• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Bahasa Anak Usia 2 Tahun Berdas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Bahasa Anak Usia 2 Tahun Berdas"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana perumusan maksud, melahirkan perasaan, dan memungkinkan kita menciptakan kegiatan sesama manusia, .mengatur berbagai aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan rnasa depan kita. Bahasa sebagai alat komunikasi diperoleh manusia sejak lahir sampai usia lima tahun, yang dikenal dengan istilah pemerolehan bahasa.

Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Bahasa bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem yang terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon.

Dalam kehidupan bahasa memegang perana penting. Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dengan sesama, manusia membutuhkan bahasa sebagai medianya. Dengan kata lain, bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia untuk menyampaikan atau menerima pesan, ide, gagasan dan informasi. Bahasa juga mempermudah masyarakat dalam bersosialisiasi dengan lingkungan sekitar tanpa bahasa manusia akan merasa kesulitan melakukakn apapun.

Masa kanak-kanak adalah masa di mana seseorang belajar memahami dan mengucapkan kata-kata dengan baik. Seorang anak yang normal pertumbuhan pikirannya akan belajar bahasa ibunya pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, pada tahap tersebut anak akan mengalamai proses pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Bahasa ibu atau disebut juga bahasa pertama disimbolkan dengan ”B1”. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak-anak yang sejak semula tanpa bahasa, kini telah memperoleh bahasa. Pada saat pemerolehan bahasa anak-anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa pada anak dikatakan mempunyai ciri berkesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.

Perkembangan kebahasaan anak berjalan sesuai dengan jadwal biologisnya. Banyak orang yang mengaitkan hal ini dengan jumlah umur yang dimiliki oleh seseorang. Rujukan ke jumlah tahun dan bulan memang lebih mudah digunakan untuk menentukan perkembangan motoris anak.

(2)

Pemerolehan setiap bunyi tidak terjadi secara tiba-tiba dan sendiri-sendiri, melainkan secara perlahan dan berangsur. Ucapan kana-kanak selalu berubah antara ucapan yang benar dan tidak benar secara progresif sampai ucapn seperti orang dewasa tercapai. Pemerolehan fonologi kanak-kanak terjadi melalui beberapa proses penyerdehanaan umum yang melibatkan semua kelas bunyi.

Secara realitas, proses pemerolehan ataupun penguasaan bahasa seorang anak merupakan sesuatu yang menakjubkan. Pada prosesnya, pemerolehan bahasa tetap menjadi suatu isu disebabkan belum ada pembuktian yang akurat. Muncul berbagai pandangan tentang pemerolehan bahasa, seperti dinyatakan Dardjowidjojo (2003:225) bahwa pemerolehan menyangkut proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Sedangkan menurut Maksan (1993:20), pemerolehan bahasa merupakan proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seorang anak secara tidak sadar, implisit, dan informal. Pendapat lain, Chaer (2003:167) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pandangan berbeda muncul dari Tarigan (2011:5) bahwa pemerolehan bahasa anak mempunyai ciri berkesinambungan serta rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Dari berbagai pandangan tersebut, dapat dinyatakan bahwa semuanya pandangan para pakar tersebut masih merupakan sebuah hipotesis. Sebab belum ada seorangpun (para pakar) yang dapat memastikan manifestasi proses berpikir seorang anak dalam pemerolehan bahasanya.

Berdasarkan uraian tersebut, bahwa bahasa yang diperoleh seorang anak karena terdapatnya proses mental yang telah ada lalu diperkuat melalui interaksi dengan lingkungan sosial (bahasa) serta terbantu oleh perkembangan kognisinya. Perihal tersebut dapat memberi pemahaman bagi peneliti dalam upaya mengetahui pemerolahan bahasa anak. Oleh karena demikian, penelitian yang dilakukan perlu mencari informasi tentang sumber-sumber pemerolehan bahasa anak. Sebagai pembuktian secara empiris terhadap penyataan yang dikemukakan oleh para pakar. Akan tetapi, fokus utama tetap tertuju pada studi kasus terhadap wujud pemerolehan “bunyi” bahasa seorang anak berusia 2 tahun.

METODE PENELITIAN

(3)

diperoleh, maka data ditranskripkan ke dalam bentuk tulisan agar mempermudah menelaah dan mendeskripsikan bahasa yang dituturkan oleh Mirza. Selanjutnya bahasa tersebut dikaji secara fonologi khususnya aspek fonetik artikulatoris. Selain itu, untuk memperkaya penelitian maka dikemukakan informasi tentang sumber pemerolehan bahasa Miraberdasarkan hasil observasi serta wawancara dengan orang yang ada di lingkungan keluarga (tempat tinggal Mira).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seorang anak laki-laki yang bernama Al Mira Huswatun Hasanah, kerap dipanggil dengan sapaan Mira. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Suhendi dan Ikhda Janika, lahir pada tanggal 20 Mei 2016. Profesi Ayahnya sebagai seorang pegawai swasta dan Ibunya ibu rumah tangga. Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas yang dilakukan, Mira senang bergerak dan mengoceh terhadap objek yang dilihat serta ditemukan. Oleh sebab itu, Mira dapat dikategorikan sebagai anak yang lincah dan aktif.

Di lingkungan keluarga, Mira memiliki keluarga yang jarak rumahnya berdekatan dengan rumah mira. Setiap hari Mira selalu di asuh oleh ibu dan neneknya karena ayah Mira sibuk mengurus usaha keluarga.. Sehingga interaksi Mirza dan Ayahnya hanya malam hari saja. Dengan demikian, Ibu dan Nenek menjadi orang yang paling dekat dengan Mira. Namun, orang yang paling intensif berkomunikasi dengan Mira yakni kakak, ibu, nenek dan keluarga di lingkungan sekitar rumah Mira. Dalam keseharian, bahasa Indonesia menjadi media berinteraksi pada lingkungan keluarga tersebut. Oleh karena itu, pemerolehan bahasa Mira tentu menggunakan bahasa Indonesia,

(4)
(5)

Mengacu data pada tabel di atas, telah teridentifikasi pelesapan dan perubahan bunyi bahasa yang dihasilkan Mira. Tampak pelesapan lebih dominan dibandingkan perubahan dalam bunyi bahasa. Pada pelesapan bunyi bahasa dalam berbagai variasi kata, yang tidak muncul seperti [s], [r], [g], [i], [u], [p], [m], [k], [e], [l], [r], [n], dan [a]. Sedangkan untuk perubahan bunyi bahasa terdapat kemunculan bunyi [r], [y], [e], [i], [m], [n],[w], [y], [j], [d], [k], [t], [l],[y],[c], [g], [d], [c], [s].

Setelah diketahui bentuk kata yang diujarkan oleh Mira telah mengalami gejala pelesapan dan perubahan bunyi bahasa. Dengan demikian, diperlukan pemaparan terhadap pelesapan dan perubahan bunyi bahasa tersebut. Perihal yang dimaksud dapat mengacu pada pandangan para pakar dalam menjelaskan permasalahan pelesapan dan perubahan bunyi. Dua hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pelesapan Bunyi

Pelesapan bunyi [m] yang terdapat pada kata [main] menjadi [ain] dan kata [minum] menjadi [inum]. Dapat dinyatakan bahwa Mira mengalami kesulitan menghasilkan konsonan hambat letup bersuara bilabial melalui bunyi [b] di awal kata.

Pelesapan bunyi vokal [s] pada kata [sate] menjadi [ate] dan [sakit] menjadi [akit]. Hal tersebut menunjukkan bahwa Mira masih kesulitan membunyikan vokal [s] yang berada di tengah kata. Pelesapan bunyi [g] pada kata [jangan] menjadi [anan]. Dengan demikian, Mirza mengalami kesulitan memunculkan konsonan hambat letup bersuara dorso velar pada bunyi [g] yang terdapat di awal dan akhir kata.

Pelesapan bunyi [m] terdapat pada kata [mandi] menjadi [andi], [mau] menjadi [au],.Hal ini menandakan bahwa Mira mengalami kesulitan untuk menghasilkan konsonan frikatif tidak bersuara maupun bersuara laringal pada bunyi [m] di awal dan akhir kata.

Pelesapan bunyi [k] pada kata <kakak?> menjadi [kaka], [nenek]] menjadi [nene], [badut] menjadi [badu], [ondel] menjadi [onde]. Dapat dinyatakan bahwa Mira masih kesulitan untuk mengungkapkan konsonan hambat letup bersuara dan tidak bersuara glotal hamzah melalui bunyi [?] yang terdapat pada akhir kata, merupakan konsonan hambat letup tidak bersuara dorsovelar.

Pelesapan bunyi [m] terdapat pada kata [[minum] menjadi [inum], [minta] menjadi [inta]. Hal itu menunjukkan bahwa Dengan demikian, Mira masih kesulitan untuk menghasilkan konsonan nasal bersuara bilabial pada bunyi [m] di awal kata.

(6)

Pelesapan bunyi [p] pada kata [pinjem] menjadi [injem]. Hal tersebut menunjukkan bahwa Mira masih kesulitan memunculkan konsonan hambat letup tidak bersuara bilabial melalui bunyi [p] pada awal kata.

Pelesapan bunyi [m] pada kata [mau] menjadi [ua]. Perihal tersebut belum dapat dijelaskan sebab bunyi [m] tidak termasuk bunyi konsonan dalam bahasa Indonesia.

Pelesapan bunyi [r] yang terdapat pada kata [berenang] menjadi [binang], <kotor> menjadi [kotoy], <motor> menjadi [motoy], Oleh karena demikian, Mirza mengalami kesulitan dalam mengungkapkan konsonan getar apiko alveolar melalui bunyi [r] di awal maupun tengah kata.

Berdasarkan hasil deskripsi tersebut, dapat dinyatakan bahwa alat ucap serta cara artikulasi Mira masih belum berada pada tahap kesempurnaan sehingga selalu mengalami kesulitan dalam menghasilkan bunyi-bunyi tertentu, baik berada di awal, tengah, maupun akhir kata. Oleh karenanya, bunyi bahasa yang dihasilkan Mira tentu berbeda dengan bunyi bahasa yang dihasilkan oleh orang dewasa. Sebab Mirza masih melakukan pelesapan bunyi bahasa terhadap kata-kata yang diujarkan. Hal itu tampak dari pelesapan bunyi [m], konsonan hambat letup ([s], [k], , konsonan frikatif ([s] dan [h]), konsonan nasal melalui bunyi [m], konsonan lateral melalui bunyi [l], serta konsonan getar melalui bunyi [r], yang seharusnya dibunyikan pada berbagai variasi kata yang menjadi data. Menunjukkan bahwa belum sempurnanya pembentukan alat ucap serta cara mengartikulasikan sehingga mengakibatkan Mirza “terpaksa” melakukan pelesapan beberapa bunyi terhadap kata-kata yang diujarkan. Mencermati hasil deskripsi data pemerolehan bahasa dikaji secara fonologi yang menitikberatkan pada aspek fonetik artikulatoris. Diketahui wujud pelesapan yang dilakukan oleh Mira terdapat pada awal, tengah, dan akhir kata.

Perubahan Bunyi

Untuk mengujarkan kata secara sempurna tidak dapat berlangsung secara tiba-tiba. Melainkan butuh proses panjang untuk menghasilkan hal tersebut. Begitu juga yang dialami oleh Mirza dalam proses menghasilkan bunyi bahasa secara sempurna terkait pemerolehan bahasanya. Upaya yang dilakukan berupa mengubah bunyi yang berada pada titik artikulasi yang sama dengan bunyi bahasa yang dimaksud.

(7)

mencapai tahap kesempurnaan, namun Mira berusaha membunyikan [w] yang merupakan bunyi hambat letup bersuara melalui [s] yang merupakan bunyi hambat letup tak bersuara.

Perubahan bunyi <r> menjadi [y] pada kata <kotor> menjadi [kotoy], <r> menjadi [y] pada kata <merah> menjadi [melah] serta <r> menjadi [y] dan [l] pada kata <orah> menjadi [olah] maupun [oyah]. Dapat dinyatakan bahwa perubahan bunyi /r/ menjadi [y] dan [l] pada kata tersebut sebagai suatu tahapan dalam mencapai kesempurnaan bunyi bahasa dalam upaya pemerolehan bahasa pada kata [buruh], [merah], dan [orah].

(8)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan tentang pemerolehan bahasa Mira. Ternyata lingkungan bahasa yang paling dominan yakni lingkungan keluarga. Lebih lanjut, data kebahasaan terkait pemerolehan bahasa oleh Mira dikaji secara fonologi yang menitikberatkan aspek fonetik artikulatoris. Diketahui bahwa Mira pada usia 2 tahun dalam menghasilkan bunyi bahasa masih melakukan pelesapan dan perubahan. Pada pelesapan bunyi bahasa, Mira belum dapat menghasilkan bunyi vokal [e], konsonan hambat letup ([p], [b], [g], dan [?] atau [k]), konsonan frikatif ([s] dan [h]), konsonan nasal melalui bunyi [m], konsonan lateral melalui bunyi [l], serta konsonan getar melalui bunyi [r] pada variasi kata-kata yang didata, hal itu terjadi pada awal, tengah, dan akhir kata. Banyak dipengaruhi oleh bentuk alat ucap serta cara artikulasi Mirza yang belum mencapai tahap kesempurnaan. Sedangkan pada perubahan bunyi, Mira membunyikan [r] menjadi [y], [s] menjadi [c], [w] menjadi [y] dan [l], serta [k] menjadi [t], [g] menjadi [t],[j] menjadi [t]. Adapun perubahan bunyi yang terjadi terkait rangkaian tahapan untuk menghasilkan bunyi bahasa sempurna seperti tuturan orang dewasa.

Untuk mencapai kematangan berbahasa Mira, maka dibutuhkan peran lingkungan bahasa terutama keluarga. Harus secara intensif melakukan interaksi komunikasi sehingga Mira membiasakan bunyi-bunyi bahasa yang belum dikuasainya. Hal tersebut dapat membantu kematangan kognisi dalam upaya Mira memperoleh bahasanya. Hingga akhirnya bunyi bahasa yang dituturkan oleh Mira dapat mencapai tingkat kematangan seperti bahasa yang dituturkan oleh orang dewasa.

(9)

Daftar Pustaka

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Referensi

Dokumen terkait

Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan. Penentuan untuk membuktikan bahwa wanita dalam keadaan hamil. Pada saat inilah tugas psikologis pertama

Penyebab lain seringnya K-means terjebak pada solusi lokal optima adalah karena cara penentuan titik pusat baru untuk setiap iterasi dalam K-means dilakukan dengan menggunakan

Painting berarti bahwa ketika anda menambahkan sesuatu – apakah itu titik, garis, bangun, coretan dan sebagainya – ke atas bidang gambar, maka anda melakukan hal yang sama

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap konsumen terhadap konsumsi cabai merah; mengetahui pengaruh harga, pendapatan dan jumlah tanggungan

Hasil penelitian ini kurang baik bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya Yacob dan Endriani (2010), dimana pada konsentrasi 100% rata-rata diameter zona hambat ekstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Streaching Williams terhadap perubahan kadar gula darah pada lansia penderita diabetes melitus di Posyandu

Selama ini kita menggunakan road map yang diketemukan oleh Rudolf von Savigny untuk mendapatkan kebenaran ilmiah dengan cara menemukan konsep-konsep yang ada

4 Penelitian ini menguji sikap mahasiswa kesejahteraan sosial mengenai definisi berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap istri oleh suami serta faktor-faktor yang