• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA DALAM MEMANFAATKAN RUANG TERBUKA HIJAU KEBUN BIBIT BRATANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA DALAM MEMANFAATKAN RUANG TERBUKA HIJAU KEBUN BIBIT BRATANG"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA

DALAM MEMANFAATKAN RUANG TERBUKA

HIJAU KEBUN BIBIT BRATANG

Nurul Hidayati

Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya

nuw_myutz@yahoo.co.id

Abstract

This study examines the policies of the Surabaya government in developing green-open spaces in the Bratang nurseries. Exploiting such green-open spaces becomes an answer to environmental problems, such as air and water pollution, faced by many urban cities like Surabaya. Although the area is still less managed and is disputed by the private parties against the Surabaya government, its ecological role is undoubtedly essential. The results of the research indicate that

the implementation of the Surabaya government’s policies regarding

park management in the form of open-green spaces in the Bratang nurseries is adequate.The area is now complemented with sufficient public facilities and it can be used as the place for educational purposes.

Key Words: Bratang nurseries, policy, implementation

Abstrak

Penelitian ini berusaha mengkaji kebijakan pemkot Surabaya dalam memanfaatkan ruang terbuka hijau kebun bibit Bratang. Peman-faatan ruang terbuka hijau seperti taman flora dan fauna di Surabaya atau yang sering disebut sebagai kebun bibit Bratang Surabaya menjadi jawaban dari kota metropolitan yang banyak polusi ini. Meskipun keadaan kebun bibit Bratang masih kurang terurus dan sempat menjadi sengketa antara pihak swasta dan pihak pemerintah kota. Hasil penelitian menunjukkan, implementasi kebijakan kondisi tata kelola taman sebagai wujud penerapan ruang terbuka hijau di kebun bibit Bratang Surabaya yaitu fasilitas dan tanaman-tanaman sudah memadai sehingga kebun Bibit tersebut bisa digunakan sebagai media edukasi.

(2)

Pendahuluan

Kota Surabaya merupakan kota metropolitan dengan tingkat kepadatan tinggi dari segi penduduk dan bangunan. Ditinjau dari segi banyaknya penduduk, otomatis tingkat produksi dan transportasi pun ikut bertambah, yang akan mengakibatkan polusi yang dihasilkan oleh asap pabrik dan juga kendaraan bermotor. Pembangunan mall dan perluasan industri menyebabkan semakin sempitnya areal hutan, dan menipisnya lapisan ozon.

Perubahan lingkungan inilah yang dapat mengganggu pola-pola sosial yang sudah mapan dan mendorong terjadinya konflik antar kelompok. Lingkungan merupakan faktor utama keberhasilan di semua wilayah bahkan negara. Lingkungan yang bersih jauh dari polusi, banjir dan lingkungan yang asri, otomatis cara pandang manusia dan cara berfikir masyarakat tersebut akan jernih. Dengan demikian, tingkat ekonomi dengan sendirinya akan bertambah dan masyarakat-masyarakatnya akan hidup saling berdampingan, damai, dan tentram tanpa adanya konflik.

Pada intinya, kelangkaan lingkungan akan menekan proses sosial yang ada, mengakibatkan produksi pertanian yang menurun, kemerosotan ekonomi, penduduk kehilangan tempat tinggal, dan terganggunya pola-pola normal dalam hubungan-hubungan sosial. Keadaan ini berpotensi mendorong terjadinya konflik antar masyarakat bahkan konflik antar negara.

(3)

Kebijakan pemerintah kota mengenai pemanfaatan ruang terbuka hijau di Surabaya sudah tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2002 tentang pengelolaan ruang terbuka hijau. Perda tersebut mengatur tentang proporsi luas ruang terbuka hijau yang ditetapkan dan diupayakan secara bertahap sebesar 30% dari luas wilayah kota. Ketika diberi target program kerja oleh pemerintah pusat minimal ruang terbuka hijau harus 30% itulah yang harus dipenuhi. Perda tersebut juga menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau merupakan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur hijau, dan kawasan hijau pekarangan.

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Chalid Buhari, selaku Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya mengenai kebijakan pemerintah kota dalam memanfaatkan ruang terbuka hijau. Chalid Buhari menjelaskan,

“Kebijakan dalam suatu kota ataupun dalam suatu tataran

pemerintah itu haruslah ada. Apalagi kebijakan mengenai lingkungan di kota Surabaya ya sangatlah penting. Karena dapat kita lihat Surabaya merupakan kota metropolitan kedua setelah ibukota Jakarta, yang banyak penduduknya akan tetapi kesediaan ruang terbuka hijau sangatlah minim, ditambah lagi banyak gedung-gedung yang dibangun dan kendaraan-kendaraan yang banyak, serta dampak dari industrialisasi. Mengaca dari keadaan yang terjadi di kota Surabaya maka pemerintah kota Surabaya membuat sebuah kebijakan yaitu pada peraturan daerah Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang

proporsinya haruslah mencapai 30% dari luas kota.” (Chalid

Buhari, Wawancara, 29 Juni 2015)

(4)

“Ruang Terbuka Hijau yang ada di Surabaya sudah hampir mencapai target 30%, di mana yang termasuk lahan-lahan Ruang Terbuka Hijau yaitu bukan hanya taman saja, akan tetapi makam, tempat olahraga, gedung-gedung yang di samping atau

halamannya terdapat berbagai macam tanaman.” (Guntoro,

Wawancara, 2 Juli 2015)

Dapat disimpulkan bahwa Surabaya sangat memerlukan sebuah kebijakan tentang pengelolaan ruang terbuka hijau, karena Surabaya merupakan kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta. Kota Surabaya mengalami perkembangan yang pesat dalam hal pembangunan. Kota Surabaya juga merupakan ibukota Propinsi Jawa Timur sekaligus pusat jasa, industri perdagangan serta kebudayaan. Kondisi seperti ini menjadikan Kota Surabaya memiliki daya tarik bagi penduduk untuk tinggal dan beraktifitas. Hal tersebut menyebabkan kepadatan penduduk di Kota Surabaya yang memiliki luas wilayah 32.637,75 Ha terus meningkat tiap tahunnya. Kepadatan penduduk yang terjadi menyebabkan tingginya permintaan lahan, sehingga mendorong pemerintah untuk menyediakan lahan dan menambah tugas pemerintah untuk mengatur penataan ruang kota di Surabaya agar pembangunan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan tetap memperhatikan aspek-aspek penting di bidang sosial, ekonomi dan lingkungan. Kebutuhan lahan perumahan di Kota Surabaya dalam kurun waktu tahun 2003-2013, diperkirakan meliputi 53,85% dari total luas Surabaya sesuai RTRW Kota Surabaya tahun 2003-2013.

Tabel 7

Rencana Penggunaan Lahan Kota Surabaya Tahun 2003-2013

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Prosentase (%)

1 Perumahan 17.573,95 53,85

2 Perniagaan 983,77 3,01

3 Industri dan Gudang 4.067,39 12,46 4 RTH (Sarana Olahraga,

Makam, Taman)

(5)

5 Jalur Hijau (Tambak dan Konservasi)

4.035,46 12,36

6 Fasilitas Umum/Jasa 5.116,98 15,68

JUMLAH 32.637,75 100,00

Sumber: RTRW Kota Surabaya 2003-2013

Berdasarkan tabel rencana penggunaan lahan kota Surabaya di atas, terlihat prosentase terbesar lahan disediakan bagi pemukiman penduduk dengan prosentase sebesar 53,85%, untuk ruang terbuka hijau, dan jalur hijau sebesar 15%, sisanya lahan yang digunakan untuk pembangunan sebagai fasilitas dan sarana prasarana kota juga pengembangan industri di kota Surabaya. Peningkatan luas ruang terbuka hijau dilakukan sejalan dengan Perda No. 7 tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau dan Perda No. 3 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya yang menetapkan luas Ruang Terbuka Hijau publik diupayakan secara bertahap sebesar 20% dari luas wilayah kota.

Penetapan ruang terbuka hijau tersebut kemudian dijabarkan dalam arahan pemantapan ruang terbuka hijau sesuai Perda Kota Surabaya No. 3 tahun 2007. Revisi terhadap Perda No. 3 tahun 2007 sejak tahun 2009 mengalami polemik karena belum mendapat persetujuan dari pusat, sehingga sejak tahun tersebut Kota Surabaya pun tidak memiliki RTRW (www.penataanruang.net, diakses 30 Juni 2015). Namun, pemerintah Kota Surabaya dalam hal penyediaan Ruang Terbuka Hijau, tetap menjalankan tugasnya untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau sesuai dengan kebutuhan penghijauan kota, sehingga pembangunan lingkungan tetap berjalan dan masih mengacu pada perda yang lama.

Pentingnya Isu Kelestarian Lingkungan Secara Etika dan Politik di Kota Surabaya

(6)

penting. Akan tetapi, memang suatu kewajiban sebagai makhluk hidup untuk merawat dan melestarikan karena keberlangsungan alam semesta ini tergantung dari individu yang tinggal di dalamnya, yaitu peranan manusia seutuhnya untuk melakukan perawatan.

Etika politik di dalam perspektif Islam dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis dan bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa.

Etika politik dalam pandangan Islam ini mengamanatkan agar penyelenggaraan negara mampu memberikan kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik. Etika politik diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antar kepentingan kelompok lainnya untuk mencapai kemajuan bangsa dan negara.

Manusia sudah sepatutnya menjaga kelestaraian lingku-ngan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkulingku-ngan dalam suasana yang baik dan menyenangkan. Oleh karena itu, dibuat prinsip-prinsip etika dalam memperlakukan makhluk hidup. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: bersikap hormat terhadap alam, prinsip tanggung jawab, prinsip solidaritas, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, serta prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.

(7)

Jadi, secara etika dan politik, isu-isu lingkungan merupakan hal yang penting, karena adanya ketertarikan lingkungan atau masyarakat sekitar terhadap isu tersebut. Dapat diambil contoh ketika isu lingkungan ini booming

diperbincangkan, masyarakat dapat tertarik dan bisa satu suara karena lingkungan menjadi kepentingan dan kebutuhan bersama. Hal ini berbeda jika tidak terjadi satu suara, dalam hal ini kebutuhan lingkungan sangat penting bagi semua orang, sehingga keterkaitan inilah yang menimbulkan isu-isu politik. Politisasi terhadap lingkungan begitu kental sehingga ketika kita mengatakan lingkungan semua satu suara, ada semacam power.

Intinya, ketika kelestarian alam dan kelestarian lingkungan diangkat dan ternyata banyak dunia yang mendu-kung, sehingga inilah yang menjadi kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi. Kesepakatan yang mendukung pentingnya etika dan politik dalam isu lingkungan terdapat semacam keterlibatan yang merupakan kesepakatan dari individu, yaitu dengan cara menjaga, merawat, melestarikan. Sehingga dapat kita lihat, banyaknya muncul taman-taman baru yang mengundang ketertarikan masyarakat untuk ber-kunjung.

(8)

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Tri Rismaharini, mengenai pentingnya isu lingkungan di Surabaya sebagai berikut,

Memang isu lingkungan itu sangatlah penting, sehingga saya

sangat getol untuk mempertahankan, memperjuangkan dan merealisasikannya karena apabila kita tidak memperjuangkan lingkungan, kita akan tinggal di mana? Kalian tahu Jakarta dibiarkan tidak melakukan apa-apa, lima tahun lagi Jakarta akan tenggelam, orang mau tinggal di mana kalau sudah tenggelam. Pada intinya itu semua adalah untuk kehidupan kita, jika lingkungan kita baik maka pola pikir kita juga baik. Maka daripada itu pemeritah kota mengeluarkan sebuah Peraturan Daerah No 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Apabila ada kebijakan, otomatis masyarakat yang berada di dalamnya akan mematuhi dan tidak keluar dari batas aturan yang ada, sehingga dia berusaha menjaga dan merawat lingkungan

yang ada.” (Tri Rismaharini, Wawancara, 7 Juni 2015)

Implementasi Kebijakan Tata Kelola Taman sebagai Wujud Penerapan Ruang Terbuka Hijau di Kebun Bibit Bratang Surabaya

(9)

diperuntukkan untuk Ruang Terbuka Hijau berapa persen, sehingga dapat mencapai target yang diingankan.

Peningkatan luas Ruang Terbuka Hijau di Surabaya dilakukan melalui berbagai kebijakan yang didukung oleh berbagai program di antaranya program satu jiwa satu pohon,

green and clean Surabaya dan konservasi hutan mangrove. Selain adanya program tersebut, juga ada kebijakan untuk mengembalikan lahan hijau yang sebelumnya dialihfungsikan sebagai SPBU menjadi lahan dengan fungsi awal yaitu Ruang Terbuka Hijau kota berupa taman baik taman aktif maupun taman pasif. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 8

Alih Fungsi eksSPBU menjadi Taman Kota Surabaya

No Lokasi Luas (m2)

1. Ex SPBU J.A Suprapto 831,00

2. Ex SPBU Biliton 1.519,50

3. Ex SPBU A. Yani 1.850,00

4. Ex SPBU Indrapura 1.565,00

5. Ex SPBU Kombes Pol. M. Duryat 1.796,00

6. Ex SPBU Komplek RMI 1.411,00

7. Ex SPBU Krembangan 1.100,00

8. Ex SPBU Ngagel Jaya Utara 940,00

9. Ex SPBU Sikatan-Veteran 984,10

10. Ex SPBU Sulawesi 1.477,00

11. Ex SPBU Undaan 1.254,30

12. Ex SPBU Dr Soetomo Barat 637,60 13. Ex SPBU Dr Soetomo Timur 644,00 Jumlah Total Luas Ex SPBU 16.009,50

Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya

(10)

yang ditetapkan Ruang Terbuka Hijau diupayakan 20% dari luas kota. Luas masing-masing jenis Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 9

Perkembangan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya

N

4 Lapangan Olahraga 123,83 220,68

5 Makam 191,95 178,45

6 RTH Telaga/waduk/boezem - 144,33 7 RTH fasum & fasos permukiman - 113,93

8 RTH Perguruan Tinggi - 13,32

Jumlah Luasan RTH total 3.172,81 6.691,96 Luas kota surabaya 33.048,00 33.048,00 Persentase luas RTH terhadap

luas kota

9,6% 20,25%

Sumber: Bappeko Surabaya, 2012

Kesadaran pemerintah Kota Surabaya akan pentingnya keberadaan ruang terbuka hijau semakin meningkat dengan berbagai upaya penghijauan. Kota Surabaya pun memperoleh apresiasi berupa beberapa penghargaan yang diterima di bi-dang pembangunan lingkungan, di antaranya adalah adipura, rekor MURI untuk taman kota, ASEAN Environmentally Sustainable City Award, dan Indonesia Green Region Award

(IGRA).

Tabel 12

Rekapitulasi Jumlah Taman Aktif dan Pasif

No Uraian Jumlah Taman (Lokasi) Luas (m2)

1 Taman Aktif 71 337,900.47

2 Taman Pasif 270 766,334.94

Jumlah 366 1,104,235.42

(11)

Taman Aktif adalah taman yang di dalamnya dibangun suatu kegiatan pemakai taman, sehingga pemakai taman secara aktif menggunakan fasilitas di dalamnya pengunjung atau pengguna taman bias beraktifitas secara leluasa di area taman. Contohnya Taman Bungkul, Taman Expresi, Taman Flora Bratang, dan lain-lain.

Taman Pasif adalah taman yang hanya dapat dinikmati keindahan visualnya, sebagai aksentuasi untuk menarik perhatian karena kerindangannya. Namun di taman tersebut, pengunjung tidak dapat mengadakan aktifitas, seperti taman yang berada di pertigaan, di perempatan dan taman di median jalan.

Dua puluh persen RTH publik terdiri dari berbagai macam jenis RTH, di antaranya adalah taman, jalur hijau, hutan kota, kawasan konservasi dan lain sebagainya. RTH jenis taman dan jalur hijau merupakan aspek penting yang menghiasi Kota Surabaya dan menjadi cerminan bagi Kota Surabaya. RTH jenis taman sangat berperan bagi sebuah kota, karena taman berperan sebagai sarana dalam pengembangan budaya kota, pendidikan dan pusat kegiatan masyarakat sebagai sarana interaksi sosial. Taman kota dapat menciptakan keindahan dan kenyamanan. Selain itu, taman dengan berbagai tumbuhan yang ada dan juga jalur hijau dapat menyerap polutan dari kendaraan bermotor yang ada di perkotaan.

(12)

mandiri dalam mengelola limbah dan perencanaan sanitasi rumah tangga. “Surabaya Berseri”, tujuannya menghadirkan kampung dan lingkungan bersih, sehat dan mandiri dalam mengelola limbah dan perencanaan sintasi rumah tangga. Program ini juga melakukan kaderisasi warga peduli lingkungan yang memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan teknis dasar untuk mewujudkan lingkungan bersih dan sehat.

Melalui hal tersebut muncul konsep-konsep baru, seperti penataan Ruang Terbuka Hijau yang dulu diutamakan dari segi fungsi, sekarang lebih cenderung dari segi estetika atau keindahan. Maka setiap konsep pembuatan taman yang ada di Surabaya ini lebih ke arah tematik. Taman-taman sekarang tidak hanya sekadar ditanami, namun juga mengangkat tema-tema tersendiri dari masing-masing taman yang ada. Tema tersebut diangkat dari lingkungan sekitar, melihat sejarah budaya, bahkan dari istilah nama-nama jalan murni dari masyarakat sekitar. Contohnya Taman Flora dan Fauna (Kebun Bibit Bratang), Taman Pelangi, Taman Prestasi, Taman Ekspresi, Taman Buah Undaan, dan lain-lain. Program tersebut muncul dalam rangka melestarikan kelestarian alam.

Pada akhirnya program-program ini go international, dapat dilihat dari penjelasan ketua pertamanan di Dinas Kebersihan

dan Pertamanan

,

“Konsep-konsep taman-taman yang ada di Surabaya bagi beberapa dunia internasional sepertinya memiliki keunikan sendiri, contohnya saja di taman flora Bratang ternyata konsep tanaman tersebut dapat menyatukan selurah komponen aspek masyarakat mulai dari kaya, miskin, anak-anak, remaja, besar, tua, sampai ke

orang yang berpenghasilan rata-rata semua jadi satu dengan

(13)

Surabaya, sekarang menjadi perhatian di kancah internasional.”

(Guntoro, Wawancara, Tanggal 2 Juli 2015)

Program-program pemerintah mengenai lingkungan yang telah disebutkan di atas, sebetulnya sudah berjalan sejak lama, sedangkan sosok Tri Rismaharini muncul karena hampir semua warga mayoritas satu suara dengan Tri Rismaharini yang identik dengan taman. Setiap pemerintahan mesti memiliki semacam program kerja, sejak tahun dulu sudah ada, hanya saja mungkin kondisi sosial budaya pada saat itu yang menuntut masyarakat akhirnya kurang perhatian terhadap program tersebut.

Perubahan-perubahan tersebut memang perlu proses lama. Dapat menjadi seperti sekarang ini adanya sumbangsih dan hasil program dari pemerintahan yang terdahulu. Saat ini program lebih tampak dan kental sehingga masyarakat (warga sekitar) betul-betul menunjukkan seolah-olah merasakan hasilnya atau manfaatnya. Bukan hanya program pemerintah dalam jangka pendek, namun semua merupakan dampak dari beberapa puluh tahun yang lalu.

Adanya keterkaitan visi misi dalam program kerja dari masing-masing masa kepemimpinan itulah yang akhirnya bisa mewujudkan cita-cita bersama. Keberhasilan pengelolaan lingkungan tidak bisa dikatakan hasil jerih payah walikota semata dan tidak membenarkan keberhasilan program pemimpin terdahulu. Akan tetapi adanya kesinambungan dan keterkaitan program-progam kerja yang lama, akhirnya terwujudlah mimpi itu (mempunyai lingkungan yang asri).

(14)

ditunjukkan ke masyarakat. Hal tersebut menjadi kebutuhan masyarakat. Hingga dia diangkat sebagai wali kota masih meneruskan kebijakan itu dalam bentuk perwali atau perda atau SK yang mendukung program ini, hingga saat ini masih berjalan. Setiap waktu terdapat sebuah program kerja yang identik dengan tema-tema tertentu yang telah disebutkan di atas. Hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai keberhasilan program personal atau individu, tetapi adanya keterkaitan dari program-program kerja terdahulu, hasil penerapan program Ruang Terbuka Hijau dan juga kesinambungan dari program kerja pemerintahan yang lama dengan yang sekarang.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bapak Hendri selaku kepala UPTD taman flora dan fauna atau yang sering disebut kebun Bibit Bratang Surabaya,

“Adanya taman flora dan fauna di Bratang Surabaya atau yang sering disebut kebun bibit Bratang sampai saat ini, bukan merupakan keberhasilan masa kepemimpinan bu Tri Rismaharini, akan tetapi juga ada sumbangsih dari program pemerintah terdahulu. Meskipun dulunya kebun bibit Bratang ini pernah menjadi perebutan antara pihak swasta dan pihak pemerintah

kota. Namun juga tidak dapat dikatakan juga bahwa

pemerintahan terdahululah yang memberikan sumbangsih

keberhasilan terbanyak dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di kebun Bibit Bratang. Akan tetapi semuanya merupakan kesinambungan antara pemerintah terdahulu dengan pemerin-tahan ibu Tri Rismaharini. Dalam hal ini ibu Tri Rismaharini yang memperbaiki program-program yang belum mencapai target, yaitu pada Ruang Terbuka Hijau di Surabaya, karena ini merupakan isu lingkungan yang harus lebih diperhatikan. Sebab tanpa adanya lingkungan yang bersih, Sumber Daya Manusia juga

ikut mempengaruhi.” (Hendri, Wawancara, 6 Juli 2015)

(15)

nilainya. Selain rindang oleh ratusan jenis pohon dan tanaman, juga terdapat spesies hewan yakni rusa tutul dari Madiun. Juga terdapat burung merak, burung onta, kijang, kera, dan berbagai macam hewan lainnya.

Salah satu daya tarik pengunjung jika ingin pergi ke taman flora di Surabaya ada baiknya membawa sayur kacang panjang dari rumah atau dapat membelinya di taman flora bratang dengan harga 1000 rupiah. Di antara hal yang menyenangkan adalah saat anak-anak memberi makan rusa di taman flora Surabaya.

Taman yang dikenal dengan sebutan Kebun bibit ini memiliki beberapa kolam ikan di dalamnya, ada juga arena untuk melakukan outbond mulai dari tingkat playgroup hingga pelajar. Taman ini juga disebut techno park karena dilengkapi fasilitas teknologi internet atau wifi. Setelah diresmikan Agustus 2007, terdapat sebuah ruang sekitar 5×10 m2 sebagai ruang pembelajaran IT dengan 6 line jaringan komputer yang tersambung internet. Ruangan ini juga dilengkapi software

berbagai games interaktif untuk sosialisasi tentang lingkungan dan masalah sampah. Techno park ini sifatnya interaktif, yang dapat dimanfaatkan oleh anak-anak sekolah untuk praktek atau membentuk komunitas IT.

Selain memberi makan rusa, kita juga dapat menikmati percikan air mancur. Selain itu, anak-anak juga dapat memberi makan ikan dengan pelet (makanan ikan) yang harganya 500 rupiah. Jika telah masuk waktu sholat, taman flora wisata murah Surabaya dilengkapi dengan mushola dan toilet yang dilengkapi dengan kran air yang dapat digunakan untuk cuci tangan atau lainnya.

Selain memberi makan binatang, untuk anak TK mereka dapat bermain di arena permainan seperti ayunan, papan seluncur, jungkat-jungkit atau lainnya. Adapun bagi anak SD mereka dapat mencoba area outbound seperti 2 line bridge, 3

(16)

ilmu dengan taman baca atau internet yang ada di taman flora wisata murah Surabaya

Taman Flora seluas 33.810 m2 ini dihiasi dengan berbagai tanaman, seperti teh, kana, ubi, erva merah, pandanus, spider lili, zig-zag, gandarusa, dan adam eva. Di bagian tengah ada juga tempat untuk santai (duduk-duduk) yang dikelilingi pohon-pohon indah, ditambah dengan gemercik air mancur yang menyejukkan pandangan mata. Ada juga perpustakaan, sehingga bisa membaca buku, koran, dan majalah.

Selain menyediakan fasilitas untuk melihat dan memberi makanan hewan-hewan yang ada di taman flora ini, pengunjung juga dapat menyegarkan mata dengan melihat kelompok-kelompok tanaman seperti tanaman toga dan lainnya. Adapun tanaman toga meliputi tapak doro, asem jawa, alamanda, trengguli, andong, dondong laut, lidah mertua, bakung kuning, belimbing, srikaya, cempaka, daun dewa, daun katuk, adas, pegagan, zigzag, daun ungu, keladi tikus, gempur batu, kayu putih, gingseng jawa, tapak liman, dandang gendis, jahe emprit, jahe, kunyit putih, gingseng jawa.

Kebun bibit Bratang atau taman flora juga mempunyai gazebo-gazobo untuk tempat beristirahat setelah pengunjung jalan-jalan melihat tanaman ataupun hewan-hewan yang ada di taman ini. Selain untuk tempat beristirahat gazebo-gazebo ini menurut pengunjung dapat juga digunakan untuk membaca buku-buku dan memanfaatkan IT. Dengan demikian, para pengunjung datang ke taman flora ini tidak sia-sia, karena mereka dapat rekreasi, membuang penat saat bekerja, dan mereka juga dapat belajar.

(17)

wisata, juga merupakan paru-paru kota sekaligus mini forest di kota Surabaya. Dahulunya, Taman Flora merupakan tempat pembibitan tanaman untuk taman perkotaan sehingga waktu itu dikenal dengan kebun bibit.

Kebijakan lingkungan tersebut, menunjukkan bahwa Surabaya tidak hanya memperkuat sistem pembangunan yang berbasis ekonomi dan mengutamakan keuntungan. Namun juga berusaha untuk mewujudkan pembangunan yang tetap mengedepankan dan memperhatikan aspek ekologisnya. Hal tersebut sesuai dengan visi Kota Surabaya yaitu “Menuju Surabaya sebagai Kota Jasa dan Perdagangan yang Cerdas, Manusiawi, Bermartabat, dan Berwawasan Lingkungan.“ Agar hal tersebut dapat tercapai, maka pihak dan instansi terkait memerlukan strategi untuk dapat mewujudkannya. Strategi dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau agar sesuai dengan penataan ruang dan fungsi-fungsi yang utama dari Ruang Terbuka Hijau. Selain itu, perlu dijaga agar pengelolaannya tidak disalah gunakan dan tetap terjaga kelestarian Ruang Terbuka Hijau yang sudah terbangun

Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Memanfaat-kan Ruang Terbuka Hijau

(18)

dan fauna atau yang sering disebut kebun bibit Bratang Surabaya,

Kebun bibit Bratang memang sejak kepemimpinan Bambang

terjadi perebutan lahan, dan pada saat itu Pemerintah Kota Surabaya kalah dalam keputusan Mahkamah Konstitusi. Maksud dari perebutan tersebut pemerintah melihat yaitu PT SIP ingin

menunjukkan ke publik bahwa kepemilikan lahan kebun bibit Bratang adalah PT SIP, serta mereka juga ingin menunjukkan kelemahan birokrasi, selain itu tanah yang bukan milik kita

(pemerintah kota) apabila diapa-apakan (diperbaiki tidak enak).”

(Hendri, Wawancara, 6 Juli 2015)

Faktor yang kedua yaitu tingkat kesadaran masyarakat yang sangat rendah. Masyarakat memiliki tingkat kesadaran tentang kebersihan yang rendah. Biasanya hanya dapat menikmati saja, tidak dapat menjaga lingkungan yang ada (tidak dapat mengimplementasikan kebijakan yang sudah dibuat oleh Pemerintah Kota). Contohnya, membuang sampah sembarangan, menebang pohon atau mengambil daun dengan sesukahati. Padahal itu semua akan mempengaruhi penurunan target ruang terbuka hijau. Hal ini diperkuat dengan tanggapan pengunjung kebun bibit Bratang Rizal Azizi dan Tukiyem,

“Saya berkunjung di kebun bibit Bratang ini sangat senang karena

saya bisa rekreasi sambil membuang penat kesibukan kerja, sambil belajar juga, tapi saya sedikit menyayangkan kebun bibit Bratang ini kurang terurus alias kumuh. Coba dilihat di depan pedagang kaki lima masih ada yang berserakan, padahal sudah disediakan tempat. Tempat pembuangan sampah yang berada di pojok selatan tidak tertata rapi, dan baunya juga tidak enak.

Mungkin ini semua kurangnya kesadaran tentang lingkungan.”

(Rizal Azizi, Wawancara, 2 Juni 2015)

(19)

selalu mengikuti kebutuhan konsumen. Akhirnya, media berlomba-lomba mempublikasikan dalam mendukung, dalam bentuk pemberitaan, penunjukan profil, dan lain sebagainya. Bahkan muncul bantuan-bantuan dari media.

Tabel 13

Corporate Social Responsibility (CSR) Tahun 2013

No Sumber Dana / Bantuan BentukBantuan

1 PT. Bank Danamon Indonesia Pembangunan Taman Nginden Intan

2 GKI 1000 Lubang biopori

3 PT. Bogasari 100 batang pohon Trembesi

4 PT. Jamsostek 24 batang pohon Pagoda

5 Honda Tiger 100 batang pohon Trembesi

6 PT. Bank Jatim 1 unit Mobil Skywalker

7 Bank BNI 1 unit Mobil Tangki Air

Sumber: Profil Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya 2015

(20)

Pernyataan di atas didukung oleh Ajeng Dyah Ervanti, seorang mahasiswi Universitas Airlangga yang menjadi

pengunjung

,

“Yang menjadi pendukung dalam pelaksanaan kebijakan

mengenai lingkungan sangatlah banyak sehingga sampai go

internasional, yaitu Tri Rismaharini (wali kota yang mempunyai

basic di bidang tata kelola kota), Dinas Kebersihan dan Pertamanan (penggerak dan pemantau kebijakan/program), masyarakat (apabila pemerintah mempunyai program, tidak ada masyarakat yang mengikuti atau mendukung seperti perlombaan, maka acara juga tidak akan terlaksana), media (sebagai

publikasi), sponsor (dalam hal dana), LSM (penggerak

masyarakat, dalam hal ini LSM lah yang menjadi pendukung

terpenting).” (Ajeng Dyah Ervanti, Wawancara, 2 Juni 2015)

Penutup

Kebijakan pemerintah kota dalam memanfaatkan ruang terbuka hijau di kota Surabaya sudah diatur dalam Peraturan Daerah No 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang proporsinya haruslah mencapai 30% dari luas kota. Ruang Terbuka Hijau tidak hanya berupa hutan kota, melainkan kawasan hijau yang berfungsi sebagai pertamanan, rekreasi, pemakaman, pertanian, jalur hijau, dan pekarangan. Di dalam ruang terbuka hijau diwajibkan ada kegiatan penghijauan. Salah satu caranya adalah dengan budidaya tanaman sehingga terjadi perlindungan terhadap kondisi lahan. Akan tetapi, di Kota Surabaya proporsi ruang terbuka hijau masih ±23% dari luas kota, belum mencapai target yang sudah ditetapkan pada peraturan daerah. Hal tersebut disebabkan sistem pemerintahan yang kurang baik dan transparan.

(21)

Hal itu disebabkan karena lahan tersebut merupakan lahan kontroversi. Pemerintah Kota tidak berhak untuk membangun lagi. Selain itu, Pemerintah Kota masih mengejar target 30% Ruang Terbuka Hijau di wilayah kota Surabaya, dengan menambah taman-taman, penanaman pohon di lahan yang kosong, dan lain-lain. Apabila target tersebut sudah mencapai 30%, pemerintah Kota Surabaya merevitalisasi taman-taman yang masih tertinggal seperti kebun bibit Bratang.

Faktor-faktor yang menghambat adalah, adanya permasa-lahan pemerintahan terdahulu yaitu permasa-lahan kontroversi antara pihak pemerintah kota dengan pihak swasta. Sehingga kita tidak leluasa untuk lebih mengindahkan lagi dan menjaga target ruang terbuka hijau. Dari tingkat kesadaran masya-rakat, juga tetap kondisi yang kurang begitu memperhatikan manfaat menjaga lingkungan. Sedangkan faktor yang mendukung dalam kebijakan pemerintah kota dalam memanfaatkan ruang terbuka hijau di kota Surabaya yaitu wali kota Surabaya yaitu Tri Rismaharini, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, masyarakat, media, sponsor, LSM.

Daftar Rujukan

Abdul Wahab, Solichin. 1997. Evaluasi Kebijakan Publik. Malang: FIA UNIBRAW.

Akhadi, Mukhlis. Ekologi Energi Mengenali Dampak Lingkungan dalam

Pemanfaatan Sumber-Sumber Energ”. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Alsa. 2007. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif serta Kombinasi dalam

Penilitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bryner. 2004. Global Interdependence. Cambridge: MIT Press.

Daymon, Christine. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public

Relations dan Marketing. Yogyakarta: Bentang.

Dharmawan, Arya. Dinamika Sosio-Ekologi Pedesaan: Perspektif dan Pertautan

Keilmuan Ekologi Manusia, Sosiologi Lingkungan, dan Ekologi Politik,

2007, Vol. 01, No. 01, hal 17-18.

Donald. 1975. The Policy Implementation Process. London: Stage.

(22)

Dunn, Willian. 1999. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Gaus, Gerald F. dan Chandran Kukathas. 2012. Handbook Teori Politik. Jakarta: Nusamedia.

Honer, Dixon. 1998. Environment, Scarcity, and Violence. Princeton, NJ: Princeton University Press.

Jackson, Robert dan Georg Sorensen. 2005. Pengantar Studi Hubungan

Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Lubis, Rusdian & Widodo Sambodo. 1994. Masalah Pencemaran Lingkungan

di Indonesia. Profil Indonesia, Jurnal Tahunan, 1, Jakarta, CIDES,

hIm: 223-232.

Madani, Muhlis. 2011. Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Thomas. 1995. Understanding Public Policy. New Jersey: Prentice Hall. Wahab. 2012. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Penyusunan Model-model

Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.

http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_hijau. diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 19.30.

http://birokrasi.kompasiana.com/2014/08/08/belajar-inovasi-

pemerintahan-yang-baik-dari-tri-risma-maharini-di-kota-surabaya-678905.html. diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 20.00.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1970 Tentang Perencanaan Hutan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998 Tentang

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 9 Tahun 1987 Tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Tempat Pemakaman

(23)

Gambar

tabel rencana
Tabel 8 Alih Fungsi eksSPBU menjadi Taman Kota Surabaya
Tabel 12

Referensi

Dokumen terkait

Demikian pula untuk sub-sistem instrument control cabinet CRB01 dan CRB03 mempunyai nilai rata-rata waktu kegagalan lebih lama dari interval perawatan yang telah

Informan yang berada dalam posisi dominan, memaknai sama seperti yang ditawarkan oleh media bahwa tindakan atau tayangan dalam acara Kakek-Kakek Narsis tidak menampilkan

Begitu pula sebaliknya Pegawai Negeri sebagai objek zakat (pranata sosial keagamaan) yang telah termotivasi secara kuat untuk membayar zakat menjadi tidak berkah dan jauh

Persamaan (12.1) merupakan persamaan diferensial orde pertama tak homogen dengan koefisien konstan. Tegangan masukan v s merupakan sinyal sembarang, yang dapat berbentuk

Dalam rangka PENGADAAN JASA PENAMBAHAN POWER SUPPLY DC CONTROL 110 VDC UNTUK GCB untuk PT PJB UBJ O&M PLTU PAITON, dengan ini mengundang perusahaan Saudara untuk

Sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah menggunakan teknologi yang memadai dalam melakukan distribusi panen kelapa sawit.Diantara teknologi ini dengan

Medan listrik pada titik P adalah garis singgung dari garis gaya di titik P dan sama nilainya dengan jumlah vector dari medan listrik akibat muatan yang