• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI BAHASA DI INDONESIA dunei. doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DESKRIPSI BAHASA DI INDONESIA dunei. doc"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI BAHASA DI INDONESIA

erdasarkan analisis data yang diperoleh dari 2.348 DP sebagai sampel penelitian, teridentifikasi sejumlah 646 bahasa (belum termasuk bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi negara) dan 673 bahasa berdasarkan jumlah bahasa per wilayah. Sejumlah bahasa itu tersebar ke dalam delapan wilayah.

B

Kedelapan wilayah berdasarkan jumlah bahasa per wilayah meliputi (1) Sumatra: 26 bahasa, (2) Jawa dan Bali: 10 bahasa, (3) Kalimantan: 57 bahasa, (4) Sulawesi: 58 bahasa, (5) Nusa Tenggara Barat: 11 bahasa, (6) Nusa Tenggara Timur: 69 bahasa, (7) Maluku: 66 bahasa, dan (8) Papua: 376 bahasa.

Bahasa yang ada di suatu wilayah dimungkinkan terdapat juga di wilayah lain, misalnya bahasa Jawa dapat dijumpai di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat.

2.1 Bahasa di Sumatra

Di Sumatra terkumpul data yang diperoleh dari 538 DP sebagai sampel penelitian ini. Berdasarkan analisis data tersebut, di Sumatra diidentifikasi sejumlah 26 bahasa. tetapi dijumpai 5 bahasa yang berasal dari wilayah lain, yakni bahasa Bugis, Banjar, Bali, Jawa, dan Sunda. Oleh karena itu, dalam penjumlahan, bahasa di Sumatra hanya dihitung 21 bahasa. Berikut ini adalah deskripsi ke-26 bahasa tersebut.

2.1.1 Bahasa Aceh

Bahasa Aceh dituturkan di wilayah pesisir Provinsi Aceh yang terbentang dari Selat Malaka sampai ke pantai barat menghadap Lautan Hindia. Bahasa Aceh secara umum dipakai di Kota Langsa, Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Bireun, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, dan juga di daerah Kepulauan Sabang.

Sebagian penduduk Kabupaten Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Jaya, Singkil, Aceh Barat Daya, dan Nagan Raya juga menggunakan bahasa Aceh.

Bahasa Aceh terdiri atas tiga dialek, yaitu (1) dialek Baet Lambuot, (2) dialek Mesjid Punteut, dan (3) dialek Panthe Ketapang. Dialek Baet Lambuot dituturkan di Kabupaten Aceh Besar dengan beberapa subdialek. Dialek Mesjid Punteut dituturkan di Kabupaten Pidie. Wilayah sebarannya mencakup Kecamatan Simpang Ulim yang bersebelahan dengan sebaran subdialek Baet Lambuot di sebelah timur. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Selanjutnya, dialek Panthe Ketapang dituturkan di Kecamatan Jaya, wilayah Aceh bagian barat, dikelilingi subdialek-subdialek Baet Lambuot.

Persentase perbedaan antara dialek Mesjid Punteut dengan dialek Panthe Ketapang sebesar 54%, antara dialek Baet Lambuot dengan Mesjid Punteut sebesar 51%, dan antara dialek Baet Lambuot dengan dialek Panthe Ketapang sebesar 51%. Selanjutnya, berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Aceh merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100 % jika dibandingkan dengan bahasa Gayo, Devayan, dan Sigulai.

(2)

2.1.2 Bahasa Batak

Bahasa Batak dituturkan oleh sebagian besar masyarakat yang berada di Provinsi Sumatra Utara, sebagian kecil di Provinsi Aceh, dan di Provinsi Sumatra Barat. Di Sumatra Utara, bahasa ini dituturkan antara lain di Kabupaten Asahan, Dairi, Deli Serdang, Tanjung Balai, Simalungun, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah; di Aceh antara lain dituturkan masyarakat di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Simeulu; di Provinsi Sumatra Barat bahasa Batak dituturkan di Kabupaten Pasaman Barat.

Sementara itu, bahasa Batak yang berada di Provinsi Sumatra Utara terdiri atas lima dialek, yaitu (1) dialek Toba dituturkan di beberapa kabupaten, yaitu di Kabupaten Asahan, Kabupaten Tanjung Balai, beberapa daerah di Kabupaten Simalungun (khususnya bagian pesisir barat), Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan di bagian paling utara Kabupaten Deli Serdang; (2) dialek Mandailing, dituturkan oleh penduduk di bagian selatan Danau Toba, sebagian berada di wilayah perbatasan Sumatra Barat (Kabupaten Pasaman Timur dan Barat), sebagian berada di daerah perbatasan Provinsi Riau (Kabupaten Rokan Hulu), dan sebagian lagi di daerah perbatasan Provinsi Aceh; (3) dialek Simalungun dituturkan oleh penduduk di sebelah timur Danau Toba. Dialek Simalungun tersebar di Kabupaten Simalungun dan beberapa wilayah di Kabupaten Tanjung Balai; (4) dialek Karo dituturkan oleh penduduk di bagian utara Danau Toba (beberapa wilayah di Kabupaten Karo, beberapa wilayah di Kabupaten Dairi, beberapa wilayah di Kabupaten Langkat, dan beberapa wilayah di Kabupaten Simalungun) dan di daerah paling utara, yakni di beberapa wilayah Kabupaten Deli Serdang; (5) dialek Pakpak/Dairi dituturkan oleh masyarakat Kabupaten Dairi, dan di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Batak yang terdapat di Provinsi Sumatra Utara dialek Toba dengan dialek Simalungun memiliki persentase perbedaan sebesar 69,25%; dialek Mandailing sebesar 71,25%; dialek Pakpak/Dairi sebesar 75,25%; dialek Karo sebesar 79,25%.

Bahasa Batak di Provinsi Aceh terdiri atas lima dialek, yaitu (1) dialek Alas dituturkan di Desa Kampung Baru, Kecamatan Badar, Kabupaten Aceh Tenggara dan Desa Pulo Sepang, Kecamatan Lawe Alas, Kabupaten Aceh Tenggara, (2) dialek Angkola dituturkan di Desa Kampung Melayu Gab, Kecamatan Babussalam, Kabupaten Aceh Tenggara, (3) dialek Mandailing dituturkan di Desa Lawe Sigala Barat, Kacamatan Lawe Sigala Barat, Kabupaten Aceh Tenggara, (4) dialek Kluet dituturkan di Desa Krueng Kluet, Kacamatan Kluet Utara dan Desa Durian Kawan, Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Singkil dan (5) dialek Dairi dituturkan di Desa Penanggalan, Kecamatan Penanggalan, Kabupaten Aceh Singkil. Persentase perbedaan antarkelima dialek tersebut berkisar 51—80%.

Bahasa Batak yang terdapat di Provinsi Sumatra Barat dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Simpang Tiga Cubadak, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat. Bahasa Batak yang digunakan di daerah ini adalah dialek Mandailing. Persentase dialektometri antara dialek Mandailing yang berada di Provinsi Sumatra Utara dengan dialek Mandailing yang terdapat di Provinsi Sumatra Barat sebesar 65,81%. Selanjutnya, berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Batak merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Nias dan Melayu.

(3)

Toba, dan Simalungun (Timur, Simelungan) merupakan bahasa tersendiri. Sementara itu, dalam penelitian ini isolek-isolek tersebut merupakan dialek dari bahasa Batak.

2.1.3 Bahasa Bajau Tungkal Satu

Bahasa Bajau Tungkal Satu dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Tungkal Satu, Kecamatan Rantau Ikil, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Bajau Tungkal Satu merupakan sebuah bahasa dengan persentase berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Kerinci yang terdapat di Provinsi Jambi. Sementara itu, bahasa Bajau Tungkal Satu merupakan bahasa yang berbeda dengan bahasa Bajo yang terdapat di Pulau Sulawesi dengan persentase perbedaan sebesar 85,5%.

SIL (2006) belum mengidentifikasi bahasa Bajau Tungkal Satu di Sumatra. Akan tetapi, SIL mengidentifikasi adanya bahasa Bajau di Sulawesi yang persebarannya tidak sampai ke Sumatra.

2.1.4 Bahasa Bali

Bahasa Bali merupakan bahasa yang tanah asalnya berada di Pulau Bali. Bahasa ini juga dituturkan di Provinsi Lampung, yaitu di Desa Rama Murti, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat dan Desa Bali Sadar Utara, Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan. Bahasa Bali yang berada di Provinsi Lampung ini merupakan bahasa yang sama dengan bahasa Bali yang berada di Provinsi Bali sebagai bahasa induknya dengan persentase perbedaan sebesar 77,5% (beda dialek). Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Bali merupakan sebuah bahasa dengan persentase berkisar 81— 100% jika dibandingkan dengan bahasa Lampung dan Pasemah. SIL (2006) belum mengidentifikasi bahasa Bali di Provinsi Lampung.

2.1.5 Bahasa Banjar

Bahasa Banjar di Pulau Sumatra terdapat di Provinsi Riau/Kepulauan Riau dan di Provinsi Jambi. Bahasa Banjar yang terdapat di Provinsi Riau/Kepulauan Riau dituturkan di Kabupaten Indragiri Hilir. Bahasa ini terdiri atas empat dialek, yaitu (1) dialek Pekan Kemis dituturkan di Desa Pekan Kemis; (2) dialek Simpang Gaung dituturkan di Desa Simpang Gaung; (3) dialek Sungai Raya-Sungai Piring dituturkan di Desa Sungai Raya dan Sungai Piring; (4) dialek Teluk Jira dituturkan di Desa Teluk Jira. Persentase antara kelima daerah pengamatan tersebut berkisar antara 51—55,06%. Persentase perbedaan antara bahasa Banjar yang terdapat di Kalimantan Selatan dan bahasa Banjar yang terdapat di Provinsi Riau/Kepulauan Riau sebesar 66,75% (beda dialek).

Bahasa Banjar yang terdapat di Provinsi Jambi terdiri atas tiga dialek, yaitu (1) dialek Paritpudin yang dituturkan di Desa Paritpudin, Kecamatan Pangabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat; (2) dialek Pembengis yang dituturkan di Desa Pembengis, Kecamatan Pangabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat; (3) dialek Sungairambut yang dituturkan di Desa Sungairambut, Kecamatan Rantau Rasau, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Persentase antarketiga dialek tersebut berkisar antara 53,75—56%. Sementara itu, persentase perbedaan bahasa Banjar yang terdapat di Kalimantan Selatan dengan bahasa Banjar yang terdapat di Provinsi Jambi sebesar 72,75% (beda dialek).

(4)

2.1.6 Bahasa Basemah

Bahasa Basemah yang diidentifikasi dalam penelitian ini terdapat di Provinsi Lampung. Bahasa ini diduga tanah asalnya di Sumatra Selatan, di sepanjang Bukit Barisan bagian tengah. Bahasa ini terdiri atas empat dialek, yaitu (1) dialek Semende dituturkan di Desa Juku Batu, Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan; Desa Pagar Alam, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus; Desa Way Petay, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat; (2) dialek Palas Pasemah dituturkan di Desa Palas Pasemah, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan; (3) dialek Pegagan dituturkan di Desa Sungai Badak, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang; (4) dialek Ogan dituturkan di Desa Rangai Tri Runggal, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan dan Desa Cabang Empat, Kecamatan Abung Selatan, Kabupaten Lampung Utara. Persentase antardialek tersebut berkisar 51—80%. Dari segi penamaan, tiga dari empat variasi dialektal bahasa Basemah tersebut diduga berasal dari penutur bahasa yang berbeda yang terdapat di Sumatra Selatan. Dialek Palas Pasemah diduga berasal dari bahasa Basemah, dialek Pegagan diduga berasal dari bahasa Pegagan, dan dialek Ogan diduga berasal dari bahasa Ogan. Akibat interaksi antarpenutur bahasa-bahasa tersebut di wilayah baru (Lampung) dengan bahasa lokal (setempat), bahasa-bahasa itu berkembang ke arah lebih mirip sehingga antara satu dan yang lain menjadi beda dialek, bukan bahasa yang berbeda.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Basemah merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan yang berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Lampung.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Basemah dengan nama bahasa Pasemah (Besemah).

2.1.7 Bahasa Bengkulu

Bahasa Bengkulu dituturkan di Kabupaten Bengkulu Utara, Kodya Bengkulu, Rejang Lebong, dan Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu. Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, isolek Bengkulu memiliki sembilan dialek, yaitu (1) dialek Muko-Muko; (2) dialek Lembak I; (3) dialek Lembak II; (4) dialek Nasal I; (5) dialek Nasal II; (6) dialek Serawai-Pasemah; (7) dialek Pekal; (8) dialek Kaur; (9) dialek Bengkulu Kota.

(5)

Isolek Muko-Muko dari segi dialektometri (bukti kuantitatif) juga mempunyai kedekatan dengan bahasa Minangkabau, yaitu masih termasuk dialek bahasa Minangkabau. Namun, karena persentasenya lebih tinggi jika dibandingkan dengan bahasa Minangkabau daripada dengan bahasa Bengkulu, isolek Muko-Muko dapat dikatakan lebih dekat dengan bahasa Bengkulu. Oleh karena itu, isolek ini dianggap sebagai variasi dialektal dari bahasa Bengkulu. Di beberapa daerah lain di wilayah Muko-Muko terdapat bukti bahwa isolek yang dituturkan di daerah tersebut lebih dekat hubungannya ke bahasa Minangkabau. Hal itu didukung oleh beberapa hasil penelitian, seperti penelitian Kasim dkk. (1987) dan Nadra dkk. (2006). Di samping itu, juga dinyatakan oleh Cipta (ed., 1999) dalam buku Sang Putri: Aspek Historis Syair Muko-Muko bahwa orang Muko-Muko berasal dari Minangkabau. Bukti lain yang mendukung adalah bahwa orang Muko-Muko menganut sistem kekerabatan matrilineal.

Sementara itu, berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Bengkulu merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Enggano, Rejang, dan Mentawai.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Bengkulu di Provinsi Bengkulu dengan nama bahasa Bengkulu (Benkulan, Bencoolen).

2.1.8 Bahasa Bugis

Bahasa Bugis merupakan bahasa yang tanah asalnya berada di Pulau Sulawesi. Di Pulau Sumatra, bahasa ini dituturkan di Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung. Bahasa Bugis yang dituturkan di Provinsi Lampung ini merupakan bahasa yang sama dengan bahasa Bugis yang terdapat di Pulau Sulawesi dengan persentase perbedaan sebesar 79% (beda dialek).

Selain di Kota Karang, bahasa ini dituturkan juga di Desa Sungai Jambat, Kecamatan Sadu; Desa Kampunglaut, Kecamatan Muara Sabak, Kabupaten Tanjab Timur; Desa Tangkit, Kecamatan Kpt Kumpe Ulu, Kabupaten Batanghari; Provinsi Jambi. Bahasa Bugis yang dituturkan di Provinsi Jambi ini merupakan dialek bahasa Bugis yang terdapat di Pulau Sulawesi dengan persentase perbedaan sebesar 52%.

Bahasa Bugis juga dituturkan di Desa Tekulai Bugis, Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragirihilir dan Desa Pulau Kecil, Kecamatan Reteh, Kabupaten Indragirihilir dan di Desa Sungai Sebesi, Kabupaten Bengkalis. Isolek Bugis Indragirihilir berbeda dialek dengan isolek Bugis yang terdapat di Pulau Sulawesi dengan persentase perbedaan sebesar 69%; isolek yang digunakan di Desa Sungai Sebesi, Kabupaten Bengkalis dengan isolek Bugis yang terdapat di Pulau Sulawesi juga merupakan beda dialek dengan persentase 79%.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Bugis yang dituturkan di Provinsi Lampung, Jambi, dan Riau merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa Lampung, Kerinci, dan Melayu.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Bugis dengan nama bahasa Bugis (Bugimese, Bugi, Boegineesche, Boeginezen, Ugi, De’, Bugi Rappang) yang berada di Sulawesi dengan salah satu daerah persebaran di Pulau Sumatra.

2.1.9 Bahasa Devayan

(6)

Sumatra, tepatnya di Desa Teluk Nibung, Kecamatan Pulau Banyak. Di sebelah timur desa ini berbatasan dengan pantai barat Provinsi Aceh. Sementara itu, dialek Lugu dituturkan di Kecamatan Simeulue Timur, Pulau Simeulue, berbatasan dengan bahasa Sigulai di Ujung Barat. Persentase perbedaan kedua dialek tersebut sebesar 70,25%.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Devayan merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan sebesar 82,75% jika dibandingkan dengan bahasa Sigulai.

SIL (2006) belum mengidentifikasi adanya bahasa Devayan yang terdapat di Pulau Sumatra.

2.1.10 Bahasa Enggano

Bahasa Enggano dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Banjar Sari, Malakoni, dan Kayapu, Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Enggano merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Bengkulu, dan Mentawai.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Enggano yang terdapat di Pulau Sumatra dengan nama bahasa Enggano (Enggan).

2.1.11 Bahasa Gayo

Bahasa Gayo dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Tamiang, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Tengah, dan Bener Meriah, Provinsi Aceh. Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Gayo merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Aceh, Batak, dan Nias.

Bahasa Gayo terdiri atas empat dialek, yaitu (1) dialek Sarah Raja dituturkan di Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara. Menurut pengakuan penduduk, dialek Sarah Raja berbatasan dengan dialek Kaloi di sebelah timur; dialek Kuta Lintang di sebelah selatan; (2) dialek Kaloi digunakan di Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatra Utara di sebelah timur. Wilayah dialek Kaloi berbatasan dengan wilayah dialek Remesan di sebelah barat; (3) dialek Kuta Lintang dituturkan di Kecamatan Blang Kejeren, Kabupaten Gayo Lues. Dialek ini disebut juga dialek Gayo Lues karena wilayah sebarannya berada di Kabupaten Gayo Lues. Wilayah sebaran dialek ini berbatasan dengan wilayah penggunaan bahasa Batak di sebelah selatan dan dengan wilayah penggunaan dialek Remesan di sebelah utara; (4) dialek Remesan dituturkan di Kecamatan Silih Nara, Lut Tawar, Bebesan, Bintang, dan Linge, Kabupaten Aceh Tengah dan Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah. Dialek ini berbatasan dengan bahasa Jawa dan bahasa Aceh di sebelah utara, bahasa Batak di sebelah selatan, dan bahasa Aceh di sebelah barat dan timur. Persentase perbedaan antarkeempat dialek tersebut berkisar 54—60%.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Gayo di Provinsi Sumatra Utara dan Aceh dengan nama bahasa Gayo (Gajo). Dinyatakan pula oleh SIL bahwa bahasa ini terdiri atas empat dialek, yaitu dialek Dorot, Bobasan, Serbodjadi, dan Tampur.

2.1.12 Bahasa Jawa

(7)

Bahasa Jawa di Provinsi Aceh terdiri atas empat dialek, yaitu (1) dialek Sidorejo dituturkan di Desa Sidorejo, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil; (2) dialek Bukit Pidie dituturkan di Desa Bukit Pidie, Kecamatan Paya Bakong, Kabupaten Aceh Utara; (3) dialek Alue Ie Itam dituturkan di Desa Alue Ie Itam, Kecamatan Indra Makmur, Kabupaten Aceh Timur; (4) dialek Purwodadi dituturkan di Desa Purwodadi, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya. Persentase antardialek tersebut berkisar 51 —80%. Sementara itu, bahasa Jawa yang berada di Provinsi Aceh dapat dikatakan sebagai bahasa yang sama dengan bahasa Jawa yang berada di Surakarta dan Yogyakarta sebagai bahasa Jawa induknya dengan persentase perbedaan sebesar 60% (beda dialek).

Bahasa Jawa yang dituturkan di Provinsi Sumatra Selatandiidentifikasi menjadi tiga dialek,yaitu (1) Makarti Jaya, (2) Gelebak Dalam-Sebubus, dan (3) Penyandingan. Dialek ini menyebar di Desa Makarti Jaya, Gelebak Dalam, Sebubus, dan Penyandingan. Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 51—80%. Bahasa Jawa yang berada di Provinsi Sumatra Selatan dapat dikatakan sebagai bahasa yang sama dengan bahasa Jawa yang berada di Surakarta dan Yogyakarta dengan persentase perbedaan sebesar 60% (beda dialek).

Bahasa Jawa di Provinsi Sumatra Utara terdiri atas sembilan dialek, yaitu (1) dialek Bukit Mas dituturkan di Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat; (2) dialek Sengon Sari di Desa Sengon Sari, Kecamatan Pulo Rakyat, Kabupaten Asahan; (3) dialek Buntu Pane di Desa Buntu Pane, Kecamatan Buntu Pane, Kabupaten Asahan; (4) dialek Kampung Pajak di Desa Kampung Pajak, Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhan Batu; (5) dialek Wonosari di Desa Wonosari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang; (6) dialek Tuntungan I di Desa Tuntungan I, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang; (7) dialek Naga Kesiangan di Desa Naga Kesiangan, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang; (8) dialek mayang di Desa Mayang, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun; (9) dialek Muka Payang di Desa Muka Raya, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat. Persentase antardialek tersebut berkisar 51—80%. Sementara itu, bahasa Jawa yang berada di Provinsi Sumatra Utara dapat dikatakan sebagai bahasa yang sama dengan bahasa Jawa yang berada di Surakarta dan Yogyakarta sebagai bahasa Jawa induknya dengan persentase perbedaan sebesar 52% (beda dialek).

Bahasa Jawa yang dituturkan di Provinsi Jambi diidentifikasi memiliki empat dialek yaitu, (1) dialek Senyerang dituturkan di Desa Senyerang, Kecamatan Pangabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, (2) dialek Rantau Jaya dituturkan di Desa Rantau Jaya, Kecamatan Rantau Rasau, Kabupaten Jabung Timur, (3) dialek Pematang Kancil dituturkan di Desa Pematang Kancil, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Sarolangun, dan (4) dialek Semarandan dituturkan di Desa Semaran, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sorolangun. Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 58—66,75%. Bahasa Jawa yang berada di Provinsi Jambi dapat dikatakan sebagai bahasa yang sama dengan bahasa Jawa yang berada di Surakarta dan Yogyakarta dengan persentase perbedaan sebesar 60% (beda dialek).

(8)

Bahasa Jawa di Provinsi Lampung tersebar di Desa Sridadi, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus; Desa Rawi, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan; Desa Bumi Nabung, Kecamatan Bumi Nabung, Kabupaten Lampung Tengah; Desa Sambikerto, Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur; Desa Kelaten, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan; Desa Tugu Sari, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat; Desa Bali Sadar Tengah, Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan; Desa Rejo Basuki, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah; Desa Cimarias, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah; Desa Sididadi, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat. Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 51—63%. Bahasa Jawa yang berada di Provinsi Lampung ini juga dapat dikatakan sebagai bahasa yang sama dengan bahasa Jawa yang berada di Surakarta dan Yogyakarta dengan persentase perbedaan sebesar 61% (beda dialek).

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Jawa merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Aceh, Batak, dan Nias.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Jawa yang terdapat di Sumatra dengan nama bahasa Jawa (Djawa).

2.1.13 Bahasa Kayu Agung

Bahasa Kayu Agung dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Bangka, Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, Musi Banyuasin, Banyuasin, Muara Enim, Musi Rawas, Provinsi Sumatra Selatan.

Bahasa Kayu Agung terdiri atas sepuluh dialek, yaitu (1) dialek Lintang yang dituturkan di Desa Gunung Muda, Kecamatan Semendawai Suku III, Kabupaten Bangka; Desa Pulau Gumantung, Kecamatan Tanjung Sakti, Kabupaten OKI; dan Desa Landur, Kecamatan Gandus, Kabupaten Lahat; (2) dialek Kimak yang dituturkan di Desa Kimak, Kecamatan Buai Madang, Kabupaten Bangka; (3) dialek Sarang Mandi yang dituturkan di Desa Sarang Mandi, Kecamatan Simpang, Kabupaten Bangka; (4) dialek Pagar Dewa yang dituturkan di Desa Pagar Dewa, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI); (5) dialek Pematang yang dituturkan di Desa Pematang Panggang, Kecamatan Dempo Selatan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI); (6) dialek Penesak yang dituturkan di Desa Lubuk Karet, Kecamatan Beting, Kabupaten Banyuasin; Desa Bemban, Gedung Agung, Jati, Datar Dalam, Karang Dalo, Gunung Kembang, Niur, dan Lubuk Layang Ulu, Kabupaten Lahat, Desa Talang Taling, Lembak, Lubuk Nipis, Seleman, Talang Akar, Tanjung Kurung, Kabupaten Muara Enim; Desa Telang, Epil, Rantau Panjang, Sukomoro, Kabupaten Musi Banyu Asin (MUBA); Desa. Meranjat Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Desa Pancur Pungah, Rantau Nipis, Tanjung Lengkayap, Blambangan, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU); (7) dialek Kayu Agung Perigi dituturkan di Desa Perigi, Kecamatan Lahat, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI); (8) dialek Kikim yang dituturkan di Desa Babat Baru, Kecamatan Lembak, Kabupaten Lahat; (9) dialek Lubuk Rumbai yang dituturkan di Desa Lubuk Rumbai, Kecamatan Semendo, Kabupaten Musi Rawas; (10) dialek Ngulak yang dituturkan di Desa Ngulak I, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Muba. Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar 51—80%.

(9)

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Kayu Agung dengan nama bahasa yang sama, yakni bahasa Kayu Agung.

2.1.14 Bahasa Kerinci

Bahasa Kerinci dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Menurut pengakuan penduduk, wilayah bahasa Kerinci berbatasan dengan wilayah bahasa Melayu dialek Jambi di sebelah timur; bahasa Minangkabau di sebelah barat; bahasa Melayu dialek Bungo sebelah utara; bahasa Bengkulu di sebelah selatan.

Bahasa Kerinci terdiri atas tujuh dialek, yaitu (1) dialek Gunung Raya di Desa Pengasih Lama, Kecamatan Gunung Raya; (2) dialek Danau Kerinci di Desa Koto Tuo, Kecamatan Danau Kerinci dan di Desa Seleman, Kecamatan Kersik Tuo; (3) dialek Sitinjau Laut di Desa Hiang tinggi, Kecamatan Sitinjau Laut; (4) dialek Sungai Penuh di Desa Koto Lebu, Kecamatan Sungai Penuh dan Desa Koto Lolo; (5) dialek Pembantu Sungai Tutung di Desa Sungai Abu, Kecamatan Kerinci; (6) dialek Belui Air Hangat di Desa Belui, Kecamatan Air Hangat; (7) dialek Gunung Kerinci di Desa Mukai Tinggi dan Sung Betung Ilir Kecamatan Gunung Kerinci. Persentase perbedaan antardialek berkisar 51—65,50%.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Kerinci merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Bengkulu dan Minangkabau.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Kerinci yang terdapat di Pulau Sumatra dengan nama bahasa Kerinci (Kerinchi, Kerintji, dan Kinchai). Dikatakan pula oleh SIL bahwa bahasa ini terdiri atas lima dialek, yaitu dialek Ulu, Mamaq, Akit, Talang, dan Sakei.

2.1.15 Bahasa Komering

Bahasa Komering dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu, dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatra Selatan.

Bahasa Komering terdiri atas dua dialek, yaitu (1) dialek Pulau Negara dan (2) dialek Aji. Dialek Pulau Negara dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Sriwangi, Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU); Desa Campang Tiga, Kecamatan Muara Lakitan; Desa Sukaraja, Kecamatan Muara Beliti; Desa Pulau Negara, Kecamatan Lubuk Linggau Timur; Desa Baturaja Bungin, Kecamatan Batu Kuning. Selanjutnya, dialek Aji dituturkan di Desa Negeri Batin, Kecamatan Bayung Lencir. Persentase perbedaan kedua dialek tersebut berkisar 51— 80%.

Bahasa Komering merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Pedamaran dan Kayu Agung.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Komering yang terdapat di Pulau Sumatra dengan nama bahasa Komering (Komerin, Njo).

2.1.16 Bahasa Lampung

(10)

Desa Bojong, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah; Desa Gedong Wani, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Tengah; Desa Gunung Batin Ilir, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah; Desa Wana, Kecamatan Melinting, Kabupaten Lampung Timur; Desa Jepara, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur; Desa Bumi Ratu, Kecamatan Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah; (2) dialek Pesisir dituturkan di Desa Suka Mernah, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Lampung Selatan; Desa Suka Ratu, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Lampung Selatan (sekarang masuk wilayah Kabupaten Pesawaran); Desa Negeri Ratu, Kecamatan Kotaagung, Kabupaten Lampung Selatan; Desa Kunyir, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan; Desa Pasar Liwa, Kecamatan Sebalik Bukit, Kabupaten Lampung Barat; Desa Kotabesi, Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat; Desa Banjaragung, Kecamatan Banjaragung, Kabupaten Tulang Bawang; Desa Batu Raja, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Lampung Barat; Desa Pasar Pulau Pisang, Kecamatan Pesisir, Kabupaten Lampung Barat; Desa Wayjambu, Kecamatan Pesisir Selatan, Kabupaten Lampung Barat; Desa Negeri Olok Gading, Kecamatan Telukbetung, Kabupaten Bandar Lampung; Desa Pampangan, Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Lampung Selatan (sekarang masuk wilayah Kabupaten Pesawaran); (3) dialek Pubian dituturkan di Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, dan Desa Segala Mider, Kecamatan Padang Ratu, Kabupaten Lampung Tengah. (4) dialek Komering dituturkan di Desa Pulau Panggung, Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara. Dialek Komering ini diduga berasal dari bahasa Komering di Sumatra Selatan.

Persentase perbedaan antarkeempat dialek tersebut berkisar 60,8—76,2%. Dialek Abung dengan Pesisir mempunyai perbedaan sebesar 68%; dialek Abung dengan Pubian sebesar 74%; dialek Pesisir dengan Pubian sebesar 63%; dialek Abung dengan Komering sebesar 68%; dialek Pesisir dengan Komering sebesar 76,20%; dialek Pubian dengan Komering sebesar 60,8%.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Lampung merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 86—93,4% jika dibandingkan dengan bahasa Jawa, Bugis, Bali, Sunda, dan Basemah.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Lampung yang terdapat di Sumatra dengan nama bahasa Lampung (Api, Lampong). Dinyatakan pula oleh SIL bahwa dialek Abung, Pesisir, dan Pubian merupakan bahasa yang berbeda. Sementara itu, dalam penelitian ini, isolek tersebut merupakan dialek dari bahasa Lampung.

2.1.17 Bahasa Lematang

Bahasa Lematang dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Kabupaten Lahat, Kabupaten Muara Enim, dan Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan.

(11)

Lematang Ujan Mas Lama dituturkan oleh penduduk Desa Ujan Mas Lama, Kabupaten Muara Enim; (4) dialek Rambutan dituturkan oleh penduduk Desa Rambutan, Kabupaten Banyuasin; (5) dialek Rambang dituturkan oleh penduduk Desa Tanjung Raman, Desa Pagar Gunung, Desa Sugihan, Desa Jemenang, Kabupaten Muara Enim. Persentase perbedaan antarkelima dialek tersebut berkisar 51—80%.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Lematang merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Basemah, Kayu Agung, Lampung, dan Ogan.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Lematang di Sumatra dengan nama bahasa Lematang (Lemantang).

2.1.18 Bahasa Melayu

Bahasa Melayu merupakan bahasa yang tanah asalnya berada di wilayah Kepulauan Riau dan Pesisir Timur Pulau Sumatra. Selain di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulaun Riau, bahasa Melayu juga dituturkan di wilayah lain. Bahasa Melayu yang berada di Pulau Sumatra dituturkan di Provinsi Sumatra Utara, Jambi, Sumatra Selatan, dan Bangka Belitung. Selain itu, bahasa ini juga dituturkan di luar Pulau Sumatra, yaitu di Pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua.

Hasil penghitungan dialektometri seluruh isolek Melayu dan beberapa isolek yang diprediksi sebagai isolek Melayu, menunjukkan terdapat 85 dialek bahasa Melayu di Indonesia. Jumlah ini kemungkinan masih berubah karena masih ada beberapa daerah yang diperkirakan memiliki bahasa Melayu yang belum diambil datanya. Misalnya, bahasa Melayu yang terdapat di Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur.

Dialek-dialek bahasa Melayu yang sudah teridentifikasi adalah: bahasa Melayu di Provinsi Sumatra Utara terdiri atas 11 dialek, yaitu(1)dialekStabat Lama, (2) dialek Secangang (Langkat), (3) dialek Sungai Sakat (Labuhan Batu), (4) dialek Cinta Air, (5) dialek Hamparan Perak,(6) dialek Dolok Manampang (Deli Serdang), (7) dialek Tanjung Balai Asahan, (8) dialek Muara Sipongi (Tapanuli Selatan), (9) dialek Sorkam (Tapanuli Tengah), (10) dialek Binjai, dan (11) dialek Medan. Hasil penghitungan dialektometri antarisolek berkisar 51—71,50% (beda dialek).

Sementara itu, bahasa Melayu di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau (Kepri) terdiri atas 15 dialek, yaitu (12) dialekPesisir, (13) dialek Kundur, (14) dialek Bintan-Karimun, (15) dialek Pecong, (16) dialek Karas-Pulau Abang, (17) dialek Malang Rapat-Kelong, (18) dialek Mantang Lama, (19) dialek Rejai, (20) dialek Posek, (21) dialek Merawang, (22) dialek Berindat-Sebelat, (23) dialek Arung Ayam, (24) dialek Kampung Hilir, (25) dialek Pulau laut, dan (26) dialek Ceruk. Hasil penghitungan dialektometri antarisolek menunjukkan beda dialek yang berkisar 51—80%. Sekelompok isolek (31 isolek) di Provinsi Riau bagian tengah dan barat yang diakui sebagai bahasa Melayu memiliki persentase fonologis dan leksikal yang menggolongkan isolek-isolek tersebut sebagai bahasa berbeda dengan bahasa Melayu (88,25%). Setelah dilakukan pengujian dua isolek dalam kelompok ini (satu isolek di sebelah utara dan satunya di selatan) dengan bahasa Minangkabau, ditemukan hasil keduanya merupakan dialek bahasa Minangkabau (Bangko Kiri-Minang 56%, Mudik Ulo-Minang 49%).

(12)

dan (34) dialek Marangin.Sementara itu, SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Melayu di Provinsi Jambi terdiri atas tiga dialek, yaitu dialek Suku Batin, Ilir, dan Ulu.

Selanjutnya, bahasa Melayu di Provinsi Sumatra Selatan dan Bangka Belitung terdiri atas empat belas dialek, yaitu (35) dialek Ranggi Asam, (36) dialek Tuan Tunu, (37) dialek Jeriji, (38) dialek Tempilang, (39) dialek Mayang, (40) dialek Palembang Sukabangun, (41) dialek Kisam, (42) dialek Muara Saling, (43) dialek Selangit, (44) dialek Rupit, (45) dialek Bentayan, (46) dialek Palembang 16 Ulu, (47) dialek Padang Bintu, dan (48) dialek Talang Ubi.

Bahasa Melayu yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta terdiri atas dua dialek, yaitu (49) dialek Betawi Pusat, dan (50) dialek Betawi Pinggiran/Ora.

Bahasa Melayu di Provinsi Jabar mempunyai satu dialek, yaitu (51) dialek Betawi.

Bahasa Melayu di Provinsi Bali juga hanya mempunyai satu dialek, yaitu (52) dialek Loloan.

Sama halnya dengan bahasa Melayu di Provinsi Jawa Barat dan Bali, di Provinsi Nusa Tenggara Barat bahasa Melayu juga mempunyai satu dialek, yaitu (53) dialek Kampung Melayu.

Selanjutnya, bahasa Melayu di Provinsi Kalimantan Barat terdiri atas 15 dialek, yaitu (54) dialek Kapuas, (55) dialek Kantuk, (56) dialek Iban, (57) dialek Lunjuk, (58) dialek Ketungau, (59) dialek Belangit, (60) dialek Kanayan, (61) Dialek Nanga Nuak, (62) dialek Taman Sekadau, (63) dialek Tunjung, (64) dialek Laman Satong, (65) dialek Sokan, (66) dialek Natai, (67) dialek Kayong, dan (68) Dialek Randau .

Bahasa Melayu di Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas tujuh dialek, yaitu (69) dialek Banua, (70) dialek Banjar Samarida, (71) dialek Kutai Kota Bangun, (72) dialek Badeng, (73) dialek Kutai Muara Lesan, (74) dialek Kutai Muyup Ulu, dan (75) dialek Kahal.

Bahasa Melayu Kalimantan Tengah terdiri atas tiga dialek, yaitu (76) dialek Mendawai, (77) dialek Kumai/Sei Konyer, dituturkan di Desa Kumai/Sei Konyer (Sungai Sekonyer), Kecamatan Kumai, dan (78) dialek Kotawaringin Hulu, yang dituturkan di Kotawaringin Hulu, Kecamatan Kotawaringin Lama. Ketiga daerah pakai dialek ini berada di daerah barat Kalimantan Tengah yang merupakan pusat Kesultanan Kotawaringin, Kabupaten Kotawaringin Barat

Bahasa Melayu di Provinsi Sulawesi Utara (Manado) terdiri atas satu dialek, yaitu (79) dialek Malalayang Satu. Kemudian, bahasa Melayu di Provinsi Maluku Utara terdiri atas dua dialek, yaitu (80) dialek Ternate dan (81) dialek Gorap; bahasa Melayu di Provinsi Maluku terdiri atas empat dialek, yaitu (82) dialek Ambon (Kayeli, Bula); (83) dialek Ambon Teon, (84) dialek Luang Timur, dan (85) dialek Teranggan Timur. Sementara itu, bahasa Melayu di Provinsi Papua di antaranya dituturkan oleh masyarakat di Kampung Waena.

Bahasa Melayu di Provinsi Riau merupakan sebuah bahasa yang berbeda jika dibandingkan dengan bahasa Melayu di Sumatra Selatan dan Bangka Belitung (95%); Melayu Kalimantan Barat (82,25%); Melayu Kalimantan Tengah (94,25%); Melayu Ambon (84,5%); Melayu Menado (87,75%), Melayu Daratan Riau (88,25%); Melayu Betawi Bandung (84,25%); Melayu Lampung Bandung (92,5%).

(13)

mengidentifikasi isolek Melayu Jambi sebagai sebuah bahasa yang terdiri atas tiga dialek, yaitu dialek suku Batin (Batin), Ilir, dan Ulu.

2.1.19 Bahasa Mentawai

Bahasa Mentawai dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatra Barat. Berdasarkan penghitungan dialektometri, bahasa Mentawai terdiri atas tiga dialek, yaitu (1) dialek Siberut Utara dituturkan di Desa Mongan Poula, Kecamatan Siberut Utara; (2) dialek Siberut Selatan dituturkan di Desa Malepet, Kecamatan Siberut Selatan; (3) dialek Sipora Pagai dituturkan di Desa Sioban, Kecamatan Sipora, dan Desa Makalo, Kecamatan Pagai Utara-Selatan. Dialek Sipora-Pagai merupakan dialek standar karena sebaran geografisnya paling luas dan paling banyak jumlah penuturnya serta berada di pusat pemerintahan kabupaten.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Mentawai yang di Sumatra ini dengan nama bahasa Mentawai (Mentawei, Mentawi). Dinyatakan pula oleh SIL bahwa bahasa ini terdiri atas sembilan dialek, yaitu dialek Simalegi, Sakalangan, Silabu, Taikako, Saumanganja, Siberut Utara, Siberut Selatan, Sipora, dan Pagai.

Selanjutnya, jika dibandingkan dialek yang ditemukan dalam penelitian ini dengan temuan SIL terdapat kesamaan pada dialek Siberut Utara dan dialek Siberut Selatan. Namun, dialek Sipora dan dialek Pagai yang oleh SIL ditetapkan sebagai dialek yang berbeda, berdasarkan penghitungan dialektometri dalam penelitian ini justru merupakan satu dialek yang sama (dengan persentase perbedaan sebesar 30,8%).

2.1.20 Bahasa Minangkabau

Bahasa Minangkabau dituturkan oleh masyarakat yang berada di Provinsi Sumatra Barat, Aceh, Jambi, Riau, dan Sumatra Utara. Bahasa Minangkabau di Provinsi Sumatra Barat terdiri atas lima dialek, yaitu (1) dialek Pasaman dituturkan di Kabupaten Pasaman Barat dan Pasaman; (2) dialek Agam-Tanah Datar dituturkan di Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, Padang Pariaman, Solok, Kota Solok, Solok Selatan, dan Pesisir Selatan; (3) dialek Lima Puluh Kota dituturkan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota Payakumbuh, Tanah Datar, Kota Sawahlunto, Sawahlunto-Sijunjung, dan Dharmasraya; (4) dialek Koto Baru dituturkan di Kabupaten Dhamasraya; (5) dialek Pancung Soal, di Pesisir Selatan.

Dari kelima dialek tersebut, dialek Agam-Tanah Datar merupakan dialek dengan jumlah penutur terbanyak dan memiliki sebaran geografis yang terluas. Dialek ini digunakan sebagai bahasa Minangkabau umum di pusat kota Sumatra Barat dengan menghilangkan ciri-ciri dialektal (ciri-ciri kedaerahan) yang ada pada beberapa subdialek. Pada wilayah tutur bahasa ini juga terdapat bahasa lain, yaitu bahasa Batak dialek Mandailing yang terdapat di bagian utara Provinsi Sumatra Barat.

(14)

Bahasa Minangkabau di Provinsi Aceh terdiri atas tiga dialek, yaitu (1) dialek Tamiang dituturkan di Desa Peukan Seruway, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang; (2) dialek Sunting dituturkan di Desa Sunting, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang; (3) dialek Aneuk Jamee dituturkan di Desa Pisang, Kecamatan Labuhan Haji, Desa Lubuk Layu, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan, Desa Gosong Telaga, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil dan Desa Bunong Keleng, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat.

Bahasa Minangkabau di Provinsi Jambi dituturkan di Desa Pelawan, Kecamatan Pelawan Singkut, Desa Tanjung Raden, Kecamatan Muara Limun, dan Desa Rantau Panjang, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun.

Bahasa Minangkabau di Provinsi Riau terdiri atas lima dialek, yaitu (1) dialek Rokan di Kabupaten Rokan Hilir dan Rokan Hulu; (2) dialek Kampar dituturkan di Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Kampar, Kota Pekan Baru, Pelalawan, Kuantan Singigi (Kuansing), dan Indragirihulu; (3) dialek Basilam dituturkan di Kabupaten Rokan Hilir; (4) dialek Indragiri dituturkan di Kabupatan Rokan Hulu, Indragirihulu, dan Indragirihilir; (5) dialek Kuantan dituturkan di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).

Bahasa Minangkabau di Provinsi Sumatra Utara dituturkan di Desa Panggautan, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal dan Desa Sorkam Kanan, Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah.

Adapun rincian perbedaan bahasa Minangkabau dengan dialek-dialek sebarannya di luar Sumatra Barat adalah (a) bahasa Minangkabau dengan dialek Aneuk Jamee (Aceh) 56,50% , (b) bahasa Minangkabau dengan dialek Natal dan dialek Sorkam (Sumatra Utara) 55,75% dan 71%, (c) bahasa Minangkabau dengan dialek Muko-Muko (Bengkulu) 65,48%, (d) bahasa Minangkabau dengan subdialek Daratan di Mudik Ulo dan Bangko Kiri (Riau) 49% dan 56%, dan bahasa Minangkabau dengan dialek Sarolangun (Jambi) 62,25%.

Meskipun dialek Sorkam (Sumatra Utara) merupakan varian dari bahasa Minangkabau, dialek ini juga memiliki kedekatan dengan beberapa dialek Melayu di Sumatra Utara, misalnya dengan dialek Melayu di Desa Asahan Mati, Tanjung Balai, yaitu sebesar 55,25%. Hal itu berarti secara linguistik, dialek Sorkam lebih dekat dengan bahasa Melayu di Asahan Mati, Tanjung Balai.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Minangkabau di Sumatra dengan nama bahasa Minangkabau (Minang, Padang). Dikatakan pula bahwa bahasa ini terdiri atas sebelas dialek, yaitu dialek Agam, Payakumbuh, Tanah, Sijunjung, Batusangkar-Pariaman, Singkarak, Orang Mamak, Ulu, Kerinci-Minangkabau, Aneuk Jamee (Jamee), dan Penghulu.

2.1.21 Bahasa Nias

(15)

Kecamatan Lahewa, Kabupaten Nias. Persentase perbedaan antarkeempat dialek tersebut berkisar 51—69%.

Jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, bahasa Nias merupakan bahasa tersendiri dengan persentase perbedaan berkisar 90— 100%, misalnya dengan bahasa Batak dan Melayu.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Nias di Sumatra dengan nama bahasa Nias (Batu). Dikatakan pula oleh SIL bahwa bahasa ini terdiri atas dua dialek, yaitu dialek Nias dan Batu.

2.1.22 Bahasa Ogan

Bahasa Ogan dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Karang Dapo, Kabupaten Lahat; Desa Talang Akar, Kabupaten Muara Enim; Desa Simpang Bayat, Supat, Sindang Marga, dan Bumi Ayu, Kabupaten Muba; Desa Bingin Teluk, Rantau Kadam, Lubuk Pandan, Muara Lakitan, Lubuk Besar, Lubuk Kupang, Batu Urip, Muara Kulam, dan Lesung Batu, Kabupaten Musi Rawas; Desa Rantau Alai, Kabupaten Ogan Ilir; Desa Peninjauan, Tanjung Dalam, Ulak Pandan, dan Belandang, Kabupaten Ogan Komering Ulu; Desa Pelabuh Dalam, Parit, Sakatiga Seberang, Tebing Gerinting, Nagasari, dan Lubuk Tunggal, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Keseluruhan daerah pengamatan tersebut berada di Provinsi Sumatra Selatan.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Ogan merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Komering dan Kayu Agung.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Ogan di Sumatra dengan nama bahasa Ogan (Ogn).

2.1.23 Bahasa Pedamaran

Bahasa Pedamaran dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Pedamaran 5, Kecamatan Merapi, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatra Selatan.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Pedamaran merupakan bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Komering dan Kayu Agung. SIL (2006) belum mengidentifikasi adanya bahasa Pedamaran di Pulau Sumatra.

2.1.24 Bahasa Rejang

Bahasa Rejang dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Bengkulu Utara (Arga Makmur, Lais, Tb. Penanjung) sampai ke Kabupaten Rejang Lebong paling selatan.

(16)

Sementara itu, berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Rejang merupakan bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa Pasemah, Mentawai, dan Enggano.

SIL (2006) mengidentifikasi bahasa Rejang di Sumatra dengan nama bahasa Rejang (Redjang, Rejang-Lebong, Jang, Djang, Djang Bele Tebo). Dinyatakan pula oleh SIL bahwa bahasa ini juga terdiri atas lima dialek, yaitu dialek Lebong (Djang Lebong), Kebanagung, Pasisir, Musi, dan Rawas.

2.1.25 Bahasa Sigulai

Bahasa Sigulai dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Malasin, Kecamatan Simeulu Barat, Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh. Menurut pengakuan penduduk, wilayah bahasa Sigulai berbatasan dengan wilayah bahasa Devayan di sebelah selatan Desa Malasin.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Sigulai merupakan bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya. Misalnya, dengan bahasa-bahasa Devayan sebesar 82,75%.

Bahasa Sigulai belum teridentifikasi oleh SIL. Namun, SIL (2006) mengidentifikasi bahwa terdapat bahasa Sikule (Sichule,Wali Banuah, Sikhule) yang dituturkan di Pulau Simeulue. Jika bahasa Sigulai terdapat di ujung barat Pulau Simeulue, dalam SIL bahasa Sikule terdapat di bagian tengah pulau tersebut.

2.1.26 Bahasa Sunda

Bahasa Sunda merupakan bahasa yang tanah asalnya berada di Provinsi Jawa Barat. Bahasa ini juga dituturkan oleh masyarakat yang berada di Pulau Sumatra, yaitu di Desa Cimarias, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah dan Desa Sukapura, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Selain itu, Bahasa Sunda juga dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Air Koperas, Kecamatan Lebong Utara, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Bahasa Sunda yang dituturkan di Provinsi Lampung dan yang berada di Provinsi Jawa Barat merupakan bahasa yang sama dengan persentase perbedaan 50,5% dan dengan bahasa Sunda di Bengkulu dengan persentase perbedaan 71%.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Sunda merupakan bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya yang terdapat di Pulau Sumatra, misalnya dengan bahasa-bahasa Bengkulu, Lampung, dan Rejang.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila dulu hanya bisa diakses dari komputer rumah (Home Computer), dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi sekarang kita dapat melakukan komunikasi melalui internet

316.447.120,- (tiga ratus enam belas juta empat ratus empat puluh tujuh ribu seratus dua puluh rupiah), adalah sebagai berikut:.. Nama Perusahaan :

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa adanya upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam Implementasi

Dari bunyi penjelasan tersebut maka tidak dapat tidak, dalam rangka menampung dinamika tersebut dan melengkapi hukum dasar tertulis yaitu Undang-Undang Dasar 1945

Selanjutnya diantara komponen Pendapatan Asli Daerah, perlu dicermati komponen pajak daerah dan retribusi daerah aspek yuridis yang berimplikasi terhadap peranannya

The Rainforest Alliance works to conserve biodiversity and ensure sustainable livelihoods by transforming land-use practices, business practices and consumer behavior. The

2. Meminimumkan biaya pemesanan dan biaya pengadaan persediaan barang Pada dasarnya laporan inventori dimaksudkan untuk mengajukan informasi mengenai keadaan atau kondisi

Hasil observasi yang penulis lakukan menunjukan bahwa mengenai upaya-upaya yang dilakukan guna mengatasi hambatan dalam koordinasi Peraturan Desa Cilempuyang Nomor