• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVIEW METALURGI LAS BAJA TAHAN KARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REVIEW METALURGI LAS BAJA TAHAN KARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

REVIEW

METALURGI LAS BAJA TAHAN

KARAT

Rodesri Muliadi

(1) (1)

Staf Pengajar Politeknik Negeri Payakumbuh

ABSTRACT

Stainless steel, including steel blend of high resistand to corrosion, high and low temperature. Besides it also has a strength and fine cut wealthy. Problem incurred in connection due to the influence of heat and the welding atmosphere that change into brittle (slow cooling from 600-400oC). Because the coefficient of expantion was 1.5 times more than soft steel, the welding would occured in the form of change was greater.

Keywords: stainless steel, welding, metallurgy.

1. PENDAHULUAN

Penyambungan logam dengan sambungan las

merupakan bagian dari proses manufaktur yang sering diaplikasikan di dunia industri. Proses pengelasan adalah penggabungan dua material atau lebih yang umumnya terdapat pada logam. Proses ini dilakukan dengan melelehkan benda kerja dan menambah material filler untuk membentuk ikatan kuat antara logam. Hal yang harus diperhatikan

dalam pengelasan baja tahan karat adalah

memberikan kondisi bebas retak pada lasan dan menjaga lasan dan daerah “heat-affected zone” (HAZ) memiliki sifat ketahanan korosi sama dengan logam dasar (Ahluwalia, 2003).

Diperlukan ilmu metalurgi yang cermat untuk dapat merancang baja tahan karat, dalam hal ini digunakan diagram Schaeffler sebagai diagram perancangan untuk membuat jenis baja tahan karat. Informasi mengenai pengaruh unsure-unsur pemadu terhadap perubahan fraksi volume ferit, austenit dan martensit akan sangat berguna untuk disain pembuatan baja

tahan karat dalam penggunaan skala industri

(Sihotang, 2008).

Menurut Avner (1974), baja tahan karat dapat dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu: jenis Ferit, austenit dan martensit.

Metode pengelasan yang dapat digunakan untuk baja tahan karat adalah metode MMA, TIG, MIG dan SAW. Masalah yang ada pada pengelasan baja tahan karat sangat tergantung pada jenis baja tahan karat yang akan dilas (Porter and Easterling, 1981).

Jenis baja tahan karat yang umum adalah (Porter and Easterling, 1981):

1). Austenitik: 16-26 % Cr; 6-22 % Ni, terlihat pada ”Gambar (1)”.

2). Feritik: 10,5-30 % Cr, dengan kadar C yang rendah, dapat dilihat pada ”Gambar (2)”.

3). Martensitik: 12-18 Cr dengan 0,12-1,2 % C

4). Dupleks: 23-30 % Cr dengan 2,5-7 % Ni, terlihat pada ”Gambar (3)”.

5). Precipitation hardening : 10-18 % Cr; 4-25 % Ni dengan 0,02-0,30 % C.

Gambar 1. Bagian dari diagram terner Cr-Ni-Fe (austenitic).

1.1.Struktur Mikro Logam Las Baja Tahan Karat

Struktur mikro dari logam las sangat tergantung pada

komposisi kimia dan kecepatan pendinginan.

Diagram Schaffler ”Gambar (4)”, umumnya

digunakan untuk memperkirakan struktur mikro logam las.

(2)

Jurnal Teknik Mesin Vol.6, No.1, Juni 2009 ISSN 1829-8958

Gambar 3. Bagian Diagram Terner Fe-Cr-Ni untuk 63,5%Fe (duplex).

Komposisi logam las ditentukan dalam terminologi Ni ekivalen dan Cr ekivalen dan hasilnya di plot pada diagram untuk memperkirakan struktur mikro akhir.

Untuk memperhitungkan pengaruh unsur Nitrogen

dikembangkan diagram serupa oleh U.S Welding

Reseach Council (WRC) yang disebut Diagram

DeLong, ”Gambar (5)”. Pada diagram ini, baik %

ferit yang ditentukan secara metalografi, maupun ferit number yang ditentukan dengan menggunakan pengukuran magnetik, didasarkan pada standard AWS A4.2-74. ”Gambar (6)” merupakan modifikasi

diagram Schaffler dengan mempertimbangkan

pengaruh nitrogen yang dikembangkan oleh Espy (Sindo,1987).

Gambar 4. Diagram Schaffler untuk Lasan Fe-Cr-Ni (Sumber : Prof. R.L. Apps)

Gambar 5. Diagram Austenite Baja Cr-Ni (DeLong)

Gambar 6. Schaffler Constituen Diagram for Stainless Steel weld metal modified for Manganese, with Nitrogen,

Vanadium, Copper and Aluminium (according to Espy). 1.2. Macam-macam Pembekuan Baja Tahan

Karat

Ada empat macam pembekuan baja tahan karat yang dapat terjadi, tergantung pada ratio Crek/Niekpaduan.

Macam pembekuan tersebut terdiri dari (Sindo, 1987):

A. L → L + δ → δ → δ + γ

B. L → L + δ → L + δ + γ → δ + γ C. L → L + γ → L + γ + δ → γ + δ D. L → L + γ → γ

Hammar dan Svenson melakukan perhitungan Cr

ekivalen dan Ni ekivalen untuk menentukan macam pembekuan dengan formula (Erick,1987) :

Crek= Cr + 1,3 Mo + 1,5 Si + 2 Nb + 3 Ti …(1)

Niek= Ni + 0,81 Mn + 22 C + 14,2 N + Cu ...(2)

Menurut Erick (1987), berdasarkan persamaan

tersebut, dapat dikemukakan bahwa :

- Jika ratio Crek/Niek< 1,5 terbentuk macam D

(3)

- Untuk ratio Crek/Niek> 1,95 terbentuk macam A.

Gambar 7Schematic Pseudo-Binary Diagram of the Fe-Cr-Ni

2. PENGELASAN BAJA TAHAN KARAT

2.1. Baja Tahan Karat Austenitik

Type ini mempunyai kandungan kromium (Cr) tinggi, yaitu 16 5 – 26 % dan mengandung paling sedikit 8 % Nikel (Ni). Jenis baja ini paling umum dipakai dalam dunia industri. Sifat weldability yang paling baik dengan proses welding umumnya. Austenitic stainless steel pada umumnya memiliki struktur fase tunggal. Struktur ini selam welding dapat membentuk kristal ferrite di dalam weld metal dan HAZ. Pembentukan ferrite ini mempunyai keuntungan, yaitu mencegah terjadinyahot cracking, sedangkan kerugiannya yaitu ketahanan korosinya akan berkurang, terutama yang mengandung alloy molybdenum (Mo), (Zamil, 2009).

Jenis baja tahan karat ini merupakan yang paling mudah dilas dibandingkan dengan baja tahan karat lainnya. Baja tahan karat austenitik mempunyai koefisien muai panas yang tinggi dan konduktifitas panas yang rendah dibandingkan dengan baja karbon atau baja tahan karat feritik. Sehingga baja tahan

karat austenitik akan lebih mudah mengalami

konstraksi dan distorsi. Namun demikian, masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan welding jigs, (Sindo, 1987).

Masalah-masalah yang dihadapi pada pengelasan baja tahan karat austenitic adalah (Erick, 1984) :

a. Solidificationcracking.

Jenis cacat ini dapat terjadi jika logam las membeku sebagai fasa tunggal γ, yaitu jika Crek/Niek < 1,5.

Kecenderungan terjadinya cacat tersebut meningkat dengan meningkatnya kandungan S, P, Nb dan Si.

Kecenderungan terjadinya solidification cracking dapat dikurangi dengan penambahan Mn dan C dalamm grade Si yang tinggi. Pengaruh dari ratio

Crek/Niek dan kandungan S dan P terhadap

solidification cracking dapat dilihat pada ”Gambar (8)”.

Gambar 8.The susceptibility of chromium-nickel to solidification cracking as a function of Schaffle Crek/Niek

and sulphur and phosphorus content.

Solidification cracking dapat dihindari dengan

menciptakan 5-10 % δ-ferit pada logam las. Tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan diagram Schaffler, dengan cara memilih komposisifilleryang sesuai dengan memperhatikan komposisi logam induk dan derajat kelarutan logam las. Keefektifan

dari δ-ferit dalam menghindari solidification

cracking terletak pada kemampuan fasa ferit untuk melarutkan S dan P, high temperature strength-nya yang rendah dibandingkan dengan fasa austenit dan juga kemampuan fasa ferit mengakomodir strains (Sindo, 1987).

Kehadiran fasa ferit akan menurunkan ketahanan korosi dari logam las dan pada temperatur >540 oC fasa ferit akan mempromosikanembrittlementkarena terbetuknya fasa sigma (σ) yang menyebabkan buruknya sifatcryogenic(Avner, 1974).

b. Liquation cracking

Dapat terjadi pada HAZ atau pada logam las yang mengalami pemanasan ulang. Penyebabnya sama halnya padasolidification cracking.

c. Reheat cracking

Dapat terjadi pada HAZ terhadap baja tahan karat

austenitik yang distabilkan dengan Nb (Nb

stabilesed) jenis 347 pada waktu baja tersebut mengalamirelieving.

d. Weld decay

(4)

Jurnal Teknik Mesin Vol.6, No.1, Juni 2009 ISSN 1829-8958

baja tahan karat austenitik, yang telah mengalami pemanasan untuk waktu yang cukup lama pada temperatur 550-850oC. Pada rentang waktu tersebut, terbentuk endapan karbida Cr23C6 pada batas butir

sehingga mengakibatkan terciptanya zona yang

miskin akan chromium pada kedua sisi batas butir seperti terlihat pada ”Gambar (9)”. Waktu aktual

yang diperlukan untuk mengakibatkan sensitasi

(korosi intergranular) struktur mikro logam las tergantung pada % C seperti terlihat pada ”Gambar (10)”. Di bawah rentang teperatur di atas, kecepatan difusi terlalu rendah dan di atas rentang temperatur tersebut pembentukan endapan karbida sangat rendah sedangkan difusi atom Cr tinggi.

Gambar 9. Weld Decay pada Stainless Steels

Menurut Erick (1984), metoda untuk mengatasi hal tersebut di atas adalah dengan :

1). Menggunakan jenis 321 (Ti stabilised) Ti = 5 x % C atau jenis 347 (Nb stabilised), Nb = 10 x % C.

2). Penghilangan endapan karbida dengan solution

treatment pada 1050 oC yang diikuti dengan

pendinginan cepat.

3). Menggunakan ”L” grades, dengan % C < 0,003.

2.2. Baja Tahan Karat Feritik

Type ini memiliki ketahanan korosi yang lebih baik serta lebih murah dari austenitic stailess steel karena tidak mengandung nikel (Ni), weldabilitynya sangat rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh percepatan karbida yang terjadi pada batas butir, akibatnya weld akan rapuh dan mengurangi ketahanan korosi. Selanjutnya keretakan dapat terjdi pada weld metal bila menjadi dingin (Zamil, 2009).

Standar utama pengelasan baja ini adalah pada 11 %, 13 % dan 17 % Cr. Jenis baru yang disebut super-ferriticadalah kandungan dengan 18 % dan 25-29 % Cr dengan 1-4 % Mo yang distabilkan dengan Ti atau

Nb dan dengan C + N < 0,025. Yang perlu

diperhatikan pada pengelasan baja tahan karat feritik, antara lain (Sindo1, 1987) :

a. Pertumbuhan butir

Pertumbuhan butir terjadi dengan sangat cepat pada HAZ yang disebabkan kecepatan difusi Fe pada

struktur bcc yang tinggi, yang mengakibatkan logam las dengan butir besar jika digunakan filler dengan komposisi yang sama dengan logam induk. Untuk mengatasi hal itu, biasanya digunakan filler dengan komposisi baja tahan karat austenitik. Atau dengan

melakukan pengelasan dengan menggunakan

masukan panas yang rendah.

b.Kemungkinan terbentuknya martensit

Posisi batas fasa γ+α/α sangat dipengaruhi oleh interstisi C dan N yang merupakan unsur penstabil austenit. Jika komposisi baja sedemikian rupa hingga

pada waktu pemanasan memasuki daerah gamma

loop, maka akan terbentuk fasa austenit. Sewaktu pendinginan fasa austenit yang terbentuk tersebut

akan bertranformasi membentuk martensit dan

menyebabkanembrittlement.

c. Sensitisation / embrittlement

Jika baja tahan karat feritik mengalami pemanasan hingga >950 oC maka sifat sifatnya pada temperatur ruang seperti ketangguhan, keuletan dan ketahanan korosi intergranular akan menurun. Ini dikarenakan adanya pelarutan karbida dan atau nitrida pada temperatur tersebut dan terjadi endapan pada batas butir pada proses pendinginan. Namun temperatur terjadinya sensitisasi pada baja tahan karat feritik lebih tinggi dibandingkan dengan baja tahan karat austenitik karena adanya perbedaan kelarutan C pada

ferit dan austenit. Kencenderungan terjadinya

sensitisasi meningkat dengan meningkatnya kadar Cr dan meningkatnya level unsur intersensitisasi (C+N).

2.3. Baja Tahan Karat Martensitik.

Type martensitik ini mempunyai kandungan

kromium (Cr) 12 % - 30 %. Memiliki kandungan karbon (C), yang lebih tinggi dari feritik, sehingga dapat diperkeras. Type ini dipakai karena kekuatan mekanikal dan ketahanan korosinya. Sifat material ini mempunyai weldability yang rendah, karena terdapat daerah yang keras dan rapuh pada logam induknya (Zamil, 2009).

Pada temperatur tinggi, baja tahan karat hardenable akan bertransformasi menjadi austenitik seluruhnya

dan bertransformasi menjadi martensit pada

pendinginan. Jenis baja ini paling sulit dilas dibandingkan dengan feritik maupun austenitik. Sensitifitas terhadap retak akibat pengelasan sangat tinggi terutama disebabkan oleh hidrogen, kekerasan yang tinggi, keuletan yang rendah dan adanya perubahan volume sewaktu austenit bertranformasi menjadi martensit (Sindol,19870).

(5)

-preheat (200-400 oC) dan langsung dilakukan post weld tempering(600-850oC), (Sindol, 1987).

2.4. Baja Tahan Karat Dupleks.

Baja tahan karat dupleks memiliki dua fasa

mikrostruktur austenite dan ferrite dan memiliki

beberapa kelebihan, terutama kekuatan dan

ketahanan yang lebih tinggi terhadap korosi

intergranular dan biaya yang relatif rendah dibanding stainless steel austenitic. Disisi lain, baja ini memiliki kekurangan, seperti sulit diproses secara thermomechanical dan ketahanan terhadap korosi pitting yang rendah (Reick, 1992).

Type ini mempunyai struktur Feritik-austenitik

dengan komposisi yang seimbang (50%-50%).

Kandungan kromium berkisar 12,5%–26%.

Weldability dari material ini bila menjadi panas selama pengelasan akan membentuk fasa ferit pada HAZ, akibatnya akan mengurangi ketahanan korosi

dan kerapuhan. Dalam menyiasati material

pengelasannya dipakai logam pengisi dengan tingkat kandungan nikel (ni) yang labih tinggi dari logam induk (Zamil, 2009).

Pada ”Gambar (10)” memperlihatkan perbedaan baja

tahan karat dupleks dengan baja tahan karat

austenitik serta feritik (Porter and Easterling, 1981).

Problem yang terdapat pada pengelasan baja tahan karat dupleks ini adalah (Erick, 1984):

a. Pada logam las

Jika dilas tanpafillerkandungan austenit pada logam las akan berkurang jauh dibawah 50%, dan jumlah yang tepat tergantung pada kecepatan pendinginan.

Gambar 10. Pengaruh Karbon pada Endapan Karbida (pada Baja Tahan Karat Austenitik dan Feritik).

Umumnya pada pengelasan jenis baja tersebut digunakan filler dengan kadar nikel yang tinggi sehingga Ni ekuivalen meningkat dan jumlah autenit dapat dibuatbalancedengan ferit.

b.Pada HAZ

Pada temperatur akan terbentuk fully ferritic dan terjadi pertumbuhan butir. Pada pendinginan akan terbentuk fasa austenit pada batas butir dalam bentuk

Widmanstatten. Ketangguhan pada HAZ sangat

rendah karena kandungan austenit yang sangat rendah.

3. KESIMPULAN:

1. Kecenderungan terjadinya solidification cracking pada baja tahan karat austenitik dapat dikurangi dengan penambahan Mn dan C dalam grade Si yang tinggi. Solidification cracking juga dapat dihindari dengan menciptakan 5-10 % δ-ferit pada logam las.

2. Agar tidak terjadi pembesaran butir pada

pengelasan baja tahan karat feritik maka digunakan filler dengan komposisi baja tahan karat austenitik,

atau dengan melakukan pengelasan dengan

menggunakan masukan panas yang rendah.

3. Baja tahan karat martensitik adalah baja yang paling sulit dilas dibandingkan dengan feritik maupun austenitik. Sensitifitas terhadap retak akibat pengelasan sangat tinggi terutama disebabkan oleh hidrogen, kekerasan yang tinggi, keuletan yang rendah dan adanya perubahan volume sewaktu austenit bertransformasi menjadi martensit. Retak umumnya terjadi pada HAZ. Untuk mengatasi problem tersebut, digunakanfillerdengan komposisi baja tahan karat austenitik tinggi, sehingga dapat menyerap hidrogen. Juga dapat dihindari dengan

menggunakan proses las yang menghasilkan

hidrogen terendah - preheat (200-400 oC) dan

langsung dilakukan post weld tempering

(600-850oC).

PUSTAKA

1. Avner, Sidney H., Introduction to Physical Metallurgy, McGraw Hill International Edition, New York, 1974.

2. Ahluwalia, H., Improving Corrosion

Resistance through Welding, Fabrication

Methods, The fabricator, 2003.

3. Erick Thelning-Karl, Steel and Its Heat Treatment, Second edition, Butterword & Co, London, 1984.

4. Kou, Sindo,Welding Metallurgy, John Wiley & Sons, New York 1987.

5. Porter, D., A., and Easterling,K.,E., Phase

Transformation in Metals and Alloys, Van

Nostrand Reinhold Company. New York, 1981.

6. Reick, W., Development in the Stainless

Ferrite-Austenitic Steels with Duplex

Microstructure, Met.Mater, Portuguese, 1992.

(6)

Jurnal Teknik Mesin Vol.6, No.1, Juni 2009 ISSN 1829-8958

8. Wiryosumarto, Harsono and Okunura, Toshie, Teknik Pengelasan Logam, Pradnya Paramitha, Cetakan Kelima, Jakarta, 1991.

Gambar

Gambar 1. Bagian dari diagram terner Cr-Ni-Fe(austenitic).
Gambar 3. Bagian Diagram Terner Fe-Cr-Ni untuk63,5%Fe (duplex).
Gambar 8.The susceptibility of chromium-nickel tosolidification cracking as a function of Schaffle Crek/Niekand sulphur and phosphorus content.
Gambar 9. Weld Decay pada Stainless Steels
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kecepatan Pelayanan memperoleh hasil 3,49 termasuk kinerja pelayanan A yang artinya sangat baik hal ini menunjukkan bahwa pada kecepatan pelayanan petugas

himpunan yang terdiri dari unsur-unsur yang terdapat dalam himpunan universal.. U, tetapi tidak merupakan unsur dari

Lob ih diutataakan ik la n - ik la n oobagai in forca oi yang barrcutu daXam Den^abdi kapada kepeatingan unucu. D.. FEMASARAH PRODUKSI DSRGAN TUJUAH KDM

litemykan adanya indikasi duplikasi dengan Hibah Penelitian lain dan/atau ditemukan adanya ketidak jujuranlitikad kurang baik yang tidak sesuai dengan kaidah ilmiah, maka

Trust in brand di beberapa perusahaan manufaktur dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian loyalitas pada merek, meskipun banyak merek produk dari perusahaan

Sebagian besar para ahli Biologi berpendapat bahwa faktor awal yang mempengaruhi spesiasi adalah pemisahan geografi, karena selama populasi dari spesies yang sama masih

Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari pihak Direktorat Intelkam Polda Riau dari tahun 2010 hingga tahun 2011 terdapat 4 kasus dimana pada tahun 2010

Menurut Ghozali (2005) multikolinearitas pada dasarnya merupakan fenomena (regresi) sampel. Ketika mengendalikan fungsi regresi populasi atau teoritis, semua model mempunyai