pada urusan muamalah dan peningkatan pengkajian pemikiran keislaman.

4. Muhammadiyah

a) Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

(16)

untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah

kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang

Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

b) Perkembangan Muhammadiyah di Indonesia

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.

Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.

Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.

Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup

berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.

1) Perkembanngan secara Vertikal

(17)

Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.

2) Perkembangan secara Horizontal

Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Perkembangan Muhamadiyah

dalam bidang keagamaanterlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan, serta

memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah dilakukan:

Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

a. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern. b. Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada pada

amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang. c. Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil

perkebunan, serta amengatur pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.

d. Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga berencana. e. Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk peran dari kepeloporan

pemimpin Muhammadiyah.

f. Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup Muhammadiyah”, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam secara sederhana, tetapi menyeluruh.

Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:

a. mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan, dan

b. mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.

Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.

Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:

a. Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.

b. Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka. c. Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak memublikasikan

majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan Islam.

d. Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani

(18)

Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:

a. Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.

b. Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja

beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.

c. Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.

d. Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di kalangan umat Islam Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khotbah ataupun tulisan-tulisannya.

e. Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan bangsa Jepang. Muhammadiyah pun diperintah untuk

melakukan Sei-kerei, membungkuk sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit. Muhammadiyah menolak perintah itu.

f. Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di dalamnya.

g. Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik.

C. Kesimpulan

(19)

sosial kemasyarakatan islam ini menjelaskan tentang Muhammadiyah, Al-irsyad, Dan persatuan islam.

B. Saran

Dari makalah yang kami paparkan bahwa kami sedikit mengambil memberikan saran bagi yang sempat membaca makalah ini agar bisa mengambil hikmah dari sebuah cerita awal kelahiran islam di indonesia,di mana pada jaman dahulu Imam bonjol melancarkan kemurnian Aqidah islam seperti yang dilakukan oleh gerakan wahabi, Karena kaum tua yang sangat kuat,dan pastinya makalah ini belum sepurnah oleh karna itu kami minta partisipasi teman-teman untuk menyempurnakan makalah ini,sekian dan terimah kasih.

Referensi

Dokumen terkait

sekolah Adabiyah dan Muhammadiyah. Pendidikan Agama Islam yang berbentuk lembaga mengalami banyak variasinya. Variasi tersebut di antaranya: 1) Madrasah milik masyarakat, 2)

Gerakan yang diusung oleh tiga tokoh pembaharu, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha, dikenal dengan gerakan Salafiyah yaitu suatu aliran keagamaan

Gerakan pembaharuan yang dilakukan KH Mas Abdurahman di Mathla‟ul Anwar adalah sebagai seorang direktur (mudir) untuk urusan pendidikan dan urusan dakwah di

Perhatian terhadap ekonomi Islam dibuktikan dengan diadakannya para ahli hukum dalam lembaga pendidikan di Indonesia yang nantiya paham akan masalah terkait perkembangan ekonomi

Selain itu, dukungan gerakan anti korupsi juga menyasar lembaga pendidikan tinggi sebagai bentuk aktualisasi tri darma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian

Peran muslim milenial Indonesia dalam gerakan ekonomi Islam sangat penting keunggulan mereka menguasai teknologi sehingga ketika mereka bekerja di lembaga keuangan

Upaya untuk dapat setara dan bersaing dengan pendidikan umum menjadi keseriusan dalam perjalanannya, seperti pesantren yang diakui termasuk sebagai sistem

Faktor-faktor yang dimaksud adalah pertama, pendidikan Muhammadiyah mengusung gerakan tajdid atau juga disebut sebagai gerakan pembaharuan, maksudnya Sistem Pendidikan Muhammadiyah