• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA - Kajian Juridis Terhadap Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Ponografi Terhadap Perlindungan Anak Sebagai objek Tindakan Pornografi (Child Pornography)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA - Kajian Juridis Terhadap Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Ponografi Terhadap Perlindungan Anak Sebagai objek Tindakan Pornografi (Child Pornography)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Sebelum melihat bagaimana pengaturan pornografi dalam berbagai pertauran perundang-undangan yang berlaku positif di Indonesia, perlu diketahui terlebih dahulu apa saja yang termasuk dalam produk pornografi.

Menurut Abu Abdurrahman Nusantri dalam bukunya Menepis Godaan Prnografi, pornografi dapat merambah dalam berbagai saluran media yang terwujud dalam produk-produk pornografi. Ragam produk pornografi yang dimaksud adalah :15

1. Poster Porno

Poster porno biasa dijumpai dalam bentuk iklan, pengumuman, propaganda seperti poster film, iklan sabun atau kosmetik dan sebagainya. 2. Kartu dan Stiker Porno

Kadang materi pornografi dijumpai dalam bentuk kartu dan stiker (tempelan) dengan berbagai ukuran. Selain memperlihatkan gambar-gambar wanita dengan busana tidak senonoh, kadang juga disertai tulisan-tulisan yang berbau mesum.

3. Merchandise Porno

Bentuk merchandise bermacam-macam seperti topi, mug, T-shirt, mancis, dan sebagainya. Sebagian perluasan merchandise sengaja memuat materi

pornografi dalam bentuk foto wanita sensual seperti banyak dijumpai T-shirt yang menampilkan foto-foto wanita dengan aurat terbuka.

15

(2)

4. Kalender Bikini

Banyak beredar di masyarakat kalender-kalender yang memuat gambar wanita yang mengenakan busana bikini. Sungguh memalukan bila kita datang bertamu ke rumah seseorang dan terdapat kalender seperti itu di ruang tamunya.

5. Majalah dan Tabloit Porno

Bentuk media ini ada yang sangat vulgar dan semi vulgar. Media ini biasanya berbentuk majalah dengan cover depannya bergambar seorang wanita dengan fose yang dapat merangsang birahi. Cover itu memang sengaja dibuat agar menarik minat pria untuk membeli majalah tersebut. Isi media itu bisa berupa galeri foto, artikel, liputan, konsultasi, tips dan lain-lain yang berbau porno.

6. Surat Kabar Porno

Surat kabar yang diklaim sebagai surat kabar porno hampir tidak ada. Yang ada adalah surat kabar yang menggunakan materi-materi porno untuk memikat pembacanya.. mereka menampilkan foto-foto selebritis dengan dandanan binal di halaman depan, memuat berita-berita seputar pelacuran, pemerkosaan, cerita tentang perselingkuhan, cerita-cerita cabul dan berita-berita penyimpangan seks yang tidak pantas untuk disebarluaskan ke tengah-tengah masyarakat.

7. Cerita Fiksi Porno

(3)

pemerkosaan, dan lainnya. Para penulis melampiaskan fantasi-fantasi mereka tentang kejahatan atau petualangan seks yang tidak mampu mereka lakukan dalam bentuk cerita-cerita yang penuh dengan kebohongan.

8. Novel Porno

Novel-novel porno pernah berjaya di era tahun 70-an atau 80-an. Sesudah itu, dunia novel hampir-hampir tenggelam. Namun, di masa sekarang ini muncul pengarang-pengarang novel porno yang kebanyakan kaum perempuan.

9. Komik Porno

Komik identik dengan kartun. Jepang bisa disebut sebagai surga komik (film kartun). Dunia industri semakin maju di Jepang, tekanan stress rakyatnya lebih maju dari itu. Sebagai solusi, mereka sangat menggemari komik maupun film kartun untuk menghilangkan stresnya. Tapi, gambar-gambar animasi itu disalahgunakan untuk membuat komik-komik mesum dan film-film kartun yang sangat tak layak ditonton oleh anak-anak.

10.Buku Liputan Penyimpangan Seks

(4)

11.Lukisan Wanita Tanpa Busana

Ini adalah hasil karya dari seniman-seniman yang berotak ngeres. Mereka hidup mengabdi pada seni, popularitas, dan uang. Dengan alasan seni, mereka melukis bentuk-bentuk visual tubuh wanita.

12.Fotografi Porno

Di dunia fotografi tubuh wanita banyak dijadikan objek bidikan kamera. Banyak fotografer yang spesialis memotret tubuh wanita seperti wanita dengan busana sensual, setengah terbuka dan terbuka seluruhnya. Sudah tentu kehidupan pribadi fotografer-fotografer itu identik dengan dunianya. Mustahil jika mereka bisa memotret objek-objek mesum itu jika diri mereka sendiri tidak tercebur ke dunia mesum itu.

13.Billboard Porno

(5)

14.Siaran Radio Porno

Sebagian radio-radio FM sengaja memuat program siaran mesum yang dikemas dalam bentuk siaran interaktif dengan pendengar. Program-program ini biasanya disiarkan di hari-hari dan jam-jam tertentu.

15.Layanan Premium Call

Ini merupakan layanan obrolan seks via telepon dengan tarif premium (mahal). Pihak penyedia layanan ini menyiapkan wanita-wanita tertentu yang lihai berbicara jorok untuk melayani fantasi-fantasi kaum laki-laki kesepian.

16.Kaset dan CD Musik

Banyak juga terdapat kaset atau CD musik yang memasukkan suara-suara sensual, desahan-desahan, jeritan-jeritan atau syair-syair bernada mesum. Contohnya adalah musik dangdut.

17.Klip Musik Porno

Dari segi durasi, klip musik mirip dengan iklan atau siaran-siaran pendek, tapi dari segi materi media, klip sebenarnya masih satu paket dengan kaset atau CD musik. Jika dalam satu album berisi banyak lagu, maka dalam klip biasanya diputar sebagiannya saja. Klip musik Barat terutama jenis rap sangat pekat dengan unsur-unsur mesum, terutama dari penari-penari

latarnya.

18.Film Siaran Porno

(6)

wanitanya, dialog, dan aksi-aksi mereka kebanyakan cenderung porno. Selain itu masih terdapat film-film jorok sejenis “Gairah Tengah Malam” yang ditayangkan di Lativi maupun film-film asing lainnya yang menjadi menu mingguan setiap stasiun TV.

19.Spot Iklan Porno

Iklan media cetak, radio, atau TV , banyak yang menonjolkan unsur-unsur porno. Contohnya, adalah iklan Krisdayanti untuk produk obat kuat. 20.Video dan VCD Porno

Dulu terkenal dengan sebutan video BF (Blue Film), tapi sekarang berpindah-pindah ke kepingan-kepingan mika, dengan istilah baru : VCD. Keping VCD porno ada yang 100% hasil transfer dari video-video BF, tapi ada juga yang dibuat secara amatir oleh orang-orang lokal.

21.Situs Internet Porno

(7)

22.Game Interaktif

Sebagian game-game memuat permainan seksual orang dewasa, bahkan terkadang bersifat sangat agresif. Permainan itu lalu dikaitkan dengan skor atau poin-poin tertentu.

A. PENGATURAN PORNOGRAFI DALAM KUH PIDANA

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, pornografi termasuk ke dalam kejahatan kesopanan di bidang kesusilaan. R.Soesilo membedakan kejahatan menjadi kejahatan secara juridis dan kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Untuk dapat melihat apakah perbuatan itu bertentangan dengan undang maka undang-undang itu haruslah diciptakan terlebih dahulu sebelum adanya peristiwa pidana. Hal ini selain untuk mencegah adanya tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa, juga agar dapat memberikan kepastian hukum. Sedangkan jika ditinjau dari segi sosiologis, kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang merugikan si penderita, dan juga sangat merugikan masyarakat.16

a. kejahatan dengan melanggar kesusilaan umum (281);

Kejahatan terhadap kesopanan diatur dalam Bab XIV KUHP yang terdiri dari Pasal 281 sampai dengan Pasal 303, yang dikelompokkan menjadi :

b. kejahatan pornografi (282);

c. kejahatan pornografi terhadap orang yang belum dewasa (283);

16

(8)

d. kejahatan pornografi dalam menjalankan pencahariannya (283 bis); e. kejahatan perzinahan (284);

f. kejahatan perkosaan atau bersetubuh (285);

g. kejahatan bersetubuh dengan perempuan di luar kawin yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya (286);

h. kejahatan bersetubuh dengan perempuan di luar kawin yang umurnya belum 15 tahun (287);

i. kejahatan bersetubuh dengan perempuan dalam perkawinan yang belum waktunya kawin dan menimbulkan akibat luka-luka (288); j. kejahatan perkosaan berbuat cabul atau perbuatan yang menyerang

kehormatan kesusilaan (289)

k. kejahatan percabulan pada orang pingsan, pada orang yang belum berusia 15 tahun atau belum waktunya untuk dikawini (290);

l. kejahatan yang diatur dalam pasal 285, 286, 287, 289, dan 290 dalam keadaan yang memberatkan (291);

m. kejahatan menggerakkan orang untuk berbuat cabul dengan orang yang belum dewasa (293);

n. kejahatan berbuat cabul dengan anaknya, anak di bawah pengawasannya dan lain-lain yang belum dewasa (294);

o. kejahatan permudahan berbuat cabul bagi anaknya, anak tirinya dan lain-lain yang belum dewasa (295);

(9)

q. kejahatan memperdagangkan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa (297);

r. kejahatan mengobati wanita dengan ditimbulkan harapan bahwa hamilnya dapat digugurkan (299);

s. kejahatan berupa memberikan minuman keras pada orang yang telah mabuk, membuat mabuk seorang anak yang belum berumur enam belas tahun, dan memaksa orang untuk meminum minuman yang memabukkan (300);

t. kejahatan menyerahkan anak yang umurnya belum dua belas tahun pada orang lain untuk dipakai melakukan pengemisan (301);

u. kejahatan penganiayaan dan penganiayaan ringan terhadap binatang atau hewan (302);

v. kejahatan mengenai perjudian (303 dan 303 bis).

Kejahatan pornografi yang akan dibahas dalam hal ini, diatur diatur dalam tiga pasal :

a. kejahatan Pornografi (Pasal 282 KUHP);

b. kejahatan pornografi terhadap orang yang belum dewasa (Pasal 283 KUHP);

(10)

1. Kejahatan Pornografi

Dalam KUHP, kejahatan pornografi ini dimuat dalam Pasal 282, yang rumusan selengkapnya adalah sebagai berikut :17

(1) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambar atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum. Membuat tulisan atau gambar atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,-

(2) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin memasukkan ke dalam negeri, meneruskan, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjukkan sebagai bisa diperoleh, diancam jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambar atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,-

(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencaharian atau kebiasaan, dapat dijatuhka pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 7.500,

Ketentuan Pidana yang diatur dalam Pasal 282 ayat (1) KUHP itu melarang dilakukannya tiga jenis tindak pidana, masing-masing adalah :18

a. menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan terang-terangan suatu tulisan yang diketahui isinya, suatu gambar atau barang yang dikenalnya yang melanggar perasaan kesopanan ;

17

R.Soesilo,op.cit.hal.205.

18

(11)

Tindak pidana ini terdiri dari dua unsur, yaitu ; i. unsur subjektif : yang diketahui ii unsur objektif : barang siapa

1.menyiarkan 2.mempertontonkan

3.menempelkan dengan terang-terangan

4.suatu gambar atau barang yang dikenalnya yang melanggar perasaan kesopanan.

Menyiarkan adalah segala bentuk menyampaikan atau memberitahukan yang isinya tulisan atau gambar tentang sesuatu atau hal yang ditujukan kepada khalayak ramai atau siapa saja dan bukan orang tertentu. Menyiarkan dilakukan dengan menyebarkan tulisan atau gambar (dalam jumlah yang cukup banyak) tersebut kepada umum. Arah yang dituju oleh pembuat yang menyiarkan adalah khalayak ramai. Dalam hubungannya dengan objek, maka yang disiarkan itu isinya berupa tulisan dan sesuatu keadaan mengenai gambar dan benda yang diketahuinya melanggar kesusilaan. 19

Perbuatan mempertunjukkan lebih mengarah kepada objek benda yang melanggar kesusilaan. Mempertunjukkan adalah berupa tingkah laku dengan cara apapun dengan memperlihatkan kepada orang banyak terutama mengenai objek benda yang mengandung sifat melanggar kesusilaan.20

19

Adam Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2005, hal. 25

(12)

Sementara itu, perbuatan menempelkan adalah berupa perbuatan dengan cara bagaimanapun yang ditujukan pada suatu benda sehingga benda itu melekat atau menjadi sesuatu dengan benda yang lain.21

b. membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung, membawa keluar, atau menyediakan tulisan, gambar atau barang itu untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan sehingga kelihatan oleh orang banyak;

Tindak pidana yang disebutkan dalam huruf b terdiri dari : i. unsur subjektif : yang diketahui isinya ii. unsur objektif : 1. barang siapa

2. membuat

3. membawa masuk

4. mengirimkan langsung atau

meneruskannya

5. membawa keluar

6. atau menyediakan

7. untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan

8. suatu tulisan, gambar atau barang

Perbuatan membuat adalah berupa perbuatan mengadakan atau menjadikan adanya sesuatu. Pada perbuatan memasukkan ke dalam negeri, menunjukkan bahwa tulisan, gambar dan benda itu berasal atau keberadaan

(13)

semula ada di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Sedangkan maksud meneruskan atau mengirimkan langsung adalah meneruskan salah satu atau lebih objek pornografi setelah benda tersebut masuk ke wilayah Indonesia. Kemudian, perbuatan mengeluarkannya dari dalam negeri, adalah berupa perbuatan sebaliknya dari perbuatan memasukkannya ke Indonesia. Perbuatan ini dilakukan di dalam wilayah Indonesia , dan baru terwujud secara sempurna apabila objek pornografi itu telah melewati wilayah hukum Indonesia. Yang terakhir, perbuatan memiliki persediaan, adalah perbuatan menguasai objek-objek pornografi di suatu tempat tertentu, yang sewaktu-waktu diperlukan segera dapat dilakukan perbuatan-perbuatan tertentu terhadap objek itu.22

Kejahatan pada pasal 282 ayat (2) juga terdiri dari tiga macam seperti pada ayat pertama yang telah dibicarakan di muka. Pada setiap bentuk kejahatan c. berterang-terangan atau dengan menyiarkan sesuatu surat, ataupun dengan berterang-terangan diminta atau menunjukkan bahwa tulisan atau gambar itu boleh didapat.

Tindak pidana yang disebutkan dalam huruf c terdiri dari : i. unsur subjektif : yang diketahuinya ii. unsur objektif : 1. barang siapa

2. berterang-terangan

3. menyiarkan

4. menunjukkan bahwa tulisan, gambar atau barang itu boleh didapat

22Ibid.

(14)

pornografi dalam ayat kedua ini mempunyai unsur-unsur yang sama dengan bentuk kejahatan pornografi pada ayat pertama, kecuali unsur kesalahannya. Pada ayat pertama kesalahannya dalam bentuk kesengajaan (dolus). Sedangkan unsur kesalahan yang terdapat pada ayat kedua adalah kesalahan dalam bentuk culva artinya si pembuat tidak berhati-hati dan tidak menyadari bahwa perbuatannya akan menimbulkan akibat berupa penyerangan terhadap rasa kesusilaan masyarakat.

Dibentuknya kejahatan pornografi dalam bentuk kelalaian dimaksudkan untuk menghindari pemidanaan yang sama dengan ayat pertama sementara pelaku tidak menyadari bahwa perbuatannya itu menyerang rasa kesusilaan masyarakat . Selain itu, dengan adanya ketentuan dalam ayat ini, setiap kejahatan pornografi dapat dihukum meskipun tidak disadari oleh pelakunya.

Pada ayat (3) terdapat pemberatan untuk kejahatan pornografi yang disengaja karena dilakukan berdasarkan kebiasaan atau untuk mata pencaharian. Yang dimaksud dengan mata pencaharian dalam hal ini adalah apabila kejahatan itu dilakukan demi tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan kebiasaan adalah perbuatan yang telah dilakukan berkali-kali dan ada kemungkinan akan terus berulang.

2. Kejahatan Pornografi pada Orang yang Belum Dewasa

Kejahatan pornografi terhadap orang yang belum dewasa dirumuskan dalam Pasal 283 yang selengkapnya adalah sebagai berikut :23

23

(15)

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 9.000,-, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus-menerus maupun sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambar atau benda ynag melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambar, benda atau alat itu telah diketahuinya.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa membacakan isi tulisan yang melanggar kesusilaan di muka orang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tulisan tadi telah diketahuinya.

(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp 9.000,-, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus-menerus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan.

Kejahatan dalam Pasal 283 di atas, dibagi dalam tiga rumusan, yaitu :

a. Kejahatan menawarkan, memberikan dan sebagainya tulisan, gambar, benda yang melanggar kesusilaan atau alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan;24

Unsur-unsur objektif :

- perbuatan : 1. menawarkan;

2. memberikan terus atau sementara waktu; 3. menyerahkan;

4. memperlihatkan;

24

(16)

- objeknya : 1. tulisan yang melanggar kesusilaan; 2. gambar yang melanggar kesusilaan; 3. benda yang melanggar kesusilaan; 4. alat untuk mencegah kehamilan; 5. alat untuk menggugurkan kandungan; - kepada orang yang belum dewasa

Unsur subjektif :

- dan diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun;

- isinya tulisan, gambar, benda yang melanggar kesusilaan, atau alat mencegah atau menggugurkan kandungan itu telah diketahuinya.

Yang dimaksud dengan menawarkan adalah perbuatan dengan cara bagaimanapun pada suatu benda dengan mengajukan atau menunjukkannya kepada orang lain dengan maksud agar orang lain itu melakukan suatu perbuatan tertentu pada benda itu.

Memberikan adalah perbuatan terhadap suatu benda dengan mengalihkan kekuasaan benda kepada orang lain secara cuma-cuma. Perbuatan ini selesai secara sempurna, apabila benda tersebut telah sepenuhnya beralih kekuasaannya pada orang yang menerimanya.

(17)

perbuatan memperlihatkan, ada terkandung maksud agar orang lain melihat, memperhatikan benda yang diperlihatkan itu.

b. Kejahatan membacakan tulisan cabul di muka orang belum dewasa;25

Kejahatan yang dimaksud dalamPasal 283 ayat (2), memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

- perbuatannya : membacakan;

- objeknya : tulisan yang isinya melanggar kesusilaan; - di muka orang yang belum dewasa

Perbuatan membacakan, maksudnya adalah untuk diperdengarkan bunyi kalimat-kalimat dalam suatu tulisan yang isinya melanggar kesusilaan.

c. Kejahatan menawarkan, memberikan, menyerahkan, memperlihatkan tulisan, gambar, benda dan alat pencegah dan penggugur kehamilan yang dilakukan dengan sengaja.26

Kejahatan yang dirumuskan pada ayat (3) Pasal 283 ini semua unsur objektifnya sama dengan kejahatan pada ayat pertama. Perbedaannya adalah kejahatan pada ayat (1) berupa kejahatan dolus, artinya dilakukan dengan sengaja. Sementara itu, kejahatan pada ayat (3) ini berupa kejahatan culva, dalam arti bahwa si pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut tidak menduga bahwa perbuatannya melanggar kesusilaan.

25Ibid,

hal.40

26Ibid,

(18)

3. Kejahatan Pornografi dalam Menjalankan Pencaharian dengan Pengulangan

Kejahatan kesusilaan yang dimaksud adalah kejahatan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 283bis yang selengkapnya berbunyi :

“Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam Pasal 282 dan 283 dalam menjalankan pencahariannya dan ketika itu

belum lampau dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian tersebut.”

Sesuai dengan ketentuan tersebut, terdapat syarat khusus dalam Pasal 283 bis tersebut, yaitu :27

a. kejahatan Pasal 282 dan atau 283 itu dilakukan dalam menjalankan pencaharian; dan

b. di mana terjadi pengulangan dalam jarak waktu belum dua tahun sejak dipidananya si pembuat karena kejahatan serupa dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde). Yang menjadi masalah utama pornografi dalam kaitannya dengan hukum pidana ialah dalam ukuran yang bagaimana suatu tulisan dan sebagainya dipandang porno atau cabul dalam suatu masyarakat tertentu dan dalam misi tertentu pula. Pornografi bersifat relatif, artinya tergantung pada ruang dan waktu, tempat dan orangnya serta kebudayaan suatu bangsa. Untuk itu, seringkali dipanggil saksi-saksi ahli seperti ahli kebudayaan, agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk memberikan pendapat dalam suatu kasus pornografi.

27Ibid.

(19)

Ketelanjangan orang Amerika berbeda dengan ketelanjangan orang Jakarta dan ketelanjangan orang Jakarta berbeda dengan ketelanjangan orang Asmat.28

B. PENGATURAN PORNOGRAFI DALAM UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

Selanjutnya tentang apakah tulisan, gambar atau barang tersebut yang disebarluaskan, dipertunjukkan secara terbuka dan lain-lainnya itu dapat dipandang sebagai perbuatan menyinggung kesusilaan atau tidak, penilaianya sepenuhnya pada hakim.

Menurut Hoge Raad dalam arrestnya tanggal 21 April 1908,w.1906 dan tanggal 15 Januari 1934, NJ 1934 halaman 919,w.12736 antara lain memutuskan : “Suatu tulisan atau gambar itu disebut menyinggung kesusilaan jika tulisan atau gambar itu hanya bertujuan untuk membangkitkan atau merangsang nafsu.”

Arrest Hoge Raad ini penting mengingat tidak semua buku yang memuat tulisan dan gambar orang telanjang. Misalnya, bertujuan untuk merangsang nafsu akan tetapi untuk ilmu pengetahuan misalnya buku kedokteran.

1. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak, mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati

28

(20)

kebhinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga Negara.

Globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, telah memberikan andil terhadap meningkatnya pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memberikan pengaruh buruk terhadap moral dan kepribadian luhur bangsa Indonesia sehingga mengancam kehidupan dan tatanan sosial masyarakat Indonesia. Berkembangluasnya pornografi di tengah masyarakat juga mengakibatkan meningkatnya tindakan asusila dan pencabulan. Sementara itu, pengaturan pornografi yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum memenuhi kebutuhan hukum serta perkembangan masyarakat sehingga perlu dibuat undang-undang baru yang secara khusus mengatur pornografi.

Dalam Pasal 3 UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi dikatakan bahwa tujuan dibuatnya undang-undang ini adalah :

a. mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tingggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

(21)

c. memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

d. memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan

e. mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

2. Pengertian Pornografi Menurut UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Pengertian pornografi dalam undang-undang ini diatur dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi :

“Pornogrfi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”

Mengenai pengertian gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, dapat dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni :

a. gambar :tiruan barang yang dibuat dengan coretan pensil dan sebagainya;29

29

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, Balai Pustaka, Jakarta, 2005. hal. 159.

b. sketsa : lukisan cepat;

(22)

lukisan dengan kata-kata mengenai suatu hal secara garis besar; adegan pendek pada suatu pertunjukan drama;30

gambar, desain, atau diagram untuk menghias;

c. ilustrasi : gambar untuk memperjelas isi buku, karangan dan sebagainya;

31

gambaran bayangan;

d. foto : potret yang dimuat dalam surat kabar;

32

e. tulisan : hasil menulis, barang yang ditulis, cara menulis;33

ucapan atau perkataan;

f. suara : bunyi yang dikeluarkan dari mulut manusia;

34

g. bunyi : sesuatu yang terdengar atau tertangkap oleh telinga;35 h. gambar bergerak : hasil rekaman kamera video, film;36

i. animasi : acara televisi yang berbentuk rangkaian tulisan atau gambar yang digerakkan secara mekanik elektronik sehingga tampak di layar menjadi bergerak;37

gambar dengan penampilan lucu berbalik dengan keadaan yang berlaku;

j. kartun : film yang menciptakan hayalan gerak sebagai hasil pemotretan rangkaian gambar yang melukiskan perubahan posisi;

38

(23)

satuan interaksi bahasa antara dua pembicara atau lebih;39 l. gerak tubuh : gerakan anggota tubuh yang mengandung isyarat atau arti;40

3.Larangan dan Pembatasan

Untuk mengetahui tindakan apa saja yang dikategorikan sebagai tindakan pornografi menurut Undang-Undang ini, maka dapat dilihat dari Bab II yang mengatur tentang Larangan dan Pembatasan mulai dari Pasal 4 sampai Pasal 14.

Pasal 4

(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat :

a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual;

c. masturbasi atau onani;

d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; dan

f. pornografi anak.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang :

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau

d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung.

Penjelasan : Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “membuat” adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.

39Ibid,

hal. 109

40Ibid,

(24)

Huruf a. Yang dimaksud dengan “persenggamaan yang menyimpang” antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat, binatang, oral seks, anal seks, lesbian, dan homoseksual.

Huruf b. Yang dimaksud dengan “kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang didahului dengan tindak kekerasan ( penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan atau kekerasan.

Huruf c. Yang dimaksud dengan masturbasi atau onani adalah proses memperoleh kepuasan seks tanpa berhubungan kelamin.41

41

Dani.K, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Dilengkapi dengan EYD Terbaru Untuk

SD, SMP, SMU, Mahasiswa & Umum, Putra Harsa, Surabaya, 2002, hal.334

Huruf d. Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan” adalah suatu kondisi seseorang yang menggunakan penutup tubuh, tetapi masih menampakkan alat kelamin secara eksplisit.

Huruf f. Pornografi anak adalah segala bentuk pornografi yang melibatkan anak atau yang melibatkan orang dewasa yang berperan atau bersikap seperti anak.

Pasal 5

Setiap orang dilarang meminjam atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Penjelasan :

Yang dimaksud dengan “mengunduh” (download) adalah mengambil fail dari jaringan internet atau jaringan komunikasi lainnya.

Pasal 6

(25)

Penjelasan :

Larangan “memiliki atau menyimpan” tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri. Yang dimaksud dengan “yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan” misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya. Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat atau di lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga yang dimaksud.

Pasal 7

Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8

Setiap orang dilarang dengan sengaja atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Penjelasan :

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa jika pelaku dipaksa dengan ancaman atau diancam atau di bawah kekuasaan atau tekanan orang lain, dibujuk atau ditipu daya, atau dibohongi oleh orang lain, pelaku tidak dipidana.

Pasal 9

(26)

Pasal 10

Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Penjelasan :

Yang dimaksud dengan “pornografi lainnya” antara lain kekerasan seksual, masturbasi, atau onani.

Pasal 11

Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.

Pasal 12

Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.

Pasal 13

(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

Penjelasan :

(27)

mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan. Frasa “selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)” dalam ketentuan ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian olah raga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

Ayat (2). Yang dimaksud dengan “ di tempat dan dengan cara khusus” misalnya penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.

Pasal 14

Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4. Ketentuan Pidana

Undang-undang ini menetapkan secara tegas tentang bentuk hukuman dari pelanggaran pembuatan, penyebarluasan, dan pengunaan pornografi yang disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan yakni berat, sedang dan ringan, serta memberikan pemberatan tehadap perbuatan pidana yang melibatkan anak. Di samping itu, pemberatan juga diberikan terhadap pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dengan melipatgandakan sanksi pokok serta pemberian hukuman tambahan. Ketentuan Pidana ini diatur dalam Bab VII mulai dari Pasal 29 sampai Pasal 41 UU No. 44 Tahun 2008.

Pasal 29

(28)

sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 di atas maka, yang menjadi unsur objektif perbuatan pidana yang dimaksud adalah setiap orang. Sedangkan yang menjadi unsur subjektif adalah memproduksi, membuat memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi.

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”.

Sedangkan mengenai batas hukuman, menggunkan batasan maksimum minimum. Penjara : mimimum 6 tahun , maksimum 12 tahun

Denda : minimum Rp 250.000.000,00 maksimum Rp 6.000.000.000,00

Pasal 30

Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan

paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 ( dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan Pasal 30 di atas maka, yang menjadi unsur objektif perbuatan pidana yang dimaksud adalah setiap orang. Sedangkan yang menjadi unsur subjektif adalah menyediakan jasa pornografi

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”.

(29)

Penjara : minimum 6 bulan, maksimum 6 tahun Denda : minimum Rp 250.000.000,00

Maksimum Rp 3.000.000.000,-

Pasal 31

Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan Pasal 31 di atas maka, yang menjadi unsur objektif perbuatan pidana yang dimaksud adalah setiap orang. Sedangkan yang menjadi unsur subjektif adalah meminjamkan atau mengunduh pornografi.

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”.

Sedangkan mengenai batas hukuman, menggunakan batasan maksimum. Penjara : 4 tahun

Denda : Rp 2.000.000.000,00

Pasal 32

Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (duia miliar rupiah).

(30)

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”.

Sedangkan mengenai batas hukuman, menggunakan batasan maksimum. Penjara : 4 tahun

Denda : Rp 2.000.000.000,00

Pasal 33

Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 7.500.000.000,00

(tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Berdasarkan ketentuan Pasal 33 di atas maka, yang menjadi unsur objektif perbuatan pidana yang dimaksud adalah setiap orang. Sedangkan yang menjadi unsur subjektif adalah mendanai atau memfasilitasi

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”.

Sedangkan mengenai batas hukuman, menggunakan batasan maksimum minimum.

Penjara :minimum 2 tahun, maksimum 15 tahun Denda : minimum Rp 1.000.000.000,00

Maksimum Rp 7.500.000.000,00

Pasal 34

(31)

Berdasarkan ketentuan Pasal 34 di atas maka, yang menjadi unsur objektif perbuatan pidana yang dimaksud adalah setiap orang. Sedangkan yang menjadi unsur subjektif adalah dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”.

Sedangkan mengenai batas hukuman, menggunakan batasan maksimum. Penjara : 10 tahun

Denda : Rp 5.000.000.000,00

Pasal 35

Setiap orng yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan Pasal 35 di atas maka, yang menjadi unsur objektif perbuatan pidana yang dimaksud adalah setiap orang. Sedangkan yang menjadi unsur subjektif adalah menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”.

Sedangkan mengenai batas hukuman, menggunakan batasan maksimum minimum.

(32)

maksimum Rp 6.000.000.000,00

Pasal 36

Setiap orang yang mempertontonkan diri atau dipertontonkan dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan Pasal 36 di atas maka, yang menjadi unsur objektif perbuatan pidana yang dimaksud adalah setiap orang. Sedangkan yang menjadi unsur subjektif adalah mempertontonkan diri atau dipertontonkan dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”.

Sedangkan mengenai batas hukuman, menggunakan batasan maksimum. Penjara : 10 tahun

Denda : Rp 5.000.000.000,00

Pasal 37

Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

(33)

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”.

Sedangkan untuk hukuman adalah hukuman sesuai Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman hukuman maksimum. Jadi pasal ini mengandung unsur pemberatan.

Pasal 38

Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6(enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 ( dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan Pasal 38 di atas maka, yang menjadi unsur objektif perbuatan pidana yang dimaksud adalah setiap orang. Sedangkan yang menjadi unsur subjektif adalah mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi

Dari isi pasal tersebut dapat juga disimpulkan bahwa sanksinya bersifat gabungan yang ditandai dengan kata “dan/atau”.

Sedangkan mengenai batas hukuman, menggunakan batasan maksimum minimum.

Penjara : minimum 6 bulan, maksimum 6 tahun Denda : minimum Rp 250.000.000,00

(34)

Pasal 39

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 adalah kejahatan.

Pasal 40

(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus korporasi mengahadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memrintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

Berdasarkan ketentuan Pasal 40 di atas maka, yang menjadi unsur objektif perbuatan pidana yang dimaksud adalah koorporasi. Sedangkan yang menjadi unsur subjektif adalah setiap perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sampai Pasal 38.

(35)

maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

Pasal 41

Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa :

a.pembekuan izin usaha; b.pencabutan izin usaha;

c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan d.pencabutan status badan hukum.

C. PENGATURAN PORNOGRAFI DALAM PERATURAN PERUNDANG -UNDANGAN LAINNYA

1.UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui system kawat, optik, radio, atau siaran elektromagnetik lainnya.42

“Penghentian kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan oleh pemerintah setelah diperoleh informasi yang patut diduga

Mengenai larangan dan pembatasan yang berkaitan dengan pornografi diatur dalam Pasal 21 yang berbunyi :

“Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.”

Kemudian dalam penjelasan Pasal 21 UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dikatakan

42

(36)

dengan kuat dan diyakini bahwa penyelenggaraan telekomunikasi tersebut melanggar kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.”

2.UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.43

Dalam hubungannya dengan pornografi dalam pers di Indonesia, maka penggambaran mencakup penyajian dalam mass-media di Indonesia terkadang memuat pornografi di dalamnya. Pada majalah/surat kabar hiburan, kegunaan gambar/foto sangatlah menentukan sebab gambar dan foto itulah yang menyebabkan produk itu laku di pasaran. Majalah/surat kabar yang tidak memuatnya, akan terasa sangat hambar dan tidak menarik.44

Sehubungan dengan hal tersebut, di Indonesia kebebasan pers dibatasi demi keselamatan moral masyarakat. Kebebasan berbicara tidak berarti kebebasan untuk mengungkapkan segala-galanya di depan publik. Kemerdekaan untuk mengumpulkan, menyebarkan dan menerima informasi memang adalah hak individu yang dijunjung tinggi secara universal. Yang selalu dilindungi pada dasarnya adalah kebebasan untuk berbeda pendapat, kebebasan untuk berdebat,

43

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 1 angka 1

44

(37)

berargumen, mengkritik, atau mengajukan fakta yang menyangkut kepentingan publik. Namun, kemerdekaan itu tidak berarti kemerdekaan absolut untuk menyebarkan informasi apapun.

Dengan adanya reformasi, kebebasan pers dalam arti bebas untuk mengungkapkan apa saja, kembali marak dalam berbagai tuntutan. Kebebasan pers yang diberikan pemerintah pada awal reformasi ternyata mengundang perilaku yang tidak bertanggung jawab dari pihak-pihak yang kemudian menerbitkan berbagai produk pornografi.

Dalam Pasal 2 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dikatakan bahwa : “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.” Lalu kemudian dalam Pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa :

“Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.”

Lalu, ketentuan selanjutnya yng berhubungan dengan pornografi diatur dalam Pasal 13 yang isinya adalah :

“Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :

a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;

b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

3.UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(38)

belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Kemudian dalam Pasal 1 angka 2 dikatakan bahwa :

“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Selanjutnya, dalam Pasal 1 angka 15 dikatakan bahwa :

“ Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.”

Mengenai peranan orang tua atau wali unutk mencegah terjadinya pornografi pada anak diatur dalam Pasal 13 yang berbunyi :

(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan

f. perlakuan salah lainnya.

(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Kemudian, dalam Pasal 17 ayat (2) dinyatakan dengan tegas bahwa identitas anak yang dieksploitasi secara seksual wajib dirahasiakan.

(39)

“Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.”

Selanjutnya, ketentuan ini kembali diperjelas melalui Pasal 66 yang berbunyi : (1) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi

dan/atau seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

(2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui :

a. penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;

b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan

c. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual.

(3)Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga menetapkan sanksi pidana untuk setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut, yang diatur dalam Pasal 78, yang berbunyi :

(40)

4.UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spectrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan dengan perangkat penerima siaran.

Mengenai ketentuan yang berkaitan dengan pornografi diatur dalam Pasal 36 ayat (5) dan (6) undang-undang ini.

(5) Isi siaran dilarang :

a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;

b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau

c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

(6) Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.

Kemudian mengenai ketentuan pidana yang berkaitan dengan pornografi diatur dalam Pasal 57 yang isinya :

“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang:

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi sifat kimia dan rendemen gelatin dari kulit dan tulang ikan cucut, sehingga dapat dihasilkan

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk meneliti efek perbandingan dari teh hijau dan teh hitam terhadap efek hemostasis pada luka potong ekor mencit

Kebiasaan atau pembiasaan merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi seseorang dalam menulis. Seperti telah disampaikan di atas, bahwa pada dasarnya setiap

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji problematika guru geografi pada materi penginderaan jauh dan SIG. Metode yang digunakan adalah metode

Pengukuran antropometri lain yang sering digunakan adalah mengukur Rasio Lingkar Perut dan Lingkar Pinggang (RLPP). Penilaian RLPP ini cukup penting karena untuk

Penyusutan BMN berupa Penyusutan Aset Tetap menurut Permenkeu 1/PMK.06/2013 adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu

Berkaitan dengan motivasi kerja ini, Kecamatan Medan perjuangan adanya unsur peraturan pengangkatan dalam kepala lingkungan yang sedang berlangsung, yang dimana terdapat

Sebagai media hiburan, televisi menyediakan hiburan untuk pengalihan perhatian dan sarana relaksasi serta meredakan ketegangan – ketegangan sosial Program acara