• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG - Peranan Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG - Peranan Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Demokrasi adalah pemerintahan dari,oleh dan untuk rakyat. Demokrasi

merupakan bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut campur

tangan dalam memberikan partisipasi dan memberikan aspirasi dalam perumusan

kebijakan publik melalui perantaraan wakil-wakil rakyat atau pemerintahan

rakyat. Sistem demokrasi dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang terbaik dan

ideal karena dipandang sebagai sistem yang menjungjung tinggi kebebasan rakyat

dan mengedepankan aspek persamaan maupun kesetaraan. Demokrasi juga dapat

diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan

hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga Negara.

Prinsip demokrasi adalah meletakkan kekuasaan di tangan rakyat. Tolak

ukur keberhasilan sistem demokrasi ialah semakin tinggi partisipasi masyarakat

semakin tinggi pula kadar demokrasinya. Dalam sistem demokrasi partisipasi

politik rakyat merupakan sebuah pilar yang membangun keberhasilan sistem

tersebut. Bentuk-bentuk partisipasi rakyat seperti ikut serta dalam pemilihan

umum, pengawasan terhadap pejabat negara, maupun penentuan dalam kebijakan

(2)

Di kebanyakan negara demokrasi pemilihan umum merupakan unsur

demokrasi dan dianggap lambang sekaligus tolak ukur dari implementasi

demokrasi. Robert A. Dahl mengajukan lima kriteria demokrasi, yakni1

1. Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang

mengikat;

:

2. Partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga

negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif;

3. Pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi

setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses

politik dan pemerintahan;

4. Kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan

eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda yang harus

dan tidak harus diputuskan melalui pemerintahan;

5. Terliputnya masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.

Pemilihan Umum diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil

rakyat baik di tingkat pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah, serta

untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh

dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang

diamanatkan oleh pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Pemilihan Umum dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka

1

(3)

mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai

demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif

dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang

demokratis. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana

keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan berserikat, dianggap

mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.2

Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung menjadi

sebuah peristiwa yang penting dalam memperbaiki demokrasi di daerah dan

merupakan wujud implementasi sistem demokrasi. Indonesia sebagai Negara

demokrasi berkaitan dengan Pemilihan Umum secara langsung yaitu adanya

keterlibatan langsung masyarakat dalam proses Pemilihan Umum kepala daerah.

Bentuk dari adanya keterlibatan masyarakat adalah dengan cara rakyat dapat

menentukan sendiri calon pemimpin daerah yang dipercaya untuk membangun

sebuah daerah menjadi lebih baik melalui pelaksanaan pemilihan umum kepala

daerah.

Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan perwujudan dari sistem

demokrasi untuk pemilihan calon kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota.

Pemilihan Kepala Daerah Langsung merupakan perjalanan politik yang panjang,

sejarah politik mencatat Pemilihan Kepala Daerah telah dilakukan dengan tiga

jenis sistem yaitu pertama, sistem penunjukkan atau pengangkatan oleh

Pemerintah Pusat pada masa kolonial Belanda dan Jepang tercatat dalam

Undang-Undang No. 27 Tahun 1902 ; Undang-Undang-Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 ; Penetapan

2

(4)

Presiden No. 6 Tahun 1959 juncto Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960. Kedua,

Sistem Pemilihan Perwakilan Semu dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1965

dan Undang-Undang No. 5 tahun 1974. Ketiga, Sistem Pemilihan Perwakilan dan

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Penerapan Undang-Undang No. 22 Tahun

1948 dan Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 juncto Penetapan Presiden No. 5

Tahun 1960.3

Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan rekrutmen politik yaitu

penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala

daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur maupun Walikota/Wakil Walikota atau

Bupati/Wakil Bupati.

4

Adapun lima implikasi penting dari kehadiran Pemilihan Umum Kepala

Daerah terhadap manajemen pemerintahan daerah

Salah satu tujuan pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala

Daerah langsung adalah sebagai sarana untuk mewujudkan otonomi daerah dan

memperkuat demokrasi lokal. Sementara itu tujuan otonomi daerah adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan

kepentingan aspirasi rakyat. Secara tidak langsung pelaksanaan Pemilihan Umum

Kepala Daerah langsung untuk kepentingan umum.

5

3

Topo Santoso, Mengawasi Pemilu Mengawal Demokrasi, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2004.

. Pertama, Pemilihan Umum

Kepala Daerah berpotensi untuk mengurangi “arogansi” lembaga DPRD yang

selama ini seringkali mengklaim dirinya sebagai satu-satunya institusi pemegang

mandat rakyat yang representative. Pemilihan Umum Kepala Daerah akan

4

Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2005,hal.90.

5

(5)

memposisikan Kepala Daerah juga sebagai pemegang mandat rakyat. Lembaga

DPRD lebih dikhususkan pada pelaksanaan fungsi legilasi, anggaran dan

pengawasan kebijakan. Kedua, Pemilihan Umum Kepala Daerah berpotensi

membatasi kekuasaan dan kewenangan DPRD yang terlalu besar. Ketiga,

Pemilihan Umum Kepala Daerah berpotensi menghasilkan kepala daerah yang

bermutu. Keempat, Pemilihan Umum Kepala Daerah berpotensi menghasilkan

suatu pemerintahan daerah yang lebih stabil, produktif dan efektif. Kelima,

Pemilihan Umum Kepala Daerah berpotensi mengurangi praktek politik uang atau

money politics dalam proses pemilihan umum kepala daerah.

Pemilihan Umum Kepala Daerah langsung merupakan jawaban maupun

atas tuntutan aspirasi rakyat karena presiden dan wakil presiden, DPR, DPD,

hingga Kepala Desa selama ini telah dilakukan langsung.6 Keadaan ini untuk memberikan kebebasan pada rakyat untuk memilih sendiri sesuai dengan

aspirasinya dan rakyat mampu menggunakan analisisnya untuk memilih kepala

daerah yang mampu memimpin daerahnya. Pemilihan Umum Kepala Daerah

langsung juga sebagai sarana pembelajaran demokrasi bagi rakyat.7

Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung di Sumatera Utara telah

menjalani dua kali Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung yaitu pada Pembelajaran

demokrasi adalah rakyat dapat mengikuti proses pelaksanaan pemilihan hingga

pelantikan. Hal ini dinilai sebagai media untuk rakyat dapat memahami dengan

baik proses pemilihan umum dan diharapkan masyarakat dapat membangun

kesadaran diri dan tidak bersikap apatis.

6

Samsul Wahidin, Hukum Pemerintahan Daerah Mengawasi Pemilihan Umum Kepala Daerah, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008,hal 138.

7

(6)

tahun 2008 dan yang kedua pada tahun 2013. Pemilihan Umum Gubernur dan

Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara dilaksanakan pada tanggal 7 Maret

2013. Standarisasi keberhasilan pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah

Langsung yaitu adanya partisipasi politik rakyat. Hal tersebut merupakan syarat

untuk menciptakan Pemilihan Umum Kepala Daerah yang berkualitas. Pemilihan

Umum Kepala Daerah yang berkualitas merupakan proses pemilihan terjadi dalam

keadaan Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.

Lembaga pengawas Pemilu baru muncul pada Pemilu tahun 1982 secara

resmi diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980. Pengawasan dalam

pemilihan umum 1982 dilakukan oleh suatu lembaga resmi yang dibentuk

berdasarkan Undang-Undang. Terbentuknya panitia pengawas pelaksanaan

Pemilihan Umum pada Pemilu tahun 1982 karena dalam Pemilu banyak diwarnai

pelanggaran-pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh

penyelenggara Pemilihan Umum dalam Pemilihan Umum 1971 dan 1977. Adapun

sasaran pengawasan terhadap Pemilu Tahun 1982 adalah Pendaftaran pemilih dan

jumlah penduduk, Kampanye Pemilu, Pengawasan Pemungutan Suara,

Pengawasan Penghitungan Suara, Pengawasan Terhadap Penetapan Hasil Pemilu,

Pengawasan Terhadap Pembagian Kursi. Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala

Daerah yang berkualitas mengharuskan adanya sistem pengawasan yaitu

pengawasan yang independen. Lembaga ini dibentuk untuk memperkuat pilar

demokrasi dan meminimalkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran maupun

(7)

Pengawasan ini memiliki fungsi sebagai pemantau terhadap

penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah. Fungsi utama sistem

pengawasan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan peningkatan

kualitas dan mencegah maupun mengontrol terjadinya hal-hal yang dapat

menghambat jalannya sebuah proses penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala

Daerah. Adapun beberapa yang menjadi ciri-ciri utama dari pengawasan yang

independen yakni8

• Dibentuk berdasarkan perintah konstitusi atau undang-undang, :

• Tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politik tertentu,

• Bertanggung jawab kepada parlemen,

• Menjalankan tugas sesuai dengan tahapan Pilkada,

• Memiliki integritas dan moralitas yang baik dan

• Memahami tata cara penyelenggaraan Pilkada. Dengan begitu Panwaslu

Pilkada, tidak hanya bertanggungjawab terhadap pembentukan

pemerintahan yang demokratis, tetapi juga ikut andil dalam membuat

rakyat memilih kandidat kepala daerah yang mereka anggap mampu.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang

Penyelenggara Pemilihan umum, Pengawasan penyelenggaraan pemilihan umum

dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu

Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.

8

(8)

Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia

Nomor 10 Tahun 2012 Pembentukan Badan Pengawas Pemilu Provinsi,

selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu

untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi. Panitia Pengawas

Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu Kabupaten/Kota adalah

panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi untuk mengawasi penyelenggaraan

Pemilu di wilayah kabupaten/kota. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan,

selanjutnya disingkat Panwaslu Kecamatan, adalah Panitia yang dibentuk oleh

Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di

wilayah kecamatan atau nama lain. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2011 Pasal 72 ayat 2, Jumlah anggota Bawaslu sebanyak lima orang,

Bawaslu Provinsi sebanyak tiga orang, Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak tiga

orang dan jumlah anggota Panwaslu Kecamatan sebanyak tiga orang.

Keanggotaan Bawaslu terdiri atas individu yang memiliki kemampuan

pengawasan penyelenggaraan Pemilu. Tahapan penyelenggaraan merupakan salah

satu fungsi dan wewenang Pengawas Pemilihan Umum

Didalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun

2012 Tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah pasal 5 disebutkan, Pengawasan Pemilu Kada Provinsi

dilaksanakan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,

Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan. Adapun tugas dan

wewenang Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota disebutkan dalam

(9)

a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah

Kabupaten/Kota;

b. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan

peraturan perundang-undangan pemilihan mengenai Pemilu;

c. Menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan

Pemilu yang tidak mengandung unsur tindak pidana;

d. Menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota

untuk ditindaklanjuti;

e. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi

kewenangannya kepada instansi yang berwenang;

f. Menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk

mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan

adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya

tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh Penyelenggara Pemilu di

tingkat Kabupaten/Kota;

g. Mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu

tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Kabupaten/Kota,

sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang

terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya

Pemilu yang sedang berlangsung;

(10)

i. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas Panwaslu Kabupaten/Kota dapat memberikan

rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkansementara dan/atau mengenakan

sanksi administratif atas pelanggaran dan memberikan rekomendasi kepada yang

berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur

tindak pidana Pemilu. Panwaslu Kabupaten/Kota juga memiliki kewajiban yang

harus dilaksanakan, adapun yang menjadi kewajiban Panwaslu Kabupaten/Kota

yakni :

a. Bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan

wewenangnya;

b. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

tugas Panwaslu pada tingkat di bawahnya;

c. Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan

dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan melalui Pemilu;

d. Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu

Provinsi sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau

berdasarkan kebutuhan;

e. Menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu Provinsi

(11)

KPU Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya

penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota;

f. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Keberhasilan dari terlaksananya Pemilihan Umum Gubernur/Wakil

Gubernur yang aman tergantung pada peranan dan kinerja Panitia Pengawasan

Pemilihan Umum. Lembaga ini sebagai pengawasan yang mengawasi berjalannya

sistem pemilihan umum. Pengawasan pemilihan umum Gubernur/Wakil Gubernur

ditentukan dalam perundangan. Tidak sedikit terjadi kasus-kasus pelanggaran,

kecurangan maupun penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan

umum kepala daerah, Panwaslu Kota Medan menemukan dan menerima sejumlah

26 temuan pelanggaran dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur

Sumatera Utara Tahun 2013. Oleh sebab itu keberadaan Panwaslu

Kabupaten/Kota sangat diperlukan dan diharapkan lembaga ini efisien,

profesional, independen dan imparsial agar proses pemilihan umum

Gubernur/Wakil Gubernur dapat berlangsung sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang yang berlaku.

Panitia pengawas pemilu banyak menuai kritikan dan tuntutan. Hal

tersebut dikarenakan tidak jelasnya mekanisme pengawasan. Keberadaan lembaga

ini banyak disebut sebagai lembaga penyedot anggaran, efektifitasnya

dipertanyakan dan kinerja lembaga ini diragukan. Tidak sedikit masyarakat yang

kecewa terhadap kinerja Panwaslu oleh sebab itu efektivitas pengawasan pemilu

(12)

pengawasan itu dijalankan dengan baik. Dengan demikian, Kemandirian

Panwaslu merupakan pilar inti dalam penyelenggaraan Pilkada, karena Pilkada

yang jujur, adil, dan demokratis, sangat tergantung pada sejauhmana Panwaslu

bekerja dengan baik dan menjamin Pilkada berlangsung secara demokratis.

Kemudian yang perlu diperhatikan Panwaslu tidak mampu menjamin

suksesnya proses pemilihan umum di daerah karena mungkin adanya hal-hal yang

menyebabkan kurang maksimalnya kinerja Panwaslu contohnya seperti berada

dibawah kendali suatu golongan yang menjadi tim sukses maupun tim kampanye,

partai politik, pemerintah daerah, dan DPRD. Selain itu, tidak adanya aturan yang

berlaku tentang sanksi apa yang diberikan jika anggota Panwaslu tidak bekerja

secara efektif. Kinerja Panwaslu kemudian menjadi pertanyaan besar dalam setiap

lapis masyarakat apakah baiknya lembaga ini dibubarkan saja karena seharusnya

kinerja Panwaslu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan dan Kode Etik

Pelaksana Pemilu. Oleh karena itu, penulis tertarik ingin melihat dan meneliti

bagaimana efektivitas peran pengawasan Panwaslu Kota Medan dalam Pemilihan

(13)

I.2 PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa

masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini dipandang menarik, penting dan

perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha untuk

menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau

perlu dicari pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah adalah

merupakan pertanyaan lengkap dan rinci mengenai lingkup masalah yang akan

diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.9

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah

diatas, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah.

“Bagaimana proses tindak lanjut atas temuan/laporan Panwaslu

Kabupaten/Kota Medan sesuai dengan Peraturan Pemilu dan Peraturan

Perundang-Undangan.”

“Bagaimana sistem pengawasan Pemilihan Umum Kepala Daerah yang

dilakukan oleh Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan dalam menciptakan

partisipasi publik dan peserta pemilihan umum untuk ikut serta mengawasi

pelaksanaan tahapan Pemilihan Umum Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2013.”

9

(14)

I.3 PEMBATASAN MASALAH

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan adanya pembatasan masalah terhadap

masalah yang diteliti. Pembatasan masalah merupakan ruang lingkup masalah

yang perlu lebih difokuskan agar hasil yang diperoleh relevan dengan tujuan yang

ingin dicapai dan menghasilkan uraian yang sistematis dan tidak melebar. Maka

batasan masalah dalam penelitian ini, adalah :

1. Penelitian ini mendeskripsikan tentang bagaimana

efektivitas kinerja Panitia Pengawas Pemilihan Umum

dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera

Utara Tahun 2013.

2. Penelitian ini mengkaji tentang peranan Panitia Pengawas

Pemilihan Umum Kota Medan dalam Pemilihan Gubernur

dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013

I.4 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan tentang peranan Panitia Pengawas Pemilihan

Umum Kota Medan dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan

Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

2. Untuk mengetahui sejauhmana efektivitas pelaksanaan pengawasan

(15)

Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun

2013.

I.5 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis maupun metodologis studi ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan terhadap pemahaman tentang peranan

Panita Pengawas Pemilihan Umum.

2. Secara akademis, diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan

mahasiswa Departemen Ilmu Politik dan dapat menjadi sumber

rujukan bagi Departemen Ilmu Politik, fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir

dalam menulis karya ilmiah.

I.6 KERANGKA TEORI

I.6.1 KONSEP TEORI PEMERINTAHAN DAERAH

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan

Daerah maka defenisi yang dapat dilihat dari Pemerintahan Daerah adalah

“penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan

(16)

sistem yang menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial,

ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya.10 Pemerintah adalah

Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara

RI, penyelenggara pemerintahan daerah adalah gubernur, bupati atau walikota,

dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.11

Sistem pemerintahan di Indonesia meliputi :

a. Pemerintah pusat, yakni pemerintah;

b. Pemerintahan daerah, yang meliputi pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota;

c. Pemerintahan desa

Penyelenggara pemerintahan daerah memiliki wewenang dalam

memegang kekuasaan dalam pemerintahan daerah. Sistem pemerintahan

Indonesia mengadopsi sistem pembagian kekuasaan dimana pembagian kekuasaan

tersebut memiliki fungsi dan wewenang yang berbeda-beda. Salah satu ciri

pemerintahan yang menganut pembagian kekuasaan yang seimbang dan saling

mengecek adalah baik lembaga legislatif maupun eksekutif dipilih secara

langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.12

Pembagian kekuasaan menurut Montesquie dibentuk menjadi tiga bagian

yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif.

Kekuasaan eksekutif dilaksanakan oleh Presiden beserta menteri-menterinya,

10

11

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta:2008; hal 5.

12

(17)

kekuasaan legislatif dilaksanakan oleh Perwakilan rakyat, dan kekuasaan yudikatif

dilaksanakan oleh Mahkamah Agung besera perangkat di daerah.

Pembentukan pemerintah daerah sesuai dengan Amanat Pasal 18 UUD

Negara RI Tahun 1945, telah melahirkan berbagai produk undang-undang dan

peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang pemerintahan

daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1965, Undang Nomor 5 Tahun 1974, dan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 selanjutnya diperbaharui menjadi Undang-Undang-Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008.

Pemerintah daerah dibentuk untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat

didaerah dengan dapat mengelola dan mengoptimalkan hasil sumber daya dari

daerah tersebut. Pemerintah daerah merupakan hasil implementasi dari demokrasi

dengan memiliki pelaksana pemerintah daerah yang baik yang mampu mengelola

daerah. Pelaksana pemerintah daerah disebut dengan gubernur, walikota maupun

bupati.

Gubernur merupakan jabatan politik tertinggi dalam pemerintahan daerah.

Gubernur memegang kekuasaan dalam satu wilayah provinsi. Gubernur sebagai

wakil pemerintah pusat bertanggungjawab atas terlaksananya visi dan misi

pemerintah pusat terutama tugas-tugas umum. Dalam kedudukannya, gubernur

mempunya tugas dan wewenang yakni13

13

Ibid hal 56.

(18)

a. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah,

kabupaten/kota;

b. Koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsi dan

kabupaten/kota;

c. Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas

pembantuan di provinsi dan kabupaten/kota.

I.6.2 PEMILIHAN LANGSUNG DAN KUALIATAS DEMOKRASI

Demokrasi dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik

atau sistem politik yang ideal dan bahkan nyaris ‘sempurna’.14

Mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung ataupun tidak

langsung hanyalah bagian kecil dari peningkatan kualitas demokrasi di tingkat

lokal. Kualitas demokrasi sebenarnya harus didasarkan pada banyak hal, khusunya Ide pemilihan

kepala daerah langsung, dengan konsekuensi-konsekuensi tersembuyi diatas, lebih

banyak merupakan bagian euphoria demokrasi, yang hubungannya dengan

peningkatan kualitas demokrasi di tingkat lokal masih perlu dipertanyakan.

Euphoria ini semakin mendapat tempat wacana publik karena memang ada

berbagai penyimpanagan hampir disetiap pemilihan kepala daerah, penyimpangan

tersebut bukan saja karena dihasilkan oleh ketidaksempurnaan mekanisme sistem

pemilihan yang selama ini berlangsung, tetapi terutama oleh praktik money

politics yang melibatkan anggota DPRD. Artinya, rendahnya kualitas anggota

DPRD menjadi inti dari merebaknya persoalan yang bermuara pada kekecewaan

masyarakat.

14

(19)

menyangkut penerapan prinsip transparansi anggaran, partisipasi kelembagaan

lokal, dan akomodasi kepentingan-kepentingan masyarakat didalam pengambilan

keputusan/peraturan daerah.15

I.6.3 PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH LANGSUNG

Upaya untuk mewujudkan arti daripada demokratisasi telah ditempuh

pelbagai cara salah satunya adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah langsung

merupakan pilar demokrasi yang diharapkan dapat menciptakan demokrasi

ditingkat lokal. Dalam pemilihan ini rakyat diikutsertakan dalam pengambilan

kebijakan politik baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga

perwakilan atau DPRD.

Dinamika sistem pemilihan pemimpin merupakan tuntutan dalam sistem

pemerintahan yang modern dan terus berkembang. Dimana negara-negara modern

memiliki wilayah yang luas dan tidak terjangkau jika pemerintahan hanya berada

dipusat. Oleh sebab itu dibutuhkan sistem pemerintahan yang modern. Hal inilah

yang melatarbelakangi berkembangnya sistem pemilihan yaitu munculnya sistem

pemilihan langsung.

Disisi lain, hal yang melatarbelakangi munculnya sistem pemilihan umum

kepala daerah secara langsung ialah adanya ketidakpuasan atas hasil dari

pemilihan dan juga banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan didalam proses

Pilkada yang dilakukan para wakil rakyat di daerah. Namun upaya yang dilakukan

15

(20)

ini bukan berarti memberantas tuntas tindakan-tindakan negatif tetapi setidaknya

dapat diminimalkan untuk mencapai keadaan stabilitas di masyarakat.

Perspektif Teoritis

Sebagai suatu sistem, sistem pilkada langsung mempunyai bagian-bagian

yang merupakan sistem sekunder atau secondary system ataupun sub-sub

sistem16

Sistem pilkada langsung merupakan kumpulan unsur yang melakukan

kegiatan atau menyusun skema atau tata cara melakukan proses untuk memilih

kepala daerah. Sebagai suatu sistem, sistem pilkada memiliki ciri-ciri antara lain

bertujuan untuk memilih kepala daerah, setiap komponen yang terlibat dan

kegiatannya mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai kegiatan yang

merupaka sub sistem, masing-masing kegiatan saling terikat dan tergantung dalam

suatu rangkaian utuh, memiliki mekanisme kontrol, dan mempunyai kemampuan . Bagian dari sistem tersebut adalah electoral regulation, electoral

process, dan electoral law enforcement. Electoral regulation adalah segala

ketentuan atau aturan mengenai pilkada langsung yang berlaku, bersifat mengikat

dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menunaikan

peran dan fungsi masing-masing. Electoral process dimaksudkan seluruh kegiatan

yang terkait secara langsung dengan pilkada yang merujuk pada ketentuan

perundang-undangan baik yang bersifat legal maupun teknikal. Electoral law

enforcement yaitu penegak hukum terhadap aturan-aturan pilkada baik politis,

administrative atau pidana. Ketiga bagian ini merupakan penentu sejauhmana

kapasitas sistem yang menjembatani pencapaian tujuan dari proses awalnya.

16

(21)

mengatur dan menyesuaikan diri. Pendeknya, inti sistem pilkada adalah hubungan

kebergantungan antar setiap komponen yang terlibat dan antar kegiatan yang

membentuk sistem atau interrelationship between parts.

Perspektif Praktis

Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas

memimpin birokrasi menggerakkan jalannya roda pemerintahan. Fungsi-fungsi

pemerintahan terbagi menjadi perlindungan, pelayanan publik dan pembangunan

(protective, public service dan development). Kepala daerah menjalankan fungsi

pengambilan kebijakan atas ketiga fungsi pemerintahan itu. Dalam konteks

struktur kekuasaan, kepala daerah adalah kepala eksekutif di daerah.17

Istilah jabatan publik mengandung pengertian bahwa kepala daerah

menjalankan fungsi pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan

kepentingan rakyat, berdampak terhadap rakyat dan dirasakan oleh rakyat. Oleh

sebab itu, kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan wajib

mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan kepada rakyat.

Adapun dalam pejabat politik terkandung maksud bahwa mekanisme rekrutmen

kepala daerah dilakukan dengan mekanisme politik, yaitu pemilihan yang

melibatkan elemen-elemen politik, seperti rakyat dan partai-partai politik.

Pilkada merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian raskyat terhadap

tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil

Gubernur maupun Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Dalam

kehidupan politik di daerah, pilkada merupakan salah satu kegiatan, yang nilainya

17

(22)

equivalen dengan pemilihan anggota DPRD. Equivalensi tersebut ditunjukkan

dengan kedudukan yang sejajar antara kepala daerah dan DPRD. Hubungan

kemitraan dijalankan dengan cara melaksanakan fungsi masing-masing sehingga

terbentuk mekanisme check and balances. Oleh sebab itu, pilkada sesungguhnya

bagian dari sistem politik di daerah.

Aktor utama sistem pilkada adalah rakyat, partai politik, dan calon kepala

daerah. Ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan dalam rangkaian tahapan-tahapan kegiatan pilkada langsung.

Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain:

1. Pendaftaran pemilih;

2. Pendaftaran calon;

3. Penetapan calon;

4. Kampanye;

5. Pemungutan dan penghitungan suara; dan

6. Penetapan calon terpilih.

Karena pilkada langsung merupakan implementasi demokrasi

partisipatoris, maka nilai-nilai demokrasi menjadi parameter keberhasilan

pelaksanaan proses kegiatan. Nilai-nilai tersebut diwujudkan melalui azas-azas

pilkada langsung yang umunya terdiri dari langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,

(23)

diatas harus menegakkan dan menjungjung tingggi nilai-nilai objektivitas,

keterbukaan, keadilan dan kejujuran.

Untuk mengoptimalkan tujuan dan fungsi tersebut perlu lembaga secara

formal berfungsi mengawal pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan tersebut. Istilah

mengoptimalkan diartikan bahwa tugas yang dijalankan untuk tahapan-tahapan

kegiatan diselenggarakan dengan sebaik-baiknya menurut kriteria demokrasi dan

ketentuan perundang-undangan.

Sistem pilkada dapat dibedakan dalam 2 jenis, yakni pilkada langsung dan

tidk langsung. Faktor utama yang membedakan kedua metoda tersebut adalah

bagaimana partisipasi politk rakyat dilaksanakan atau diwujudkan. Tepatnya

adalah metoda penggunaan suara yang berbeda.

Pilkada yang tidak memberi ruang-ruang bagi rakyat untuk memberikan

hak pilih aktif, yakni hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, dapat disebut

dengan pilkada tak langsung, seperti sistem pengangkatan dan/atau penunjukkan

oleh pemerintah pusat atau sistem pemilihan perwakilan oleh anggota DPRD.

Dalam sistem pengangkatan dan/atau penunjukkan oleh pemerintah pusat,

kedaulatan atau suara rakyat diserahkan bulat-bulat kepada pejabat pusat, baik

Presiden maupun Mendagri. Dalam sistem pemilihan perwakilan oleh DPRD,

kedaulatan atau suara rakyat diwakilkan kepada anggota DPRD. Sebaliknya

pilkada langsung selalu memberikan ruang bagi implementasi hak pilih aktif.

Seluruh warga asal syarat dapat menjadi pemilih dan mencalonkan diri sebagai

kepala daerah. Karena itulah, pilkada langsung sering disebut implementasi

(24)

Pilkada berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memenuhi

syarat disebut sebagai pilkada langsung karena dilaksanakan dengan

kegiatan-kegiatan yang melibatkan rakyat sebagai pemilih, memberikan kesempatan pada

masyarakat melalui partai politik untuk menjadi calon, menjadi penyelenggara,

dan mengawasi jalannya pelaksanaan kegiatan.

Kegiatan pilkada langung dilaksanakan dalam 2 tahap, yakni masa

persiapan dan tahap pelaksanaan. Sebagaimana dikatakan dalam pasal 65 ayat (1),

pilkada dilaksanakan melalui masa persiapan dan tahap pelaksanaan.

Masing-masing tahap dilakukan berbagai kegiatan yang merupakan proses pilkada

langsung. Pelaksanaan tahapan kegiatan tidak dapat melompat-lompat. Dalam

pasal 65 ayat (2) disebutkan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam masa

persiapan, yakni:

a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa

jabatan;

b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan

kepala daerah;

c. Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal

tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah;

d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS;

e. Pembentukan dan pendaftaran pemantau.

Penyelenggara menentukan kualitas pelaksanaan pilkada langsung. Pilkada

(25)

independen, mandiri dan non-partisan. Dengan kelembagaan penyelenggara yang

demikian, objektivitas dalam arti transparansi dan keadilan bagi pemilih dan

peserta pilkada relative bisa dioptimalkan.

Fungsi utama penyelenggara adalah merencanakan dan menyelenggarakan

tahapan-tahapan kegiatan. Fungsi tersebut bisa optimal apabila dilengkapi

mekanisme kontrol dan pertanggungjawaban (accountability) sehingga

dibutuhkan pengawasan. Ada tiga jenis pengawasan, yakni pengawasan internal,

semi-eksternal dan eksternal. Pengawasan internal dilaksanakan melalui

mekanisme organisasi yang bersifat struktural dalam bentuk supervise dan

pengambilan pengambilan keputusan yang bersifat kolektif kolegial melalui

mekanisme pleno. Pengawasan eksternal diwujudkan melalui pemantauan dan

pengawasan oleh masyarakat, partai politik, pers dan aktivis Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM). Sedangkan pengawasan semi-eksternal dilakukan dengan

pembentukan lembaga pengawasan yang mandiri, otonom dan independen namun

berada di dalam struktur penyelenggara yang bertugas mengawasi pelaksanaan

tahapan-tahapan kegiatan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 membagi kewenangan

penyelenggaraan pilkada langsung kepada tiga institusi, yakni DPRD, KPUD dan

Pemerintah Daerah. Secara fungsional, kedudukan ketiga institusi tersebut

berbeda menurut tugas dan wewenangnya.

1. DPRD merupakan pemegang otoritas politik.

Dimaksud dengan pemegang otoritas public adalah bahwa DPRD

(26)

mandate penyelenggaraan pilkada langsung, berwujud pemeberitahuan

mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah kepada kepala daerah

dan KPUD.

2. KPUD sebagai pelaksana teknis.

Sebagai pemegang mandate penyelenggara, KPUD secara teknis bertugas

melaksanakan tahapan-tahapan kegiatan, dari tahap pendaftaran pemilih

sampai penetapan calon terpilih. KPUD juga membuat regulasi (aturan),

mengambil keputusan, dan membuat kebijakan yang harus sesuai dengan

koridor hukum dan ketentuan perundangan.

3. Pemerintah Daerah menjalankan fungsi fasilitasi.

Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan fasilitasi proses pilkada

langsung meliputi bidang anggaran, personalia, dan kebijakan sebagai

eksekutif. Selain itu, ada beberapa tugas teknis yang harus dilaksanakan

(27)

I.7 METODE PENELITIAN

Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan

menguji kebenaran suatu pengetahuan, dimana dilakukan dengan melakukan

metode-metode ilmiah.

I.7.1 Jenis Penelitian

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif

untuk melihat bagaimana jawaban dari perumusan masalah yakni Bagaimana

efektivitas kinerja pengawasan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Medan

dalam Pemilihan Umum Gubenur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun

2013. Penelitian deskriptif yang digunakan oleh penulis dapat diartikan sebagai

sebuah penelitian yang menjelaskan maupun menggambarkan keadaan penelitian

dan berusaha untuk memberikan gambaran yang jelas dan mendalam tentang apa

yang diteliti dan menjadi pokok permasalahan.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama di

mana data berasal (langsung dari hasil objek penelitian) yaitu hasil wawancara

dan pengamatan pada Kantor Panwaslu Kabupaten/Kota Medan.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan informasi yang diperoleh dari hasil kajian

buku-buku ilmiah atau buku-buku referensi yang telah dibaca sesuai dengan judul karya

ilmiah Penulis. Selain itu, penulis juga mengakses informasi dari media internet.

(28)

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Di

Kantor Panwaslu Kota Medan. Jalan Sei Denai, Medan.

I.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan penulis untuk mendapatkan data yang relevan

secara langsung dari objek penelitian yang dimaksud. Beberapa teknik

pengumpulan data yang digunakan oleh penulis meliputi :

1. Wawancara

Yaitu metode penelitian lapangan yang digunakan penulis dengan cara

memberikan sejumlah pertanyaan baik lisan maupun tulisan dengan pihak

terkait, untuk mendapatkan jawaban langsung yang mendukung

pemecahan masalah dalam penelitian ini.

2. Studi Pustaka

Yaitu berupa referensi kepustakaan dari berbagai literature seperti

buku-buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan, majalah, koran, media online

serta bahan-bahan lain yang dianggap relevan dengan masalah-masalah

dalam penelitian ini.

I.7.4 Teknik Analisis Data

Sesuai dengan metode penelitian dalam menganalisis data, pada penelitian

ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kualitataif. Metode kualitatif

(29)

yang mengkaji masalah secara kasus perkasus. Tujuan dari metodologi ini

(30)

I.8 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan untuk

lebih mempermudah dan terarah dalam pembahasan skripsi ini. Maka penulis

membagi sistematika penulisan skripsi terdiri dari empat bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan mengenai Latar

Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian dan Sistematika

Penulisan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian

dan profil lembaga tempat penulis melaksanakan penelitian.

BAB III ANALISIS DATA

Dalam bab ini berisikan tentang penyajian data-data yang diperoleh

dari penelitian yang dilakukan mengenai Efektivitas Kinerja

Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Medan dalam Pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 dengan

menggunakan teori yang digunakan penulis untuk memecahkan

(31)

BAB IV PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir yang berisikan tentang kesimpulan

yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab

sebelumnya serta terdapat juga saran-saran yang mungkin berguna

Referensi

Dokumen terkait

terjadi karena di sebabkan oleh beberapa faktor, seperti: rendahnya tingkat pendapatan usaha mikro kecil, kurangnya modal usaha, sulitnya mendapatkan kepercayaan dalam

Skripsi Pengaruh Stres Kerja Dan Kepribadian Tipe B .... Devi shinta

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan textil dan garment yang go public periode 2006 sampai dengan 2008 dengan variabel

keterangan tersebut diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang berkaitan dengan strategi guru dalam membina akhlakul karimah peserta didik.

Setelah membaca dan mengoreksi skripsi saudara Ayu Anggraini NIM: 12220125 jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,

Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengangkat derajat kedudukan petani lontar tersebut adalah dengan mendirikan pabrik pengolahan gula dalam bentuk gula

Data dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara pada informan kunci, informan utama dan informan tambahan dalam penelitian.Hasil analisis data penelitian ini