Perlindungan Hak-Hak Atas Petani atas
Lahan Pertanian Sebagai Salah Satu Hak
Asasi Manusia di Indonesia
•
Yati Ning Asih
(8111416272)
Decision Making
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan Pemerintah
Hak hak petani Hak hak
petani Perlindunga
n tanah Lahan Pertanian Perlindunga
Kebijakan Pemerintah Daerah dalam
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan
Ketersediaan lahan menjadi salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Hal ini mengingat
bahwa pencapaian swasembada pangan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional, sehingga untuk
mencapainya dibutuhkan pula dukungan ketersediaan lahan. Untuk mengamankan sejumlah lahan pangan yang ada agar tidak dialihfungsikan, serta demi tercapainya tujuan
pembangunan nasional, maka disusunlah UU Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Dengan adanya UU 41/2009,
diharapkan dapat dicapai swasembada pangan pada periode 2010-2014, yaitu berupa pencapaian 10 juta ton beras, serta diikuti pencapaian swasembada komoditas pangan lainnya seperti jagung, kedelai, ubi jalar dan ubi kayu.
Sejalan dengan amanat yang terdapat dalam UU No.
41/2009, dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah 2014 prioritas 5
dijelaskan, bahwa salah satu target pemerintah adalah perluasan lahan pangan sebesar 2 juta hektar, dengan target waktu sampai 2014. Perluasan lahan ini
dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan pangan
nasional. Mengingat dengan jumlah lahan yang ada saat ini (8 juta ha) belum menghasilkan produksi pangan yang optimal. Sesuai dengan Pasal 1 UU 41/2009, lahan yang dilindungi dalam LP2B merupakan bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan
secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Lahan yang telah ditetapkan untuk dilindungi ini nantinya, sesuai dengan Pasal 35 PP 1/2011, akan dilindungi dan dilarang untuk sialihfungsikan
Hak pemenuhan dan perlindungan hak asasi
petani
Hak Atas Sumber-Sumber Agraria
•
Petani baik laki-laki maupun perempuan dan
keluarganya berhak memiliki tanah secara layak
adil untuk tempat tinggal maupun untuk tanah
pertanian baik secara individu maupun secara
kolektif.
•
Petani baik laki-laki maupun perempuan dan
keluarganya berhak untuk menggarap atas
tanah-tanah milik atau yang dibebani hak lainnya.
•
Hak-hak dari petani baik laki-laki maupun
perempuan dan keluarganya atas kepemilikan atau
akses kepada sumber-sumber agraria dan
kemampuan pribadi dalam hukum dan
pelaksanaannya tidak membedakan perbedaan
jenis kelamin, agama, golongan, suku, dan
budayanya.
•
Hak-hak dari petani baik laki-laki maupun
perempuan dan keluarganya atas kepemilikan atau
akses kepada sumber-sumber agraria dan
kemampuan pribadi dalam hukum dan
pelaksanaannya tanpa membedakan jenis, umur
atau senioritas berdasarkaan hukum dan praktek
adat dan kebiasaan yang berlaku tanpa melanggar
rasa keadilan dan kebenaran
• Petani baik laki-laki maupun perempuan dan
keluarganya berhak untuk menggarap dan memiliki tanah negara (nonproduktif) yang sudah menjadi sumber pokok kehidupan ekonomi dan kehidupan masyarakat.
• Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak mendapatkan air bersih.
• Petani baik laki-laki maupun perempuan dan
keluarganya berhak mendapatkan dan menggunakan sumber-sumber air untuk kepentingan usaha
pertanian.
• Petani baik laki-laki maupun perempuan dan
keluarganya berhak mengelola sumber-sumber air yang berada di wilayah kekuasaan petani.
• Petani baik laki-laki maupun perempuan dan
keluarganya berhak untuk mengelola, memelihara, dan menikmati hasil hutan.
• Petani baik laki-laki maupun perempuan dan
keluarganya berhak untuk menolak segala bentuk konversi tanah pertanian untuk kepentingan
industrialisasi.
• Petani baik laki-laki maupun perempuan dan
keluarganya berhak atas jaminan dan perlindungan hukum atas lahan pertaniannya dan tempat
1. Tahap pertama :pembentukan forum.
2. Pada awal mediasi, sebelum rapat antara mediator dan para pihak, mediator menciptakan atau membentuk forum. Setelah forum terbentuk, diadakan rapat bersama.
3. Tahap kedua: pengumpulan dan pembagian informasi. 4. Setelah tahap awal selesai, maka mediator
meneruskannya dengan mengadakan rapat bersama, dengan meminta pernyataan atau penjelasan pendahuluan pada masing-masing pihak yang bersengketa. Pada tahap informasi, para pihak dan mediator dalam acara bersama.
5. Tahap ketiga, merupakan tahap penyelesaian masalah. 6. Selama tahap tawar-menawar atau perundingan
penyelesaian problem, mediator bekerja dengan para pihak secara bersama-sama dan terkadang terpisah, menurut keperluannya, guna membantu para pihak merumuskan permasalahan, menyusun agenda untuk membahas masalah dan mengevaluasi solusi.
7. Tahap keempat pengambilan keputusan.
8. Dalam tahap ini para pihak saling bekerja sama dengan bantuan mediator untuk memilih solusi yang dapat disepakati bersama atau setidaknya solusi yang dapat diterima terhadap masalah yang diidentifikasi.
Dalam rangka mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan perlu diselenggarakan pembangunan pertanian berkelanjutan. Untuk mengendalikan konversi lahan pertanian melalui UU RI No. 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diharapkan dapat mendorong ketersediaan lahan
pertanian untuk menjaga kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan. UU No. 41 Tahun 2009 bertujuan untuk :
1. Melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan
2. Menjamin ketersediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan
3. Mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pengan
4. Melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani
5. Meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat
6. Meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani 7. Meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi
kehidupan yang layak
8. Mempertahankan keseimbangan ekologis 9. Mewujudkan refitalisasi pertanian
1.Perlindungan lahan pertanian pangan ditujukan untuk keberlangsungan tanaman pangan yaitu padi, dimana merupakan tanaman penghasil beras. Beras merupakanmakanan baku rakyat Indonesia.
Ketergantungan tanaman pangan terhadap
ketersediaan lahan merupakan dasar dari upaya
perlindungan lahan pertanian. UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (PLP2B) berlaku sebagai payung hukum dari usaha mempertahankan lahan untuk pertanian pangan terhadap kepentingan
pembangunan. Tetapi jika di telaah lebih lanjut
keberadaan Undang-undang tersebut hanya terpaku pada mempertahankan keberadaan lahan pertanian saja tidak mempertahankan keberadaan lahan
secara berkelanjutan. Ancaman degradasi lahan sebenarnya ancaman yang lebih seriuas dimana penurunan kwalitas keseburan tanah karena
penggunaan pupuk anorganik atau pupuk buatan. Jika dibiarkan terus menerus tanpa pengawasan dari pemerintah akan mengakibatkan terjadinya
kerawanan pangan karena punahnya kesuburan tanah.
2.Arah dan tujuan politik hukum Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk upaya pencegahan konversi lahan sawah sulit dilakukan, upaya yang dapat dilakukan hanya bersifat pengendalian. Masyarakat yang diperlukan untuk itu adalah perangkat peraturan yang tegas dan harus didukung oleh keakuratan pemetaan dan pendataan penggunaan lahan yang dilengkapi dengan teknologi yang memadai. Upaya yang realistis untuk dilakukan adalah kebijakan mencetak lahan baru dan
meningkatkan kualitas irigasi yang ada dengan dana utama dari pemerintah dan melibatkan patisipasi masyarakat.
B.Saran.
Berdasarkan kesimpulan diatas permasalahan yang ada diatas maka, penulis memberikan saran- saran sebagai berikut
1.Pembangunan pertanian dimana memasuki era globalisasi mendatang kebijakan harus mempunyai keberpihakan pada peningkatan kesejahteran jaminan pangan dan pelaku usaha sektor pertanian. Dengan