• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Implementasi Jaringan Fiber Optic menggunakan Teknologi GPON (Studi Kasus : Perumahan Graha Padma)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Implementasi Jaringan Fiber Optic menggunakan Teknologi GPON (Studi Kasus : Perumahan Graha Padma)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Implementasi Jaringan Fiber Optic menggunakan

Teknologi GPON

(Studi Kasus : Perumahan Graha Padma)

Artikel Ilmiah

Diajukan kepada

Fakultas Teknologi Informasi

untuk memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Oleh:

Wisnu Adi Nugroho

NIM: 672010274

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

1

Analisis Implementasi Jaringan Fiber Optic menggunakan Teknologi GPON ( Studi Kasus : Perumahan Graha Padma )

1)

Wisnu Adi Nugroho, 2)Dian W. Chandra

Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia Email : 1)[email protected],

2)

[email protected]

Abstrak

Pada perumahan Graha Padma akan dibangun jaringan baru menggunakan

fiber optic dan menggunakan parameter power link budget sebagai perhitungan awal. Namun pada saat pengujian terdapat perbedaan antara nilai perhitungan dan implementasi yang cukup signifikan. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengujian terhadap beberapa titik tertentu untuk menyelidiki perbedaan yang cukup signifikan. Setelah dianalisis diperoleh hasil bahwa penyebab perbedaan nilai yang cukup signifikan terdapat pada hasil proses

splicing.

Kata kunci : fiber optic,power link budget, splicing.

Abstract

Nowadays, Graha Padma housing will build a new network using fiber optic and power link budget parameter as the initial calculation. However, the testing showed that there was a significant difference between the value of the calculation and the implementation itself. This research was conducted by doing observations and testing on specific points to investigate the cause of the difference. After having analyzed using the splicing method, the result revealed that the cause of the significant difference in value was the splice or the cable connection.

Keywords : fiber optic, power link budget, splicing.

1. Pendahuluan

Pada era modern seperti saat ini, kebutuhan masyarakat akan suatu teknologi informasi dan komunikasi sudah bukan kebutuhan sekunder lagi melainkan menjadi kebutuhan primer. Para perusahaan penyedia layanan komunikasi pun berlomba-lomba mengembangkan layanannya. Kini bukan hanya layanan dalam bentuk suara, akan tetapi video dan data. Jaringan tersebut juga dikenal dengan Triple Play [1], dalam hal ini telepon, televisi, dan internet adalah contoh yang dimaksud. Dengan munculnya jaringan triple play maka diperlukan sebuah teknologi jaringan yang dapat menampung jaringan tersebut agar praktis dan efisien, juga tetap mempunyai kemampuan yang stabil.

(8)

2

membantu jaringan komunikasi lebih optimal dan diperkirakan pada tahun 2015 semua jaringan tembaga sudah tergantikan dengan kabel fiber optic setidaknya pada kota-kota besar [1]. Langkah tersebut merupakan strategi radikal yang dibuat oleh Telkom untuk merevitalisasi jaringan kabel miliknya. Selama ini, jaringan kabel tembaga hanya bagus untuk komunikasi suara. Sementara untuk layanan

Triple Play, belum bisa diterapkan. Karena itu PT. TELKOM perlahan akan melakukan perpindahan dari jaringan tembaga menuju jaringan fiber optic atau biasa disebut FTTH (Fiber Optic To Home) pada seluruh jaringan. Teknologi yang akan digunakan dalam jaringan FTTH adalah GPON (Gigabit Passive Optic Network). Akses pita lebar atau bandwidth 4 Mbps yang dilayani kabel tembaga menggunakan teknologi DSLAM (Digital Subscriber Line Access Multiplexer) baru mampu memberikan layanan Internet dan Warnet berkecepatan 512 Kbps.

Sedangkan akses pita lebar 20 Mbps dengan separuh kabel tembaga dan

fiber optic yang dilayani menggunakan teknologi MSAN (Multi-Service Access Node) sudah mampu memberikan layanan triple play. Akses pita lebar 100 Mbps yang menggunakan teknologi GPON (Gigabyte Pasive Optical Network) tentu memiliki kemampuan yang jauh lebih tinggi lagi [1].

Perancangan jaringan fiber optic dengan menggunakan teknologi GPON akan dilakukan pada perumahan Graha Padma yang terletak di kota Semarang yang saat ini masih menggunakan jaringan tembaga. Pemilihan perumahan Graha Padma adalah perumahan tersebut merupakan salah satu perumahan menengah ke atas di kota Semarang dan guna meningkatkan kualitas kecepatan internet dan menyediakan IPTv maka diperlukan jaringan triple play. Data dikumpulkan dari

development perumahan dan divisi PT. TELKOM yang menangani urusan tersebut yaitu Akses Witel Jateng Utara dan STO Tugu yang berlokasi di kota Semarang. Kemudian dilakukan perancangan jaringan dan penentuan perangkat yang digunakan. Setelah tercipta skema jaringan maka sistem dianalisis menggunakan teori perhitungan yaitu parameter power link budget guna mengetahui kelayakan sistem tersebut. Kemudian setelah proses perancangan dan perhitungan selesai, jaringan diimplementasikan di lapangan dalam hal ini perumahan Graha Padma. Setelah diimplementasikan, jaringan diuji untuk mengetahui kualitas jaringan dengan parameter power link budget sebagai acuan yang digunakan. Namun, tidak selalu hasil dalam pengujian sama dengan perhitungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai perhitungan awal dengan nilai pada pengujian dan dilakukannya perbaikan guna mengoptimalkan pelayanan kepada pelanggan.

2. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian terdahulu yang terdapat pada Jurnal “Analisis Implementasi GPON Dan MSAN Untuk Layanan Triple Play Pada Kota 2 Arnet Kota PT. Telkom Indonesia”, dinyatakan bahwa media transmisi yang digunakan GPON dan MSAN dalam layanan triple play ini harus menggunakan media transmisi fiber optic sedangkan untuk ke akses menggunakan copper cable.

(9)

3

terbaru dengan menggunakan GPON. Serat optik yang digunakan juga belum memakai fiber optic sepenuhnya, namun masih mempunyai sambungan kabel tembaga pada jaringan yang menuju kepada pelanggan.

Fiber to the Home (FTTH) merupakan suatu format penghantaran isyarat optik dari pusat penyedia (provider) ke kawasan pengguna dengan menggunakan serat optik sebagai medium penghantaran. Perkembangan teknologi ini tidak terlepas dari kemajuan perkembangan teknologi serat optik yang dapat mengantikan penggunaan kabel konvensional. Dan juga didorong oleh keinginan untuk mendapatkan layanan yang dikenal dengan istilah Triple Play Services yaitu layanan akan akses internet yang cepat, suara (jaringan telepon) dan video (TV kabel) dalam satu infrastruktur pada unit pelanggan.

Penghantaran dengan menggunakan teknologi FTTH ini dapat menghemat biaya dan mampu mengurangkan biaya operasi dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan. Ciri-ciri inheren serat optik membenarkan penghantaran isyarat telekomunikasi dengan lebar jalur yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan kabel konvensional.

Biasanya jarak antara pusat layanan dengan pelanggan dapat berkisar maksimum 20 km. Dimana pusat penghantaran penyelenggara layanan (service provider) yang berada di kantor utama disebut juga dengan central office (CO), disini terdapat peralatan yang disebut dengan OLT. Kemudian dari OLT ini dihubungkan kepada ONU yang ditempatkan di rumah-rumah pelanggan melalui jaringan distribusi serat optik (Optical Distribution Network, ODN). Isyarat optik dengan panjang gelombang (wavelength) 1490 nm dari hilir (downstream) dan isyarat optik dengan panjang gelombang 1310 nm dari hulu (upstream) digunakan untuk mengirim data dan suara [2].

Fiber optic atau serat optik adalah alat suatu media komunikasi yang berguna untuk mentransmisikan informasi melalui media cahaya. Teknologi ini melakukan perubahan sinyal listrik kedalam sinyal cahaya yang kemudian disalurkan melalui serat optik dan selanjutnya di konversi kembali menjadi sinyal listrik pada bagian penerima. Secara umum struktur serat optik terdiri dari 3 bagian, yaitu : (A) Inti (Core) atau Inti serat merupakan bagian paling utama dari serat optik, karena pada bagian ini informasi yang berupa pulsa cahaya ditransmisikan. (B) Bungkus (Cladding) merupakan pelapis inti, dan mempunyai bahan dasar yang sama dengan inti tetapi mempunyai indeks bias yang lebih kecil daripada inti. (C) Jaket (Coating) berfungsi sebagai pelindung core dan cladding

dari tekanan fisik [3].

(10)

4

Tabel 1. Spesifikasi Fiber Optic G.652 [4]

Untuk menghubungkan serat optik menggunakan splicer dikenal dengan sebutan fusion splicer yaitu suatu alat yang digunakan untuk menyambung core serat optik yang berbasis kaca yang mengimplementasikan daya listrik yang sudah dirubah menjadi sebuah media sinar berbentuk sinar laser yang berfungsi memanasi kaca yang putus pada core sehingga terhubung kembali secara baik. Alat sambung splicer ini harus memiliki keakuratan tinggi sehingga pada saat penyambungan (splicing) bisa mendekati sempurna, karena proses terjadinya pengelasan media kaca terjadi proses peleburan kaca yang menghasilkan suatu media yang tersambung dengan utuh tanpa adanya celah karena memiliki karakter media yang memiliki senyawa yang sama. Penyambungan bisa saja tidak utuh, karena tidak mengikuti prosedur penyambungan yang benar. Bila hal ini terjadi maka proses penyambungan harus diulangi lagi, hingga mendekati redaman yg sekecil-kecilnya. Splicer mempunyai redaman sebanyak 0,05 [5].

Untuk splitter yang akan digunakan ada 2 tipe yaitu splitter 1:4 dan splitter

1:8. Splitter 1:4 diletakan di ODC, sedangkan splitter 1:8 diletakan di ODP.

Splitter 1:8 dan 1:4 mempunyai redaman masing-masing 7,8 dB dan 11 dB [5]. Konektor terdapat pada ujung dari serat optik yang terhubung langsung pada perangkat. Konektor pada fiber optik terbuat dari material yang sederhana seperti plastik, karet dan kaca sehingga lebih praktis. Konektor yang digunakan adalah konekor SC. Konektor SC digunakan pada bagian OLT,ODC,ODP dan ONT. Konektor mempunyai redaman sebanyak 0,2 dB [6]. Untuk pengukuran dilakukan menggunakan Embassy untuk mengukur attentuation dan margin daya, sedangkan untuk mengetahui panjang kabel, terjadinya splice menggunakan OTDR (Optical time-domain reflectometer).

Secara prinsip, GPON terdiri atas OLT (Optical Line Termination) yang terletak di Central atau pada STO dan sekumpulan perangkat ONT (Optical network Terminal) atau ONU (Optical Network Unit) yang terletak di customer premises. Antara OLT dan ONU tidak ada perangkat aktif dan dihubungkan melalui ODN (Optical Distribution Network) yang terdiri atas fiber optik dan

passive splitter [6]. Gambar 1 merupakan gambaran dari GPON. Parameter Spesifikasi Unit Attenuation at

1310 nm Attenuation at 1490 nm

≤ 0.35

≤ 0.28

dB/Km

(11)

5

Gambar 1. GPON

Optical Line Terminal (OLT) menyediakan antarmuka antara sistem

Passive Optical network (PON) dengan PT. Telkom (service profider) video, data dan suara. Spesifikasi OLT disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2.Spesifikasi OLT

Optical Distribution Network (ODN) merupakan jaringan optik antara OLT sampai perangkat ONU/ONT. ODN menyediakan sarana transmisi optik dari OLT terhadap pelanggan dan sebaliknya. Transmisi ini menggunakan komponen optik pasif. ODN menyediakan peralatan transmisi optik antara OLT dan ONU. ODN dibedakan menjadi dua, yaitu ODC (Optical Distribution Cabinet) dan ODP (Optical Distribution Pack). ODC menerima sarana tranmisi optik dari OLT untuk kemudian disalurkan ke ODP yang berhubungan dengan ONT. Spesifikasi ONT ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Spesifikasi ONT Parameter Spesifikasi Unit

Optical Transmit Power

5 dBm

Downlink Wavelength

1490 nm

Uplink Wavelength 1310 nm

Spectrum Width 1 nm

Downstream Rate 2.4 Gbps

Upstream Rate 1.2 Gbps

Parameter Spesifikasi Unit

Downstream Rate 2.4 Gbps

Upstream Rate 1.2 Gbps

Downlink Wavelength 1490 nm

Uplink Wavelength 1310 nm

Max.Transmission Distance

20 Km

(12)

6

Optical Network Termination / Unit (ONT / ONU) menyediakan interface

antara jaringan optik dengan pelanggan. Sinyal optik yang ditransmisikan melalui ODN diubah oleh ONT / ONU menjadikan sinyal elektrik yang diperlukan untuk layanan pelanggan. Pada arsitektur FTTH, ONT / ONU diletakan di sisi pelanggan.

Perhitungan menggunakan parameter power link budget untuk mengetahui batasan redaman total yang diijinkan antara daya keluaran pemancar dan sensitivitas penerima. Perhitungan power link budget dilakukan berdasarkan standarisasi ITU-T G.984.2 dan juga peraturan yang diterapkan oleh PT. TELKOM yaitu redaman total tidak lebih dari 28 dB, margin daya melebihi 0, dan redaman instalasi 3 dB [6].

Parameter untuk perhitungan redaman total pada power link budget

sebagai berikut [6] :

Bentuk persamaan untuk perhitungan margin daya adalah : M = ( Pt – Pr ) - α total - SM

Keterangan :

Pt = Daya keluaran sumber optik ( dBm)

Pr = Sensitivitas daya maksimum detektor ( dBm) SM = Safety margin, berkisar 6 dB

Perhitungan awal digunakan untuk mengetahui apakah jaringan yang sudah dirancang memenuhi nilai toleransi yang sudah ditetapkan. Jika sudah memenuhi maka jaringan dapat diterapkan, namun jika nilai melebihi kapasitas dapat diambil langkah selanjutnya seperti memasang repeater sebagai penguat sinyal. Selain itu, perhitungan awal digunakan sebagai parameter untuk mengetahui selisih perbedaan nilai setelah diimplementasikan.

Redaman atau attenuation sebenarnya adalah fungsi dari panjang kabel

(hukum Beer-Lambert). Jika sinyal mengalir terlalu jauh maka kualitas dapat menurun, sehingga stastiun penerimanya tidak mampu lagi menginterpretasikan dan komunikasi akan gagal.

Dalam arti lain attenuation adalah melemahnya sinyal yang diakibatkan

(13)

7

Apabila sebuah sinyal dilewatkan suatu medium seringkali mengalami berbagai perlakuan dari medium (kanal) yang dilaluinya. Ada satu mekanisme dimana sinyal yang melewati suatu medium mengalami pelemahan energi yang

selanjutnya dikenal sebagai attenuation (pelemahan atau redaman) sinyal.

Sinyal optic dan sinyal radio, keduanya mengalami attenuation yang

cukup besar ketika ditransmisikan melalui atmosfer. Sinyal optic mengalami

attenuation yang rendah ketika ditransmisikan melalui kabel serat optic.

Attenuation sebanding dengan panjang dari medium. Melipat gandakan panjang

medium maka akan melipatgandakan juga total attenuation yang terjadi [7].

3. Metode Alur Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode NDLC (Network Development Life Cycle). Pada Gambar 2 menjelaskan tentang alur NDLC.

Gambar 2. Metode NDLC [8]

Tahap awal ini dilakukan analisa kebutuhan, analisa permasalahan yang muncul, dan analisa topologi / jaringan yang sudah ada saat ini. Pada tahap analisis langkah yang dilakukan adalah wawancara dengan pihak terkait yang menangani jaringan, dalam hal ini adalah PT. Telkom. Setelah melakukan wawancara dan mengumpulkan data tentang jaringan maupun pelanggan pada perumahan Graha Padma. Kemudian melakukan survei lapangan, guna mengetahui gambaran lokasi serta luas sehingga bisa dilakukan gambaran untuk jaringan yang akan dirancang. Setelah melakukan survei lapangan, selanjutnya melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan acuan dari buku, artikel, maupun sumber yang berkaitan dengan rancangan yang akan dibuat.

(14)

8

Gambar 3. Desain Jaringan Fiber dengan GPON

Dengan data yang sudah didapat pada tahap-tahap sebelumnya, maka mulai mendesain jaringan pada lokasi perumahan Graha Padma. OLT terdapat pada central office atau dalam kasus ini disebut STO ( Sentra Telepon Otomatis ) Tugu milik PT. TELKOM. Kemudian dari OLT diteruskan menggunakan kabel

feeder menuju perumahan Graha Padma. Dikarenakan wilayahnya yang cukup luas, maka distribusi jaringan dibagi menjadi 6 wilayah yang ditandai dengan warna kabel distribusi. Topologi yang digunakan dalam perangcangan jaringan ini menggunakan toplpogi star dengan pembagian wilayah distribusi terpusat pada ODC ( Optical Distribution Cabinet ) yang menerima aliran data dari OLT melalui kabel feeder. Selanjutnya ODC membagi wilayah distribusi menjadi 6 wilayah yang kemudian menuju ODP ( Optical Distribution Point ). ODP yang dirancang berjumlah 80 dengan splitter rasio 1:8. Setelah ODP, kemudian diteruskan menuju ke rumah-rumah pelanggan melalui drop cable. Pada rumah pelanggan sendiri nantinya menerima data melalui ONT dan akan dibagi lagi untuk layanan telepon atau voice, speedy atau data, maupun UseeTV atau gambar tergantung daftar layanan pelanggan.

(15)

9

Gambar 4. Desain Jaringan Perumahan Graha Padma

Untuk perhitungan power link budget maupun perhitungan margin daya setiap wilayah distribusi satu dengan jarak tertentu dari masing-masing wilayah distribusi. Berikut merupakan data-data yang digunakan dalam perhitungan redamandan margin daya.

Daya keluaran sumber optik (OLT/ONU) : 5 dBm Sensitivitas detektor (OLT/ONU) : -29 dBm

Redaman Serat optik G.652 (1310/1490) : (0.35, 0.28) dB/Km Redaman Serat optik G.657 (1310/1490) : (0.35, 0.28) dB/Km

Redaman Splice : 0.05 dB/splice

Konektor : 0.2 dB

Jenis PS 1:8 , 1:4 : 11 dB , 7.8 dB

Berikut merupakan perhitungan pertama menggunakan sampel jarak jaringan terjauh :

Jarak = 4,5 km

Jumlah Sambungan = 4 buah Jumlah Konektor = 4 buah

Downlink

Sp s α Ns. c Nc.α serat

L.α tot

(16)

10

α tot = (4,5 x 0.28) + (4x0.2)+(4x0.05)+(11+7.8)

α tot = 21,06 dB

Sehingga untuk perhitungan margin daya adalah sebagai berikut : M = ( Pt – Pr(Sensitivitas)) –α total – SM

Sehingga untuk perhitungan margin daya adalah sebagai berikut : M = ( Pt – Pr(Sensitivitas)) –α total – SM

M = ( 5 + 29 ) – 21,37 – 6 M = 6,63 dBm

Untuk hasil perhitungan selanjutnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perhitungan Power Link Budget

Jarak

Dari hasil perhitungan power link budget, dapat diketahui bahwa redaman pada downlink dan uplink memiliki nilai yang masih didalam batas aman redaman dengan nilai maksimal 28 dB. Sedangkan untuk margin daya dapat diketahui bahwa semua nilai pada tabel masih diatas 0.

Setelah menentukan topologi maka mulai dirancang kisaran perangkat yang akan digunakan dalam pemasangan jaringan. Jumlah yang tertera merupakan jumlah minimal yang perlu disediakan untuk memenuhi pemasangan jaringan. Namun pada saat penyediaan daftar perangkat oleh pihak PT. Telkom diusahakan melebihi jumlah yang dirancang untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan atau kekurangan perangkat. Misalkan untuk penggunaan kabel misalkan dibutuhkan panjang satu km, maka di dalam daftar ditulis dua km untuk selebihnya dijadikan cadangan apabila terjadi kerusakan pada pemasangan. Kabel fiber yang digunakan merupakan single mode yang dapat menampung panjang gelombang 1310 nm dan 1490 nm dimana panjang gelombang tersebut nantinya akan dilalui proses

upstream dan downstream. Setiap gulungan kabel mempunyai panjang maksimal satu km, dan untuk menyambung kembali dilakukan proses splicing.

(17)

11

Tabel 5. Daftar Perangkat No. Perangkat Jumlah

1 OLT 1 buah

2 Fiber Optic 118 km

3 ODC 1 buah

4 Passive Splitter 1:4

17 buah

5 ODP 80 buah

6 Passive Splitter 1:8

80 buah

7 ONT 270 buah

8 Konektor SC

1148 buah

9 Sambungan

Splice

118 buah

Setelah proses perancangan selesai dilakukan kemudian memasuki tahap implementasi. Implementasi merupakan tahapan yang sangat menentukan dari berhasil atau gagalnya project yang akan dibangun dan diuji dilapangan untuk menyelesaikan masalah teknis dan non teknis. Implementasi pada tahap ini merupakan proses pemasangan kabel dari STO Tugu menuju pelanggan di perumahan Graha Padma.

Setelah implementasi, tahapan monitoring merupakan tahapan yang penting, agar jaringan dapat berjalan sesuai dengan tujuan pada tahap awal analisis, maka perlu dilakukan kegiatan monitoring. Monitoring atau pemeliharaan dibagi menjadi dua kategori, pemeliharaan tidak terencana yaitu ketika jaringan mengalami gangguan dan pemeliharaan terencana yaitu pemeliharaan rutin yang dilakukan untuk menghindari adanya gangguan lainnya.

Pada tahap akhir adalah tahap manajemen dimana proses ini merupakan proses penanggulangan gangguan terhadap masalah-masalah atau keluhan pelanggan. Namun, untuk tahap monitoring dan manajemen dilakukan oleh PT. Telkom sehingga peneliti hanya sampai pada tahap uji coba sesuai kebutuhan.

4. Hasil dan Pembahasan

(18)

12

Tabel 6. Perbandingan Perhitungan dan Uji Pertama pada Upstream

Jarak (km)

Perhitungan Uji Pertama Selisih

Attenuation

attentuation bertambah sebanyak 6,2 dB dan output berkurang sebanyak 6,2 dBm. Jarak 3 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,05 dB dan output berkurang sebanyak 0,05 dBm. Jarak 2,5 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,05 dB dan output berkurang sebanyak 0,05 dBm. Jarak 2,05 km nilai attentuation

bertambah sebanyak 0,01 dB dan output berkurang sebanyak 0,01 dBm. Untuk perbandingan nilai downstream terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan Perhitungan dan Uji Pertama pada Downstream

Jarak (km)

Perhitungan Uji Pertama Selisih

Attenuation

attentuation bertambah sebanyak 5,9 dB dan output berkurang sebanyak 5,9 dBm. Jarak 3 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,25 dB dan output berkurang sebanyak 0,25 dBm. Jarak 2,5 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,15 dB dan output berkurang sebanyak 0,15 dBm. Jarak 2,05 km nilai attentuation

bertambah sebanyak 0,01 dB dan output berkurang sebanyak 0,01 dBm.

(19)

13

Pada titik jaringan dengan jarak 4,5 km dan 3,5 km mempunyai nilai yang cukup signifikan dengan hasil perhitungan. Kemudian jaringan tersebut dicek kembali menggunakan OTDR dengan mengukur jarak dan nilai splicing dan didapat bahwa nilai splicing menyebabkan perbedaan nilai yang cukup signfikan. Setelah dilakukan splicing pada jalur distribusi 4,5 km dan 3,5 km, maka dilakukan pengujian kedua. Pengujian kedua bukan hanya kepada kedua jalur melainkan terhadap jaringan yang lain, hal itu memastikan bahwa jaringan yang lain tidak terdapat kesalahan lagi. Hasil pada pengujian kedua untuk upstream disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan Perhitungan dan Uji Kedua pada Upstream

Jarak (km)

Perhitungan Uji Kedua Selisih

Attenuation dBm. Jarak 3 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,05 dB dan output power

berkurang sebanyak 0,05 dBm. Jarak 2,5 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,05 dB dan output berkurang sebanyak 0,05 dBm. Jarak 2,05 km nilai

attentuation bertambah sebanyak 0,01 dB dan output berkurang sebanyak 0,01 dBm. Kemudian untuk pengujian kedua downstream disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Perbandingan Perhitungan dan Uji Kedua pada Downstream

Jarak (km)

Perhitungan Uji Kedua Selisih

(20)

14

sebanyak 0,2 dB dan output berkurang sebanyak 0,2 dBm. Jarak 3,5 km nilai

attentuation bertambah sebanyak 0,13 dB dan output berkurang sebanyak 0,13 dBm. Jarak 3 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,25 dB dan output

berkurang sebanyak 0,25 dBm. Jarak 2,5 km nilai attentuation bertambah sebanyak 0,15 dB dan output berkurang sebanyak 0,15 dBm. Jarak 2,05 km nilai

attentuation bertambah sebanyak 0,01 dB dan output berkurang sebanyak 0,01 dBm.

Dengan nilai perbandingan yang sudah dilakukan pada uji kedua, maka dari enam wilayah distribusi sudah didapat nilai sudah memenuhi nilai toleransi redaman instalasi sebanyak 3 dB dari perhitungan.

Dari mulai perhitungan, uji pertama, dan uji kedua akan ditampilkan dalam bentuk grafik. Hal ini untuk menunjukan peningkatan maupun penurunan pada jaringan yang diuji. Pada Gambar 5 merupakan attentuation pada upstream.

Gambar 5. Attentuation pada Upstream

Dapat terlihat pada Gambar 5 dimana pada titik 4,5 km dan 3,5 km terdapat perbedaan yang sangat menonjol dengan yang lainnya. Hasil dari implementasi jaringan dan perhitungan pada perancangan cukup jauh perbedaannya. Hal ini disebabkan pada ketidaksempurnaan pada proses splicing

atau penyambungan kabel, sehingga membuat kabel menjadi longgar. Selain itu ketika melakukan instalasi jaringan kondisi cuaca kurang bersahabat, terjadi hujan yang membuat air masuk kedalam sambungan kabel karena sambungan yang longgar.

Selanjutnya untuk memperbaiki hal tersebut, dilakukan pengecekan kembali pada kondisi kabel dan dilakukan proses penyambungan kembali. Proses ini cukup memakan waktu karena harus mengurutkan urutan kabel dari awal untuk menemukan titik penyambungan yang kurang sempurna. Setelah proses penyambungan selesai pada kedua kabel, kemudian kabel dilapisi dengan

alumunium foil sebagai perlindungan tambahan agar meminimalisir sambungan terkena air. Pada uji kedua dapat diketahui bahwa jaringan pada titik 4,5 km dan 3,5 km sudah didapat nilai yang paling mendekati dengan perhitungan awal, begitu juga dengan jaringan yang lain. Hasil pada proses output power dapat dilihat pada Gambar 6.

0 5 10 15 20 25 30

4,5 4 3,5 3 2,5 2,05

Attentuation

Perhitungan

Uji Pertama

(21)

15

Gambar 6. Grafik Output Power pada Upstream

Pada output power juga pada titik 4,5 dan 3,5 mengalami penurunan nilai karena terjadi ketidaksempurnaan pada proses splicing. Untuk attentuation dan output power pada downstream disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7. Grafik Attentuation pada Downstream

Gambar 8 Grafik Output Power pada Downstream

Pada proses downstream, jaringan juga mengalami pencapaian nilai yang tidak sesuai yang diharapkan. Dimana pada titik jaringan dengan jarak 4,5 km dan

(22)

16

3,5 km mengalami perbedaan nilai yang cukup signifikan dengan perhitungan awal. Proses perbaikan pun dilakukan bersama seperti upstream.

Namun, pada pengujian terakhir didapatkan hasil yang mendekati dengan perhitungan dan nilainya sesuai dengan ketetapan yang dianjurkan oleh pihak PT. Telkom sebagai penyelenggara jaringan, yaitu toleransi batas redaman instalasi sebanyak maksimal 3 dB dari perhitungan awal, untuk attentuation tidak melebihi 28 dB dan output power melebihi 0 dBm.

Setelah disajikan dalam bentuk grafik, maka bagian terakhir menjelaskan penggunaan perangkat yang digunakan. Kabel dan splicer merupakan komponen yang nilainya melebihi ketentuan yang sudah diperkirakan. Hal ini terjadi karena rute yang dilalui kabel dengan yang sudah diperkirakan tidak sama, banyak terjadi perbedaan seperti jalur kabel yang dilalui ketika kabel berada di kantor pusat. Karena terjadi pengalihan rute kabel yang pada awal perancangan menggunakan perkiraan minimum. Kemudian, penyambungan kembali atau splicing yang cukup banyak memotong kabel untuk melakukan penyambungan. Terlebih pada beberapa wilayah distribusi terjadi kesalahan pada saat proses splicing yang membuat dilakukannya splicing ulang yang mengakibatkan penggunaan kabel dan sambungan splice bertambah.

5. Kesimpulan

Setelah melakukan hasil uji pada jaringan fiber pada perumahan Graha Padma, semua nilai pada pengujian memiliki redaman dibawah ambang batas maksimal yang ditetapkan PT. Telkom sebesar 28 dB dan margin daya sudah diatas 0 dBm. Setelah dianalisis didapatkan bahwa proses splicing merupakan faktor yang paling berpengaruh. Proses splicing yang kurang sempurna menyebabkan sambungan kabel menjadi longgar dan hal tersebut bisa menyebabkan nilai redaman bertambah besar dan margin daya menjadi turun. Jadi ketika terjadi perbedaan nilai yang cukup signifikan, solusi yang dilakukan adalah melakukan splicing ulang.

6. Daftar Pustaka

[1] Firmansyah, Rinaldi, 2010, TELKOM Mulai Operasikan Home Digital Service, http://www.telkom.co.id/telkom-mulai-opersikan-home-digital-service.html. Diakses tanggal 13 Maret 2014.

[2] Anonim, 2014, Fiber To The Home (FTTH),

http://www.qdc.co.id/2014/08/fiber-home-ftth/. Diakses tanggal 30 September.

[3] Anonim, Pengertian Kabel Fiber Optic dan Prinsip Kerja Fiber Optic,

http://www.jaringankomputer.org/httppengertiankabel-fiber-optik-prinsipkerja-fiber-optic/. Diakses tanggal 21 Mei 2014.

[4] Praja, Fazar Guntara; Aryanta, Dwi; Lidyawati, Lita, 2013, Analisis Perhitungan dan Pengukuran Transmisi Jaringan Serat Optik Telkomsel Regional Jawa Tengah,

[5] AFL,Fusion Splicing System,

(23)

17

[6] Ramadhan, Muhamad; Hambali, Akhmad; Uripno, Bambang, Perancangan Jaringan Akses Fiber To The Home (FTTH) Menggunakan Teknologi

Gigabit Passive Optical Network (Gpon) Di Perumahan Setraduta Bandung. [7] Anonim. http://en.wikipedia.org/wiki/Attenuation. Diakses tanggal 1

Desember 2014. [8] Anonim.

Gambar

Tabel 1. Spesifikasi Fiber Optic G.652 [4]
Gambar 1. GPON
Gambar 2. Metode NDLC [8]
Gambar 3. Desain Jaringan Fiber dengan GPON
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5: menunjukkan konfigurasi jaringan menggunakan teknologi GPON yang dimulai dari STO Kuta menuju ODC (Optical Distribution Cabinet) daerah perancangan (mall

Hal-hal yang akan dibahas dan dianalisis meliputi perancangan jaringan FTTH dari sentral (STO Cijawura) hingga ke pelanggan (homepass) penerapan teknologi GPON pada FTTH,

Dalam Tugas Akhir ini dilakukan analisis perancangan jaringan optik menggunakan teknologi GPON dengan memaksimalkan dan melakukan migrasi dari kondisi eksisting yang

Perancangan jaringan akses yang dilakukan pada Perumahan Graha Yasa Asri menggunakan metode eksperimental sehingga variabel-variabel tertentu dapat diubah untuk

GPON dan MSAN adalah adalah teknologi jaringan menggunakan fiber optic yang dapat mendukung layanan triple play dimana bandwidth dan bit rate yang ditawarkan lebih

Pada Proyek Akhir ini dilakukan perancangan jaringan akses Fiber To The Home (FTTH) dengan menggunakan teknologi Gigabit Passive Optical Network (GPON) di Garden

Implementasi Jaringan Fiber To The Home FTTH Dengan Teknologi Gigabit Passive Optical Network GPON Peneliti Sunarsan Sitohang dan Sabbran Agus Setiawan Lokasi Universitas

Estimasi kebutuhan perangkat dilihat dari diagram pada Gambar 17 di bawah : Gambar 17 Skema Perencanaan Penjaluran Fiber Optic Perumahan X Dengan demikian, dari jumlah homepass yang