• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERTENSI DENGAN ANSIETAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN UNCERTAINTY IN ILLNESS DAN COMFORT THEORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERTENSI DENGAN ANSIETAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN UNCERTAINTY IN ILLNESS DAN COMFORT THEORY"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERTENSI DENGAN

ANSIETAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN

UNCERTAINTY IN ILLNESS

DAN

COMFORT THEORY

Dwinara Febrianti1, Achir Yani S Hamid2, Ice Yulia Wardani3

1

Progam D III Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas MH Thamrin Jakarta Timur, Indonesia

2

Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

3Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

Alamat Korespondensi:

Program studi Keperawatan, Fakultas Kesehatan, Universitas MH.Thamrin Jl.Raya Pondok Gede No.23-25 Kramat Jati, Jakarta Timur

Email : sayantiara@gmail.com

ABSTRAK

Ansietas adalah suatu kondisi perasaan yang berkaitan dengan ketakutan, disertai gejala fisik seperti jantung berdebar, nafas pendek atau nyeri dada, keringat dingin, tangan gemetaran, yang dapat disebabkan oleh genetik, biokimia otak, dan mekanisme fight-flight. Ansietas dapat menyertai beberapa gangguan fisik seperti gangguan kardiovaskuler yang salah satunya adalah hipertensi. Hipertensi menurut WHO (2013) adalah ketika seseorang mempunyai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada klien hipertensi dengan ansietas menggunakan pendekatan Uncertainty In Illness dan Comfort Theory. Jumlah responden sebanyak 21 orang. Penelitian ini menggunakan desain Quasi experimental pre-post test without control group, dengan menampilkan data berupa mean dan distribusi frekuensi. Hasil yang diperoleh terjadinya penurunan ansietas pada klien hipertensi sebesar 51,43%. Pendekatan Uncertainty In Illness dan Comfort Theory dapat digunakan selama memberikan asuhan keperawatan pada pasien ansietas.

Kata Kunci : Ansietas, Hipertensi, Uncertainty In Illness dan Comfort Theory

PENDAHULUAN

Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang positif dimana seseorang dapat bertanggung jawab, menampilkan kesadaran diri, bebas dari rasa khawatir, dapat mengatasi ketegangan biasa dalam kehidupannya sehari-hari, dapat berfungsi baik dalam masyarakat, diterima dalam suatu kelompok dan secara umum merasa puas dengan kehidupannya, mampu menyelesaikan masalah dan krisis tanpa bantuan dari luar dan dapat menikmati hidup (Shives, 2012). Bila melihat definisi tersebut maka kesehatan jiwa seseorang merupakan suatu keadaan yang dinamik dan selalu berubah, bila ada stressor dan individu tidak mampu menanggapinya dengan positif maka dapat terjadi masalah kesehatan jiwa.

Prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini menurut survey kesehatan yang telah dilakukan oleh The U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2004 diperkirakan 25% orang dewasa di AS memiliki masalah kejiwaan pada tahun sebelumnya dan tingkat prevalensi menderita penyakit mental seumur hidup sekitar 50%, dan diperkirakan dalam keluarga yang memiliki 4 anggota, salah satunya dapat mengalami masalah gangguan kesehatan mental (Grohol, 2011). Menurut data statistik dari Uni Eropa terdapat 27% populasi orang dewasa (usia 18-65 tahun) mengalami setidaknya satu dari serangkaian gangguan mental pada tahun sebelumnya termasuk masalah yang timbul dari penggunaan narkoba, psikosis, depresi, kecemasan, dan gangguan makan (WHO, 2014).

Ansietas dapat digunakan sebagai alat peringatan yang memberikan tanda bahaya kepada individu tersebut (Videbeck, 2011). Sedangkan menurut Keliat, Wiyono, Susanti (2011) ansietas adalah suatu kondisi perasaan yang berkaitan dengan ketakutan, disertai gejala fisik seperti jantung berdebar, nafas pendek atau nyeri dada, keringat dingin, tangan gemetaran, yang dapat disebabkan oleh genetik, biokimia otak, dan mekanisme fight-flight.

Kesehatan umum seseorang memiliki pengaruh besar untuk terjadinya ansietas. Ansietas dapat menyertai beberapa gangguan fisik seperti gangguan kardiovaskuler yang salah satunya adalah hipertensi (Stuart, 2013).

Hipertensi menurut WHO (2013) adalah ketika seseorang mempunyai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Penyebab hipertensi umumnya karena usia, jenis kelamin, dan pola hidup. Insiden hipertensi makin meningkat karena meningkatnya usia, secara umum insiden hipertensi lebih tinggi pada pria, namun pada usia pertengahan dan lansia > 65 tahun insiden hipertensi lebih tinggi pada wanita. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah, dan kehidupan yang penuh dengan stress berhubungan dengan meningkatnya insiden hipertensi (Tambayong, 2000).

(2)

melaporkan mengalami hipertensi, dan 8,1% dan 4,9% ditemukan memiliki kecemasan atau gangguan depresi.

Berdasarkan penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya terlihat bahwa dampak yang muncul dari seseorang yang mengalami sakit tidak hanya fisiknya saja tetapi juga terkait kualitas hidupnya. Dampak yang mungkin terjadi pada klien hipertensi dengan ansietas antara lain perubahan peran dalam keluarga, terjadinya gangguan psikologis, dan masalah keuangan.

Penelitian Pradono, Hapsari dan Sari (2009) menunjukan bahwa penduduk yang tidak menderita penyakit tidak menular hampir 1.5 kali mempunyai kualitas hidup yang baik (79%) dibandingkan dengan penduduk yang menderita penyakit tidak menular (49,4%), dan penduduk yang tidak menderita gangguan mental emosional 2,5 kali mempunyai kualitas hidup baik (73,2%) dibandingkan yang menderita gangguan mental emosional (33%). Ini menunjukan bahwa klien hipertensi dengan ansietas beresiko mengalami penurunan dalam kualitas hidupnya. Penelitian yang dilakukan oleh Wang, et all (2009) di Shanghai, Cina menunjukan bahwa klien hipertensi mempengaruhi kualitas hidup klien baik fisik maupun mental.

Pendekatan teori yang digunakan oleh penulis terhadap klien hipertensi dengan ansietas menggunakan pendekatan Uncertainty In Illmess Theory dan Comfort Theory dimana kedua teori ini termasuk dalam midlle range teori. Penulis menggunakan teori Uncertainty In Illmess Theory atau teori ketidakpastian ini menggambarkan suatu teori dimana individu belum mampu menentukan arti dari suatu peristiwa yang terkait dengan penyakitnya. Pendekatan yang digunakan pada teori ini meliputi pengamatan, persepsi dan regulasi, serta dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman terhadap fenomena bagaimana klien berespon terhadap suatu peristiwa, yang dapat diterapkan oeh perawat dalam memberikan asuhan dengan memberikan informasi yang jelas, memberikan dukungan sehingga klien dapat mengambil kesimpulan untuk melakukan sesuatu dan akhirnya dapat beradaptasi dengan situasi yang dihadapinya (Tomey & Alligood, 2010). Pada kasus ini klien dengan hipertensi dapat beradaptasi selain terhadap gejala yang muncul juga bisa beradaptasi dengan ansietas yang dialaminya.

Sedangkan untuk ketidaknyamanan yang dirasakan oleh klien hipertensi dengan ansietas penulis menggunakan pendekatan Comfort Theory, yang dikembangkan oleh Katharine Kolcaba yang memberikan kerangka kerja konseptual ilmiah pemberian layanan keperawatan kepada kliennya, dimana tujuan intervensi keperawatan berdasarkan teori ini meliputi pencapaian kesejahteraan, ketenangan, atau kenyamanan manusia. Struktur taksonomi ini membantu perawat dalam pengorganisasian dan pendokumentasian data yang diperoleh yang dikelompokkan kedalam 4 konteks kenyamanan dalam comfort theory yaitu fisik, psikospiritual, sosial, dan lingkungan (Peterson & Bredow, 2004); Alligood, 2014) sehingga dapat memperjelas tanda dan gejala terjadinya ketidaknyamanan pada klien.

Pelaksanaan tindakan keperawatan juga menggunakan pendekatan teori ini dengan menggolongkan tindakan berdasarkan comfort theory yaitu standard comfort interventions untuk mempertahankan homeostasis atau manajemen nyeri seperti mengukur tanda-tanda vital, pengkajian pasien, pengobatan dan perawatan; coaching untuk mengurangi ansietas, memberikan informasi dan jaminan, menanamkan harapan, mendengar aktif, pendidikan kesehatan, serta membantu merencanakan kesembuhan klien; comfort food for the soul, perawat membuat klien merasa diperhatikan dan menerima dukungan seperti sentuhan atau guided imagery; terapi musik (Peterson & Bredow, 2004; Tomey & Alligood, 2010; Kolcaba, 2011), sehingga pada hasil akhir diharapkan dapat diperoleh kenyamanan pasien yang ditandai dengan berkurangnya tanda gejala ansietas dan meningkatnya kemampuan mengontrol ansietas.

METODE

Penelitian ini menggunakan desain Quasi experimental pre-post test without control group. Responden berjumlah 21 orang yang dirawat di rumah. Hasil evaluasi diperoleh dengan melakukan pengukuran pre dan post test dari tanda dan gejala ansietas. Post test dilakukan setelah klien diberikan terapi generalis ansietas dan terapi spesialis yaitu penghentian pikiran dan latihan relaksasi progresif. Variabel diukur dengan menggunakan instrument kuesioner yang di checklist antara jawaban ya dan tidak. Tanda dan gejala ansietas terdapat 20 item. Analisis data dilakukan dengan menyajikan data mean untuk usia dan kemampuan, sedang data lainnya ditampilkan dalam bentuk frekuensi. Analisis data hasil pre dan post test ditampilkan dalam bentuk frekuensi, sedangkan untuk melihat hasil penurunan tanda dan gejala ansietas dilihat dari nilai rata-rata (mean).

HASIL

Karakteristik responden sebagian besar berada pada rentang usia 43 – 61 tahun sebanyak 10 orang ( 47.6%) dan memiliki rata-rata usia 50.86 tahun, lebih banyak berjenis kelamin perempuan sebesar 19 orang (90,5%). Pendidikan responden lebih banyak tamat SD (52,4%). Pekerjaan klien sebagian besar sebagai ibu rumah tangga (tidak bekerja sebesar 17 orang (81%). Status klien yang sudah menikah sebanyak 16 orang (76,2%).

(3)

Stressor presipitasi menurut model stres adaptasi Stuart dapat dilihat dari sifat masalah berdasarkan biologis, psikologis dan sosial, asal stressor, waktu munculnya stressor dan jumlah stressor.

Ansietas yang terjadi pada responden berdasarkan adanya stressor presipitasi biologis yaitu penyakit fisik hipertensi sebanyak 21 orang (100%). Faktor presipitasi selanjutnya stressor psikologis dimana responden merasakan kenyataan tidak sesuai dengan harapan yaitu sebanyak 28,6%. Selanjutnya stressor sosial budaya yang tertinggi adalah masalah ekonomi sebanyak 20 orang (95,2%), hal ini disebabkan karena dalam keluarga responden yang mempunyai penghasilan hanya kepala keluarga dengan pendapatan yang rendah. Sumber permasalahan responden semuanya berasal dari internal sebanyak 21 orang (100%). Lamanya terpapar oleh stressor sebagian besar lebih dari 6 bulan sebanyak 13 orang (61,9%) dan 21 orang (100%) klien mengalami tiga atau lebih stressor.

Respon kognitif yang muncul sebagai akibat dari ansietas adalah klien lebih berfokus pada hal-hal yang penting saja yaitu sebanyak 20 orang (95.2%). Respon afektif yang muncul adalah klien yang tidak sabar sebanyak 19 orang (90.5%). Respon fisiologis yang dialami responden semua mengalami peningkatan tekanan darah sebanyak 21 orang (100%). Respon perilaku menunjukan adanya produktivitas yang menurun pada 13 orang (61.9%) dan respon sosial menunjukan 21 orang (100%) memerlukan orang lain dalam mengatasi ansietasnya.

Skema 1.1 Hasil Evaluasi Tanda dan Gejala ansietas

Gambar menunjukan bahwa dari 21 klien yang mengalami ansietas mengalami penurunan tanda dan gejala ansietas dari sebelum diberikan terapi generalis dan terapi spesialis ditemukan tanda dan gejala ansietas 58.1%, sedangkan setelah diberikan terapi generalis dan spesialis tanda dan gejala ansietas menurun menjdi 6.67% atau mengalami penurunan rata –rata tanda dan gejala sebesar 51.43%.

Pengkajian penilaian stressor pada responden dengan ansietas menggunakan pendekatan comfort theory. Penerapan teori ini melihat respon klien berdasarkan 4 konteks kenyamanan yaitu pertama, konteks fisik yang berkaitan dengan sensasi tubuh mengacu pada data yang ditemukan pada respon fisiologis menurut model adaptasi Stuart, kedua konteks

psikospiritual yang membahas kesadaran internal diri termasuk harga diri, konsep seksualitas, dan makna dalam kehidupan seseorang yang dikelompokan didalam penilaian stressor respon afektif pada model adaptasi Stuart. Selama ini pendekatan Stuart yang digunakan untuk penilaian stressor respon afektif masih berupa respon emosi terkait stressor, sehingga dirasa perlu menambahkan konsep spiritual seperti yang diterapkan pada comfort theory sehingga pengkajian yang diperoleh diharapkan lebih lengkap. Sedangkan untuk penerapan konteks ketiga dan keempat dari comfort theory yaitu terkait lingkungan dan sosial kultural bisa diperoleh dari respon sosial model stress adaptasi Stuart (Peterson dan Bredow, 2004; Alligood, 2014). Penggunaan 4 konteks comfort theory ini dapat membantu perawat untuk memperoleh data terkait ketidaknyamanan yang dirasakan klien hipertensi dengan ansietas sehingga diharapkan dapat lebih akurat dan tepat dalam menegakkan diagnosa keperawatan ansietas.

Sumber koping meliputi kemampuan personal, dukungan sosial, material asset, dan keyakinan positif. Dalam hal kemampuan individu, 100% responden mengatakan belum tahu tentang ansietas dan belum tahu cara mengontrolnya.

Sumber dukungan dapat diperoleh dari dukungan keluarga, semua responden memliki dukungan keluarga yang berperan sebagai care giver tetapi belum mampu merawat klien dengan ansietas. Keluarga klien ada yang sudah membawa anggota keluarganya berobat tetapi masih ada 28,6% yang belum berobat. Material aset adalah salah satu sumber koping yang dapat digunakan klien dalam menyelesaikan masalahnya. Sebanyak 66,7% responden tidak mempunyai asuransi kesehatan sehingga klien harus mempunyai dana tersendiri untuk berobat.

Sumber koping lain yang dapat membantu klien dalam menghadapi masalahnya adalah adanya keyakinan klien untuk sembuh sebanyak 95.2%, dan 100% klien memiliki keyakinan terhadap petugas kesehatan. Mekanisme koping yang digunakan oleh 100% klien hipertensi dengan ansietas pada klien kelolaan di RW 01 kelurahan sukadamai dengan berdoa yang merupakan salah satu tehnik negosiasi yang dapat dilakukan.

PEMBAHASAN

Klien hipertensi dengan ansietas yang menjadi responden memiliki rata-rata usia 50.86 tahun. Rentang usia tersebut menurut Erikson termasuk dalam perkembangan psikososial usia dewasa (Keliat, Daulima & Nurhaeni, 2011). Ansietas pada orang dewasa menurut Videbeck (2011) muncul akibat kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan nilai kelompok budayanya sehingga bila orang dewasa tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik maka dapat memicu untuk terjadinya ansietas. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh NIMH (2009) bahwa gangguan kecemasan di Amerika terjadi pada orang dewasa sekitar 6,8 juta.

(4)

kecemasan di Amerika memiliki rasio kejadian dialami perempuan dua kali lebih banyak dibandingkan laki-laki (NIMH, 2009; Shives, 2012). Kecemasan yang dialami oleh perempuan disebabkan karena dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi peran dan tugas wanita, yang salah satunya berperan sebagai ibu rumah tangga dengan berbagai permasalahannya. Bila melihat pekerjaan ibu rumah tangga yang tidak ada habisnya, hal tersebut dapat menimbulkan beban dan stressor bagi individu tersebut yang menimbulkan tekanan sehingga muncullah kecemasan (Sahara, 2009). Perbedaan jenis kelamin memiliki hubungannya dengan cara mengolah emosi, dimana perempuan memiliki kecenderungan untuk menarik diri dan mengolah emosinya secara internal ketika menghadapi suatu permasalahan. Akibatnya karena inilah perempuan lebih mudah untuk mengalami kecemasan bahkan depresi.

Pendidikan responden lebih banyak hanya tamat sekolah dasar sebesar 52.4%. Hal ini menunjukan bahwa klien memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan ini dapat mempengaruhi klien dalam berpikir dan berperilaku seperti yang diungkapkan oleh Asmadi (2008) bahwa pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir individu, dan pola pikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang.

Sebagian besar responden (81%) adalah ibu rumah tangga dengan berbagai aktifitas dan kesibukannya yang menyebabkan mereka mengalami overload bahkan terkadang tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri akibatnya ibu mudah merasa tertekan, cemas, marah dan frustasi karena pilihan hidupnya (Sahara, 2009). Bila melihat pekerjaan ibu rumah tangga yang tidak ada habisnya dapat menjadi stressor bagi dirinya yang menimbulkan tekanan sehingga muncullah kecemasan.

Status pernikahan responden banyak yang sudah menikah sebesar 76,2% dan sisanya adalah berstatus janda atau duda. Pernikahan dapat menjadi salah satu sumber dukungan dalam menyelesaikan masalah tetapi dapat juga menjadi stressor yang membuat klien dapat mengalami kecemasan.

Faktor predisiposisi biologis terjadinya ansietas yang terbanyak karena hipertensi sebesar 66.7% (14 orang). Klien banyak yang mengatakan bahwa penyebab dirinya cemas karena gejala hipertensi yang tidak menunjukan penurunan, sehingga klien merasakan kecemasan bila kondisi ini terus terjadi akan menimbulkan dampak yang sebenarnya belum jelas bagi klien sehingga muncul rasa ketidakpastian terhadap gejala hipertensi yang dirasakannya.

Hipertensi yang menjadi penyakit kronis nantinya dapat mempengaruhi kualitas hidup klien. Penelitian sudah membuktikan bahwa kecemasan yang terjadi berhubungan dengan beberapa kondisi fisik, dalam penelitian Sareen, Jacobi, Cox, Belik, Clara, Stein (2006) menunjukan bahwa gangguan kecemasan secara independen terkait dengan beberapa kondisi penyakit fisik di masyarakat, dan secara signifikan berhubungan dengan kualitas hidup yang buruk dan ketidakmampuan.

Faktor predisiposisi psikologis terjadinya kecemasan pada responden banyak disebabkan karena pengalaman ansietas sebelumnya sebesar 61.9%, dan disusul dengan adanya pengalaman yang tidak menyenangkan sebesar 38.1% seperti masalah perceraian, konflik dengan keluarga seperti pertengkaran, merasa tidak diperhatikan oleh anaknya, merasa dibohongi. Pengalaman ansietas sebelumnya dan pengalaman yang tidak menyenangkan ini menyebabkan klien mudah untuk merasakan kecemasan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya trauma yang dirasakan oleh klien akibat pengalaman sebelumnya, di mana pengalaman sebelumnya sebenarnya dapat menjadi suatu pengalaman yang berharga bagi seseorang untuk menjadi pembelajaran untuk adaptasi di kemudian hari, semakin banyak stressor dan pengalaman yang dialami dan mampu menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasi masalahnya sehingga kemampuan adaptif pun diharapkan akan menjadi semakin baik pula ( Hidayat, 2008), tetapi ada juga seseorang yang pernah mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan apalagi terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan trauma tersendiri bagi klien.

Faktor predisposisi sosial terjadinya ansietas pada responden sebagian besar disebabkan karena masalah ekonomi yaitu penghasilan yang rendah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri sebesar 81%. Angka tersebut termasuk tinggi untuk mendukung terjadinya kecemasan pada klien hipertensi, dengan kondisi fisik yang bermasalah dan memerlukan biaya secara rutin. Klien yang tidak mempunyai asuransi kesehatan hal ini dapat mendukung untuk menjadi stressor terjadinya ansietas.

Berdasarkan biologis yang menjadi pencetus terjadinya kecemasan pada klien adalah hipertensi. Sedangkan secara psikologis faktor pencetus terjadinya kecemasan pada klien adalah kenyataan tidak sesuai dengan harapan, seperti klien berharap masih sehat dalam usianya saat ini tetapi menderita hipertensi. Selain itu ada juga yang memikirkan kondisi anaknya yang ternyata tidak sesuai dengan harapannya. Harapan adalah bagian sikap positif yang harus dimiliki siapa pun yang ingin maju (Januar, 2005). Bila ada ketidakseimbangan antara harapan dan kenyataan maka dapat menimbulkan stressor bagi seseorang untuk mengalami kecemasan

Stressor presipitasi sosial yang ditemui pada responden banyak yang terjadi karena masalah ekonomi. Klien yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga, suaminya yang rata-rata bekerja sebagai buruh dengan penghasilan yang rendah dapat menjadi salah satu stressor munculnya ansietas. Ekonomi saat ini memegang peranan penting dalam kehidupan, terutama klien hipertensi yang memerlukan pengobatan secara rutin sehingga bila klien tidak memiliki jaminan kesehatan seperti asuransi kesehatan maka masalah ekonomi yang kurang tersebut dapat menyebabkan klien berpikir dua kali untuk pengobatan rutin tersebut.

(5)

menjadi indikasi pertama bahwa integritas fisik klien sedang terancam. Sakit kepala ini dapat menyebabkan ansietas yang kemudian sering memotivasi orang untuk mencari pelayanan kesehatan. Sumber internal lain yang muncul termasuk masalah interpersonal di rumah atau di tempat kerja.

Pengkajian pada penilaian stressor menggunakan pendekatan comfort theory. Penerapan comfort theory ini melihat respon klien berdasarkan 4 konteks kenyamanan yaitu pertama, konteks fisik yang berkaitan dengan sensasi tubuh mengacu pada data yang ditemukan pada respon fisiologis menurut model adaptasi Stuart, kedua konteks psikospiritual yang membahas kesadaran internal diri termasuk harga diri, konsep seksualitas, dan makna dalam kehidupan seseorang yang dikelompokan didalam penilaian stressor respon afektif pada model adaptasi Stuart. Selama ini pendekatan Stuart yang digunakan untuk penilaian stressor respon afektif masih berupa respon emosi terkait stressor, sehingga dirasa perlu menambahkan konsep spiritual seperti yang diterapkan pada comfort theory sehingga pengkajian yang diperoleh diharapkan lebih lengkap. Sedangkan untuk penerapan konteks ketiga dan keempat dari comfort theory yaitu terkait lingkungan dan sosial kultural bisa diperoleh dari respon sosial model stress adaptasi Stuart (Peterson & Bredow, 2004; Alligood, 2014). Penggunaan 4 konteks comfort theory ini dapat membantu perawat untuk memperoleh data terkait ketidaknyamanan yang dirasakan klien hipertensi dengan ansietas sehingga diharapkan dapat lebih akurat dan tepat dalam menegakkan diagnosa keperawatan ansietas.

Mekanisme koping adalah mekanime yang digunakan individu untuk menghadapi setiap perubahan yang diterimanya, dan bila individu tersebut berrhasil menghadapinya maka klien dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. (Nursalam & Kurniawati, 2007). Mekanisme koping yang digunakan oleh 100% responden adalah dengan berdoa yang merupakan salah satu tehnik negosiasi yang dapat dilakukan.

Penggunaan mekanisme koping yang digunakan klien dapat dijelaskan menurut Uncertainty In Illness theory diawali dengan bagaimana usaha klien hipertensi untuk menentukan dasar pertimbangan untuk setiap masalah yang dihadapi oleh mereka dan akibatnya bagi mereka secara keseluruhan.

Ketidakpastian terhadap gejala yang dialami klien akan membuat klien belajar untuk lebih mampu menyesuaikan diri terhadap penyakitnya. Adaptasi memungkinkan klien hipertensi untuk menggunakan perilaku biopsikososial dengan hasil yang diharapkan dengan keefektifan koping sehingga dapat menurunkan perasaan ketidakpastian sebagai suatu bahaya yang menimbulkan ansietas menjadi ketidakpastian sebagai suatu tantangan.

Teori rekonseptual menurut Mishel (1988) dalam Aligood (2014) ketidakpastian diterapkan dengan pengamatan, persepsi dan regulasi. Pengamatan dapat digambarkan sebagai cara yang ditempuh oleh seseorang dalam hal ini pada klien hipertensi dengan ansietas untuk berpikir, menilai dan menginterpretasikan situasi atau

stimulus yang ada. Kerangka ini dibentuk terkait dengan kemampuan klien menginterpretasikan perawatan dan penyakitnya.

Langkah selanjutnya adalah persepsi yang merupakan cara yang ditempuh klien dalam menginterpretasikan suatu keadaan, dengan menggunakan pikiran sehat. Mishel menyebutkan adanya persepsi pada klien yang mempengaruhi terjadinya ketidakpastian yang dialami. Jika klien hipertensi dengan ansietas mempunyai persepsi yang berbeda tentang diri mereka terkait gejala yang muncul maka kemungkinan akan lebih banyak muncul ketidakpastian, yang dapat mempengaruhi klien dalam persepsinya. Selanjutnya bagian regulasi yang merupakan tanggapan fisiologis yang nyata bagi suatu penyakit. Mishel mengatakan jika suatu gejala pasien konsisten, ia akan lebih mampu mengatur gejala yang muncul dan mengesampingkan efeknya. Hal ini dapat membantu mengurangi rasa ketidakpastian pada diri seseorang.

Penatalaksanaan klien hipertensi dengan ansietas diawali dengan mengenalkan klien pada kecemasan yang sedang dihadapinya, mulai dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta cara mengontolnya. Klien dilatih tehnik relaksasi mulai dari melakukan tarik nafas dalam, pengalihan situasi, tehnik hipnosis lima jari dan mengontrol secara spiritual dengan cara berdoa dan beribadah sesuai agamanya masing-masing. Bila melihat implementasi yang dilakukan pada klien, penerapan comfort theory telah dilakukan pada saat pemberian informasi dengan telah menerapkan coaching untuk mengurangi ansietas dengan memberikan informasi, menanamkan harapan, dan pendidikan kesehatan.

Implementasi yang telah dilakukan sudah mengacu pada penggolongan intervensi yang ada dalam comfort theory yaitu standard comfort interventions untuk mempertahankan homeostasis atau manajemen nyeri seperti mengukur tanda tanda vital, pengkajian pasien, pengobatan dan perawatan, coaching untuk mengurangi ansietas, memberikan informasi dan jaminan, menanamkan harapan, mendengar aktif, pendidikan kesehatan, dan membantu merencanakan kesembuhan klien dan comfort food for the soul, perawat membuat klien merasa diperhatikan dan menerima dukungan seperti sentuhan atau guided imagery; terapi musik (Peterson & Bredow, 2004; Tomey & Alligood, 2010; Kolcaba, 2011).

KESIMPULAN

Karakteristik responden dengan ansietas di RW 01 Kelurahan Sukadamai memiliki rata-rata usia 50.86 tahun, lebih banyak berjenis kelamin perempuan. Pendidikan lebih banyak yang hanya tamat SD. Pekerjaan lebih banyak sebagai ibu rumah tangga dan status semua sudah menikah.

(6)

respon yang dirasakan oleh klien, serta membantu dalam menjelaskan saat penerapan therapi yang menghasilkan outcome rasa nyaman dan aman. Sedangkan uncertainty in illness membantu menerangkan ketidakpastian yang dialami klien sehingga klien dapat beradaptasi dengan kondisinya, dan diperolehnya mekanisme koping yang adaptif.

KEPUSTAKAAN

Alligood, Martha Raile. (2014). Nursing theorists and their work. Eighth Edition.

USA: Mosby Elsevier

Asmadi (2008). Konsep dasar keperawatan. Jakarta:EGC

Grohol, J. (2011). CDC Statistics: Mental Illness in the US. Psych Central. Retrieved on June 25, 2014,

from

http://psychcentral.com/blog/archives/2011/09/03/c dc-statistics-mental-illness-in-the-us/

Grimsrud, A., Stein, D.J., Seedat, S., Williams, D., & Myer, L. (2009). The Association between Hypertension and Depressionand Anxiety Disorders: Results from a Nationally- Representative Sample of South African Adults. Plos one Vol. 4.issues 5.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: Salemba medika

Januar, M. Iwan. (2005). Menjadi bahagia dengan berpikir positif. Jakarta: Gema Insani

Keliat, B. A., Daulima, N. H. C, & Farida, P. (2011). Manajemen keperawatan psikososial & kader kesehatan jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A., Wiyono, A.P., & Susanti, H.(2011). Manajemen kasus gangguan jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC

Kolcaba Katharine (2011). Comfort theory. Diambil dari http://currentnursing. com/nursing_theory /comfort_theory_Kathy_Kolcaba.htmltopics/gene ralized-anxiety-disorder-gad/index.shtml

Nursalam & Kurniawati N.D. (2007). Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksiHIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika

NIMH. (2009). What Is Generalized Anxiety Disorder. Diambil dari http://www. nimh.nih.gov/health/

Peterson & Bredow. (2004). Middle range theories: application to nursing research. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Pradono, J., Hapsari, D., Sari, P. (2009). Kualitas Hidup Penduduk Indonesia Menurut International Classification of Functioning, Disability and Health

(ICF) dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi (Analisis lanjut data Riskesdas 2007). Diambil dari Buletin peneliti kesehatan, Suplement 2009: 1-10

Sahara Theo. (2009). Kecemasan menurut para ahli. Diambil dari http://pembaharuankeluarga. wordpress.com /2009/01/02/ kecemasan-1/

Sareen, J., Jacobi, F., Cox, B. J., Belik, S., Clara, I., Stein, M. (2006). Disabilityand Poor Quality of Life Associated With Comorbid Anxiety Disorders and

Physical Conditions. Diambil dari Arch Intern

Med/Vol 166, Oct 23, 2006

Shives, L., R,. (2012). Basic Concepts of Psychiatric– Mental Health Nursing. Eighth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Stuart, G. W. (2013). Principle and practice of psychiatric nursing. (10th ed). Philadelphia, USA: Mosby, Inc.

Tambayong, J. (2000). Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC

Tomey, Ann Mariner & Alligood, Martha Raile (2010). Nursing Theory and Their Work 7th edition. USA: Mosby Elsevier

Wang, et all. (2009). Impact of hypertension on health-related quality of life in a population-based study in Shanghai, China. Diambil dari Public Health 123(2009) 534–539. journal homepage: www.elsevierhealth.com/journals/pubh

Videbeck, S.L. (2011) Psychiatric mental health nursing. (5th ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

WHO. (2013). Hypertension. Diambil dari http://www.who.int/features/qa/82/en/

Gambar

Gambar menunjukan bahwa dari 21 klien yang

Referensi

Dokumen terkait

6 Mahasiswa dapat memahami inventansi Investasi - Investasi Sekuritas hutang - Investasi Sekuritas modal - Penyajian dan Pengungkapan - Transfer antar kategori. Tatap Muka

Biaya perolehan diamortisasi adalah jumlah aset keuangan atau liabilitas keuangan yang diukur saat pengakuan awal, ditambah atau dikurangi amortisasi kumulatif menggunakan

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

Kambing tergolong ke dalam family Bovidae, sub ordo Ruminantia, ordo Artiodactyla dan genus Capra (French, 1970). Kriteria kambing berdasarkan ciri-ciri morfologi,

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji tingkat pengaruh tiap jenis PKL terhadap terganggunya sirkulasi lalulintas berdasarkan pada karakteristik yang dimiliki di

4) Semen, pasir dan air dicampur dan diaduk menjadi mortar dengan menggunakan Concrete Mixer dengan campuran sesuai dengan spesifikasi teknis. 5) Batu dibersihkan dari bahan

Warok memiliki pengetahuan yang baik tentang cara hidup dalam budaya Jawa. Hal ini sesuai dengan ilmu kanuragan yang

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima guna