BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tinjauan Teoritis
2.1.1 Struktur Keuangan dan Struktur Modal
Menurut Keown dkk. (2010 : 148) “Struktur keuangan adalah campuran
segala hal yang tampak pada sisi kanan neraca perusahaan (liabilitas & modal).
Struktur modal adalah campuran sumber-sumber dana jangka panjang yang
digunakan perusahaan”. Sementara menurut Margaretha (2005 : 119) “struktur
keuangan adalah susunan keseluruhan sisi kredit neraca yang terdiri atas utang
jangka pendek, utang jangka panjang dan modal sendiri. Struktur modal adalah
pembiayaan permanen perusahaan yang terdiri atas utang jangka panjang dan
modal sendiri.”
Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal karena
utang jenis ini umumnya bersifat spontan (berubah sesuai dengan perubahan
tingkat penjualan) sementara itu utang jangka panjang bersifat tetap selama jangka
waktu yang relatif panjang (lebih dari satu tahun) sehingga keberadaannya perlu
lebih dipikirkan oleh para manajer keuangan. Itulah alasan utama mengapa
struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan ekuitas. Karena alasan
itu pulalah biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana jangka panjang.
Menurut Margaretha (2005 : 119), ”terdapat trade-off antara risk dan
return terhadap kebijakan struktur modal yaitu apabila utang meningkat
mengakibatkan harga saham menurun, dan jika Return meningkat maka harga
saham meningkat.”
Dengan adanya trade-off terhadap kebijakan struktur modal, maka perlu
struktur modal yang optimal. ”Struktur modal yang optimal adalah stuktur modal
yang mampu menyeimbangkan antara risk dan return sehingga dapat
memaksimalkan harga saham dan meminimalkan biaya modal komposit
perusahaan. (Keown dkk, 2010 : 148).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal menurut
Margaretha (2005 : 120) yaitu ”business risk (semakin besar business risk,
semakin rendah rasio utang) dan tax preposition (bunga utang mengurangi pajak,
makin tinggi tarif pajak, makin besar keuntungan dari penggunaan utang)”.
Menurut Mamduh (2004 : 344-345) pendapat lain mengenai faktor-faktor
yang menjadi pertimbangan perusahaan dalam menentukan struktur modal adalah
sebagai berikut.
a. Stabilitas penjualan. Perusahaan yang penjualannya stabil akan
cenderung berani menggunakan utang yang lebih banyak daripada perusahaan yang penjualannya yang tidak stabil. Semakin stabil penjualan suatu perusahaan, semakin mampu perusahaan itu menutupi kewajiban-kewajibannya.
b. Tingkat pertumbuhan penjualan. Perusahaan yang memiliki tingkat
pertumbuhan penjualan yang tinggi akan lebih menguntungkan jika
menggunakan utang. Perhitungan financial leverage menunjukkan
bahwa dengan menggunakan utang, EPS bisa dimaksimumkan jika penjualan cukup tinggi.
c. Struktur aset. Perusahaan yang struktur asetnya memadai untuk
digunakan sebagai jaminan pinjaman (yang berusia panjang), apalagi jika digabung dengan tingkat permintaan yang stabil maka cenderung akan menggunakan utang yang lebih besar. Perusahaan yang
mempunyai aset lancar lebih banyak (persediaan pada supermarket),
d. Sikap manajemen. Manajemen yang konservatif akan menggunakan utang yang lebih sedikit, dan sebaliknya. Pemegang saham yang ingin menjaga kendali atas perusahaannya akan menggunakan utang lebih banyak.
e. Analisis aliran kas. Manajer keuangan bisa menganalisis aliran kas,
menggunakan semacam simulasi untuk memperkirakan kemampuan membayar pada situasi resesi. Setelah mengetahui kemampuan menghasilkan kas pada situasi yang baik dan resesi, manajer keuangan bisa memutuskan tingkat utang yang optimal.
2.1.2 Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan merupakan satu kebijakan yang sangat penting bagi
perusahaan, hal ini karena menyangkut perolehan sumber dana untuk kegiatan
operasi perusahaan. Menurut Sartono (2001 dalam Syafiudin, 2013 : 14),
“keputusan pendanaan merupakan keputusan yang berhubungan dengan masalah
penentuan sumber-sumber dana yang akan digunakan, dan masalah perimbangan
terbaik antara sumber-sumber dana tersebut. Keputusan mengenai sumber dana
yang akan digunakan disebut keputusan pendanaan (financing decisions)”.
Sumber dana dapat diperoleh dengan banyak cara, namun pada dasarnya
ada dua sumber dana, yaitu dana yang berasal dari eksternal dan dana yang
berasal dari internal perusahaan. Dana yang berasal dari sumber eksternal dapat
diperoleh melalui utang dan penerbitan saham. Jika suatu perusahaan
mengutamakan sumber dari dalam perusahaan, maka ketergantungan pihak
perusahaan terhadap pihak luar sangat kecil. Tetapi ada saat-saat tertentu dimana
semua sumber dana dari dalam perusahaan telah digunakan, sementara kebutuhan
dana perusahaan semakin meningkat sehingga dalam hal ini perusahaan perlu
menggunakan sumber-sumber pendanaan dari luar misalnya, melalui utang atau
dengan menerbitkan saham baru.
2.1.3 Teori Keagenan
Teori keagenan muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan
pemegang saham dengan pengelola modal (agent) khususnya pada perusahaan
besar dan modern. Pada agency theory, principal adalah pemegang saham dan
agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Dalam manajemen
keuangan, tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan kemakmuran
pemiliknya atau pemegang saham, maka manajer yang diangkat oleh pemegang
saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham. Namun ternyata
sering terjadi konflik antara manajemen dan pemegang saham. Konflik ini
disebabkan karena adanya kepentingan antara manajer dan pemegang saham.
Konflik kepentingan tersebut memicu terjadinya biaya agensi. Biaya agensi yang
timbul dari konflik kepentingan antara pengelola perusahaan (agent) dengan
pemegang saham (principal) menurut Manan (2004 : 9) akan berpotensi
menimbulkan jenis biaya agensi sebagai berikut:
1. biaya akibat ketidakefisienan pengelolaan yang dilakukan oleh pihak
manajemen perusahaan,
2. biaya yang timbul akibat pilihan proyek yang tidak sama, jika pilihan tersebut dilakukan oleh pemegang saham karena risiko meruginya tinggi,
3. biaya yang timbul karena dilakukannya kegiatan monitoring kinerja
dan perilaku agent oleh principal (monitoring costs),
4. biaya yang timbul karena dilakukannya pembatasan-pembatasan bagi
kegiatan agent oleh principal (bonding cost).
Jensen dan Meckling (1976 dalam Manan 2004 : 11) mendefinisikan
oleh pemilik/principal, (2) Pengeluaran karena penggunaan utang oleh
manajemen/agency, (3) dan pengeluaran karena tidak adanya efisiensi/residual
loss.
Dengan demikian, keputusan struktur modal yang dilakukan oleh manajer
adalah untuk menyeimbangkan antara agency cost of debt dengan agency cost of
equity. Untuk mengatasi agency problem dan mengurangi munculnya agency cost,
menurut Jensen dan Meckling (1976 dalam Manan 2004 : 11) dapat dilakukan
dengan empat cara sebagai berikut.
1. Meningkatkan insider ownership. Menurut pendekatan ini, agency
problem bisa dikurangi karena dengan adanya kepemilikan saham
maka insider akan merasakan sendiri secara langsung manfaat
keputusan yang diambilnya.
2. Pendekatan pengawasan melalui pengawasan penggunaan utang
(debt). Dengan adanya peningkatan penggunaan utang, dapat
digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow secara
berlebihan oleh manajemen, sehingga menghindari investasi sia-sia. 3. Institusional investor ownership sebagai monitoring agents. Adanya
kepemilikan oleh investor institusional seperti bank, asuransi, perusahaan investasi, dan kepemilikan oleh institusi lain dalam perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja insider.
4. Dengan Mekanisme pembayaran dividen. Pembayaran dividen disini
berperan sebagai salah satu bentuk penawaran distribusi pendapatan, karena dengan pembayaran dividen, pemegang saham akan melihat bahwa pengelolaan perusahaan sudah melakukan tindakan sesuai dengan keinginan mereka, sehingga akan mengurangi konflik.
2.1.4 Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Teori ini dikemukakan oleh Gordon (1950 dalam Sjahrial 2007 : 237)
yang menyatakan “asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak
memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric
dibanding investor di pasar modal.” Jika perusahaan cendrung ingin
memaksimumkan pemegang saham saat ini (current stockholder) dan bukan
pemegang saham baru maka ada kecendrungan bahwa: (1) Jika perusahaan
memiliki prospek cerah, maka manajemen tidak akan menerbitkan saham baru,
namun menggunakan laba ditahan. (agar prospek cerah bisa dinikmati oleh
current stockholder), dan (2) jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan
saham baru untuk memperoleh dana, agar tanggungjawab current stockholder
menjadi berkurang. Namun yang menjadi masalah adalah para investor baru
melihat kecendrungan ini sehingga melihat penawaran saham baru sebagai
pertanda buruk (signaling) sehingga harga saham bisa saja langsung turun jika
saham baru diterbitkan, sehingga menyebabkan biaya modal semakin tinggi dan
mendorong perusahaan untuk menerbitkan obligasi ketimbang saham baru.
Gordon, 1995 (dalam Sjahrial, 2007 : 237) menyimpulkan bahwa
“perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan laba ditahan dan
dana depresiasi, utang dan yang terakhir penjualan saham baru. Penjualan saham
baru diurutan terakhir adalah untuk menghindari terjadinya sinyal buruk dari
investor baru terhadap penawaran saham oleh perusahaan”.
2.1.5 Pecking Order Theory
Seorang akademisi, Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap
perilaku struktur modal perusahaan Amerika Serikat. Pengamatannya
menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan yang tinggi
Secara spesifik perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi dalam
penggunaan dana. Menurut Mamduh (2004 : 313), skenario urutan dalam Pecking
Order Theory adalah sebagai berikut.
a. Perusahaan memilih dana internal. Dana internal tersebut diperoleh
dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
b. Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada
perkiraan kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari perubahan dividen yang tiba-tiba. Dengan kata lain, pembayaran dividen diusahakan konstan atau, kalau berubah terjadi secara gradual dan tidak berubah dengan signifikan.
c. Karena kebijakan dividen konstan (stticky), digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat yang lain. Jika kas tersebut lebih besar, perusahaan akan membayar utang atau membeli surat berharga. Jika kas tersebut kecil, perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau menjual surat berharga.
d. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan
surat berharga yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan akan memulai dengan utang, kemudian dengan surat berharga campuran (hybrid) seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
Teori pecking order tidak membahas tentang komposisi strukur modal,
namun menjelaskan mengenai urutan-urutan pendanaan. Menurut teori ini,
manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal, kebutuhan
dana ditentukan oleh kebutuhan intvestasi. Sehingga perusahaan yang memiliki
keuntungan tinggi justru mempunyai tingkat utang yang lebih kecil. Tingkat utang
yang lebih kecil bukan dikarenakan target utang perusahaan yang kecil, namun
karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal. Myers dkk. (2006 : 493)
Tidak ada ditentukan penggabungan antara utang dengan modal, karena
mereka dua bagian yang terpisah. Pecking order menjelaskan bahwa
mengapa hampir seluruh perusahaan yang profitable umumnya
menggunakan sedikit utang sebagai target pendanaan, karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal. Sementara untuk perusahaan yang kurang profitable akan menerbitkan surat utang karena mereka tidak memiliki sumber dana internal yang cukup. Sehingga kebijakan utang menjadi yang pertama dari pendanaan eksternal.
2.1.6 Kebijakan Utang
Menurut FASB, utang adalah kemungkinan pengorbanan kekayaan
ekonomis dimasa yang akan datang yang timbul akibat kewajiban perusahaan
sekarang untuk masa yang akan datang sebagai akibat suatu transaksi atau
kejadian yang sudah terjadi. (Harahap, 2011: 211). Menurut APB, utang adalah
kewajiban ekonomis dari suatu perusahaan yang diakui dan dinilai sesuai prinsip
akuntansi. (Harahap, 2011: 212).
Utang merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal yang digunakan
oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Menurut Mamduh (2004
dalam Nurkholis, 2012 : 13) menjelaskan bahwa:
Kebijakan utang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Dimana kebijakan utang merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Penentuan kebijakan utang ini berkaitan dengan struktur modal karena utang merupakan bagian dari penentuan struktur modal yang optimal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi utang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan utang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan.
Dalam pengambilan keputusan akan penggunaan utang ini harus
yang akan menyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan dan semakin
tidak pastinya tingkat pengembalian bagi para pemegang saham biasa.
Menurut Rajan dan Zingales (2001 dalam Myers 2006 : 493) kebijakan
hutang dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1. ukuran perusahaan, perusahaan yang besar memiliki rasio utang lebih
tinggi,
2. aset berwujud, perusahaan dengan aset tetap yang besar memiliki
kemungkinan ratio utang yang lebih tinggi,
3. profitabilitas, perusahaan yang lebih profitable akan memiliki rasio utang yang rendah,
4. market to book, perusahaan dengan rasio market-to-book value yang tinggi memiliki rasio utang yang rendah.
Kebijakan utang merupakan salah satu alternatif pendanaan yang bisa
diambil perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas hingga titik tertentu.
Semakin tinggi penggunaan utang, maka akan semakin besar risiko yang dihadapi
perusahaan, begitu juga sebaliknya. Untuk dapat mengetahui hingga titik mana
kebijakan utang yang diambil adalah tepat, kita perlu memahami kelebihan dan
kekurangan utang sebagai salah satu sumber pendanaan eksternal jangka panjang.
Adapun kelebihan dan kelemahan utang jangka panjang menurut Sjahrial (2007 :
301) adalah:
1. biaya modal setelah pajak relatif rendah,
2. bunga yang dibayarkan merupakan pengurang pajak penghasilan,
3. melalui financial leverage dimungkinkan laba perlembar saham akan
meningkat,
4. kontrol terhadap operasi perusahaan oleh pemegang saham mayoritas
tidak mengalami perubahan.
Sementara kelemahan utang jangka panjang sebagai sumber dana adalah:
1. risiko finansial perusahaan meningkat sebagai akibat meningkatnya
penggunaan utang (financial leverage),
2. batasan yang diisyaratkan kreditur seringkali menyulitkan manajer,
3. munculnya agency problem yang mengakibatkan meningkatnya
2.1.7 Aliran Kas Bebas (Free Cash Flow)
Free cash flow atau aliran kas bebas merupakan kas lebih perusahaan yang
dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan
lagi untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap ( Ross et al, 2000 dalam
Damayanti, 2006 : 7). Sementara Menurut Jensen (1986 dalam Keown dkk, 2010 :
162) “Free cash flow adalah kas yang melebihi dana yang dibutuhkan untuk
semua proyek yang punya NPV positif dan didiskontokan pada biaya modal yang
relevan.”
Free cash flow dapat digunakan untuk pembelanjaan modal dengan
orientasi pertumbuhan, pembayaran utang dan pembayaran kepada pemegang
saham dalam bentuk deviden. Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam
suatu perusahaan maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas
yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran utang dan deviden.
Jensen (1986) kemudian mengemukakan bahwa free cash flow yang
banyak bisa mengakibatkan perilaku menyimpang para manajer dan keputusan
buruk tidak sesuai dengan kepentingan terbaik pemegang saham perusahaan.
Dengan kata lain, manajer punya insentif untuk menahan free cash flow dan
bermain-main dengannya, ketimbang melepasnya, seperti pembayaran dividen
misalnya (Keown dkk, 2010 : 162).
Untuk menghindari perilaku menyimpang manajer terhadap pemanfaatan
free cash flow, kebijakan utang menjadi salah satu solusi didalam menekan risiko
penyimpangan. Hal ini sesuai dengan hipotesis control untuk penciptaan utang
Dengan penggunaan utang, pemegang saham akan menikmati control lebih besar akan manajer mereka. Dengan adanya utang maka manajer diwajibkan untuk melunasi utang-utang itu sekaligus mengurangi
banyaknya free cash flow yang bisa dimain-mainkan oleh manajemen. Hal
ini juga disebut sebagai hipotesis ancaman, karena manajemen bekerja dalam ancaman kegagalan keuangan, maka manajemen akan bekerja lebih efisien.
2.1.8 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih
oleh perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Profitabilitas
menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi.
Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam
keseluruhan aset untuk menghasilkan keuntungan bagi investor (Christine dkk,
2012 : 180).
Profitabilitas dapat diukur melalui beberapa rasio, diantara rasio margin
laba (Pendapatan bersih / Penjualan), assets turn over (Penjualan bersih / total
aset), Return on investment atau return on equity (Laba bersih / rata-rata modal),
return on assets ( Laba bersih / rata-rata total aset), basic earning power (EBIT /
total aset), Earning per share (laba bagian saham bersangkutan / jumlah salaham),
dan contribution margin (Laba kotor / penjualan) (Harahap, 2011: 304-306).
Perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi akan menggunakan utang
yang relatif kecil karena memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian
besar pendanaan internal. Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan
menggunakan laba ditahan sebelum memutuskan untuk menggunakan utang. Hal
ini sejalan dengan pendapat Myers (2006: 492-493) yang menyarankan manajer
order merupakan urutan penggunaan dana untuk investasi yaitu laba ditahan
sebagai pilihan pertama, kemudian selanjutnya oleh utang dan ekuitas.
Implikasinya adalah adanya hubungan negatif antara profitabilitas perusahaan
dengan debt ratio.
2.1.9 Struktur Aset
Struktur aset adalah penentuan berapa besar alokasi untuk masing –
masing komponen aset, baik dalam aset lancar maupun dalam aset tetap.
Perusahaan dengan aset yang dapat digunakan untuk jaminan akan lebih memilih
untuk menggunakan penggunaan utangnya lebih banyak. Menurut Mamduh
(2004 : 345), “besarnya aset tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya
penggunaan utang. Perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar dapat
menggunakan utang dalam jumlah besar karena aset tersebut dapat digunakan
sebagai jaminan pinjaman.”
Sangat penting bagi perusahaan untuk menentukan berapa besar alokasi
untuk masing-masing aset serta bentuk-bentuk aset yang harus dimiliki. Karena
hal ini menyangkut seberapa besar dana yang dibutuhkan yang berkaitan langsung
dengan tujuan jangka panjang perusahaan. Syamsuddin (2007 : 9), menjelaskan
bahwa:
2.2Tinjauan Peneliti Terdahulu
1. Isrina Damayanti (2006) dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Free
Cash Flow dan Struktur Kepemilikan Saham Terhadap Kebijakan Utang pada
Perusahaan Manufaktur di Indonesia”. Sumber data berasal dari Bursa Efek
Jakarta periode 2000-2003 dengan data sekunder. Variabel dependen dalam
penelitian adalah kebijakan utang yang diproyeksikan dengan Debt to Equity
Ratio. Variabel independennya adalah Free Cash Flow (FCF) dan struktur
kepemilikan saham yang terdiri dari kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institutional. Investment Opportunity Set (IOS) yang diproyeksikan dengan
rasio market to book value of aset (MVABVA) dan dividen yield sebagai
variabel kontrol. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model
persamaan regresi berganda dengan alat bantu statistik Microsoft Excel 2000.
Uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas, uji autokorelasi dan
uji multikolinearitas. Pengujian hipotesis yang digunakan adalah uji f dan uji t.
hasil penelitian mengungkapkan bahwa FCF mempengaruhi utang perusahaan
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000449 (signifikansi kuat), selain
signifikan variabel aliran kas bebas juga berpengaruh positif terhadap utang
perusahaan: kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebijakan
utang perusahaan dan secara statistik tidak signifikan yaitu 0,5345,
kepemilikan institusional berpengaruh positif dan secara statistik tidak
signifikan terhadap kebijakan utang sebesar 0,8019.
2. Indahningrum & Handayani (2009) dengan judul jurnal “Pengaruh
Perusahaan, Free Cash Flow, Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Utang
Perusahaan”. Sumber data berasal dari Bursa Efek Indonesia dengan sampel
perusahaan manfaktur periode 2005-2007. Variabel dependennya adalah
kebijakan utang dengan ukuran debt ratio. Variabel independennya adalah
Kepemilikan manajerial dengan persentase saham yang dimilik manajemen
yang aktif didalam pengambilan keputusan, kepemilikan institusional dengan
persentase saham yang dimiliki investor institusional dalam perusahaan,
dividen dengan dividen payout ratio, pertumbuhan perusahaan dengan total
aset awal tahun dibagi total aset akhir tahun, profitabilitas dengan operating
income dibagi total aset dan free cash flow dengan aliran kas operasi dikurangi
pengeluaran modal dan modal kerja bersih. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan instiusional, dividen, dan free
cash flow berpengaruh searah dan signifikan dengan prediksi utang
perusahaan, sementara pertumbuhan perusahaan dan profitabilitas
berpengaruh negatif atau berlawanan dan signifikan.
3. Ivan Nugroho (2011) dengan judul “Analisis Kepemilikan Institusional,
Profitabilitas dan Free Cash Flow terhadap kebijakan utang pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI 2006-2009”. Teknik analisis yang digunakan
adalah analisi regresi berganda dengan software SPSS. Uji yang dilakukan
adalah uji f dan t dengan tingkat signifikansi 95%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ukuran kepemilikan institusional, profitabilitas dan free
cash flow tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang, sedangkan
Sementara secara simultan, kepemilikan institusional, profitabilitas dan free
cash flow berpengaruh terhadap kebijakan utang sebesar 17,3%.
4. Kusrini (2012) dengan judul penelitian “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Risiko
Bisnis, Profitabilitas, dan Likuiditas Terhadap Kebijakan Utang pada
perusahaan Manufaktur.” Data diperoleh dari BEI tahun 2008-2010. Teknik
analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan software
SPSS. Uji yang dilakukan adalah uji f dan t dengan tingkat signifikansi 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, likuiditas
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kebijakan utang, sedangkan risiko
bisnis dan profitabilitas berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
kebijakan utang. Sementara secara simultan, ukuran perusahaan, risiko bisnis,
profitabilitas, dan likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan utang sebesar
25,30%.
5. Hardiningsih & Oktaviani (2012) dengan judul jurnal “Determinan Kebijakan
Hutang dalam Agency Theory dan Pecking Order Theory) pada Perusahaan
Manufaktur”. Tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis pengaruh
variabel free cash flow, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan, Struktur
Aktiva Perusahaan, Retained Earning dan Kepemilikan Manajerial pada
Hutang. Penelitian menggunakan metode purposive sampling untuk
menentukan sampelnya. Data yang diperoleh didasarkan pada publikasi dari
Indonesian Capital Market Directory (ICMD), Sampel dalam penelitian ini
adalah manufaktur perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Berdasarkan uji F statistic
menunjukkan bahwa model ini cocok karena memiliki nilai signifikansi
kurang dari 5% dari nilai Alpha. Hasil analisis menunjukkan bahwa keempat
variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel DER sementara itu
dua variabel bebas lainnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
DER. Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap hutang,
pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap utang,
struktur aktiva perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap hutang,
saldo laba ditahan berpengaruh negatif signifikan terhadap hutang, sementara
free cash flow dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan
terhadap hutang.
6. Susilawati Dkk. (2012) dengan judul jurnal “Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Kebijakan Utang Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia”. Periode sampel penelitian adalah perusahaan
manufaktur tahun 2006-2010. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis
regresi berganda dengan software SPSS. Uji yang dilakukan adalah uji f dan t
dengan tingkat signifikansi 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Kepemilikan manajerial, institusional, kebijakan dividen, tidak berpengaruh
signifikan terhadap kebijakan hutang Sementara struktur aset, profitablilitas,
free cash flow dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan hutang. Sementara secara simultan berpengaruh signifikan dengan
Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu
No Nama, Tahun dan Judul
Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1. Isrina Darmayanti
(2006) “Analisis Penga-ruh Free Cash Flow dan Struktur Kepemilikan Saham terhadap Kebi-jakan Utang pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia.”
Variabel Independen: Free Cash Flow, sahaan dengan nilai yang sangat signifikan. Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebi-jakan utang dan tidak signifikan.
2. Indahningrum &
Han-dayani (2009) “Penga-sahaan manufaktur dan non-manufaktur.”
Flow, dan Profita-bilitas.
Variabel dependen: Kebijakan Utang.
Kepemilikan mana-jerial, kepemilikan ins-titusional, dividen, dan free cash flow berpe-ngaruh positif dan signifikan dengan pre- diksi utang perusahaan. pertumbuhan perusa-haan dan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan.
3. Ivan Nugroho (2011)
“Analisis Kepemilikan Institusional,
Profitabilitas dan Free Cash Flow terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.”
Variabel Independen: Kepemilikan Institu-sional,Profitabilitas dan Free Cash Flow Variabel dependen: Kebijakan utang
Kepemilikan
Institu-sional dan free cash
flow tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang peru-sahaan,
Profitabilitas berpenga-ruh negatif dan signifikan terhadap ke-bijakan utang peru-sahaan.
4. Hari Kusrini (2012)
“Pengaruh Ukuran Pe-rusahaan, Risiko Bisnis, Profitabilitas, dan Likui-ditas Terhadap Kebija-kan Utang pada peru-sahaan Manufaktur.”
Ukuran perusahaan, risiko bisnis, profita-bilitas, dan likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan utang secara simultan.
5 Hardiningsih &
Okta-viani (2012) “Deter-minan Kebijakan Utang
dalam Agency Theory
dan Pecking Order Theory Pada Perusahaan Manufaktur.”
Variabel Independen: free cash flow, Profi-tabilitas, Pertumbu-han Perusahaan, Struktur Aktiva
Perusahaan, Retained
Earning dan Kepe-bijakan hutang, struktur aktiva perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan hutang, saldo laba ditahan berpenga-ruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang,
sementara free cash
flow dan kepemilikan
manajerial tidak berpe-ngaruh signifikan terha-dap kebijakan hutang.
6 Susilawati Dkk. (2012)
“Faktor - Faktor Yang Memengaruhi Kebija-kan Utang Perusahaan Manufaktur yang Ter-daftar Di Bursa Efek Indonesia”
Variabel Independen: Kepemilikan mana-jerial, Kepemilikan institusional, kebija-kan dividen, struk-tur aset, profitabilitas, jakan dividen, dan
struktur aset tidak
2.3Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan faktor-faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting. Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian
teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan
tuntuan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan
merupakan tempat peneliti untuk memberikan penjelasan tentang hal – hal yang
berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian.
Kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Damayanti (2006),
mengungkapkan bahwa free cash flow berpengaruh signifikan dan positif terhadap
utang perusahaan, artinya semakin tinggi free cash flow suatu perusahaan, maka
akan semakin besar tingkat kebijakan utang yang dilakukan perusahaan dan
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hipotesis control oleh Jensen dalam Keown dkk. H4
Free cash Flow (X1)
Struktur Aset (X2)
Profitabilitas (X3)
Kebijakan Utang
(Y) H1
H2
H3
(2010 : 162) yang mana free cash flow sering digunakan manajer untuk proyek –
proyek yang belum tentu menguntungkan, maka untuk mengatasi hal tersebut,
kebijakan utang menjadi salah satu solusi untuk mengkontrol langkah yang
diambil oleh manajer dalam menginvestasikan free cash flow tersebut pada
investasi yang menguntungkan, karena manajer berada pada risiko rugi (hipotesis
ancaman) sehingga manajer akan berusaha bekerja lebih efisien yang akhirnya
akan meningkatkan laba bagi perusahaan dan earning bagi pemegang saham.
Rasio profitabilitas merupakan suatu model analisis yang berupa
perbandingan data keuangan sehingga informasi keuangan tersebut menjadi lebih
berarti. Analisis ini sering digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan
dalam mencari keuntungan, selain itu rasio ini juga memberikan ukuran tingkat
efektivitas perusahaan dalam manajemennya. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang
dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.
Analisis profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan neraca dan laporan laba rugi perusahaan. Salah satu rasio tersebut
adalah ROE (return on equity) yang diukur melalui laba bersih / rata-rata modal
(equity), artinya seberapa besar pengembalian rupiah atas jumlah modal yang
digunakan perusahaan. ROE juga merupakan suatu ukuran tentang efektifitas
manajemen dalam mengelola modalnya. Menurut Sjahrial (2007), “semakin cepat
tingkat pengembalian perusahaan, semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka
semakin besar kebutuhan dana untuk biaya ekspansi dan semakin besar keinginan
perusahaan untuk menahan laba untuk pembiyaan investasi. Sehingga perusahaan
Struktur aset merupakan penentuan berapa besar alokasi dana untuk
masing-masing komponen aset, baik dalam aset lancar maupun dalam aset tetap.
Struktur aset dapat diperhitungkan melalui pembagian antara total aset tetap / total
aset. Menurut Mamduh (2004 : 345), “besarnya aset tetap suatu perusahaan dapat
menentukan besarnya penggunaan utang. Perusahaan yang memiliki aset tetap
dalam jumlah besar dapat menggunakan utang dalam jumlah besar karena aset
tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman. Sehingga aset tetap akan
berpengaruh positif perusahaan didalam penentuan kebijakan utangnya”.
2.3.2 Hipotesis Penelitian
Menurut Idrus (2009 : 53), “hipotesis memiliki makna simpulan yang
sifatnya masih rendah. Secara singkat hipotesis dapat dinyatakan sebagai
simpulan sementara penelitian.” Hipotesis berfungsi sebagai jawaban sementara
terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Kegunaannya untuk menjadikan arah
penelitian semakin jelas atau memberika arah bagi peneliti untuk melaksanakan
penelitiannya secara baik. Idrus (2009:53) menjelaskan bahwa:
Ada beberapa persyaratan merumuskan hipotesis, antara lain (1) Dirumuskan dalam kalimat berita, (2) Tidak bermakna ganda dan (3) Dirumuskan secara operasional. Sebaiknya hipotesis ditulis sealur dengan rumusan masalah yang ada, karena hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah yang ada karena hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah yang diajukan untuk diteliti.
Selain itu pendapat lain dalam merumuskan hipotesis ada beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan menurut Syofian (2010 : 152), antara lain:
a. hipotesis harus mengekspresikan satu fenomena atau mengekspresikan
b. hipotesis harus dinyatakan secara jelas dan tidak bermakna ganda, artinya rumusan hipotesis harus bersifat spesifik dan mengacu pada satu makna, tidak boleh menimbulkan penafsiran lebih dari satu makna,
c. hipotesis harus dapat diuji secara empiris, maksudnya ialah
memungkinkan untuk diungkapkan dalam bentuk operasionalisasi yang dapat dievaluasi berdasarkan data yang didapatkan secara empiris.
Sehingga hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
H1
H
: Free Cash Flow berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan utang.
2
H
: struktur aset berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan utang.
3
H
: Profitabilitasberpengaruh secara parsial terhadap kebijakan utang.
4: Free cash flow, struktur aset dan profitabilitas berpengaruh secara